Determinan Non Performing Financing Bank Umum Syariah Di Indonesia: Pendekatan Unbalanced Panel Data

DAMPAK FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
PERKEMBANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
(TPT) INDONESIA KE NEGARA MITRA DAGANG UTAMA
DALAM KAWASAN APEC

RANDY WIRAPUTRA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Fasilitasi
Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama dalam Kawasan APEC adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015
Randy Wiraputra
NIM H14110084

ii

ABSTRAK
RANDY WIRAPUTRA. Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan
Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama
dalam Kawasan APEC. Dibimbing oleh ALLA ASMARA.
Fasilitasi perdagangan mampu memberikan keuntungan bagi industri TPT yang
selama ini menjadi salah satu andalan ekspor hasil industri Indonesia. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat perkembangan ekspor TPT Indonesia kedua belas negara
mitra dagang utama dalam kawasan APEC pada periode tahun 2006-2013. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa TPT Indonesia mempunyai daya saing dan
perkembangan pangsa relatif yang baik di negara utama tujuan ekspornya, hal ini
ditunjukkan dengan nilai RCA dan indeks RCA ≥1. Pada hasil gravity model
menunjukkan bahwa harga ekspor, nilai tukar, jarak ekonomi, regulatory
environment, dummy krisis tahun 2008, dan dummy PMK tahun 2011 memiliki
hubungan yang negatif dan signifikan terhadap perkembangan ekspor TPT
sedangkan, GDP riil Indonesia, Interaksi GDP Indonesia dengan negara mitra, GDP
per kapita riil Indonesia, GDP per kapita riil negara mitra dan port efficiency
memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap perkembangan ekspor TPT.
Kata kunci: daya saing, gravity model, port efficiency, regulatory environment
ABSTRACT
RANDY WIRAPUTRA. The Impact Trade Facilitation Against the Indonesian
Development Textiles and Clothing Exports to the Major Trading Partners Country in
the APEC Region. Supervised by ALLA ASMARA.
Trade facilitation can provide benefits for the textile industry which has become
one of the mainstay export of industrial products in Indonesia. This study was
conducted to see the development of Indonesian textile exports to the twelve major
trading partner in the APEC region in the period 2006-2013. The results showed that
Indonesian textile competitiveness and growth have relatively good share in the main
countries of export destination, this is indicated by the value of RCA and RCA index

≥1. On the results of gravity models show that export prices, exchange rates,
economic distances, regulatory environment, dummy crisis of 2008, and dummy
PMK in 2011 had a negative and significant relationship to the development of textile
exports while real GDP of Indonesia, Indonesia's GDP Interaction with partner
countries , Indonesia's real GDP per capita, GDP per capita real partner country and
port efficiency has a positive and significant relationship to the development of textile
exports.
Keywords: competitiveness, gravity model, port efficiency, regulatory environment,

iii

DAMPAK FASILITASI PERDAGANGAN TERHADAP
PERKEMBANGAN EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL
(TPT) INDONESIA KE NEGARA MITRA DAGANG UTAMA
DALAM KAWASAN APEC

RANDY WIRAPUTRA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi
Pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

v

PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tak lupa shalawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW beserta
keluarganya dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman.
Skripsi yang berjudul “Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap
Perkembangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia ke Negara Mitra
Dagang Utama dalam Kawasan APEC.”, ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut
Pertanian Bogor. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menganalisis dampak
fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra
dagang utama dalam kawasan APEC .
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Drs. Wedriel Ismail dan
Ratna Puji Astuti serta kakak dan adik tercinta dari penulis, Wina Ranessia dan Farrel
Muhammad atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Alla Asmara, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
2.
Dr. Tony Irawan, S.E, M.App.Ec, selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
3.
Ranti Wiliasih, S.P, M.Si, selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah
memberikan banyak saran, arahan, dan kritik kepada penulis.
4.

Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
5.
Teman-teman divisi Lable kak Fazri, kak Uke, kak Alfin, kak Meli, kak Hani,
Yulya, Ririn,Ina, Desna, Riana, Fathya, Wita, Anna, Irman dan Teti atas
semangat, motivasi, doa, dan dukungan kepada penulis.
6.
Teman satu bimbingan Aulia, Deny, Wiwi, Dody, Yusrini, Mimi, dan Ade atas
semangat, motivasi, doa, dukungan dan kebersamaan selama berjuang menulis
skripsi ini.
7.
Teman-teman Ilmu Ekonomi 48, Dian, Siska, Zulva, Tika, Latiefah, Venny,
Raras, Kasyifah, Rachmat, Feriansyah, Faris, Faizal, Doni, dan yang lainnya
atas dukungan dan motivasinya.
8.
Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Randy Wiraputra


vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

6

Tujuan Penelitian

8

Manfaat Penelitian

8


Ruang Lingkup Penelitian

8

TINJAUAN PUSTAKA

9

Perdagangan Internasional

9

Fasilitasi Perdagangan

9

Port Efficiency (Efisiensi Pelabuhan)

10


Regulatory Environment (Lingkungan Peraturan)

10

Gravity Model

11

Konsep Daya Saing

12

Keunggulan Komparatif

12

Keunggulan Kompetitif

13


Gross Domestic Product (GDP)

13

GDP per Kapita

14

Harga Ekspor

14

Exchange Rate (Nilai Tukar)

15

Jarak

15

Dummy Krisis Keuangan Global 2008 dan Dummy PMK 253 2011

16

Penelitian Terdahulu

17

Kerangka Pemikiran

19

Hipotesis

21

METODE PENELITIAN

21

vii

Jenis dan Sumber Data

21

Metode Analisis Data

22

Revealed Comparative Advantage (RCA)

22

Panel Data

23

Model Pooled Least Square

23

Model Fixed Effect

24

Model Random Effect

24

Estimasi Model

24

Uji Kesesuaian Model

25

Uji Chow

25

Uji Hausmann

26

Uji LM

26

Evaluasi Model

26

Heteroskedastisitas

27

Autokorelasi

27

Multikolinearitas

27

Pengujian Statistik Model

28

Uji t

28

Uji F

28

R-Square (Koefisien Determinasi)

28

GAMBARAN UMUM

29

Perkembangan Volume Ekspor TPT Indonesia ke Negara Mitra Dagang Utama
dalam Kawasan APEC Periode Tahun 2006-2013
29
Perkembangan GDP Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra Dagang
Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013
31
Perkembangan GDP Kapita Riil (tahun dasar 2005) Indonesia dan Negara Mitra
Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013
32
Perkembangan Indeks Kualitas Pelabuhan Indonesia dan Negara Mitra Dagang
Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013
33
Perkembangan Indeks Lingkungan Peraturan Indonesia dan Negara Mitra
Dagang Utama dalam Kawasan APEC Tahun 2006-2013
HASIL DAN PEMBAHASAN

34
35

Tingkat Daya saing Ekspor TPT Indonesia Berdasarkan Revealed Comparative
Advantage (RCA) Periode Tahun 2006-2013
35

viii

Komoditi Kapas (Kode HS 52)

36

Komoditi Serat Stafel Buatan (Kode HS 55)

37

Komoditi Barang-Barang Rajutan (Kode HS 61)

39

Komoditi Pakaian Jadi Bukan Rajutan (Kode HS 62)

41

Analisis Determinasi Perkembangan Ekspor TPT Indonesia dengan Pendekatan
Gravity Model Periode Tahun 2006-2013
42
Komoditi Kapas (Kode HS 52)

42

Komoditi Serat Stafel Buatan (Kode HS 55)

45

Komoditi Barang-Barang Rajutan (Kode HS 61)

48

Komoditi Pakaian Jadi Bukan Rajutan (Kode HS 62)

51

Dampak Fasilitasi Perdagangan Terhadap Perkembangan Ekspor TPT Indonesia
ke Negara Utama Tujuan Ekspor dalam Kawasan APEC
55
SIMPULAN DAN SARAN

56

Simpulan

56

Saran

56

DAFTAR PUSTAKA

57

LAMPIRAN

62

ix

DAFTAR GAMBAR
1. Perkembangan ekspor bukan migas Indonesia (milyar US$) tahun 20072013
2. Perkembangan ekspor hasil industri Indonesia (milyar US$) tahun 20072013
3. Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Dunia, APEC, ASEAN dan
ASEAN+3 (milyar US$) tahun 2007-2013
4. Perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia di kawasan APEC (milyar
US$) Tahun 2007-2013
5. Kerangka pemikiran konseptual
6. Perkembangan volume ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang
rajutan, dan pakaian jadi bukan rajutan Indonesia tahun 2006-2013

3
4
5
6
20
30

DAFTAR TABEL
1. Nilai total perdagangan Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan
APEC tahun 2009-2013
2
2. Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) empat komoditi utama TPT
Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2013
7
3. Jenis dan sumber data
22
4. Selang nilai durbin watson (DW) serta keputusannya
27
5. Nilai ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan, dan pakaian
jadi bukan rajutan Indonesia dan negara mitra dagang utama di kawasan
APEC tahun 2012-2013
29
6. Perkembangan GDP riil Indonesia dan negara mitra dagang utama dalam
kawasan APEC tahun 2006-2013
31
7. Perkembangan GDP kapita tiil Indonesia dan negara mitra dagang utama
dalam kawasan APEC tahun 2006-2013
32
8. Perkembangan indeks kualitas pelabuhan Indonesia dan negara mitra
dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013
33
9. Perkembangan indeks lingkungan peraturan Indonesia dan negara mitra
dagang utama dalam kawasan APEC tahun 2006-2013
34
10. Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi kapas Indonesia tahun
2010-2013
36
11. Perkembangan nilai RCA komoditi kapas negara pesaing tahun 2010-2013 37
12. Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi serat stafel buatan
tahun 2010-2013
38
13. Perkembangan nilai RCA komoditi serat stafel buatan negara pesaing tahun
2010-2013
39
14. Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi barang-barang rajutan
tahun 2010-2013
39

x

15. Perkembangan nilai RCA komoditi barang-barang rajutan negara pesaing
tahun 2010-2013
16. Perkembangan nilai RCA dan indeks RCA komoditi pakaian jadi bukan
rajutan tahun 2010-2013
17. Perkembangan nilai RCA komoditi pakaian jadi bukan rajutan negara
pesaing tahun 2010-2013
18. Hasil estimasi gravity model volume ekspor kapas Indonesia menggunakan
metode fixed effect model
19. Hasil estimasi gravity model volume ekspor serat stafel buatan Indonesia
menggunakan metode fixed effect model
20. Hasil estimasi gravity model volume barang-barang rajutan Indonesia
menggunakan metode fixed effect model
21. Hasil estimasi gravity model volume pakaian jadi bukan rajutan Indonesia
menggunakan metode fixed effect model

40
41
42
43
46
49
52

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi kapas
62
2. Uji Chow model volume ekspor kapas
62
3. Uji normalitas model volume ekspor kapas
63
4. Uji multikolinearitas model volume ekspor kapas
63
5. Efek individu model volume ekspor kapas
63
6. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi serat stafel buatan
64
7. Uji Chow model volume ekspor serat stafel buatan
64
8. Uji normalitas model volume ekspor serat stafel buatan
65
9. UJi multikolinearitas model volume ekspor serat stafel buatan
65
10. Efek individu model volume ekspor serat stafel buatan
65
11. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi barang-barang rajutan 66
12. Uji chow model volume ekspor barang-barang rajutan
66
13. Uji normalitas model volume ekspor barang-barang rajutan
67
14. Uji multikolinearitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan
67
15. Efek individu model volume ekspor barang-barang rajutan
67
16. Hasil estimasi Fixed Effect Model (FEM) komoditi pakaian jadi rajutan
68
17. Uji chow model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan
68
18. Uji normalitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan
69
19. Uji multikolinearitas model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan
69
20. Efek individu model volume ekspor pakaian jadi bukan rajutan
69
21. Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi kapas ke negara mitra
dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun 2006- 2013
69
22. Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi serat stafel buatan ke negara
mitra dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun 2006-2013
69

xi

23. Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi barang-barang rajutan ke
negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun
2006-2013
24. Perkembangan RCA dan indeks RCA komoditi pakaian jadi bukan rajutan
ke negara mitra dagang utama dalam kawasan APEC periode tahun
2006-2013
25. Data dependent dan independent ekspor kapas, serat stafel buatan, barangbarang rajutan dan pakaian jadi bukan rajutan ke negara anggota APEC
tahun 2006-2013
26. Data Independent ekspor kapas, serat stafel buatan, barang-barang rajutan
dan pakaian jadi bukan rajutan ke negara anggota APEC tahun 2006-2013

70

71

72
76

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Globalisasi yang semakin meluas dan berkembang saat ini membuat seluruh
negara, khususnya negara berkembang melakukan sebuah reformasi kebijakan secara
besar-besaran agar mampu bersaing di kancah internasional dalam menghadapi
liberalisasi perdagangan. Globalisasi juga diharapkan mampu menciptakan sebuah
iklim perdagangan yang kondusif dan netral antar negara sehingga mampu
mengurangi distorsi yang terjadi akibat adanya liberalisasi perdagangan. Pengurangan
hambatan perdagangan seperti tarif dan bukan tarif dinilai mampu mengurangi
distorsi yang terjadi antar negara, terutama antara negara berkembang dan negara
industri maju. Pengaruh globalisasi yang semakin kuat juga ditandai oleh semakin
banyaknya hubungan kerjasama ekonomi atau integrasi ekonomi yang telah
diimplementasikan berbagai negara baik secara bilateral maupun multilateral.
Integrasi ekonomi akan terjadi bila adanya kesamaan tujuan di antara negara
terkait dan diharapkan dapat memperkuat bargaining position negara tersebut di
pasar internasional, sehingga mampu bersaing dengan negara-negara yang sudah
maju. Integrasi ekonomi merupakan jalan terbaik untuk mempromosikan
pertumbuhan ekonomi dan menghapuskan segala kesulitan yang akan menghambat
pertumbuhan suatu negara (Dee 2005). Pembentukan integrasi ekonomi di suatu
kawasan ditujukan untuk alokasi sumberdaya yang efisien, mendorong persaingan,
dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi dan distribusi di antara negara
anggota (Suarez dalam Mukhlis 2009). Tingkatan integrasi ekonomi itu sangat
bervariasi mulai dari pengaturan perdagangan preferensial, yang selanjutnya dapat
dikembangkan menjadi pembentukan kawasan atau area perdagangan bebas,
kemudian menjadi persekutuan pabean, pasaran bersama, dan pada akhirnya akan
menjurus pada penyatuan ekonomi secara menyeluruh (Salvatore 1997).
Salah satu bentuk integrasi ekonomi yang telah lama diimplementasikan oleh
Indonesia guna menciptakan kerjasama dibidang perdagangan, penanaman modal,
ketenagakerjaan, pengentasan masyarakat dari kemiskinan, dan pengurangan
kesenjangan pembangunan di kawasan adalah Asia-Pacific Economic Cooperation
(APEC) yang resmi didirikan pada tahun 1989. APEC merupakan forum kerja sama
yang dikatakan cukup unik karena merupakan satu-satunya forum kerja sama
multilateral yang tidak mengikat anggotanya secara legal (non legally binding).
Forum tersebut juga dinilai berhasil menyelenggarakan dialog yang seimbang dan
menghargai pandangan anggotanya yang memiliki keragaman kepentingan.
Keputusan yang diambil berkaitan dengan isu-isu yang dibahas dilakukan
berdasarkan konsensus anggota (APEC 2003).
Terdapat tiga pilar utama yang melatarbelakangi pembentukan APEC yaitu
liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi perdagangan, dan kerja sama
ekonomi dan teknik. Fasilitasi perdagangan menjadi salah satu isu utama bagi seluruh
negara khususnya negara berkembang dan negara terbelakang dalam melakukan

2

kegiatan perdagangan, dikarenakan fasilitasi perdagangan berisi segala aturan-aturan
untuk memfasilitasi pergerakan barang lintas negara melalui harmonisasi prosedur
kepabeanan di perbatasan. Perjanjian ini terbagi menjadi dua bagian penting, pertama
berisi segala aturan terkait implementasi fasilitas perdagangan dan kedua berisi
fleksibilitas bagi negara berkembang dan terbelakang terkait peningkatan kapasitas
dan sejumlah isu teknis, sehingga mampu meningkatkan arus perdagangan;
pendapatan; dan adanya perbaikan infrastruktur bagi masing-masing negara. Wilson,
John S, Mann Catherine L, Tsunehiro Otsuki (2003) menyatakan bahwa perjanjian
fasilitasi perdagangan mampu memberikan keuntungan yang besar bagi peningkatan
arus perdagangan dalam kawasan APEC sebesar 21% atau setara dengan US$254
Milyar yang didapat dari perbaikan efisiensi pelabuhan oleh masing-masing negara
dan adanya peningkatan GDP per kapita rata-rata sebesar 4.3% di kawasan ini.
Secara umum manfaat dari kerja sama ekonomi dalam kawasan APEC dengan
adanya fasilitasi perdagangan akan menurunkan biaya hidup karena menurunnya
tingkat hambatan perdagangan, fasilitasi yang diberikan oleh masing-masing negara
dan ekonomi yang semakin kompetitif yang membantu menurunkan tingkat harga
barang dan jasa yang dibutuhkan. Saat ini jumlah anggota ekonomi APEC sudah
mencapai 22 anggota dan terdapat dua belas negara yang menjadi mitra dagang utama
Indonesia dalam memasarkan hasil industri yang selama ini menjadi andalan ekspor.
Negara tersebut yaitu Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Cina, Malaysia, Thailand,
Korea Selatan, Australia, Pilipina, Hongkong, Vietnam, dan Kanada. Adapun nilai
total perdagangan Indonesia kedua belas negara tersebut pada tahun 2013 sebesar
US$256.50 Milyar.
Tabel 1 Nilai total perdagangan Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan
APEC tahun 2009-2013
Total Perdagangan (Milyar US$)
Negara
2009
2010
2011
2012
2013
Amerika Serikat
17.90
23.70
27.20
26.50
24.80
Jepang
28.40
42.80
53.20
52.90
46.40
Singapura
25.80
34.00
44.40
43.20
42.30
Cina
25.50
36.10
49.20
51.00
52.40
Malaysia
12.50
18.00
21.40
23.50
24.00
Thailand
7.80
12.00
16.30
18.10
16.80
Korea Selatan
12.90
20.30
29.40
27.00
23.00
Australia
6.70
8.30
10.80
10.20
9.40
Pilipina
2.90
3.90
4.60
4.50
4.60
Hongkong
3.80
4.40
5.70
4.60
4.80
Vietnam
2.10
3.10
4.80
4.90
5.10
Kanada
1.50
1.80
3.00
2.60
2.80
Sumber : Kementrian Perdagangan, 2015 (diolah)

Sektor perdagangan memiliki peranan yang sangat penting bagi seluruh negara
dalam merangsang tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Model
pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan Keynes adalah pertumbuhan suatu negara

3

tidak hanya dilihat dari sisi konsumsi (C), investasi (I), dan pengeluaran pemerintah
(G) saja tetapi kegaiatan ekspor dan impor (X&M) juga memainkan peranan penting
bagi perekonomian. Ekspor memiliki pengaruh yang positif sedangkan impor
memiliki pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan di negara maju maupun
negara berkembang, akan tetapi bagi negara maju peran dari ekspor dan impor sendiri
tidak terlalu besar terhadap pertumbuhan ekonomi di negaranya dan sebaliknya untuk
negara berkembang peran ekspor dan impor sangat besar terhadap pertumbuhan
ekonomi di negaranya (Deviyantini 2012).
Total perdagangan Indonesia ke seluruh negara mitra dagangnya pada tahun
2013 yaitu sebesar US$369.2 Milyar. Sebesar 69.5% nilai perdagangan tersebut
berasal dari mitra dagang utama di kawasan APEC. Pada Tabel 1 menunjukkan nilai
total perdagangan Indonesia kedua belas negara mitra dagang utama di kawasan
APEC. Negara Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Cina, Malaysia, dan Korea
Selatan memiliki nilai perdagangan yang lebih besar dari US$10 Milyar setiap
tahunnya. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata nilai perdagangan terbesar
yaitu Jepang, Cina, Singapura, dan Amerika Serikat dengan nilai masing-masing
US$44.74 Milyar, US$42.84 Milyar, US$37.94 Milyar, dan US$24.02 Milyar. Tahun
2010 memiliki nilai pertumbuhan yang cukup tinggi dibandingkan dengan tahun
lainnya yaitu sebesar 41%, hal tersebut dikarenakan pada tahun sebelumnya dampak
dari krisis ekonomi global mulai dirasakan oleh negara-negara di dunia khususnya
negara berkembang.

Milyar US$

200
150

Total
Industri

100

Pertambangan
Pertanian

50

Lainnya
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2015 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan ekspor bukan migas Indonesia (milyar US$) tahun 20072013
Ekspor bukan migas mempunyai prospek yang sangat baik bagi perdagangan di
Indonesia setiap tahunnya. Namun pada tahun 2009-2013 surplus perdagangan dari
industri bukan migas cenderung menurun yaitu sebesar 28.6%. Hal tersebut
disebabkan nilai impor yang meningkat lebih besar dibandingkan nilai ekspornya.
Gambar 1 menggambarkan perkembangan ekspor bukan migas Indonesia yang
cenderung meningkat setelah tahun 2009 dan kembali menurun di tahun 2012. Sektor
industri sangat mendominasi terhadap total nilai perdagangan bukan migas.
Kontribusi tertinggi pada tahun 2008 karena sektor industri mampu menyumbangkan

4

sebesar 82% dari nilai total perdagangan bukan migas dan pertumbuhan tertinggi
pada tahun 2010 yaitu sebesar 33.5%. Nilai ekspor bukan migas Indonesia tertinggi
menyentuh angka sebesar US$122.2 Milyar di tahun 2011 dan terendah sebesar
US$73.4 Milyar di tahun 2009. Fluktuasi nilai ekspor setiap tahunnya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan domestik dan internasional serta peran pemerintah
dalam membuat regulasi guna melindungi industri di negaranya masing-masing.
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional merupakan industri strategis
yang memiliki peran penting dalam penyerapan tenaga kerja, pemenuhan kebutuhan
sandang dalam negeri, serta sebagai penghasil devisa ekspor bukan migas dengan
nilai yang cukup signifikan. Industri TPT juga memiliki keunggulan, dimana struktur
industrinya telah terintegrasi dari hulu ke hilir. Pada tahun 2011, ekspor TPT
Indonesia mampu mencapai sebesar US$13.23 Milyar dengan penyerapan tenaga
kerja langsung dan tidak langsung sebesar tiga juta orang (Kemenperin 2011).
Gambar 2 menunjukkan perkembangan ekspor hasil industri Indonesia, dapat dilihat
pada tahun 2009 mengalami penurunan kinerja ekspor akibat adanya dampak krisis
keuangan global. Bagi industri TPT pertumbuhan yang cukup pesat terjadi pada tahun
2010 dan 2011 dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 21.7% atau meningkat sebesar
US$2 Milyar. Tingkat pertumbuhan yang negatif dirasakan industri TPT Indonesia
pada tahun 2009 dan 2012 yang menyebabkan penurunan nilai ekspor sebesar US$0.9
Milyar atau turun sebesar 8.9% dan US$0.8 Milyar atau turun sebesar 6.1%.
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Besi Baja, Mesin dan
Otomotif
Tekstil
Pengolahan Karet
Elektronika

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Pengolahan Tembaga,
Timah dan lainnya

Sumber : Kementrian Perindustrian, 2015 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan ekspor hasil industri Indonesia (milyar US$) tahun 20072013
Pada tahun 2013 nilai ekspor industri TPT mencapai US$12,68 Milyar dengan
surplus neraca perdagangan mencapai US$4.21 Milyar. Dengan nilai ekspor tersebut,
produk TPT mampu memberikan kontribusi ekspor sebesar 11.22% terhadap total
ekspor industri nasional. Meskipun neraca perdagangan nasional mengalami defisit
sejak tahun 2012, industri TPT mampu mempertahankan surplus rata-rata senilai
US$4.3 Milyar dan kontribusi ekspornya diatas 10% terhadap total ekspor industri
nasional. Gambar 3 memperlihatkan kinerja ekspor TPT Indonesia yang sangat
bergantung pada negara-negara di kawasan APEC dan dapat dilihat lebih dari 60%
aliran ekspor terdistribusi kawasan ini. Dalam pasar ASEAN dan APEC saingan
terberat Indonesia dalam industri TPT adalah negara Cina. Pertumbuhan ekspor Cina

5

Milyar US$

disebabkan oleh meningkatnya daya saing industrinya di pasar internasional
sedangkan Indonesia hanya disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari domestik
dan luar negeri. Namun, produk TPT Cina sendiri masih terdapat beberapa negara
yang menerapkan sistem safeguard salah satunya adalah Amerika Serikat. Keadaan
demikian membuat keuntungan tersendiri bagi Indonesia dalam memperluas pasarnya
di Amerika Serikat dan meningkatkan daya saingnya di APEC.
14
12
10
8
6
4
2
0

World
APEC
ASEAN+3
ASEAN
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Gambar 3 Perkembangan ekspor TPT Indonesia ke Dunia, APEC, ASEAN dan
ASEAN+3 (milyar US$) tahun 2007-2013
Pada Gambar 3 juga menunjukkan di tahun 2010 dan 2011 terjadi peningkatan
pangsa ekspor TPT Indonesia secara agregat dengan nilai masing-masing
pertumbuhan sebesar 21.7% dan 18.8%, namun di tahun 2012 terjadi penurunan nilai
ekspor TPT Indonesia sebesar US$0.9 Milyar. Hal tersebut disebabkan oleh regulasi
pemerintah Indonesia yang tidak sesuai dengan keadaan industri saat itu. Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 253 tahun 2011 yang mengatur Kemudahan Impor
Tujuan Ekspor (KITE) menjadi salah satu faktor utama penghambat industri TPT
Indonesia. Aturan tersebut menyebabkan eksportir TPT harus membayar Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) di muka, sehingga proses restitusi pajak semakin lama
sehingga mengganggu cash flow dan input yang digunakan dalam proses produksi
dari para eksportir.
Bersamaan dengan disepakatinya “Bogor Goals” yang berisikan tentang
perdagangan dan investasi yang terbuka dan bebas pada tahun 2010 untuk negara
maju dan tahun 2020 untuk negara berkembang sejak saat itulah kran perdagangan
besar-besaran dibuka. Negara–negara anggota APEC bebas mengekspor dan
mengimpor barang–barang dengan segala kemudahan yang memang harus di
fasilitasi oleh anggota APEC. Fasilitasi perdagangan merupakan salah satu
kesempatan bagi Indonesia dalam memperluas pasarnya di kancah internasional,
karena dapat mengurangi biaya dari perdagangan dan kemudahan bagi Indonesia
dalam mengakses pasar guna memasarkan komoditas yang dinilai sebagai andalan
ekspor Indonesia di kawasan APEC. Efek kombinasi yang ditimbulkan dari fasilitasi
perdagangan mampu mereduksi biaya perdagangan bagi negara berpendapatan
rendah sebesar 14.5%, menengah ke bawah sebesar 15.5%, dan menengah ke atas
sebesar 13.2% (Moise dan Sorescu 2013). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan

6

penelitian akan dampak dari fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor
TPT Indonesia di negara mitra dagang utama di kawasan APEC.
Perumusan Masalah
Globalisasi telah menyebabkan semakin tipisnya batas-batas geografis dari
kegiatan ekonomi baik itu secara nasional maupun internasional. Hilangnya
hambatan-hambatan perdagangan berupa tarif maupun bukan tarif juga menjadi salah
satu tolak ukur semakin terbukanya negara dalam melakukan perdagangan. Gambar 4
menyajikan perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia periode 2007-2013 di
kawasan APEC. Dapat dilihat nilai ekspor yang selalu lebih besar dibandingkan
dengan impornya sehingga industri TPT Indonesia selalu menghasilkan surplus
perdagangan. Namun laju pertumbuhan ekspor TPT Indonesia setiap tahunnya tidak
sebesar impornya. Pada tahun 2008 terjadi peningkatan nilai impor sebesar US$2.8
Milyar atau tumbuh sebesar 200% sedangkan pertumbuhan ekspornya tidak lebih dari
10%. Tahun 2009 baik kinerja ekspor maupun impor mengalami penurunan yang
disebabkan oleh dampak krisis keuangan global yang dampaknya telah melanda
negara-negara di dunia dan di tahun 2011 surplus perdagangan hanya sebesar US$0.9
Milyar, nilai ini menjadi titik terendah sejak dalam periode 2007-2013.

Milyar US$

10
8
6

Ekspor

4

Impor
Neraca

2
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Gambar 4 Perkembangan ekspor dan impor TPT Indonesia di kawasan APEC
(milyar US$) Tahun 2007-2013
Impor TPT Indonesia didominasi oleh bahan baku industri hulu yang pada
nantinya akan digunakan para pelaku industri domestik dalam memproduksi barang
jadi untuk di ekspor. Kenaikan impor yang terjadi juga disebabkan adanya pemberian
dukungan berupa fasilitas KITE oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai (DJBC) guna
meningkatkan kinerja ekspor industri hulu maupun hilir Indonesia, tetapi pada
kenyataannya para eksportir tidak mampu memanfaatkan secara optimal pemberian
fasilitas KITE untuk merangsang kinerja industri TPT Indonesia. Hal tersebut juga
disebabkan adanya peraturan pemerintah yang tidak sesuai dengan keadaan industri
saat itu salah satunya adalah PMK 253 tahun 2011 yang mewajibkan para eksportir
membayar PPN di muka dan proses restitusi yang lama. Peraturan tersebut akan
memberikan dampak yang negatif bagi perkembangan industri dikarenakan dapat

7

meningkatkan biaya produksi dan terganggunya permodalan para pelaku industri
domestik yang akan melakukan kegiatan ekspor maupun impor.
Tabel 2 Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) empat komoditi utama TPT
Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC tahun 2013
Negara
Amerika Serikat
Jepang
Singapura
Cina
Malaysia
Thailand
Korea Selatan
Australia
Pilipina
Hongkong
Vietnam
Kanada

HS52

HS55

HS61

HS62

5.95
5.74
0.90
1.15
0.75
0.58
1.50
2.09
3.39
1.23
0.27
19.90

10.39
9.40
1.14
2.65
4.08
5.41
9.65
4.94
1.05
11.56
1.28
11.87

6.35
0.55
0.49
3.25
1.53
0.96
2.63
0.52
0.83
0.67
0.02
9.15

7.19
0.72
0.53
1.52
2.57
0.68
1.28
1.50
0.47
1.20
0.16
12.14

Ket: HS 52 (Kapas), HS 55 (Serat stafel buatan), HS 61 (Barang-barang rajutan), HS 62 (Pakaian jadi
bukan rajutan)

Sumber : International Trade Centre, 2015 (diolah)

Pada Tabel 2 menyajikan tingkat daya saing empat komoditi utama TPT
Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC. Pada komoditi kapas dan
serat stafel buatan daya saing tertinggi berada di negara Kanada dengan nilai RCA
sebesar 19.90 dan 11.87 dan daya saing terendah berada di negara Vietnam dengan
nilai sebesar 0.27 untuk komoditi kapas dan negara Pilipina sebesar 1.05 untuk
komoditi serat stafel buatan. Sementara itu, untuk komoditi barang-barang rajutan
dan pakaian jadi bukan rajutan daya saing tertinggi tetap berada di negara Kanada
dengan nilai RCA sebesar 9.15 dan 12.14 disusul oleh Amerika Serikat dengan nilai
sebesar 6.35 dan 7.19. Namun tingginya tingkat daya saing tersebut tidak diimbangi
dengan peningkatan dan pertumbuhan kinerja ekspor TPT Indonesia di kawasan
APEC. Dapat dilihat kembali pada Gambar 4, laju pertumbuhan impor yang jauh
lebih tinggi bila dibandingkan ekspornya pada periode 2007-2013. Tingginya tingkat
daya saing TPT Indonesia di beberapa negara APEC harus dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi Indonesia dalam melakukan penetrasi pasar guna memperbaiki kinerja
ekspor yang cenderung menurun dalam dua tahun terakhir.
Fasilitasi perdagangan berupa pengurangan biaya perdagangan dan peningkatan
kinerja bea cukai seperti penanganan di pelabuhan dan jasa-jasa yang terkait dengan
perdagangan dinilai sangat mampu meningkatkan kinerja ekspor setiap negara,
khususnya bagi negara Indonesia yang memiliki tingkat daya saing tinggi di kawasan
APEC dalam industri TPT nya. Melalui perjanjian fasilitasi perdagangan inilah
diharapkan industri TPT mampu memperbaiki kinerja ekspornya kembali dan
pemerintah dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang akan

8

mendukung peningkatan produktivitas industri TPT Indonesia sehingga mampu
bersaing kembali dengan negara pesaingnya di pasar internasional.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka permasalahan yang
dapat dibentuk adalah :
1. Bagaimana posisi daya saing TPT Indonesia di negara mitra dagang utama dalam
kawasan APEC ?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perkembangan ekspor TPT Indonesia ke
negara mitra dagang utama di kawasan APEC ?
3. Bagaimana dampak dari fasilitasi perdagangan terhadap perkembangan ekspor
TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC ?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan maka
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis daya saing TPT Indonesia di negara mitra dagang utama dalam
kawasan APEC.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan ekspor TPT
Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan APEC.
3. Menganalisis dampak dari implementasi fasilitasi perdagangan terhadap
perkembangan ekspor TPT Indonesia ke negara mitra dagang utama di kawasan
APEC.
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak, diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah Indonesia, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi masukan
dan informasi untuk merumuskan, menetapkan dan mengimplementasikan
kebijakan dalam rangka untuk mengembangkan industri TPT Indonesia.
2. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian dapat menambah dan meningkatkan
informasi serta wawasan mengenai komoditi TPT dan dapat dijadikan sumber
acuan dalam penelitian selanjutnya.
3. Bagi penulis, diharapkan penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan dan
pemahaman sehingga mampu mengusulkan masukan maupun solusi untuk
permasalahan perdagangan komoditi TPT yang dihadapi oleh Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan hanya dalam ruang lingkup perdagangan bilateral
diantara Indonesia dengan negara mitra dagang utama ekspor hasil industri TPT
Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Jepang, Singapura, Cina, Malaysia, Thailand,
Korea Selatan, Australia, Pilipina, Hongkong, Vietnam, dan Kanada yang dimulai
dari tahun 2006 hingga 2013. Pemilihan komoditi dalam penelitian ini berdasarkan

9

komoditi unggulan ekspor produk TPT Indonesia ke negara mitranya. Kode HS TPT
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kode HS digit 2 yaitu HS 52 (kapas), HS
55 (serat stafel buatan), HS 61 (barang-barang rajutan) dan HS 62 (pakaian jadi
bukan rajutan) dengan nomenclature product code HS combined. Selain itu,
penelitian ini juga menggunakan dummy krisis global tahun 2008 dan dummy PMK
No. 253 tahun. Kedua dummy tersebut dinilai dapat memengaruhi laju perkembangan
ekspor TPT Indonesia ke negara utama tujuan ekspor di kawasan APEC.

TINJAUAN PUSTAKA
Perdagangan Internasional
Pada dasarnya perdagangan internasional bisa terjadi apabila kedua belah pihak
memperoleh manfaat atau keuntungan dalam perdagangan tersebut (gains from
trade). Hal yang terpenting dalam perdagangan internasional adalah bahwa dua
negara melakukan transaksi perdagangan yang saling menguntungkan. Perdagangan
internasional menciptakan keuntungan dengan memberikan peluang pada setiap
negara untuk mengeskpor barang-barang yang faktor produksinya menggunakan
sebagian sebagian sumberdaya yang berlimpah, dan mengimpor barang-barang yang
faktor produksinya langka atau mahal jika diproduksi di dalam negeri. Perdagangan
internasional memungkinkan setiap negara melakukan spesialisasi produksi terbatas
pada barang-barang tertentu sehingga memungkinkan mereka mencapai tingkat
efisiensi yang lebih tinggi dengan skala produksi yang lebih besar (Halwani 2002).
Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena ada dua alasan utama.
Pertama negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama
lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang
relative lebih baik. Kedua, negara–negara melakukan perdagangan dengan tujuan
untuk mencapai skala ekonomi dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya
memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang
tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan
kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang (Basri dan Munandar 2010).
Fasilitasi Perdagangan
Perjanjian fasilitasi perdagangan merupakan perjanjian multilateral pertama
yang dihasilkan oleh World Trade Organization (WTO) sejak organisasi ini
terbentuk. Melalui perjanjian ini, negara anggota berkomitmen untuk melakukan
penyerdehanaan dan peningkatan transparasi berbagai ketentuan yang mengatur
ekspor, impor, dan barang dalam proses transit sehingga kegiatan perdagangan dunia
semakin cepat, mudah dan murah. Fasilitasi perdagangan berisi ketentuan untuk
mempercepat proses perpindahan, pembebasan, dan perizinan barang yang akan
keluar masuk di setiap negara. Hal ini juga menetapkan langkah kerjasama yang

10

efektif antara kepabeanan dan pihak yang berwenang dalam fasilitasi perdagangan
dan isu-isu mengenai kepatuhan kepabeanan (WTO 2015).
Fasilitasi perdagangan dapat didefinisikan sebagai segala macam tindakan dan
kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi biaya transaksi yang mempengaruhi arus
barang, jasa, dan investasi, termasuk segala bentuk kebijakan non-tarif, regulasiregulasi domestik, serta segala isu infrastruktur, konektivitas, dan logistik. Fasilitasi
perdagangan merupakan salah satu pilar strategi pembangunan Indonesia, yang
terefleksikan dari komitmen-komitmen Indonesia terkait fasilitasi perdagangan baik
secara nasional, bilateral, regional, dan internasional. Salah satu dari komitmenkomitmen tersebut adalah UU No.10/1995 tentang Kepabeanan, yang kemudian
mengalami perubahan menjadi UU No.17/2006, dimana secara eksplisit tercantum
rujukan mengenai aspek fasilitasi perdagangan internasional. Isu fasilitasi
perdagangan menjadi penting melalui peningkatan aspirasi dalam pembahasan mata
rantai perdagangan dari penyedia bahan baku menjadi pengolah bahan antara dan
produk akhir sehingga negara berkembang seperti Indonesia dapat ikut menikmati
nilai tambah dalam mata rantai perdagangan (Kemlu 2012).
Banyak sekali penelitian akan dampak dari fasilitasi perdagangan telah
dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel fasilitasi
perdagangan dapat memengaruhi pergerakan arus barang dan jasa di suatu negara.
Variabel atau proxy yang sering digunakan dalam mewakili fasilitasi perdagangan
yaitu efisiensi pelabuhan, lingkungan kepabeanan, lingkungan peraturan, penggunaan
elektronik bisnis, dan infrastruktur sektor jasa (Wilson et al 2003, Njinkeu
Dominique, John S Wilson, Bruno P Fosso 2008, Otsuki 2011). Adapun pemilihan
variabel fasilitasi perdagangan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
besarnya signifikansi variabel tersebut terhadap perkembangan ekspor di suatu negara
yang mengacu pada penelitian terdahulu yang telah dijadikan acuan yaitu (Njinkeu et
al 2008) :
Port Efficiency (Efisiensi Pelabuhan)
Efisiensi pelabuhan merupakan salah satu indikator dari infrastruktur yang akan
memengaruhi arus perdagangan di dunia. Clark Ximena, David Dollar, Alejandro
Micco (2002) menemukan bahwa efisiensi pelabuhan memiliki peranan yang sangat
penting dan peningkatan efisiensi dari 25%-75% akan mengurangi biaya pengiriman
hingga 12% atau setara dengan 5000 kilometer dalam jarak sebaliknya pelabuhan di
suatu negara tidak efisien akan meningkatkan biaya transportasi. Namun pada
kenyataannya dalam meningkatkan kualitas infrastruktur di suatu negara
membutuhkan biaya yang sangat besar dan kualitas infrastruktur sangat memengaruhi
arus perdagangan suatu negara (Shepherd dan Wilson 2009). Dalam peneilitian ini
menggunakan dua indikator yaitu kualitas infrastruktur pelabuhan dan kualitas
infrastruktur transportasi udara.
Regulatory Environment (Lingkungan Peraturan)
Lingkungan peraturan yang semakin ketat akan berdampak negatif terhadap
arus perdagangan barang dan jasa. Menurut Ramos Laura M, Inmaculada M Zarzoso,
Celestino S Burguet (2011) lingkungan peraturan dari sebuah institusi memiliki

11

dampak yang lebih besar dibandingkan dengan pengenaan tarif impor oleh suatu
negara. Lingkungan peraturan memiliki dampak negatif dan signifikan terhadap
industri manufaktur di kawasan APEC (Wilson et al, 2003). Keuntungan yang
didapat dari fasilitasi perdagangan yaitu (1) menurunkan biaya perdagangan dan
menghemat waktu (2) meningkatkan volume perdagangan baik ekspor maupun impor
dikarenakan reformasi kebijakan perdagangan yang baik (3) meningkatkan
pendapatan pemerintah dan efisiensi dan (4) meningkatkan kesejahteraan bagi
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi (Milner Chris, Oliver Morrissey, Evious
Zgovu 2008). Dalam penelitian ini menggunakan tiga indikator yaitu kepercayaan
publik terhadap politik, transparansi kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan
diskriminasi dalam keputusan pejabat pemerintah.
Gravity Model
Gravity model merupakan model ekonomi yang telah seringkali digunakan
untuk menjelaskan hubungan perdagangan antar negara. Model ini didasarkan atas
teori Sir Isaac Newton tentang gravitasi. Model ini memperkirakan bahwa volume
perdagangan antara kedua negara berhubungan lurus dengan pendapatan masingmasing negara tersebut, dan berhubungan terbalik dengan hambatan perdagangan
negara (Bary 2014). Model gravitasi juga telah banyak digunakan untuk melihat
adanya efek aliran perdagangan dari sebuah lembaga atau negara secara substansial
seperti serikat pabean dan mekanisme nilai tukar (Anderson dan Wincoop 2001).
Tingkat volume perdagangan internasional sangat ditentukan oleh jarak antar negara
dan GDP, sehingga dapat diformulasikan persamaan gravity model sebagai berikut
(Krugman dan Obstfeld 2009) :
Tij = A x Yi x Yj/Dij

(2.1)

di mana
Tij
: nilai perdagangan antara negara i dan j
A
: konstanta
Yi
: GDP di negara i
Yj
: GDP di negara j
Dij
: jarak antara negara i dan negara j
Krugman dan obstfeld (2009) memiliki tiga pernyataan kuat tentang model
gravitasi. pertama, terdapat hubungan empiris yang kuat antara besaran perekonomian
sebuah negara pengimpor dengan negara pengekspornya. Kedua, terkait dengan
logika model gravitasi yang pada umumnya ekonomi yang besar cenderung banyak
melakukan impor dikarenakan mereka memiliki banyak pemasukan. Mereka juga
cenderung menyerap pengeluaran dari negara lain dikarenakan besarnya jumlah
produksi mereka. Ketiga, terkait dengan hadirnya anomali perdagangan yakni salah
satu prinsip penggunaan model gravitasi adalah untuk membantu kita
mengidentifikasi terjadinya anomali dalam perdagangan.

12

Persamaan diatas dapat dibentuk menjadi sebuah gravity model sederhana
seperti yang umum digunakan dalam setiap penelitian dan telah di logaritma natural,
sehingga terbentuk persamaan sebagai berikut :
lnVij = α0 + α1 lnYi + α2 lnYj + α3 lnDij +

ij

(2.2)

di mana
Vij
: volume ekspor dari negara i ke negara j
α0
: intersep
Yi
: GDP di negara i
Yj
: GDP di negara j
Dij
: jarak ekonomi antara negara i dan negara j
: error term
ij
Konsep Daya Saing
Menurut World Economic Forum (2014) konsep daya saing adalah sebagai
seperangkat institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat
produktivitas suatu negara. Tingkat produktivitas, pada gilirannya akan menentukan
tingkat kemakmuran yang dapat diterima oleh kegiatan ekonomi suatu negara.
menurut World Economic Forum (WEF) terdapat 12 pilar utama yang akan
membentuk daya saing suatu negara yaitu institusi/kelembagaan; ketersediaan dan
kualitas infrastruktur; kondisi lingkungan makroekonomi; kesehatan dan pendidikan
dasar; pelatihan dan pendidikan tinggi; efisiensi pasar barang; efisiensi pasar tenaga
kerja; ketersediaan pasar keuangan; kesiapan teknologi; ukuran pasar; kecanggihan
bisnis; dan inovasi yang dilakukan suatu negara (WEF 2014).
Daya saing adalah ukuran dari keuntungan suatu negara atau kerugian yang
akan diterimanya dalam menjual produknya di pasar internasional (OECD 2001).
Menurut Farole Thomas, Jose Guilherme Reis, Swarnim Wagle (2010) pengaruh
daya saing suatu negara dipengaruhi kuat oleh kebijakan perdagangan seperti
pemberlakuan tarif dan kuota, kebijakan nilai tukar, kondisi infrastruktur,
standardisasi, lisensi, biaya tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dan akses
keuangan. Bagi negara Indonesia sendiri peningkatan daya saing dalam kurun 3 tahun
terakhir sangat dipengaruhi oleh meningkatnya kualitas infrastruktur dan
konektivitas, kualitas tatakelola sektor swasta dan publik, efisiensi pemerintahan, dan
pemberantasan korupsi (WEF 2014).
Keunggulan Komparatif
David ricardo yang memperkenalkan hukum keunggulan komparatif. Hukum
ini mengatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien juka dibandingkan
dengan negara lainnya dalam memproduksi kedua kedua komoditi, masih terdapat
dasar untuk dilakukannya perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak
(sepanjang proporsi kerugian absolut satu negara pada kedua komoditi itu tidak
sama). Negara yang kurang efisien harus berspesialisasi dalam berproduksi dan
mengekspor komoditi yang kerugian absolutnya lebih sedikit. Teori ini didasarkan
pada cost comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative

13

advantage (labor productivity). Labor efficiency merupakan keuntungan spesialisasi
suatu negara akan diperoleh jika suatu negara dapat berproduksi lebih efisien serta
mengimpor barang yang produksinya kurang atau tidak efisien, sedangkan labor
productivity merupakan keuntungan spesialisasi suatu negara akan diperoleh jika
negara tersebut dapat berproduksi lebih produktif dan mengimpor barang yang
produksinya kurang atau tidak produktif.
Teorema Hecksher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor menyebutkan bahwa
sebuah negara akan mengekspor suatu komoditi yang memiliki kelimpahan faktor
produksi atau faktor produksi yang murah, sedangkan pada sisi lain negara tersebut
akan mengimpor komoditi yang padat dengan faktor produksi yang dinegaranya
merupakan faktor produksi yang langka atau mahal (Salvatore 1997). Suatu negara
memiliki keunggulan yang alami tersedia di negaranya. Bagi negara Indonesia
keunggulan alami yang utama dalam proses produksi berada pada besarnya tingkat
tenaga kerja (excess supply), sehingga biaya tenaga kerja di Indonesia relatif lebih
murah dan ketersediaannya cukup besar (Tambunan 2004).
Keunggulan Kompetitif
Menurut Sipos (2008) menyatakan bahwa keunggulan kompetitif merupakan
suatu alat yang harus dibuat dan didukung oleh suatu negara untuk mencapai target
dalam perekonomian nasional. Untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam
kondisi ekonomi global dan secara permanen mengubah lingkungan terdapat satu
cara penting yang dapat dilakukan suatu negara yaitu melalui sebuah inovasi. Inovasi
yang dimaksud berupa ide atau gagasan baru yang mungkin negara lain tidak
memiliki kemampuan untuk mencapai gagasan tersebut. Hal yang dapat dilakukan
yaitu melalui penciptaan produk baru dari sektor manufaktur, teknologi, akuisisi
peralatan baru, perbaikan manajemen, metode pembiayaan, peningkatan kinerja dan
kualifikasi tenaga kerja, sistem informasi yang semakin baik. Semua inovasi yang
telah disebutkan diyakini menjadi alat dan sumber utama dalam penciptaan
keunggulan kompetitif di suatu negara. Hal tersebut dapat dicapai secara
berkelanjutan jika proses inovasi suatu negara dapat dilakukan secara terus menerus.
Gross Domestic Product (GDP)
Gross domestic product (GDP) berfungsi untuk mengukur pendapatan setiap
orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa
perekonomian. Para ekonom menyebut terdapat dua macam GDP yaitu GDP nominal
dan GDP riil. GDP nominal berfungsi untuk menilai barang dan jasa pada harga
berlaku sehingga kenaikannya bisa disebabkan oleh dua hal yaitu meningkatnya
harga atau meningkatnya output. Sedangkan GDP riil berfungsi untuk menilai barang
dan jasa pada harga konstan atau dapat dikatakan meningkatnya nilai tersebut hanya
jika jumlah barang dan jasa meningkat (Mankiw 2007). Adapun komponenkomponen dari GDP yaitu :
Y = C + I + G + NX

(2.3)

14

di mana :
C
: konsumsi
I
: investasi
G
: pengeluaran pemerintah
NX
: ekspor bersih
Dalam persamaan gravity model variabel GDP negara ekspor dan impor
seringkali dimasukkan dalam pemodelan karena memiliki hubungan yang cukup
signifikan dan positif terhadap permintaan ekspor suatu komoditi di setiap negara.
Semakin besar nilai GDP di suatu negara akan semakin besar pula jumlah
volume/nilai ekspor di antara keduanya. Hal tersebut dapat dilihat dari persamaan
model gravitasi sederhana yang telah dibangun oleh Mazurek (2014) :
(2.4)
di mana :
E
k
GDPj
DISTij

: nilai/volume ekspor
: parameter bebas (bernilai positif)
: GDP negara pengimpor
: jarak antar negara
GDP per Kapita

Gross Domestic Product (GDP) per kapita merupakan penjumlahan nilai
tambah bruto oleh seluruh penduduk dalam perekonomian ditambah pajak produk
dan dikurangi subsidi. Terdapat dua macam jenis GDP yaitu GDP per kapita atas
dasar harga konstan yang berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per
kapita atau dayabeli penduduk suatu negara dan GDP per kapita atas dasar harga
berlaku yang menunjukkan GDP per kepala penduduk. Menurut Fitzsimons Emla,
Vincent Hogan, J Peter Neary (1999) menyatakan peningkatan GDP per kapita
negara pengekspor akan meningkatkan kemampuan produksi negara tersebut,
sedangkan meningkatnya GDP per kapita negara pengimpor akan meningkatkan
konsumsi negara tersebut sehingga permintaan akan impor suatu komoditi akan
mengalami peningkatan. Adapun penghitungan secara matematis GDP per kapita
sebagai berikut :
(2.5)

Harga Ekspor
Harga yang diterima oleh negara pengimpor (harga ekspor) merupakan salah
satu faktor penting bagi suatu negara dalam menentukan jumlah permintaan barang
yang akan diimpor. Lipsey (1997) menyatakan bahwa kenaikan harga ekspor suatu
negara akan memengaruhi penurunan permintaan dari pihak konsumen luar negeri

15

terhadap barang tersebut, sehingga volume ekspor dari

Dokumen yang terkait

Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

1 65 87

Aspek Hukum Terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam Setiap Pemberian Pembiayaan Oleh Bank Syariah (Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

0 31 78

Pengaruh non performing financing,financing to deposit ratio, dan retrun on assets terhada pertumbuhan aset bank syariah

0 7 0

Pengaruh Debt Financing,Equity Financing dan Non Performing Financing Terhadap Profitabilitas Perbankan syariah (Studi Kasus Pada Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010-2015)

0 10 139

Pengaruh non performing financing,financing to deposit ratio, dan retrun on assets terhada pertumbuhan aset bank syariah (analisis pada bank umum syariah di Indonesia periode 2011-2014)

0 9 105

DETERMINAN NON PERFORMING FINANCING BANK SYARIAH DI INDONESIA (PERIODE JANUARI 2010 – JUNI 2015)

0 6 27

DETERMINAN NON PERFORMING FINANCING BANK SYARIAH DI INDONESIA (PERIODE JANUARI 2010 – JUNI 2015)

3 19 167

DETERMINAN NON PERFORMING FINANCING (NPF) PADA SEGMEN BUSINESS BANKING (STUDI KASUS DI PT BANK SYARIAH X)

0 0 6

Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

0 0 11

PENGARUH NON PERFORMING FINANCING PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN NON PERFORMING FINANCING PEMBIAYAAN MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA - repository perpustakaan

0 0 14