30
C. Lokasi, Jenis dan Volume
SL-PHT dilaksanakan di 24 provinsi, 89 kabupaten dan 194 kelompok tani yaitu
Provinsi Aceh Kabupaten Aceh Barat dan Pidie
Jaya, Provinsi
Sumatera Utara
Kabupaten Asahan dan Simalungun, Provinsi Bengkulu
Kabupaten Kepahiang
dan Bengkulu Utara, Provinsi Riau Kabupaten
Pelalawan, Provinsi
Sumatera Selatan
Kabupaten Ogan Ilir, OKU, Musi Rawas dan OKI, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Kabupaten Belitung, Bangka Barat, dan Bangka
Selatan, Provinsi
Lampung Kabupaten Tanggamus, Lampung Utara,
Lampung Timur, Way Kanan dan Pringsewu, Provinsi Banten Kabupaten Pandeglang,
Lebak, Provinsi Jabar Kabupaten Cianjur, Garut,
Bandung Barat,
Tasikmalaya, Sukabumi, Indramayu, Kuningan, Majalengka
dan Subang,
Provinsi Jawa
Tengah Kabupaten Semarang, Jepara, Magelang,
Purworejo, Purbalingga, Pati, Rembang, Sukoharjo dan Pekalongan, Provinsi DI
Yogyakarta Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Bantul dan Kulonprogo, Provinsi Jawa
Timur
Kabupaten Kediri,
Malang, Tulungagung, Bondowoso, Sidoarjo, Madiun,
Mojokerto, Ngawi, Jember dan Jombang, Provinsi Bali Kabupaten Jembrana, Tabanan,
Badung, Buleleng, Bangli dan Gianyar,
31 Provinsi NTB Kabupaten Lombok Utara,
Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Tengah, Provinsi NTT Kabupaten Sikka,
Provinsi
Kalimantan Barat
Kabupaten Bengkayang, Sintang, Sambas, Kuburaya,
Singkawang dan Pontianak, Provinsi Kaltim Kabupaten Kutai Kartanegara dan Panajam
Paser Utara, Provinsi Sulawesi Utara Kota Bitung,
Provinsi Sulawesi
Selatan Kabupaten Gowa, Wajo, Bulukumba, Maros,
Luwu Utara, Bone dan Takalar, Provinsi Sulawesi
Tenggara Kabupaten
Konawe Selatan, Konawe Utara dan Kolaka Utara,
Provinsi Gorontalo Kabupaten Boalemo, Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Sigi dan
Donggala,
Sulawesi Barat
Kabupaten Polewali Mandar dan Mamuju, dan Provinsi
Maluku Utara Kabupaten Halmahera Utara.
D. Simpul Kritis
a. SL-PHT dilaksanakan kurang dari 16 kali pertemuan
dan interval
pertemuan kurang dari satu minggu sehingga kualitas
SL-PHT kurang. Pelaksanaan kegiatan harus disesuaikan dengan karakteristik
masing-masing
komoditas, pertemuan
harus dilaksanakan sebanyak 16 kali dengan interval satu minggu.
b. Penyampaian silabus materitopik tidak sesuai
dengan analisa
kebutuhan pelatihan, sehingga pengetahuan dan
32 keterampilan yang diberikan tidak sesuai
dengan yang dibutuhkan petani. Pemandu Lapang harus menyampaikan silabus
materitopik yang didasarkan atas analisa kebutuhan pelatihan.
c. Pre-test dan Post-test dalam bentuk Ballot Box tidak dilakukan menyebabkan
materi yang dibutuhkan oleh petani tidak diketahui dan peningkatan pengetahuan
serta keterampilan petani tidak dapat diukur setelah mengikuti SL-PHT. Pre-test
dan Post-test harus dilaksanakan oleh pemandu lapang.
d. Keterbatasan jumlah Pemandu Lapang SL- PHT dapat mengakibatkan pelaksanaan
kegiatan Sl-PHT kurang maksimal. Untuk itu perlu memaksimalkan fungsi petugas
yang telah mengikuti pelatihan dan memberdayakan petugas purna bakti yang
bersertifikat PL.
e. Praktek perbanyakan APH dan pembuatan pupuk organikpupuk kandangbokashi
merupakan salah satu materi yang harus diberikan
namun tidak
dilakukan, sehingga setelah SL-PHT petani tidak
mampu membuat sendiri. Untuk itu kegiatan tersebut harus dilakukan.
33
IV. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN DAN PENDAMPINGAN