Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan di Lokapurna Taman Nasional Gunung Halimun Salak

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN
LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK

BAYU GAGAT PRASASTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Penyelesaian
Konflik Penguasaan Lahan di Lokapurna Taman Nasional Gunung Halimun Salak
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Bayu Gagat Prasasti
NIM E34090067

ABSTRAK
Bayu Gagat Prasasti. Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan di
Lokapurna Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Dibimbing oleh SAMBAS
BASUNI dan TUTUT SUNARMINTO.
Permasalahan lahan di Lokapurna disebabkan oleh penetapan kawasan
menjadi Taman Nasional padahal masyarakat di Lokapurna telah ada sebelum
perluasan Taman Nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan
membandingkan persepsi antar stakeholder di Lokapurna, mengukur dan
membandingkan nilai penting penguasaan lahan di Lokapurna, dan merumuskan
strategi penyelesaian konflik penguasaan lahan di Lokapurna. Penyebab konflik di
Lokapurna disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi antara masyarakat dengan
pihak Taman Nasional. Masyarakat merasa tidak dilibatkan saat perluasan
kawasan oleh Taman Nasional sedangkan pihak Taman Nasional merasa tidak
memiliki wewenang untuk melakukan kajian sebelum adanya SK Menteri

Kehutanan No. 175 tahun 2003. Ada empat alternatif strategi dalam penyelesaian
konflik penguasaan lahan di Lokapurna yaitu mengeluarkan masyarakat secara
keseluruhan dari Taman Nasional (relokasi),
mengembangkan wisata di
Lokapurna, mengoptimalkan Lokapurna sebagai zona khusus dan melakukan
kerjasama kolaboratif antara pihak TNGHS dengan masyarakat.
Kata kunci: konflik, penguasaan lahan, persepsi, strategi, Taman Nasional

ABSTRACT
Bayu Gagat Prasasti. Conflict Land Tenure Resolution Strategies In Lokapurna
Halimun Salak Mountain National Park. Supervised by SAMBAS BASUNI and
TUTUT SUNARMINTO.
The issue of land in Lokapurna caused by the determination of the area
became a national park but there are communities in Lokapurna before there was
an expansion of the National Park. This study aims to measure and compare the
perception among stakeholders in Lokapurna, Measure and compare important
value land tenure in lokapurna, formulated the strategies of land tenure conflict
resolution at Lokapurna. The land tenure conflict in Lokapurna is caused due to a
difference in perception between community with a national park management.
The community was not involved when the expansion of the area by the National

Park and national park management feel did not have authority to conduct the
review prior to the Minister of forestry Decree No. 175 in 2003. There are four
alternative strategies for conflict resolution of land tenure in the Lokapurna,
moving out the community as a whole from national park (relocation), developing
tourism in Lokapurna, optimizing Lokapurna as a special zone and performing
collaborative cooperation between TNGHS management with the community.
Keywords: conflict, land tenure, National Park, perception, strategies

STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK PENGUASAAN
LAHAN DI LOKAPURNA TAMAN NASIONAL
GUNUNG HALIMUN SALAK

BAYU GAGAT PRASASTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan di Lokapurna
Taman Nasional Gunung Halimun Salak
Nama
: Bayu Gagat Prasasti
NIM
: E34090067

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Pembimbing I

Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini adalah
penguasaan lahan dengan judul Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan
di Lokapurna Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
dan Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan arahan selama penelitian berlangsung dan dalam penulisan
skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Balai Taman Nasional Gunung
Halimun Salak dan masyarakat Lokapurna yang telah banyak membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,

adik-adikku atas segala doa dan kasih sayangnya, keluarga besar Himakova
terutama Himakova 46 (Anggrek Hitam) dan pihak lain yang telah membantu
memberikan dukungan dalam penyelesaian studi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Bayu Gagat Prasasti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

Kerangka Pemikiran Penelitian

1


METODE

3

Lokasi dan Waktu

3

Alat dan Objek

3

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

4


HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

5

Kondisi Penggunaan Lahan di Lokapurna

5

Persepsi Antar Stakeholder

6

Nilai Penting Penguasaan Lahan

10


Identifikasi Konflik

15

Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan

19

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24


DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

DAFTAR TABEL
1 Variabel, metode, dan sumber data untuk merumuskan strategi
penyelesaian konflik penguasaan lahan
2 Presepsi masyarakat terhadap hubungan dengan Taman Nasional
3 Presepsi Taman Nasional terhadap hubungan dengan masyarakat
4 Penilaian masyarakat terhadap Taman Nasional
5 Penilaian Taman Nasional terhadap masyarakat
6 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek konservasi menurut
masyarakat
7 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek konservasi menurut Taman
Nasional
8 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek ekonomi menurut
masyarakat
9 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek ekonomi menurut Taman
Nasional
10 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek sosial menurut masyarakat
11 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek sosial menurut Taman
Nasional
12 Pengetahuan masyarakat terhadap konservasi
13 Penilaian Taman Nasional mengenai tujuan perluasan kawasan Taman
Nasional
14 Penilaian masyarakat mengenai kegiatan Taman Nasional dalam rangka
pemberitahuan sebelum perluasan Taman Nasional
15 Penilaian Taman Nasional mengenai kegiatan Taman Nasional dalam
rangka pemberitahuan sebelum perluasan Taman Nasional
16 Penilaian masyarakat mengenai keefektifan tindakan penyelesaian
konflik
17 Penilaian Taman Nasional mengenai keefektifan tindakan penyelesaian
konflik
18 Penilaian masyarakat mengenai simulasi situasi terhadap lahan di
Lokapurna
19 Penilaian Taman Nasional mengenai simulasi situasi terhadap lahan di
Lokapurna
20 Analisis SWOT dalam penyelesaian konflik penguasaan lahan di
Lokapurna

4
6
7
8
9
10
11
12
13
14
14
15
16
17
17
18
19
20
21
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Kerangka penelitian
Peta lokasi penelitian
Peta penyebaran vila dan rumah di Lokapurna
Contoh bangunan vila di Lokapurna
Perbandingan persepsi antara masyarakat dengan Taman Nasional
Perbandingan penilaian antara masyarakat dan Taman Nasional
Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat
dengan Taman Nasional aspek konservasi

2
3
5
6
8
10
12

8
9

Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat
dengan Taman Nasional aspek ekonomi
Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat
dengan Taman Nasional aspek sosial

13
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Surat Keputusan Menteri Veteran dan Demobilisasi
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 225 Tahun 2007
Lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 225 Tahun 2007
Salinan Surat Permohonan Peminjaman Lahan di Lokapurna
Fotokopi Surat Jawaban Djawatan Kehutanan
Salinan Surat Jawaban Djawatan Kehutanan

24
26
29
32
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gunung Halimun Salak merupakan hutan hujan tropis terluas yang masih
tersisa di Jawa Barat. Pada tahun 2003, Pemerintah (Departemen Kehutanan RI)
menerbitkan SK Menteri Kehutanan No. 175 tahun 2003 tentang perluasan Taman
Nasional Gunung Halimun dari 40.000 hektar menjadi 113.357 hektar dan
berubah nama menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Perluasan kawasan tersebut memunculkan permasalahan penguasaan lahan,
diantaranya di Lokapurna yang menjadi bagian dari perluasan TNGHS.
Tempo (2013) memberitakan dalam websitenya lahan Lokapurna merupakan
areal konservasi yang dipinjamkan kepada beberapa Legiun Veteran untuk
dijadikan lahan garapan pertanian sesuai dengan surat permohonan peminjaman
lahan di Lokapurna dari LVRI Cibungbulang. Permohonan tersebut mendapat izin
dari Djawatan Kehutanan No. 706/XV/10/Bgr tanggal 10 Juni 1967. Lahan di
Lokapurna diperjualbelikan secara oper alih termasuk dibangun vila dan
pemukiman masyarakat. Kementerian Kehutanan menganggap vila – vila di
Lokapurna dibangun di atas tanah kawasan TNGHS sesuai dengan SK Menteri
Kehutanan No. 175 tahun 2003. Kementerian Kehutanan menganggap vila – vila
di Lokapurna liar dan harus dilakukan pembongkaran karena tidak memiliki izin
dan melanggar UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya serta UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan alternatif solusi kepada
stakeholder dalam upaya penyelesaian konflik yang terjadi di Lokapurna. Kajian
ini perlu dilakukan agar konflik tersebut dapat berakhir dan kemantapan kawasan
TNGHS dapat terwujud melalui sinergisitas yang dibentuk oleh para pemangku
kepentingan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Mengukur dan membandingkan persepsi antar stakeholder di Lokapurna
2. Mengukur dan membandingkan nilai penting penguasaan lahan di Lokapurna
3. Merumuskan strategi penyelesaian konflik penguasaan lahan di Lokapurna
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi stakeholder untuk
menjadi bahan pertimbangan dalam strategi penyelesaian konflik penguasaan
lahan dan alternatif solusi bagi permasalahan penguasaan lahan di Lokapurna.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Tahun 1967 beberapa orang veteran RI yang tergabung dalam Markas Seksi
LVRI Cibungbulang meminjam lahan di Lokapurna untuk dijadikan lahan
garapan. Peminjaman ini disetujui oleh Menteri Veteran dan Demobilisasi yang

2
tertuang dalam SK MENVED No. 72/KPTS/MENVED/1967 tentang pembukaan
proyek pertanian dan peternakan veteran lokal di Gunung Picung Cibungbulang.
Kondisi yang diharapkan pada saat itu, veteran dapat menggarap lahan pertanian
untuk kesehariannya dan tidak berhak menggunakan lahan tersebut untuk
kepentingan lain karena lahan tersebut milik negara. Pada perkembangannya
terjadi penyimpangan peruntukan lahan, oper alih garapan dan jual beli tanah
bahkan saat ini banyak vila yang berdiri di Lokapurna.
Tahun 2003 Taman Nasional Gunung Halimun Salak mengalami perluasan.
Perluasan kawasan tersebut diharapkan untuk menjaga kelestarian ekosistem salak
yang merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Gunung Halimun yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Didalam SK tersebut, kawasan
Lokapurna menjadi salah satu bagian kawasan perluasan TNGHS.
Penyimpangan penggunaan lahan di Lokapurna dan perubahan status
kawasan di Lokapurna menimbulkan konflik. Saat ini penguasaan lahan di
Lokapurna masih dikuasai oleh masyarakat, sehingga muncul konflik antara Balai
Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan masyarakat tentang penguasaan
lahan. Konflik tersebut dapat terus berlanjut jika tidak ada upaya untuk
menyelesaikan permasalahannya. Tahun 2007 Menteri Kehutanan menerbitkan
SK No. 225/Menhut-II/2007 tentang pembentukan tim terpadu percepatan
penyelesaian tukar menukar kawasan hutan untuk menyelesaiakan permasalahan
penguasaan lahan di Lokapurna namun tidak berhasil.
Langkah yang dilakukan untuk menyelesaiakan konflik adalah dengan
mengetahui jenis dan penyebab dari sebuah konflik. Analisis SWOT dan analisis
gap digunakan untuk mengetahui jenis dan penyebab konflik serta merumuskan
strategi penyelesaian konflik penguasaan lahan di Lokapurna. Upaya dalam
menyelesaikan konflik di Lokapurna harus dilakukan agar terbangun sinergisitas
antar stakeholder dan tercipta kemantapan suatu kawasan.
Veteran mengajukan permohonan
menggarap lahan

Perluasan kawasan TNGHS berdasarkan
SK Menhut No. 172/kpts-II/2003.
Perluasan kawasan mencakup
wilayah Lokapurna

Terjadi oper alih garapan
dan jual beli lahan

Penggunaan tidak sesuai fungsi
kawasan

Penyimpangan peruntukan lahan

Konflik
Analisis SWOT

Analisis gap

Jenis Konflik

Penyebab Konflik

Strategi penyelesaian konflik penguasaan lahan
Kemantapan Kawasan

Gambar 1 Kerangka penelitian

3

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Lokasi Purnawirawan (Lokapurna) Taman Nasional
Gunung Halimun Salak. Penelitian dilakukan pada bulan Juni – Juli 2013.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Alat dan Objek
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, panduan
wawancara, alat perekam suara, kamera, GPS, peta tata batas kawasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak dan peta kawasan Lokapurna. Objek penelitian
adalah kawasan Lokapurna, masyarakat di Lokapurna, dan pengelola BTNGHS.
Jenis dan Metode Pengambilan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui pengamatan lapangan (observasi) dan pemberian
kuisioner tertutup kepada responden. Jumlah total responden adalah 35 orang
dengan rincian 30 orang dari masyarakat dan 5 orang dari pegawai BTNGHS.
Pengambilan responden untuk masyarakat menggunakan metode random
sampling kepada masyarakat yang menguasai lahan di Lokapurna sedangkan
pegawai BTNGHS dilakukan secara purposive sampling kepada pegawai yang
berhubungan dan berpengaruh dengan Lokapurna yaitu Kepala Balai TNGHS,
Kepala Resort Salak II, Kepala Urusan Humas dan Kerjasama, Kepala Urusan
Perlindungan Hutan dan Kepala Urusan Kawasan Konservasi.

4
Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari dokumen – dokumen
yang terkait dengan penguasaan lahan di Lokapurna baik dari BTNGHS maupun
Masyarakat Lokapurna serta peta tata batas kawasan TNGHS, peta kawasan
Lokapurna dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Variabel yang diukur dalam
penelitian ini yaitu persepsi stakeholder, status lahan Lokapurna, legalitas
penguasaan lahan di Lokapurna, nilai penting penguasaan lahan di Lokapurna,
keinginan terhadap lahan di Lokapurna dan persepsi terhadap konservasi.
Tabel 1 Variabel, metode, dan sumber data untuk merumuskan strategi
penyelesaian konflik penguasaan lahan
Metode
Tujuan
Sumber
Variabel
Pengambilan
Penelitian
Data
Data
Merumuskan
Persepsi stakeholder
Kuisioner
BTNGHS,
strategi
masyarakat
penyelesaian
Status Lahan Lokapurna
Studi pustaka
BTNGHS
konflik
penguasaan
Legalitas penguasaan lahan di Kuisioner
BTNGHS,
lahan di
Lokapurna
masyarakat
Lokapurna
Taman Nasional Nilai penting penguasaan
Kuisioner
BTNGHS,
Gunung
lahan di Lokapurna
masyarakat
Halimun Salak
Keinginan terhadap lahan di
Kuisioner
BTNGHS,
Lokapurna
masyarakat
Persepsi terhadap konservasi

Kuisioner

masyarakat

Analisis Data
Data primer dan sekunder yang diperoleh dianalisis sesuai dengan
karakteristik dan tujuan analisis data yaitu strategi penyelesaian konflik
penguasaan lahan di Lokapurna.
Analisis Strategi Penyelesaian Konflik Lahan
Data yang dihasilkan dari wawancara kepada pegawai TNGHS maupun
masyarakat dianalisis secara deskriptif untuk merumuskan strategi penyelesaian
konflik penguasaan lahan di Lokapurna. Metode analisis yang digunakan yaitu
analisis SWOT dan analisis gap. Analisis gap digunakan untuk mengetahui
kesenjangan yang terjadi antara pihak taman nasional dengan pemilik lahan
terhadap harapan dan kondisi ideal yang diinginkan. Hasil analisis gap kemudian
dianalisis menggunakan analisis SWOT untuk merumuskan strategi penyelesaian
konflik lahan di Lokapurna dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan yang
teridentifikasi serta memanfaatkan potensi peluang dan menghindari ancaman
ekternal.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Lokapurna secara administrasi terletak di Desa Gunung Sari, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan termasuk DAS Cisadane. Koordinat
geografis Lokapurna terletak pada 106° 40’ 8” BT - 106° 41’ 35” BT dan 6° 41’
7” LS - 6° 42’ 15” LS.
Jumlah penduduk di Lokapurna berdasarkan data laporan Desa Gunung Sari
pada bulan Mei 2013 berjumlah 1510 jiwa dengan jumlah laki – laki 784 jiwa dan
jumlah perempuan 726 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 468 KK.
Secara umum kondisi tutupan kawasan di Lokapurna didominasi oleh jenis
rasamala, pasang, kareumbi, kirinyuh, tepus, pakis andam, dan bambu. Kawasan
Lokapurna juga telah dibangun jalan beraspal, jaringan listrik, jaringan telepon,
bangunan sekolah, masjid, musola, WC umum dan pemakaman umum. Kawasan
Lokapurna juga telah menjadi salah satu kawasan wisata yang ada di Kabupaten
Bogor dengan dibangunnya sarana wisata seperti pintu gerbang masuk Lokapurna,
pemandian air panas, kolam renang, dan curug.
Kondisi Penggunaan Lahan di Lokapurna
Penelitian dilakukan di RW 08 dan RW 09 Desa Gunung Sari Kecamatan
Pamijahan Kabupaten Bogor. Daerah ini biasa disebut juga Lokasi Purnawirawan
yang disingkat Lokapurna. Luas total kawasan Lokapurna menurut SK Menteri
Kehutanan No. 225/Menhut-II/2007 tentang pembentukan tim terpadu percepatan
penyelesaian tukar menukar kawasan produksi yaitu seluas 256,77 Ha. Tidak
semua kawasan digunakan sebagai pemukiman (Gambar 3).

Gambar 3 Peta penyebaran vila dan rumah di Lokapurna

6
Penyebaran vila di Lokapurna lebih terkonsentrasi dekat dengan jalan utama
yang memiliki akses yang mudah terutama bagi pengguna yang membawa
kendaraan bermotor. Meskipun demikian ada beberapa vila yang terdapat di
lereng atau tidak berada dekat dengan jalan utama sehingga akses jalan pun agak
sulit karena melewati jalan berbatu. Pemukiman masyarakat sendiri baik
keturunan veteran ataupun pendatang, terletak tidak jauh dari jalan utama dan
beberapa berdekatan dengan vila atau lokasi wisata. Hal ini dikarenakan mata
pencaharian masyarakat adalah wiraswasta yang berdagang sekitar lokasi wisata
atau sekitar vila sehingga memudahkan akses masyarakat dari rumah ke
warungnya. Beberapa masyarakat juga merupakan penjaga vila yang dimiliki oleh
orang di luar kawasan Lokapurna.

Gambar 4 Contoh bangunan vila di Lokapurna
Persepsi Antar Stakeholder
Wilayah Lokapurna yang merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung
Halimun Salak (TNGHS) membuat masyarakat yang tinggal di Lokapurna
berinteraksi dengan TNGHS dan segala aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat
harus dengan sepengetahuan TNGHS yang bertanggungjawab terhadap kawasan
Lokapurna. Hubungan masyarakat dengan TNGHS berdasarkan persepsi
masyarakat disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Presepsi masyarakat terhadap hubungan dengan Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Kerjasama dalam menjaga hutan
Kerjasama dalam pengelolaan wisata
Kerjasama dalam pemanfaatan hasil hutan
Kerjasama dalam mengatasi konflik
Kesepakatan dalam tata batas kawasan
Kesepakatan dalam pemanfaatan lahan
Kesepakatan dalam pembangunan kawasan
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat buruk
5 = agak baik

2 = buruk
6 = baik

3 = agak buruk
7 = sangat baik

Nilai
4
4
3
3
3
3
3
23
3
4 = sedang

Tabel 2 menunjukkan bahwa secara umum menurut persepsi masyarakat,
hubungan antara masyarakat dengan TNGHS berjalan agak kurang baik (skor

7
persepsi bernilai 3). Hal ini dikarenakan masyarakat yang saat ini menguasai
kawasan Lokapurna merasa memiliki kawasan Lokapurna dan keberadaannya
telah ada sebelum TNGHS diperluas. Hanya kerjasama dalam mengelola hutan
dan pengelolaan wisata saja yang memiliki skor 4 atau dapat dikatakan memiliki
hubungan yang sedang. Kriteria lain yang dinilai bernilai 3 atau agak buruk. Hal
ini mengindikasikan adanya hubungan yang kurang baik antara masyarakat
dengan TNGHS menurut persepsi masyarakat.
Sejalan dengan hasil pada persepsi masyarakat, Tabel 3 yang merupakan
data persepsi yang dilakukan kepada pihak BTNGHS juga menunjukkan skor
persepsi yang agak buruk mengenai hubungan antara TNGHS dengan masyarakat.
Rendahnya skor persepsi oleh BTNGHS mengindikasikan bahwa TNGHS juga
merasa memiliki hubungan yang kurang baik dengan masyarakat.
Tabel 3 Presepsi Taman Nasional terhadap hubungan dengan masyarakat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Kerjasama dalam menjaga hutan
Kerjasama dalam pengelolaan wisata
Kerjasama dalam pemanfaatan hasil hutan
Kerjasama dalam mengatasi konflik
Kesepakatan dalam tata batas kawasan
Kesepakatan dalam pemanfaatan lahan
Kesepakatan dalam pembangunan kawasan
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat buruk
5 = agak baik

2 = buruk
6 = baik

3 = agak buruk
7 = sangat baik

Nilai
4
3
4
3
4
3
3
24
3
4 = sedang

Skor persepsi yang diberikan oleh BTNGHS dalam kerjasama dalam
menjaga hutan memiliki skor 4 (sedang). Hal ini karena BTNGHS melihat bahwa
meskipun ada beberapa masyarakat yang menjadi relawan dalam menjaga hutan
mengikuti program yang dilaksanakan oleh BTNGHS, masih ada oknum
masyarakat yang tidak menganggap keberadaan BTNGHS. Kerjasama dalam
pengelolaan wisata BTNGHS memberikan skor 3 (agak buruk). Hal ini
dikarenakan saat ini BTNGHS hanya mengelola gerbang masuk kawasan
sedangkan pengelolaan objek wisata dikuasai masyarakat tanpa kerjasama dengan
BTNGHS. Kerjasama dalam pemanfaatan hasil hutan dan kesepakatan tata batas
kawasan memiliki skor 4 (sedang). Hal ini dikarenakan hubungan TNGHS dan
masyarakat masih tergolong baru sehingga memerlukan lebih banyak waktu dan
kesepahaman agar kriteria tersebut dapat memberikan skor lebih tinggi. Bahkan
pada kesepakatan dalam pembangunan kawasan, pemanfaatan lahan dan
kerjasama dalam mengatasi konflik, BTNGHS memberikan skor 3 (agak buruk).
Hal ini dikarenakan belum ada upaya bersama yang dilakukan oleh TNGHS dan
mayarakat untuk membangun kawasan Lokapurna. Kerjasama dalam mengatasi
konflik bernilai agak buruk dikarenakan upaya dalam mengatasi konflik masih
belum menemukan jalan keluar.
Data pada Tabel 2 dan Tabel 3 divisualisasikan pada Gambar 5 untuk
melihat perbandingan persepsi antara masyarakat dengan TNGHS dalam
memandang hubungan diantara masyarakat dengan TNGHS. Pada Gambar 5
terlihat bahwa belum adanya sinkronisasi antara masyarakat dengan TNGHS

8
karena terdapat beberapa perbedaan pandangan terhadap persepsi satu sama
lainnya. Wiratno et al (2004) menjelaskan bahwa salah satu kendala belum
baiknya hubungan antara Taman nasional dengan masyarakat akibat adanya
kepentingan konservasi yang belum sejalan dengan kepentingan masyarakat yang
merasa memiliki hak akses atas sumberdaya alam. Hal ini menunjukkan bahwa
hubungan antara masyarakat dengan TNGHS agak buruk dan perlu diperbaiki
agar terjadi sinkronisasi yang berujung pada kesepahaman dalam mengelola
kawasan Lokapurna.
7
6
5
4
3
2
1
Kerjasama dalam Kerjasama dalam Kerjasama dalam Kerjasama dalam Kesepakatan
menjaga hutan
pengelolaan
pemanfaatan
mengatasi
dalam tata batas
wisata
hasil hutan
konflik
kawasan

Masyarakat

Kesepakatan
dalam
pemanfaatan
lahan

Kesepakatan
dalam
pembangunan
kawasan

Taman Nasional

Gambar 5 Perbandingan persepsi antara masyarakat dengan Taman Nasional
Pada Tabel 4 yang menyajikan data penilaian masyarakat terhadap taman
nasional rata-rata skor yang diberikan bernilai 3 (agak buruk), artinya masyarakat
masih belum memandang baik dengan perluasan TNGHS di kawasan Lokapurna.
Salah satu dugaan rendahnya penilaian tersebut disebabkan kurangnya interaksi
atau sosialisasi yang dilakukan oleh TNGHS kepada masyarakat yang berujung
pada penilaian tersebut. Sembiring (2010) menyatakan bahwa pada prakteknya
kawasan konservasi masih dikelola secara sentralistik sehingga mengalami
berbagai kendala. Salah satu kendala tersebut adalah rendahnya penilaian
masyarakat kepada Taman Nasional akibat masyarakat merasa tidak diberi hak
akses untuk memanfaatkan sumberdaya.
Tabel 4 Penilaian masyarakat terhadap Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Pemahaman terhadap konservasi
Kemandirian taman nasional
Perilaku dalam menjaga kelestarian
Motivasi menjaga kelestarian
Inisiatif dalam kegiatan konservasi
Respek terhadap masyarakat
Pemenuhan kebutuhan
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat buruk
5 = agak baik

2 = buruk
6 = baik

Nilai
4
4
4
4
3
3
3
25
3
3 = agak buruk
7 = sangat baik

4 = sedang

Masyarakat menilai bahwa pemahaman TNGHS terhadap konservasi,
kemandirian TNGHS, perilaku dalam mejaga kelestarian, dan motivasi menjaga

9
kelestarian bernilai 4 (sedang). Ada dua kemungkinan sehingga masyarakat dapat
memberikan penilaian tersebut yaitu masyarakat kurang memiliki informasi
terkait kriteria – kriteria tersebut karena memang kurang sosialisasi yang
dilakukan oleh TNGHS atau masyarakat sendiri yang kurang peka terhadap
informasi yang diberikan oleh TNGHS. Bahkan nilai untuk inisiatif dalam
kegiatan konservasi, respek TNGHS terhadap masyarakat dan pemenuhan
kebutuhan bernilai 3 (agak buruk). Nilai ini menguatkan dugaan tersebut sehingga
diperlukan upaya yang lebih dan kerjasama antara masyarakat dengan TNGHS.
Berbeda dengan penilaian masyarakat terhadap TNGHS, Tabel 5 yang
menyajikan penilaian TNGHS terhadap masyarakat bernilai lebih baik yaitu 4
(sedang). Nilai ini menunjukkan bahwa TNGHS menilai masyarakat di Lokapurna
rata – rata sama dengan masyarakat dalam kawasan TNGHS lainnya.
Tabel 5 Penilaian Taman Nasional terhadap masyarakat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Pemahaman terhadap konservasi
Kemandirian masyarakat
Perilaku dalam menjaga kelestarian
Motivasi menjaga kelestarian
Inisiatif dalam kegiatan konservasi
Respek terhadap Taman Nasional
Pemenuhan kebutuhan
Total
Rata – rata

Keterangan : 1 = sangat buruk
5 = agak baik

2 = buruk
6 = baik

Nilai
4
4
5
5
4
3
5
30
4
3 = agak buruk
7 = sangat baik

4 = sedang

TNGHS menilai sedang (skor 4) bagi pemahaman masyarakat terhadap
konservasi, kemandirian masyarakat, dan inisiatif dalam kegiatan konservasi.
Nilai tersebut menunjukkan bahwa masyarakat masih harus meningkatkan nilai
kriteria tersebut. Nilai agak baik (skor 5) ditunjukkan oleh perilaku dalam
menjaga kelestarian, motivasi dalam menjaga kelestarian, dan pemenuhan
kebutuhan. TNGHS menganggap bahwa perilaku dan motivasi masyarakat dalam
menjaga kelestarian telah agak baik. Hal ini dapat disebabkan oleh masyarakat
telah mengerti arti penting menjaga kelestarian terutama dalam hubungannya
dengan menjaga kelestarian lokasi wisata. TNGHS juga menilai bahwa
masyarakat telah tercukupi kebutuhannya dengan adanya TNGHS. Meskipun
demikian, masih ada penilaian BTNGHS yang agak buruk terhadap masyarakat
yaitu respek masyarakat terhadap BTNGHS. Masih banyak masyarakat yang tidak
mengakui keberadaan BTNGHS dan tidak mengikuti program yang dilakukan
oleh BTNGHS.
Hasil Tabel 4 dan Tabel 5 yang divisualisasikan dalam Gambar 6
menunjukkan masih terdapat perbedaan penilaian antara masyarakat dengan
TNGHS. Perbedaan yang paling besar terdapat pada kriteria pemenuhan
kebutuhan, masyarakat menilai bahwa keberadaan TNGHS masih agak buruk atau
belum memenuhi kebutuhan masyarakat sedangkan TNGHS menilai
keberadaannya telah agak baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

10
7
6
5
4
3
2
1
Pemahaman Kemandirian
terhadap
konservasi

Perilaku
dalam
menjaga
kelestarian

Masyarakat

Inisiatif
dalam
kegiatan
konservasi

Motivasi
menjaga
kelestarian

Respek

Pemenuhan
kebutuhan

Taman Nasional

Gambar 6 Perbandingan penilaian antara masyarakat dan Taman Nasional
Nilai Penting Penguasaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah,
hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi
kemampuan penggunaan lahan (Purwowidodo 1983). Menurut FAO (1995), lahan
memiliki banyak fungsi yakni fungsi produksi, fungsi lingkungan biotik, fungsi
pengatur iklim, fungsi hidrologi, fungsi penyimpanan, fungsi pengendali sampah
dan polusi, fungsi ruang kehidupan, fungsi peninggalan dan penyimpanan dan
fungsi penghubung sosial. Fungsi lahan dalam tata kehidupan bermasyarakat
sangat kompleks baik dalam arti media tanam maupun ruang (Singgih 1999).
Kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki oleh suatu
pihak untuk memengaruhi pihka lain menurut kehendak pada pemegang suatu
posisi (Soekanto 2002). Kekuasaan meliputi kemampuan untuk memerintah dan
mengeluarkan keputusan secara langsung maupun tidak langsung untuk
memengaruhi tindakan pihak lainnya. Ada tiga aspek penting yang diukur dalam
penelitian ini sebagai motivasi atau nilai penting dari penguasaan lahan yaitu
aspek konservasi, aspek ekonomi, dan aspek sosial.
Tabel 6 menggambarkan nilai penting dari menguasai lahan dilihat dari
aspek konservasi menurut pandangan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa
salah satu nilai penting dari menguasai lahan di Lokapurna adalah aspek
konservasi, terlihat dari skor yang diberikan bernilai 5 (agak penting).
Tabel 6 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek konservasi menurut
masyarakat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Menjaga kelestarian kawasan
Melindungi sumberdaya alam
Menjaga keutuhan taman nasional
Meningkatkan pengetahuan masyarakat
Pemanfaatan berkelanjutan
Pengawetan jenis
Sarana pendidikan dan penelitian
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
6
5
4
5
5
5
6
36
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

11
Relatif baiknya nilai penting dari aspek konservasi ini disebabkan karena
masyarakat sendiri telah mengerti arti penting konservasi terutama dalam
kaitannya dengan menjaga kelestarian terutama untuk menjaga lanskap sebagai
salah satu daya tarik wisata di Lokapurna. Masyarakat terdorong untuk melakukan
konservasi agar kawasan Lokapurna tetap menarik pengunjung untuk mendatangi
Lokapurna sebagai salah satu objek wisata pilihannya. Namun dari kriteria
tersebut, nilai dari menjaga keutuhan taman nasional memiliki nilai paling rendah
yaitu bernilai 4 (sedang). Hal ini disebabkan masyarakat merasa bahwa lahan
yang dikuasai merupakan hak masyarakat walaupun tanah milik Negara sehingga
masyarakat merasa tidak memiliki kewajiban untuk menjaga keutuhan kawasan
BTNGHS.
Tabel 7 menggambarkan nilai penting dari menguasai lahan dilihat dari
aspek konservasi menurut BTNGHS. Nilai yang diberikan BTNGHS yaitu 5
(agak baik) terhadap aspek konservasi sebagai salah satu nilai penting penguasaan
di Lokapurna.
Tabel 7 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek konservasi menurut
Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Menjaga kelestarian kawasan
Melindungi sumberdaya alam
Menjaga keutuhan taman nasional
Meningkatkan pengetahuan masyarakat
Pemanfaatan berkelanjutan
Pengawetan jenis
Sarana pendidikan dan penelitian
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
6
6
5
6
5
5
5
38
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

Tingginya nilai penting tersebut dikarenakan fungsi taman nasional sesuai
dalam Permenhut no. 56 tahun 2006 tentang pedoman zonasi taman nasional
diantaranya adalah perlindungan ekosistem, pengawetan jenis, pemanfaatan
sumberdaya alam, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Hasil pada
Tabel 7 tersebut sesuai dengan pernyataan yang terdapat dalam Permenhut
tersebut. TNGHS menilai bahwa menjaga kelestarian kawasan, melindungi
sumberdaya alam, meningkatkan pengetahuan masyarakat, dan sarana pendidikan
dan penelitian merupakan hal yang penting sebagai nilai penting dari menguasai
lahan di Lokapurna.
Kesamaan persepsi dalam menilai nilai penting dari menguasai lahan dalam
aspek konservasi antara masyarakat dengan TNGHS terdapat dalam beberapa
kriteria yang diberikan. Kesamaan ini mengindikasikan bahwa masyarakat juga
telah mengetahui nilai penting dari konservasi walaupun dalam motivasi yang
berbeda. Hal ini seharusnya menjadi catatan bagi TNGHS dalam membuat suatu
kebijakan agar masyarakat merasa memiliki keuntungan bukan hanya bagi
TNGHS dan kawasan namun juga bagi masyarakat. Perbandingan nilai penting
dari menguasai lahan dalam aspek konservasi antara masyarakat dengan TNGHS
disajikan dalam Gambar 7.

12
7
6
5
4
3
2
1
Menjaga
kelestarian
kawasan

Melindungi
sumberdaya
alam

Meningkatkan Pemanfaatan
Menjaga
pengetahuan berkelanjutan
keutuhan
taman nasional masyarakat

Masyarakat

Pengawetan
Sarana
jenis
pendidikan dan
penelitian

Taman Nasional

Gambar 7 Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat dengan
Taman Nasional aspek konservasi
Tabel 8 merupakan data dari nilai penting menguasai lahan dalam aspek
ekonomi menurut masyarakat. Masyarakat menilai agak penting (skor 5) bagi
aspek ekonomi untuk motivasinya dalam menguasai lahan di Lokapurna. Motivasi
ini diduga karena saat ini lokasi Lokapurna merupakan salah satu kawasan wisata
yang terdapat di wilayah Kabupaten Bogor. Menguasai lahan di Lokapurna berarti
meningkatkan perekonomian bagi masyarakat Lokapurna karena dengan tempat
tinggal yang dekat dengan lokasi wisata maka peluang usaha bagi masyarakat
menjadi terbuka salah satu caranya adalah dengan membuka warung atau jasa
guide.
Tabel 8 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek ekonomi menurut masyarakat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Meningkatkan pemasukan masyarakat
Menjaga stabilitas ekonomi
Meningkatkan lapangan pekerjaan
Meningkatkan kesejahteraan
Sumber penghasilan tambahan
Meningkatkan permintaan barang dan jasa
Meningkatkan kerjasama
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
5
5
5
5
5
5
5
35
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

TNGHS memberikan nilai rata – rata 5 (agak penting) atau sama dengan
masyarakat dalam memandang aspek ekonomi sebagai motivasi untuk menguasai
lahan di Lokapurna. Namun berbeda dengan masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian sendiri, TNGHS sebagai instansi pemerintah tidak
bertujuan untuk meningkatkan perekonomian sendiri melainkan untuk
meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan adanya taman nasional.
Pentingnya aspek ekonomi bagi TNGHS berarti meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar kawasan TNGHS yang diharapkan dapat mendorong
masyarakat sekitar kawasan TNGHS dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri
tanpa merusak hutan atau mengambil hasil hutan terutama kayu.

13
Tabel 9 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek ekonomi menurut
Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Meningkatkan pemasukan masyarakat
Menjaga stabilitas ekonomi
Meningkatkan lapangan pekerjaan
Meningkatkan kesejahteraan
Sumber penghasilan tambahan
Meningkatkan permintaan barang dan jasa
Meningkatkan kerjasama
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
5
5
5
5
4
4
5
35
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

Gambar 8 menunjukkan kesamaan motivasi antara masyarakat dengan
TNGHS dalam menilai nilai penting menguasai lahan antara masyarakat dengan
taman nasional dalam aspek ekonomi. Masyarakat dan TNGHS menilai bahwa
aspek ekonomi agak penting (skor 5) dalam menguasai lahan di Lokapurna
walaupun motivasi yang dimiliki berbeda. Masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian pribadi sedangkan TNGHS bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian secara umum.
7
6
5
4
3
2
1
Meningkatkan
pemasukan
masyarakat

Menjaga
stabilitas
ekonomi

Meningkatkan Meningkatkan
kesejahteraan
lapangan
pekerjaan

Masyarakat

Meningkatkan Meningkatkan
Sumber
kerjasama
permintaan
penghasilan
tambahan barang dan jasa

Taman Nasional

Gambar 8 Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat dengan
Taman Nasional aspek ekonomi
Nilai penting dari menguasai lahan juga dapat dilihat dari aspek sosial.
Masyarakat menilai agak penting (skor 5) dalam aspek sosial. Relatif tingginya
nilai tersebut karena masyarakat menginginkan kenyamanan dan keamanan dalam
menguasai lahan di Lokapurna. Masyarakat menilai bahwa aspek sosial
merupakan salah satu aspek penting yang menjadi motivasi untuk menguasai
lahan di Lokapurna karena dengan aspek sosial yang stabil maka masyarakat dapt
tinggal dengan aman. Masyarakat menilai bahwa meningkatkan keamanan,
mempertahankan kredibilitas, dan tanggung jawab sosial merupakan suatu hal
yang penting menjadi dasar dalam menguasai lahan di Lokapurna.

14
Tabel 10 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek sosial menurut masyarakat
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria

Nilai
Meningkatkan keamanan
6
Meningkatkan partisipasi masyarakat
5
Meningkatkan ketahanan sosial
5
Menjaga perilaku masyarakat
5
Stabilitas keamanan
5
Mempertahankan kredibilitas
6
Tanggungjawab sosial
6
Total
38
Rata - rata
5
Keterangan : 1 = sangat tidak penting 2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
5 = agak penting
6 = penting
7 = sangat penting

Tabel 11 menjelaskan tentang nilai penting menguasai lahan dalam aspek
sosial menurut TNGHS. TNGHS memberikan nilai 5 (agak penting) dalam aspek
sosial ini. Sama seperti masyarakat, TNGHS juga mengharapkan keamanan
terutama dalam hal keutuhan dan keamanan kawasan. Menguasai Lokapurna
berarti meningkatkan keamanan kawasan dan dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam menjaga kawasan agar tetap terjaga. Mempertahankan
kredibilitas dan tanggungjawab sosial termasuk dalam kriteria yang cukup penting
karena mandat yang diterima BTNGHS untuk melindungi kawasan Gunung
Halimun dan Gunung Salak agar tetap lestari sehingga kedua hal tersebut
dianggap cukup penting sebagai motivasi secara sosial dalam menguasai
Lokapurna. Terjaminnya aspek sosial di Lokapurna maka keutuhan dan keamanan
kawasan TNGHS dapat terjaga. BTNGHS menilai bahwa aspek sosial menjadi
suatu nilai yang agak penting dalam menguasai lahan di Lokapurna. Stabilnya
kondisi sosial di Lokapurna membuat TNGHS merasa keutuhan dan keamanan
kawasan dapat terjaga.
Tabel 11 Nilai penting menguasai lahan dalam aspek sosial menurut
Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria
Meningkatkan keamanan
Meningkatkan partisipasi masyarakat
Meningkatkan ketahanan sosial
Menjaga perilaku masyarakat
Stabilitas keamanan
Mempertahankan kredibilitas
Tanggungjawab sosial
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
5
5
5
5
5
5
5
35
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

Masyarakat dan TNGHS memandang aspek sosial sebagai hal yang agak
penting (skor 5) sebagai salah satu motivasi dalam menguasai lahan di Lokapurna.
Dugaan ini terlihat dalam Gambar 9 yang menunjukkan kesamaan pandangan
antara masyarakat dengan TNGHS. Masyarakat dan Taman Nasional menilai
sama terhadap empat kriteria dan terdapat tiga kriteria yang berbeda pendapat.

15
Masyarakat memberikan nilai yang lebih besar terhadap tiga kriteria yang berbeda
tersebut.
7
6
5
4
3
2
1
Meningkatkan
keamanan

Meningkatkan
partisipasi
masyarakat

Meningkatkan Menjaga perilaku
ketahanan sosial
masyarakat

Masyarakat

Stabilitas
keamanan

Mempertahankan Tanggungjawab
kredibilitas
sosial

Taman Nasional

Gambar 9 Perbandingan nilai penting menguasai lahan antara masyarakat dengan
Taman Nasional aspek sosial
Pengetahuan masyarakat di Lokapurna terhadap konservasi relatif baik
dengan skor 5 (agak penting). Hal ini berarti masyarakat mengetahui bahwa
konservasi merupakan hal yang penting dan harus dilakukan agar kelestarian
kawasan dapat terjaga. Pengetahuan terhadap konservasi ini diduga karena
pengalaman masyarakat yang telah tinggal lama di Lokapurna merasakan nyaman
saat kondisi alam tetap asri dan masyarakat berupaya untuk menjaganya. Selain
itu pengetahuan terhadap konservasi juga diduga karena adanya motivasi agar
kawasan Lokapurna dikunjungi oleh pengunjung yang akan berwisata di
Lokapurna yang memiliki banyak objek wisata yang telah berkembang.
Tabel 12 Pengetahuan masyarakat terhadap konservasi
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jenis Kegiatan
Melindungi satwa dan tumbuhan
Menjaga kelestarian kawasan
Menjaga ketersediaan air
Pengawetan plasma nutfah
Rekreasi
Pendidikan
Penelitian
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
6
6
6
5
5
6
5
39
5

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

Identifikasi Konflik
Perbedaan pemahaman, pendapat, dan pandangan tentang suatu hal
menyebabkan antar manusia dapat terjadi perbedaan dan berujung konflik (Pratiwi
2008). Fauzi (2002) menyatakan bahwa konflik merupakan tumbukan klaim atas
sumberdaya yang berasal dari alas yang berbeda namun masing – masing pihak
meyakini keabsahannya sebagai dasar mempertahankan fungsi suatu kawasan dan

16
sumberdayanya. Menurut Galtung (1996) konflik adalah hubungan antara dua
pihak atau lebih (Individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa
memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Menurut beberapa pengertian konflik tersebut dapat dikatakan bahwa
konflik terjadi akibat adanya perbedaan tujuan yang diharapkan dari satu
sumberdaya atau hal yang sama. Pelaku yang terlibat dalam konflik biasanya
terdiri dari dua pihak baik individu dengan individu, individu dengan kelompok
atau kelompok dengan kelompok. Secara sederhana konflik dapat diterjemahkan
sebagai interaksi antara dua pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda
terhadap suatu sumberdaya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang
diungkapkan oleh Fisher et al (2001) yaitu konflik adalah hubungan antara dua
pihak atau lebih individu atau kelompok, yang memiliki atau merasa memiliki
sasaran atau tujuan yang tidak sejalan.
Tujuan diadakannya perluasan TNGHS sesuai SK Menteri Kehutanan No.
175/Kpts-II/2003 yaitu menyatukan Gunung Halimun dan Gunung Salak yang
merupakan satu kesatuan hamparan hutan dataran rendah dan pegunungan yang
memiliki keanekaragaman hayati tinggi, sumber mata air bagi kehidupan
masyarakat disekitarnya yang perlu dilindungi dan dilestarikan. Penilaian yang
dilakukan oleh BTNGHS pun sejalan dengan tujuan tersebut (Tabel 13).
BTNGHS memberikan skor rata – rata 6 (penting) bagi semua jenis kegiatan yang
dinilai. Hal ini dikarenakan TNGHS mendapatkan mandat dari Pemerintah untuk
mengelola kawasan Gunung Halimun dan Gunung Salak agar kelestariannya tetap
terjaga. BTNGHS harus melindungi keanekaragaman hayati, sumberdaya alam,
dan sistem penyangga kehidupan yang ada di Lokapurna agar kondisi ekosistem
tetap seimbang. Pemanfaatan berkelanjutan harus dikelola dengan baik agar
kesejahteraan masyarakat dapat terwujud dengan keberadaan TNGHS.
Pemanfaatan berkelanjutan tersebut dapat dilakukan melalui budidaya, pendidikan
konservasi kepada masyarakat dan siswa sekolah, penelitian, dan wisata alam di
Lokapurna.
Tabel 13 Penilaian Taman Nasional mengenai tujuan perluasan kawasan
Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Jenis Kegiatan
Perlindungan keanekaragaman hayati
Perlindungan sumberdaya alam
Pemanfaatan sumberdaya alam
Pengawetan plasma nutfah
Perlindungan sistem penyangga kehidupan
Menjaga ekosistem alami
Menunjang budidaya
Sumber ilmu pengetahuan
Pendidikan
Penelitian
Wisata
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak penting
5 = agak penting

Nilai
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
66
6

2 = tidak penting 3 = agak tidak penting 4 = sedang
6 = penting
7 = sangat penting

17
Tujuan perluasan TNGHS dapat dikatakan mengalami hambatan terutama
dari masyarakat Lokapurna yang tidak setuju dengan adanya perluasan kawasan
TNGHS dan kurang mendapat bahkan tidak mendapatkan informasi perluasan
TNGHS baik sebelum perluasan maupun setelah perluasan. Tabel 14 menjelaskan
penilaian masyarakat dengan kegiatan pemberitahuan yang dilakukan oleh
TNGHS sebelum perluasan dan masyarakat memberikan skor 1 (tidak pernah).
Masyarakat merasa tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi perluasan TNGHS.
Masyarakat menganggap perluasan TNGHS tidak dengan melakukan kajian ahli
secara terpadu terlebih dahulu sehingga kawasan yang merupakan pemukiman
dimasukkan kedalam bagian dari perluasan kawasan.
Tabel 14 Penilaian masyarakat mengenai kegiatan Taman Nasional dalam rangka
pemberitahuan sebelum perluasan Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis Kegiatan
Sosialisasi publik
Konsultasi publik
Audiensi
Lokakarya
Pemetaan wilayah
Inventarisasi potensi kawasan
Total
Rata – rata

Keterangan : 1 = tidak pernah
4 = kadang – kadang

2 = sangat jarang
5 = cukup sering

Nilai
1
1
1
1
1
1
6
1
3 = jarang
6 = sering

7 = sering sekali

TNGHS dalam penilaiannya memberikan skor 1 (tidak pernah) bagi
kegiatan yang dilakukan TNGHS di kawasan perluasan sebelum perluasan.
TNGHS merasa tidak memiliki kewenangan sebelum perluasan atas kawasan
perluasan sebelum dikeluarkannya SK Menhut No. 175/kpts-II/2003 sehingga
merasa tidak memiliki kewajiban untuk melakukan sosialisasi ataupun kajian lain
sebelum adanya SK perluasan TNGHS. Sosialisasi kepada masyarakat baru
dilakukan setelah SK perluasan TNGHS tersebut disahkan. Kondisi ini membuat
masyarakat merasa tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan perluasan
kawasan.
Tabel 15 Penilaian Taman Nasional mengenai kegiatan Taman Nasional dalam
rangka pemberitahuan sebelum perluasan Taman Nasional
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Jenis Kegiatan

Nilai
1
1
1
1
1
1
6
1

Sosialisasi publik
Konsultasi publik
Audiensi
Lokakarya
Pemetaan wilayah
Inventarisasi potensi kawasan
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = tidak pernah
4 = kadang - kadang

2 = sangat jarang
5 = cukup sering

3 = jarang
6 = sering

7 = sering sekali

18
Imbas dari tidak adanya komunikasi antara masyarakat dengan BTNGHS
sebelum perluasan adalah terjadinya konflik penguasaan lahan saat ini. Menurut
Soekanto (2002) salah satu faktor penyebab konflik yaitu adanya perbedaan
pendapat dan pandangan antara dua pihak dalam memandang sumberdaya yang
sama. Myers (1982) menjelaskan bahwa konflik berpusat pada beberapa hal,
diantaranya adanya perbedaan tujuan yang ingin dicapai, alokasi atau distribusi
sumber daya, pengambilan keputusan maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
Kondisi konflik yang saat ini terjadi di Lokapurna tergolong jenis konflik
terbuka. Menurut Fuad dan Maskanah (2000) dan Fisher et al. (2001) ada empat
kategori konflik, yaitu pra konflik, konflik tertutup (latent), konflik permukaan
(emerging), dan konflik terbuka. Konflik terbuka (manifest) yaitu konflik atau
pertentangan yang sangat nyata dan berakar sangat mendalam. Pihak yang
berkonflik telah melakukan negosiasi untuk menyelesaikan permasalahan namun
belum menemukan kesepakatan. Cara untuk menangani konflik tipe ini
memerlukan berbagai upaya untuk mengatasi akar permasalahan dan efek yang
ditimbulkannya. Penyelesaian konflik jenis ini tidak bisa diselesaikan sekaligus,
melainkan dengan cara bertahap dan mempertimbangkan masukan dengan bijak.
Kondisi konflik di Lokapurna dapat menimbulkan permasalahan jika tidak
ada upaya penyelesaian. Malik et al (2003) menjelaskan bahwa konflik dapat
diselesaikan dengan dua cara yaitu dengan jalur peradilan dan melalui jalur diluar
peradilan. Bentuk penyelesaian konflik diluar peradilan terdiri dari tiga bentuk
yaitu arbitrase, mediasi dan negosiasi. Masyarakat memberikan skor rata – rata 4
bagi keefektifan beberapa contoh tindakan dalam penyelesaian konflik (Tabel 16).
Tabel 16 Penilaian masyarakat mengenai keefektifan tindakan penyelesaian
konflik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jenis Tindakan
Mengadakan pertemuan
Melakukan mediasi
Melakukan negosiasi
Melakukan perjanjian
Melakukan teguran
Memberikan sanksi
Menghubungi pihak berwajib
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak efektif
4 = sedang

2 = tidak efektif
5 = agak efektif

Nilai
5
5
5
4
4
4
4
31
4
3 = agak tidak efektif
6 = efektif
7 = sangat efektif

Masyarakat menilai bahwa dengan melakukan pertemuan, mediasi dan
negosiasi agak efektif menyelesaikan konflik. Masyarakat merasa dengan bertemu
langsung diantara pihak yang berkonflik dapat efektif menyelesaikan
permasalahan dan menemukan jalan keluar yang disepakati oleh kedua belah
pihak.
Pihak BTNGHS sendiri memberikan nilai keefektifan rata - rata 4 (sedang)
bagi tindakan penyelesaian konflik (Tabel 17). Sama seperti masyarakat,
BTNGHS juga merasa dengan melakukan pertemuan dan mediasi dapat
menyelesaiakan konflik. BTNGHS juga memberikan nilai agak efektif terhadap
tindakan menghubungi pihak berwajib karena BTNGHS merupakan institusi

19
pemerintah yang berpendapat bahwa dengan mekanisme hukum yang dilakukan
dapat menyelesaikan konflik yang terjadi saat ini dengan masyarakat. BTNGHS
dan Masyarakat berpendapat bahwa jika melakukan teguran dan memberikan
sanksi bernilai sedang dalam menyelesaiakan konflik. Keduanya berpendapat
dengan melakukan teguran dan memberikan sanksi justru akan menimbulkan
permasalahan yang lain.
Tabel 17 Penilaian Taman Nasional mengenai keefektifan tindakan penyelesaian
konflik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jenis Tindakan
Mengadakan pertemuan
Melakukan mediasi
Melakukan negosiasi
Melakukan perjanjian
Melakukan teguran
Memberikan sanksi
Menghubungi pihak berwajib
Total
Rata - rata

Keterangan : 1 = sangat tidak efektif
4 = sedang

2 = tidak efektif
5 = agak efektif

Nilai
5
5
4
4
4
4
5
33
4
3 = agak tidak efektif
6 = efektif
7 = sangat efektif

Strategi Penyelesaian Konflik Penguasaan Lahan
Simulasi strategi penyelesaian konflik penguasaan lahan di Lokapurna
dilakukan kepada masyarakat dan BTNGHS untuk merumuskan alternatif strategi
penyelesaian konflik tersebut. Ada dua simulasi yang diberikan kepada
masyarakat, perta