Deteksi Dan Identifikasi Nematoda Parasit Pada Tanaman Wortel (Daucus Carota L ) Asal Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT PADA
TANAMAN WORTEL (Daucus carota L.) ASAL DATARAN
TINGGI MALINO, GOWA, SULAWESI SELATAN

HISHAR MIRSAM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Deteksi dan Identifikasi
Nematoda Parasit pada Tanaman Wortel (Daucus carota L.) Asal Dataran Tinggi
Malino, Gowa, Sulawesi Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Hishar Mirsam
NIM A352120021

RINGKASAN
HISHAR MIRSAM. Deteksi dan Identifikasi Nematoda Parasit pada Tanaman
Wortel (Daucus carota L.) Asal Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan.
Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.
Kabupaten Gowa merupakan salah satu sentra penghasil wortel di
Sulawesi Selatan. Salah satu kendala produksi wortel di Indonesia termasuk yang
dihadapi petani-petani di Kabupaten Gowa ialah penyakit umbi bercabang. Genus
nematoda parasit utama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman wortel
di daerah tropis, yaitu Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, Longidorus,
dan Xiphinema. Beberapa penelitian terdahulu berhasil mengidentifikasi 4 spesies
Meloidogyne yang menginfeksi tanaman wortel di beberapa sentra produksi
wortel di Pulau Jawa yaitu M. incognita, M. hapla, M. javanica, dan M. arenaria.
Gejala malformasi umbi berupa puru, umbi bercabang, dan lesio ditemukan pada
umbi wortel di daerah Malino. Penyebab umbi bercabang pada tanaman wortel di
dataran tinggi Malino di Kabupaten Gowa sampai saat ini belum diketahui. Oleh

karena itu, perlu dilakukan kajian untuk mengidentifikasi penyebab penyakit umbi
bercabang di dataran tinggi Malino.
Penelitian ini bertujuan mengetahui beberapa genus nematoda parasit yang
berasosiasi dengan tanaman wortel dengan tahapan: a) deteksi keberadaan
nematoda pada jaringan akar, b) identifikasi morfologi berdasarkan karakter
morfometrik dan karakter pola perennial masing-masing untuk mengetahui genus
dan spesies nematoda utama yang berasosiasi dengan wortel di Malino, c)
identifikasi molekuler untuk mempelajari tingkat kekerabatannya dengan isolat
koleksi pada GenBank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) Meloidogyne spp. memperlihatkan
stadia perkembangan mulai dari telur, juvenil 1, 2, 3, dan 4, sampai dewasa
melalui teknik pewarnaan nematoda pada jaringan akar; (b) tiga genus nematoda
parasit, yaitu Meloidogyne, Rotylenchulus, dan Pratylenchus berhasil
diidentifikasi berdasarkan karakter morfometrik. Tiga spesies nematoda parasit
utama dari genus Meloidogyne yaitu M. incognita, M. arenaria, dan M. javanica
berhasil diidentifikasi berdasarkan karakter pola perineal; (c) identifikasi secara
molekuler dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik berhasil
mengamplifikasi pita DNA M. incognita, M. arenaria, dan M. javanica dengan
ukuran berturut-turut ± 999 pb, ± 420 pb, dan ± 450 pb sedangkan PCR dengan
primer multipleks tidak berhasil mengamplifikasi pita DNA. Analisis runutan

nukleotida menunjukkan isolat M. incognita asal Malino-Indonesia memiliki
kekerabatan yang dekat dengan isolat asal Bangka-Indonesia, Cina, dan Malaysia
dengan nilai homologi berkisar 99.2% - 100%. M. javanica memiliki hubungan
yang sangat dekat isolat asal Cina, Brazil, India, Iran, Amerika, dan Spanyol
dengan nilai homologi berkisar 98.1% - 99.2%. Runutan nukleotida M. arenaria
asal Malino-Indonesia telah didaftarkan pada GenBank dengan nomor aksesi
KP234264. Runutan ini menjadi data pertama yang tersedia di GenBank.
Kata kunci: Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, umbi bercabang

SUMMARY
HISHAR MIRSAM. Detection and Identification of Plant-Parasitic Nematodes on
Carrot (Daucus carota L.) From Malino Highland, Gowa, South Sulawesi.
Supervised by SUPRAMANA and GEDE SUASTIKA.
Gowa is one of the carrot production areas in South Sulawesi. Branced tuber
disease is one of the cause of the decreasing carrot production in Gowa. Genera of
the major plant-parasitic nematodes that associated with carrots in the tropics are
Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus, Longidorus, and Xiphinema. In Java,
previous studies reported four species of Meloidogyne that caused branched tuber
symptoms, that were M. incognita, M. hapla, M. javanica, and M. arenaria.
Malformation symptoms such as root knot, branched tuber, and lesions were

found on carrot in Malino. The cause of branched tuber on carrot in Malino
Highland is not well understood. Therefore, a study to identify the cause of the
branched tuber disease in Malino Highland is needed.
This study aimed to identify several plant-parasitic nematodes genera
associated with diseased carrot with the following methods: (a) detect the
presence of nematodes in the roots tissue, (b) identify plant-parasitic nematodes
genera and species of major plant-parasitic nematodes based on morphometric
measurement and perineal pattern, and (c) identify molecular characters to
determine the phylogenetic relationship with reference isolates in GenBank.
Results of this study showed: (a) Meloidogyne live stages including eggs,
juveniles, and females were found inside the infected roots; (b) three nematodes
genera, that were Meloidogyne, Rotylenchulus, and Pratylenchus were identified
based on morphometric measurement. In addition, three Meloidogyne species,
which were M. incognita, M. arenaria, and M. javanica were recognized based on
female perennial pattern; (c) the specific primers amplified three DNA bands, i.e.
± 999 bp of M. incognita, ± 420 bp of M. arenaria, and ± 450 bp of M. javanica,
while a multiplex primer was failed to amplify DNA bands. Nucleotide sequence
analysis showed M. incognita isolate of Malino-Indonesia was closely related to
M. incognita isolate from Bangka-Indonesia, China, and Malaysia with homology
values 99.2%-100%. M. javanica isolate of Malino-Indonesia was related to M.

javanica from China, Brazil, India, Iran, United State, and Spain with homology
values 98.1%-99.2%.. The nucleotide sequences of M. arenaria from MalinoIndonesia was submitted to GenBank with accession number KP234264, which
was the first nucleotide sequence data in GenBank.
Keywords: branced tuber, Meloidogyne, Pratylenchus, Rotylenchulus

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DETEKSI DAN IDENTIFIKASI NEMATODA PARASIT PADA
TANAMAN WORTEL (Daucus carota L.) ASAL DATARAN
TINGGI MALINO, GOWA, SULAWESI SELATAN

HISHAR MIRSAM


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Giyanto MS

Judul Tesis

Nama
NIM
Program Studi


: Deteksi dan Identifikasi Nematoda Parasit pada Tanaman Wortel
(Daucus carota L.) Asal Dataran Tinggi Malino, Gowa,
Sulawesi Selatan
: Hishar Mirsam
: A352120021
: Fitopatologi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Supramana, MSi
Ketua

Dr Ir Gede Suastika, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Fitopatologi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 06 Februari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
pada tesis ini adalah Deteksi dan Identifikasi Nematoda Parasit pada Tanaman
Wortel (Daucus carota L.) Asal Dataran Tinggi Malino, Gowa, Sulawesi Selatan.
Penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih serta
penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1.
Kedua orang tua Ayahanda Mi’raje, SPd MSi dan Ibunda Nursam P, SPd
yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan, memelihara,

dan memberikan bimbingan serta pengorbanan yang sangat besar dalam
kehidupan penulis, semoga ketulusan hati mereka dalam mendidik penulis
mendapat balasan pahala dan limpahan rahmat dari Allah SWT. Kepada
saudara/i yang saya banggakan Husnul Mirsam dan Selvita Febriana Mirsam
yang senantiasa memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.
2.
Bapak Dr Ir Supramana MSi dan Dr Ir Gede Suastika MSc selaku dosen
pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasan dalam membimbing sehingga
membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
3.
Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Fitopatologi IPB yang
telah memberikan ilmu paling berharga selama penulis mengikuti proses
kehidupan sebagai mahasiswa.
4.
Rekan-rekan seperjuangan Fitopatologi 2012 yang sangat kompak dalam
kebersamaannya, terima kasih atas arahan-arahan serta nasehat yang bersifat
membangun bagi penulis baik dalam hal perkuliahan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.
5.
Rekan-rekan Laboratorium Nematologi Tumbuhan dan Laboratorium

Virologi Tumbuhan IPB khususnya Bapak Gatut Heru Bromo, Ibu
Fitrianingrum K, dan Sari Nurulita yang selalu setia menemani dan
membantu penulis selama penelitian berlangsung.
6.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah mengamanahkan Beasiswa
Unggulan DIKTI tahun 2012 jalur calon dosen kepada penulis selama
menempuh studi.
7.
Serta semua pihak yang namanya tidak tercantum juga telah memberikan
andil secara ikhlas membantu penulis dalam berbagai hal.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa hasil
dari karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritikan dan saran positif yang bersifat membangun dalam
mengembangkan karya ini, sehingga dapat berguna bagi kita semua, insya Allah,
Amin.
Bogor, Februari 2015
Hishar Mirsam

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
2. TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Wortel (Daucus carota L)
Sistematika dan Biologi
Penyakit Utama Tanaman Wortel
Nematoda Parasit Tanaman Wortel
Meloidogyne spp.
Rotylenchulus spp.
Pratylenchus spp.
Identifikasi Nematoda Parasit Tanaman
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Karakter Morfologi
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Karakter Molekuler
3. METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Metode Penelitian
Survei dan Pengambilan Sampel
Pendataan
Perbanyakan Nematoda
Ekstraksi Nematoda dari Tanah
Pembuatan Preparat Semipermanen
Pewarnaan Meloidogyne spp. di dalam Jaringan
Identifikasi Gejala pada Tanaman Wortel
Identifikasi Morfologi
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan PCR rDNA
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Geografis Lokasi Pengembalian Sampel
Keadaan Pertanaman Wortel pada Lokasi Pengambilan Sampel
Gejala Penyakit oleh Meloidogyne spp. di Lapangan
Gejala Penyakit oleh Meloidogyne spp. pada Umbi Wortel
Keberadaan Meloidogyne spp. di dalam Jaringan Tanaman
Nematoda Parasit yang Berasosiasi dengan Tanaman Wortel
Meloidogyne
Rotylenchulus
Pratylenchus
Nematoda Lain
Identifikasi Morfologi Spesies Meloidogyne Melalui Pola Perineal
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan PCR rDNA
Amplifikasi Nukleotida

1
1
2
2
2
3
3
3
3
4
4
6
7
8
8
10
11
11
11
11
11
12
12
12
13
13
13
14
17
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
28

Filogenetika Spesies Meloidogyne Berdasarkan Runutan Basa
Nukleotida
Pembahasan Umum
5. SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

30
32
34
34
34
34
41
47

DAFTAR TABEL
1. Pasangan primer yang digunakan untuk identifikasi spesies
Meloidogyne dengan teknik polymerase chain reaction
2. Program amplifikasi target DNA untuk masing-masing spesies
Meloidogyne dengan teknik polymerase chain reaction
3. Pengukuran morfometrik nematoda parasit juvenil 2 isolat Malino
berdasarkan formula J.G. de Man
4. Homologi runutan nukleotida spesies Meloidogyne asal Malino,
Sulawesi Selatan dengan isolat-isolat yang ada pada GenBank

15
16
23
30

DAFTAR GAMBAR
1. Scanning mikrograf elektron menunjukkan bentuk tubuh umum dari
Meloidogyne jantan, betina, dan 13 juvenil dua
2. Gejala penyakit Meloidogyne spp.
3. Morfologi R. parvus
4. Morfologi Pratylenchus spp.
5. Perbedaan pola sidik pantat M. incognita, M. hapla, M.javanica, dan
M. arenaria
6. Teknik pembuatan preparat semi permanen sidik pantat nematoda
betina Meloidogyne spp.
7. Peta administrasi Kelurahan Pattapang
8. Kondisi pertanaman wortel di Kelurahan Pattapang
9. Variasi gejala penyakit Meloidogyne spp. pada umbi wortel
10. Siklus hidup Meloidogyne spp. dalam jaringan akar
11. Ciri-ciri morfologi Meloidogyne spp.
12. Morfologi Meloidogyne juvenil 2
13. Morfologi Rotylenchulus juvenil 2
14. Morfologi Pratylenchus juvenil 2
15. Nematoda non-parasit hasil ekstraksi tanah dengan teknik flotasisentrifugasi
16. Pola perineal Meloidogyne betina asal Malino-Indonesia, Sulawesi
Selatan
17. Hasil amplifikasi DNA Meloidogyne asal Malino, Sulawesi Selatan
pada 1% gel agarosa
18. Diagram DNA ribosom dan pembagian wilayah masing-masing gen
pengkode
19. Pohon filogenetik spesies M. incognita yang menginfeksi pertanaman
wortel di dataran tinggi Malino, Sulawesi Selatan dengan analisis
UPGMA menggunakan program Bioedit 7.1.3. dan MEGA 6.06.
20. Pohon filogenetik spesies M. javanica yang menginfeksi pertanaman
wortel di dataran tinggi Malino, Sulawesi Selatan dengan analisis
UPGMA menggunakan program Bioedit 7.1.3. dan MEGA 6.06.

4
5
6
7
10
14
17
19
21
21
23
24
25
26
27
28
29
29

31

31

DAFTAR LAMPIRAN
1. Ukuran tubuh Meloidogyne juvenil 2 berdasarkan pengukuran
morfometrik formula J.G. de Man
2. Ukuran tubuh Rotylenchulus juvenil 2 berdasarkan pengukuran
morfometrik formula J.G. de Man
3. Ukuran tubuh Pratylenchus juvenil 2 berdasarkan pengukuran
morfometrik formula J.G. de Man
4. Matriks identitas runutan nukleotida isolat M. incognita diperoleh
dengan menggunakan software Bioedit 7.1.3
5. Matriks identitas runutan nukleotida isolat M. javanica diperoleh
dengan menggunakan software Bioedit 7.1.3
6. Runutan basa nukleotida beberapa isolat M. incognita
7. Runutan basa nukleotida beberapa isolat M. javanica

41
41
42
42
42
43
45

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Wortel merupakan jenis sayuran umbi dari keluarga Umbelliferae yang
dibudidayakan di daerah pegunungan dengan ketinggian sekitar 1 200 m di atas
permukaan laut (dpl). Tanaman wortel memerlukan tanah yang berstruktur remah
dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi. Keadaan tanah yang cocok
untuk tanaman wortel adalah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung
bahan organik (humus), sirkulasi udara, dan tata airnya berjalan baik. Tanah
berat akan mengakibatkan kematian akar karena kekurangan oksigen yang
menyebabkan malformasi, percabangan, dan wortel terbelah (Williams et al.
1993).
Budidaya tanaman hortikultura saat ini semakin berkembang di
Indonesia khususnya di daerah dataran tinggi Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan, karena daerah ini memiliki iklim dan kelembaban yang sesuai untuk
budidaya tanaman hortikultura. Kabupaten Gowa merupakan salah satu sentra
produksi wortel terbesar di Sulawesi Selatan, dengan rata-rata luas panen 163 ha
dan produksi berkisar antara 9489 ton sampai 15 637 ton (BPS Gowa 2013).
Walaupun data tersebut menunjukkan peningkatan produksi dari tahun ke tahun,
tetapi kualitas umbi yang dihasilkan rendah sehingga menurunkan harga jual di
pasaran. Belum optimalnya produktivitas wortel tersebut dipengaruhi oleh
penerapan teknologi produksi di tingkat petani masih sangat rendah serta adanya
serangan hama dan penyakit yang semakin kompleks dan sulit dikendalikan.
Gejala penyakit oleh nematoda parasit yang sering ditemukan di lapangan
yaitu bintil-bintil berukuran kecil hingga bentuk distorsi yang besar dan
lesion/luka, terutama pada tanaman wortel. Berdasarkan peringkat atas pentingnya
suatu nematoda parasitic pada daerah tropis di dunia, maka Meloidogyne spp.
merupakan genus nematoda parasitik utama diikuti oleh Trichodorus spp. dan
Xiphinema spp. (Noe et al. 1995). Merrifield (2000) menambahkan, beberapa
nematoda yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman wortel yaitu
Pratylenchus neglectus, P. crenatus, P. penetrans, P. thornei, Longidorus
elongates, M. chitwoodi, M. hapla, dan X. americanum.
Salah satu kendala produksi wortel di Indonesia termasuk yang dihadapi
petani-petani di Kabupaten Gowa ialah penyakit umbi bercabang yang disebabkan
oleh nematoda puru akar (NPA), Meloidogyne spp. Beberapa penelitian terdahulu
berhasil mengidentifikasi 4 spesies Meloidogyne yang menginfeksi tanaman
wortel di beberapa sentra produksi wortel di Pulau Jawa yaitu M. incognita, M.
hapla, M. javanica, dan M. arenaria (Hikmia et al. 2012, Taher et al. 2012,
Halimah et al. 2013). Gejala malformasi umbi berupa puru, umbi bercabang, dan
lesio ditemukan pada umbi wortel di daerah Malino.
Gejala penyakit nematoda puru akar (NPA) pada perakaran dapat berupa
hipertropi dan hiperplasia, yaitu membengkaknya jaringan perakaran yang disebut
puru. Puru terjadi karena adanya pembesaran dan pembelahan sel yang berlebihan
pada jaringan perisikel, dan juga terjadi perubahan bentuk pada jaringan
pengangkutan. Timbulnya puru pada sistem perakaran merupakan gejala awal
yang berasosiasi dengan infeksi NPA. Tanaman yang terinfeksi berat oleh NPA

2
dapat menyebabkan sistem perakaran mengalami disfungsi secara total.
Pembentukan akar baru hampir tidak terjadi dan fungsi perakaran terhambat
dalam menyerap dan menyalurkan air dan unsur hara ke seluruh bagian tanaman
(Davis et al. 2005).
Nematoda puru akar secara morfologi sangat mirip satu dengan lain dan
sulit diidentifikasi sampai tingkat spesies. Selain itu, beberapa spesies nematoda
puru akar sering ditemukan bersamaan pada akar tanaman. Identifikasi pola
perineal atau pola sidik pantat nematoda puru akar betina merupakan salah satu
teknik identifikasi morfologi nematoda yang diperkenalkan oleh Eisenback et al.
(1981). Selain identifikasi pola perineal, identifikasi dengan pendekatan biologi
molekuler diyakini lebih cepat dan lebih akurat dibandingkan dengan identifikasi
karakter morfologi dan pola perineal (Esbendshade dan Tirantaphyllou 1990).
Salah satu teknik molekuler yang dilakukan yaitu dengan mengamplifikasi bagian
DNA ribosom pada daerah Internal Transcribed Spacers (ITS) melalui teknik
polymerase chain reaction (PCR) (Zijltra et al. 2000).
Kajian tentang identifikasi jenis nematoda parasit yang berasosiasi dan
menginfeksi tanaman wortel di Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong,
Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan perlu dilakukan. Identifikasi secara cepat dan
akurat akan membantu dalam memahami spesies yang dominan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeteksi keberadaan nematoda pada tanah dan
umbi, mengidentifikasi genus nematoda parasit yang berasosiasi dengan tanaman
wortel, mengidentifikasi spesies Meloidogyne berdasarkan karakter morfologi dan
molekuler, dan mempelajari tingkat kekerabatan spesies Meloidogyne berdasarkan
karakter molekuler dengan analisis filogeni.
Hipotesis
Meloidogyne spp. diduga sebagai penyebab utama penyakit umbi
bercabang pada pertanaman wortel di Kelurahan Pattapang, Kecamatan
Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang nematoda
parasit yang berasosiasi dengan tanaman wortel dan menjadi dasar untuk
menentukan strategi pengendalian penyakit yang efektif dan efisien.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Wortel (Daucus carota L.)
Sistematika dan Biologi
Wortel (Daucus carota L.) termasuk famili Umbelliferae, berasal dari
Eropa dan Mediterania (Tindall 1983). Klasifikasi tanaman wortel menurut CABI
(2007), yaitu divisi: Embryophyta siphonogama; subdivisi: Angiospermae; kelas:
Dicotyledoneae; ordo: Araliales; famili: Umbelliferae/Apiaceae; genus: Daucus;
dan spesies: Daucus carota.
Tanaman wortel memiliki ciri-ciri umum, yaitu batangnya pendek dan
berbentuk seperti piringan pada pertumbuhan awal dan akan memanjang pada
pertumbuhan berikutnya, tandan bunga seperti karangan bunga berbentuk payung,
bunganya bersifat hermaprodit, menyerbuk silang yang umumnya dilakukan oleh
serangga (Edmond et al. 1957), bunga berwarna putih dan terdiri atas sepal dan
petal masing-masing berjumlah lima, bakal buah berbulu dan buahnya berbentuk
hampir bulat, panjang 3 mm – 4 mm dengan tepi berduri, kedudukan daun
berseling dengan tangkai daun panjang dan membentuk pelepah pada pangkalnya
(Tindall 1983). Wortel memiliki akar tunggang yang berubah bentuk dan fungsi
menjadi umbi bulat panjang. Umbi wortel ini berwarna kuning sampai kemerahmerahan karena memiliki kandungan karotenoid yang tinggi (Adriani 1987).
Wortel tumbuh dengan baik pada tanah lempung berpasir yang dalam.
Tanah yang berat menghambat pertumbuhan umbi (Hartmann et al. 1981). Tanah
dengan pH 6 – 6.5 dan suhu lingkungan 16 – 24 oC baik untuk pertumbuhan umbi
wortel. Suhu tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya perkecambahan,
penurunan kandungan ß-karoten, memucatnya warna umbi, dan berseratnya
jaringan akar (Tindall 1983).
Wortel termasuk golongan tanaman berumbi yang bersifat biennial.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jenis ini terbagi menjadi dua periode
yaitu pertama pembentukan struktur penyimpanan makanan dan kedua
pembentukan bunga, buah, dan biji. Periode perkembangan struktur penyimpanan
diawali dengan perkembangan daun dan akar. Untuk perkembangan daun dan akar
dibutuhkan karbohidrat diakumulasi di dalam organ penyimpan (Edmond et al.
1957).
Akar-akar wortel mulai menebal setelah mencapai kira-kira separuh
panjang maksimalnya. Laju pembengkakan mula-mula kecil, kemudian bertambah
besar dan mencapai maksimum pada kematangan biokimiawi. Setelah fase
tersebut, pertumbuhan masih terus berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanenan terlambat masih dibenarkan (Pantastico 1986).
Penyakit Utama Tanaman Wortel
Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) pada tanaman wortel merupakan
salah satu faktor penting yang perlu mendapat perhatian karena beberapa jenis
OPT khususnya patogen dapat menyerang tanaman wortel. Sigurdardottir (1989)
menjelaskan bahwa ada beberapa penyakit wortel yang umum dijumpai antara
lain penyakit distorsi daun (Cucumber Mosaic Virus), hawar daun (Alternaria

4
dauci), busuk pangkal batang (Sclerotinia sclerotiorum), bercak daun Cercosprora
(Cercospora carotae), dan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.).
Nematoda Parasit Tanaman Wortel
Meloidogyne spp.
Sistematika. Genus nematoda parasitik tumbuhan yang penting pada
umumnya termasuk ordo Tylenchida, tetapi ada beberapa yang termasuk ordo
Dorylaimida (Agrios 2005). Adapun Klasifikasi Nematoda Meloidogyne spp.
menurut (Luc et al. 1995) yaitu Filum: Nematoda; Kelas: Secernentea; Sub Kelas:
Secernenteae; Ordo: Thylenchida; Famili: Meloidogynidae; dan Genus:
Meloidogyne.
Morfologi. Morfologi dan anatomi penting dalam mempelajari taksonomi
dan memahami fungsi fisiologisnya, interaksi dengan lingkungan, serta hubungan
timbal balik dengan tanaman inangnya. Dalam satu siklus hidup Meloidogyne
terjadi perubahan morfologisnya yaitu bentuk telur, larva (juvenil), dan dewasa
(jantan dan betina). Nematoda puru akar betina bentuknya membulat seperti
alpukat, berwarna putih kekuningan, diameter tubuh memanjang antara 440-1300
μm dan lebar 325-700 μm. Nematoda betina bersifat menetap (sedentary) dalam
akar dan mempunyai dua buah indung telur (ovarium) (Mulyadi 2009).

Gambar 1 Scanning mikrograf elektron menunjukkan bentuk tubuh umum dari
Meloidogyne jantan (kiri), betina (tengah), dan 13 juvenil dua (kanan).
(sumber: Moens et al. 2009).
Meloidogyne spp. tidak berwarna seperti halnya dengan jenis nematoda
parasit tumbuhan lainnya. Meloidogyne jantan dewasa, betina dewasa dan juvenil
mudah dibedakan berdasarkan morfologi tubuhnya (Eisenback et al. 1981).
Juvenil 2 (J2) berbentuk silindris dengan panjang ± 450 μm. Stilet dan kerangka
kepala J2 mengalami sklerotinasi yang tipis dengan ekor berbentuk kerucut hialin
dimulai dekat ujung ekor (Luc et al. 2005). Tubuh nematoda betina berbentuk
seperti buah pir dengan leher yang pendek dan posterior membulat. Betina dewasa
memiliki ukuran panjang 921 μm yang diukur dari leher hingga posterior
(Eisenback et al. 1981). Stilet berukuran pendek dan mengalami sklerotinasi
sedang. Nematoda betina memiliki kerangka kepala lembek dengan lubang
ekskresi terletak agak anterior sampai pada lempeng klep median bulbs dan sering
terlihat pada dekat basal stilet. Vulva terletak subterminal dekat anus, kutikula
berwarna agak keputihan, tipis, dan beranulasi jelas (Luc et al. 2005). Nematoda

5
jantan berbentuk seperti cacing (vermiform) dengan panjang 1873 μm (Eisenback
et al. 1981). Stilet jantan lebih panjang dibandingkan dengan stilet betina.
Kerangka kepala nematoda jantan lebih kuat, dengan ekor pendek setengah
melingkar. Jantan memiliki spikula yang kuat dan tidak mempunyai bursa (Luc et
al. 2005).
Gejala Penyakit. Gejala penyakit NPA pada tajuk tanaman wortel
dicirikan dengan tanaman yang mengerdil dan daun menguning (klorosis) yang
menyebabkan berkurangnya vigor tanaman. Apabila tanaman terinfeksi pada masa
pembibitan, maka produksi umbi akan sangat sedikit (Roberts dan Mullens 2002).

Gambar 2 Gejala penyakit Meloidogyne spp. 1, 4 dan 7 Gejala pada pertanaman
(gejala sekunder), 2, 5, dan 6 gejala pada umbi tanaman (gejala primer),
serta 3, 8, dn 9 gejala pada akar tanaman (gejala primer) (sumber:
Widmer et al. 1999).
Karakteristik gejala akibat infeksi nematoda puru akar adalah terbentuknya
puru atau bintil-bintil pada akar (Gambar 2) sebagai reaksi terhadap invasi dan
dimakannya sel jaringan tanaman oleh nematoda parasitik tersebut. Puru berkisar
antara puru yang kecil dan terpisah-pisah sampai akar yang mengalami distorsi
serta hambatan pertumbuhan akar. Ukuran dan besarnya puru yang terjadi dapat
memberi petunjuk spesies nematoda puru akar. Puru yang disebabkan M. hapla
lebih kecil dan timbul hanya sebagian kecil dari sistem akar. M. incognita dan M.
javanica dapat menyebabkan timbulnya puru yang besar (ekstensif) dan dapat
menyerang 90% atau lebih dari sistem akar (Luc et al. 1995). Pada bagian akar
tanaman yang terinfeksi terbentuk kanker (gall) atau bahkan busuk bila serangan
sudah serius. Gejala umum yang dapat diamati adalah tanaman menjadi layu dan
daun menguning akibat rusaknya perakaran. Pertumbuhan pada bagian atas
tanaman menjadi terhambat.
Timbulnya puru pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi
dengan infeksi Meloidogyne. Puru yang tebentuk oleh seekor nematoda betina
terdapat pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada
unsur jaringan pengangkutan dan bagian nematoda betina yang berbentuk bulat

6
dikelilingi oleh parenkim dan mudah diamati dengan mikroskop perbesaran lemah
pada akar yang diberi zat warna (Luc et al. 1995).
Rotylenchulus spp.
Sistematika. Nematoda bentuk ginjal, R. reniformis menyebar luas di
seluruh daerah tropis dan sub-tropis, dan merupakan parasit obligat pada berbagai
tanaman pertanian (Kinloch 1998). Rotylenchulus spp. termasuk dalam ordo
Tylenchida, sub-ordo Tylenchina, super famili Tylenchidea, famili Hoplolaimidae,
sub-famili Rotylenchulinae (Dropkin 1991).
Morfologi. Nematoda R. reniformis bersifat seksual dimorfik, tubuhnya
berbentuk cacing dan berukuran kecil (0.23-0.64 mm) (Luc et al. 1993). Daerah
bibir menonjol, konoid dan tidak berlekuk terhadap tubuhnya; kerangka daerah
bibir bersklerotin yang kuat. Panjang stilet 12 sampai 15 m (Dropkin 1991).
Esofagusnya mempunyai median bulbus yang tumbuh baik; lubang saluran
kelenjar esofagus dorsal terdapat pada bagian posterior basal stilet (0.6-1.9 kali
panjang stilet); kelenjarnya tumbuh baik dan bagian lateralnya yang panjang
menjorok ke daerah usus. Vulvanya terdapat di daerah posterior tubuhnya (V =
58-72%); bibir vulvanya tidak menonjol. Mempunyai dua saluran genital, masingmasing melekuk dua kali. Ekornya berbentuk kerucut dan ujungnya tumpul
(Gambar 3) (Luc et al. 1993).

Gambar 3 Morfologi R. parvus. A, jantan, ujung kepala; B, juvenil, ujung kepala;
C, betina dewasa, ujung kepala; D, ekor jantan; E, ekor juvenil; F,
betina yang belum dewasa; G, betina dewasa; H-I, ekor betina belum
dewasa; J, ekor betina dewasa (sumber: CABI 2007).
Gejala Penyakit. Nematoda ini dilaporkan bukan penyebab utama
kerusakan pada tanaman wortel di Amerika serikat. Gejala yang timbul pada umbi
wortel, yaitu lesio nekrotik yang berwarna coklat tua atau coklat kemerahan pada
korteks. Lesio ini timbul akibat kematian sel-sel yang terserang (Ellis et al. 2001).
Berbeda dengan infeksi oleh nematoda puru akar, aka-akar primer tanaman nanas
yang terinfeksi oleh R. reniformis tetap memanjang dan menambat baik di tanah,
sehingga tanaman nanas masih tetap tegak berdiri dengan baik. Walaupun

7
demikian infeksi oleh nematoda bentuk ginjal menghambat pembentukan akar
sekunder dan sistem akar sangat lambat berkembang. Di Hawaii, daun-daun
tanaman yang terinfeksi kurang tegak daripada daun-daun tanaman yang sehat,
berwarna kemerahan, dan tampak pertumbuhannya terhambat. Gejala pada daun
sama seperti kekuranagn hara atau air. Serangan berat dapat menimbulkan
tanaman rebah dan mati (Caswell et al. 1993).
Pratylenchus spp.
Sistematika. Pratylenchus dikelompokkan ke dalam filum Nematoda,
kelas Secernentea, ordo Tylenchida, sub ordo Tylenchina, super famili
Tylenchoidea, family Pratylenchidae, dan sub family Pratylenchinae (Singh 2009).
Morfologi. Morfologi Pratylenchus, sampai pada tingkat genus mudah
dideterminasi, tetapi identifikasi sampai tingkat spesies relatif lebih sulit. Khusus
untuk P. brancyurus memiliki ciri morfologi yang khas sehingga relatif mudah
untuk diidentifikasi. Pratylenchus memiliki panjang tubuh rata-rata sekitar 330950 µm. Stilet juvenil pendek dan kecil berukuran 13.5-15.5 µm. Posterior ekor
jelas yang dibatasi oleh daerah anal, panjangnya 30-37 µm, berbentuk kerucut,
dengan ujung crenate, dan kadang-kadang terdapat suatu subventral. Kelenjar
esophagus tumpang-tindih yang panjangnya 35-37 µm. Kelenjar esofagus terdapat
di bagian dorsal sepanjang 3 µm (Gambar 4) (Torne 1961). Genus ini sangat
mudah dikenali karena bagian ujung anterior kepalanya mendatar, kerangka kuat,
mempunyai stilet pendek dan mempunyai otot, panjangnya 14-20 µm dengan
basal knob yang jelas (Zuckerman et al. 1971).

Gambar 4 Morfologi Pratylenchus spp. (a) Nematoda jantan dan betina P.
penetrans, (b) daerah esofagus pada nematoda dewasa P. neglectus
(sumber: Dropkin 1991).
Gejala Penyakit. Pratylenchus adalah spesies endoparasit berpindah
(migratory endoparasite) yang makan jaringan kortek akar, berpindah antar sel
dan membunuh sel ketika dimakan. Infeksi parah dapat menyebabkan tanaman
menghasilkan daun yang klorotik, pertumbuhan terhambat, kehilangan vigor,
ranting mati, layu, serta penurunan produksi bunga dan buah dapat terjadi.
Tanaman yang terserang berat dapat menyebabkan kematian dan mudah dicabut
dari tanah (Shurtleff dan Alverre 2000).

8
Gejala yang ditimbulkan oleh P. brachyurus dan P. coffeae berupa lesio
akar berwarna gelap pada bagian akar yang terinfeksi. Infeksi yang berat
mengakibatkan pertumbuhan akar primer dan sekunder terhambat. Pertumbuhan
daun berkurang karena vigor tanaman menurun. Daun menjadi kuning kemudian
merah, akar kehilangan turgiditasnya, dan akhirnya layu. Namun, gejala tersebut
dapat diakibatkan oleh kekurangan nutrisi dan defisiensi air (CABI 2007).
Nematoda ini ditemukan dalam akar dan tanah dalam semua stadia. Telur
yang menetas dapat menghasilkan juvenil stadia dua diletakkan berkelompok
dalam akar atau tanah. Ketika kondisi tidak mendukung, nematoda ini pindah ke
dalam akar tanaman lain. Populasi pada tanah menurun pada saat menyerang akar
baru pada akhir musim semi atau pada awal musim panas pada daerah iklim
sedang. Mereka kembali ke dalam tanah pada akhir musim panas dan awal musim
gugur saat akar berkurang (Shurtleff dan Averre 2000).
Identifikasi Nematoda Parasit Tanaman
Metode lama yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi nematoda
adalah membandingkan ciri-ciri morfologi spesimen dengan kunci identifikasi dan
beberapa literatur. Metode ini dilakukan dengan pembuatan preparat nematoda
pada gelas objek dan selanjutnya diidentifikasi dengan mikroskop. Sebanyak 5–10
preparat nematoda juvenil, betina dewasa, dan jantan digunakan untuk
memastikan identifikasi karena beberapa ciri yang membedakan bersifat
kuantitatif dan terdapat keragaman antar sepesies (Shivas dan Beasley 2005).
Identifikasi nematoda parasit tanaman sampai tingkat genus dapat
dilakukan berdasarkan karakter morfologi. Beberapa spesies nematoda sulit
diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan morfometrik. Oleh karena itu,
identifikasi berdasarkan karakter morfologi diperkuat dengan karakter molekuler
dan biokimia. Identifikasi karakter biologi molekuler beberapa nematoda
memerlukan informasi runutan DNA untuk mengetahui spesies nematoda
tersebut. Penelitian kemotaksonomi menunjukkan adanya jenis kriptik, yaitu jenis
yang tidak dapat dibedakan berdasarkan sifat morfologinya. Walaupun demikian,
dimungkinkan untuk mencari kembali perbedaan morfologi untuk mendukung
data biomolekuler (Shivas dan Beasley 2005).
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Karakter Morfologi
Identifikasi dilakukan berdasarkan bentuk, ciri-ciri anatomi dan jumlahnya
termasuk dimorfisme seksual secara morfologi, ukuran, serta rasio ukuran
morfometrik. Kunci identifikasi menunjukkan ciri-ciri yang mendiagnosis genus
dan spesies. Kunci identifikasi juga dapat digunakan dengan bantuan aplikasi
komputer yang telah tersedia. Dua contoh yang menggunakan program-program
berbeda adalah genus nematoda tanaman (www.lucidcentral.org) dan nematoda
Australia (www.ento.csiro.au) (Shivas dan Beasley 2005).
Identifikasi spesies Meloidogyne menjadi semakin penting untuk
merancang praktek manajemen nematoda yang efektif seperti rotasi tanaman dan
ketahanan tanaman memerlukan identifikasi spesies yang tepat dan untuk tujuan
karantina (Hussey 1990; Zijlistra 2000; Zijlistra dan van Hoof 2006). Kebutuhan
untuk identifikasi spesies Meloidogyne juga meningkat karena berkurangnya
ketersediaan nematisida kimia dengan spektrum yang luas dan meningkatnya

9
ketergantungan pada strategi manajemen nematoda non-kimia. Secara tradisional,
identifikasi dan deskripsi spesies Meloidogyne didasarkan pada morfologi pola
perineal dan didukung oleh karakteristik morfologi lain dari betina, juvenil (J2),
dan jantan (Singh 2009).
Chitwood (1949) dalam Singh (2009) menggunakan pengamatan detail
morfologi (pola perineal, morfologi stilet, dan jarak dari knob stilet ke dorsal
esofagus pembukaan kelenjar untuk membedakan M. Hapla dan M. incognita var.
acrita dan Karssen (2002) juga menggunakan pengamatan tersebut untuk
membedakan M. arenaira, M. exigua, M. incognita, dan M. javanica. Pola
perineal dari spesies Meloidogyne terdiri dari ujung ekor, fasmid, garis lateral,
anus, dan vulva yang dikelilingi oleh lipatan kutikula atau striae (Hirschmann
1985). Pola Perineal telah banyak digunakan dalam identifikasi spesies sejak
tahun 1949 ketika Chitwood menggunakannya sebagai karakter identifikasi
(Karssen dan van Aelst 2001).
Pola perineal digunakan sebagai salah satu karakter penting dalam
identifikasi spesies karena alasan berikut. Pertama, pola perineal ini stabil dan
tidak berubah secara signifikan (Eisenback 1985; Hirschman 1985). Kedua, betina
relatif lebih besar ukurannya serta mudah untuk ditemukan dalam jaringan yang
terinfeksi dan persiapan untuk pengamatan mikroskopik cahaya dibandingkan
jantan yang sulit ditemukan, ukuran juvenil yang lebih kecil, dan sulit untuk
persiapan pengamatan mikroskopik (Eisenback 1985). Ketiga, penemuan
mikroskop scanning electron dan peningkatan teknik mikroskop cahaya sekarang
memungkinkan gambaran ciri-ciri morfologi yang lebih akurat.
Kehadiran beberapa keragaman dalam pola perineal antara individu dari
spesies yang sama (Eisenback 1985; Hirschmann 1985, Hussey 1985; Karssen
dan van Aelst 2001) dan keahlian yang bervariasi dari peneliti yang
menggambarkan pola perineal (Karssen 2002) membatasi keakuratan identifikasi
spesies hanya berdasarkan pola perineal. Selain itu, identifikasi spesies
berdasarkan karakter morfologi dan morfometrik membutuhkan banyak
keterampilan (Hooper et al. 2005) dan banyak waktu. Jika menggunakan
karakteristik morfologi, populasi campuran tidak mudah terdeteksi dalam jumlah
spesimen yang besar dan harus dideteksi dengan teknik identifikasi yang lebih
akurat.
Identifikasi morfologi sidik pantat atau pola perineal (perineal patterns)
dilakukan terhadap betina dewasa NPA. Setiap spesies memiliki pola perineal
berbeda-beda yang dicirikan oleh tanda yang khas pada area yang mengelilingi
vulva dan anus (perineum). Hasil penelitian Hikmia et al. (2012), Pradika (2012),
dan Taher et al. (2012) berdasarkan identifikasi pola perineal, terdapat empat
spesies Meloidogyne yang menyerang tanaman wortel yaitu M. incognita, M.
hapla, M. javanica, dan M. arenaria. M. incognita dicirikan lengkungan striae
bagian dorsal berbentuk persegi (sudut ± 90o), jika dibandingkan dengan spesies
lain dapat dilihat bahwa lengkungan striae spesies ini tampak jelas bergelombang
(Gambar 5A). M. hapla dicirikan oleh lengkung dorsal yang rendah dengan
bagian ujung membentuk sayap ke bagian lateral baik pada satu ujung atau pada
kedua ujungnya dan pada zona ujung ekor terdapat tonjolan-tonjolan seperti duri
(Gambar 5B). M. javanica dicirikan oleh dua garis lateral yang memisahkan stria
bagian dorsal dan ventral yang sangat jelas (Gambar 5C). M. arenaria dicirikan
oleh lengkung dorsal rendah dan ramping di sekitar garis lateral. Bagian lengkung

10
stria bercabang di dekat garis lateral dengan bagian stria atas lebih mendatar
(Gambar 5D) (Eisenback et al. 1981).

Gambar 5 Perbedaan pola perineal M. incognita (A), M. hapla (B), M.javanica
(C), dan M. arenaria (D) (sumber: Eisenback et al. 1981).
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Karakter Molekuler
Keakuratan identifikasi spesies akan lebih baik jika karakter morfologi
dilengkapi dengan karakter taksonomi lain seperti sitology, biokimia, dan fisiologi
(Hirschman 1985). Karakter biokimia, sitology, dan reproduksi juga telah
digunakan pada penelitian yang memfokuskan pada respon inang dan mekanisme
parasitisme (Williamson dan Hussey 1996; Abad et al. 2003).
Metode-metode DNA berdasarkan runutan pemeriksaan fragmen dan
sejenisnya telah dikembangkan untuk memecahkan beberapa tantangan
identifikasi dan diagnosa suatu spesies. Sebagian peneliti mengandalkan pada
ekstraksi dan amplifikasi DNA dari spesies nematoda, sedangkan yang lainnya
dapat mendeteksi dan menghitung jenis-jenis tertentu dalam sampel tanah.
Kendalanya adalah identifikasi hanya terbatas pada suatu spesies tunggal atau
kelompok spesies yang kecil dan validasi mungkin dapat dilakukan dengan
penarikan contoh yang terbatas pada keragaman antar spesies (Shivas dan Beasley
2005).
Prosedur yang dilakukan pada teknik PCR untuk identifikasi nematoda
dimulai dengan proses ekstraksi DNA Meloidogyne yang dapat dilakukan dengan
beberapa metode, antara lain; (1) metode minipreparation yang dilakukan oleh
Cenis (1993) untuk mengekstraksi jumlah DNA yang cukup banyak dari
nematoda betina dewasa; (2) metode bufer lisis; dan (3) metode air steril yang
menggunakan air steril untuk mengekstraksi DNA nematoda.
Beberapa genom telah berhasil digunakan dalam identifikasi spesies
Meloidogyne. Ribosomal DNA repeat units (rDNA) yang terdiri dari internal
transcribed spacer (ITS 1 dan ITS 2) telah digunakan untuk karakterisasi spesies
Meloidogyne (Blok et al. 1997, Wiliamson et al. 1997, Zijlstra 1997, Zijltra et al.
2000). Sikuen gen yang mengkode protein yang lain juga dapat digunakan dalam
identifikasi spesies jika diketahui proteinnya (Tesarova et al. 2004).
Reaksi replikasi pada proses PCR dijelaskan menurut Yuwono (2006). Reaksi
pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA
templete (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan
terpisah menjadi rantai tunggal. Denaturasi DNA dilakukan dengan suhu 95 °C
selama 1-2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 55 °C sehingga primer akan
“menempel” (annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal.
Suhu 55 °C yang digunakan untuk penempelan primer pada dasarnya merupakan
kompromi.
Proses berikutnya, setelah kedua primer tersebut menempel pada posisinya
masing-masing, enzim polymerase mulai mensintesis molekul DNA baru yang

11
dimulai dari ujung 3” masing-masing primer. Sintesis molekul DNA baru ini
disebut juga dengan proses ekstensi yang terjadi pada suhu 72 oC. Setelah proses
tersebut, satu untai DNA ganda akan berlipat jumlahnya menjadi dua untai DNA.
Proses ini terjadi berulang kali, mulai dari denaturasi, penempelan, dan sintesis.
Suhu pada proses denaturasi dan ekstensi bersifat tetap, masing-masing pada suhu
95 oC dan 72 oC, sedangkan suhu penempelan (anealing) bergantung pada
panjang atau pendeknya primer (Muladno 2010). Siklus PCR yang dilakukan
untuk nematoda (NPA) pada wortel sebanyak 45 kali (Kurniawan 2010).

3 METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 – Desember 2014.
Pengambilan sampel dilakukan pada pertanaman wortel di Kelurahan Pattapang,
Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Perbanyakan
nematoda dilakukan di Rumah Kaca Cikabayan IPB. Isolasi dan identifikasi
nematoda di Laboratorium Nematologi Tumbuhan dan Laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan 10 tahap kegiatan, yaitu (1) survei dan
pengambilan sampel, (2) pendataan, (3) perbanyakan nematoda, (4) ektraksi
nematoda dari tanah terinfestasi, (5) pembuatan preparat semipermanen, (6)
pewarnaan Meloidogyne spp. di dalam jaringan, (7) identifikasi gejala, (8)
identifikasi morfologi, (9) identifikasi molekuler, dan (10) analisis runutan
nukleotida.
Survei dan Pengambilan Sampel
Survei dilakukan secara acak di beberapa kebun wortel milik petani di
Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, Sulawesi
Selatan. Lokasi pengambilan sampel terletak 1700 m di atas permukaan air laut.
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposive sampling), yaitu
memilih sampel berdasarkan kriteria spesifik gejala penyakit tanaman. Sampel
yang diambil berupa umbi bergejala dan tanah terinfestasi nematoda parasit.
Sampel disimpan dalam kantung plastik secara terpisah dan dibungkus dengan
pelepah pisang, kemudian ditata dalam cooling box.
Pendataan
Pendataan dilakukan untuk mendapatkan informasi awal mengenai lokasi
kebun, ketinggian tempat, luas kebun, varietas wortel yang ditanam, tipe gejala,
keberadaan wortel bercabang, adanya hairy root, teknik olah tanah, kedalaman
olah tanah, jenis tanah, asal irigasi, serta penggunaan pupuk dan nematisida. Hasil
pendataan dimaksudkan dapat memberikan informasi tambahan tentang kondisi

12
wilayah serta keberadaaan gejala penyakit di lahan pengamatan. Semua informasi
tersebut akan diperoleh langsung melalui pengamatan lapangan dan berasal dari
Dinas Pertanian Sulawesi Selatan.
Perbanyakan Nematoda
Nematoda diperbanyak pada tanaman tomat yang ditanam pada medium tanah
yang berasal dari pertanaman wortel di daerah Malino. Tanaman tomat dipelihara
pada rumah kaca dan penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi media
tanamnya. Penyiraman tidak dilakukan pada saat tanah masih dalam kondisi
lembab. Penyiraman yang dilakukan secara rutin akan menyebabkan eksudat akar
larut di dalam tanah sehingga nematoda tidak akan menyerang akar tanaman.
Setelah tanaman tomat berumur 4–5 minggu, dilakukan pencucian akar dengan air
mengalir. Selanjutnya dilakukan pemotongan puru akar dan akar rambut berpuru.
Puru akar yang diperoleh digunakan untuk pengamatan jaringan dan ekstraksi DNA.
Ekstraksi telur dari akar dilakukan untuk memperoleh massa telur
nematoda yang nantinya akan digunakan untuk perbanyakan nematoda.
Perbanyakan dilakukan dengan menginfestasikan massa telur nematoda pada bibit
tanaman tomat yang ditanam dengan medium tanah steril.
Ekstraksi Nematoda dari Tanah
Metode Flotasi Sentrifugasi. Sampel tanah dipisahkan dari gumpalan.
Tanah yang halus diambil sebanyak 100 mL dan dicampurkan dengan 800 mL air
dalam ember A, lalu diendapkan selama 1 menit. Air dari ember A disaring ke
dalam ember B dengan menggunakan saringan kasar. Air dalam ember B disaring
di atas saringan bertumpuk dengan posisi miring 30o, yaitu berturut-turut saringan
20 mesh dan 400 mesh. Substrat tanah dan nematoda yang tertinggal di saringan
400 mesh dituang ke dalam tabung sentrifus. Substrat disentrifugasi selama ± 5
menit dengan kecepatan 1 500 rpm, kemudian supernatan dibuang. Endapan
ditambahkan dengan larutan gula 40% dan diaduk sampai merata. Selanjutnya
disentrifugasi selama ± 1 menit dengan kecepatan 1 700 rpm. Supernatan yang
terbentuk disaring dengan saringan 500 mesh dan dibilas dengan air yang
mengalir sehingga diperoleh suspensi nematoda, lalu dimasukkan dalam botol
koleksi untuk diamati dan diidentifikasi (Caveness dan Jensen 1955).
Metode Baerman. Tanah sebanyak 25 g ditempatkan di atas saringan
kecil yang dilapisi kertas saring. Saringan tersebut diletakkan tepat di atas gelas
penampung yang berisi air. Dasar saringan diusahakan menyentuh permukaan air
di dalam gelas penampung sampai tanah tergenang, lalu diinkubasi selama 48 jam.
Suspensi yang terkumpul kemudian disaring menggunakan saringan 500 mesh
dan dimasukkan dalam tabung koleksi nematoda. Nematoda dalam suspensi
diamati dan dihitung di bawah mikroskop stereo (Flegg dan Hooper 1970).
Pembuatan Preparat Semipermanen
Preparat semipermanen dibuat berdasarkan metode Goodey (1973) yang
telah dimodifikasi. Lingkaran parafin dibuat di atas gelas objek dengan
menggunakan bor gabus (cork borer) dengan ketebalan yang sama, kemudian
diteteskan laktofenol pada tengah – tengah lingkaran parafin. 3 - 5 ekor nematoda
juvenil 2 diletakkan pada larutan laktofenol dengan posisi yang sama sejajar,
selanjutnya ditutup dengan cover glass. Preparat kemudian dipanasi sampai cincin

13
parafin meleleh kembali dan cover glass merekat bersama parafin. Pinggir cover
glass direkatkan dengan kuteks transparan.
Pewarnaan Meloidogyne spp. di dalam Jaringan
Pewarnaan Meloidogyne dalam jaringan akar mengacu pada metode yang
dilakukan oleh Richard S. Hussey (Zuckerman et al. 1985). Puru akar direndam
dalam kloroks 5% selama 10 menit dan dibilas dengan air hingga tak berbau. Puru
akar kemudian direndam dalam acid fuchsin dan dipanaskan hingga mendidih.
Akar rambut berpuru dibilas dengan air, kemudian direndam dengan glyserin
dicampur dengan dua tetes HCl dan dipanaskan sampai warna merah pudar. Puru
akar diletakkan di gelas preparat cekung, kemudian diamati stadia nematoda yang
ada dengan menggunakan mikroskop. Hal ini digunakan untuk melihat siklus
hidup nematoda yang berada di dalam akar.
Identifikasi Gejala Penyakit pada Tanaman Wortel
Wortel yang terinfeksi oleh nematoda umumnya memiliki gejala yang
terlihat pada tajuk, ditandai dengan menguningnya daun di sekitar tajuk, layu, dan
tanaman menjadi kerdil. Pertumbuhan tanaman menjadi tidak maksimal akibat
adanya gangguan saluran pengangkut nutrisi (xilem dan floem) (Agrios 2005).
Individu tanaman yang terinfeksi tidak dapat tumbuh secara optimal sehingga
terlihat berbeda dengan tanaman yang tidak terinfeksi. Selain itu, tanaman
bergejala akan memperlihatkan keadaan umbi yang mengalami malformasi.
Kegiatan identifikasi gejala penyakit pada pertanaman wortel dilakukan
terhadap tanaman bergejala pada bagian tajuk (di atas permukaan tanah) dan
terhadap perakaran tanaman. Gejala pada bagian tajuk yang diamati berupa tinggi
tanaman (kerdil), warna daun (menguning, klorosis), dan kelayuan pada siang hari,
sedangkan gejala pada bagian perakaran (umbi) berupa bentuk, ukuran puru, dan
keberadaan akar rambut (hairy root).
Identifikasi Morfologi
Pengamatan secara morfologi dilakukan dengan melihat ciri dari tiap fase
perkembangan nematoda tersebut. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dan mendokumentasikan dengan menggunakan kamera. Identifikasi
dilakukan dengan mengacu pada buku identifikasi nematoda yaitu: buku Plant
Parasitic Nematodes : a Pictorial Key to Genera (May et al. 1996) dan dengan
mencocokkan beberapa gambar – gambar pada beberapa literatur.
Pengukuran Morfometrik. Nematoda diinkubasi selama 48 jam dalam
air steril pada suhu ruangan dan diberi bantuan udara dengan menggunakan
aerator. Inkubasi dilakukan agar sistem pencernaan tubuh nematoda bebas dari
sisa-sisa makanan sehingga memudahkan pengamatan karakter morfologi dan
pengukuran morfometrik dimensi tubuh nematoda. Identifikasi karakter
morfometrik berdasarkan formula J.G. de Man yaitu mengukur dimensi nematoda
secara proporsional (Zuckerman et al. 1985). Pengukuran tubuh nematoda J2
dilakukan dengan menggunakan mikroskop Binokuler Dino-eye AM4234 yang
telah dikalibrasi dalam ukuran mikro meter. Parameter yang digunakan untuk
identifikasi terhadap juvenil stadium 2 adalah panjang tubuh total, panjang stylet,
panjang esofagus dari pangkal stilet sampai perbatasan esofagus dengan usus,
panjang ekor dari ujung posterior sampai anus, diameter tubuh anterior, diameter
tubuh maksimum, dan diameter tubuh posterior.

14
Identifikasi Spesies Meloidogyne Berdasarkan Karakter Pola P