Strategi nafkah masyarakat adat kasepuhan sinar resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

(1)

GUNUNG HALIMUN SALAK

Oleh

Zuhaida Khoirun Niswah I34070046

Dosen Pembimbing Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

ABSTRACT

ZUHAIDA KHOIRUN NISWAH. Livelihood Strategies of Indigeneous People of Kasepuhan Sinar Resmi in Gunung Halimun Salak National Park

(Supervised by: SOERYO ADIWIBOWO)

This research essentially aims to see the change of livelihood strategies in Kasepuhan Sinar Resmi which resulted of changes in access of natural resources. The subjects of this research were the household of Kasepuhan Sinar Resmi people in Cimapag Viilage, local communities, and Gunung Halimun Salak National Park managers. The methods of this research through a qualitative approach with quantitative data supported. A qualitative approach is the dominant approach taken. Qualitative approach, obtained by conducting in-depth interviews with relevant informants then used to see the extent access of natural resources on Kasepuhan Sinar Resmi people before and after the expansion of Gunung Halimun Salak National Park and its influence on livelihood strategies, as well as a collaborative effort that was built by the Gunung Halimun Salak National Park which can become an alternative source of livelihood opportunities for households of Kasepuhan Sinar Resmi people. Quantitative data was collected using survey method with purposive sampling technique by taking 30 households as respondents. The conclusion of this research, there is no change in livelihood strategies due to changes in access of natural resources on indigenous people of Kasepuhan Sinar Resmi due to the expansion of Gunung Halimun Salak National Park.

Keyword: Livelihood strategies, Acces of natural resource, Kasepuhan Sinar Resmi, and Gunung Halimun Salak National Park.


(3)

RINGKASAN

ZUHAIDA KHOIRUN NISWAH. Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

(Dibawah bimbingan Soeryo Adiwibowo)

Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan salah satu kawasan konservasi berupa kawasan hutan pegunungan hujan tropis alam terbesar yang tersisa di Jawa Barat-Banten yang didiami oleh penduduk yang terbagi kedalam masyarakat lokal dan masyarakat adat yang dikenal dengan masyarakat kasepuhan. Masyarakat kasepuhan merupakan komunitas Sunda yang sudah ada sebelum zaman kemerdekaan yang tinggal di kawasan Halimun dengan menerapkan sistem pertanian tradisional sebagai mata pencahariannya. Masyarakat kasepuhan yang menjadi subyek penelitian ini adalah masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.

Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menimbulkan benturan dengan aturan adat yang dimiliki oleh masyarakat kasepuhan. Perbedaan aturan menyebabkan kedua pihak saling klaim atas sumberdaya alam yang notabene menjadi sumber nafkah penting bagi masyarakat kasepuhan yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Adanya perluasan TNGHS, mengurangi akses masyarakat kasepuhan yang bisa menyebabkan hilangnya sumber nafkah rumahtangga. Akses sumberdaya alam yang terbatas, dapat menyebabkan transformasi sumber-sumber nafkah yang bisa mendorong masyarakat melakukan strategi nafkah. Kehidupan masyarakat kasepuhan tidak terlepas dari pengelolaan oleh pihak TNGHS, yang mana upaya kolaboratif diharapkan mampu menjaga keberlangsungan sumberdaya alam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat kasepuhan. Oleh karena itu, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Sejauh mana perluasan TNGHS mengubah akses sumberdaya alam masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi? 2) Sejauh mana perubahan akses sumberdaya alam sesudah perluasan TNGHS membuat masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi melakukan bentuk-bentuk strategi nafkah? 3) Apakah upaya kolaboratif


(4)

yang dibangun oleh pihak TNGHS dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif didukung dengan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif, diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terkait. Data kuantitatif dikumpulkan melalui metode survei yang dilakukan kepada responden menggunakan teknik purposive sampling yang berjumlah 30 rumahtangga yang merupakan pengikut Kasepuhan Sinar Resmi yang mengelola lahan garapan di dalam kawasan TNGHS yakni di Kampung Cimapag, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan strategi nafkah akibat berubahnya akses sumberdaya alam pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi dikarenakan perluasan TNGHS. Baik sebelum maupun sesudah perluasan TNGHS, masyarakat kasepuhan sudah melakukan bentuk strategi nafkah sebagai pendukung kegiatan nafkah selain pertanian. Tidak adanya perubahan strategi nafkah ini dikarenakan keterbatasan akses atas sumberdaya alam yang dimiliki tidak membuat masyarakat beralih dari pertanian, karena sistem pertanian sudah menjadi bagian dari budaya dan tradisi leluhur yang sudah seharusnya dijaga dan dilestarikan. Upaya kolaboratif sebagai peluang alternatif sumber nafkah, melalui program MKK (Model Kampung Konservasi) yang dilakukan di Kampung Cimapag. Kegiatan MKK yang bisa dijadikan sebagai peluang alternatif sumber nafkah yakni pembentukan kelompok MKK yang mana kelompok tersebut bisa mengajukan dana untuk modal kegiatan ekonomi tambahan, baik di bidang peternakan, perikanan, warung-warung kecil, dan lainnya. Melalui kegiatan tersebut, masyarakat bisa memperoleh penghasilan tambahan selain sektor pertanian yang sampai saat ini masih menjadi tumpuan hidup masyarakat kasepuhan.


(5)

STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI DI TAMAN NASIONAL

GUNUNG HALIMUN SALAK

Oleh

Zuhaida Khoirun Niswah I34070046

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS

KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa : Zuhaida Khoirun Niswah

NRP : I34070046

Program Studi : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul Skripsi : Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003

Mengetahui, Ketua Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003


(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK ” BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Januari 2011

Zuhaida Khoirun Niswah I34070046


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 15 Februari 1989. Penulis merupakan anak ke-enam dari tujuh bersaudara dari Bapak Mohammad Arman Djauhari, BA dan Ibu Nuraini Ariswari Amd. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Aisiyah 3 Wonosobo (1994-1995), Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 1 Wonosobo (1995-1999) dan pindah ke Sekolah Dasar Negeri 1 Jaraksari Wonosobo (1999-2001), Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Wonosobo (2001-2004), dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Wonosobo (2004-2007). Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia.

Selama di IPB, penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai staf Divisi Broadcasting dari tahun 2008-2009. Kemudian pada tahun 2010 penulis tergabung, sebagai staf Divisi Research and Development HIMASIERA. Selain itu penulis juga bergabung dalam IKAMANOS (Ikatan Keluarga Mahasiswa Wonosobo) sebagai bendahara umum. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitian dalam beberapa event di IPB antara lain BONJOUR (Be Good on Journalistic) pada tahun 2008 yang diadakan oleh Fakultas Ekologi Manusia, FRESH oleh HIMASIERA pada tahun 2008 dan Pelatihan Broadcasting Bersama Agri FM yang diadakan oleh Divisi Broadcasting HIMASIERA pada tahun 2009, kepanitiaan dalam Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada tahun 2009. Penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Komunikasi Bisnis pada tahun 2010.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan akses sumberdaya alam pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi dikarenakan adanya perluasan TNGHS. Selain itu, untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi nafkah masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum dan sesudah perluasan TNGHS yang disebabkan oleh perubahan akses sumberdaya alam dan mengetahui adanya upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam memahami fenomena sosial yang terjadi di lapangan serta dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang terkait.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011


(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarmya kepada :

1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan KaruniaNya yang luar biasa dan tiada habisnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabarannya telah membimbing, memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc selaku dosen penguji utama dan

RinaMardiana, M.Si selaku dosen penguji wakil departemen.

4. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen penguji petik atas segala koreksinya dalam penulisan skripsi ini.

5. Dr. Arif Satria, SP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu penulis dalam menghadapi permasalahan akademik.

6. Ayah dan Ibu tercinta, Mbak Tyas, Mas Zaki, Mbak Nida, Mbak Fatimah, Mbak Umamah, Uwais, dan De’ Yusuf yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, motivasi, dan semangat bagi penulis. Terima kasih untuk semua doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis.

7. Abah Asep Nugraha selaku Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam penelitian ini.

8. Bapak Bukhori dan sekeluarga, Pak Omid, Wa’ Ugis, Kang Udan, dan Ustadz Jaenal yang telah banyak membantu penulis dalam melengkapi data penelitian.

9. Seluruh masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi yang telah membantu penulis dalam penelitian, memberikan pembelajaran, dan pengalaman hidup yang sangat berharga bagi penulis.


(11)

10. Ibu Desi, Bapak Wardi, dan Bapak Kohar selaku pengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang telah membantu penulis dalam melengkapi data penelitian.

11.Susan Youn Sojin, sahabat dan kakak yang selalu memberikan motivasi bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

12.Ina Marina, yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian serta doa dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

13.Dyah Ita Mardiyaningsih, atas kritik dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

14.Jessica, Sarjo’, Imel, dan Via yang telah menjadi sahabat dan keluarga selama penulis menjalani kehidupan di Bogor. Terima kasih atas semangat 45-nya . 15.Sahabat-sahabatku tercinta Nur Irvany Putri, Nyimas Nadya Izana, Dhanis

Rahmida, Citra Muliani, Turasih, dan Yunita Purbo Astuti, yang selalu mendengarkan keluh-kesah penulis serta tidak pernah berhenti untuk memberikan semangat, doa, dan dukungan yang sangat luar biasa.

16.Teman-teman seperjuangan program akselerasi, atas semangat dan kerja kerasnya akhirnya kita dapat menyelesaikan skripsi ini.

17.Teman-teman KPM 44 yang selalu memberikan keceriaan selama penulis menjalani perkuliahan di IPB.

18.Teman-teman Kos Wisma Gajah dan teman-teman Ikamanos (IkatanKeluarga Mahasiswa Wonosobo) atas semangat dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak dan membanggakan bagi keluarga, agama, teman-teman, bangsa, dan negara. Amin Ya Rabbal’alamin


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ………... xii

DAFTAR TABEL ………... xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Perumusan Masalah ………... 3

1.3 Tujuan Penelitian ………... 4

1.4 Kegunaan Penelitian ………... 4

BAB II TINJAUAN TEORITIS ……… 5

2.1 Tinjauan Pustaka ………... 5

2.1.1 Definisi Masyarakat Adat ………. 5

2.1.2 Pengertian Akses ………... 6

2.1.3 Hak Kepemilikan dan Rezim Kepemilikan ………... 7

2.1.4 Konsep Strategi Nafkah ……… 10

2.1.5 Pengelolaan Kolaboratif ………... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ……….. 16

2.3 Hipotesis Penelitian ………... 17

2.4 Definisi Konseptual ………... 17

2.5 Definisi Operasional ……….. 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 21

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 21

3.2 Pendekatan Penelitian ……… 21

3.3 Penentuan Responden dan Informan Penelitian ……… 22

3.4 Teknik Pengumpulan Data ……… 22

3.5 Teknik Analisis Data ………... 23

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………... 24

4.1 Profil Desa Sirna Resmi ……… 24

4.2 Profil Kasepuhan Sinar Resmi ………... 27

4.2.1 Sejarah Kasepuhan Sinar Resmi ………... 27

4.2.2 Gambaran Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi …….. 28

4.2.3 Aturan-aturan Adat Kasepuhan Sinar Resmi ……… 29

4.2.4 Struktur Kelembagaan Adat Kasepuhan Sinar Resmi …….. 31

4.2.5 Pertanian sebagai Tradisi Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi ………... 33

4.3 Profil Taman Nasional Gunung Halimun Salak ……… 36


(13)

BAB V AKSES MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR

RESMI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM ………. 42

5.1 Akses Sumberdaya Alam Sebelum Perluasan TNGHS …………. 42

5.2 Akses Sumberdaya Alam Sesudah Perluasan TNGHS …………. 45

5.3 Ikhtisar ………... 51

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT ADAT KASEPUHAN SINAR RESMI ………... 52

6.1 Profil Kegiatan Pertanian ………... 52

6.2 Luas Pengelolaan Lahan Garapan ………... 58

6.3 Sumber-sumber Nafkah Rumahtangga Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi ………. 59

6.4 Bentuk-bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi ………... 61

6.4.1 Bentuk-bentuk Strategi Nafkah Sebelum Perluasan TNGHS ………... 62

6.4.2 Bentuk-bentuk Strategi Nafkah Sesudah Perluasan TNGHS ………... 63

6.5 Strategi Nafkah dan Akses Sumberdaya Alam…………... 67

6.6 Ikhtisar ………... 69

BAB VII PENGELOLAAN KOLABORATIF SUMBERDAYA ALAM SEBAGAI PELUANG ALTERNATIF SUMBER NAFKAH………. 70

7.1 Model Kampung Konservasi (MKK) ……… 70

7.2 Beberapa Pandangan Mengenai Model Kampung Konservasi (MKK) ………... 72

7.3 Ikhtisar ………... 74

BAB VIII PENUTUP ……….. 75

8.1 Kesimpulan ………... 75

8.2 Saran ………... 77

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi, Menurut Jenis Kelamin,

Dusun, RW, dan RT, Tahun 2009 ……….. 25 Tabel 2 Jumlah Sarana Pembangunan di Desa Sirna Resmi, Tahun

2009 ……… 26

Tabel 3 Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi Menurut Tingkat Usia,

Tahun 2009 ………. 26

Tabel 4 Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi Menurut Mata

Pencaharian, Tahun 2009 ………... 26

Tabel 5 Riwayat Pendirian dan Penetapan Taman Nasional Gunung

Halimun Salak ……… 37

Tabel 6 Tahapan Kegiatan Menanam Padi di Huma pada Masyarakat

Kasepuhan Sinar Resmi ……… 53

Tabel 7 Tahapan Kegiatan Menanam Padi di Sawah pada Masyarakat

Kasepuhan Sinar Resmi ………. 54

Tabel 8 Karakteristik Rumahtangga Pertanian Masyarakat Kasepuhan

Sinar Resmi di Kampung Cimapag ……… 55 Tabel 9 Komoditi Pertanian dan Rata-rata Panen yang Dihasilkan serta

Pemanfaatannya pada Rumahtangga di Kampung Cimapag …. 57 Tabel 10 Jumlah dan Persentase Rumahtangga di Kampung Cimapag


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Spektrum Rezim Kepemilikan ……….. 10 Gambar 2 Kerangka Pemikiran Strategi Nafkah Masyarakat Adat

Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun

Salak ……….. 17

Gambar 3 Struktur Kelembagaan Adat Kasepuhan Sinar Resmi ……….. 31 Gambar 4 Persentase Bentuk-bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga

Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung

Cimapag Sebelum Perluasan TNGHS ……….. 62 Gambar 5 Persentase Bentuk-bentuk Strategi Nafkah Rumahtangga

Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Catatan Harian Penelitian ……….. 78

Lampiran 2 Peta-peta dalam Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak ……….. 84

Lampiran 3 Pola dan Struktur Akses Sumberdaya Alam ……….. 87

Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian ………. 89

Lampiran 5 Teknik Pengumpulan Data ………. 94

Lampiran 6 Panduan Pertanyaan Penelitian ……….. 96


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang mulai memiliki perhatian penuh pada keberlangsungan sumberdaya alam dan lingkungan agar tetap terjaga kelestariannya. Melihat banyaknya krisis lingkungan yang terjadi saat ini seperti pencemaran air, udara, degradasi hutan, kerusakan laut dan pesisir, berkurangnya keanekaragaman hayati sampai pada global warming, permasalahan lingkungan menjadi suatu permasalahan yang nantinya akan berpengaruh pada kehidupan manusia baik dalam aspek sosial, ekonomi dan budaya. Pada negara maju, permasalahan lingkungan dipandang sebagai akibat dari gaya hidup makmur, pembangunan ekonomi yang kapitalistik dan aplikasi teknologi modern. Sementara negara berkembang, seperti Indonesia, masalah lingkungan hidup disamping karena pengaruh gaya hidup pada lapisan masyarakat tertentu, juga dipicu oleh masalah kependudukan, kemiskinan dan ketidakpedulian. (Adiwibowo, 2007).

Penetapan kawasan-kawasan yang rawan akan krisis lingkungan, menjadi salah satu upaya dari pemerintah untuk menganggulangi permasalahan tersebut. Adanya kebijakan dari pemerintah ini, sangat berpengaruh positif terhadap keberlangsungan sumberdaya alam. Akan tetapi, hal tersebut dapat menjadi permasalahan penting ketika kawasan yang telah ditetapkan menjadi kawasan konservasi yang dikelola oleh negara terbentur dengan keberadaan masyarakat yang sudah terlebih dahulu menempati kawasan tersebut, salah satunya adalah masyarakat adat. Masyarakat adat dalam hal ini merupakan komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya1.

       1

Berdasarkan Kongres Masyarakat Adat Nusantara I mengenai definisi masyarakat adat pada mengenai definisi masyarakat adat pada tahun 1999 diakses dari


(18)

Adanya perubahan rezim kepemilikan, memberikan pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat yang dulunya lebih leluasa memanfaatkan sumberdaya alam yang ada, kini menjadi terbatas. Masyarakat kasepuhan sendiri, didominasi oleh mata pencaharian petani yang memanfaatkan lahan garapan yang salah satunya juga termasuk dalam kawasan taman nasional. Melihat fakta tersebut, akses lahan yang semakin terbatas membuat kegiatan pertanian masyarakat menjadi terancam. Hal inilah yang bisa mendorong masyarakat adat untuk melakukan berbagai strategi nafkah, yang mana mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan mata pencaharian atau kegiatan nafkah dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Konsep strategi nafkah merupakan suatu landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Strategi nafkah ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam mengkombinasikan berbagai sumber nafkah yaitu modal alami, modal fisik, modal finansial, modal sumber daya manusia, dan modal sosial (Ellis, 2000).

Salah satu kawasan konservasi yang sampai saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat baik oleh masyarakat adat maupun non adat adalah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). TNGHS merupakan kawasan hutan pegunungan hujan tropis alam terbesar yang tersisa di Jawa Barat-Banten dengan tiga jenis ekosistem utama yaitu hutan hujan dataran rendah (lowland rain forest) pada ketinggian 500-1000 m dpl, hutan hujan dataran tinggi (sub-montane forest) pada ketinggian 1000 – 1500 m dpl, dan hutan hujan pegunungan (montane forest) pada ketinggian 1500 – 1929 m dpl (TNGHS, 2007). Secara administratif, taman nasional ini meliputi dua provinsi (Jawa Barat dan Banten) dan tiga kabupaten (Bogor, Sukabumi dan Lebak). Kawasan ini didiami oleh penduduk yang berjumlah sekitar 250.000 jiwa yang dibagi dalam masyarakat kasepuhan dan non kasepuhan2.

Masyarakat adat di kawasan Halimun yang biasa disebut sebagai masyarakat kasepuhan, yang merupakan subjek dalam penelitian ini adalah Kasepuhan Sinar Resmi. Kasepuhan Sinar Resmi merupakan salah satu warisan budaya nasional yang sudah sejak lama mendiami kawasan TNGHS. Dalam       

2


(19)

memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat kasepuhan bergantung pada sumberdaya alam yang berorientasi pada sistem pertanian tradisional yang pada umumnya memanfaatkan sumberdaya hutan dan lahan dalam berbagai cara, yaitu seperti huma atau ladang, sawah, dan kebun. Adanya kebijakan yang menetapkan kawasan ini sebagai taman nasional dapat menjadi indikator kemungkinan adanya perubahan strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat kasepuhan dalam upaya mempertahankan hidupnya yang mana segala bentuk keterbatasan akses masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam di taman nasional menjadi hal yang penting untuk dikaji dalam penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, kebijakan pemerintah melalui penetapan perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) menimbulkan benturan dengan aturan adat yang dimiliki oleh masyarakat kasepuhan. Adanya perbedaan aturan dalam pengelolaan sumberdaya alam menyebabkan masing-masing pihak saling klaim atas sumberdaya alam. Sumberdaya alam sendiri, pada dasarnya menjadi sumber nafkah penting bagi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Adanya tumpang tindih klaim ini menyebabkan ketidakpastian nafkah yang dialami oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi. Perluasan kawasan TNGHS mengurangi akses masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap sumberdaya alam khususnya lahan garapan yang bisa menyebabkan hilangnya sumber nafkah rumahtangga.

Melihat realita yang terjadi, lahan garapan sebagai sumberdaya alam yang aksesnya sudah terbatas dapat menyebabkan adanya transformasi sumber-sumber nafkah. Melalui transformasi sumber-sumber nafkah inilah yang membuat masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi melakukan bentuk-bentuk strategi nafkah untuk bisa bertahan hidup. Selain itu, kehidupan masyarakat kasepuhan yang mendiami kawasan taman nasional, tidak terlepas dari pengelolaan oleh pihak TNGHS. Pihak TNGHS juga memiliki peran dalam upaya pemberdayaan masyarakat kasepuhan melalui upaya kolaboratif. Upaya kolaboratif ini diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak khususnya


(20)

mengenai keberlanjutan kawasan konservasi dan kesejahteraan masyarakat kasepuhan.

Berdasarkan pemaparan alasan di atas, pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Sejauh mana perluasan TNGHS mengubah akses sumberdaya alam masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi?

2. Sejauh mana perubahan akses sumberdaya alam sesudah perluasan TNGHS membuat masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi melakukan bentuk-bentuk strategi nafkah?

3. Apakah upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perubahan akses sumberdaya alam masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi dikarenakan perluasan TNGHS.

2. Untuk mengetahui perubahan akses sumberdaya alam sesudah perluasan TNGHS membuat masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi melakukan bentuk-bentuk strategi nafkah.

3. Untuk mengetahui adanya upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi.

1.4 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, maka kegunaan dari penelitian ini adalah bagi pihak akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terutama terkait dengan strategi nafkah dan masyarakat adat. Sedangkan bagi pihak pemerintah, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan berupa kritik dan saran kepada pemerintah. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar lebih teliti dalam menetapkan kebijakan terutama terkait dengan


(21)

penetapan kawasan konservasi yang sampai saat ini masih menimbulkan banyak masalah yang melibatkan masyarakat khususnya masyarakat adat.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Masyarakat Adat

Keberadaan masyarakat adat hampir tersebar di semua daerah dan negara termasuk di Indonesia. Istilah masyarakat adat sering disebut dengan indigenous

people. Pengertian indigenous people sendiri, dilihat dari lima aspek penting

menurut Jose Martinez Cobo yang dikutip oleh Pusaka adalah : 3

1. Self-definition atau yang kemudian lebih mengemuka sebagai self

identification, yaitu otonomi dalam mendefinisikan diri sendiri. Hal ini

merupakan respon terhadap berbagai pendefinisian yang selama ini dilekatkan oleh pihak luar (dominant sector of society) terhadap diri mereka.

2. Historical continuity atau kesinambungan sejarah masa lampau sejak

sebelum masa pendudukan oleh penjajah dengan keberadaan mereka sekarang ini.

3. Non-dominance sector of society, atau merupakan kelompok masyarakat

yang tidak dominan dalam keseluruhan masyarakat bangsa.

4. Ancestral territories atau wilayah yang diidentifikasi sebagai warisan

leluhur atau nenek moyang dari kelompok tersebut.

5. Ethnic identity atau adanya pertalian etnis dalam kelompok masyarakat

tersebut.

Menurut Sangaji dalam Ningrat (2004) masyarakat adat merupakan kelompok masyarakat yang memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun di wilayah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, ideologi, ekonomi, politik,

       3

 Dikutip dari Jurnal Penelitian dengan judul Hak Masyarakat Adat: Ketegangan Antara Kewajiban Negara dan Realitas Kebutuhan, Studi Kasus Kasepuhan Sinar Resmi dan Kasepuhan Citorekoleh Tim Riset Pusaka yang diakses dari http://www.scribd.com/doc/36105858/Riset-Hak-Masyarakat-Adat-Kasus-Kasepuhan-Naskah-Final pada tanggal 25 September 2010 


(22)

budaya, sosial dan wilayah sendiri. Pengertian ini juga serupa dengan apa yang dikemukakan oleh Durning dalam Mitchell yang dikutip oleh Ansaka (2006) yang menyebutkan lima definisi masyarakat adat, antara lain 1) merupakan penduduk asli suatu daerah yang kemudian dihuni oleh sekelompok masyarakat dari luar yang lebih kuat, 2) sekelompok orang yang memiliki bahasa, tradisi, budaya, dan agama yang berbeda dengan kelompok yang lebih dominan, 3) selalu diasosiasikan dengan beberapa tipe kondisi ekonomi masyarakat, 4) merupakan masyarakat pemburu, nomadik, peladang berpindah, dan 5) masyarakat dengan hubungan sosial yang menekankan pada kelompok, pengambil keputusan melalui kesepakatan, serta pengelolaan sumberdaya secara kelompok.

Masyarakat adat kasepuhan juga termasuk masyarakat tradisional, seperti yang dikemukakan oleh Suhandi dalam Ningrat (2004) yang mencirikan masyarakat tradisional sebagai berikut:

1. Hubungan atau ikatan masyarakat desa dengan tanah sangat erat 2. Sikap hidup dan tingkah laku yang magis religious

3. Adanya kehidupan gotong-royong 4. Memegang tradisi dengan kuat 5. Menghormati para sesepuh

6. Kepercayaan pada pimpinan lokal dan tradisional 7. Organisasi kemasyarakatan yang relatif statis 8. Tingginya nilai sosial

Menurut pengertian di atas, masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi yang mengidentifikasikan diri mereka menjadi masyarakat adat memang termasuk dalam kriteria yang sudah dijelaskan. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu tokoh adat kasepuhan yang mendefinisikan masyarakat kasepuhan sebagai suatu kelompok masyarakat yang mempunyai asal-usul sejarah yang jelas, berdiam di suatu wilayah geografis tertentu, mempunyai sistem, budaya, politik, sosial, ekonomi, hukum adat, tata nilai, kelembagaan, warga adat, perangkat adat, dan peradilan adat.


(23)

Pengertian akses dalam penelitian ini merujuk pada teori akses dari Peluso (2003) yang mendefinisikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Dalam akses yang lebih diutamakan adalah kemampuan, dibandingkan kepemilikan yang ada di teori property. Akses dalam pengertiannya lebih pada bundle of power, yang mengandung arti bahwa memberikan perhatian pada wilayah yang lebih luas pada hubungan sosial yang mendesak dan memungkinkan orang untuk mendapatkan keuntungan dari sumberdaya tanpa menfokuskan diri pada hubungan kepemilikan semata. Akses lebih melihat pada masalah-masalah mengenai siapa yang memanfaatkan (dan siapa yang tidak memanfaatkan) sesuatu, dengan menggunakan cara apa, dan kapan (dalam keadaan seperti apa).

Kemampuan yang dimiliki dalam akses lebih mirip dengan kekuasaan. Kekuasaan menyatu dengan hubungan dan bisa timbul dari aliran melalui hal yang dikehendaki dan tidak dihendaki sebagai efek dari hubungan sosial. Peluso (2003) melihat akses, seperti halnya kepemilikan, selalu berubah, tergantung pada posisi individu dan kelompok serta kekuasaan dengan variasi hubungan sosial.

Berfokus pada sumberdaya alam sebagai suatu hal yang dimanfaatkan seseorang untuk memperoleh keuntungan, konsep akses menggambarkan mengenai kekuasaan yang diwujudkan dan dilakukan melalui berbagai macam mekanisme, proses, dan hubungan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memperoleh keuntungan dari sumberdaya alam. Kekuasaan ini merupakan material, budaya, politik, ekonomi, yang merupakan alur dalam ikatan dan jaringan kekuasaan yang menyusun akses terhadap sumberdaya alam. Analisis akses digunakan untuk mengidentifikasi kumpulan makna, hubungan, dan proses yang memungkinkan berbagai pihak untuk mendapatkan manfaat dari sumberdaya. Konsep akses yang dihasilkan untuk menganalisis siapa yang sesungguhnya memperoleh keuntungan dari sesuatu dan melalui proses-proses apa yang dapat dilakukan.

2.1.3 Hak Kepemilikan dan Rezim Kepemilikan

Konsep kepemilikan ini meliputi berbagai jenis kumpulan hak, yang dapat berasal dari negara, adat, hukum agama, atau kerangka kerja normatif lainnya.


(24)

Kepemilikan sering dianggap sebagai sesuatu yang memiliki kendali penuh dan hak atas sumberdaya. Berdasarkan definisinya, kepemilikan merupakan hak untuk memperoleh keuntungan dari sesuatu. Macpherson (1978) dalam Peluso (2003) menyatakan bahwa karakteristik kepemilikan sebagai suatu hak yang berarti suatu klaim dilaksanakan untuk menggunakan beberapa atau manfaat dari sesuatu. Sebuah klaim dilaksanakan apabila diakui dan didukung oleh masyarakat melalui hukum, adat, atau konvensi. Hak kepemilikan menentukan berbagai jenis klaim seseorang terhadap sumberdaya dengan menentukan apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dan manfaat apa yang berhak diperoleh. Hak kepemilikan secara signifikan untuk mengatasi kepentingan dan kebutuhan yang didasarkan pada adanya hak institusi dan mencerminkan nilai-nilai lokal dan norma-norma.

Bromley (1991) dalam Peluso (2003) menyebutkan bahwa hak milik dapat didefinisikan sebagai kapasitas untuk membangkitkan atau membangun suatu kebersamaan dimana dibalik hal tersebut terdapat klaim seseorang terhadap suatu manfaat. Jadi, hak milik melibatkan hubungan antara pemegang hak, orang lain, dan lembaga untuk mendukung klaim tersebut. Hak kepemilikan atas tanah dan sumberdaya alam lainnya seringkali secara luas diklasifikasikan sebagai publik (dimiliki oleh negara), umum (dimiliki oleh komunitas atau kelompok pengguna), dan swasta (dimiliki oleh perseorangan atau seperti perusahaan).

Menurut Schlager dan Ostrom dalam Meinzen-Dick dan Knox (2001) membagi tipe hak kepemilikan meliputi :  

a. Hak Menggunakan

Hak menggunakan meliputi, hak akses (access), yaitu untuk masuk ke domain sumberdaya, misalnya hak untuk melewati sebidang tanah, pergi ke suatu hutan atau kanal) dan hak pemanfaatan (withdrawal) yaitu untuk menghilangkan sesuatu, misalnya untuk mengambil air, beberapa kayu bakar, pakan ternak, atau ikan.

b. Hak Kontrol

Hak kontrol meliputi, hak pengelolaan (management), yaitu untuk memodifikasi atau mengubah sumberdaya, misalnya dengan menanam pohon atau semak, memperbesar sebuah kanal, atau membatasi apa yang bisa dipanen. Serta hak eksklusif (exclusion), yaitu untuk menentukan siapa lagi yang dapat menggunakan


(25)

sumberdaya, dan hak pengalihan (alienation) yaitu untuk mengalihkan hak kepada orang lain, baik oleh warisan, penjualan, atau hadiah.

Rezim pemilikan sendiri khususnya dalam pengelolaan sumberdaya alam menurut (Feeny et al, 1990; Lynch dan Harwell 2002)4 dikelompokkan sebagai berikut :

1. Akses terbuka (open access)

Tidak ada hak kepemilikan terhadap sumberdaya. Sumberdaya bebas dan terbuka diakses oleh siapapun. Tidak ada regulasi yang mengatur. Hak-hak kepemilikan (property right) tidak didefinisikan dengan jelas.

2. Milik privat (private property)

Sumberdaya dimiliki oleh organisasi swasta. Sumberdaya ini bukan milik negara. Ada aturan yang mengatur hak-hak pemilik dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik. Hak pemilikan dapat dipindah tangankan.

3. Milik umum atau masyarakat (common property)

Sumberdaya dikuasai oleh sekelompok masyarakat dimana para anggota punya kepentingan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak boleh memanfaatkan. Hak kepemilikan tidak bersifat eksklusif, dapat dipindah tangankan sepanjang sesuai aturan yang disepakati bersama. Aturan pemanfaatan mengikuti anggota kelompok.

4. Milik negara (state property)

Hak pemanfaatan sumberdaya alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan tentang akses, tingkat dan sifat eksploitasi sumberdaya alam.

       4

Dikutip dari bahan kuliah “Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam” pada Bab Teori Sumberdaya Bersama oleh Soeryo Adiwibowo tahun 2010.


(26)

Gambar 1. Spektrum Rezim Kepemilikan (Harwell, E.E dan Lynch, OJ. 2002)

2.1.4 Konsep Strategi Nafkah

Konsep strategi nafkah atau strategi bertahan hidup pertama kali digunakan oleh Duque dan Pastrana (1973) dalam Widiyanto (2009). Konsep strategi nafkah seringkali dikaitkan dengan perilaku sosial-ekonomi masyarakat dalam menghadapi keadaannya dan sumberdaya yang dimilikinya yang cenderung terbatas. Namun, konsep ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat yang taraf hidupnya terbatas (miskin) tetapi juga berlaku untuk masyarakat golongan menengah ke atas dalam mempertahankan posisi sosial ekonomi mereka.

Dalam menganalisis strategi pola nafkah perlu adanya suatu komponen penting yaitu sumber nafkah (livelihood resources). Pengertian dari sumber nafkah menurut Masithoh (2005) adalah berbagai sumberdaya yang dapat digunakan oleh individu maupun keseluruhan anggota rumahtangga petani untuk melaksanakan strategi nafkah guna mempertahankan keberlangsungan hidupnya

Dimiliki oleh negara Dimiliki oleh swasta

Dimiliki oleh adat atau kelompok

Public Property

(Kepemilikan Publik)

Private Property

(Kepemilikan Swasta)

Kelompok-Publik

Kelompok-Swasta

Individu-Publik

Individu-Swasta

Group Right

(Hak Kelompok)

Individual Right

(Hak Individu) Dimiliki individu


(27)

paling tidak untuk memenuhi kebutuhan subsisten ataupun dalam rangka meningkatkan kualitas hidup suatu rumahtangga petani.

Strategi nafkah menurut Dharmawan (2001) adalah segala kegiatan atau keputusan yang diambil anggota rumahtangga untuk bertahan hidup (survival) dan atau membuat hidup lebih baik. Tujuan dari bertahan hidup ini adalah membangun beberapa strategi untuk keamanan dan keseimbangan mata pencaharian rumahtangga. Menurut Chambers yang dikutip oleh Lestari (2005) strategi nafkah sebagai realitas jaminan hidup seseorang, suatu keluarga, kelompok, masyarakat atau negara yang memanfaatkan segenap kemampuan dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya.

Dalam melakukan strategi bertahan (survival) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, rumahtangga memerlukan semacam modal atau bisa dikatakan sumber nafkah. Terdapat lima bentuk modal atau biasa disebut livelihood asset. Menurut Ellis (2000), kelima bentuk modal tersebut antara lain :

1. Modal Sumberdaya Alam (Natural Capital)

Modal ini bisa juga disebut sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumber daya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan lain sebagainya.

2. Modal Fisik (Physical Capital)

Modal fisik merupakan modal yang berbentuk infrastruktur dasar seperti saluran irigasi, jalan, gedung, dan lain sebagainya.

3. Modal Manusia (Human Capital)

Modal ini merupakan modal utama apalagi pada masyarakat yang dikategorikan “miskin”. Modal ini berupa tenaga kerja yang tersedia dalam rumahtangga yang dipengaruhi oleh pendidikan, ketrampilan, dan kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Modal Finansial (Financial Capital and Subtitutes)

Modal ini berupa uang, yang digunakan oleh suatu rumahtangga. Modal ini dapat berupa uang tunai, tabungan, ataupun akses dan pinjaman.


(28)

5. Modal Sosial (Social Capital)

Modal ini merupakan gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Contoh modal sosial adalah jaringan kerja (networking) yang merupakan hubungan vertikal maupun hubungan horizontal untuk bekerja sama dan memberikan bantuan untuk memperluas akses terhadap kegiatan ekonomi.

Dalam pemanfaatan kelima livelihood asset antara rumahtangga satu dengan rumahtangga pertanian lainnya berbeda tergantung akses (access) dan kemampuan (capabilities) yang dimilikinya. Tiap rumahtangga pertanian memiliki akses dan kemampuan yang berbeda-beda yang berdampak pada munculnya keanekaragaman pola nafkah atau pekerjaan yang dilakukan oleh rumahtangga pertanian (Masithoh, 2005). Selain itu perbedaan akses dan kemampuan yang dimiliki oleh rumahtangga petani mengakibatkan terjadinya pelapisan pada masyarakat petani yaitu petani lapisan atas, petani lapisan menengah dan petani lapisan bawah. Pembagian akses tersebut diatur berdasarkan norma ataupun nilai-nilai yang berlaku setempat. Akses merupakan hal yang penting dalam sumberdaya nafkah karena di dalam, akses terdapat jaringan dan hubungan sosial yang sangat penting dalam upaya untuk mendapatkan serta mempertahankan keberagaman pendapatan. Sedangkan capabilities merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan keinginannya. Capabilities ini berkaitan dengan kemampuan individu untuk memanfaatkan sumberdaya guna melaksanakan suatu strategi nafkah. Melalui aset-aset yang dimiliki yang mana aset tersebut memberikan suatu capability yang diperlukan dalam rangka peningkatan kesejahteraan.

Menurut Scoones dalam Dharmawan (2001), strategi nafkah yang dilakukan masyarakat pedesaan meliputi : 1) Intensifikasi atau ekstensifikasi pertanian, 2) Pola nafkah ganda (keragaman nafkah) dan 3) Migrasi. Dari ketiga strategi nafkah di atas, yang paling sering dilakukan oleh rumahtangga pedesaan adalah pola nafkah ganda, yakni beragam sumber pendapatan yang terdiri dari


(29)

aktivitas-aktivitas ekonomi di bidang pertanian dan non pertanian (Indaryati, 2004).

Secara anatomi, menurut Chambers dalam Ependi (2004) livelihood suatu rumahtangga dikategorikan menjadi empat yaitu :

1. Orang dengan kemampuannya untuk menghidupi dirinya.

2. Aktifitas suatu kegiatan yang dilakukan untuk menghidupi dirinya.

3. Aset, yang terdiri dari aset nyata (tangible asset) dan aset tidak nyata

(intangible asset).

4. Output atau hasil yang merupakan apa-apa yang dihasilkan dari kegiatan atau pekerjaannya itu.

Strategi merupakan suatu pilihan yang digunakan terhadap beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Aspek-aspek penting dari konsep strategi menurut Crow dalam Dharmawan (2001), sebagai berikut :

1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif. 2. Kemampuan melatih “kekuatan”. Mengikuti suatu pilihan berarti

memberikan perhatian pada pilihan tersebut. Oleh karena itu, memberikan perhatian pada suatu pilihan akan mengurangi perhatian pada pilihan yang ada. Dalam konteks komunitas, seseorang yang memiliki lebih banyak akses akan memiliki kekuatan yang lebih untuk memaksakan kehendaknya. Dengan kata lain, konsep strategi nafkah dapat dikatakan sebagai suatu persaingan atau kompetisi untuk mendapatkan aset-aset yang ingin dikuasai.

3. Dengan merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir.

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang.

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda.

6. Strategi biasanya merupakan keluaran konflik dan proses yang terjadi dalam rumahtangga.


(30)

Scoones dalam Ependi (2004) membagi strategi nafkah petani ke dalam tiga golongan besar, yaitu :

1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, merupakan usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun memperluas lahan garapan pertanian (ekstensifikasi).

2. Pola nafkah ganda, merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan).

3. Rekayasa spasial, merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasi atau perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkuler (migrasi).

Menurut Sconnes dalam Masithoh (2005), dalam melakukan strategi nafkah, rumahtangga petani bisa menerapkan salah satu kegiatan atau melakukan kombinasi dari ketiga bentuk strategi nafkah untuk memperoleh strategi yang paling efektif agar bisa bertahan hidup baik saat krisis maupun saat kondisi normal.

2.1.5 Pengelolaan Kolaboratif

Isu-isu mengenai konflik sumberdaya alam semakin hari semakin berkembang. Konflik ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam. Dalam meminimalisir konflik diperlukan solusi yaitu melalui kolaboratif. Kolaboratif diartikan oleh Cifor sebagai bentuk kerjasama, interaksi, kompromi beberapa elemen yang terkait baik individu, lembag atau pihak-pihak yang terlibat secara langsung dan tidak langsung yang menerima akibat dan manfaat5. Nilai-nilai yang mendasari sebuah kolaborasi adalah tujuan yang sama, kesamaan persepsi, kemauan untuk berproses, saling memberikan manfaat, kejujuran, kasih sayang serta berbasis masyarakat. Pengelolaan kolaboratif menurut Tadjudin yaitu bentuk resolusi konflik yang mengakomodasikan sikap bekerjasama (cooperative) dan assertive yang tinggi dengan tujuan mencapai       

5

Diakses dari www.ecopedia.wordpress.com/2006/01/12/pengelolaan-kolaboratif-collaborative-management/ pada tanggal 20 September 2010


(31)

sebuah “win-win solution”, dimana beberapa atau semua pihak pada sebuah kawasan hutan (konservasi) terlibat dalam aktivitas pengelolaannya6. Pendekatan kolaboratif menurut Straus dalam Suporahardjo (2005) dikenal sebagai salah satu pendekatan yang bukan bersifat permusuhan untuk penyelesaian problem dan penyelesaian konflik. Menurut Bingham dalam Suporahardjo (2005) strategi kolaboratif dalam isu-isu lingkungan diidentifikasi oleh Bingham dalam enam kategori luas yang mana jalan keluar secara kolaboratif untuk sengketa telah diupayakan yaitu : land use (tata guna lahan), natural resource management land

public use (pengelolaan sumberdaya alam dan tata guna lahan public), water

resource (sumberdaya air), energy (energi), air quality (kualitas udara) dan toxics

(racun).

Sedangkan menurut Borrini-Feyebend dalam Suroprahardjo (2005) istilah pengelolaan kolaboratif dari kawasan lindung merujuk pada satu kemitraan dimana berbagai stakeholder menyetujui untuk berbagi diantara mereka mengenai fungsi, hak, dan tanggung jawab pengelolaan suatu kawasan atau sekumpulan sumberdaya dengan status dilindungi. Pendekatan ini secara umum dikenal dengan co-management. Menurut IUCN (1996) dalam Indra dan Sabarudi (2009) pengelolaan kolaboratif adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumberdaya, lembaga non pemerintah, dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggung jawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya alam. Pengelolaan kolaboratif juga telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 Tahun 2004 yaitu pelaksanaan suatu kegiatan atau penanganan suatu masalah dalam rangka membantu meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam secara bersama dan sinergis oleh para pihak atas dasar kesepahaman dan kesepakatan bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara lebih jelasnya, beberapa hal yang seringkali disentuh dalam sebuah konsep pengelolaan kolaboratif menurut Tadjudin yaitu7:

1. Batas dan teritori sebuah kawasan hutan.       

6

Diakses dari www.kolaboratif.org/component/option,com_pengelolaan/ pada tanggal 20 September 2010

7


(32)

2. Batasan fungsi dan keberlanjutan penggunaan. 3. Identifikasi para pihak yang terlibat.

4. Fungsi dan tanggungjawab para pihak sebagaimana yang diasumsikan oleh masing-masing pihak.

5. Keuntungan dan hak yang diperoleh oleh masing-masing pihak. 6. Kesepakatan terhadap prioritas dan rencana pengelolaan kawasan.

7. Prosedur untuk menghadapi konflik dan melakukan negosiasi yang menghasilkan keputusan bersama mengenai hal tersebut diatas.

8. Prosedur untuk mendorong implementasi keputusan tersebut.

9. Memperjelas aturan untuk monitoring, evaluasi dan peninjauan kesepakatan kerjasama dan rencana pengelolaan jika dibutuhkan.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) merupakan suatu kawasan konservasi yang dulunya adalah kawasan hutan lindung, yang kemudian diperluas arealnya menjadi 113.357 ha berdasarkan SK Menhut No.175/Kpts-II/2003 menjadi Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Kawasan ini sudah sejak dahulu dihuni oleh masyarakat kasepuhan yang kehidupannya sangat bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam. Adanya kebijakan dari pemerintah mengubah status dan rezim penguasaan atas sumberdaya alam menjadi milik negara, yang bisa menyebabkan akses masyarakat kasepuhan terbatas. Adanya perubahan akses ini, akankah membuat masyarakat kasepuhan melakukan bentuk-bentuk strategi nafkah yang mana berujung pada perubahan strategi nafkah dari yang awalnya pertanian menjadi beralih ke non pertanian. Melalui strategi nafkah ini, rumahtangga memiliki alternatif atau pilihan-pilihan dalam kegiatan ekonomi mereka dengan memanfaatkan sumber nafkah yang mereka miliki agar mampu mencapai kesejahteraan hidup.

Seiring dengan kehidupan masyarakat kasepuhan yang masih bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam di kawasan TNGHS, sampai saat ini masih ada benturan-benturan diantara pihak kasepuhan dengan pihak TNGHS dikarenakan saling klaim terhadap sumberdaya alam. Masyarakat kasepuhan yang memegang aturan adatnya dalam pengelolaan sumberdaya alam harus berhadapan


(33)

dengan kebijakan pemerintah yang dirasa belum berpihak kepada masyarakat kasepuhan. Upaya kolaboratif ini diharapkan mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak khususnya mengenai keberlanjutan kawasan konservasi dan kesejahteraan masyarakat kasepuhan. Oleh karena itu, upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi masyarakat demi keberlangsungan kehidupan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.

: mempengaruhi : keterkaitan

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

2.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat perubahan strategi nafkah akibat berubahnya akses sumberdaya alam pada masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi karena perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

2.4 Definisi Konseptual

Istilah untuk variabel-variabel dalam hipotesis atau kerangka pemikiran penelitian didefinisikan sebagai berikut:

Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung

Halimun Salak

Akses a. Status dan rezim

penguasaan sumberdaya alam

b. Pemanfaatan dan kontrol sumberdaya alam

Bentuk-bentuk Strategi Nafkah a. Rekayasa sumber nafkah

pertanian b. Pola nafkah ganda c. Migrasi

Rumah Tangga Masyarakat Kasepuhan

Sinar Resmi a.Karakteristik rumah

tangga pertanian b.Sumber-sumber

nafkah rumah tangga Upaya


(34)

1. Taman nasional adalah kawasan konservasi yang memiliki ekosistem asli yang dikelola oleh negara baik di wilayah daratan (hutan) maupun wilayah perairan (laut dan pulau) yang memiliki sistem zonasi digunakan untuk tujuan penelitian, pendidikan, dan pariwisata.

2. Akses adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (Peluso, 2003).

3. Sumberdaya alam adalah air, hutan, dan lahan garapan. Sumberdaya alam ini dimanfaatkan oleh rumahtangga untuk kegiatan pertanian. Dalam penelitian ini lebih banyak berfokus pada lahan garapan.

4. Masyarakat kasepuhan adalah masyarakat adat Sunda yang masih bertahan dan mendiami kawasan Halimun yang hidupnya bergantung pada sumberdaya alam.

5. Rumahtangga adalah sekelompok orang yang tinggal bersama dalam satu atap, memiliki peran dalam memperoleh pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan bersama.

6. Strategi nafkah adalah berbagai kegiatan atau upaya alternatif yang dilakukan oleh rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

7. Upaya kolaboratif adalah suatu upaya yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik atau mencari solusi dari suatu masalah.

2.5 Definisi Operasional

Untuk mengukur variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka dikemukakan rumusan batasan serta operasionalisasi dari masing-masing variabel tersebut. Adapun variabel-variabel yang akan dioperasionalkan adalah :

1. Perluasan kawasan TNGHS, yaitu didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003. Perluasan TNGHS untuk melihat bagaimana akses sumberdaya alam yang dimiliki oleh masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi sebelum perluasan TNGHS dan sesudah perlusan TNGHS.


(35)

2. Karakteristik rumahtangga, yaitu ciri-ciri yang dimiliki oleh rumahtangga, dalam kaitannya dengan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi, yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Karakteristik rumahtangga pertanian diukur dari:

a. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan hidup keluarga, dalam hal ini termasuk dengan kepala rumahtangga.

b. Produktivitas pertanian dan pemanfaatannya adalah komoditi pertanian yang dihasilkan oleh rumahtangga beserta banyaknya jumlah hasil yang digunakan oleh rumahtangga baik itu untuk dikonsumsi maupun untuk dijual.

3. Sumber-sumber nafkah rumahtangga, merupakan aset-aset yang dimiliki oleh rumahtangga dalam kaitannya dengan kegiatan nafkah. Sumber-sumber nafkah diukur dari:

a. Modal sumberdaya alam, adalah memanfaatkan sumberdaya alam yang digunakan dalam kegiatan pertanian. Contohnya air, hutan, dan lahan garapan.

b. Modal fisik, adalah segala infrastruktur dasar yang dimanfaatkan dalam kegiatan mencari nafkah. Contohnya, saluran irigasi yang

digunakan dalam kegiatan pertanian.

c. Modal keuangan adalah modal yang didapat dari tabungan, pinjaman, dan hasil dari kegiatan pertanian.

d. Modal manusia adalah modal yang berupa tenaga kerja yang bisa dimanfaatkan dalam kegiatan nafkah rumahtangga. Tenaga kerja ini bisa berasal dari anggota rumahtangga (istri dan anak), kerabat, tetangga maupun orang lain.

e. Modal sosial yaitu gabungan komunitas yang dapat memberikan keuntungan bagi individu atau rumahtangga yang tergabung di dalamnya. Modal sosial dapat dilihat dari jaringan sosial yang dibangun antar masyarakat kasepuhan, dimana rumahtangga membentuk kerja sama dengan rumahtangga lain terkait dengan kegiatan ekonominya.


(36)

4. Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian diukur melalui :

a. Intensifikasi pertanian yang diukur dari pemanfaatan tenaga kerja oleh rumahtangga dalam mengolah lahan garapan. Tenaga kerja dalam hal ini adalah memanfaatkan tenaga orang lain untuk menggarap lahannya.

b. Memperluas lahan atau memanfaatkan lahan kosong untuk lahan garapan (ekstensifikasi).

5. Pola nafkah ganda, merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan). Dalam pola nafkah ganda yang diukur adalah dalam satu rumahtangga terdapat lebih dari satu mata pencaharian yang dilakukan selain menjadi petani.

6. Migrasi adalah usaha yang dilakukan rumahtangga untuk mendapatkan pekerjaan di luar tempat tinggalnya (di luar daerah). Dalam migrasi yang diukur adalah dalam satu rumahtangga, baik kepala rumahtangga maupun anggota rumahtangga ada yang memiliki pekerjaan di luar tempat tinggalnya, yang dilakukan secara menetap ataupun secara sementara (sirkuler). Pendapatan yang diperoleh digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga.


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kasepuhan Sinar Resmi, Kampung Cimapag, Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi yang merupakan salah satu masyarakat adat yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2010. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Kampung Cimapag merupakan salah satu kampung di Desa Sirna Resmi yang sebagian besar masyarakatnya merupakan incu putu (pengikut) Kasepuhan Sinar Resmi. Kampung Cimapag berjarak sekitar 2 km dari Kampung Sinar Resmi yang mana Kampung Sinar Resmi merupakan kampung yang menjadi pusat berlangsungnya kegiatan-kegiatan kasepuhan dan tempat dimana Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi tinggal. Mayoritas masyarakat Kampung Cimapag bekerja sebagai petani. Lahan garapan yang digarap oleh masyarakat Kampung Cimapag sebagian besar termasuk dalam kawasan TNGHS.

3.2 Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah menggunakan pendekatan kualitatif dengan didukung data kuantitatif. Dalam penelitian ini, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan dominan yang dilakukan. Pendekatan kualitatif mampu menerangkan dan memberikan pemahaman yang mendalam mengenai suatu peristiwa dan gejala sosial, serta mampu menggali berbagai realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Pendekatan kualitatif, diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terkait yang selanjutnya digunakan untuk melihat sejauh mana akses masyarakat kasepuhan terhadap sumberdaya alam sebelum dan sesudah perluasan TNGHS dan


(38)

pengaruhnya terhadap strategi nafkah, serta upaya kolaboratif yang dibangun oleh pihak TNGHS yang dapat dimanfaatkan sebagai peluang alternatif sumber nafkah bagi rumahtangga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi.

Data kuantitatif dikumpulkan dengan menggunakan metode survei. Metode survei dilakukan secara tatap muka dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data, untuk mengetahui bentuk-bentuk strategi nafkah rumahtangga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung Cimapag sebelum dan sesudah perluasan TNGHS.

3.2 Penentuan Responden dan Informan Penelitian

Dalam penelitian ini unit analisisnya adalah rumahtangga. Hal ini dikarenakan rumahtangga memiliki peranan penting dalam pengambilan keputusan dan penentuan pengalokasian sumberdaya yang berkaitan dengan penerapan bentuk strategi nafkah. Dalam memperoleh informasi dan data penelitian diperoleh melalui responden dan informan. Responden adalah pihak yang memberi keterangan mengenai dirinya dan keluarganya. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Responden dalam penelitian ini adalah rumahtangga yang tinggal di Kampung Cimapag dan merupakan pengikut Kasepuhan Sinar Resmi yang mengelola lahan garapan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 30 rumahtangga dari 80 rumahtangga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung Cimapag. Sedangkan pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik bola salju (snowball sampling) secara sengaja (purposive). Informan dalam penelitian ini adalah Ketua Adat Kasepuhan Sinar Resmi, para tokoh adat, dan pengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari kuesioner dan panduan pertanyaan dari responden serta wawancara mendalam dengan beberapa informan. Data sekunder diperoleh dengan melakukan kajian pustaka dan menganalisis terhadap berbagai


(39)

literatur yaitu skripsi, tesis, buku, jurnal, makalah, internet yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu analisis data sekunder juga diperlukan terhadap dokumen yang diperoleh dari lokasi penelitian, seperti monografi dan peta lokasi.

Semua informasi yang diperoleh melalui wawancara mendalam maupun pengamatan atau observasi didokumentasikan kembali ke dalam bentuk catatan harian, agar tidak terjadi distorsi pesan. Data primer maupun sekunder kedua-duanya sangat mendukung satu sama lain untuk menyempurnakan hasil penelitian. Semua metode tersebut digunakan dengan tujuan agar data yang diperoleh benar-benar akurat. Sehingga memudahkan peneliti untuk menyusun dan menyelesaikan penelitian ini.

3.4 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh oleh peneliti baik primer maupun sekunder akan diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting, sehingga didapatkan kesimpulan yang mewakili permasalahan yang ada. Data primer yang didapat oleh penulis melalui wawancara mendalam akan dilakukan secara terus-menerus sehingga dicapai sebuah kesimpulan yang mewakili penelitian yang sedang dikaji. Data sekunder penulis dapatkan dari beberapa literatur, salah satunya dengan menelusuri dokumen yang ada di tingkat desa maupun nasional yang terkait dengan penelitian yang sedang dikaji. Untuk data kuantitatif, data primer yang telah diperoleh, diolah, dan disajikan dengan menggunakan tabel frekuensi yang memperlihatkan bentuk-bentuk strategi nafkah rumahtangga masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi baik sebelum perluasan TNGHS maupun sesudah perluasan TNGHS. Data kuantitatif yang disajikan, dianalisis secara deskriptif untuk melihat gambaran bentuk-bentuk strategi nafkah rumahtangga masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi.


(40)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Desa Sirna Resmi

Desa Sirna Resmi merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis desa ini terletak antara antara 106˚ 27′ – 106˚ 33′ BT dan 6˚ 52′ – 6˚ 44′ LS. Desa Sirna Resmi memiliki luas wilayah 4.917 ha dengan ketinggian tanah 600-1200 m dpl, dengan karakteristik topografi yang berbukit dan bergunung-gunung. Suhu rata-rata pada musim kemarau berkisar 28˚ C sedangkan pada musim penghujan sekitar 21 – 25˚C. Desa Sirna Resmi memiliki curah hujan yang bervariasi antara 2120 – 3250 mm/tahun dengan kelembaban udaranya 84 %. Batas-batas Desa Sirna Resmi antara lain sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Banten, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Desa Cicadas, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Cihamerang.

Jarak Desa Sirna Resmi dari kecamatan sekitar 23 km, jarak dari kabupaten sekitar 33 km, jarak dari ibukota propinsi sekitar 183 km, dan jarak dari ibukota negara sekitar 168 km. Akses lalu lintas kendaraan umum menuju desa ini tidak begitu sulit. Untuk mencapai desa ini bisa ditempuh dengan bus melalui jalur Bogor menuju Pelabuhan Ratu dengan waktu tempuh sekitar empat jam. Setelah sampai terminal Pelabuhan Ratu, dapat dilalui dengan angkutan umum Elf dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam, dan masuk ke wilayah perkampungan masyarakat kasepuhan menggunakan ojek. Namun, ketika akan masuk ke Desa Sirna Resmi kondisi jalan yaitu jalan berbatu dan belum diaspal. Desa Sirna Resmi juga dihuni oleh tiga kelompok masyarakat adat kasepuhan yang merupakan bagian dari Kesatuan Adat Banten Kidul yaitu Kasepuhan Cipta Mulya, Kasepuhan Sinar Resmi dan Kasepuhan Cipta Gelar. Penelitian ini dilakukan di Kampung Cimapag yang terletak sekitar 2-3 km dari Kantor Desa Sirna Resmi dengan kondisi jalan yang berbatu dan penuh dengan tanjakan sehingga harus lebih berhati-hati saat menggunakan kendaraan bermotor. Batas-batas administratif Kampung Cimapag menurut Sekretaris Desa Sinar Resmi


(41)

adalah sebelah timur merupakan Dusun Situmurni, sebelah utara merupakan Kali Cisolok, sebelah barat merupakan Desa Cicadas, dan sebelah selatan merupakan Sungai Cibareno. Berdasarkan data monografi desa tahun 2009, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Desa Sirna Resmi sekitar 5.007 jiwa yang terbagi dalam 1.497 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 2.587 jiwa dan penduduk perempuan adalah 2.420 jiwa. Sebagian besar masyarakat Desa Sirna Resmi beragama Islam dengan jumlah sekitar 5.305 orang dan yang beragama non Islam berjumlah sekitar delapan orang. Gambaran mengenai penyebaran penduduk di Desa Sirna Resmi pada tiap dusun dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi, Menurut Jenis Kelamin, Dusun, RW, dan RT, Tahun 2009

No Dusun Alamat RW RT Jumlah Penduduk Jumlah KK

L P Total L P Total

1. Sinar Resmi Sinar Resmi 01 01 71 61 132 31 5 36

01 02 70 64 134 37 3 40

01 03 62 60 122 32 3 35

Jumlah 203 185 388 100 11 111

2. Cibongbong Cibongbong 02 01 97 105 202 58 6 64

02 02 53 43 96 23 3 26

02 03 57 65 122 34 1 35

02 04 64 56 120 28 4 32

02 05 44 38 82 23 1 24

02 06 90 78 168 44 6 50

02 07 50 51 101 24 4 28

02 08 62 70 132 37 6 43

Jumlah 517 506 1.023 271 31 302

3. Cikaret Cikaret 03 01 98 76 174 52 3 55

03 02 34 35 69 17 4 21

03 03 94 83 177 43 8 51

03 04 158 134 292 91 4 95

Jumlah 384 328 712 203 19 222

4. Cimapag Cimapag 04 01 78 78 156 45 3 48

04 02 84 84 168 41 2 43

04 03 101 104 205 52 9 61

04 04 75 68 143 37 12 49

04 05 71 70 141 35 5 40

Jumlah 409 404 813 210 31 241

5. Situmurni Situmurni 05 01 59 69 128 30 5 36

05 02 127 117 244 64 4 68

05 03 47 37 84 23 2 25

05 04 80 68 148 42 1 43

Jumlah 313 291 604 159 12 171

6. Cicemet Cipulus 06 01 101 92 193 55 6 61

06 02 106 91 197 62 6 68

06 03 81 91 172 46 9 55

Jumlah 288 274 562 163 21 184

7. Sukamulya Ciptagelar 07 01 146 122 268 70 9 79

07 02 196 193 389 102 14 116

07 03 81 62 143 35 4 39

07 04 50 55 105 29 3 32

Jumlah 473 432 905 236 30 266 Jumlah Keseluruhan 2.587 2.420 5.007 1.342 155 1.497


(42)

Tabel 2. Jumlah Sarana Pembangunan di Desa Sirna Resmi, Tahun 2009

No Jenis Sarana Pembangunan Jumlah

1. Agama a. b. c. Masjid Mushola Sarana lainnya 7 buah 8 buah - 2. Kesehatan a. b.

Rumah Sakit Umum Pemerintah Rumah Sakit Umum Swasta

- -

3. Pendidikan

a. Pendidikan Umum 1. Sekolah Dasar 2. SLTP

3. SLTA

4 gedung, 15 guru, 682 murid 1 gedung, 4 guru, 56 murid -

b. Pendidikan Khusus 1. Pondok Pesantren 2. Madrasah

3. Sarana Pendidikan Non Formal

1 gedung, 8 guru, 21 murid 2 gedung, 13 guru, 212 murid SL-AEP : 14 kelompok PAUD : 7 kelompok

4. Orkes dan Sosbud

a. b. c Sarana Olahraga Sarana Kesenian/Kebudayaan Sarana Sosial

5 jenis 17 buah 1 jenis 3 buah 3 jenis 8 buah

5. Sarana Perhubungan

a. b. Jalan Jembatan 12 ruas 20 buah 6. Komunikasi

a. Jumlah komunikasi 1 jenis 1 buah Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa Sirna Resmi Tahun 2009

Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi Menurut Tingkat Usia, Tahun 2009

Kategori Kelompok Menurut Usia Usia Jumlah/Jiwa

a. Kelompok Pendidikan 4 - 6 tahun 391 7 - 12 tahun 784 13- 15 tahun 124 b. Kelompok Tenaga Kerja 20- 26 tahun 805 27- 40 tahun 1.402 Sumber : Data Kependudukan Kantor Desa Sirna Resmi Tahun 2009

Tabel 4. Jumlah Penduduk Desa Sirna Resmi Menurut Mata Pencaharian, Tahun 2009

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah/Jiwa

1. Wiraswasta 163

2. Tani 2.818

3. Pertukangan 221


(43)

Berdasarkan data Tabel 4. sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi sumber penghidupan utama penduduk Desa Sinar Resmi. Hal tersebut disebabkan karena kondisi alam di Desa Sirna Resmi yang sangat mendukung dalam kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian oleh penduduk Desa Sirna Resmi dibagi menjadi tiga yaitu padi dan palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan luas lahan yang digunakan, sekitar 260 ha ditanami padi dan palawija, tujuh hektar untuk sayur-sayuran dan delapan hektar ditanami buah-buahan.

4.2 Profil Kasepuhan Sinar Resmi 4.2.1 Sejarah Kasepuhan Sinar Resmi

Kawasan TNGHS tidak pernah terlepas dari kehidupan masyarakat adat yang lebih dikenal dengan masyarakat kasepuhan, salah satunya adalah Kasepuhan Sinar Resmi. Kasepuhan ini terletak di Desa Sirna Resmi, bersama dengan dua kasepuhan lainnya yakni Kasepuhan Cipta Mulya dan Kasepuhan Cipta Gelar yang saling terkait dan masih dalam satu keturunan. Berdasarkan penuturan salah salah satu tokoh adat, masyarakat kasepuhan merupakan sisa-sisa pasukan dari Kerajaan Pajajaran Pakuan Pajajaran yang kalah perang dengan kerajaan Banten. Sisa-sisa pasukan ini kemudian melarikan diri sampai ke Gunung Halimun untuk menyelamatkan sistem pertanian dan sampai saat ini bertahan di sekitar Gunung Halimun dan Gunung Salak sebagai suatu komunitas kasepuhan. Berdasarkan informasi dari tokoh adat, kasepuhan pertama kali didirikan di Bogor, yaitu di Kampung Cigudeg. Masyarakat Kasepuhan merupakan masyarakat yang berpindah-pindah. Perpindahan kampung gede sebagai pusat orientasi sosio, kultural, dan politik didasarkan pada perintah

karuhun (nenek moyang) melalui wangsit yang diterima oleh Abah (sebutan bagi

ketua adat kasepuhan) untuk mencari lebak cawene (lembah perawan) yang diyakini akan memberikan kemakmuran dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat kasepuhan, “nagara bakal makmur mung seug lebak cawene geus

kapanggih” yang artinya negara akan makmur jika lebak cawene sudah


(44)

Usaha masyarakat kasepuhan untuk mencari lebak cawene menjadikan seringnya terjadi perpindahan kampung gede sebanyak 13 kali menurut Adimihardja dalam Galudra (2003). Kasepuhan Sinar Resmi diawali dari perpindahan kampung gede dari Lebak Selatan ke Sukabumi Selatan, di Kampung Bojongcisono oleh Ki Jasiun. Putra dari Ki Jasiun yaitu Abah Rusdi memindahkan kampung gede ke Kampung Cicemet, Sukabumi Selatan. Putra Abah Rusdi, yaitu Abah Arjo memindahkan kampung gede sebanyak tiga kali yaitu ke Kampung Waru, Cidadap dan Cisarua yang semuanya berada di Sukabumi Selatan. Sepeninggal Abah Arjo, kasepuhan dilimpahkan kepemimpinannya pada Abah Udjat. Dikarenakan saat itu Abah Udjat sedang menjabat sebagai kepala desa, kepemimpinan diberikan kepada Abah Anom yang kemudian memindahkan kasepuhan ke Ciptarasa dan kemudian ke Ciptagelar yang dulunya adalah Cicemet. Melalui wangsit yang diterima, akhirnya Abah Udjat membuka kasepuhan baru di Sinar Resmi. Pada tahun 2003 Abah Ujat meninggal dan kepemimpinan dilimpahkan kepada putranya yaitu Abah Asep yang saat itu masih bekerja di Jakarta. Adanya tanggung jawab yang besar dan wangsit yang telah diterima, Abah Asep pun menjadi pimpinan Kasepuhan Sinar Resmi sampai saat ini.

4.2.2 Gambaran Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi

Kasepuhan Sinar Resmi memiliki incu putu (pengikut) yang menyebar di berbagai wilayah atau dusun. Abah Asep selaku ketua adat Kasepuhan Sinar Resmi pada tahun 2009 sudah membawahi sekitar 1800 KK (Kepala Keluarga). Para incu putu ini tidak hanya ada di Desa Sirna Resmi tetapi juga menyebar di luar wilayah. Masyarakat yang mengikuti kasepuhan, biasanya berbeda dari masyarakat lainnya, meskipun mereka tinggal dalam satu wilayah dengan masyarakat non kasepuhan.

Secara umum masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi memiliki mata pencaharian di sektor pertanian, baik dari huma, sawah, dan kebun meskipun ada pula yang membuka warung, menjadi tukang ojek, ketrampilan, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat pendidikan, masyarakat kasepuhan sebagian besar hanya mengenyam pendidikan sampai tingkat SD. Menurut informasi dari Bapak AB (62


(45)

tahun), dahulu letak SMP sangat jauh karena dulu tidak ada gedung SMP di wilayah tersebut. Namun, saat ini akses masyarakat untuk meneruskan pendidikan di tingkat SMP sudah mudah meskipun sampai saat ini belum terdapat SMA. Dalam menerima pengaruh dari luar, masyarakat kasepuhan cukup terbuka asalkan pengaruh tersebut tidak bertentangan dengan aturan adat yang berlaku dan sesuai dengan ijin Abah. Masyarakat kasepuhan saat ini sudah mengenal teknologi seperti handphone dan televisi. Sehingga masyarakat mudah mendapatkan informasi. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat kasepuhan sehari-hari adalah bahasa Sunda. Namun, rata-rata masyarakat kasepuhan bisa berbahasa Indonesia khususnya masyarakat kasepuhan yang berusia muda. Pemukiman masyarakat kasepuhan terlihat padat dan mengumpul, dimana antara rumah yang satu dengan rumah yang lain jaraknya saling berdekatan. Atap rumah masyarakat terbuat dari daun rumbia dengan bangunan sebagian besar adalah kayu dan bambu. Tiap rumahtangga masyarakat kasepuhan, memiliki leuit yaitu lumbung padi yang biasanya berdekatan dengan rumah mereka. Tiap rumah, juga memiliki tungku api

(hawu) dengan bahan bakar kayu yang digunakan untuk memasak nasi.

4.2.3 Aturan-aturan Adat Kasepuhan Sinar Resmi

Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi tidak pernah terlepas dari filosofi-filosofi hidup yang sudah menjadi satu jiwa pada diri masyarakat kasepuhan sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat, basis dari hukum adat kasepuhan adalah filosofi hidup, “tilu sapamulu, dua sakarupa, hiji eta-eta

keneh”, yang secara harfiah artinya ‘tiga se wajah, dua se rupa, satu yang itu

juga”. Tata nilai ini mengandung pengertian bahwa hidup hanya dapat berlangsung dengan baik dan tenteram bila dipenuhi tiga syarat, yaitu (1) tekad,

ucap dan lampah, (niat atau pemikiran, ucapan dan tindakan) harus selaras

dan dapat dipertanggung jawabkan kepada incu-putu (keturunan warga kasepuhan) dan sesepuh (para orang tua dan nenek moyang); (2) jiwa, raga dan perilaku, harus selaras dan berahlak; dan (3) kepercayaan adat sara,

nagara, dan mokaha harus selaras, harmonis dan tidak bertentangan satu dengan

lainnya.

Kehidupan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tidak terlepas dari adanya berbagai aturan adat yang menyertainya. Misalnya, apabila ada masyarakat yang


(46)

ingin membangun rumah, harus meminta ijin kepada Abah terlebih dahulu. Arsitektur rumah masyarakat kasepuhan juga memiliki aturan tersendiri yaitu :

1. Rumah penduduk merupakan rumah panggung dengan tujuan untuk menghindari dingin. Rumah panggung juga dipercaya oleh masyarakat bahwa mereka sudah melaksanakan prinsip tilu sapanulu, yang mana siku penyangga ruman berbentuk segitiga.

2. Waktu untuk pemilihan kayu yang dihitung berdasarkan hari dan tanggal yang baik (hal ini dikarenakan pada tanggal 1 Bulan Safar sampai 15 Bulan Maulid merupakan waktu yang dilarang untuk mengambil kayu).

3. Menghitung permukaan pintu keluar dan pintu masuk didasarkan pada hari lahir.

4. Atap rumah masyarakat kasepuhan berbentuk bulat dan segitiga yang terbuat dari ijuk. Arti dari segitiga merupakan kesatuan dari agama, negara, dan adat yang harus sejalan, sedangkan bulat merupakan tanda bahwa manusia itu berasal dari lubang (tanah) dan akan kembali ke dalam lubang (tanah). Atap rumah yang terbuat dari rumbia dan ditambah ijuk di atasnya tidak menunjukkan bahwa pemilik rumah merupakan seseorang yang derajatnya lebih tinggi atau rendah, tetapi lebih pada kemampuan pemilik rumah dalam membangun rumahnya.

5. Dalam aturan adat dinding rumah terbuat dari bilik bambu. Hal ini bertujuan, apabila ingin pindah rumah, masyarakat tidak perlu membangun rumah kembali. Selain itu, melihat sejarah masyarakat kasepuhan yang hidupnya juga berpindah-pindah.

Selain aturan dalam membangun rumah, masyarakat kasepuhan juga memiliki tata cara berpakaian sendiri, khususnya ketika ada kegiatan-kegiatan adat. Untuk laki-laki biasanya memakai baju koko dan ikat kepala yang terbuat dari kain batik. Sedangkan untuk perempuan biasanya memakai baju kebaya dan kain sarung. Semua aturan adat harus dijalankan oleh masyarakat, karena masyarakat percaya bahwa bila ada pelanggaran dari aturan adat ini maka akan terjadi sesuatu yang buruk atau disebut dengan kabendon. Kabendon bisa seperti penyakit yang susah disembuhkan secara medis atau bisa saja tersesat di hutan.


(47)

Seseorang bisa lepas dari kabendon apabila ingat akan kesalahannya dan minta maaf kepada Abah selaku ketua adat dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

4.2.4 Struktur Kelembagaan Adat Kasepuhan Sinar Resmi

Dalam memimpin kasepuhan, Abah mempunyai perangkat adat yang memiliki tugas masing-masing dan sifatnya turun-temurun. Dalam hal ini, perangkat adat yang tidak bisa menjalankan tugasnya lagi akan menurunkan jabatannya kepada keluarganya. Berikut adalah struktur kelembagaan adat yang ada di Kasepuhan Sinar Resmi :

Sumber : Sekretaris Kasepuhan Sinar Resmi, 2010

Gambar 3. Struktur Kelembagaan Adat Kasepuhan Sinar Resmi

Gambar struktur kelembagaan adat di atas merupakan sejumlah perangkat adat yang akan membantu tugas Abah dalam memimpin kasepuhan. Dalam menjalankan tugasnya, Abah dibantu oleh staf ahli (penasehat) bidang agama dan negara (garis fungsional). Secara struktural, di bawah Abah terdiri dari wakil-wakil Abah (kokolot lembur, dukun, dan panghulu) dan sekretaris. Sekretaris merupakan struktur baru yang dibentuk oleh Abah Asep, tetapi sekretaris tidak termasuk dalam struktur kelembagaan adat di kasepuhan. Tugas sekretaris adalah mencatat jumlah incu putu (pengikut) dan jumlah pemasukan padi pada saat Seren

GANDEK TUTUNGGUL

INCU PUTU (MASYARAKAT ADAT)

PARAJI PAMAKAYAAN PAMORO

BENGKONG PANGHULU DUKUN DUKUN HEWAN TUKANG BEBERSIH  EMA’ BEURANG NGURUS LEUIT TUKANG BANGUNAN KEMIT PANDAY TUKANG DAPUR KASENIAN

CANOLI TUKANG

PARA KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR KOKOLOT LEMBUR


(48)

Taun. Selain itu, sekretaris mewakili Abah dalam berhubungan dengan dunia luar8. Adapun tugas dari tiap-tiap perangkat adat adalah sebagai berikut:

1. Tutunggul adalah seseorang yang bertugas untuk memimpin kasepuhan yang

tidak lain adalah Abah.

2. Gandek adalah seseorang yang menjadi pengawal atau ajudan kasepuhan.

Tugas gandek adalah melayani seluruh keperluan Abah dan mengawal kemanapun Abah pergi.

3. Dukun adalah seseorang yang tugasnya mengobati orang sakit dan mencegah

adanya wabah.

4. Panghulu adalah seseorang yang memimpin doa saat upacara adat

dilaksanakan.

5. Bengkong adalah seseorang yang bertugas mengkhitankan anak-anak.

6. Paraji adalah seseorang yang bertugas membantu melahirkan dan merias

pengantin.

7. Pamakayaan adalah seseorang yang bertugas mengatur kegiatan pertanian di

sawah ataupun di huma.

8. Pamoro adalah seseorang yang bertugas untuk memburu hewan serta

mengusir hewan yang sekiranya mengganggu tanaman masyarakat.

9. Kemit adalah seseorang yang bertugas menjaga keamanan kasepuhan pada

malam hari.

10.Tukang bangunan adalah seseorang yang bertugas untuk membangun rumah

adat dan bangunan lainnya yang dibutuhkan oleh adat.

11.Ngurus Leuit adalah seseorang yang bertugas untuk mengurusi Leuit Sijimat,

yang merupakan lumbung milik kasepuhan.

12.Ema’ Beurang adalah seseorang yang bertugas untuk menolong ibu-ibu saat

melahirkan.

13.Tukang Bebersih adalah seseorang yang tugasnya membersihkan lingkungan

kasepuhan.

14.Dukun hewan adalah seseorang yang memiliki tugas layaknya dokter hewan.

       8

 Dikutip dari Working Paper dengan judul Pengetahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan : Adaptasi, Konflik dan Dinamika Ekologis, oleh Rahmawati, et al pada tahun 2003.


(1)

kayu, dan sebagainya) Rumahtangga masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi - Karakteristik

rumahtangga

- Sumber-sumber nafkah rumahtangga

- Strategi nafkah rumahtangga

Sejumlah kepala rumahtangga masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi

-Kuesioner

Upaya kolaboratif dalam pengelolaan sumberdaya alam di dalam dan sekitar TNGHS

- Bentuk & kelembagaan kolaboratif

- Kegiatan-kegiatan kolaboratif antara TNGHS dan masyarakat

- Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak

- Tokoh-tokoh adat Kasepuhan Sinar Resmi

- Wawancara mendalam

- Pengumpulan data sekunder


(2)

Lampiran 6. Panduan Pertanyaan Penelitian

a. Panduan Pertanyaan untuk Responden

1. Menurut anda seberapa penting sumberdaya alam yang ada di kawasan TNGHS bagi perekonomian keluarga?

2. Apa pendapat anda ketika lahan garapan anda diperluas menjadi kawasan taman nasional? 3. Apakah perluasan taman nasional berpengaruh pada pekerjaan anda sebagai petani? 4. Apakah ada perbedaan ketika sebelum perluasan dengan sesudah perluasan terkait dengan

lahan garapan anda di dalam TNGHS?

5. Dengan mata pencaharian anda sekarang, apakah bisa memenuhi kebutuhan keluarga anda?

6. Apakah ada pekerjaan lain yang anda lakukan selain bertani? Jelaskan alasannya?

7. Adanya pekerjaan selain bertani apakah karena akses untuk menggarap lahan di TNGHS sudah terbatas?

8. Apa yang anda harapkan dari pengelolaan sumberdaya alam di kawasan TNGHS, terkait dengan masyarakat kasepuhan yang masih memanfaatkan sumberdaya alam ?

b. Panduan Pertanyaan Informan (Tokoh Adat Kasepuhan Sinar Resmi)

Lokasi Wawancara :

Hari/tanggal :

Nama dan umur informan :

1. Apa pendapat anda mengenai kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang ditetapkan dan diatur oleh TNGHS?

2. Sejak perluasan TNGHS, apakah mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi?

3. Bagaimana peran masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap pengelolaan sumberdaya alam di kawasan TNGHS?

4. Dengan akses sumberdaya alam yang sudah terbatas, apakah ada mata pencaharian lain yang dimanfaatkan oleh masyarakat selain di sektor pertanian?

5. Apakah sering terjadi perbedaan pandangan antara masyarakat kasepuhan dengan TNGHS? Jelaskan?

6. Apakah ada upaya dari pihak TNGHS untuk memberdayakan masyarakat kasepuhan? Bila ada, jelaskan?

7. Apakah ada usaha antara masyarakat kasepuhan dan pihak TNGHS untuk saling bekerja sama dalam pengelolaan sumberdaya alam?Bila ada, jelaskan?

8. Apa harapan anda terhadap pemerintah terkait dengan keberadaan TNGHS bagi kesejahteraan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi?


(3)

c. Panduan Pertanyaan Informan (Pengelola Taman Nasional Gunung Halimun Salak) Lokasi Wawancara :

Hari/tanggal :

Nama dan umur informan :

1. Apa pendapat anda mengenai keberadaan masyarakat kasepuhan di kawasan TNGHS? 2. Apa pendapat anda mengenai kebijakan pemerintah tentang ditetapkannya kawasan

TNGHS?

3. Apa pendapat anda mengenai penetapan TNGHS yang tentu saja sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat kasepuhan?

4. Apakah sering terjadi perbedaan pandangan antara pihak TNGHS dan kasepuhan terkait pengelolaan sumberdaya alam?

5. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi perbedaan pandangan tersebut?

6. Apakah ada upaya atau program dari TNGHS dalam memberdayakan masyarakat kasepuhan?

7. Apakah ada upaya yang dibangun oleh pihak TNGHS untuk saling bekerjasama dalam pengelolaan sumberdaya alam di kawasan TNGHS? Bila ada, jelaskan?

8. Dengan upaya kolaboratif tersebut apakah dapat dijadikan sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat kasepuhan?


(4)

Lampiran 7. Kuesioner

KUESIONER PENELITIAN

Strategi Nafkah Masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Oleh : Zuhaida Khoirun Niswah

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Nomor Responden : ………

Tanggal Pengisian : ………

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan

3. Umur :

4. Agama :

5. Pekerjaan :

6. Pendidikan terakhir : 7. Lama tinggal :

8. Status responden : menikah/tidak menikah/bercerai

II. Karakteristik Rumahtangga

a. Jumlah tanggungan rumahtangga

1. Berapakah jumlah anggota keluarga (termasuk anda)?

………orang

2. Berapakan jumlah anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan anda (termasuk anda)?

……… orang

3. Apakah ada anak anda yang masih menempuh pendidikan (bersekolah)?

a. Ada b. Tidak ada Jika ada, berapa jumlahnya? b. Produktivitas pertanian dan pemanfaatannya

4. Apa saja yang anda tanam di lahan garapan? a. Padi b. Palawija c. Sayuran d. Buah-buahan e. Lainnya


(5)

5. Berapakah luas lahan yang anda miliki? a. < 0,5 hektar

b. 0,5 hektar – 1 hektar c. > 1 hektar

6. Berapa jumlah panen yang dihasilkan per musim untuk setiap jenis tanaman yang anda tanam?

Jelaskan

7. Jenis tanaman apa yang anda gunakan untuk konsumsi rumahtangga?

a. Padi b. Palawija c. Sayuran d. Buah-buahan e. Lainnya 8. Berapa banyak hasil panen yang anda gunakan

sebagai konsumsi rumahtangga untuk setiap jenis tanaman yang anda tanam?

Jelaskan

9. Jenis tanaman apa yang anda gunakan untuk dijual ? a. Padi b. Palawija c. Sayuran d. Buah-buahan e. Lainnya 10. Berapa banyak hasil panen yang anda jual untuk

setiap jenis tanaman yang anda tanam?

Jelaskan

III. Sumber-sumber Nafkah Rumahtangga

Sumber-sumber nafkah yang dimiliki oleh rumahtangga

11. Apakah status tanah yang anda miliki? a. Hak milik b. Sewa c. Sakap d. Tanah Adat e. Lainnya 12. Bagaimana pemeliharaan sistem pengairan atau

irigasi yang anda gunakan untuk lahan garapan anda?

Jelaskan

13. Apakah ada anggota keluarga anda yang ikut membantu anda dalam bekerja?

a. Ya b. Tidak Jelaskan 14. Darimana modal yang anda gunakan untuk a.Tabungan


(6)

mengelola lahan garapan? b.Pinjaman c.Hasil panen d.Lainnya

IV. Strategi Nafkah Sebelum dan Sesudah Perluasan TNGHS

a. Rekayasa Sumber Nafkah Pertanian

15. Apakah anda memiliki tenaga kerja untuk mengolah lahan garapan?

a. Ya b. Tidak Jelaskan 16. Apakah anda pernah memperluas lahan garapan

anda?misalnya memanfaatkan lahan kosong atau yang tidak dimanfaatkan oleh rumahtangga lain?

a. Ya b. Tidak Jelaskan b. Pola Nafkah Ganda

17. Apakah anda memiliki pekerjaan selain bertani? a. Ya b. Tidak Jelaskan 18. Berapakah rata-rata pendapatan anda dari pekerjaan

itu?

Rp. ………/hari

c. Migrasi

19. Apakah anda memiliki pekerjaan lain selain pekerjaan di lokasi tempat tinggal anda sekarang? Misalnya ke luar Desa Sinar Resmi?

a. Ya b. Tidak Jelaskan 20. Apakah ada anggota keluarga anda yang bekerja di luar

Desa Sinar Resmi?

a. Ya b. Tidak Jelaskan