MEDIA SOSIAL DAN PEMERINTAH

Lebih lanjut mengenai penggunaan media sosial, studi oleh We Are Social pada tahun 2015 menyebutkan bahwa rata-rata masyarakat di dunia menghabiskan 2,4 jam waktunya per hari untuk menggunakan media sosial [13]. Selain itu beberapa media sosial juga diakses setiap hari oleh mayoritas pengguna aktifnya. Hal ini terungkap dari studi yang dilakukan Pew Research pada tahun 2013 tentang frekensi penggunaan media sosial di mana hasilnya untuk Facebook sebanyak 70 pengguna aktif menggunakan Facebook setiap hari. Selain Facebook, Instagram digunakan oleh 49 pengguna aktifnya setiap hari dan media sosial popular Twitter digunakan 36 pengguna aktifnya setiap hari [14]. Facebook menjadi media sosial dengan pengguna aktif terbanyak pada tahun 2016 mencapai 1,55 miliar pengguna, disusul Whatsapp dengan 900 juta pengguna di posisi kedua, lalu diposisi ketiga ada QQ yang berasal dari Tiongkok dengan 860 juta pengguna, namun angka untuk QQ memiliki tingkat akurasi yang rendah karena banyaknya pengguna yang memiliki lebih dari 1 akun [12]. Twitter sebagai media sosial yang cukup popular digunakan saat ini memiliki pengguna aktif sebanyak 320 juta pengguna, di mana pada tahun ini Instagram memiliki pengguna aktif yang lebih banyak sejumlah 400 juta pengguna [12]. Penggunaan media sosial di perangkat mobile saat ini mencapai angka yang fantastis, sebagai contoh untuk Facebook, sekitar 85 dari total pengguna aktif terhubung lewat telepon genggam dengan 83 yaitu sebanyak 1,259 miliar pengguna mengakses melalui smartphone dan 2 sisanya sebanyak 38 juta melalui fitur pada telepon genggamnya [12]. Angka tersebut dan angka pengguna media sosial melalui perangkat mobile menunjukkan angka yang fantastis dan memberikan gambaran bahwa ke depannya media sosial akan diakses lebih banyak melalui perangkat mobile. Selain itu dengan data-data yang diperoleh dapat dilihat bahwa media sosial sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat saat ini.

3. STUDI LITERATUR

3.1 PENERAPAN E-

GOVERNMENT SECARA GLOBAL E-government merupakan hal yang tengah gencar dibahas dan diimplementasikan oleh berbagai pemerintahan di dunia. Hal ini tengah gencar dibahas dan diimplementasikan karena jika pemerintah ingin memperbaiki kondisi pemerintahan yang ada, pemerintah harus lebih merangkul masyarakatnya secara lebih luas dan langsung. E-government dipandang sebagai solusi karena menyediakan peluang sebagai alat komunikasi tambahan untuk di antara pemerintah dan masyarakatnya [7]. Saat ini perkembangan e-government di berbagai pemerintahan dunia dipantau secara langsung oleh PBB melalui United Nations E- Government Survey [15]. Pemantauan ini menggunakan framework EGDI E- Government Development Index dimana dalam EGDI ini ada 3 faktor yang dipertimbangkan yaitu OSI Online Service Index, TII Telecommunication Infrastructure Index dan HCI Human Capital Index [15]. Hasil dari United Nations E-Government Survey pada tahun 2014, memperlihatkan bahwa saat ini rata-rata EGDI adalah 0,4712. Hasil tersebut jika dilihat lebih dalam, PBB telah mengelompokan negara-negara berdasarkan rentang EGDI yang diperoleh, di mana hasilnya 55 negara masih memiliki EGDI yang menengah dan rendah, sedangkan hanya 13 memiliki EGDI sangat tinggi dan 32 memiliki EGDI tinggi [15]. Hal ini menjadi pertanda bahwa perkembangan e-government di banyak pemerintahan dunia, belum mencapai tingkat yang diharapkan [2]. Beberapa hal dapat menjadi penghambat penerapan e-government yang ada, antara lain rasa tidak puas dari masyarakat yang telah mencoba e-government dan beralih ke metode tradisional, kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap layanan e- government yang ada, seringkali masyarakat membutuhkan rasa percaya yang tinggi untuk menggunakan layanan e-government melalui internet, kurangnya komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, kurangnya kegunaan dari layanan e-government yang tersedia, turunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah hingga ketidakpedulian dan rasa tidak tertarik masyarakat akan e- government [2]. Mengetahui fakta-fakta terkait penerapan e- government secara global mendorong berbagai pihak terutama pemerintah untuk mencari solusi agar penerapan e-government dapat lebih maksimal. Salah satu solusi untuk masalah tersebut adalah dengan membangun kesadaran, pengetahuan, persepsi serta kepercayaan masyarakat terhadap e- government [2]. Media sosial dianggap berbagai pihak mampu untuk menjadi media menjalankan solusi tersebut dalam rangka memaksimalkan penerapan e-government.

3.2 MEDIA SOSIAL DAN PEMERINTAH

Tren penggunaan media sosial di masyarakat tidak hanya mempengaruhi masyarakat itu sendiri namun juga mempengaruhi pihak-pihak yang terkait dalam kehidupan masyarakat, salah satunya adalah pemerintah. Banyak pemerintah di dunia saat ini telah menggunakan media sosial sebagai media untuk berkomunikasi dengan masyarakatnya. Alasan penggunaan media sosial oleh pemerintah untuk berkomunikasi dengan masyarakatnya karena media sosial dianggap sebagai media yang mampu menjangkau masyarakat secara luas, langsung dan interaktif, serta masyarakat saat ini mayoritas sudah menggunakan media sosial dalam berbagai aspek kehidupannya sehari-hari. Salah satu contoh penggunaan media sosial oleh pemerintah adalah penggunaan media sosial oleh Walikota Kota Bandung yaitu Ridwan Kamil. Ridwan Kamil menggunakan media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube dan Instagram untuk melaporkan apa yang Ia dan pemerintahannya lakukan sesuai dengan program kerja yang telah dicanangkan oleh pemerintahannya [4]. Cara Ridwan Kamil menggunakan media sosialnya ternyata sangat diterima dan disukai oleh sebagian besar masyarakat Kota Bandung [4]. Hal itu terbukti dengan banyaknya jumlah pengikut Ridwan Kamil di berbagai akun media sosialnya, jumlah tersebut mencapai 1,33 juta pengikut pada Twitter, 1.950.203 orang yang menyukai halaman Facebook Ridwan Kamil dan 2,9 juta pengikut pada Instragram dengan 2.789 foto di akunnya per 10 April 2016, sumber : Facebook, Twitter dan Instagram Ridwan Kamil. Tidak hanya disukai, media sosial dari Ridwan Kamil juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi masyarakat Kota Bandung untuk menggunakan media sosial sebagai sumber utama untuk mendapatkan laporan dari pemerintah [4]. Penggunaan media sosial oleh Ridwan Kamil secara tidak sadar mendorong masyarakat Kota Bandung untuk memiliki partisipasi terhadap e- government. Selain itu, inisiatif open government dalam pelayanan publik di Kota Bandung mulai terdorong akibat penggunaan media sosial oleh Ridwan Kamil yang menghubungkan antara masyarakat Kota Bandung dan Pemerintah Kota Bandung [4]. Selain Ridwan Kamil, peggunaan media sosial pada pemerintah juga dilakukan digunakan oleh Pemerintah Hong Kong. Pemerintah Hong Kong memiliki portal pemerintahan www.gov.hk yang memiliki social media link yang memiliki daftar seluruh akun media sosial resmi pemerintah serta lembaga pemerintah [10]. Berdasarkan data yang dihimpun dari website www.gov.hk , pada April 2011, terdapat 44 akun media sosial yaitu 14 akun resmi Pemerintah Hong Kong serta 16 akun lembaga pemerintahan yang ada pada Blog, Facebook, Twitter, YouTube dan SinaMicroblog [10]. Pemerintah Hong Kong dan lembaga pemerintahnya paling banyak menggunakan Facebook sebagai media sosial resminya [10]. Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan menemukan bahwa 9 dari 30 lembaga pemerintah beserta pemerintah di Hong Kong memiliki lebih dari satu media sosial [10]. Kemudian dari data yang dikumpulkan dari tahun 2006 hingga 2011, pemerintah dan lembaga pemerintah di Hong Kong telah membuka 31 media sosial tidak termasuk Facebook di mana pada tahun 2010 menjadi puncak pembukaan akun media sosial dengan 17 akun media sosial baru yang mayoritas adalah YouTube dan Twitter [10]. Akun media sosial yang dimiliki oleh pemerintah dan lembaga pemerintah di Hong Kong dari hasil observasi terhadap 36 akun media sosial tidak termasuk Blog tahun 2011 diikuti oleh 100 hingga 10000 pengikut [10].

3.3 PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL