Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.) di Kabupaten Cianjur

IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT UTAMA PADA
WORTEL (Daucus carota L.) DI KABUPATEN CIANJUR

FRIZKA TRIANADA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Nematoda
Parasit Utama pada Wortel (Daucus carota L.) di Kabupaten Cianjur adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Frizka Trianada
NIM A34100101

ABSTRAK
FRIZKA TRIANADA. Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel
(Daucus carota L.) di Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SUPRAMANA.
Nematoda parasit tanaman merupakan salah satu patogen penyebab
penurunan produksi wortel. Tujuan dari penelitian ini mengidentifikasi nematoda
parasit utama yang beasosiasi dengan tanaman wortel di Kabupaten Cianjur. Umbi
yang bergejala, perakaran wortel, dan sampel tanah diambil sebanyak 100 ml.
Ekstraksi nematoda dilakukan dengan menggunakan metode flotasi-sentrifugasi
dan pengabutan (mistchamber). Identifikasi spesies Meloidogyne berdasarkan
karakter pola perineal nematoda betina. Enam genus nematoda parasit, yaitu
Meloidogyne, Helicotylenchus, Pratylenchus, Rotylenchulus, Criconemoides, dan
Xiphinema berhasil ditemukan berasosasi dengan tanaman wortel. Tiga spesies

Meloidogyne, yaitu M. incognita, M. arenaria, dan M. javanica teridentifikasi
berdasarkan karakter pola perineal.
Kata kunci : karakter morfologi, pola perineal

ABSTRACT

FRIZKA TRIANADA. Identification of Major Plant Parasitic Nematodes on
Carrot (Daucus carota L.) in Cianjur District. Supervised by SUPRAMANA.
Plant-parasitic nematodes are one of the casual pathogen of decreasing
carrots production. This research was aimed to identify plant-parasitic nematodes
that associated with carrots in Cianjur District. The infected tubers, carrot roots,
and 100 ml soil sampels were taken from the infested field. Nematodes were
extracted from soil and root samples by flotation-centrifugation and mist chamber
techniques. Parasitic nematodes were identified based on their morphological
characters. In addition, Meloidogyne sp. were characterized by the female
perineal pattern. Six genera of plant-parasitic nematodes, that were Meloidogyne,
Helicotylenchus, Pratylenchus, Rotylenchulus, Criconemoides, and Xiphinema
were detected associated with carrot. Three species of Meloidogyne, that were M.
incognita, M. arenaria, and M. javanica were identified.
Keywords : morphological characters, perineal pattern


©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT UTAMA PADA
WORTEL (Daucus carota L.) DI KABUPATEN CIANJUR

FRIZKA TRIANADA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel
(Daucus carota L.)” di Kabupaten Cianjur. Penelitian telah dilakukan di
Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung mulai dari bulan
November 2014 sampai dengan Januari 2015.
Banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan Dr. Ir Supramana, MSi. selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan
dalam penyelesaian tugas akhir ini. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti M.Agr. sebagai
dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini. Penulis
juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Dadang Surachman dan Ibunda
Nayu Nurlaila, kakak Frizky dan Dina. Keluarga tercinta yang selalu menjadi
sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang,
do’a, motivasi, dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan di IPB. Benny Setyadi yang telah memberikan
dukungan penuh cinta dan kasih sayang, teman-teman Kcemara yang selalu
memberikan semangat dan motivasi, teman-teman PTN 47, teman-teman Lab
Nematoda yang selalu senantiasa membantu dan memberikan masukan (Ishar,
Diana, Roy, Daus, Mia, Pandu, Yadi, Mulyana, Bu Umi), serta laboran Lab
Nematologi bapak Gatut Heru Bromo. Kepada pihak yang telibat atas
kebersamaan, nasihat, serta dukungan yang tidak akan penulis lupakan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Penulis berharap hasil penulisan tugas akhir ini dapar bermanfaat
untuk ilmu pengetahuan di bidang proteksi tanaman.

Bogor, Mei 2015

Frizka Trianada

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan
Alat
Metode Penelitian
Survei dan Pendataan
Pengambilan Sampel Tanah dan Wortel
Ekstraksi Nematoda dari Tanah
Ekstraksi Nematoda dari Akar
Penghitungan Populasi Nematoda
Pembuatan Preparat Nematoda Semi-Permanen
Identifikasi Nematoda
Identifikasi Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Kabupaten Cianjur
Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel
Gejala Penyakit Tanaman di Lahan
Gejala Penyakit pada Umbi Wortel
Fitonematoda yang Ditemukan
Nematoda pada Sampel Tanah
Meloidogyne
Pratylenchus
Helicotylenchus
Rotylenchulus
Xiphinema
Criconemoides
Nematoda lain
Nematoda pada Sampel Akar
Spesies Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
5
5
6

6
6
8
9
11
11
11
13
14
14
15
16
17
18
18
20
20
20
21
23


DAFTAR TABEL
1. Keberadaan tipe gejala umbi yang disebabkan oleh NPA di setiap lokasi
pengambilan sampel
2. Keberadaan tipe puru di tiga lokasi pengambilan sampel

9
10

DAFTAR GAMBAR
1. Teknik pembuatan preparat semi permanen pola perineal nematoda betina
Meloidgyne spp.
2. Pertanaman wortel di lokasi pengambilan sampel
3. Umbi wortel yang berkualitas baik dan bunga wortel yang akan dijadikan
benih
4. Gejala yang ditemukan di lahan pertanaman wortel
5. Berbagai bentuk gejala terinfeksi NPA pada umbi wortel
6. Keragaman tipe puru pada wortel
7. Jumlah nematoda per 100 ml sampel tanah pada pertanaman wortel di
tiga desa

8. Morfologi Meloidogyne juvenil
9. Morfologi Pratylenchus dewasa
10. Morfologi Helicotylenchus juvenil
11. Morfologi Rotylenchulus juvenil
12. Morfologi Xiphinema juvenil
13. Morfologi Criconemoides juvenil
14. Nematoda lain non-parasit pada sampel tanah
15. Pola perineal Meloidogyne spp.

5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu komoditas dari
hortikultura yang mempunyai banyak manfaat. Wortel mempunyai kandungan
gizi yang sangat tinggi terutama mineral dan vitamin A. Umbi wortel dapat
dimanfaatkan sebagai sayuran, produk olahan seperti keripik wortel dan sebagai
obat tradisional, sedangkan daun wortel dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
(Rukmana 1995).
Budidaya wortel telah banyak dilakukan di Indonesia, salah satu sentra
wortel yaitu Jawa Barat. Menurut BPS (2014), produksi wortel tahun 2009 di
Jawa Barat tercatat sebesar 128 253 ton dan pada tahun 2010 cenderung menurun
sebesar 14 677 ton menjadi 113 576 ton. Pada tahun 2011, produksi wortel di
Jawa Barat terjadi kenaikan menjadi 115 296 ton. Salah satu faktor
ketidakstabilan produksi wortel setiap tahunnya tidak lepas dari gangguan hama
dan penyakit di lapangan yang dapat mengurangi hasil panen.
Nematoda parasit tanaman yang penting secara ekonomi adalah
Meloidogyne, Pratylenchus, Heterodera, Ditylenchus, Globodera, Tylenchulus,
Xiphinema, Radopholus, Rotylenchulus, dan Helicotylenchulus. Lebih dari 90
spesies nematoda parasit tanaman diketahui berasosiasi dengan tanaman wortel,
tetapi hanya sedikit yang sudah dipelajari secara rinci (Hay et al. 2005). Menurut
Merrifield (2000) terdapat 5 genus nematoda parasit yaitu Meloidogyne,
Pratylenchus, Rotylenchulus, Longidorus, dan Xiphinema yang berasosiasi dengan
tanaman wortel di daerah tropis.
Nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne spp. merupakan salah satu
nematoda parasit utama yang dapat menurunkan hasil panen wortel. NPA telah
dilaporkan menginfestasi beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa dan
Sulawesi Selatan. Spesies NPA, yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan
M. arenaria dilaporkan menginfeksi tanaman wortel di Pulau Jawa (Hikmia et al.
2012, Taher et al. 2012, Halimah et al. 2013). Kurniawan (2010) menyebutkan
beberapa spesies Meloidogyne spp. dapat menyebabkan umbi bercabang dan
dilaporkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh NPA sebesar 15% hingga 95%.
Gejala yang ditimbulkan oleh nematoda yaitu puru akar (galling), akar berambut
(hairy root), umbi bercabang (forking), dan umbi membulat dengan ukuran
pendek.
Penelitian mengenai nematoda parasit utama pada wortel di Kabupaten
Cianjur perlu dilakukan karena belum pernah ada penelitian sebelumnya.
Penelitian ini perlu dilakukan sebagai dasar rekomendasi strategi pengendalian di
lapangan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nematoda parasit yang berasosiasi
dengan wortel di Kabupaten Cianjur.

2
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
nematoda parasit utama pada wortel sehingga dapat digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam mengelola pertanaman wortel.

3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi yang berbeda di Kabupaten
Cianjur, yaitu: Desa Ciputri dan Desa Sukatani Kecamatan Pacet dan Desa
Sindangjaya, Kecamatan Cipanas. Identifikasi nematoda parasit dilakukan di
Laboratorium Nematologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari November 2014
sampai Januari 2015.
Alat
Alat yang digunakan yaitu kantong plastik, botol film, saringan nematoda
bertingkat (50 dan 500 mesh), bor tanah, saringan kasar, gelas plastik, kotak
penyimpanan tanah, tabung sentrifus, sentrifus, mikroskop stereoskopik dan
kamera digital.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu tanah yang terinfestasi nematoda, umbi yang
sakit dan perakaran wortel, FAA, larutan gula 40%, dan laktofenol 0.03%.
Metode Penelitian
Survei dan Pendataan
Survei dilakukan di lahan wortel milik petani di daerah Desa Ciputri Desa
Sukatani dan Desa Sindangjaya. Pengambilan sampel pertama dilakukan di Desa
Ciputri dengan ketinggian 1 100 mdpl. Pengambilan sampel kedua dilakukan di
Desa Sukatani dengan ketinggian 1 300 mdpl dan sampel ketiga dilakukan di
Desa Sindangjaya dengan ketinggian 1 500 mdpl.
Pendataan dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai lokasi
lahan, ketinggian tempat, luas lahan, varietas wortel yang ditanam, produksi per
hektar, jumlah dan tipe puru, keberadaan wortel bercabang, adanya hairy root,
teknik olah tanah, kedalaman olah tanah, jenis tanah, intensitas dan asal irigasi,
serta penggunaan pupuk dan nematisida. Hasil pendataan dimaksudkan untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang kondisi wilayah serta keberadaan gejala
penyakit di lahan pengamatan.
Pengambilan Sampel Tanah dan Wortel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling), yaitu
memilih sampel berdasarkan kriteria spesifik gejala penyakit tanaman. Sampel
yang diambil berupa sampel tanah yang terinfestasi nematoda parasit, umbi sakit
dan perakaran wortel. Sampel tanah diambil sebanyak 100 ml menggunakan bor
tanah dengan kedalaman 10 cm.
Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan ke dalam
kotak penyimpanan. Diharapkan dengan penyimpanan tersebut sampel tidak

4
mengalami benturan untuk menghindari terjadinya pemadatan tanah yang dapat
menyebabkan kematian nematoda. Sampel umbi sakit diusahakan dalam keadaan
lembab dan disimpan dalam kantong plastik secara terpisah.
Ekstraksi Nematoda dari Tanah
Ekstraksi nematoda dari sampel tanah dilakukan dengan metode flotasi
sentrifugasi. Sampel tanah diambil sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam ember
plastik A dan ditambahkan air sampai volumenya 800 ml, diaduk dan dibiarkan
selama 20 detik. Air kemudian dituang ke dalam ember plastik B melewati
saringan biasa dan didiamkan selama 1 menit. Setelah itu suspensi disaring
kembali dengan saringan 50 mesh dan di bawahnya diletakkan saringan berukuran
500 mesh dengan posisi agak miring (30o).
Suspensi nematoda hasil saringan 500 mesh disentrifugasi dengan kecepatan
1 700 rpm (rotation per minute) selama 5 menit. Suspensi dalam tabung dibuang,
endapan tanah dan nematoda parasit ditambahkan dengan larutan gula (40%),
dikocok, dan kemudian disentrifugasi kembali selama 1 menit. Suspensi disaring
dengan saringan 500 mesh, lalu dibilas dengan air dan ditampung ke dalam botol
koleksi untuk diidentifikasi dan dihitung jumlah nematoda di bawah mikroskop
stereoskopik perbesaran 400x.
Ekstraksi Nematoda dari Akar
Nematoda diekstraksi dari sampel akar menggunakan metode pengabutan
(mist chamber). Akar wortel dibersihkan menggunakan air kemudian akar
dipotong-potong sepanjang ±1 cm. Akar disimpan di atas saringan kasar, lalu
diletakkan di atas corong yang dibawahnya terdapat gelas plastik untuk
menampung suspensi nematoda. Nematoda yang tertampung pada gelas plastik
disimpan di dalam tempat pengabutan selama 48 jam. Setelah itu, nematoda
dipanen dengan menyaring nematoda menggunakan saringan 500 mesh dengan
posisi agak miring (30o). Nematoda yang tersaring dalam saringan dipindahkan
dan disimpan dalam botol koleksi untuk pengamatan selanjutnya.
Penghitungan Populasi Nematoda
Penghitungan jumlah nematoda dari sampel tanah dan akar dilakukan di
bawah mikroskop stereoskopik dengan perbesaran 400x. Jumlah sampel tiap
perhitungan diambil sebanyak 1 ml dan dilakukan 5x ulangan.
Pembuatan Preparat Nematoda Semi-Permanen
Sebelum nematoda dihitung dan diidentifikasi, suspensi nematoda dari tanah
dan akar dipindahkan ke dalam cawan sirakus dan diberi larutan FAA dengan
perbandingan volume 1:1. Laktophenol 0.03% diteteskan di tengah gelas objek
kemudian nematoda hasil ekstraksi akar dan tanah dikait, diletakkan di atas
preparat, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan dikutek pada setiap tepinya.
Selanjutnya, nematoda dapat segera dihitung dan diidentifikasi.
Identifikasi Nematoda
Identifikasi dilakukan terhadap preparat semi-permanen berdasarkan ciri-ciri
morfologi nematoda dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x.

5
Identifikasi dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi nematoda (May et
al. 1996).
Identifikasi Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal
Identifikasi Meloidogyne spp. dilakukan melalui pola perineal atau sidik
pantat nematoda betina yang diamati secara keseluruhan. Akar dan umbi yang
terinfeksi Meloidogyne dicuci untuk menghilangkan partikel tanah yang
menempel. Puru yang menempel pada akar dan umbi dipisahkan ke dalam wadah
yang telah terisi air. Puru direndam selama kurang lebih 24 jam. Setelah puru
melunak, nematoda betina yang berada di dalam puru diambil secara hati-hati lalu
dipindahkan ke dalam cawan sirakus yang sudah berisi asam cuka.

Gambar 1

Teknik pembuatan preparat semi permanen pola perineal nematoda
betina Meloidogyne spp. (sumber: Saavendra et al. 1997)

Asam cuka berguna untuk melunturkan lemak yang berada dalam tubuh
nematoda betina. Setalah direndam selama 24 jam di dalam asam cuka nematoda
betina dipindahkan ke kaca preparat. Bagian anterior dipotong dengan pisau
bedah, kemudian bagian posterior ditekan agar sisa kotoran dan lemak dalam
tubuh nematoda keluar. Potongan direndam dalam laktofenol 0.03% dan dibiarkan
semalam. Bagian posterior disayat dan jaringan di dalam dibuang secara hati-hati,
kemudian dipindahkan ke gelas objek lain dengan ditetesi laktofenol dan ditutup
dengan gelas penutup. Preparat sidik pantat nematoda dilihat di bawah mikroskop
cahaya perbesaran 400x dan diamati ciri morfologinya untuk menentukan spesies
nematoda. Identifikasi Meloidogyne spp. dilakukan mengikuti buku panduan
Eisenback et al. (1981) dan Shurtleff & Averre (2005).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Kabupaten Cianjur
Secara geografis Kabupaten Cianjur terletak di tengah Propinsi Jawa Barat
dengan batas wilayah sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor
dan Kabupaten Purwakarta, sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten
Sukabumi, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, dan sebelah
Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut.
Wilayah Cianjur terbagi menjadi tiga bagian yaitu Wilayah Cianjur Utara,
Wilayah Cianjur Tengah dan Wilayah Cianjur Selatan. Wilayah Cianjur Utara
yang merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede dengan titik
tertinggi 2 962 mdpl. Wilayahnya meliputi daerah Puncak dengan ketinggian
sekitar 1 450 mdpl, Kota Cipanas (Kecamatan Cipanas dan Pacet) dengan
ketinggian sekitar 1 110 mdpl, serta Kota Cianjur dengan ketinggian 450 mdpl.
Sebagian wilayah merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi
merupakan perkebunan dan persawahan. Secara hidrologi sumber air yang
terdapat di kabupaten Cianjur terbagi menjadi tiga jenis resapan air yang tersebar
di beberapa kecamatan yaitu Resapan Air Rendah, Resapan Air Sedang dan
Resapan Air Tinggi. Curah hujan rata-rata berkisar antara 1 000 – 1 500
mm/tahun dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan jumlah
harian hujan efektif selama 1 tahun adalah 100 – 150 hari (Dinas Pertanian
Kabupaten Cianjur 2010).
Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel wortel dilakukan pada pertanaman wortel di tiga lokasi
yang berbeda. Kondisi lokasi pertama di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Cianjur
dengan ketinggian 1 100 mdpl dan luas lahan sebesar 400 m2 (Gambar 2a). Lokasi
kedua pengambilan sampel berada di Desa Sukatani Kecamatan Pacet Cianjur
dengan ketinggian 1 300 mdpl dan luas lahan pertanaman wortel sebesar 400 m2
(Gambar 2b). Lokasi ketiga terletak pada Desa Sindangjaya Kecamatan Cipanas
dengan ketinggian 1 500 mdpl dan luas lahan sebesar 400 m2 (Gambar 2c).

Gambar 2

Pertanaman wortel di lokasi pengambilan sampel. a) Desa Ciputri, b)
Desa Sukatani, dan c) Desa Sindangjaya

7
Suhu pada pengambilan sampel di ketiga lokasi berkisar 18-26 oC. Varietas
wortel yang banyak dibudidayakan oleh petani yaitu varietas lokal. Petani
memilih cara membenihkan sendiri daripada membeli benih di toko dengan alasan
agar dapat mengurangi biaya. Petani memperbanyak wortel secara generatif
dengan menggunakan biji wortel. Biasanya petani tidak memanen tanaman yang
akan dijadikan tanaman induk. Umbi yang paling baik dan sehat digunakan
sebagai benih wortel dengan membungakan bunga tua hingga umur 120-150 hari.
Umbi wortel yang berwana kuning atau jingga, mulus dan tidak berambut adalah
umbi yang digunakan sebagai tanaman induk (gambar 3a).
Bunga wortel yang sudah menghasilkan biji siap dipanen pada waktu
tanaman wortel berumur lima bulan (gambar 3b). Pada fase panen, buah wortel
yang sudah tua tampak berwarna kecoklat-coklatan. Menurut Pitojo (2006) dalam
perbanyakan benih wortel dapat diperoleh keuntungan yaitu jumlah hasil
penjualan benih dan hasil sampingan berupa umbi wortel yang tidak dijadikan
benih dikurangi dengan semua biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan perbenihan.

Gambar 3

Umbi wortel yang berkualitas baik dan bunga wortel muda yang
akan dijadikan benih

Teknik awal pengolahan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan
terlebih dahulu dari gulma dan sisa-sisa tanaman sebelumnya. Para petani
mengolah tanah dengan mencangkul tanah pada lahan sedalam kurang lebih 30
cm dan tanah yang sudah diolah dibiarkan selama dua minggu. Lahan diolah
kembali dengan membuat bedengan-bedengan ukuran lebar 90x80 cm dengan
tinggi bedengan 30 cm serta panjang sesuai dengan lahan. Pada setiap permukaan
bedengan ditebarkan pupuk kandang yang telah matang, dicampur dan diratakan
dengan tanah. Pupuk yang digunakan oleh ketiga petani adalah pupuk kandang.
Pupuk kadang yang dipilih adalah pupuk kandang dari kotoran ayam.
Benih wortel yang sudah tua dipanen dan dikeringkan untuk disebar pada
bedengan. Dalam pemeliharaan tanaman wortel (sekitar 2-3 minggu) dilakukan
penjarangan tanaman untuk mengatur jarak tanam karena apabila dibiarkan akan
kurang menguntungkan bagi pertumbuhan umbi karena terjadi persaingan dalam
penyerapan unsur hara dan air serta faktor-faktor lainnya. Pemeliharan tanaman
wortel pada umumnya dilakukan dengan penyiraman secara rutin sesuai
kebutuhan. Penyiangan gulma mulai dilaksanakan pada wortel berumur satu bulan
setelah tanam serta dilakukan penggemburan tanah disekitar barisan wortel. Panen

8
dilakukan setelah tanaman berumur 100-120 hari dengan mencabut tanaman
wortel dan memisahkan umbi dari batang dan daun.
Teknik budidaya yang dilakukan petani di tiga lokasi pertanaman wortel
tersebut yaitu secara tumpang sari dengan tanaman jenis lain. Tanaman yang
dipilih sebagai tumpang sari di Desa Ciputri yaitu wortel - bawang daun, di Desa
Sukatani yaitu wortel - bawang daun - seledri, dan pada Desa Sindangjaya yaitu
wortel - bawang daun - lobak. Tanaman tumpang sari banyak dilakukan oleh
petani di Kabupaten Cianjur karena dapat meningkatkan pendapatan petani dan
dapat menghindari kegagalan dari satu jenis tanaman dengan menanam dua atau
lebih tanaman jenis lain.
Gejala Penyakit Tanaman di Lahan
Serangan nematoda dapat mempengaruhi tanaman dalam proses
fotosintesis, transpirasi dan status hara tanaman. Selain itu, serangan nematoda
menyebabkan tanaman menjadi rentan terserang patogen lain seperti cendawan,
bakteri dan virus (Melakeberhan et al. 1987).
Pertanaman wortel yang terinfestasi oleh nematoda mengakibatkan
munculnya gejala primer dan sekunder. Gejala primer timbul pada akar berupa
puru akar (root knot atau root gall), luka akar, akar bercabang banyak. Gejala
sekunder terlihat di atas tanah, yaitu pertumbuhan tanaman lambat, gejala
defisiensi hara seperti kerdil, daun menguning (klorosis), dan layu pada cuaca
panas (Dropkin 1991).
Gejala sekunder di lahan terdapat daun berwarna kuning atau klorosis
(Gambar 4a) dan pada saat tanaman dicabut terdapat puru yang banyak dengan
rambut akar pada umbi wortel tersebut (Gambar 4b). Gejala tersebut ditemukan
pada setiap lahan pengambilan sampel.

Gambar 4

Gejala yang ditemukan di lahan pertanaman wortel. a) Tanaman
dengan daun klorosis dan b) hairy root dan puru

Gejala penyakit pada umbi yang ditemukan di pertanaman wortel yaitu
umbi bercabang, umbi pendek membulat, umbi berambut dan umbi pecah. Gejala
ini memiliki kesamaan dengan gejala yang terdapat di pertanaman wortel
Agropolitan Jawa Barat (Halimah et. al 2013), Jawa tengah (Taher et. al 2012),
dan Jawa Timur (Hikmia et. al 2012). Penelitian terbaru Mirsam (2014)
melaporkan M. incognita dan M. arenaria berasosiasi dengan tanaman wortel di

9
dataran tinggi Malino, hal tersebut mengindikasikan bahwa Meloidogyne spp.
telah menginfestasi pertanaman wortel di sentra produksi wortel di Sulawesi
Selatan.
Gejala Penyakit pada Umbi Wortel
Umbi wortel yang terinfeksi nematoda mengalami malformasi bentuk. Umbi
membulat, umbi bercabang, umbi pecah, dan umbi berambut merupakan bentuk
malformasi umbi wortel yang terinfeksi NPA (Kurniawan 2010). Hasil survei
pada lahan pengambilan sampel ditemukan variasi gejala pada umbi wortel.
Beberapa tipe gejala yaitu gejala umbi bercabang (Gambar 5a) ditandai dengan
bentuk umbi abnormal disertai dengan adanya satu atau lebih percabangan dimana
setiap cabang terdapat akar berpuru. Umbi pecah ditandai dengan bentuk umbi
yang pecah dan terlihat stele (Gambar 5b). Umbi pecah karena hormon IAA
merangsang untuk terjadi hipertropi dan hiperplasia sehingga permukaan kulit
umbi tidak bisa mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan umbi wortel
secara keseluruhan. Gejala lainnya umbi pendek membulat (Gambar 5c) dengan
ukuran 3-6 cm mengalami pertumbuhan abnormal yang disebabkan penyerapan
unsur hara oleh akar tidak berlangsung secara baik sehingga nutrisi yang
dibutuhkan tidak tercukupi. Pada permukaan umbi biasanya terdapat benjolan
seperti puru yang dapat mengurangi bentuk estetika umbi tersebut. Gejala umbi
berambut atau dikenal juga hairy root (Gambar 5d) dimana pada umbi wortel
terdapat rambut-rambut akar dalam jumlah banyak dan terdapat puru sepanjang
rambut akar. Puru yang ditemukan pada hairy root bervariasi mulai puru yang
berukuran kecil hingga puru berukuran besar dan berwarna krem.

Gambar 5

Berbagai bentuk gejala infeksi NPA pada umbi wortel. a) Umbi
bercabang, b) umbi pecah, c) umbi pendek membulat, dan d) umbi
berambut (hairy root)

Berbagai bentuk gejala yang terinfeksi oleh Meloidogyne spp. ditemukan
disetiap lokasi pengambilan sampel. Banyaknya umbi bergejala yang ditemukan
pada setiap lokasi berbeda-beda (Tabel 2).

10
Tabel 1 Keberadaan tipe gejala umbi yang disebabkan oleh NPA di setiap lokasi
pengambilan sampel
Bentuk umbi
Umbi pecah
Umbi bercabang
Umbi membulat
Umbi berambut

Lokasi/Keberadaan gejala
Desa Ciputri
Desa Sukatani
Desa Sindangjaya
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada

Berdasarkan hasil pengambilan sampel umbi wortel pada ketiga desa
ditemukan tipe umbi tersebut. Umbi bercabang banyak ditemukan pada ketiga
desa begitu pula umbi pendek membulat dan umbi berambut. Umbi pecah
ditemukan pula pada ketiga desa namun tidak terlalu banyak seperti umbi
bercabang dan umbi pendek membulat. Menurut petani umbi yang bergejala
biasanya dibiarkan di lahan atau dibawa petani untuk dijadikan sebagai pakan
ternak.
Gejala lain pada umbi wortel yang lebih spesifik yaitu keragaman tipe puru
yang merupakan gejala khas Meloidogyne spp. Tipe puru bermacam-macam mulai
dari puru yang berbentuk kecil-kecil, puru bergerombol maupun puru berbentuk
bulat dan besar. Tipe puru pada umbi yang terserang Meloidogyne spp. dibedakan
menjadi 5 tipe puru yaitu puru bulat pada umbi berambut, puru bulat berukuran
besar (± 0.5 cm), puru memanjang, puru seperti akar gada, dan puru seperti kudis
(Tabel 3).
Tabel 2 Keberadaan tipe puru di tiga lokasi pengambilan sampel
Tipe puru
Lokasi pengambilan sampel
Desa Ciputri
Desa Sukatani Desa Sindangjaya
Bulat pada umbi berambut
Berukuran besar (< 0.5 cm)
Memanjang
Seperti akar gada
Seperti kudis
Keterangan

+
+
+
+

+
+
+
+

+
+
+
+

+ = Ada
- = Tidak ada

Berdasarkan hasil pengambilan sampel di ketiga desa ditemukan 4 tipe puru.
Puru pada umbi berambut (Gambar 6a) biasanya menempel pada rambut-rambut
akar dengan ukuran kecil-kecil dalam jumlah yang banyak maupun dalam jumlah
yang sedikit dan berwarna krem. Puru berukuran besar (Gambar 6b) dapat
mencapai ±0.5 cm biasanya terdapat pada umbi yang berbentuk pendek
membulat. Puru menempel pada umbi maupun pada akar, pada saat puru dibedah
terdapat banyak nematoda betina di dalam puru bersama telur-telur nematoda
yang terdapat pada massa gelatin. Puru seperti kudis (Gambar 6c) menempel pada
umbi wortel dengan bentuk tidak beraturan dan bergerombol bewarna coklat. Puru
memanjang (Gambar 6d) terbentuk pada akar yang berada di sepanjang perakaran
biasanya dalam jumlah tidak banyak dalam satu umbi. Puru seperti akar gada

11
tidak ditemukan pada ketiga desa, biasanya puru tersebut berbentuk seperti akar
gada yang terdapat pada famili kubis-kubisan.

Gambar 6 Keragaman tipe puru pada wortel. a) Puru pada umbi berambut, b)
puru berukuran besar (±0.5 cm), c) puru seperti kudis, dan d) puru
memanjang
Fitonematoda yang Ditemukan
Nematoda pada Sampel Tanah
Berdasarkan hasil ekstraksi sampel pada tanah ditemukan 6 genus nematoda
yang berasosiasi dengan tanaman wortel pada tiga desa yaitu Desa Ciputri, Desa
Sukatani, dan Desa Sindangjaya. Keenam nematoda tersebut yaitu Rotylenchulus,
Meloidogyne, Helicotylenchus, Pratylenchus, Criconemoides, dan Xiphinema.

Rata-rata jumlah individu nematoda
(ekor)

70
60
Rotylenchulus

50

Meloidogyne

40

Helicotylenchus

30

Pratylenchus
Criconemoides

20
Xiphinema

10
0
Desa Ciputri

Gambar 7

Desa Sukatani

Desa Sindangjaya

Jumlah nematoda per 1 ml sampel tanah pada pertanaman wortel di
tiga desa

Hasil ektraksi nematoda dari sampel tanah menunjukkan kelimpahan jumlah
populasi nematoda parasit pada masing-masing Desa (Gambar 7). Rata-rata
jumlah populasi nematoda parasit di Desa Ciputri, yaitu 23.20 ekor ±1.62
Rotylenchulus, 43.20 ekor ±4.21 Meloidogyne, 20.00 ekor ±1.87 Helicotylenchus,
25.60 ekor ±3.56 Pratylenchus, 6.00 ekor ±0.95 Criconemoides, dan 4.00 ±1.18

12
Xiphinema. Rata-rata jumlah populasi nematoda parasit di Desa Sukatani, yaitu
24.40 ekor ±2.87 Rotylenchulus, 55.60 ekor ±4.21 Meloidogyne, 24.40 ekor ±2.50
Helicotylenchus, 33.20 ekor ±3.55 Pratylenchus, 7.8 ekor ±1.50 Criconemoides,
dan 6.40 ekor ±1.75 Xiphinema. Rata-rata jumlah populasi nematoda parasit di
Desa Sindangjaya, yaitu 29.20 ekor ±1.93 Rotylenchulus, 61.60 ekor ±4.45
Meloidogyne, 28.80 ekor ±5.30 Helicotylenchus, 42.80 ekor ±4.11 Pratylenchus,
10.00 ekor ±1.14 Criconemoides, dan 4.00 ekor ±0.45 Xiphinema.
Kelimpahan populasi nematoda parasit menunjukkan Meloidogyne memiliki
jumlah populasi yang paling tinggi dibandingkan nematoda parasit yang lain.
Menurut Luc et al. (1995) spesies Meloidogyne merupakan nematoda yang paling
banyak ditemukan di daerah tropik dengan zona iklim panas dan lembab baik
pada dataran tinggi maupun dataran rendah karena Meloidogyne mempunyai
kisaran inang yang banyak dan kemampuan penyebaran yang luas. Selain itu,
kondisi temperatur pada ketiga Desa sesuai dengan syarat bioekologi Meloidogyne
yaitu suhu berkisar antara 18-26 oC. Menurut Brodie (1998) Meloidogyne dapat
berkembang pada temperatur antara 15-25 oC. Jumlah populasi rata-rata nematoda
terendah yang ditemukan adalah Criconemoides dan Xiphinema.
Meloidogyne
Meloidogyne merupakan penyebab primer penyakit umbi bercabang.
Menurut Dropkin (1991) nematoda betina berwarna transparan dan berbentuk
seperti buah pir. Nematoda jantan berbentuk memanjang dan bergerak lambat di
dalam tanah. Nematoda ini mempunyai ciri morfologi bagian anterior kepala
membulat dengan knob stilet yang kuat, ekor relatif panjang dan terlihat keriting
di bagian ujungnya (Gambar 8).

Gambar 8

Morfologi Meloidogyne juvenil. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh
anterior, dan c) bagian tubuh posterior

Nematoda ini bersifat endoparasit menetap (sedentary endoparasite) yang
dapat menyebabkan puru akar. Tanaman wortel merupakan salah satu inang bagi

13
Meloidogyne spp. (Agrios 2005). Wortel yang sangat rentan pada serangan NPA
dan pengurangan hasil panen terjadi setiap tahunnya akibat serangan nematoda
puru akar. Lahan yang terinfeksi Meloidogyne spp. ditandai dengan spot-spot
tanaman botak pada lahan.
Populasi nematoda Meloidogyne spp. lebih banyak ditemukan diantara
nematoda parasit lainnya. Nematoda ini mempunyai kisaran inang yang luas dan
menyerang lebih dari 2 000 spesies tumbuhan termasuk gulma (Sastrahidayat
1990). Pada ketiga lahan pengambilan sampel dilakukan pola penanaman secara
tumpang sari, selain itu para petani jarang melakukan rotasi tanam sehingga dapat
meningkatkan populasi nematoda karena mengakibatkan Meloidogyne spp. akan
terus bertahan di dalam tanah tersebut dengan suplai makanan yang tidak terputus.
Menurut Rosya (2014) kepadatan dan kelimpahan nematoda parasit pada
pola tanam polikultur tergolong cukup tinggi karena semua jenis tanaman
merupakan tanaman inang dari nematoda yang ditemukan. Selain itu, jenis tanah
lempung berpasir di lokasi pengambilan sampel juga berpengaruh terhadap
nematoda karena jenis tanah tersebut sesuai untuk pertumbuhan tanaman wortel
dan berpengaruh terhadap tingkat distribusi dan kerusakan oleh nematoda karena
sesuai dengan habitat spesies Meloidogyne spp.
Pratylenchus
Pratylenchus atau dikenal dengan nematoda lesio akar yang menyebabkan
kerusakan pada korteks akar. Nematoda ini memiliki ciri morfologi yang khas,
yaitu bagian ujung bibir mendatar, stilet terlihat jelas dengan basal knob besar dan
bagian ekor runcing. Bagian tubuh Pratylenchus beranulasi halus (Gambar 9).
Ciri-ciri morfologi tersebut sama dengan yang dilaporkan oleh Dropkin (1991)
yaitu bagian ujung anterior kepalanya mendatar dengan kerangka kepala yang
kuat, memiliki stilet pendek dan kuat dengan basal knob yang jelas. Bagian ekor
ujungnya meruncing.
Pratylenchus merupakan nematoda endoparasit berpindah (migratory
endoparasite) yang berkembang biak dalam akar tanaman pada saat terjadi
depresi tanaman (Singh et al. 1994). Nematoda ini mempunyai kisaran inang yang
luas pada tanaman sayuran, P. crenatus salah satu spesies nematoda menyerang
pada wortel. Menurut Weischer dan Brown (2000) sebanyak 600 P. crenatus per
liter tanah dapat menyebabkan kerusakan akar dan klorosis. Nematoda ini
menginvasi langsung menuju akar dan mematikan dengan gejala bercabang serta
kematian sel-sel tanaman. Luka yang terbentuk memanjang dan bewarna coklat
kehitaman. Pratylenchus dapat bertahan dalam kondisi kekeringan atau pada saat
bera yaitu dalam fase istirahat, meskipun jumlahnya akan berkurang. Nematoda
ini akan menunggu kondisi lingkungan yang mendukung untuk melakukan
pertumbuhannya yaitu pada kondisi lembab dan awal pertumbuhan tanaman
(Siddiqi 2000).

14

Gambar 9

Morfologi Pratylenchus dewasa. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh
anterior, dan c) bagian tubuh posterior

Helicotylenchus
Helicotylenchus dikenal juga sebagai nematoda spiral dan memiliki ciri
morfologi, yaitu fase istirahat berbentuk spiral, bagian kepala berbentuk kerucut
tumpul, stilet kuat dan panjang dengan knobnya berbentuk bulat atau seperti
mangkuk, serta ekor pendek dan pada bagian dorsal seperti kerucut dengan
anulasi yang melingkari seluruh tubuhnya (Gambar 10) (Luc et al. 1995).

Gambar 10 Morfologi Helicotylenchus. a) Bentuk tubuh, b) bentuk anterior, dan
c) bentuk posterior

15
Helicotylenchus bersifat ektoparasit, semiendoparasit atau endoparasitik
pada akar inangnya. Semua stadium dapat dijumpai di dalam jaringan korteks
akar. Gejala yang ditimbulkan yaitu luka-luka kecil yang kemudian menjadi
nekrotik sebagai kelanjutan invasi sekunder (Luc et al. 1995). Nematoda ini
memiliki kisarang inang yang luas mencapai tanaman pengganggu atau gulma.
Pertanaman wortel pada ketiga Desa hasil pengambilan sampel terganggu dengan
keberadaan gulma yang sangat banyak. Umumnya para petani hanya melakukan
penyiangan gulma dua kali yaitu pada saat tanaman wortel berumur satu bulan
dan pada saat tanaman berumur dua bulan.
Rotylenchulus
Juvenil 2 Rotylenchulus memiliki ciri morfologi yang unik yaitu dalam
posisi istirahat tubuhnya dilekukkan seperti huruf G. Bagian kepala menyerupai
kerucut dengan ujung bulat terbagi menjadi 4-6 kerutan horisontal (anules).
Bagian bibir nematoda ini tidak set-off, stilet relatif pendek dengan tipe stomato
style dan bagian ekor nematoda runcing. Rotylenchulus disebut juga nematoda
reniform yang bersifat semiendoparasit menetap, dimana sepertiga tubuh bagian
anterior masuk ke dalam akar inang, sedangkan dua per tiga tubuh bagian
posterior berada di luar akar.

Gambar 11 Morfologi Rotylenchulus juvenil. a) Bentuk tubuh, b) bagian tubuh
anterior, dan c) bagian tubuh posterior.
Nematoda ini termasuk salah satu nematoda parasit penting setelah genus
Meloidogyne yang menyerang berbagai tanaman bernilai ekonomis di negara
tropis maupun subtropis (Dropkin 1991). Populasi Rotylenchulus ditemukan pada
ketiga desa pengambilan sampel. Penerapan pola rotasi tanaman sayuran oleh
petani diduga mempengaruhi sebaran dan kerapatan populasi R. reniformis.
Menurut Muin (1995) rotasi tanaman sayuran dengan padi dapat mengurangi

16
kerapatan populasi R. reniformis. Lahan sayuran yang dirotasikan dengan padi
lebih rendah dari lahan yang terus menerus ditanami sayuran karena penanaman
padi dalam sistem sawah dapat memotong siklus hidup R. reniformis.
Rotylenchus dapat bertahan hidup di dalam tanah kering selama empat bulan
(Siddiqi 1972). Menurut Gaur dan Sehgal (1988) berbagai faktor lingkungan fisik
mempengaruhi daya tahan hidup nematoda dalam tanah yaitu kandungan air, suhu
dan konsentrasi oksigen. Semakin rendah kandungan air dan konsentrasi oksigen
di dalam tanah, maka semakin rendah kerapatan populasi R. reniformis.
Xiphinema
Nematoda Xiphinema memiliki ciri morfologi tubuh berbentuk silinder
memanjang. Bagian kepala lurus atau berlekuk, stilet sangat panjang yang terdiri
atas bagian anterior berupa odontostil yang berbentuk seperti jarum dengan
pangkalnya berbentuk seperti garpu, dan bagian stilet posterior berupa odontofor
dengan tiga tonjolan basal yang sangat jelas (Gambar 9). Bagian ekor sangat
bervariasi dari yang pendek membulat sampai yang panjang dan meruncing
(filiform) (Luc et al. 1995).

Gambar 12 Morfologi Xiphinema juvenil. a) Bagian tubuh, b) bagian anterior
dan c) bagian posterior
Xiphinema bersifat ektoparasit berpindah menyerang berbagai varietas inang
yang sangat luas. Bagian serangan yang paling disukai nematoda ini yaitu pada
atau dekat ujung akar yang mengakibatkan akar bengkak atau menjadi puru pada
ujung akar. Gejala yang ditimbulkan yaitu pertumbuhan tanaman inang menjadi
terhambat, akar lateral berkurang dan menunjukkan adanya nekrosis pada bagian
akar yang diserang. Hasil pengambilan sampel tanah, populasi Xiphinema sangat
sedikit, menurut Luc et al. (1995) populasi yang banyak dijumpai pada kedalaman

17
di bawah 30 cm dengan beberapa pengecualian, pada tanah pasiran membantu
tingginya populasi daripada tanah lempung berat.
Nematoda ini mampu menularkan virus patogen ke dalam tanaman,
Xiphinema yang viruliferus secara terus menerus menyerang tanaman apabila
tanaman inang tersedia dan juga telah lama mengalami kekurangan makanan
(Dropkin 1991).
Criconemoides
Criconemoides atau sering disebut nematoda cincin karena memiliki bentuk
anulasi yang lebar tampak seperti cincin-cincin yang melingkari tubuhnya.
Nematoda ini memiliki ciri morfologi yang khas yaitu bertubuh gemuk, ujung
bagian anterior dan posterior membulat, anulasi kasar, stilet kuat dengan basal
knob yang jelas (Gambar 13).

Gambar 13 Morfologi Criconemoides juvenil. a) Bagian tubuh, b) bagian
anterior, dan c) bagian posterior
Criconemoides bersifat ektoparasit yang bergerak lambat dan memakan
bagian jaringan akar yang terluar.Nematoda tersebut dijumpai sedikit di ketiga
lahan, karena menurut Dropkin (1991) Criconemoides biasanya banyak dijumpai
di tanah-tanah berpasir yang kelengasannya yang dapat dipertahankan. Populasi
yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan akar yang parah. Luka nekrotik akibat
dari sel-sel kosong yang mati.
Nematoda Lain
Hasil ekstrasi pada sampel tanah menggunakan teknik flotasi-sentrifugasi
ditemukan nematoda parasit dan nematoda non-parasit. Nematoda non-parasit
sangat aktif bergerak berbeda dengan nematoda parasit yang bergerak dengan
lambat. Ciri morfologi nematoda non-parasit tidak jauh berbeda dengan nematoda

18
parasit, yang membedakannya yaitu bentuk tubuh dan alat mulut. Bentuk tubuh
nematoda non-parasit berukuran lebih besar, alat mulut berbentuk seperti corong,
terbuka dan tidak memiliki stilet (Gambar 14). Menurut van Noordwijk dan Swift
(1999) nematoda non-parasit kebanyakan hidup sebagai predator cendawan dan
bakteri patogen serta entomopatogen.

Gambar 14 Nematoda lain non-parasit pada sampel tanah dengan teknik flotasi
sentrifugasi
Nematoda pada Sampel Akar
Hasil pengamatan sampel akar dengan metode mist chamber di tiga Desa
ditemukan nematoda parasit Meloidogyne yang menyerang akar. Menurut
Jayasinghe (2002) J2 Meloidogyne merupakan stadia paling infektif untuk
melakukan penetrasi ke dalam perakaran. Larva stadium kedua Meloidogyne spp.
bergerak di dalam tanah menuju ujung akar yang sedang tumbuh. Nematoda
menerobos masuk dengan merusak sel-sel dengan menggunakan stiletnya
berulang-ulang kali. Setelah larva masuk kedalam akar, larva bergerak di antara
sel-sel sampai di tempat dekat silinder pusat. Di tempat tersebut larva menetap
dan menyebabkan perubahan sel-sel yang menjadi makanannya (Dropkin 1991).
Terbentuknya puru pada akar disebabkan oleh Meloidogyne spp. yang dapat
menghasilkan sekresi protase sehingga mengubah protein di dalam jaringan akar
menjadi asam amino. Salah satu asam amino yang dihasilkan yaitu triptofan yang
diduga dapat bertindak sebagai perangsang terjadinya hormon IAA. Zat tumbuh
tersebut merangsang terjadinya hiperflasia (pertambahan banyak sel yang tidak
normal) dan hipertropi (pertambahan besar sel yang tidak normal) (Mulyadi
2009).
Spesies Meloidogyne Berdasarkan Pola Perineal
Karakter yang paling sering digunakan untuk identifikasi morfologi spesies
Meloidogyne betina adalah menggunakan pola perineal atau pola sidik pantat
nematoda betina. Pola perineal tersebut terletak di bagian posterior nematoda
betina dewasa. Hasil identifikasi pola perineal menunjukkan adanya 3 spesies
Meloidogyne spp. di ketiga lokasi pengambilan sampel. Ketiga spesies tersebut
adalah M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria. Masing-masing spesies
nematoda betina tersebut dapat dikenali berdasarkan ciri khas dari pola perineal
yang dimiliki. Perbedaan pola perineal dari ketiga spesies dapat dilihat pada
Gambar 15.

19

Gambar 15 Pola perineal Meloidogyne spp. a) M. incognita, b) M. javanica, c) M.
arenaria (Sumber: Eisenback et. al 1981), dan hasil identifikasi
berdasarkan morfologi pola perineal, d) M. incognita, e) M. javanica,
f) M. arenaria
M. incognita mempunyai ciri khas lengkung dorsal yang tinggi dan
menyempit, sedangkan bagian paling luar sedikit melebar dan agak mendatar.
Pola striasi kasar, bergelombang kadang zig-zag, tidak memiliki garis lateral dan
bagian stria terlihat jelas (Gambar 15d). M. javanica mempunyai ciri khas berupa
garis lateral yang terputus dan seperti memisahkan bagian lengkung dorsal dan
ventral. Striasi kasar, halus sampai sedikit bergelombang (Gambar 15e). M.
arenaria mempunyai ciri khusus berupa lengkung dorsal yang rendah dan
membulat, tidak terdapat garis pada bidang lateral.Striasi kasar, halus hingga
sedikit bergelombang. Bagian lengkung stria bercabang di dekat garis lateral
dengan bagisan stria lebih mendatar (Gambar 15f).

20

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Nematoda parasit yang ditemukan berasosiasi dengan tanaman wortel di tiga
Desa Kabupaten Cianjur, yaitu Meloidogyne spp., Pratylenchus, Helicotylenchus,
Rotylenchulus, Criconemoides, dan Xiphinema berhasil diidentifikasi berdasarkan
karakter morfologi. Tiga spesies Meloidogyne yang teridentifikasi berdasarkan
karakter pola perineal yaitu M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria.

Saran
Perlu dilakukan survei nematoda parasit wortel untuk menghindari epidemi
nematoda secara luas dan penelitian lebih lanjut mengenai tindakan pengendalian
nematoda yang tepat.

21

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi sayuran di Indonesia [Internet]
[diunduh 2014 November 22]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/
view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=70.
Brodie BB. 1998. Potato. Di dalam: Barker KA, Pederson GA, and Windham GL,
editor. Plant and Nematodes Interactions. Madison. USA (US): American
Society of Agronomy, Crop Science Society of America, Soil Science
Society of America. Hlm 567-564.
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. 2010. Laporan tahunan Dinas Pertanian
Kabupaten Cianjur tahun 2010/2013. Cianjur: Dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur
Dropkin VH. 1991. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Ed ke-2.Supratoyo, editor.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari:
Introduction to Plant Nematology.
Eisenback JD, Hirschmann H, Sasser JN, Triantaphyllou AC. 1981. A guide to the
four most common species of root-knot nematodes (Meloidogyne spp.) with
a pictorial key. Nort Carolina (US): Departement of Plant Pathology and
Genetic Nort Caroline University and The United States Agency for
International Development.
Gaur HS, Sehgal M. 1988.Distribution pattern and survival of root knot and
reniform nematodes in soil profil in a fallow field in peak summer. Inter.
Nem. Network Newsletter. 5: 10-11.
Halimah. 2014. Identifikasi spesies Meloidogyne pada tanaman wortel (Daucus
carota L.) di kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID):
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultan Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Hay FS, Perthybridge SJ. 2005. Nematodes associated with carrot production in
Tasmania, Australia, and the effect of Pratylenchus crenatus on yield and
quality of Kuroda-type carrot. Plant Diseases. 89 (11): 1175-1180.
Mirsam H, Supramana, Suastika G. 2015. Deteksi dan identifikasi nematoda pada
tanaman wortel (Daucus carota L.) asal dataran tinggi Malino, Gowa,
Sulawesi Selatan.JFI. 11 (1): 1-8. doi:10.14692/jfi.11.1.1
Hikmia Z, Supramana, Suastika G. 2012. Identifikasi spesies Meloidogyne spp.
penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di Jawa Timur.JFI. 8 (1):
16-21.
Karssen G, Moens M. 2006. Root-knot nematodes. Di dalam: Perry RN, Moens
M, editor. Plant Nematology. London (UK): CABInternasional.
Kurniawan W. 2010. Identifikasi penyakit umbi bercabang pada wortel (Daucus
carota L.) di Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jayasinghe U. 2002. Potato seed in Indonesia: a baseline survey. Di dalam: Fuglie
KO, editor. Progress in Potato and Sweetpotato research in
Indonesia.Proccedings of the CIP-Indonesia Research Review Workshop.
Bogor: International Potato Center.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and
Tropical Agriculture. Ed ke-2. Wallingford GB: CAB Internasional.

22
May WF, Lyon HH. 1996. Pictorial Key to Genera of Plant Parasitic Nematodes.
Ed ke-5. New York (US): Cornel University.
Melakeberhan H, Webster JW, Brook RC, D’Auria JM, Cacckette M. 1987. Effect
of Meloidogyne incognita on plant nutrient concentration and its influence
on plant physiology of bean.J. Nematol. 19: 324-330.
Merrifield K. 2000. Root-Parasitic Nematode Host Range and Demage Levels on
Oregon Vegetable Crops: A Literature Survey [internet]. Oregon (US):
Oregon State University. [diunduh 2014 Jan 6]. Tersedia pada
http://www.science.oregonstate.edu/bpp/Nematodes/vegetable_crops.pdf
Mulyadi. 2009. Nematologi. Yogyakarta (ID): Jurusan Hama dan Penyakit
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Pitojo S. 2006. Benih Wortel. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisus.
Pradika RG. 2012. Identifikasi spesies nematoda puru akar penyebab umbi
bercabang pada wortel (Daucus carota L.) di wilayah Kabupaten Semarang
dan Magelang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Rosya A. 2013. Keragaman Komunitas Fitonematoda pada Sayuran Lahan
Monokultur dan Polikultur di Sumatera Barat.JFI. 9 (3): 71-76. doi:
10.14692/jfi.9.3.7.1.
Siddiqi MR. 2000. Tylenchida parasit of plants and insects.2th edition. CBI
Publishing.
Rukmana. 1995. Bertanam Wortel. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Siddiqi MR. 1972. Rotylenchulus reniformis. CI. H. Descriptions plant parasitic
nematodes. Set 1. No 5.
Sastrahidayat IR. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Surabaya (ID): Penerbit Usaha
Nasional.
Singh RS. 1994. Plant Pathogen: the plant parasite nematodes. New York:
International Science Publisher.
Taher M, Supramana, Suastika. G. 2012. Identifikasi Meloidogyne spp., penyebab
penyakit umbi bercabang pada wortel Daucus carota (L.) di Jawa
Tengah.JFI. 8 (1): 16-21. doi: 10.14692/jfi.8.1.16.
Van Noordwijk M, Swift MJ. 1999. Belowground biodiversity and sustainability
of complex agroecosystems. Di dalam: Gafur A, Susilo FX, Utomo M, van
Noordwijk M, editor. Proceedings of Workshop Management of
Agrobiodiversity in Indonesia for Sustainable Land Use and Global
Environmental Benefits.ASB Report No. 9. Lampung (ID): Agency for
Agricultural Research and Development Ministry of Agriculture and
University of Lampung, Bogor, August 19—20, 1999. Hlm 8-27.

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 23 Februari 1992 di Bogor. Penulis merupakan
putri kedua dari pasangan Bapak Dadang Surachman dan Ibu Nayu Nurlaila.
Pendidikan penulis dimulai sejak tahun 1997 di TK Triguna, masuk SD tahun
1998 di SDN Panaragan 1. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di
SMP Negeri 7 Bogor. Setelah lulus pada tahun 2007, penulis melanjutkan di SMA
Kornita IPB. Penulis lulus SMA pada tahun 2010 dan mengikuti test masuk IPB
melalui jalur seleksi UTMI (Ujian Telenta Mandiri IPB) dan diterima di
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama jenjang perkuliahan,
penulis aktif mengikuti kepanitiaan tingkat Departemen maupun tingkat Fakultas.
Penulis melaksanakan KKP di Kab. Subang. Kemudian pada tahun 2014, penulis
melakukan penelitian berjudul “Identifikasi Nematoda Parasit Utama pada Wortel
(Daucus carota L.) di bawah bimbingan Dr. Ir. Supramana, MSi.