I. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan manusia yang selama ini diperbincangkan baik dikalangan praktis maupun teoritis terutama pihak yang terlibat
langsung dalam pelaksanaan pendidikan. Dalam Undang-Undang pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional Pasal 34 ayat 1-3 telah ditetapkan bahwa:
1. Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti wajib belajar. 2. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. 3. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh
lembaga pendidikan, pemerintah dan masyarakat.
2
. Berdasarkan ketentuan di atas bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat dan keberhasilan pendidikan
sangat tergantung dari usaha terpadu yang dilaksanakan secara sinergis antara komponen terkait. Mengingat pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap warga negara
dan merupakan jalan untuk meningkatkan sumber daya manusia SDM sebagai penopang tercapainya pembangunan baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan bidang- bidang lainya.
Keterkaitan antara pendidikan dan pembangunan menyangkut bagaimana meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sebab, memadai akan mampu
menyerap informasi baru yang lebih efektif. Dengan demikian pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup suatu masyarakat dalam menjawab
tantangan dan perubahan yang dihadapinya. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang berusaha untuk meningkatkan pemerataan pendidikan. Kebijakan pembangunan
di bidang pendidikan diarahkan dan pada terciptanya pemerataan dan keadilan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar, program wajib belajar yang telah dicanangkan oleh
pemerintah sejak tahun 1994 merupakan puncak dari upaya mencapai pemerataan dan keadilan pada tingkat pendidikan dasar yang semula 6 tahun usia 7- 12 kemudian
ditingkatkan menjadi 9 tahun usia 7 – 15. Berdasarkan hasil pengamatan Demikian halnya masyarakat di Kecamatan Moutong
kasus yang serupa sering terjadi, ini bisa dijadikan bukti bahwa pendidikan di Kecamatan Moutong tersebut rendah. Berdasarkan realita di lapangan bahwa di Kecamatan Moutong
terdapat beberapa anak putus sekolah pada usia wajib belajar.
4. UU RI NO.3 TH. 1997. Undang-Undang Peradilan Anak. Jakarta: Sinar Grafika
Hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan, maupun faktor keluarga. Bahwa pada umumnya masyarakat di Kecamatan Moutong itu bermata pencaharian bertambang emas,
nelayan dan petani, yang diketahui bahwasanya tingkat pendidikan mereka relatif rendah. Akibat tingkat pendidikan orang tua yang relatif rendah maka kesadaran terhadap pendidikan
anak otomatis akan rendah pula. Akibat rendahnya tingkat pengalaman orang tua akan pentingnya pendidikan anak sehingga dalam jangka setahun terakhir angka anak putus
sekolah di Kecamatan Moutong kian bertambah yang terdapat pada jenjang pendidikan SD, SMP, maupun SMA. Fenomena putus sekolah di Kecamatan Moutong ini tidak bisa
dibiarkan, sehingga perlu mendapat perhatian dari semua pihak baik itu masyarakat maupun pemerintah, dengan terdapat beberapa anak putus sekolah di Kecamatan Moutong .
berdasarkan uraian di atas maka penulis mengambil rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa yang menyebabkan anak putus sekolah di Kecamatan Moutong”.
Dan “Bagaimana dampak anak putus sekolah bagi kehidupan masyarakat di Kecamatan Moutong”. Adapun tujuan dari penelitian ini ialah “Mengetahui faktor-faktor penyebab anak
putus sekolah di Kecamatan Moutong”. dan “Mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan anak putus sekolah bagi kehidupan masyarakat”.
Persoalan anak putus sekolah bukanlah sesuatu yang baru untuk di perbincangkan namun persoalan ini begitu urgen untuk di perbincangkan dari kalangan akademisi maupun
kalangan umum lainya, sebab persoalan ini bersentuh langsung dengan kemajuan suatu negara bangsa dan masyarakat. Terputus sekolahnya seorang anak atau masyarakat, tentu saja
suatu hal yang sebenarnya tidak dikehendaki baik bagi mereka yang mengalami, maupun orang lain yang secara langsung melihat kenyataan ini. Sehubungan dengan itu, Trismansyah
1998:18 berpendapat bahwa anak putus sekolah ialah anak yang mengalami kegagalan mengikuti pendidikan di sekolah, sehingga ia berhenti sekolah sebelum waktunya. Anak
putus sekolah merupakan anak yang terdaftar di sekolah SD, SMP, SMA namun belum mengelesaikan sekolahnya.
3
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa dapat di ambil kesimpulan Anak putus sekolah bisa di katakan anak yang gagal dalam mengikuti pendidikanya. Masalah putus sekolah bisa
menimbulkan ekses dalam masyarakat, sebab orang putus sekolah biasanya menjadi pengangguran yang belum memiliki keahlian untuk bekerja atau menghasilkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
5. Trismansyah, 1998. Anak Putus Sekolah dan Permasalahanya. Jakarta, Percetaka Rosda Karya.
Karena jenjang pendidikannya masih rendah, orang putus sekolah belum punya pemikiran-pemikiran yang bersifat kedewasaan maupun sifat kemandirian sehingga ia akan
menjadi sampah masyarakat pengangguran yang akan menjadi masalah sosial. Adapun faktor penyebab anak putus sekolah Menurut Sukmadinata Suyanto,
2003:342 adalah. Faktor utama Anak Putus Sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang
tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Sehingga anak harus berhenti sekolah karena orang tuanya tidak mempunyai uang untuk
biaya sekolah anaknya. Di samping itu orang tua juga tidak mau kalau anaknya harus berhenti sekolah. Orang tua hanya ingin agar anak-anaknya bisa
menuntut ilmu dan agar anak bisa meraih cita-citanya. Selain itu, tidak jarang terjadi orang tua meminta anaknya berhenti sekolah karena mereka
membutuhkan tenaga anaknya untuk membantu pekerjaan orang tua.Misalnya di daerah perkotaan, Anak Putus Sekolah di bawah usia, bekerja di pabrik-
pabrik untuk membantu ekonomi orang tua. Adapun di daerah pedesaan, selain di sektor pertanian dan perkebunan, biasanya Anak Putus Sekolah bekerja di
sektor industri kecil, sektor informal, dan perdagangan tradisional.
4
Secara garis besar, karakteristik Anak Putus Sekolah Marzuki 1994:226 adalah: Awal dari tidak tertib mengikuti pelajaran disekolah, terkesan memahami
belajar hanya sekedar kewajiban masuk di kelas, dan mendengarkan guru berbicara tanpa diikuti dengan kesungguhan untuk mencerna pelajaran secara
baik. Akibat prestasi belajar yang rendah, pengaruh keluarga, atau karena pengaruh teman sebaya, kebanyakan Anak Putus Sekolah selalu ketinggalan
pelajaran dibandingkan teman-teman sekelasnya. Kegiatan belajar di rumah tidak tertib, dan tidak disiplin, terutama karena tidak didukung oleh upaya
pengawasan dari pihak orang tua. Perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh kegiatan lain yang ada hubungannya dengan pelajaran.
Kegiatan bermain dengan teman sebayanya meningkat pesat.
5
Penanggulangan anak putus sekolah adalah cara untuk mengatasi anak yang telah putus sekolah atau anak yang tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar maupun menengah secara formal maupun non formal. Penanganan ini dilakukan oleh pemerintah biasanya dengan program kejar paket yaitu
mengikuti program kelompok belajar paket A bagi mereka yang tidak tamat SD dan B untuk yang belum tamat SMP serta C bagi SMA. Departemen pendididkan nasional juga
menyediakan alternative untuk mereka yang kurang beruntung tersebut. Namanya pendidikan kesetaraan.
6. Suyanto. 2003. Masalah Sosial Anak. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
7. Marzuki, 1994. Meberapa Anak Penyebab Anak Putus Sekolah Makalah Utama Konferensi Pendidikan
Nasional III, Medan IKIP Medan.
II. METODOLOGI PENELITIAN