Aspek Hukum Terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam Setiap Pemberian Pembiayaan Oleh Bank Syariah (Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

(1)

ASPEK HUKUM TERHADAP UPAYA PENYELESAIAN

PEMBIAYAAN BERMASALAH (NON PERFORMING

FINANCING) DALAM SETIAP PEMBERIAN

PEMBIAYAAN OLEH BANK SYARIAH

(Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

S K R I P S I OLEH

IMRAN SAHARI

110200370

Departemen Hukum Keperdataan (Program Kekhususan Hukum Dagang)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM TERHADAP UPAYA PENYELESAIAN

PEMBIAYAAN BERMASALAH (NON PERFORMING

FINANCING) DALAM SETIAP PEMBERIAN

PEMBIAYAAN OLEH BANK SYARIAH

(Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH IMRAN SAHARI

110200370

Depertement Hukum Keperdataan (Program Kekhususan Hukum Dagang)

Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 1966030311985081001 Dr. Hasim Purba, SH.,M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.,MS

NIP. 196204211988031004 NIP. 195412101986011001 M. Siddik, SH., M.HUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Imran Sahari *) Tan Kamell **) M. Siddik***)

Perbankan syariah sebagai lembaga intermediary tentunya juga memiliki kewajiban untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.Namun pada dasarnya pembiayaan yang diberikan itu mengandung resiko, dimana adapun yang menjadi resiko dalam pembiayaan adalah terjadinya pembiayaan bermasalah.Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya resiko pembiayaan bermasalah, bank syariah dalam memberikan pembiayaan haruslah di dasarkan pada prinsip kehati-kehatian. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini antara lain Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, Bagimana penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, serta apa saja kendala yang dihadapi PT Bank Sumut Syariah dalam penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah dan penyelesaian terhadap kendala yang terjadi dalam penyelesaian pembiyaan bermasalah

Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, dimana yang dimaksud dengan pendekatan secara yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat. Adapun cara pengambilan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini ialah dengan mencari bahan-bahan hukum , serta melakukan wawancara secara mendalam kepada pegawai PT Bank Sumut Syariah

Adapun yang menjadi kesimpulan pada penulisan skripsi ini adalah bahwa faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu bank itu sendiri seperti kesalahan dalam analisis nasabah, serta aspek nasabah seperti karakter yang buruk dari nasabah. Bahwa adapun penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan adalah dengan melakukan penagihan, melakukan restrukturisasi, melakukan penyelesaian melalui arbitrasi dan upaya terakhir adalah melalui pengadilan. Bahwa adapun kendala yang dijumpai adalah pengikatan jaminan yang tidak sempurna, pihak nasabah yang melakukan perlawanan saat di eksekusi dengan mengajukan gugatan. Adapun upaya penyelesaian yang dilakukan pihak bank terhadap hambatan yang terjadi seperti, memperhatikan dengan cermat klausul yang dicantumkan, mengajukan jawaban ke Pengadilan serta meinta aparat kepolisian mengamankan pengosongan objek jaminan pembiayaan

Kata Kunci : Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, Pemberian Pembiayaan *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU ***) Dosen Pembimbing II, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya serta shalawat dan salam peneliti hantarkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana hukum departemen hukum perdata dagang pada Fakultas HUKUM Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Ayahanda tercinta SARING M.Pd dan Ibunda tercinta IDA MARIATI S.Pd,M.H yang tidak pernah berhenti mendo’akan, mendukung, dan selalu bersusah payah kerja keras agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dan menggapai cita-citanya di kemudian kelak.

Skripsi ini berjudul “ASPEK HUKUM TERHADAP UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (NONPERFORMING FINANCING) DALAM SETIAP PEMBERIAN PEMBIAYAAN OLEH BANK SYARIAH” penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan do’a dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Bapak Syafruddin, S.H.,M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr.


(5)

OK Saiddin, S.H.M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan Ibu Rabiatul Syariah, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan, yang telah membantu penulis dalam pemilihan judul skripsi.

4. Prof. Tan Kamelo, S.H., M.S., selaku pembimbing I penulis dalam pengerjaan skripsi ini, yang telah sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak M. Siddik, S.H.,M.Hum., selaku pembimbing II penulis dalam pengerjaan skripsi ini, yang telah sabar memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Makdin Munthe, S.H.,M.Hum., selaku dosen penasehat akademik selama penulis mengenyam bangku pendidikan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Seluruh Dosen Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang masih mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun.

8. Seluruh Staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 9. Buat uwak dariyah mantan Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan motivasi, nasihat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Buat bapak iyus dan bang bentar yang telah merekomendasikan tempat riset sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

11. Buat bapak M.Aidil S.H.,M.Hum selaku wakil kepala Bank Sumut Capem Kota Baru Marelan yang telah memberikan izin melakukan riset dalam penyelesaian peulisan skripsi penulis.

12. Buat sahabat penulis Yusuf Tamami, Farah Muriana, guslihan anggia nusa, Arif Dermawan S.H, dan M. Rendra Hanafi S.H., yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat teman-teman seperjuangan dan seangkatan, ada kayaruddin hasibuan S.H.,Risky A.Syahbana harahap S.H, apre, elfrina ritonga S.H, fauzan.

14. Seluruh Rekan Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik dari stambuk 2011, 2012, 2013, dan 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

15. Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi data guna pengerjaan skripsi ini, dan

Terimakasih atas berbagai hal bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis, semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.Penulis berharap kiranya skripsi ini tidak hanya berakhir sebagai setumpuk kertas yang tidak berguna, tapi dapat bermanfaat bagi setiap pihak.Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif terhadap skripsi ini.Atas segala perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Nopember 2015 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ………..………. v

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ………..…… 1

B. Permasalahan ………. 7

C. Tujuan Penulisan ………... 8

D. Manfaat Penulisan ………. 8

E. Metode Penelitian ……….. 9

F. Keaslian Penulisan ………. 14

G. Sistematika Penulisan ………. 15

BAB II PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN OBJEK JAMINAN BANK YANG DIATUR DALAM KUH PERDATA ... 18

A. Pengertian Pembiayaan dan Jaminan …...……… 18

B. Jenis-jenis Jaminan dan pembiayaan dalam KUH Perdata………... 23

C. Prosedur Pemberian Pembiayaan ………….……..…. 32

D. Berakhirnya Akad Pembiayaan …………..…….…… 37

BAB III PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DAN DALAM PERSEPEKTIF HUKUM PERDATA ……... 41

A.Pengertian Pembiayaan Bermasalah ...…... 41

B. Kriteria Pembiayaan Bermasalah ………... 43

C. Akibat Pembiayaan Bermasalah ……….…… 46

D.Upaya Pencegahan Sebelum Terjadi Pembiayaan Bermasalah ……….. 48


(8)

BAB IV UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (NON PERFORMING

FINANCING) PADA PEMBIAYAAN BANK

SYARIAH DALAM PERSEPEKTIF KUH

PERDATA ……...……… 55

A.Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembiayaan Bermasalah... 55

B.Penanganan atau Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Capem Kota Baru, Marelan ……….. 57

C. Kendala yang dihadapi PT. Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan, dalam Penanganan dan Penyelesaian Pembiayaan Bemasalah, serta upaya penyelesaian terhadap kendala-kendala dalam upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………... 76

A. Kesimpulan ……….………... 76

B. Saran ………... 78

DAFTAR PUSTAKA ………... 80 LAMPIRAN


(9)

ABSTRAK

Imran Sahari *) Tan Kamell **) M. Siddik***)

Perbankan syariah sebagai lembaga intermediary tentunya juga memiliki kewajiban untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.Namun pada dasarnya pembiayaan yang diberikan itu mengandung resiko, dimana adapun yang menjadi resiko dalam pembiayaan adalah terjadinya pembiayaan bermasalah.Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya resiko pembiayaan bermasalah, bank syariah dalam memberikan pembiayaan haruslah di dasarkan pada prinsip kehati-kehatian. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini antara lain Apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, Bagimana penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, serta apa saja kendala yang dihadapi PT Bank Sumut Syariah dalam penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah dan penyelesaian terhadap kendala yang terjadi dalam penyelesaian pembiyaan bermasalah

Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis empiris, dimana yang dimaksud dengan pendekatan secara yuridis empiris adalah pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat. Adapun cara pengambilan data yang digunakan pada penulisan skripsi ini ialah dengan mencari bahan-bahan hukum , serta melakukan wawancara secara mendalam kepada pegawai PT Bank Sumut Syariah

Adapun yang menjadi kesimpulan pada penulisan skripsi ini adalah bahwa faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu bank itu sendiri seperti kesalahan dalam analisis nasabah, serta aspek nasabah seperti karakter yang buruk dari nasabah. Bahwa adapun penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan adalah dengan melakukan penagihan, melakukan restrukturisasi, melakukan penyelesaian melalui arbitrasi dan upaya terakhir adalah melalui pengadilan. Bahwa adapun kendala yang dijumpai adalah pengikatan jaminan yang tidak sempurna, pihak nasabah yang melakukan perlawanan saat di eksekusi dengan mengajukan gugatan. Adapun upaya penyelesaian yang dilakukan pihak bank terhadap hambatan yang terjadi seperti, memperhatikan dengan cermat klausul yang dicantumkan, mengajukan jawaban ke Pengadilan serta meinta aparat kepolisian mengamankan pengosongan objek jaminan pembiayaan

Kata Kunci : Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah, Pemberian Pembiayaan *) Mahasiswa Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU ***) Dosen Pembimbing II, Dosen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Arah kebijakan pembangunan di bidang ekonomi sesuai dengan GBHN 1999 sampai 2004 adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang lebih kukuh bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang diperioritaskan berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan yang dilakukan antara lain melalui pembangunan di bidang ekonomi.1

dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, dimana fungsi tersebut disebut juga sebagai fungsi intermediary.

Pembangunan di bidang ekonomi sendiri dilakukan dengan memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, untuk menjawab kebutuhan akan dana tersebut maka diperlukanlah suatu lembaga penyedia dana yang mampu mendanai pembangunan di bidang ekonomi tersebut. Dimana salah satu lembaga penyedia dana tersebut adalah lembaga perbankan.

Peranan lembaga perbankan dalam suatu pembangunan ekonomi sangatlah penting, mengingat fungsi dari lembaga perbankan adalah menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian selanjutnya menyalurkan kembali

2

1

Herowati Poesoko, Dinamika Hukum Parate Executie Obyek hak Tanggungan, Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm.1

2


(11)

Mengingat sangat pentingnya peranan lembaga perbankan dalam hal pembangunan ekonomi yang berkesinambungan, maka selanjutnya pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membuat suatu peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai perbankan tersebut.Oleh karena itulah, pada tahun 1992 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Namun pada perkembangan selanjutnya pemerintah merasa perlu untuk menambah, maupun mengubah pasal-pasal yang ada pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan tersebut, oleh karena itu pemerintah selanjutnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992.3

Undang-Undang Perbankan yang telah diterbitkan oleh pemerintah Indonesia tersebut, merupakan dasar hukum dari pada suatu perbankan konvensional, yaitu suatu lembaga perbankan yang menjalankan kegitan usahanya dengan jalan menarik keuntungan usahanya terutama dari bunga kredit yang dimanfaatkannya melalui dana simpanan masyarakat yang kemudian dipinjamkan kembali kepada masyarakat dengan tambahan berupa bunga.4

Kegiatan perbankan konvensional yang mencari keuntungan dari pemberian bunga pinjaman, menurut beberapa ilmuwan muslim dipandang sebagai Riba, dan islam mengharamkan praktik Riba tersebut.5

3

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm.1

4

Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Pranada Media Group, Jakarta, 2007, hlm.51

5

Ibid.,hlm.52

oleh karena adanya pandangan dari beberapa ilmuwan muslim tersebut, membuat umat islam merasa resah dan takut terjerumus dalam dosa jika memakai jasa perbankan konvensional. Untuk itulah maka diperlukan adanya suatu lembaga perbankan yang menjalankan kegiatan


(12)

usaha dengan mencari keuntungan selain berdasarkan bunga. Oleh karena itu, untuk menjawab keresahan umat islam tadi maka dibentuklah suatu lembaga perbankan syariah, yang menjalankan kegiatan usahanya didasarkan atas asas-asas pembagian keuntungan dan kerugian (Profit and Loss Sharing) bukan bertumpu kepada bunga.6

Gagasan-gagasan untuk berdirinya perbankan syariah sendiri pada awalnya muncul dalam konfrensi negara-negara islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan april tahun 1969, yang diikuti oleh 19 negara peserta konfrensi. Dimana konfrensi tesebut menghasilkan beberapa hal yaitu:7

1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba, dan riba itu sedikit atau banyak haram hukumnya;

2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dari sistem riba dalam waktu secepat mungkin;

3. Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bung tetap diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Berdasarkan hasil konfrensi tersebut, maka pada tahun 1975 didirikanlah Islamic

Development Bank (IDB) yang berangotakan 22 negara islam pendiri, setelah

mendapatkan persetujuan dari negara-negara yang termasuk dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI). Dimana lembaga ini berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi pinjaman bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara-negara tersebut. Disamping itu berdirinya IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk

6

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah (Produk-produk dan Aspek-aspek hukumnya), Pranada Media Group, Jakarta, 2014, hlm.31

7


(13)

mendirikan lembaga keuangan syariah di negaranya, dimana pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran dan Turki.8

Indonesia sendiri mulai mengenal lembaga perbankan syariah yaitu pada tahun 1991, yang ditandai dengan berdirinya bank islam pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat, dimana bank tersebut merupakan bank yang sepenuhnya melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang mengharamkan bunga.9Pada perkembangan selanjutnya karena begitu maraknya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia, sebagaiman menurut pendapat Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Ch. Fadjrijah, bahwa pertumbuhan industri perbankan syariah terbilang sangat fantastis meskipun ada sejumlah kendala utama. Perbankan syariah tumbuh rata-rata 30%-40%, jauh lebih tinggi dari pada perbankan konvensional yang hanya sekitar 12%.10 Oleh karena itu, melihat situasi tersebut mendorong pemerintah Indonesia untuk menerbitkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit pada tanggal 16 Juli 2008. Dimana terbitnya undang-undang tersebut merupakan landasan hukum bagi perbankan syariah di Indonesia, oleh karena itu diharapkan bahwa setelah terbitnya Undang-Undang Perbankan Syariah tersebut dapat mendorong pertumbuhan bank-bank syariah secara lebih cepat.11

Peranan perbankan syariah sendiri sama dengan peranan perbankan konvensional yaitu sebagai lembaga yang memiliki fungsi Intermediary, namun dalam hal penyaluran dana kepada masyarakat memiliki perbedaan istilah, dimana pada

8

Ibid.,hlm.54 9

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit.,hlm.98

10

Ibid., hlm.97 11


(14)

perbankan konvensional menyebutnya sebagai pemberian kredit dengan keuntungan mendapatkan bunga, sedangkan pada perbankan syariah penyaluran dana kepada masyarakat disebut sebagai pemberian pembiayaan dengan sistem bagi hasil.

Pembiayaan pada perbankan syariah sendiri merupakan salah satu kegiatan perbankan syariah yang paling banyak mendapatkan keuntungan bagi perbankan syariah dibandingkan dengan kegiatan lainya seperti pengumpulan dana dan jasa-jasa perbankan syariah lainya. Dimana pada pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah dapat berupa:12

1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah; 2. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli;

3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Istishna; 4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh dan;

5. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multi jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan Ujroh ,tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah sendiri walaupun memberi keuntungan yang cukup besar, namun akan tetapi juga memiliki resiko yang dapat dikatakan cukup tinggi sama halnya dengan perbankan konvensional yang juga memiliki sejumlah resiko pada pemberian kredit, dimana resiko tersebut bisa datang kapan saja walaupun sudah dilakukan analisis secara ketat kepada

12


(15)

nasabah. Dimana adapun yang menjadi resiko pada pemberian pembiayaan adalah seperti resiko tidak kembalinya pokok pembiayaan dan tidak mendapatkan imbalan, Ujrah, atau bagi hasil sebagaimana yang telah disepakati dalam akad pembiayaan antara bank syariah dengan nasabah penerima fasilitas.13

13

Wangsawidjaja Pembiayaan Bank Syariah, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012, hlm.89

Resiko yang terjadi pada pemberian pembiayaan banyak dialami oleh bank-bank syariah yang salah satunya juga dialami oleh PT. Bank Sumut Syariah, dimana pada PT. Bank Sumut Syariah resiko untuk terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari berbagai faktor, seperti misalnya usaha pihak nasabah yang mengalami kebangkrutan atau bahkan dari pihak banknya sendiri melakukan kesalahan analisa sehingga pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan peruntukanya.

Terjadinya pembiayaan bermasalah yang dihadapi oleh PT Bank Sumut Syariah sendiri selain menimbulkan dampak pada kesehatan PT Bank Sumut Syariah itu sendiri juga menimbulkan dampak kerugian yang besar dan berlarut-larut seperti misalnya kerugian dari sisi waktu, biaya dan yang lainya. Oleh karena itu pihak PT Bank Sumut Syariah melakukan berbagai macam upaya baik itu upaya preventif seperti menerapkan manajemen resiko, menerapkan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principal) maupun upaya represif seperti misalnya membuat surat peringatan kepada nasabah serta melakukan eksekusi terhadap objek pembiayaan bermasalah. Namun meskipun telah dilakukan berbagai macam upaya untuk menghindari resiko terjadinya pembiayaan bermasalah, akan tetapi resiko pembiayaan bermasalah tersebut masih tetap selalu ada dan bahkan masih dikatakan cukup tinggi.


(16)

Besarnya resiko yang terjadi terhadap pemberian pembiayaan kepada nasabah tersebutlah, membuat penulis tertarik untuk mengangkat judul “ASPEK HUKUM TERHADAP UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (NON PERFORMING FINANCING) DALAM SETIAP PEMBERIAN PEMBIAYAAN OLEH BANK SYARIAH (STUDI PADA PT. BANK SUMUT SYARIAH CAPEM KOTA BARU MARELAN) sebagai judul skripsi.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka perlu adanya perumusan masalah guna mempermudah pembahasan selanjutnya. Adapun permasalahan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:

1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah?

2. Bagaimana penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan?

3. Apa saja yang menjadi kendala PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, dalam melakukan upaya penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:


(17)

2. Untuk mengetahui penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, dalam melakukan upaya penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah

D. Manfaat Penulisan

Pembahasan Skripsi ini, diharapkan juga dapat memberikan manfaat antara lain : 1. Secara Teoritis

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan, memberikan sumbangan pemikiran, serta memberikan tambahan dokumentasi karya tulis, litertur, dan bahan-bahan informasi ilmiah lainya di dalam bidang Hukum Perdata pada umumnya, secara khusus juga diharapkan Skripsi ini dapat memberikan pengetahuan tentang upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah (Non Permforming Financing) dalam setiap pemberian pembiayaan oleh bank syariah.

2. Secara Praktis

Penulisan Skripsi ini juga sebagai salah satu bentuk latihan dalam menyusun suatu karya ilmiah meskipun masih sederhana. Pelaksanaan hasil penelitian yang dilakukan juga dapat memberikan tambahan pengetahuan serta pengalaman di dalam bidang Perbankan. Skripsi ini juga ditujukan kepada kalangan Praktisi dan Penegak Hukum serta Masyarakat untuk lebih mengetahui dan memahami faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, mengetahui dan memahami upaya penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah oleh bank, serta


(18)

memberikan pengetahuan dan informasi kepada para Praktisi Hukum, Civitas Akademik, dan Pemerintah sendiri untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam melakukan upaya penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah.

E. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan hal yang penting dalam upaya mencapai tujuan tertentu di dalam penulisan Skripsi. Hal ini dilakukan agar terhindar dari suatu kesan dan penilaian bahwa penulisan Skripsi dibuat dengan cara asal-asalan dan tanpa didukung dengan data yang lengkap. Oleh karena itulah, maka dalam melakukan penulisan Skripsi ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1. Sifat Penelitian

Sifat Penelitian yang dilakukan dalam Skripsi ini adalah Deskriptif Analistis. yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta serta menganalisa semua permasalahan yang ada sehubungan dengan aspek hukum terhadap upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) dalam setiap pemberian pembiayaan oleh bank syariah, yang dihubungkan kepada peraturan yang berlaku.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan pendekatan Yuridis Empiris. Dimana metode pendekatan Yuridis dalam penelitian ini yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi Buku-buku serta Norma-norma Hukum yang terdapat pada peraturan Perundang-undangan, Asas-asas Hukum, Kaedah Hukum,


(19)

dan Sistematika Hukum serta mengkaji ketentuan Perundang-undangan, dan bahan-bahan hukum lainya.14

Pendekatan Empiris yaitu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan empiris tentang hubungan hukum terhadap masyarakat, yang dilakukan dengan cara mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kehidupan yang nyata dalam masyarakat dan dihubungkan pada analisis terhadap peraturan Perundang-undangan. .15

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dititiberatkan kepada langkah-langkah pengamatan dan analisa yang bersifat empiris terhadap suatu permasalahan yang terjadi. Dimana adapun Pendekatan penelitian ini akan dilakukan pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Merupakan data-data yang diperoleh penulis dari buku-buku, serta bentuk-bentuk karya tulis lainya seperti jurnal-jurnal yang berkaitan dengan judul skripsi ini. b. Penelitian Lapangan ( Field Research)

Merupakan data-data yang diperoleh langsung untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya pembiayaan bermasalah, upaya penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah pada PT. Bank Sumut Syariah, bentuk kendala yang dihadapi oleh PT Bank Sumut Syariah dalam melakukan upaya penanganan atau

14

Johnny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Bayu Media Publishing, Jakarta, 2005, hlm.29.

15 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.42


(20)

penyelesaian pembiayaan bermasalah. Penelitian lapangan ini sendiri dilakukan pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, dimana dalam penelitian ini untuk memanfaatkan data yang ada maka dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut :

1) Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan data menganalisis bahan-bahan tertulis yang digunakan dalam peristiwa hukum seperti Akad Pembiayaan.

2) Wawancara

Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan teknik dan pedoman wawancara, dimana yang menjadi narasumber dalam wawancara ini adalah pegawai PT Bank Sumut Syariah yang terkait dengan bidang tugasnya masing-masing.

4. Sumber Data

Secara umum, maka di dalam penelitian hukum biasanya sumber data dibedakan atas :

a. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, seperti misalnya melakukan penelitian di lapangan.16

b. Data Sekunder

Dalam hal ini penulis dapat memperoleh data primer dari PT. Bank Sumut Syariah Cepem Kota Baru Marelan

Data yang tidak diperoleh dari sumber yang pertama, melainkan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Misalnya: data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku harian, surat kabar,

16


(21)

makalah, dan lain sebagainya.17

1) Bahan Hukum Primer

Dalam penulisan penelitian ini, data sekunder yang digunakan berupa:

Adalah bahan hukum yang mengikat, yaitu dokumen peraturan mengikat yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain, undang Nomor Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, serta Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, kemudian digunakan juga bahan hukum yang telah ada pada zaman kolonial Belanda yang sampai saat ini masih berlaku yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Bahan Hukum Sekunder

Adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang digunakan. Yaitu hasil kajian terhadap pembiayaan bermasalah yang berasal dari buku-buku, makalah-makalah, literatur, hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.

3) Bahan Hukum Tersier

Adalah Bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang digunakan. Yaitu kamus, surat kabar, majalah, internet serta bahan lainya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. 5. Analisis Data

Setelah data primer dan data sekunder diperoleh selanjutnya dilakukan analisis data yang didapatkan dengan mengungkapkan kenyataan-kenyataan dalam bentuk kalimat, terhadap data yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut,


(22)

penulis menggunakan metode analisis secara kualitatif yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

F. Keaslian Penulisan

Penelitian yang berjudul: Aspek Hukum Terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam setiap pemberian pembiayaan oleh Bank Syariah (Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan)adalah benar merupakan hasil karya dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain. Oleh karena itu, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis sendiri serta telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu terbuka, rasional, objektif, dan kejujuran. dimana hal ini merupakan implikasi etis dalam proses menentukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulis karya tulis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik-kritik yang sifatnya konstruktif, selain itu semua informasi dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta


(23)

mempermudah untuk memahami isi dari Skripsi ini. Dalam penulisan Skripsi ini sendiri terbagi atas 5 (lima) Bab, dimana masing-masing Bab dibagi atas beberapa Sub Bab, urutan Bab di dalam skripsi ini disusun secara sistematis dan saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainya. Uraian singkat atas Bab dan Sub-sub Bab adalah sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan Latar Belakang Masalah yang menjadi dasar dari penulisan. Lalu berdasarkan Latar Belakang Masalah tersebut, dibuatlah suatu Perumusan Masalah dan Tujuan serta Manfaat dari Penulisan Skripsi ini. Pada bab ini juga menerangkan tentang Keaslian Penulisan, Metode Penelitian yang digunakan serta Sistematika dari penulisan Skripsi.

BAB II: PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN OBJEK JAMINAN BANK YANG DIATUR DALAM KUH PERDATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa sub bab mengenai pengertian pembiayaan dan jaminan, prosedur pemberian pembiayaan, jenis-jenis pembiayaan dan jaminan dalam KUH Perdata, serta berakhirnya pemberian pembiayaan.

BAB III: PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DALAM PRESPEKTIF KUH PERDATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa sub bab mengenai pengertian pembiayaan bermasalah, kriteria pembiayaan bermasalah, akibat pembiayaan bermasalah, upaya pencegahan sebelum terjadinya pembiayaan bermasalah.


(24)

BAB IV: UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (NONPERFORMING FINANCING) DALAM PEMBIAYAAN BANK SYARIAH DALAM PRESPEKTIF KUH PERDATA

Pada bab ini merupakan studi kasus mengenai upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah (NonPerforming Financing) dalam pembiayaan bank syariah dalam persepektif KUH Perdata, dimana pada bab ini terdapat beberapa sub bab antara lain: faktor-faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, penanganan atau penyelesaian pembiayaan bermasalah pada PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan, kendala yang dihadapi PT Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru Marelan dalam melakukan upaya penyelesaian dan penanganan pembiayaan bermasalah.

BAB V: PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup, dimana Pada bab kelima ini akan diuraikan tentang Kesimpulan terhadap penulisan Skripsi ini, dan Saran-saran terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam Pembiayaan Bank Syariah Dalam Prespektif KUH Perdata.


(25)

BAB II

PEMBERIAN PEMBIAYAAN DAN OBJEK JAMINAN BANK

YANG DIATUR DALAM KUH PERDATA

A. Pengertian Pembiayaan dan Jaminan 1. Pengertian pembiayaan

Pada dasarnya Bank Syariah memiliki fungsi yang tidak jauh berbeda dengan bank konvensional yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian selanjutnya menyalurkanya kembali kepada masyarakat atau yang lebih dikenal dengan fungsi Intermediary. Dalam prektiknya bank syariah menyalurkan dana yang diperolehnya dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan, baik itu pembiayaan modal usaha maupun itu pembiayaan konsumtif.

Pembiayaan itu sendiri menurut M. Syafii Antonio adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak yang merupakan pihak-pihak defisit unit atau dalam artian pihak-pihak-pihak-pihak yang sedang membutuhkan modal untuk memenuhi kebutuhan tertentu.18

Menurut Muhammad bahwa pembiayaan dala artian luas diartikan sebagai pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain.19

Selanjutnya menurut Kasmir pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

18

M. Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta, 2001, hlm. 160

19


(26)

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.20

2. Pengertian jaminan

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan oleh beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpullan bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyediaan dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, dan didasarkan atas kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai itu untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu Zakerheid, atau

Cautie. Zakerheid atau Cautie mencakup secara umum cara-cara kreditor

menjamin dipenuhinya tagihannya, di samping pertanggung jawaban umum debitor terhadap barang-barangnya. Selain dikenal istilah jaminan, dikenal juga istilah Agunan, dimana isrtilah agunan ini dapat dilihat di dalam Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dikatakan bahwa jaminan tambahan diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka mendapatkan fisilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Jika dilihat ketentuan mengenai aguan dalam Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tersebut, maka agunan itu merupakan jaminan tambahan (accesoir), yang tujuanya adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit ataupun pembiayaan dari bank.21

Menurut Pasal 1 Angka 26 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, memberikan pengertian bahwa agunan adalah jaminan

20

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm.96

21

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 21


(27)

tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.

Menurut M. Bahsan bahwa ia menggunakan istilah jaminan, dimana menurutnya jaminan adalah segala sesuatu yang diterima oleh kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. Selanjutnya adapun yang menjadi alasan M. Bahsan menggunakan istilah jaminan adalah sebagai berikut:22 a. Telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dalam hal ini berkaitan

dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, dan sebagainya;

b. Telah digunakan dalam beberapa perturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, dan Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Menurut hukum Islam sendiri yang berkaitan dengan jaminan utang, dikenal ada dua istilah, yaitu:23

a. Kafalah

Kafalah adalah mempersatukan tanggung jawab dengan tanggung jawab lainnya

dalam hal tuntutan secara mutlak, baik berkaitan dengan jiwa, utang, materi, maupun pekerjaan. Pengertian lain dari kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.

22

M. Bahsan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, 2002, hlm.148

23


(28)

Sebagaimana halnya suatu perjanjian, yang baru sah setelah memenuhi syarat-syarat objektif dan subjektif, begitu pula dalam akad penanggung (kafalah), juga terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Rukun kafalah ada empat, yaitu: 1) Adanya pihak penjamin/penanggung (kafil);

2) Adanya pihak yang berutang (makful ‘anhul’ashil); 3) Adanya pihak yang berpiutang (makful lahu); dan 4) Adanya objek yang ditanggung (makful bih).

Para ulama fikih sendiri mengemukakan beberapa syarat-syarat kafalah sesuai rukun kafalah itu sendiri, yaitu:

1) Pihak penjamin/penanggung (kafil)

2) pihak yang berutang (makful ‘anhul’ashil) 3) Pihak yang berpiutang (makful lahu) 4) Objek tanggungan (makful bih) b. Rahn

Menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut ajaran Islam sebagai jaminan utang, hingga orang yang bersangkutan dapat mengambil piutang atau mengambil sebagian manfaat barang itu.

Rahn yang biasanya diterjemahkan sebagai gadai, mempunyai pengertian yang

lebih luas daripada gadai berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, yang hanya meliputi barang bergerak.Rahn di sini meliputi barang jaminan/agunan berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak, sehingga pengertian rahn sama dengan pengertian gadai dalam hukum adat. Adapun Pasal 1150 KUH Perdata berbunyi sebagai berikut:


(29)

“gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak , yang diserahkan kepadanya oleh debitur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam praktik perbankan syariah pengertian rahn adalah agunan.Namun, ada juga rahn sebagai produk bank syariah. Menurut jumhur ulama, rukun rahn ada lima:

1) Rahim (orang yang menggadaikan)

2) Murtahin (orang menerima gadai)

3) Marhun/Rahn (objek/barang gadai)

4) Marhun Bih (utang) dan

5) Sighat (ijab kabul).

Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat ar-rahn sesuai dengan rukun ar-rahn itu sendiri, yaitu:

1) Para pihak dalam pembiayaan rahn (rahin dan murtahin). 2) Adanya kesepakatan (sighat) atau ijab Kabul

3) Marhun bih (utang)

B. Jenis-jenis Pembiayaan dan Jaminan dalam KUH Perdata 1. Jenis-jenis pembiayaan


(30)

Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah kepada nasabah secara garis besar terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan jenis akad pembiayaan, yaitu:

a. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli dalam bentuk piutang, yang terbagi lagi berdasarkan akad Murabahah, Salam, dan Istishna’.24

1) Pembiayaan atas dasar akad Murabahah

Pembiayaan dengan akad murabahah adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu kepada pembeli. Adapun mekanisme dalam pembiayaan dengan akad Murabahah ini antara lain:

a) Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi

Murabahah dengan nasabah;

b) Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;

c) Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan yang di pesan nasabah, dan;

d) Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan tanpa diperjanjikan di muka.

2) Pembiayaan atas dasar akad salam

Pembiayaan dengan akad salamadalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran secara tunai terlebih dahulu secara penuh. Adapun mekanisme dalam pembiayaan dengan akad salam ini antara lain:

24


(31)

a) Bank bertindak baik dengan pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi salam dengan nasabah;

b) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar salam;

c) Penyediaan dana oleh bank kepada nasabah harus dilakukan di muka secara penuh yaitu pembayaran segera setelah pembiayaan atas dasar akad salam disepakati atau paling lambat 7(Tujuh) hari setelah pembiayaan atas dasar akad salam disepakati;

d) Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepda bank atau dalam bentuk piutang bank.

3) Pembiayaan atas dasar akad istishna’

Pembiayaan dengan akad istishna’ adalah transaksi jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Adapun mekanisme dengan pembiayaan dengan akad istishna’ini antara lain:

a) Bank bertindak baik sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi istishna’ dengan nasabah; dan

b) Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piuatng bank.

a. Pembiayaan dengan prinsip sewa menyewa, yang terbagi dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamilk.25

25


(32)

1) Pembiayaan dengan akad ijarah

Pembiayan dengan akad ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan/atau jasa antara pemilik objek sewa untuk kepemilikan hak pakai atau objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Adapun mekanisme pembiayaan berdasarkan akad ijarah antara lain:

a) Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah;

b) Pengembalian atas penyediaan dana bank oleh nasabah dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus;

c) Pengembalian atas penyediaan dana bank tersebut tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang

2) Pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamilk

Pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamilk adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakanya dengan opsi pemindahan hak milik objek sewa. Mekanisme pembiayaan dengan akad ijarah muntahiya bittamilk adalah bahwa bank selain sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah, bank juga bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad) antara lain untuk memberikan opsi pengalihan hak penguasaan objek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan.

b. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang terbagi dalam bentuk Mudharabah dan Musharakah;


(33)

Pembiayaan dengan akad Mudharabah adalah akad kerja sama dalam suatu usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (malik, shahib al-aml, Lembaga Keuangan Syariah(LKS)) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (amil,

mudarib, nasabah) bertindak selaku pengelolah, dan keuntungan usaha dibagi

diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Akad

mudharabah itu sendiri terbagi ke dalam 2 jenis yaitu:26

a) Al-mudaharabah al-muqayyadah (resticted mudharabah)

Disebut al-mudharabah al-muqayyadah atau mudharabah yang terbatas apabila

rabb-ul mal menentukan bahwa mudarib hanya boleh berbisnis dalam bidang

tertentu. Berarti mudarib hanya boleh menginvestasikan uang rabb-ul mal pada bisnis di bidang tersebut dan tidak boleh pada bisnis di bidang yang lain;

b) Al-mudharabah al-muthalaqah ( Unrestricted mudharabah)

Disebut al-mudharabah al-muthalaqah atau mudharabah yang mutlak atau tidak terbatas apabila rabb-ul mal menyerahkan sepenuhnya kepada pertimbangan

mudharib untuk ke dalam bidang bisnis apa uang rabb-ul mal akan ditanamkan.

Selanjutnya adapun mekanisme pembiayaan berdasarkan akad mudharabah ini antara lain:27

a) Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelolah dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya;

b) Bank memiliki hak dalam pengawaan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolahan usaha nasabah, antara

26

Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hlm.294-296

27


(34)

lain bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggung jawabkan;

c) Perjanjian atau nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak;

d) Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah pengembalian dana dan pembagian hasil usaha ditentukan atas dasar kesepakatan bank dengan nasabah;

e) Pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan;

f) Pengembalian pembiayaan atas dasar akad mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode akad, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan;

g) Kerugian usaha nasabah pengelolah dana mudharib, yang dapat ditanggung oleh bank selaku pemilik dana ( Shahibul maal) adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan(ra’sul maal). 2) Pembiayaan berdasarkan akad musharakah

Pembiayaan berdasarkan akad musharakah adalah transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan


(35)

proporsi modal masing-masing. Adapun mekanisme pembiayaan berdasarkan akad musharakah antara lain:28

a) Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu;

b) Nasabah bertindak sebagai pengelolah usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolahan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usahayang dibuat oleh nasabah;

c) Pembagian hasil usaha dari pengelolahan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati;

d) Nisbah yang diespakti tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi;

e) Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musharakah, pengembalian dana dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah.

c. Pembiayaan dengan prinsip pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh Pembiayaan berdasarkan akad qardh adalah transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban bahwa pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus ataupun cicilan dalam jangka waktu tertentu. Adapun mekanisme pembiayaan berdasarkan akad qardh antara lain:29

28

Wangsawidjaja, Op.Cit. hlm.196

29


(36)

1) Bank bertindak sebagai penyedia dana untuk memberikan pinjaman (qardh) kepada nasabah berdasarkan kesepakatan;

2) Bank dilarang dengan alasan apapun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi jumlah nominal yang sesuai akad;

3) Bank juga dilarang membebankan biaya apapun atas penyaluran pembiayaan atas dasar qardh, kecuali biaya administrasi dalam batas kewajaran;

4) Pengembalian jumlah pembiayaan atas dasar qardh harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati;

5) Dalam hal nasabah digolongkan mampu, namun tidak mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibanya pada waktu yang telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai syariah dalam rangka pembinaan nasabah.

Selain dibedakan berdasarkan jenis akad pembiayaan yang diberikan, jenis-jenis pembiayaan juga dapat dibedakan berdasarkan sifat pembiayaanya, dimana adapun jenis pembiayaanya antara lain:

1. Pembiayaan produktif

Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha baik itu usaha produksi perdagangan, maupun investasi

2. Pembiayaan konsumtif

Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang umumnya dibutuhkan oleh perorangan


(37)

c) Jenis-jenis jaminan dalam pembiayaan

Penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasanya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah dan UUS, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan syariah.30

Jaminan sendiri dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) bentuk yaitu :

Berdasarkan Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah tersebut maka untuk mengamankan dana yang disalurkan oleh bank syariah tersebut maka diperlukan jaminan atau agunan yang memiliki nilai ekonomis yang dapat di eksekusi guna mengantisipasi apabila nasabah wanprestasi.

31

1. Jaminan Materiil (Kebendaan)

Jaminan ini memberikan ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Adapun bentuk-bentuk jaminan kebendaan ini antara lain:

a. Gadai (Pand), yang diatur dalam Bab 20 Buku ke II Kitab Undang-undang Hukum Perdata;

b. Hypoteek, yang diatur dalam Bab 21 Buku ke II Kitab Undang-undang

Hukum Perdata;

30

Ibid., hlm.290 31


(38)

c. Credietverband, yang diatur dalam Staatblaad 1908 Nomor 542

sebagaimana yang telah dirubah dengan Staatblaad 1937 Nomor 190; d. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor

4 Tahun 1996;

e. Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999.

2. Jaminan Immateriil (Perorangan)

Jaminan ini berbeda dengan jaminan kebendaan, dimana pada jaminan ini tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. Adapun bentuk-bentuk jaminan perorangan ini antara lain:

a. Penanggung (Borg), adalah orang lain yang dapat ditagih;

b. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng; dan c. Perjanjian garansi

C. Prosedur pemberian pembiayaan

Prosedur pemberian pembiayaan pada bank syariah sama dengan prosedur pemberian kredir pada bank konvensional, dimana pada mulanya pihak nasabah mengajukan permohonan kepada bank syariah, dimana pengajuan permohonan pembiayaan tersebut dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh nasabah. Adapun isi yang harus disebutkan dalam surat permohonan tersebut antara lain:32 1. Jumlah maksimum pembiayaan yang diperlukan;

32


(39)

2. Tujuan penggunanaan fasilitas pembiayaan (dimana tujuan ini nantinya akan menentukan jenis pembiayaan yang diberikan).

3. Jaminan atau Agunan pembiayaan

Selain diajukan permohonan tertulis juga dipersyaratkan adanya data pendukung lain yang tak kalah penting antara lain:33

1. Anggaran dasar atau akta pendirian perusahaan berikut perubahanya; 2. Susunan pengurus dan komisaris;

3. Izin-izin dari instansi yang berwenang;

4. Data financial, data pemasaran, dan data produksi dari perusahaan calon nasabah.

Permohonan tertulis dari calon nasabah berikut data pendukung tersebut di atas, merupakan bahan penilaian yang akan dilakukan oleh petugas bank secara seksama sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Setelah diajukan permohonan tertulis kepada pihak bank, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan penyelidikan terhadap berkas pinjaman yang bertujuan untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak bank belum lengkap maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup untuk melengkapinya maka permohonan kredit dapat dibatalkan.34

Apabila sudah dilakukan penyelidikan terhadap berkas nasabah maka tahap selanjutnya adalah tahap wawancara I (pertama), dimana tahap ini merupakan tahap penyidikan kepada calon nasabah, untuk menyakinkan apakah

33

Ibid., hlm.104-105 34


(40)

berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan bank yang inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya.35

Setelah dilakukan wawancara I (pertama) maka tahap selanjutnya adalah tahap On

The Spot dimana tahap ini merupakan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau

berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil On The

Spot dicocokan dengan hasil wawancara I (pertama).36

Selanjutnya setelah dilakukan tahap On The Spot maka tahap selanjutnya dilakukan wawancara II (kedua) dimana kegiatan ini merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan tahap On The Spot. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I (pertama) dicocokan dengan pada saat On The Spot apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran.37

Setalah berbagai tahap dilalui maka selanjutnya masuk kepada tahap terakhir yaitu tahap penerbitan surat keputusan pembiayaan, dimana jika bank menyetujui untuk memberikan pembiayaan maka surat keputusan penerbitan pembiayaan memuat materi antara lain:38

a. Jenis pembiayaan yang diberikan; b. Tujuan penggunaan pembiayaan; c. Maksimum pembiayaan yang disetujui; d. Jangka waktu fasilitas pembiayaan; e. Besarnya imbalan;

35

Ibid.,hlm.117 36

Ibid.,hlm.118 37

Ibid., hlm.118 38


(41)

f. Bagi hasil;

g. Tarif denda atas keterlambatan pembayaran pembiayaan dan angsuran pembiayaan;

h. Jenis agunan yang diberikan kepada berikut cara pengikatanya dan besarnya jumlah pengikatan;

i. Kewajiban nasabah penerima fasilitas untuk menutup asuransi atas barang-barang agunan yang insurable, dengan syarat bankers clause pada perusahaan syariah.

Persetujuan bank atas permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah penerima fasilitas yang dimuat dalam surat keputusan pembiayaan masih bersifat penawaran (offering letter) dari bank kepada calon nasabah penerima fasilitas yang bersangkutan. Karena itu, surat keputusan pembiayaan ini belum mengikat bank dan calon nasabah penerima bersangkutan.39

Apabila calon nasabah penerima fasilitas menyetujui syarat-syarat yang ditawarkan oleh bank sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pembiayaan, maka calon nasabah penerima fasilitas mengembalikan kopi surat keputusan pembiayaan setelah ditandatangani oleh yang bersangkutan di atas materai secukupnya sebagai tanda persetujuan. Selanjutnya setalah itu maka masuk pada tahap pengikatan jaminan pembiayaan, yang dimana pelaksanaan penandatanganan akta pengikatan jaminan sebagai perjanjian ikutan terhadap perjanjian pokok yaitu akad pembiayaan, dilakukan bersamaan pada saat penandatanganan akad pembiayaan. Dimana penandatanganan perjanjian pengikatan jaminan tersebut paling lambat harus dilakukan sebelum pencairan

39


(42)

pembiayaan dilakukan. Apabila penandatanganan perjanjian jaminan mendahului akad pembiayaan maka dikhawatirkan akan menimbulkan cacat yuridis dan dapat menjadi potensial problem dikemudian hari. Namun apabila pengikatan agunan belum dilaksanakan pada saat pencairan fasilitas pembiayaan, maka fasilitas pembiayaan tersebut tidak aman (unsecured financing).40

Setalah seluruh tahapan pemberian pembiayaan sudah dilalui sampai pada tahap pencairan pembiayaan, maka agar dana pembiayaan yang sudah disalurkan menjadi tepat sasaran, maka perlu adanya pengawasan terhadap aktivitas usaha dari nasabah penerima fasilitas oleh bank baik secara aktif seperti melakukan peninjauan setempat atas usaha nasabah penerima fasilitas pembiayaan, sedangkan pengawasan secara pasif misalnya menganalisis laporan keuangan, laporan stok barang dagangan dan laporan kegiatan usaha yang disampaikan oleh nasabah kepada bank.41

D. Berakhirnya akad pembiayaan

Jangka waktu berakhirnya akad pembiayaan adalah tenggang waktu berlakunya akad pembiayaan tersebut, yaitu sejak ditandatangani oleh bank dan nasabah penerima fasilitas sampai dengan dibayarnya seluruh outstanding pembiayaan nasabah beserta biaya-biaya yang timbul berdasarkan akad pembiayaan. Oleh karena itu, dengan dilunasinya seluruh outstanding kewajiban nasabah tersebut, maka berakhir pula perikatan antara bank dengan nasabah yang bersangkutan. Namun apabila kewajiban nasabah kepada bank belum dilunasi seluruhnya, maka

40

Ibid., hlm.113 41


(43)

akad pembiayaan tersebut masih tetap berlaku dan menjadi dasar hukum bagi bank untuk menuntut haknya kepada nasabah yang bersangkutan.42

Menurut Faturrahman Djamil berakhirnya akad pembiayaan (intiha al-’aqdi) adalah dengan 3 cara, yaitu:43

1. Berakhirnya masa berlaku akad;

2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad; 3. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia.

Lebih jauh lagi menurut Faturrahman Djamil menjelaskan bahwa berakhirnya akad pembiayaan selain yang sudah disebutkan di atas tadi, berakhirnya suatu akad juga bisa karena: terpenuhinya isi kontrak (tahqiq al-gharadh) dimana terpenuhinya isi kontrak ini terjadi karena pihak dalam kontrak sudah memenuhi semua hak dan kewajiban mereka, pemutusan kontrak (faskh) dimana pemutusan kontrak ini terjadi karena adanya kesepakatan antara para pihak, putus dengan sendirinya (infisakh) karena isi kontrak tersebut mustahil terlaksana.44

Akad pembiayaan sendiri pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya, karena perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, dan akad juga merupakan salah satu sumber iltizam, maka berdasarkan qiyas dan penafsiran secara analogi ketentuan berkahirnya perikatan sebagaiman diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata sebagai hukum positif juga dapat berlaku sebagai cara berakhirnya akad dalam transaksi pembiayaan.45

Berdasarkan Pasal 1381 KUH Perdata sendiri, ada 10 (sepuluh) cara berakhirnya suatu akad, yaitu karena:

42

Wangsawidjaja, Op.Cit.,hlm.237

43

Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm.259

44

Ibid.,hlm.259 45


(44)

1. Pembayaran;

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan; 3. Pembaruan utang (novasi);

4. Perjumpaan utang atau kompensasi; 5. Pencampuran utang;

6. Pembebasan utang (kwijtschelding); 7. Musnahnya barang yang terutang; 8. Pembatalan;

9. Berlakunya syarat batal; 10. Lewatnya waktu (kadaluarsa)

Berdasarkan sepuluh cara berakhirnya perikatan tadi, maka yang menjadi cara berakhirnya pembiayaan pada praktik perbankan syariah antara lain disebabkan karena:46

1. Pembayaran

Pembayaran dalam perjanjian pembiayaan adalah pemenuhan perjanjian secara sukarela, yaitu debitor melunasi/ mengembalikan pembiayaan secara baik kepada bank syariah berikut imbalanya berupa fee/ujrah ataupun bagi hasil.

2. Pembaruan utang

Pembaruan utang (novasi) ini dapat disamakan dengan akad hawalah pada pembiayaan syariah, sebagaimana fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang hawalah. hawalah sendiri adalah akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menangung pembayaranya.

46


(45)

3. Perjumpaan utang

Perjumpaan utang (kompensasi) adalah suatu cara penghapusan pembiayaan dengan jalan memperjumpakan (memperhitungkan) utang-utang secara timbal balik antara bank dengan debitor. Selanjutnya mengenai perjumpaan utang ini dalam praktik ada dua pendapat pertama bahwa apabila debitor mempunyai simpanan di bank berupa giro ataupun deposito, maka berdasarkan hukum, bank tanpa diharuskan suatu perbuatan atau keterangan dari debitor yang bersangkutan berhak secara langsung untuk memperhitungkan giro dan deposito debitor yang bersangkutan dengan jumlah utang (outstanding) debitor, dimana cara itu disebut

ipso yure compensatoir. Sementara iutu pendapat kedua, simpanan debitor tidak

dapat diperhitungkan oleh bank secara langsung tetapi dilakukan melalui gugatan di Pengadilan Negeri.

4. Pembebasan utang

Dalam praktik perbankan pembebasan utang (hapus tagih) dapat diberikan kepaa nasabah apabila telah memenuhi persyaratan tertentu misalnya pembiayaan telah dilakukan restrukturisasi, outstanding utang nasabah telah dihapus buku, nasabah telah mengangsur minimal 50% dari utang pokok, semua agunan telah di eksekusi dan tidak ada lagi agunan yang tersisa, kekayaan nasabah tidak ada lagi, dan/atau usaha nasabah tidak berjalan.


(46)

BAB III

PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA BANK SYARIAH DAN DALAM PERSEPEKTIF KUH PERDATA

A. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan bermasalah merupakan pembiayaan yang telah disalurkan oleh bank, dan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah ditandatangani oleh bank dan nasabah.47 Dimana Kata ”masalah” pada pembiayaan bermasalah, berarti adanya suatu kesulitan yang memerlukan pemecahan, atau suatu kendala yang menggangu pencapaian tujuan atau kinerja yang optimal. Masalah itu dapat juga merupakan suatu penyimpangan atau ketidakserasian antara keharusan dan kenyataan.48

Pembiayaan bermasalah sendiri merupakan salah satu dari resiko dalam pelaksanaan pembiayaan. Dimana menurut Adiwarman A. Karim bahwa resiko pembiayaan merupakan resiko yang disebabkan oleh adanya Counterparty dalam memenuhi kewajibanya. Dalam bank syariah sendiri, resiko pembiayaan mencakup resiko terkait produk dan resiko yang terkait dengan pembiayaan korporasi.49

Istilah resiko pembiayaan bermasalah sendiri memiliki padanan kata yang sama dengan istilah kredit bermasalah. Dimana menurut Robert Tampubolon bahwa resiko kredit adalah eksposur yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (Counterparty) dalam memenuhi kewajibanya. Disatu sisi resiko ini dapat

47

Ismail, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 123

48

Mahmudin, As, Haji, Melacak Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar, Jakarta, 2002, hlm. 1

49

Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2014, hlm.260


(47)

bersumber dari berbagai aktivitas fungsional bank seperti penyaluran pinjaman, kegiatan investasi, dan kegiatan jasa pembiayaan perdagangan, yang tercatat dalam buku bank. Disisi lain resiko ini timbul karena kinerja satu atau lebih debitor yang buruk, dimana kinerja debitur yang buruk ini dapat berupa ketidakmampuan ataupun ketidakmauan debitor untuk memenuhi sebagian atau seluruh perjanjian kredit yang telah disepakati bersama sebelumnya. Dimana dalam hal ini yang menjadi perhatian bank bukan hanya kondisi keuangan dan nilai pasar dari jaminan kredit termasuk colletaral tetapi juga karakter dari debitor.50

B. Kriteria Pembiyaan Bermasalah

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan bermasalah merupakan resiko pihak bank syariah sendiri dalam melaksanakan salah satu fungsinya sebagai penyalur dana masyarakat, dimana resiko tersebut terjadi karena ketidak lancaran pihak nasabah dalam mengangsur pembiayaan, serta pembiayaan pembiayaan yang pihak debitornya tidak memenuhi persyaratan yang dijanjikan seperti misalnya persyaratan pembayaran bagi hasil, pengembalian pokok pinjaman. Sehingga hal-hal tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kedua belah pihak baik pihak bank sendiri maupun pihak nasabah.

Hidup matinya suatu bank sangatlah dipengaruhi oleh jumlah kredit dan/atau pembiayaan yang disalurkan dalam suatu periode. Artinya, semakin banyak kredit dan/atau pembiayaan yang disalurkan, maka semakin besar pula perolehan laba dari bidang ini. Bahkan hampir semua bank masih mengandalkan penghasilan

50

Robert Tampubolon, Risk Management : Pendekatan Kualitatif untuk Bank Kommersial, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004, hlm. 24


(48)

utamanya dari jumlah penyaluran kredit dan/atau pembiayaan, disamping dari penghasilan atas biaya-biaya dari jasa bank lainya yang dibebankan kepada nasabah.51

Pada praktiknya banyaknya jumlah kredit dan/atau pembiayaan yang disalurkan juga harus memperhatikan kualitas kredit dan/atau pembiayaan tersebut. Artinya semakin berkualitas kredit dan/atau pembiayaan yang diberikan atau memang layak untuk disalurkan, akan memperkecil resiko terhadap kemungkinan terjadinya kredit dan/atau pembiayaan bermasalah. 52

1. Kriteria I, lancar;

Oleh, karena itu penggolongan kualitas kredit dan/atau pembiayaan sangatlah penting untuk mengetahui apakah suatu kredit dan/atau pembiayaan yang disalurkan oleh bank itu termasuk dalam kredit dan/atau pembiayaan bermasalah atau tidak.

Pada bank syariah sendiri kualitas pembiayaan dapat digolongkan menjadi 5 kriteria. Adapun kelima kriteria tersebut antara lain:

2. Kriteria II, dalam perhatian khusus; 3. Kriteria III, kurang lancar;

4. Kriteria IV, diragukan; 5. Kriteria V, macet.

Berdasarkan penggolongan pembiayaan tadi, maka pembiayaan bermasalah masuk ke dalam penggolongan kriteria yang ketiga sampai dengan kriteria yang kelima. Adapun yang menjadi kriteria pembiayaan bermasalah tersebut antara lain:53

51

Kasmir, Op.Cit., hlm.119

52

Ibid., hlm.120 53


(49)

1. Untuk Pembiayaan dengan akad mudharabah dan musharakah, kriteria pembiayaan bermasalahnya antara lain:

a. Pembiayaan kurang lancar (kriteria III)

Terdapat tunggakan pembiayaan angsuran pokok yang telah melampaui 3 (tiga ) bulan, namun belum melampaui 4 (empat) bulan atau terdapat tunggakan pelunasan pokok melampaui 1 (satu) bulan, namun belum melampaui 2 (dua) bulan setelah jatuh tempo

b. Pembiayaan diragukan (kriteria IV)

Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok telah melampaui 4 (empat) bulan, namun belum melampaui 6 (enam bulan) atau terdapat tunggakan pelunasan pokok melampaui 2 (dua) bulan, namun belum melampaui 3 (tiga) bulan

Pembiayaan macet (kriteria V)

Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok telah melampaui 6 (enam) bulan atau terdapat tunggakan pelunasan pokok melampaui 3 (tiga) bulan setelah jatuh tempo

2. Untuk pembiayaan dengan akad murabahah, istishna’, dan qard, kriteria pembiayaan bermasalahnya antara lain:

a. Pembiayaan kurang lancar (kriteria III)

Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau margin telah melampaui 3 (tiga) bulan, namun belum melampaui 6 (enam) bulan

b. Pembiayaan diragukan (kriteria IV)

Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau margin telah melampaui 6 (enam) bulan, namun belum melampaui 9 (sembilan) bulan.


(50)

c. Pembiayaan macet (kriteria V)

Terdapat tunggakan pembayaran angsuran pokok dan/atau margin telah melampui 9 (sembilan) bulan

3. Untuk pembiayaan dengan akad ijarah atau ijarah muntahiya bi tamlik kriteria pembiayaan bermasalahnya antara lain:

a. Pembiayaan kurang lancar (kriteria III)

Terdapat tunggakan pembayaran sewa telah melampui 3 (tiga) bulan, namun belum melampaui 6 (enam) bulan

b. Pembiayaan diragukan (kriteria IV)

Terdapat tunggakan pembayaran sewa telah melampaui 6 (enam) bulan, namun belum melampaui 9 (sembilan) bulan

c. Pembiayaan macet (kriteria V)

Terdapat tunggakan pembayaran sewa telah melampaui 9 (sembilan) bulan

4. Untuk pembiayaan dengan akad salam kriteria pembiayaan bermasalahnya antara lain:

a. Pembiayaan kurang lancar (kriteria III)

Piutang salam telah jatuh tempo sampai dengan 2 (dua) bulan b. Pembiayaan diragukan (kriteria IV)

Piutang salam telah jatuh tempo sampai dengan 3 (tiga) bulan c. Pembiayaan macet (kriteria V)


(51)

C. Akibat Pembiayaan Bermasalah

Sebagai lembaga intermediary dan seiring dengan situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan yang mengalami perkembangan pesat, bank syariah akan selalu berhadapan dengan berbagai jenis resiko dengan tingkat kompleksitas yang beragam dan melekat pada kegiatan usahanya. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan bank itu sendiri.54

Pembiayaan bermasalah sendiri memiliki akibat bukan saja bagi kesehatan bank syariah itu sendiri, tetapi juga bisa berakibat bagi pihak nasabah sendiri. Dimana Pada bank syariah sendiri resiko yang paling sering terjadi adalah resiko terhadap pemberian pembiayaan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah oleh bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasanya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah dan UUS.

Resiko bagi bank syariah dalam pemberian fasilitas pembiyaan disebut juga sebagai pembiayaan bermasalah. Dimana pembiayaan bermasalah ini terjadi karena tidak kembalinya pokok pembiayaan dan tidak mendapat imbalan, ujrah, atau bagi hasil sebagaimana telah disepakati dalam akad pembiayaan antara bank syariah dan nasabah penerima fasilitas pembiayaan.

54


(52)

adapun yang menjadi akibat terjadinya pembiayaan bermasalah bagi bank syariah itu sendiri antara lain:55

1. Mengurangi kontribusi bank syariah tersebut terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi negara;

2. Bertambah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh pihak bank, kerena penyelesaian kredit bermasalah yang berlarut-larut dan menghabiskan waktu; 3. Meningkatnya Non Performing Financing (NPF) pada bank syariah tersebut,

yang dapat mengakibatkan menurunya tingkat kepercayaan nasabah lainya untuk menyimpankan uangnya pada bank tersebut;

4. Mengurangi Pendapatan dan memperbesar biaya pencadangan yaitu Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA), dimana pembentukan cadangan umum PPA untuk aktivitas produktif ditetapkan paling rendah 1% dari seluruh aktiva produktif yang digolongkan lancar.

Sementara itu akibat yang ditimbulkan dari pembiayaan bermasalah bagi nasabah itu sendiri antara lain:56

1. Aset milik nasabah yang dijadikan jaminan dalam pembiayaan akan hilang, karena aset yang dijadikan jaminan tersebut di eksekusi untuk menutupi pelunasan pembiayaan yang diberikan oleh bank;

2. Data nasabah yang mengalami pembiayaan macet akan di blacklist oleh Bank Indonesia, dimana upaya ini berdampak terhadap tidak bisanya nasabah tersebut untuk melakukan peminjaman lagi kepada bank manapun, karena nasabah tersebut sudah tidak bisa dipercayai lagi.

55

Wangsawidjaja, Op.Cit., hlm.90

56


(53)

D. Upaya Pencegahan Sebelum Terjadinya Pembiayaan Bermasalah

Menurut Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa bank syariah dan UUS sendiri dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank syariah dan/atau UUS serta kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya.

Pada Penjelasan Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dikatakan bahwa penyaluran dana oleh bank syariah mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasanya sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank syariah. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut maka untuk mengurangi resiko pembiayaan yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, maka penanggulangan pembiayaan bermasalah dapat dilakukan melalui upaya-upaya antara lain:57

1. Upaya yang bersifat prefentif

a. Memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan bank

Penjelasan Pasal 37 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah ditegaskan bahwa untuk memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahan maka bank syariah diwajibkan menyebar resiko dengan mengatur penyaluran pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedimikian rupa sehingga tidak terpusat kepada satu nasabah penerima fasilitas atau kelompok nasabah penerima fasilitas atau kelompok nasabah penerima fasilitas tertentu.

b. Kelayakan penyaluran dana

57


(54)

Sebelum fasilitas pembiayaan diberikan, bank syariah harus merasa yakin bahwa fasilitas pembiayaan yang diberikan akan benar-benar kembali. Dimana keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian pembiayaan sebelum pembiayaan tersebut disalurkan, dimana biasanya kriteria yang dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dan meyakinkan dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P. Dimana adapun analisis dengan prinsip 5 C antara lain:

1) Character

bahwa calon nasabah debitor memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik. Penilaian terhadap karakter ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kejujuran, integritas, dan kemauan dari calon nasabah debitor untuk memenuhi kewajiban dan menjalankan usahanya.Informasi ini dapat diperoleh oleh bank melalui riwayat hidup, riwayat usaha, dan informasi dari usaha-usaha yang sejenis.

2) Capacity

Capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah debitor untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa nasabah mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan. Pengukuran kemampuan ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan materiil, yaitu melakukan penilaian terhadap keadaan neraca, laporan rugi laba, dan arus kas (cash flow) usaha dari beberapa tahun terakhir.Melalui pendekatan ini, tentu dapat diketahui pula


(55)

mengenai tingkat solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas usaha serta tingkat risikonya.Pada umumnya untuk menilai capacity seseorang didasarkan pada pengalamannya dalam dunia bisnis yang dihubungkan dengan pendidikan dari calon nasabah debitor, serta kemampuan dan keunggulan perusahaan dalam melakukan persaingan usaha dengan pesaing lainnya.

3) Capital

Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata didasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif.

4) Collateral

Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas wanprestasinya nasabah debitor di kemudian hari, misalnya terjadi kredit macet.Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa utang kredit baik utang pokok maupun bunganya.

5) Condition of Economy

Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Kemudian adapun penilaian pembiayaan dengan metode analisis 7 P, adalah sebagai berikut:


(1)

2. Pihak nasabah melakukan perlawanan saat akan dilakukanya eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan, dimana adapun perlawanan yang biasanya dilakukan oleh pihak nasabah adalah seperti mengajukan gugatan ke Pengadilan dengan tujuan untuk menunda-nunda dilakukanya proses eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan, selain perlawanan yang datangnya dari pihak nasabah sendiri, perlawanan juga datang dari pihak ke 3 (tiga) dengan mengajukan gugatan perlawanan (derden verzet) yang menyatakan bahwa objek jaminan pembiayaan yang akan di eksekusi adalah miliknya, perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga ini juga bisa menghambat proses eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan.

3. Apabila objek jaminan pembiayaan berupa tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan, permasalahan yang sering muncul adalah pihak nasabah masih tetap bersikeras tidak mau mengosongkan tanah yang dijadikan objek jaminan pembiayaan dengan melakukan perlawanan seperti mengerahkan masa yang memihak pihak nasabah untuk menghalang-halangi dilakukanya pengosongan objek jaminan pembiayaan. Dimana tentunya jika hal ini terjadi akan menyulitkan pihak bank untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan pembiayaan.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka pada penulisan skripsi ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa adapun yang menjadi faktor penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah, dapat dilihat dari 2 faktor yaitu:

a. Faktor yang datangnya dari pihak bank seperti kesalahan analisis yang dilakukan oleh pihak Bank dalam menentukan kelayakan seorang nasabah untuk menerima fasilitas pembiayaan, sehingga apa yang seharusnya terjadi, tidak dapat diprediksi sebelumnya, Selain kesalahan analisis dalam pemberian pembiayaan, faktor lain yang datangnya dari pihak bank adalah karena adanya Kolusi dari pihak analisis pembiayaan dengan pihak nasabah sehingga dalam analisisnya dilakukan secara subjektif.

b. Faktor yang datangnya dari pihak nasabah seperti karena terjadinya wanprestasi, dimana wanprestasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa hal antara lain, karena karakter nasabah yang memang sejak dari awal tidak mau membayar kewajibanya, omset usaha nasabah mengalami penurunan sehingga nasabah tidak


(3)

mampu membayar angsuran pembiayaannya, selain itu karena terjadinya force mejer terhadap usaha nasabah seperti kebakaran, kebanjiran,dan gempa.

2. Bahwa adapun upaya penanganan dan penyelesaian pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Syariah, Capem Kota Baru, Marelan adlah dilakukan dengan 2 cara yaitu first way out yang merupakan upaya penanganan terhadap pembiyaan bermasalah seperti melakukan upaya penagihan yang intensif, memberikan surat peringatan serta melakukan restrukturisasi terhadap pembiayaan bermasalah seperti rescheduling, reconditioning, dan restrukturing. Second way out merupakan upaya dan tindakan untuk menarik kembali pembiayaan nasabah dengan kategori macet, terutama yang sudah jatuh tempo atau sudah memenuhi syarat pelunasan, dimana hal ini dilakukan dengan cara penyelseaian sengketa dengan cara melalui Arbitrase, meminta nasabah untuk menjual jaminan secara di bawah tangan, dan apabila telah dilakukan berabagai upaya dan tidak berhasil juga barulah pihak nasabah melakukan penjualan jaminan secara lelang,serta dapat juga penyelesaian pembiayaan bermasalah dilakukan melalui pengadilan negeri ataupun pengadilan agama.

3. Bahwa adapun yang menjadi kendala PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan dalam melakukan penanganan dan penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah adalah karena pengikatan jaminan yang tidak sempurna seperti tidak mencantumkan klausul-klausul yang dianggap penting, nasabah melakukan perlawanan seperti mengajukan gugatan ke pengadilan, serta apabila objek jaminan pembiayaan berupa tanah yang dibebankan dengan hak tanggungan maka permasalahan yang timbul seperti pihak nasabah bersikeras tidak mau


(4)

mengosongkan objek jaminan dengan mengerahkan masa untuk menghalang-halangi dilakukanya upaya eksekusi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian atas upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dalam setiap pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan, maka penulis mengajukan beberapa saran, yang dimana saran tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak bank dalam pemberian pembiayaan kepada nasabah. Dimana adapun saran yang diberikan antara lain:

1. Sebaiknya pihak Bank dalam melakukan pengikatan terhadap objek jaminan pada pembiayaan haruslah memperhatikan betul klausul-klausul yang seharusnya dibuat di dalam akad pembiayaan, agar jika terjadi pembiayaan bermasalah tidak menyulitkan pihak bank sendiri untuk melakukan penanganan dan penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah

2. Pihak Bank sebaiknya melakukan analisis secara benar dan lebih mendalam serta lebih berhati-hati dan selektif dalam memberikan pembiayaan kepada calon nasabah sehingga kemungkinan-kemungkinan akan terjadinya pembiayaan bermasalah bisa diminimalisir

3. Sebaiknya kepada pihak nasabah untuk memperhatikan betul isi akad pembiayaan sebelum menandatangani akad pembiyaaan tersebut, agar jika isi akad tersebut ada yang merugikan pihak nasabah maka pihak nasabah dapat melakukan penawaran kepda pihak bank terhadap isi akad tersebut, sehingga


(5)

nantinya tidak menyulitkan nasabah untuk membayar pengembalian pembiayaanya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

A. Karim, Adiwarman, 2014, Bank Islam (Analisis Fiqih dan Keuangan), PT. Raja Grafindo, Jakarta.

AS., Mahmudin Haji, 2002, Melacak Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar, Jakarta. Antonio, M. Syafii, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, Jakarta.

Bahsan, M, 2002, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta.

Badruldzaman, Mariam Darus, 2015, Hukum Perikatan Dalam KUH Perdata, Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktrin Serta Penjelasan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Dewi, Gemala, 2007, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Pranada Media Group, Jakarta.

Djamil, Faturahman, 2001, Hukum Perjanjian Syariah, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuady, Munir, 1999, Hukum Perbankan Modern, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

HS, Salim, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta.


(6)

Harahap, M. Yahya, 2009, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

Ibrahim, Jhonny, 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Bayu Media Publishing, Jakarta.

Ismail, 2010, Manajemen Perbankan dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana, Jakarta.

Kasmir, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Lainya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muhammad, 2014, Manajemen Dana Bank Syariah, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Purwaningsih, Endang, 2010, Hukum Bisnis, Ghalia Indonesia, Bogor.

Poesoko, Herowati, 2013, Dinamika Hukum Parate Eksekusi Objek Hak Tanggungan , Aswaja Pressindo, Yogyakarta.

Sjahdeini, Sutan Remy, 2014, Perbankan Syariah (Produk-produk dan Aspek-aspek Hukumnya), Pranada Media Group, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2007, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Garfindo, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta.

Tampubolon, Robert, 2004, Risk Manajemen : Pendekatan Kualitatif Untuk Bank Komersial, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Wangsawidjaja, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum


Dokumen yang terkait

Analisis Perbandingan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional Dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

21 184 80

Analisis Perbandingan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional (PT. Bank Cimb Niaga) Dan Sistem Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah (PT. Bank Cimb Niaga Syariah) Di Medan

47 391 89

Analisis Perbandingan Sistem Pemberian Kredit Pada Bank Konvensional dan Pembiayaan Pada Bank Syariah

44 256 120

Strategi manajemen risiko terhadap pembiayaan mudharabah untuk mencegah pembiayaan bermasalh: studi kompirasi pada bank syariah Bukopin dan bank Muamalat Indonesia

9 81 76

Pengaruh Jumlah Pembiayaan yang DIsalurkan Terhadap TIngkat Rasio Non Performing Financing (NPF) (Studi Kasus Pada PT. Bank DKI Syariah)

0 5 116

pengaruh penyaluran pembiayaan mudharabah,pembiayaan musyarakah,pembiayaan murabahah,dan non performing financing (npf) terhadap kinerja bank pembiayaan rakyat syariah di Indonesia periode januari 2010-maret 2015

0 7 122

Analisis Pengaruh Pembiayaan Pemilikan Rumah Sistim Akad Murabahah, Pembiayaan Pemilik Rumah Sistim Akad Istishna dan non Performing Financing Terhadap Profitabilitas Bank Syariah: (Studi Pada Bank Tabungan Negara Syariah Periode Maret 2008- Juni 2016)

5 32 102

PENGARUH DANA PIHAK KETIGA (DPK), SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN RETURN ON ASSETS (ROA) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH (Studi Kasus Pada Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia Periode 2009 - 2014

2 18 138

Analisis Penyelesaian Force Majeure dalam Produk Pembiayaan pada Bank Syariah

6 57 124

PENGARUH NON PERFORMING FINANCING PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN NON PERFORMING FINANCING PEMBIAYAAN MUSYARAKAH TERHADAP PROFITABILITAS PADA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA - repository perpustakaan

0 0 14