Pemanfaatan Model Simulasi Untuk Menduga Produktivitas Kentang (Solanum Tuberosum L.) Studi Kasus : Kadudampit, Kabupaten Sukabumi

PEMANFAATAN MODEL SIMULASI UNTUK MENDUGA
PRODUKTIVITAS KENTANG (Solanum tuberosum L.)
STUDI KASUS : KADUDAMPIT, KABUPATEN SUKABUMI

YUDA PRATOMO HENDARTONO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Model
Simulasi untuk Menduga Produktivitas Kentang (Solanum tuberosum L.) Studi
Kasus : Kadudampit, Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Yuda Pratomo Hendartono
NIM G24080011

ABSTRAK
YUDA PRATOMO HENDARTONO. Pemanfaatan Model Simulasi untuk
Menduga Produktivitas Kentang (Solanum tuberosum L.) Studi Kasus :
Kadudampit, Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh YON SUGIARTO.
Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat merupakan daerah dengan
ketinggian 1127 meter di atas permukaan laut sehingga memiliki potensi untuk
budidaya tanaman hortikultura, salah satunya adalah tanaman kentang (Solanum
tuberosum L.). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi budidaya kentang
di Kadudampit dengan menggunakan model simulasi yang disusun oleh Salwati
(2005). Hasil model simulasi akan dibandingkan dengan hasil penelitian
Sulistiono (2005) dan Utami (2012). Hasil keluaran model simulasi kentang
digunakan untuk menduga produktivitas serta waktu panen tanaman kentang.
Berdasarkan kajian iklim dan hasil model simulasi, daerah Kadudampit memiliki
potensi sebagai wilayah pengembangan budidaya kentang. Iklim daerah kajian

mendukung kesesuaian pertumbuhan kentang. Pembandingan prediksi model
dengan hasil penelitian Sulistiono (2005) berbeda. Pada periode penelitian
Sulistiono (2005) radiasi surya lebih tinggi sehingga produktivitas kentang lebih
besar dan suhu lebih rendah sehingga umur tanaman lebih lama. Pembandingan
simulasi model dengan hasil observasi Utami (2012) menunjukkan hasil yang
berbeda karena pada masa mendekati waktu panen, tanaman terkena serangan
penyakit busuk layu. Hasil produktivitas dan lama waktu panen model simulasi,
Sulistiono (2005), dan Utami (2012) adalah sebagai berikut 9,03 ton/ha pada 89
hari; 13,10 ton/ha pada 98 hari; dan 3,75 ton/ha pada 94 hari. Namun
pembandingan hasil model simulasi dengan data observasi dibawah 66 HST
menunjukkan nilai dan pola yang hampir sama.
Kata kunci: Model, simulasi, produktivitas, kentang, biomassa

ABSTRACT
YUDA PRATOMO HENDARTONO. The Application of Crop Simulation Model
to Estimate The Potato Productivity. Case Studi in Kadudampit, Sukabumi
Region. Supervised by YON SUGIARTO.
Kadudampit, Sukabumi Region, West Java is a highland with 1127 meters
above sea level that’s mean it have a potency for horticultura cultivation, one of
them is potato ((Solanum tuberosum L.). This research purpose is for studying

potency of potato cultivation in Kadudampit, Sukabumi Region, Jawa Barat using
crop simulation model that was builded by Salwati (2005). The results of
simulation model will compared with the result of researchs from Sulistiono
(2005) and Utami (2012). The output of simulation model is used to estimate
potato productivity and harvesting time. Based on climate studied and output of
simulation model, Kadudampit regency potentially as a potato cultivation area.
The climate condition supported the potato growth and development. That
comparison with research results of Sulistiono (2005) are different. On Sulistiono
(2005) research periode, that solar radiation is higher cause potato productivity is
biger and that temperature is cooler cause harversting time is shorter. Whereas,
that comparison with observation data (Utami 2012) are so different because the
plants have infected by disease when approaching harvesting time. The result of
productivity and harvesting time from simulation model, Sulistiono (2005), and
Utami (2012) is 9,03 ton/ha at 89 days; 13,10 ton/ha at 98 days; and 3,75 ton/ha at
94 days. However, the comparison of model simulation results with observations
before 66 day after planting have similarities.
Keywords: Model, simulation, productivity, potato, biomass

PEMANFAATAN MODEL SIMULASI UNTUK MENDUGA
PRODUKTIVITAS KENTANG (Solanum tuberosum L.)

STUDI KASUS : KADUDAMPIT, KABUPATEN SUKABUMI

YUDA PRATOMO HENDARTONO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini ialah

validasi kaluaran model simulasi pertanian menggunakan model simulasi kentang
Salwati (2012), dengan judul Potensi Budidaya Kentang (Solanum tuberosum L.)
di Kadudampit, Kecamatan Sukabumi, Jawa Barat Memanfaatkan Model Simulasi
Pertanian untuk Tanaman Kentang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Yon Sugiarto, S.Si M.Sc
selaku pembimbing yang telah memberikan masukan serta arahan selama
penyusunan skripsi ini, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc. yang telah
banyak memberi arahan selama kegiatan penelitian. Ucapan terimakasih juga
disampaikan kepada kedua orang tua dan adik tercinta atas segala kasih sayang,
doa, dan dukungannya. Ungkapan terimakasih kepada sang istri tercinta Meta
Asterizka atas dukungan serta doa yang tak pernah henti. Terimakasih kepada
Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan pengetahuan selama masa pembelajaran
dan seluruh staf pegawai GFM yang membantu dalam administrasi selama masa
perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Mas Taufiq Yuliawan,
Fitra Dian Utami, Mas Punky Ari Wibowo, Sintong Pasaribu, Ibu Salwati, Mas
Wiranto serta para pekerja kebun atas semua kenangan serta kebersamaan selama
di lapangan, juga untuk sahabat GFM 45 untuk semua kehangatan selama masa
perkuliahan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Yuda Pratomo Hendartono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Tanaman Kentang

2

Syarat Tumbuh Tanaman Kentang

3


Tanah dan Ketinggian Tempat

3

Iklim

4

Model Simulasi Pertanian
METODE

4
5

Waktu dan Tempat

5

Bahan


5

Alat

6

Prosedur Analisis Data

6

Klasifikasi Schmidth-Ferguson

6

Model Simulasi Tanaman Kentang

7

Pembandingan Keluaran Model


8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Iklim Wilayah Kajian

9
9

Potensi Produktivitas Berdasarkan Hasil model simulasi Kentang

10

Perbandingan Hasil Model Simulasi Kentang Dengan Hasil Observasi

12

SIMPULAN DAN SARAN

16


Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL
1. Perbandingan hasil model dengan pengamatan lapang

12

DAFTAR GAMBAR
1. Morfologi tanaman kentang
2. Nilai Q (%) untuk menentukan batas–batas tipe iklim
Berdasarkan Klasifikasi Schmidth-Ferguson
3. Suhu rata-rata dan kelembaban relatif bulanan 2004-2013
4. Curah hujan rata-rata dan jumlah kejadian hari huja bulanan
2004-2013
5. Hasil model simulasi tanaman kentang
6. Perbandingan antara keluaran model dan observasi biomassa akar,
batang, daun, dan umbi tanaman kentang di Kadudampit (a),
perbandingan plot 1:1 (b)
7. Perbandingan antara keluaran model dan observasi biomassa akar,
batang, daun, dan umbi tanaman kentang dibawah 66 HST di
Kadudampit (a), perbandingan plot 1:1 (b)

3
6
9
10
11

14

15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data iklim stasiun PT. Perkebunan Nusantara VIII Goalpara
2. Data iklim Goalpara hasil penelitian Sulistiono (2005)
3. Data suhu (oC) bulanan Goalpara 2004-2013
(BPS Kab. Sukabumi)
4. Data RH (%) bulanan Goalpara 2004-2013 (BPS Kab. Sukabumi)
5. Data CH (mm) bulanan Goalpara tahun 2004-2013
(BPS Kab. Sukabumi)
6. Data HH (hari) Goalpara tahun 2004-2013 (BPS Kab. Sukabumi)
7. Data Klasifikasi iklim Schmidth-Ferguson CH bulanan 2004-2013
8. Jumlah BB, BK, dan BL Schmidth-Ferguson
9. Hasil pengukuran biomassa tanaman kentang (Utami 2012)
10. Dokumentasi kebun percobaan tanaman kentang
11. Tampilan model simulasi tanaman kentang

18
20
21
21
22
22
23
23
23
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu komoditas
hortikultura penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Kentang adalah tanaman
pangan utama keempat dunia, setelah gandum, jagung, dan padi. Tingginya nilai
gizi menyebabkan kentang banyak diproduksi di berbagai wilayah, termasuk
daerah yang kurang produktif (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Produksi kentang
di Indonesia telah berkembang dengan pesat dan menjadikan Indonesia sebagai
negara penghasil kentang terbesar di Asia Tenggara (Deptan 2008). Dari tahun ke
tahun luas areal, hasil produksi, dan produktivitas kentang selalu terjadi
penurunan. Pada tahun 2009 luas panen kentang di Indonesia 71.238 ha, produksi
1.176.304 ton dengan produktivitas 16,51 ton/ha. Produktivitas kentang menurun
menjadi 15,94 ton/ha pada tahun 2010, dengan luas panen 66.531 ha dan produksi
total 1.060.805 ton. Pada tahun 2011 kembali terjadi penurunan menjadi luas
panen 54.819 ha, produksi 863.680 ton, dan produktivitas 15,76 ton/ha (BPS
2012).
Pemerintah mencanangkan kentang mendapat prioritas untuk dikembangkan
serta mempunyai potensi dalam diversifikasi pangan. Selain sebagai penyedia
sumber bahan pangan alternatif, kentang juga memiliki nilai ekonomi tinggi
karena harga yang relatif stabil serta produktivitas yang tinggi antara 15 – 30
ton/ha sehingga mempunyai potensi besar dalam menyejahterakan petani (Lakoy
2009).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam usaha meningkatkan produksi
kentang yang efisien dan efektif adalah melakukan optimalisasi wilayah-wilayah
yang memiliki potensi sumberdaya lahan dengan kesesuaian iklim tumbuh
tanaman kentang. Optimalisasi wilayah-wilayah yang cocok untuk budidaya
tanaman kentang dapat menjadi terobosan dalam upaya peningkatan produksi
kentang dalam negeri, seperti di Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
yang merupakan salah satu wilayah pemasok sayuran di Jawa Barat dan Jakarta.
Prediksi terhadap daerah-daerah potensi pengembangan budidaya kentang
dapat dilakukan dengan menggunakan model simulasi pertanian. Model simulasi
tanaman merupakan analisis sekaligus sintesis hasil-hasil penelitian lapang yang
mempunyai kemampuan prediksi, sehingga dapat dipergunakam dalam
perencanaan di wilayah pengembangan maupun sebagai dasar acuan pengelolaan
tanaman (Djufry, 2005).
Model simulasi pertanian dapat menjadi salah satu alternatif dalam usaha
pengembangan budidaya tanaman kentang karena di dalamnya terdapat analisa
kuantitatif tentang interaksi iklim dan tanaman. Unsur-unsur cuaca yang selalu
berubah baik secara diurnal maupun musiman menyebabkan fluktuasi hasil
tanaman dari musim ke musim. Hal tersebut membuat interaksi antara cuaca
dengan tanaman menempati porsi yang cukup banyak dalam pemodelan
pertumbuhan tanaman (Handoko 1994).
Model simulasi pertanian mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
penelitian agronomi, diantaranya dalam hal penghematan waktu dan biaya.

2
Keunggulan lain adalah model simulasi dapat diterapkan pada tempat yang
berbeda-beda, jika asumsi-asumsi yang ada dipenuhi. Walaupun model simulasi
mempunyai keunggulan, namun perlu disadari bahwa tiap model mempunyai
keterbatasan. Model biasanya dibuat hanya untuk menggambarkan suatu proses
atau beberapa proses tertentu dari suatu sistem sehingga model tidak akan
memberikan hasil prediksi yang baik terhadap proses-proses di luar tujuan
pembuatan model (Handoko 1994).
Model simulasi tanaman kentang yang digunakan dalam penelitian kali ini
adalah model yang disusun oleh Salwati (2012) untuk menggambarkan proses
perkembangan dan pertumbuhan tanaman, serta proses neraca air pada budidaya
tanaman kentang. Setelah model tervalidasi maka model dapat diaplikasikan
sebagai alat bantu pengambilan keputusan (decision-support tool) (Goudriaan et
al. 1998). Decision-support tool ini dapat meliputi : penentuan potensi produksi
pada berbagai wilayah sentra produksi kentang di Indonesia, pemilihan varietas,
pemilihan waktu tanam yang optimum, dan simulasi dampak perubahan iklim
terhadap hasil tanaman kentang (Salwati 2012). Aplikasi model simulasi tanaman
kentang yang telah tervalidasi pada suatu daerah dapat menjadi acuan
perencanaan pengembangan budidaya tanaman kentang.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji Potensi budidaya kentang (solanum tuberosum L.) di
Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
2. Membandingkan hasil keluaran model simulasi kentang dengan data
observasi lapangan

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kentang
Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk jenis tanaman dikotil yang
bersifat semusim, berumur pendek dan berbentuk semak atau herba (Kline dan
Halseth 1990). Menurut Rukmana (1997), sistematika tumbuhan (taksonomi)
tanaman kentang adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Solanales
Famili
: Solanaceae
Genus
: Solanum
Spesies
: Solanum tuberosum L.

3

Gambar 1 Morfologi Tanaman Kentang
(Sumber : www.inspection.gc.ca)
Musawir (2005) menyatakan tanaman ini daunya berwarna hijau dan kelabu
yang tumbuh berselang seling. Daun berbentuk lonjong dengan ujungnya
meruncing. Batang tanaman berbentuk segiempat, memiliki sifat agak keras tetapi
tidak begitu kuat. Tanaman umumnya berbunga dan memiliki warna kuning, putih
atau ungu. Bunga memiliki benang sari lima buah dan tangkai putiknya panjang.
Tanaman kentang mempunyai sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar
serabut umunya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah
dangkal. Di antara akar-akar tersebut ada yang akan berubah bentuk dan fungsi
menjadi bakal umbi (stolon) yang akan menjadi umbi (Sunarjono 2004).
Tanaman kentang dapat tumbuh tegak dengan ketinggian 0,5 meter – 1,2
meter, tergantung pada varietasnya (Samadi 2007). Kentang termasuk tanaman
semusim karena hanya satu kali berproduksi, setelah itu mati (Huaman 1986).
Menurut Rukmana (1997) umur tanaman kentang rata-rata antara 90-180.
Syarat Tumbuh Tanaman Kentang
Tanah dan Ketinggian Tempat
Tanaman kentang hanya akan tumbuh subur pada tanah yang gembur,
sedikit berpasir dan banyak mengandung unsur hara. Jenis tanah yang paling baik
adalah andosol yang mengandung abu vulkanik, namun baik pula tanah lempung
yang mengandung pasir, seperti latosol, aluvial dan grumosol, bila diikuti dengan
pemberian pupuk organik dan pengapuran pupuk yang memadai, maka tanaman
kentang dapat tumbuh dengan baik (Rukmana 1997). Derajat keasaman tanah (pH
tanah) yang sesuai untuk kentang bervariasi, tergantung dari varietasnya.
Misalnya kentang industri cocok ditanam ditanah dengan pH 7,0 sedangkan
kentang lokal dapat tumbuh baik pada pH 5,0-5,5 (Setiadi dan Fitria 1993).

4
Kelembaban tanah yang cocok untuk umbi kentang adalah 70%. Kelembaban
tanah yang lebih dari 70% menyebabkan kentang mudah mengalami busuk batang
dan akar.
Setiadi dan Fitria (1993), menyimpulkan bahwa kentang dapat tumbuh
subur ditempat yang cukup tinggi, seperti daerah pegunungan dengan ketinggian
sekitar 500 hingga 3000 meter dpl. Namun tempat yang ideal adalah berkisar
antara 1000-1300 m dpl. Kentang yang ditanam diketinggian kurang dari 1000 m
dpl biasanya kecil, seperti kentang yang ditanam di daerah Batu, Malang yang
hanya mempunyai ketinggian sekitar 800 m dpl. Ketinggian tempat atau letak
geografis berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Iklim
Tanaman kentang berasal dari daerah subtropis. Sesuai dengan pembawaan
serta sifat aslinya, tanaman kentang tumbuh pada daerah berhawa dingin. Secara
umum, daerah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman ini yaitu daerah dengan
suhu udara rata-rata harian yang berkisar 15-20oC, radiasi surya 10-25 MJ m-2
perhari, dan kelembaban 80-90% (Sunarjono 2004), serta curah hujan 1200-1500
mm pertahun (Cahyono 1996). Pada perkembangan selanjutnya, kentang
disebarluaskan kedaerah lain dan ternyata bisa tumbuh dan beradaptasi di daerahdaerah beriklim tropis yang memiliki dua musim, seperti Indonesia daerah-daerah
garis khatulistiwa. Kentang yang dapat tumbuh didaerah tropis tetap saja
membutuhkan daerah yang berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara yang ideal
untuk kentang berkisar antara 15-18°C pada malam hari dan 24-30 °C pada siang
hari (Setiadi dan Fitria 1993). Pertumbuhan umbi akan sangat terhambat apabila
suhu kurang dari 10°C dan lebih dari 30°C (Samadi 2007).
Curah hujan juga berpengaruh terhadap tanaman kentang. Curah hujan yang
tepat adalah bila besarnya kira-kira 1500 mm pertahun. Selain suhu, ketinggian
tempat dan curah hujan, angin ternyata juga berpengaruh terhadap tanaman
kentang. Angin terlalu kencang kurang baik bagi tumbuhan berumbi, sebab dapat
merusak tanaman, mempercepat penularan penyakit, dan faktor penyebab bibit
penyakit mudah menyebar (Setiadi dan Fitria 1993).
Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman adalah 60% 85%. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman rawan terkena
penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh cendawan (Hartus 2001).

Model Simulasi Pertanian
Model merupakan bentuk sederhana dari sistem. Sistem sendiri adalah
bagian terbatas dari dunia nyata (real world) yang memiliki komponen-komponen
saling berhubungan secara teratur. Model hanya menggambarkan beberapa aspek
dominan yang berpengaruh dalam sistem, tidak harus mencerminkan semua aspek
yang terdapat dalam sistem. Semakin banyak aspek atau proses yang dijelaskan
oleh model, maka struktur model akan semakin kompleks (Handoko 1994).
Berdasarkan tujuannya (Handoko 1994), model simulasi dibagi menjadi tiga
macam, yaitu (1) model simulasi untuk pemahaman proses (process

5
understanding), (2) model simulasi untuk prediksi (prediction), dan (3) model
simulasi yang digunakan untuk keperluan manajemen (management).
Salah satu contoh pemanfaatan pemodelan di bidang pertanian adalah model
simulasi tanaman. Pemodelan dalam bidang pertanian memungkinkan kita untuk
melakukan pendekatan kuantitatif dalam memprediksi perkembangan,
pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Boote dan Jones (1988), model simulasi
tanaman dapat digunakan untuk merencanakan waktu tanam, penggunaan tanah
dan pengelolaan air, evaluasi tanaman, varietas dan teknologi budidaya.
Model simulasi dapat menganalisis tingkat resiko iklim terhadap
pertumbuhan tanaman, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam perluasan wilayah penanaman dan pemilihan sistem usaha tani yang sesuai
dengan lokasi (Handoko 1994). Walaupun model simulasi mempunyai banyak
keunggulan, namun harus disadari bahwa tiap model mempunyai keterbatasan.
Model dibuat hanya untuk menggambarkan suatu proses atau beberapa proses
tertentu dari suatu sistem. Oleh karena itu pada proses-proses di luar tujuan model
simulasi tentu memberikan hasil prediksi yang kurang baik (Handoko 1994).
Dengan segala keterbatasannya, model mempunyai prospek yang besar sebagai
solusi untuk menjelaskan berbagai masalah pada perkembangan tanaman, prediksi
hasil, kajian iklim dan tanah, serta kajian perubahan iklim (Sirotenko (2001).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2012, bertempat di
Desa Lebak Siuh, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Lokasi penelitian berada pada koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dengan
ketinggian 1.127 meter di atas permukaan laut. Penanaman kentang dilaksanakan
pada tanggal 3 Maret 2012. Pengambilan sampel tanaman kentang dimulai tanggal
10 April 2012 sampai 29 Mei 2012 dilakukan sekali dalam seminggu dan
pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Tepadu, Departemen Geofisika
dan Meteorologi IPB. Menjalankan model dan validasi dilaksanakan di
Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisikan dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Bahan
Bahan yang digunakan antara lain:
1. Data iklim harian seperti curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban
udara, dan kecepatan angin bulan Maret 2012 – Juni 2012 pada stasiun
iklim PT. Perkebunan Nusantara VIII Goalpara stasiun 55R terletak 6o1’7”
LS dan 105o57’47” BT dengan ketinggian 1.000-1.300 mdpl

6
2. Data iklim bulanan (suhu, curah hujan, dan kelembaban) tahun 2004-2013
pada stasiun iklim PT. Perkebunan Nusantara VIII Goalpara stasiun 55R
terletak 6o1’7” LS dan 105o57’47” BT dengan ketinggian 1000-1300 mdpl
3. Data produktivitas kentang pada BPS Kabupaten Sukabumi
4. Data produktivitas dan lama waktu panen kentang Goalpara hasil
penelitian Sulistiono (2005)
5. Data sampel tanaman kentang varietas Granola (biomassa akar, batang,
daun, dan umbi) di Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat hasil
penelitian Utami (2012)
Alat
Alat yang digunakan berupa personal computer (PC) yang dilengkapi
dengan software Visual Basic, Microsoft Excel 2010, Microsoft Word 2010, dan
Model Simulasi Pertanian Tanaman Kentang yang disusun oleh Salwati (2012).
Prosedur Analisis Data
Klasifikasi Scmidth-Ferguson
Menurut Handoko (1993) sistem klasifikasi banyak digunakan dalam bidang
kehutanan dan perkebunan. Klasifikasi Scmidth-Ferguson menentuan tipe iklim
memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun. Penentuan bulan kering,
bulan lembab, dan bulan basah memilki kriteria sebagai berikut:
Bulan kering (BK) : bulan dengan curah hujan < 60 mm
Bulan lembab (BL) : bulan dengan curah hujan 60 < CH < 100 mm
Bulan basah (BB)
: bulan dengan curah hujan > 100 mm
BB, BL, dan BK tiap tahun selama periode pengamatan kemudian
dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya. Untuk menentukan tipe iklimnya
menggunakan nilai Q, yaitu:
Q=

Gambar 2 Nilai Q (%) untuk menentukan batas-batas tipe iklim berdasarkan
Klasifikasi Scmidth-Ferguson

7
Berdasarkan nilai Q maka dapat ditentukan tipe iklim yang sesuai dengan
wilayah kajian. Ada 8 tipe iklim dalam klasifikasi Scmidth-Ferguson, yaitu:
a. Daerah sangat basah degan vegetasi hutan hujan tropika
b. Daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropika
c. Daerah agak basah dengan vegetasi hutan rimba, diantaranya terdapat jenis
vegetasi yang daunnya gugur pada musim kemarau
d. Daerah sedang dengan vegetasi hutan musim
e. Daerah agak kering dengan vegetasi hutan sabana
f. Daerah kering dengan vegetasi hutan sabana
g. Daerah sangat kering dengan vegetasi padang ilalang
h. Daerah ekstrim kering dengan vegetasi padang ilalang
Model Simulasi Tanaman Kentang
Model simulasi pertanian tanaman kentang yang digunakan adalah model
hasil penelitian Salwati (2012). Model ini dijalankan tanggal 5 Maret 2012 sesuai
penelitian lapang yang dilakukan oleh Utami (2012) dengan data masukan iklim
harian seperti curah hujan, radiasi surya, suhu, kelembaban udara, dan kecepatan
angin bulan Maret 2012 – Juni 2012 pada stasiun iklim PT. Perkebunan Nusantara
VIII Goalpara.
Model simulasi tanaman kentang mempunyai resolusi harian sehingga
diperlukan unsur-unsur cuaca harian sebagai masukan yang meliputi : curah hujan
(mm/hari), radiasi surya (MJ m-2/hari), suhu udara (oC), kelembaban udara (%),
dan kecepatan angin (m detik-1). Masukan model (input variables) adalah keadaan
awal (initial variables), parameter (cuaca, tanah dan tanaman) dan peubah luar
(unsur-unsur cuaca). Keluaran model adalah : fase perkembangan tanaman, LAI,
dan biomassa tanaman (akar, batang, daun, dan umbi), dan komponen neraca air
(kadar air tanah, evaporasi dan transpirasi aktual, intersepsi tajuk, dan drainase).
Model simulasi tanaman kentang terdiri dari tiga submodel, yaitu: (1) submodel
perkembangan tanaman, (2) submodel pertumbuhan tanaman, dan (3) submodel
neraca air (Salwati 2012).
Sub model perkembangan
Sebagai masukkan dalam sub model ini adalah suhu udara rata-rata harian.
Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian melebihi suhu dasar
(To), yang ditentukan sebesar 10oC. Konsep umum yang digunakan menjelaskan
pengaruh suhu terhadap perkembangan tanaman (fenologi) adalah thermal unit
(TU) yang sering pula disebut day degrees atau heat unit. Konsep ini hanya
berlaku pada tanaman netral, yaitu yang tidak responsif terhadap panjang hari
(Handoko 1994).
ds = (T – To) / TU
jika T > To
ds = 0
jika T < To
dimana :

s
: fase perkembangan (
)
o
T
: suhu rata-rata harian ( C)
To
: suhu dasar tanaman (oC)
TU
: akumulasi panas tanaman (hari oC)
t
: satuan waktu (hari)

8
Kejadian fenologi dihitung sejak tanam sampai fase pematangan umbi dan
diberi skala 0-1, yang dibagi menjadi 5 kejadian yaitu tanam hingga berkecambah
(s=0,16), vegetatif (s=0,33), inisiasi umbi (s=0,44), pengisian umbi (s=0,8),
pematangan umbi (s=1) (Burns et al. 2005). Fase perkembangan (s) antara
masing-masing kejadian fenologi tersebut dihitung dengan persamaan berikut
(Handoko 1994):
Perkecambahan
s1 = s1 + sp1 * (suhu - To) / TU1
Vegetatif
s2 = s2 + sp2 * (suhu - To) / TU2
Tuber inisiasi
s3 = s3 + sp3 * (suhu - To) / TU3
Pengisian umbi
s4 = s4 + sp4 * (suhu - To) / TU4
Pematangan umbi
s5 = s5 + sp5 * (suhu - To) / TU5
dengan:
Sp1 = 0.16
Sp2 = 0.17
Sp3 = 0.11
Sp4 = 0.36
Sp5 = 0.2

TU1 = 160
TU2 = 170
TU3 = 110
TU4 = 360
TU5 = 200

Submodel Pertumbuhan
Submodel pertumbuhan menghitung produksi biomassa kemudian
menyimulasi aliran biomassa tersebut ke masing-masing organ tanaman (akar,
batang, daun, dan umbi). Selain itu submodel ini menyimulasikan laju kehilangan
biomassa melalui respirasi. Submodel ini juga menyimulasi perkembangan luas
daun untuk menduga indeks luas daun (LAI).
Submodel Neraca Air
Submodel neraca air menyimulasi aliran curah hujan yang jatuh di atas tajuk
tanaman kemudian sebagian diinterepsi tajuk tersebut dan sisanya jatuh di atas
permukaan tanah sebagai curah hujan netto. Curah hujan netto akan masuk ke
dalam tanah atau menjadi limpasan. Evaporasi dan transpirasi merupakan
kehilangan air dari tanah tersebut. Disamping itu, limpasan permukaan juga
merupakan kehilangan air.
Pembandingan Keluaran Model
Pembandingan keluaran model menggunakan secara kualitatif menggunakan
metode grafik (fitting dan uji 1 : 1). Pembandingan dengan metode grafik
dilakukan dengan membuat plot 1 : 1 antara data prediksi dengan pengukuran.
Apabila data hasil prediksi dan pengukuran makin berimpit pada garis 1:1, maka
model semakin mendekati hasil pengukuran lapang. Akan tetapi jika semakin jauh
dari garis 1:1 maka prediksi model makin kurang tepat. Selain itu dilakukan
pembandingan antara data model dan observasi secara timeseries untuk
mengetahui pola harian dan nilai masing-masing data biomassa.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi iklim Wilayah Kajian

23

90

22.5

88

22

86

21.5

84

21

82

20.5

80

20

78

19.5

76

19

74

18.5

72

Kelembaban (%)

Suhu (0C)

Secara geografis lokasi penelitian Kecamatan Kadudampit berada pada
koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dengan ketinggian 1127 meter di atas
permukaan laut. Secara umum suhu rata-rata harian pada wilayah kajian berada
pada 20 oC. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perbedaan suhu rata-rata bulanan
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana suhu rata-rata bulanan
berada pada kisaran 19-20 oC.

70

18
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
Bulan

Gambar 3 Suhu rata-rata dan kelembaban relatif bulanan 2004-2013. Suhu ( )
, Kelembaban relatif (
)
Kelembaban relatif udara rata-rata pada wilayah kajian sebesar 86 %. Sama
halnya dengan parameter suhu, perbedaan kelembaban rata-rata bulanan di
wilayah kajian tidak terlalu besar baik itu pada musim hujan maupun musim
kemarau, dimana kelembaban rata-rata bulanannya berkisar 83-89% (Gambar 3).
Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa pola curah hujan pada wilayah kajian
sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini terlihat dengan penurunan curah hujan
pada bulan April hingga mencapai puncak musim kemarau di bulan Agustus,
kemudian terjadi peningkatan curah hujan hingga bulan Februari yang ditandai
sebagai puncak musim hujan. Curah hujan rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada
bulan Februari yaitu sebesar 473 mm. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan
terendah terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 90 mm. Berdasarkan Gambar 4
kejadian hari hujan rata-rata terbanyak terjadi pada bulan Desember dengan
kejadian hari hujan rata-rata sebesar 26 hari. Kejadian hari hujan rata-rata paling
sedikit terjadi pada bulan Agustus dengan kejadian hari hujan rata-rata sebesar 7
hari.

10

Gambar 4 Curah hujan rata-rata dan jumlah kejadian hari hujan bulanan 20042013. Curah hujan (
), Hari hujan (
)
Dari data curah hujan rata-rata bulanan pada wilayah kajian pada periode
tahun 2004-2013 dapat dilakukan pengklasifikasian iklim dengan menggunakan
sistem Scmidth-Ferguson. Di Indonesia sistem pengklasifikasian iklim ScmidthFerguson banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan.
Berdasarkan klasifikasi Schmidth-Ferguson diketahui bahwa wilayah kajian
memiliki tipe iklim B, dimana tipe iklim B memiliki karakteristik daerah basah
dengan vegetasi masih hutan hujan tropika. Secara umum daerah kajian memiliki
curah hujan dan kelembaban relatif yang tinggi. Struktur vegetasi terdiri dari tajuk
yang berlapis-lapis. Pada vegetasi bagian bawah terdapat jenis-jenis tumbuhan
bawah, seperti jenis-jenis bambu, palem kecil, rotan, dan paku-pakuan.
Secara umum, tanaman kentang membutuhkan kesesuaian iklim untuk
mendapatkan pertumbuhan yang baik. Berdasarkan kajian iklim terhadap lokasi
penelitian menunjukkan kondisi iklim wilayah kajian cukup baik untuk dijadikan
daerah budidaya kentang. Kondisi iklim yang cocok untuk pertumbuhan kentang
yaitu daerah dengan suhu udara rata-rata harian yang berkisar 15-20oC (Sunarjono
2004). Menurut Hartus (2001) kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan
tanaman adalah 60% - 85%. Pada daerah kajian kelambaban udara rata-rata
memiliki nilai diatas kelembaban udara optimal bagi pertumbuhan tanaman
kentang. Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan 1200-1500 mm pertahun
(Cahyono 1996). Berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan dalam periode 10
tahun terakhir di wilayah kajian didapat curah hujan rata-rata sebesar 3000 mm
pertahun.
Potensi Produktivitas Berdasarkan Hasil model simulasi Kentang
Masukan data yang diperlukan untuk menjalankan model simulasi adalah
data iklim harian seperti curah hujan, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin,
dan radiasi surya dari tanggal awal tanam yaitu 3 Maret 2012 sampai Juni 2012.
Hasil keluaran model simulasi tanaman kentang pada wilayah kajian disampaikan
pada Gambar 5.

11
Berdasarkan hasil keluaran model simulasi tanaman kentang pada wilayah
kajian didapat hasil produktivitas sebesar 9,03 ton/ha. Umur panen hasil model
simulasi terjadi pada 89 HST dengan waktu tiap fase berbeda-beda. Fase 1
(emergence) pada 0-16 HST, fase 2 (vegetative) pada 17-31 HST, fase 3 (inisiasi
umbi) pada 32-41 HST, fase 4 (pengisian umbi) pada 42-71 HST, dan fase 5
(pematangan umbi) pada 72-89 HST.
1000

1000

f1

f2

f3

f4

f1

f5

f3

f4

f5

800
Biomassa Batang (kg/ha)

Biomassa Akar (kg/ha)

800

f2

600

400

600

400

200

200

0

0

0

10

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

0

90

10

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

10000

1600

f1

f2

f3

f4

f1

f5

f2

f3

f5

f4

1400

8000
Biomassa Umbi (kg/ha)

Biomassa Daun (kg/ha)

1200
1000
800
600

6000

4000

400

2000
200

0

0
0

10

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

0

10

20

30

40
50
60
Hari Setelah Tanam

70

80

90

Gambar 5 Hasil model simulasi tanaman kentang
Pada tanaman kentang fase perkembangan tanaman dimulai pada fase 1
(tanam – awal muncul tunas), fase ini ditandai dengan mata tunas yang ada pada
benih kentang muncul kecambah yang mulai tumbuh ke atas tanah. Organ akar
juga sudah mengalami pertumbuhan. Pada fase 2 (muncul tunas – awal
pembentukan umbi) dimana seluruh organ tanaman kentang (daun, batang, akar,
dan bakal umbi) sudah berkembang. Laju fotosintesis pada fase ini mulai
meningkat. Pada fase 3 (awal pembentukan umbi – pengisian umbi) ditandai
dengan stolon (bakal umbi) mulai berubah menjadi umbi. Pada beberapa jenis
tanaman kentang pada fase ini bunga akan muncul pada tanaman kentang. Pada
fase 4 (awal pengisian umbi - pematangan umbi) sebagian besar asimilat hasil
fotosintesis akan disalurkan pada umbi, hal ini dapat dilihat pada proporsi asimilat
hasil fotositesis yang berkurang pada organ-organ lain, sementara untuk proporsi
pada umbi akan jauh meningkat. Pada fase 5 (awal pematangan umbi – awal
panen) seluruh asimilat hasil fotosintesis akan disalurkan ke umbi, secara
keseluruhan dapat dilihat tanaman kentang akan berubah warna menjadi kuning
kecoklatan dan daun-daun akan gugur (Salwati 2012).

12
Perbandingan Hasil Model Simulasi Kentang Dengan Hasil Observasi
Hasil model simulasi yang sudah paparkan sebelumnya merupakan potensi
budidaya tanaman kentang di Kadudampit. Namun untuk mengetahui kondisi
sesungguhnya perlu dilakukan pembandingan dengan data-data penelitian lapang
yang telah dilakukan di wilayah kajian. Berikut adalah tabel perbandingan hasil
model simulasi kentang dengan penelitian-penelitan lapang yang sudah dilakukan
di wilayah kajian.
Tabel 1 Perbandingan hasil model dengan data pengamatan lapang
Rerata Suhu Rerata Radiasi Umur Produktivitas
Hasil
Harian (oC)
Surya (MJm-2) (hari)
(ton/ha)
Model
21,1
19,0
89
9,03
Sulistiono (2005)
20,2
25,3
98
13,10
Observasi
21,1
19,0
94
3,75
Hasil keluaran model memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan hasil penelitian lapang yang dilakukan oleh Sulistiono (2005). Sulistiono
(2005) memulai penanaman periode kedua pada bulan April yang merupakan
periode sama dengan simulasi model yang dilakukan saat ini. Hasil simulasi umur
pada model lebih pendek dibandingkan dengan penelitian Sulistiono (2005) hal ini
disebabkan suhu udara rata-rata pada periode tersebut lebih rendah. Sedangkan
produktivitas keluaran simulasi model lebih rendah disebabkan karena data radiasi
surya lebih rendah jika dibandingkan dengan radiasi surya pada periode penelitian
Sulistiono (2005).
Hasil model simulasi memiliki produktivitas yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hasil observasi Utami (2012). Sedangkan umur panen hasil
model simulasi tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Utami (2012).
Pembandingan hasil model simulasi dengan hasil penelitian Utami (2012) secara
rinci disampaikan pada Gambar 6.
Pada biomassa akar dapat dilihat bahwa hasil model simulasi memiliki nilai
yang lebih besar dari hasil observasi, namun pola kenaikan biomassa yang mirip.
Pola kenaikan biomassa mulai terlihat berbeda ketika diatas 66 HST. Pada
biomassa batang menunjukkan bahwa hasil model simulasi memiliki nilai yang
hampir sama dari hasil observasi namun terjadi perbedaan nilai biomassa pada
akhir masa penanaman. Pola kenaikan biomassa hasil model simulasi juga hampir
sama dengan hasil observasi, biomassa batang akan terus meningkat hingga titik
maksimum dan mengalami penurunan hingga tanaman kentang mati sebagai tanda
tanaman kentang siap dipanen.
Pada biomassa daun dapat dilihat bahwa hasil model simulasi memiliki nilai
yang lebih besar dari hasil observasi. Pada masa awal pertumbuhan kentang nilai
biomassa keluaran model hampir sama dengan hasil observasi, namun pada akhir
tanam terjadi perbedaan yang signifikan. Pada biomassa umbi menunjukkan
bahwa hasil model simulasi memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan
hasil observasi. Berdasarkan pola kenaikan biomassa dapat dilihat bahwa hasil
model simulasi hampir sama dengan hasil observasi pada awal masa tanam,
namun mendekati akhir tanam atau panen terjadi perbedaan yang signifikan

13
dengan nilai biomassa hasil simulasi yang terus meningkat sedangkan nilai
biomassa hasi observasi mengalami penurunan.
Uji grafik (uji 1:1) pada Gambar 6 menunjukkan semua data hasil prediksi
model dan observasi hingga panen banyak menyebar pada garis 1:1. Pada
biomassa batang dan umbi dapat dilihat bahwa persebarannya mendekati garis 1:1,
hal ini memberikan arti bahwa hasil simulasi memiliki nilai yang hampir sama
dengan kedua biomassa tersebut. Sedangkan biomassa lainnya yaitu akar dan daun
menyebar yang memberi arti bahwa nilai berbeda dengan hasil model simulasi.
Terlihat perbedaan yang signifikan antara hasil model dengan data
pengukuran lapangan pada akhir pertumbuhan diatas 66 HST. Hal ini dikarenakan
pada akhir pengukuran atau menjelang panen sebagian besar tanaman kentang
yang terserang penyakit busuk layu. Sehingga tanaman yang terserang penyakit
ini dicabut (dipanen lebih awal) agar tidak menular ke tanaman kentang yang
lainnya. Hal ini tentu berpengaruh pada semakin terbatasnya pilihan pengambilan
sampel pada akhir pengukuran (panen).
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran lapangan
menunjukkan keragaman yang tinggi yang dapat dilihat dari besarnya nilai
simpangan baku, sehingga perbandingan antara hasil model simulasi dan
pengukuran menjadi kurang berarti. Namun jika dilihat berdasarkan pola
peningkatan biomassa Gambar 7 di bawah 66 HST pada masing-masing organ
tanaman (batang, daun, dan umbi) selain akar menunjukkan nilai dan pola yang
hampir sama antara hasil model dan hasil pengukuran lapang. Nilai koefisien
determinasi (R2) untuk biomassa batang, daun ,dan umbi cukup tinggi, yaitu
berturut-turut sebesar: 0,9306; 0,5826; dan 0,9451. Namun nilai koefisien
determinasi (R2) untuk biomassa akar rendah yaitu 0,0318. Hal ini menunjukkan
bahwa pada waktu dibawah 66 HST hasil keluaran model mendekati dengan hasil
observasi lapangan. Kondisi tanaman pada waktu dibawah 66 HST dimungkinkan
masih memiliki potensi optimum tanaman kentang karena belum adanya serangan
penyakit busuk layu.
Penyakit busuk layu pada tanaman kentang menyebabkan umbi yang
terbentuk berukuran kecil dan memiliki produksi rendah. Pola yang terbentuk
Gambar 7 juga menunjukkan bahwa biomassa umbi meningkat pada mingguminggu awal tanam lalu kemudian terjadi penurunan biomassa pada mingguminggu akhir pengukuran. Model simulasi pertanian tanaman kentang yang
digunakan
hanya
mempertimbangkan
faktor
iklim
harian
tanpa
mempertimbangkan faktor hama dan penyakit. Hal ini akan meberikan hasil
pembandingan yang kurang baik ketika hasil model simulasi dibandingkan
dengan data observasi lapangan pada saat terkena serangan hama dan penyakit.
Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa model mampu menyimulasi proses
pertumbuhan tanaman sesuai dengan tujuan model. Akurasi bukan merupakan
tujuan utama model simulasi, namun kemampuan model dalam menggambarkan
proses yang terjadi sehingga dapat membantu pengambilan keputusan (Handoko
1994). Pembandingan secara grafik biomassa akar, batang, daun, dan umbi antara
prediksi model dengan observasi di Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa
Barat ditunjukkan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

14

800

800

600

600
Observasi

1000

Biomassa Akar (kg/ha)

1000

400

200

200

0
0

10

20

30

40
50
60
Hari Setelah Tanam

70

80

90

0

100

0
1000

800

800

600

600

400

400

200

200

0

10

20

30

40
50
60
Hari Setelah Tanam

70

80

90

400

Model

600

800

1000

0

100

0

200

400

600

800

1000

Model

1800

1600

1600

1400

1400

1200

1200
Observasi

1800

1000
800

R² = 0.0695

1000

800

600

600

400

400

200

200

0

0
0

10

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

0

10000

8000

8000

Observasi

10000

Biomassa Umbi (kg/ha)

200

R² = 0.6003

Observasi

Biomassa Batang (kg/ha)

1000

0

Biomassa Daun (kg/ha)

R² = 0.0082
400

6000

2000

2000

10

Gambar 6

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

600

800
1000
Model

1200

1400

1600

1800

R² = 0.2605
4000

0

400

6000

4000

0

200

0
0

2000

4000

Model

6000

8000

10000

(a)
(b)
Perbandingan antara keluaran model dan observasi biomassa akar,
batang, daun, dan umbi tanaman kentang di Kadudampit,
Sukabumi (a), Perbandingan plot 1 : 1 (b).

1000

1000

800

800

600

600

Observasi

Biomassa Akar (kg/ha)

15

400

200

R² = 0.0318
400

200

0
0

10

20

30

40
50
60
Hari Setelah Tanam

70

80

90

0

100

0

1000

1000

800

800

600

600

200

400

Model

600

800

1000

800

1000

Observasi

Biomassa Batang (kg/ha)

R² = 0.9306

400

400

200

200

0

0
0

10

20

30

40
50
60
Hari Setelah Tanam

70

80

90

100

0

1800

1800

1600

1600

1400

1400

1200

1200

200

400

Model

600

Observasi

Biomassa Daun (kg/ha)

R² = 0.5826

1000
800

1000
800

600

600

400

400

200

200

0

0
0

10

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

0

10000

8000

8000

400

600

800
1000
Model

1200

1400

1600

1800

R² = 0.9451
Observasi

Biomassa Umbi (kg/ha)

10000

200

6000

4000

6000

4000

2000

2000

0
0

10

Gambar 7

20

30

40
50
Hari Setelah Tanam

60

70

80

90

0
0

2000

4000

Model

6000

8000

10000

(a)
(b)
Perbandingan antara keluaran model dan observasi biomassa akar,
batang, daun, dan umbi tanaman kentang dibawah 66 HST di
Kadudampit, Sukabumi (a), Perbandingan plot 1 : 1 (b).

16
Secara umum tanaman kentang sangat rentan terhadap kondisi iklim dengan
kelembaban dan curah hujan tinggi. Tanaman kentang mudah terserang hama dan
penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan karena kelembaban udara
yang terlalu tinggi (Samadi 2007). Menurut Hartus (2001) cendawan penyebab
penyakit kentang akan tumbuh dengan baik apabila kelembaban udara yang tinggi.
Curah hujan yang terukur di lokasi penelitian selama bulan Maret-Mei
menunjukkan curah hujan yang tinggi dengan curah hujan bulanan lebih dari 200
mm. Tingginya curah hujan pertahun di wilayah kajian akan menyebabkan
tanaman rawan terkena penyakit pembusukan umbi karena tingginya kadar air
tanah (Utami 2012). Penentuan waktu tanam serta manajemen pengelolaan lahan
dalam penggunaan arah guludan yang tepat dapat menjadi salah satu cara untuk
meminimalkan dampak dari curah hujan yang tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan kajian iklim dan hasil model simulasi kentang daerah
Kadudampit memiliki potensi sebagai wilayah pengembangan budidaya kentang.
Iklim daerah kajian mendukung dalam kesesuain pertumbuhan kentang. Hasil
model simulasi menunjukkan bahwa produktivitas kentang 9,03 ton/ha dan lama
waktu panen 89 hari.
Pembandingan prediksi model dengan hasil penelitian Sulistiono (2005)
berbeda. Pada periode penelitian Sulistiono (2005) radiasi surya lebih tinggi
sehingga produktivitas kentang lebih besar dan suhu lebih rendah sehingga umur
tanaman lebih lama. Pembandingan hasil model simulasi dengan hasil observasi
(Utami 2012) menunjukkan hasil yang berbeda karena pada masa mendekati
waktu panen, tanaman terkena serangan penyakit busuk layu. Namun
pembandingan hasil model simulasi dibawah 66 HST menunjukkan nilai dan pola
yang hampir sama dengan hasil observasi.
Saran
Model simulasi kentang yang ada saat ini terbatas pada proses hubungan
faktor iklim harian dengan tanaman tanpa mempertimbangkan faktor hama dan
penyakit. Untuk itu perlu adanya penelitian untuk menambahkan submodel
serangan hama dan penyakit agar model mampu memperkirakan produksi dengan
lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Boote KJ, Jones JW, Pickering NB. 1996. Potential uses and limitions of crop
models. Agron J. 88: 704 – 716

17
BPS. 2012. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kentang 2009-2011.
[Internet]. [diunduh 2012 Mar 3]. Tersedia pada http://www.bps.go.id.
BPS Kabupaten Sukabumi. 2015. Data Iklim Bulanan (Suhu, Curah Hujan, dan
Kelembaban) 2004-2013. [Internet]. [diunduh 2015 Jun 16]. Tersedia pada
http://sukabumikab.bps.go.id.
Burns J, Prokop A, Shaw A, Tomecek J, Vandenbos C. 2005. Potato (Solanum
tuberosum L.). Case History Group 1. Crop Physiology: PBIO*3310
Cahyono, B. 1996. Budidaya Intensif Tanaman Kentang. Solo: CV. Aneka
Deptan. 2008. Data Statistik Departemen Pertanian. [Internet]. [diunduh 2011 Des
20]. Tersedia pada http://www.libang.deptan.go.id.
Djufry, F. 2005. Penyusunan Model Simulasi Tanaman Jarak (Ricinus communis
L.) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gourdriaan J, Marcelis LFM, Heuvelink E. 1998. Modelling biomass production
and yield of horticultural crops: a review. Scientia Horticulturae. 74: 83 – 111.
Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk
Pertanian. Bogor (ID). IPB Pr.
Hartus, T. 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Huaman Z. 1986. Systematic Botany and Morphology of the Potato. Technical
Information Bulletin 6. International Potato Centre, Lima, Peru: 22 pp.
[IPB GFM] Institut Pertanian Bogor, Departemen Geofisika dan Meteorologi.
1993. Klimatologi Dasar. Handoko, editor. Bogor (ID): IPB Pr.
Kline R. A., Halseth, Donald E. 1990. Growing Potatoes in the Home Garden .
VC Report 669, Department of Vegetable Crops, Cornell University.
Lakoy, M. 2009. Strategi Pengembangan Komoditas Kentang di Kabupaten
Minahasa Selatan [tesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Musawir, A. 2005. Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rubatzky, V.E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia I: Prinsip, Produksi,
dan Gizi. Jilid I. Bandung (ID): ITB Pr.
Rukmana, R.1997. Kentang Budidaya dan Pasca Panen. Edisi II. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Salwati. 2012. Aplikasi Model Simulasi untuk Prediksi Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Produktivitas Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di
Indonesia [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Samadi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Setiadi, Surya F.N. 1993. Kentang Varietas dan Pembudidayaan. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Sirotenko OD. 2001. Crop Modelling (adv and problems). Agron J. 93: 650-653.
Sulistiono, R. 2005. Model Simulasi Perkembangan Penyakit Tanaman Berbasis
Agroklimatologi untuk Prediksi Penyakit Hawar Daun Kentang [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sunarjono, H. 2004. Petunjuk Praktis Budidaya Kentang. Jakarta (ID): PT. Agro
Media Pustaka.
Utami, F. 2012. Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan
Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

18
Lampiran 1 Data iklim di stasiun iklim PT. Pekebunan Nusantara VIII Kebun
Goalpara, Sukabumi, Jawa Barat
Tanggal
5-Mar-12
6-Mar-12
7-Mar-12
8-Mar-12
9-Mar-12
10-Mar-12
11-Mar-12
12-Mar-12
13-Mar-12
14-Mar-12
15-Mar-12
16-Mar-12
17-Mar-12
18-Mar-12
19-Mar-12
20-Mar-12
21-Mar-12
22-Mar-12
23-Mar-12
24-Mar-12
25-Mar-12
26-Mar-12
27-Mar-12
28-Mar-12
29-Mar-12
30-Mar-12
31-Mar-12
1-Apr-12
2-Apr-12
3-Apr-12
4-Apr-12
5-Apr-12
6-Apr-12
7-Apr-12
8-Apr-12
9-Apr-12
10-Apr-12
11-Apr-12
12-Apr-12
13-Apr-12
14-Apr-12
15-Apr-12
16-Apr-12
17-Apr-12
18-Apr-12
19-Apr-12
20-Apr-12
21-Apr-12
22-Apr-12
23-Apr-12
24-Apr-12
25-Apr-12

CH (mm) Radiasi surya (MJ m-2) Suhu (oC) RH (%)
4
9,3
22,6
25,6
5,3
17,8
22,7
0
2,5
0
0
0
19,7
8,2
5,3
6,3
4,6
14,2
4,3
2,2
0
33
6,2
25,3
12,3
0,5
22,8
25
35,3
40,6
0
23,5
22,6
15
25,3
2,8
0
1,8
8,5
18,3
35,3
12,8
0
37,3
18,5
0
9,1
21,6
13
0
0
0

18,3
17,3
17,7
17,3
17,7
18,0
15,8
19,6
18,6
19,6
20,2
19,9
18,6
18,3
18,0
17,0
19,6
17,7
18,9
19,6
19,6
18,3
19,2
19,2
18,3
19,2
18,3
17,3
19,6
19,9
19,6
17,7
18,9
18,3
19,6
18,3
19,6
19,2
19,9
20,5
19,6
19,2
20,2
18,6
19,9
19,2
18,3
19,2
18,0
19,9
20,2
20,5

20
20
19
19
19
19
18
21
20
21
20
22
19
20
20
20
21
21
20
21
21
20
21
21
21
21
20
21
22
22
21
20
20
21
21
21
22
21
21
22
21
21
22
22
22
22
22
23
21
22
22
22

87
88
90
95
86
86
94
77
80
76
81
72
84
80
82
81
78
82
80
75
78
81
75
75
78
73
80
81
81
77
76
80
79
80
77
78
69
76
73
75
75
78
75
75
74
76
74
76
78
74
76
74

Kecepatan angin (m/s)
5,6
3,8
4,9
3,2
9,3
4,1
1,7
10,3
12,7
12,7
12,5
6,5
10,8
8,9
2,9
3,4
3,9
3,0
2,4
2,5
1,9
2,2
10,9
8,1
5,2
7,6
3,8
2,9
5,2
7,3
7,5
3,9
7,1
7,3
5,0
3,8
5,9
3,8
6,4
9,1
4,2
4,2
5,5
9,1
5,6
4,9
5,0
4,7
3,7
9,2
3,8
2,0

19
Tanggal
26-Apr-12
27-Apr-12
28-Apr-12
29-Apr-12
30-Apr-12
1-Mei-12
2-Mei-12
3-Mei-12
4-Mei-12
5-Mei-12
6-Mei-12
7-Mei-12
8-Mei-12
9-Mei-12
10-Mei-12
11-Mei-12
12-Mei-12
13-Mei-12
14-Mei-12
15-Mei-12
16-Mei-12
17-Mei-12
18-Mei-12
19-Mei-12
20-Mei-12
21-Mei-12
22-Mei-12
23-Mei-12
24-Mei-12
25-Mei-12
26-Mei-12
27-Mei-12
28-Mei-12
29-Mei-12
30-Mei-12
31-Mei-12
1-Jun-12
2-Jun-12
3-Jun-12
4-Jun-12
5-Jun-12
6-Jun-12
7-Jun-12
8-Jun-12
9-Jun-12
10-Jun-12
11-Jun-12
12-Jun-12
13-Jun-12
14-Jun-12
15-Jun-12
16-Jun-12
17-Jun-12
18-Jun-12
19-Jun-12
20-Jun-12

CH (mm) Radiasi surya (MJ m-2) Suhu (oC) RH (%)
21
17,7
0
0
0
0
13,4
2,3
0
0
34,6
0,5
0,8
0
0
2,5
0
0
18,9
0
0
0
1,5
7,9
0
0
0
0
52,1
0
0
0
0
30,6
4,3
25
2,5
4,5
3,6
0
4
16
0
2,9
30,4
1,5
16,8
6,5
0
0
0
0
0
0
0
0

19,2
18,9
19,6
19,9
19,9
20,2
19,6
17,7
20,2
20,2
17,7
17,3
17,7
18,9
20,2
19,6
19,9
20,2
17,3
19,9
20,2
20,2
19,6
18,0
20,2
20,5
20,2
19,9
18,0
19,6
20,2
20,2
19,9
17,3
17,7
16,7
18,0
17,7
18,9
18,9
18,0
17,0
16,7
18,6
18,9
19,6
17,3
17,3
19,6
19,6
19,9
20,2
19,6
20,2
20,2
20,5

21
21
22
22
21
22
22
20
22
21
21
21
22
22
22
21
22
22
21
22
22
22
22
22
23
22
22
21
22
22
22
22
22
19
20
19
19,75
19,25
20
20,25
20,25
19,5
19,75
20
20
20,75
19,5
19,5
20,75
20,5
20
19,5
20,25
20,5
21,5
21,5

77
78
73
71
73
72
74
81
76
75
73
78
76
76
76
73
76
72
85
73
75
77
76
72
73
65
71
70
74
70
73
71
72
81
82
88
21
20
24
24
22
21
16
23
31
27
22
20
26
26
27
28
26
28
29
30

Kecepatan angin (m/s)
7,1
6,4
4,0
7,6
8,2
6,1
3,4
8,3
8,5
9,0
8,2
5,1
3,1
2,8
3,4
3,5
3,9
3,7
4,4
3,8
3,9
4,0
3,9
3,7
3,8
3,3
3,7
3,6
3,8
3,6
3,8
3,7
3,7
4,2
4,2
4,5
1,7
3,4
3,1
4,4
2,3
8,7
2,9
3,7
9,4
9,4
0,9
0,8
8,0
7,3
2,3
3,1
3,7
7,2
5,1
5,2

20
Tanggal
21-Jun-12
22-Jun-12
23-Jun-12
24-Jun-12
25-Jun-12
26-Jun-12
27-J