Karakterisasi Morfologi Beberapa Genotipe Melon (Cucumis melo L.) Grup Cantalupensis dan Inodorus

KARAKTERISTIK MORFOLOGI BEBERAPA
GENOTIPE MELON (Cucumis melo L.) GRUP
CANTALUPENSIS DAN INODORUS

AMALIA NURUL HUDA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik
Morfologi Beberapa Genotipe Melon (Cucumis melo L.) Grup Cantalupensis dan
Inodorus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Amalia Nurul Huda
NIM A24110061

ABSTRAK
AMALIA NURUL HUDA. Karakteristik Morfologi Beberapa Genotipe Melon
(Cucumis melo L.) Grup Cantalupensis dan Inodorus. Dibimbing oleh WILLY
BAYUARDI SUWARNO.
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomi dan keragaman morfologi yang tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik dari 16 genotipe melon
berdasarkan karakter morfologi dan mengidentifikasi genotipe potensial untuk
dijadikan materi genetik dalam program pemuliaan. Penelitian dilakukan di
Kebun Percobaan IPB Tajur II, Bogor pada bulan Desember 2014 hingga Maret
2015. Genotipe yang digunakan pada penelitian ini, terdiri dari 15 genotipe melon
hasil pemuliaan PKHT IPB dan 1 varietas pembanding (Ivory). Penelitian
dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT)
faktor tunggal dengan tiga ulangan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa

pengaruh genotipe uji terdapat pada sebagian besar karakter yang diamati kecuali
umur berbunga hermaprodit dan tebal daging buah. Karakter yang memiliki nilai
heritabilitas arti luas >50% adalah diameter batang, panjang daun, lebar daun,
umur panen, bobot buah, kadar gula, panjang buah, diameter buah, dan tebal kulit
buah. Genotipe SMM memiliki kandungan kadar gula tertinggi, sementara
genotipe G8 memiliki bobot buah yang tidak berbeda nyata dengan genotipe Ivory
sebagai pembanding. Analisis korelasi menunjukkan bahwa bobot buah
berkorelasi positif dan nyata dengan karakter diameter buah, tebal daging buah,
lebar daun, tebal kulit buah, diameter batang, dan panjang daun. Pengelompokan
berdasarkan karakter morfologi secara umum menggambarkan bahwa
ketidakmiripan genetik antar grup kultivar (cantalupensis dan inodorus) lebih
besar dari ketidakmiripan antar genotipe di dalam grup.
Kata kunci: heritabilitas arti luas, karakterisasi, keragaman, korelasi, melon

ABSTRACT
AMALIA NURUL HUDA. Morphological Characteristics of Several Melon
(Cucumis melo L.) Genotypes of Cantalupensis and Inodorus Groups. Supervised
by WILLY BAYUARDI SUWARNO.
Melon is one horticulture commodity with high economic value and large
morphological diversity. The aims of this research was to elucidate genetic

diversity of 16 melon genotypes based on morphological characteristics, and to
identify potential genotypes for further utilization in a plant breeding program.
This research was conducted at IPB Tajur II experimental station, Bogor, from
December 2014 to March 2015. The genotypes used in this research consisting of
15 melon genotypes from the Center for Tropical Horticulture Studies IPB and 1
check variety (Ivory). The experiment was arranged in a randomized complete
block design with single factor and three replicates. The analysis of variance
showed that the genotypic effects were significant for all observed traits, except
for days to hermaprodite flowering and flesh thickness. Characters having broad
sense heritability value > 50% were stem diameter, leaf length, leaf width, days to
harvest, fruit weight, sugar content, fruit length, fruit diameter, and flesh thickness.
The SMM genotype has the highest sugar content, while the average weight of G8
fruits is similar to Ivory as a check variety. Correlation analysis showed that the
fruit weight has positive correlation with fruit diameter, flesh thickness, leaf width,
fruit rind thickness, stem diameter, and leaf length. Clustering based on
morphological characteristics generally showed that the genetic dissimilarity
among cultivar groups (cantalupensis and inodorus) is greater than teh
dissimilarity among genotypes within each group.
Keywords: broad sense heritability, characterisation, correlation, diversity, melon


KARAKTERISTIK MORFOLOGI BEBERAPA
GENOTIPE MELON (Cucumis melo L.) GRUP
CANTALUPENSIS DAN INODORUS

AMALIA NURUL HUDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi: Karakteristik Morfologi Beberapa Genotipe Melon (Cucumis melo
L.) Grup Cantalupensis dan Inodorus

Nama
: Amalia Nurul Huda
NIM
: A24110061

Disetujui oleh

Dr Willy Bayuardi Suwarno, SP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Karakteristik Morfologi

Beberapa Genotipe Melon (Cucumis melo L.) Grup Cantalupensis dan Inodorus
dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr Willy Bayuradi Suwarno, SP MSi selaku pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, nasihat, dan dorongan selama penyelesaian
tugas akhir.
2. Dr Ir Hajrial Aswidinnoor, MSc selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menempuh pendidikan
di Departemen Agronomi dan Hortikultura.
3. Dr Ir Darda Efendi, MSi dan Dr Ir Agus Purwito, MscAgr selaku penguji
pada ujian akhir yang telah memberikan kritik dan saran dalam perbaikan
skripsi.
4. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah
banyak memberikan ilmunya.
5. Bapak, Ibu, Faisal, Trio serta seluruh keluarga, atas doa, dukungan, dan
kasih sayangnya.
6. Bapak Dayat, Bapak Awang dan teknisi Kebun Percobaan IPB Tajur II
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan kegiatan penelitian.
7. Nawang, Rizki Amalia, Iqbal, Kiki, dan Anjal atas bantuan dan
dukungannya selama kegiatan penelitian.

8. Teman-teman Kost Puri Tinogi 1, Ebon, Riska, Amalia, Dewi, Yuri, Dita,
dan Beta yang selalu mendukung penulis selama menempuh pendidikan di
IPB.
9. Galuh, Fittia, Sonya, Dyra, Novi, Abi, dan Usamah atas dukungan dan
semangatnya selama kegiatan penelitian.
10. Teman-teman Dandelion AGH 48 yang telah memberikan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
Amalia Nurul Huda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Melon

Syarat Tumbuh
Pengembangan Varietas Melon
Karakterisasi dalam Pemuliaan Tanaman
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Rancangan Percobaan
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Karakter Kualitatif Genotipe Melon
Karakter Kuantitatif Genotipe Melon
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas
Analisis Korelasi Antar Karakter
Kekerabatan antara Genotipe
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

xii
xii
xii
1
1
2
2
2
2
3
4
5
5
5
5
6
6

8
9
9
12
16
20
21
23
24
24
25
25
28
29

DAFTAR TABEL
1 Daftar genotipe yang diuji
2 Karakter kualitatif batang, daun, dan warna bunga hermaprodit genotipe
melon
3 Bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, dan

warna daging buah genotipe melon
4 Tekstur buah, juring pada buah, intensitas jala, distribusi jala, aroma
luar, dan aroma dalam genotipe melon
5 Rekapitulasi sidik ragam pada pengamatan karakter melon
6 Diameter batang, panjang daun, lebar daun, umur berbunga hermaprodit,
dan umur panen genotipe melon
7 Panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, dan tebal kulit buah
genotipe melon
8 Bobot buah dan kadar gula buah melon
9 Nilai duga komponen ragam dan nilai heritabilitas arti luas
10 Koefisien korelasi linier antarkarakter pada genotipe melon

6
13
15
16
16
18
19
19
20
22

DAFTAR GAMBAR
1 Perkecambahan benih (A), bibit umur 2 HST (B), bibit umur 5 HST (C)
2 Kondisi pertanaman melon pada fase vegetatif (A) dan pembesaran
buah (B)
3 Batang tanaman yang terserang busuk pangkal batang (A) dan kondisi
tanaman yang pertumbuhannya terhambat akibat busuk pangkal
batang (B)
4 Hama oteng-oteng (Aulocophora similis) (A), gejala busuk pada buah
akibat serangan lalat buah (Bactrocera cucurbitae Coq.), hama bekicot
(Achatina fulica), dan embun tepung (Erysiphe cichoracearum)
5 Keragaan bentuk daun dan bentuk cuping genotipe uji
6 Keragaan buah melon genotipe SMF, G23, OMM, G5, G38, G8, G27,
dan Ivory
7 Keragaan buah genotipe SMH dan SMM
8 Dendrogram 10 genotipe melon hasil analisis gerombol berdasarkan
karakter kuantitatif dan kualitatif

10
10
11
12
13
14
14
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim bulan Januari hingga Maret 2015 pada lokasi penelitian
2 Deskripsi varietas Ivory yang digunakan sebagai pembanding

28
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Komoditas ini mempunyai prospek yang
menjanjikan, baik dalam nilai jual benih maupun buahnya. Buah melon umumnya
digemari oleh masyarakat karena memiliki rasa yang manis, tekstur buah yang
renyah atau kenyal, aroma buah yang khas dan kandungan gizi yang tinggi.
Perubahan gaya hidup masyarakat yang mulai memperhatikan pemenuhan gizi
merupakan salah satu penyebab peningkatan permintaan terhadap buah melon.
Kandungan vitamin pada buah melon memiliki manfaat penting bagi
kesehatan tubuh. Berdasarkan data USDA (2007), melon jenis cantaloupe
merupakan salah satu sumber vitamin C, vitamin A, kalium, vitamin B6, asam
folat, dan niasin. Kandungan vitamin A dan vitamin C dalam 80 gram buah melon
jenis cantaloupe masing-masing adalah 54% dan 49% dari angka kecukupan gizi
harian. Daya tarik warna daging buah melon yang bervariasi, selain diminati oleh
konsumen, juga memiliki manfaat bagi kesehatan. Warna daging buah kuning
atau oranye mengindikasikan adanya kandungan karotenoid yang bermanfaat
untuk kesehatan jantung dan sistem imun tubuh. Warna daging buah hijau
memiliki kandungan vitamin B6 yang bermanfaat untuk menjaga kekuatan tulang
dan gigi.
Tanaman melon awalnya dicoba untuk dibudidayakan di Cisarua (Bogor)
dan Kalianda (Lampung). Budidaya melon kemudian berkembang di daerah
Sragen, Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, dan Klaten (Kementan RI 2010).
Berdasarkan data BPS RI (2012), produksi melon mengalami peningkatan pada
kurun waktu 2009-2013 masing-masing adalah 85 803, 85 161, 103 840, 125 474,
125 207 ton. Menurut Sobir dan Siregar (2014) harga jual melon dipasaran cukup
tinggi dibandingkan dengan tanaman hortikultura lain, sehingga para petani
melakukan budidaya melon secara intensif diberbagai daerah.
Biaya penyediaan benih pada budidaya melon adalah 32-47% dari total
biaya yang dibutuhkan pada budidaya melon (Hendri et al. 2011). Permintaan dan
produksi melon yang tinggi perlu diimbangi dengan ketersediaan benih melon.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam budidaya melon adalah ketidaktersediaan
benih pada waktu dibutuhkan. Umumnya benih yang digunakan oleh petani
merupakan benih impor (Sobir dan Siregar 2014). Hal ini akan berdampak pada
jumlah dan kontinuitas benih yang tidak terjamin. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan petani dan pemerintah memiliki ketergantungan pada ketersediaan
benih impor. Benih impor selain memiliki harga yang relatif mahal juga
kemungkinan tidak adaptif pada agroklimat di sentra budidaya melon.
Melon merupakan tanaman yang memiliki keragaman genetik tinggi,
sehingga perakitan varietas melon dalam negeri diharapkan dapat membantu
mengatasi kendala ketersediaan benih. Terdapat tiga kelompok melon yang
populer, yaitu reticulatus, inodorus, dan cantalupensis (Kemble 1996; Sobir dan
Siregar 2014). Serangkaian kegiatan pemuliaan melon yang berkesinambungan
dan mengarah pada perakitan varietas hibrida dan bersari bebas perlu dilakukan

2
untuk meningkatkan persaingan pasar benih di Indonesia. Melalui kegiatan
pemuliaan tanaman, diharapkan varietas melon yang beredar dipasaran lebih
bervariasi dan adaptif dengan kondisi agroklimat sentra produksi melon. Menurut
King et al. (2012) kegiatan pemuliaan pada tanaman melon juga perlu mengarah
pada perakitan varietas yang toleran terhadap beberapa penyakit yang umum
menyerang tanaman melon, seperti embun tepung (powdery mildew), busuk
pangkal batang, layu fusarium, dan antraknosa.
Alur kegiatan pemuliaan tanaman, meliputi pembentukan populasi, seleksi,
dan pengujian. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB melakukan
serangkaian kegiatan pemuliaan tanaman melon yang mengarah pada perakitan
varietas hibrida dan bersari bebas. Evaluasi karakteristik morfologi tanaman,
kualitas buah, dan potensi hasil merupakan tahap penting dalam pemuliaan
tanaman melon. Informasi keragaman genetik untuk karakter-karakter penting
tanaman dan buah melon akan bermanfaat pada tahap seleksi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik dari sejumlah
genotipe melon berdasarkan karakter morfologi dan mengidentifikasi genotipe
potensial untuk dijadikan materi genetik dalam program pemuliaan.
Hipotesis
Terdapat keragaman genetik yang cukup luas dari sejumlah genotipe melon
yang dievaluasi dan terdapat genotipe potensial yang memiliki bobot buah atau
kadar gula yang tinggi untuk dijadikan materi pemuliaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Melon
Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili
labu-labuan (Cucubitaceae) seperti halnya dengan blewah, semangka, mentimun,
pare, dan waluh (Prajnanta 2004). India merupakan daerah pusat domestikasi
tanaman melon, hal ini ditandai dengan kegiatan budidaya yang telah lama
dilakukan oleh penduduk setempat. Pendapat lain mengatakan bahwa
domestifikasi tanaman melon berawal di Iran. Tetapi jika mempertimbangkan
jumlah spesies dan kerabat jauh, melon berasal dari daerah Afrika. Perkembangan
selanjutnya, melon menyebar ke Timur Tengah dan Asia. Melon menjadi buah
yang penting di India, Mesir, Iran, dan Cina (Robinson dan Decker 1999).
Menurut Robinson dan Decker (1999) terdapat dua tipe kelompok melon,
yaitu cantalupensis dan inodorus. Grup cantalupensis memiliki kulit buah berjala,
daging buah beraroma, dan warna daging buah umumnya hijau atau oranye. Grup
cantalupensis termasuk buah klimakterik yaitu buah yang dipanen sebelum masak
akan menjadi masak dengan berjalannya waktu. Menurut Sobir dan Siregar (2014)

3
beberapa genotipe cantalupensis memiliki kulit buah berjuring, aroma daging
buah sangat kuat, dan warna daging buah umumnya kuning atau oranye. Grup
inodorus memiliki kulit buah mulus atau tidak berjala, aroma daging buah tidak
ada atau tidak kuat, dan warna daging buah umumnya putih, hijau, atau oranye.
Grup inodorus termasuk buah klimakterik yaitu buah yang dipanen sebelum
masak tidak akan menjadi masak dengan berjalannya waktu. Grup inodorus sering
disebut dengan winter melon.
Tanaman melon terdiri atas dua daun lembaga sehingga dimasukan dalam
kelas tumbuhan berkeping biji dua (dikotil). Bentuk perakaran tanaman ini berupa
akar tunggang. Batangnya berwarna hijau muda dan terdapat bulu halus pada
permukaannya. Pada batang utama akan muncul cabang-cabang sekunder pada
ketiak daun. Cabang lateral ini merupakan tempat keluarnya bunga-bunga
tanaman melon yang umumnya berwarna kuning. Melon termasuk tanaman
semusim (annual) berbentuk terna yang asalnya menjalar menggunakan sulur
pada setiap ketiak daun. Bentuk daun tanaman ini adalah menjari bersudut lima
dengan permukaan berbulu kasar (Prajnanta 2004). Menurut Robinson dan Decker
(1999) umumnya tanaman melon merupakan andromonoecious yaitu, memiliki
bunga jantan dan hermaprodit pada satu tanaman. Bunga jantan umumnya
terdapat pada daerah aksilar batang utama dan lateral, sedangkan bunga
hermaprodit terdapat pada node pertama pada setiap cabang lateral.
Syarat Tumbuh
Syarat pertumbuhan tanaman melon dibagi menjadi syarat tanah, iklim, dan
air (Prajnanta 2004). Tanaman melon akan tumbuh baik pada pH 5.8-7.2. Pada
tanah masam dapat menyebabkan terjadinya gejala penguningan pada daun (acid
yellowing) dan tanaman akan menjadi kerdil. Selain kemasaman tanah, tanaman
melon juga peka terhadap kadar garam yang tinggi (Sobir dan Siregar 2014).
Menurut Prajnanta (2004) tanaman melon dapat ditanam pada tanah andosol,
latosol, regosol, dan grumosol. Sistem perakaran melon yang agak dangkal
memerlukan tanah yang gembur, sehingga sistem pembuangan air (drainase)
menjadi lebih baik.
Tanaman melon dapat berproduksi baik pada wilayah dengan kisaran
ketinggian 250-700 m dpl. Di dataran rendah yang ketinggiannya kurang dari 250
m dpl, ukuran melon yang dihasilkan umumnya relatif lebih kecil dan dagingnya
kurang berair. Tanaman ini tumbuh optimum pada daerah dengan curah hujan 1
500-2 500 mm tahun-1. Suhu pertumbuhan untuk tanaman melon 25-30 oC dengan
tingkat kelembaban 50-70% (Sobir dan Siregar 2014).
Kelembaban yang rendah umumnya dapat mengurangi munculnya
beberapa penyakit pada daun (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Sobir dan Siregar
(2014) mengemukakan bahwa perbedaan suhu siang dan malam yang jelas akan
menghasilkan buah melon dengan rasa aroma dan tingkat kemanisan yang tinggi.
Sebaiknya tanaman melon diusahakan di daerah yang memiliki kecepatan angin di
bawah 20 km jam-1 karena angin yang terlalu kencang dapat merusak pertanaman
melon. Melon membutuhkan air yang cukup banyak namun harus disesuaikan
dengan pola kebutuhan tanaman. Tanaman melon mampu berproduksi optimum
dengan musim hujan yang kurang dari enam bulan, tetapi memiliki cadangan air

4
yang cukup atau daerah beririgasi. Tanaman ini dapat tumbuh optimum pada
daerah terbuka dengan penyinaran matahari penuh, terutama saat tanaman sedang
berbunga.
Pengembangan Varietas Melon
Pemuliaan tanaman (plant breeding) merupakan perpaduan antara ilmu dan
seni dalam merakit keragaman genetik suatu populasi tanaman untuk
menghasilkan varietas unggul baru (Syukur et al. 2012). Objek dari kegiatan
pemuliaan tanaman antara lain peningkatkan hasil yang berkelanjutan, kualitas,
toleransi terhadap cekaman abiotik, dan resistensi terhadap cekaman biotik
(Chahal dan Gosal 2002). Kegiatan pemuliaan tanaman melon diharapkan dapat
menghasilkan varietas melon yang unggul dan meningkatkan permintaan
konsumen.
Melon merupakan tanaman dengan keragaman yang tinggi untuk karakter
buah (Szamosi et al. 2010). Umumnya setiap genotipe melon memiliki
karakteristik khusus, misalnya genotipe Monami Red memiliki rasa yang sangat
manis (16 oBrix) dan kulit buah yang tebal (8.9 mm). Warna daging buah Monami
Red adalah oranye dengan permukaan kulit berjala. Sedangkan Honeydew
memiliki karakteristik daging buah yang berwarna hijau dengan permukaan kulit
yang tidak berjala (Suwarno 2006). Keragaman karakter buah tersebut meliputi
bentuk, ukuran, warna kulit dan daging buah, tekstur kulit, kadar gula, aroma, dan
perbedaan jenis buah (klimakterik dan non klimakterik) berdasarkan produksi
etilen. Menurut Szamosi et al. (2010) hasil penelitian yang dilakukan pada melon
Hungarian dan Turkish menunjukan bahwa terdapat keragaman morfologi yang
tinggi pada keduanya. Hasil pengamatan karakter kualitatif dan kuantitatif
diantara keduanya mengindikasikan bahwa karakteristik aksesi dari kedua negara
tersebut berbeda.
Kegiatan pemuliaan tanaman melon menurut Hazra dan Dutta (2011)
antara lain difokuskan pada peningkatan kualitas buah yaitu, penampilan (bentuk,
ukuran, dan warna kulit buah), warna daging, dan daya simpan buah. Tanaman
dengan produksi yang tinggi dapat dipilih sebagai materi genetik untuk program
pemuliaan tahap berikutnya. King et al. (2012) mengemukakan bahwa kegiatan
pemuliaan pada tanaman melon juga perlu mengarah pada perakitan varietas yang
tahan terhadap beberapa penyakit yang umum menyerang tanaman melon.
Benih melon yang terdapat di Indonesia umumnya terdiri atas dua jenis,
yaitu varietas bersari bebas dan hibrida. Varietas bersari bebas (open pollinated
variety) umumnya memiliki daya saing yang rendah (Sobir dan Siregar 2004).
Varietas hibrida F1 dihasilkan dari persilangan sepasang tetua galur murni yang
mempunyai karakter unggul. Benih varietas ini selalu harus disediakan melalui
persilangan kedua tetua tersebut. Penanaman benih varietas hibrida pada generasi
berikutnya (F2 dan selanjutnya) dapat menghasilkan populasi tanaman yang
beragam akibat adanya segregasi tanaman F2 (Syukur et al. 2012).
Varietas melon yang umum beredar di pasaran antara lain adalah Sky
Rocket, Action, Monami Red, Glamour, Honeydew, dan Emerald. Dua varietas
unggul yang telah dikeluarkan oleh Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut

5
Pertanian Bogor (PKHT IPB) adalah Sunrise Meta dan Orange Meta (Sobir dan
Siregar 2014).
Grup kultivar melon yang mulai populer saat ini adalah inodorus atau yang
lebih dikenal dengan winter melon. Harga jual melon jenis ini umumnya lebih
mahal dibanding dengan melon dari grup reticulatus (Sobir dan Siregar 2004).
Menurut Robinson dan Decker (1999) grup melon inodorus memiliki karakter
permukaan kulit buah yang halus tetapi tidak berjala serta memiliki daya simpan
yang lebih lama dibanding dengan grup melon cantalupensis. Menurut Suwarno
(2006) tidak menutup kemungkinan di masa mendatang trend melon bergeser ke
varietas-varietas inodorus, sehingga program pemuliaan yang mengarah pada
perakitan varietas melon jenis tersebut perlu dikembangkan.
Karakterisasi dalam Pemuliaan Tanaman
Langkah awal program pemuliaan tanaman adalah koleksi berbagai genotipe,
kemudian koleksi genotipe tersebut diseleksi sesuai dengan karakter yang
diinginkan (Syukur et al. 2012). Pembentukan keragaman genetik dapat dilakukan
melalui hibridisasi, mutasi, dan rekayasa genetik (Welsh 1981; Syukur et al.
2012). Evaluasi keragaman genetik untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik
dilakukan berdasarkan karakter-karakter penting termasuk hasil, kualitas, dan
ketahanan terhadap hama dan penyakit. Penelitian ini berada pada pertengahan
kegiatan pemuliaan tanaman, yaitu melakukan karakterisasi terhadap karakter
penting yang diinginkan, dan seleksi individu atau genotipe potensial.
Karakterisasi yang dilakukan dapat menggunakan marka (penanda), yaitu
karakter yang dapat diwariskan yang berasosiasi dengan genotipe tertentu. Marka
bisa dikategorikan sebagai marka morfologi, sitologi, dan marka molekuler.
Marka morfologi umumnya memiliki kelemahan karena dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Walaupun demikian, marka morfologi telah lama digunakan dalam
program pemuliaan tanaman (Syukur et al. 2012).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015.
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Tajur II, Bogor. Lokasi
penelitian memiliki ketinggian 310 m dpl dengan suhu rata-rata bulanan 25 oC
(Lampiran 1).
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 genotipe
melon yang terdiri dari 15 genotipe melon hasil pemuliaan PKHT IPB dan satu
genotipe pembanding. Berikut adalah daftar genotipe yang digunakan ditunjukkan
pada Tabel 1.

6
Tabel 1 Daftar genotipe yang diuji
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Nama genotipe
OMM
SMM
SMF
G1
G14
G23
G24
G25
G27
G3
G38
G5
G7
G8
SMH
Ivory

Status materi genetik
Galur
Galur
Galur
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Galur
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Genotipe bersari bebas
Hibrida F1
Hibrida F1

Peralatan yang digunakan untuk pengolahan tanah merupakan peralatan
pertanian konvensional. Pengamatan karakter morfologi menggunakan meteran,
jangka sorong, timbangan digital, dan hand refractometer untuk mengukur kadar
gula pada daging buah.
Rancangan Percobaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap
teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 48 satuan
percobaan. Setiap satu satuan percobaan terdiri dari 10 tanaman, sehingga ukuran
populasi tanaman maksimal adalah 480 tanaman. Model linier aditif yang
digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut (Mattjik dan Sumertajaya
2006):
Yij = µ + τi + βj + εij
i = 1, 2, 3, ..., 10; j = 1, 2, 3
Yij
= Nilai pengamatan pada genotipe ke-i, ulangan ke-j
µ
= Rataan umum
τi
= Pengaruh genotipe ke-i (i = 1, 2, 3, ...,10)
βj
= Pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3)
εij
= Pengaruh galat pada genotipe ke-i, ulangan ke-j
Prosedur Penelitian
Penanaman tanaman melon
Persiapan lahan dilakukan dengan membuat bedengan setinggi 40-60 cm
dan lebar 120 cm. Pemberian pupuk dasar dan atau pengapuran dilakukan
seminggu sebelum tanam. Dosis pupuk kandang yang digunakan adalah 15-20 ton

7
ha-1, pupuk urea 250 kg ha-1, SP-36 450 kg ha-1, dan KCl 250 kg ha-1. Dosis kapur
pertanian (dolomit) adalah 2 ton ha-1. Mulsa yang digunakan berupa plastik hitam
perak dengan lebar 120 cm. Sisi plastik yang berwarna perak mengahadap ke atas,
sedangkan yang berwarna hitam menghadap ke bawah (menempel pada tanah).
Pembuatan lubang tanam pada mulsa menggunakan kaleng susu bekas yang
dipanaskan. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 60 cm.
Proses pengecambahan benih diawali dengan perendaman benih dalam air
hangat selama 4-6 jam. Benih yang telah direndam kemudian ditiriskan dan
diletakkan di atas kertas koran lembab selama 36 jam pada suhu kamar. Benih
yang sudah berkecambah segera dibibitkan atau disemai dalam media pembibitan.
Perbandingan campuran tanah dengan pupuk kandang pada media adalah 2 : 1.
Bibit melon yang siap untuk ditanam berumur 5-7 hari setelah semai, tujuannya
agar mengurangi stres perakaran pada saat pindah tanam di lapang.
Penanaman bibit dilakukan pada sore hari pukul 16 untuk menghindari stres
karena terik matahari. Penggantian tanaman yang mati (penyulaman) dilakukan
tiga hari setelah tanam. Pemasangan turus bambu dilakukan lima hari setelah
tanam. Batang tanaman mulai diikat pada turus bambu setelah tanaman berumur
12 hari atau setelah memiliki 7 daun.
Pemangkasan tunas dilakukan dari ruas ke-1 sampai dengan ruas ke-8 dan di
atas ruas ke-11, dengan menyisakan satu helai daun. Cabang pada ruas ke-9
sampai ruas ke-12 tidak perlu dipangkas untuk dijadikan tempat munculnya calon
buah yang akan dibesarkan. Setelah buah dari cabang ke-9 sampai ke-12 tumbuh
sebesar bola pingpong, dipilih satu buah yang terbaik untuk terus dipelihara
sampai besar.
Pemupukan susulan berupa NPK 16:16:16 dilakukan sebanyak empat kali,
yaitu ketika tanaman berumur 7, 14, 21, 28 HST dengan dosis masing-masing 5,
10, 20, 20 g l-1, diaplikasikan sebanyak 200 ml tanaman-1. Pemupukan KNO3
dilakukan pada 45 HST dengan dosis 1 g l-1 atau sebanyak 200 ml tanaman-1.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menggunakan
insektisida fungisida, dan bakterisida yang disesuaikan dengan kondisi di lapang.
Penyemprotan pestisida dihentikan lebih kurang satu minggu sebelum panen.
Pemanenan dilakukan pada buah yang telah menunjukan ciri-ciri siap untuk
dipanen. Ciri buah masak penuh untuk melon tidak berjala adalah terjadi
perubahan warna kulit menjadi lebih tua, sedangkan untuk melon berjala adalah
adanya retakan di bagian tangkai buah yang menempel pada buah.
Pengamatan
Pengamatan tanaman terhadap karakter morfologi dilakukan pada 10
tanaman dari setiap satu satuan percobaan. Pengamatan tersebut mengacu pada
Descriptor for Melon (Cucumis melo L.) oleh IPGRI (International Plant Genetic
Resources Institute) tahun 2003. Karakter-karakter yang amati antara lain:
a. Karakter vegetatif tanaman
1. Warna batang, dengan kriteria: 1) kuning, 2) hijau muda, 3) hijau, 4)
hijau tua, 5) lainnya
2. Diameter batang (mm) diukur 10 cm dari permukaan tanah
3. Bentuk daun, dengan kriteria: 1) entire, 2) trilobate, 3) pentalobate,
4) 3-palmately lobed, 5) 5-palmately lobed, 6) other

8
4. Bentuk cuping daun, dengan kriteria: 3) shallow, 5) intermediate, 7)
deep
5. Permukaan daun, dengan kriteria: 3) glossy, 5) intermediate, 7) dull
6. Warna daun, dengan kriteria: 1) hijau muda, 2) hijau, 3) hijau tua
7. Panjang daun (cm)
8. Lebar daun (cm)
b. Karakter generatif tanaman
9. Umur berbunga hermaprodit dicabang ke-8 (HST), dicatat saat 50%
populasi dalam plot telah muncul bunga hermaprodit
10. Umur panen (HST), dicatat ketika buah dipanen
11. Warna bunga hermaprodit dicabang ke-8, dengan kriteria: 1) putihkuning, 2) kuning-krem, 3) kuning, 4) kuning gelap, 5) oranye, 6)
hijau, 7) lainnya
c. Karakter buah
12. Bentuk buah
13. Panjang buah (cm)
14. Diameter buah (cm)
15. Bobot buah (kg)
16. Juring pada buah, dengan kriteria: 0) tidak ada, 1) ada
17. Intensitas jala pada buah dengan kriteria: 1) sangat sedikit, 2) sedikit,
3) sedang, 4) banyak, 5) sangat banyak
18. Distribusi jala pada buah dengan kriteria: 3) menyebar sebagian pada
permukaan kulit, 5) menyebar sedang pada permukaan, 7) menyebar
penuh pada permukaan
19. Warna kulit buah muda (ukuran bola tenis), dengan kriteria: 1) putih,
2) putih-kuning, 3) krem, 4) krem pucat, 5) hijau, 6) hijau tua, 7)
hijau kehitaman, 8) oranye, 9) coklat, 10) abu-abu, 11) lainnya
20. Warna kulit buah masak, dengan kriteria: 1) putih, 2) putih-kuning, 3)
krem, 4) krem pucat, 5) hijau, 6) hijau tua, 7) hijau kehitaman, 8)
oranye, 9) coklat, 10) abu-abu, 11) lainnya
21. Warna daging buah, dengan kriteria: 1) putih, 2) kuning, 3) krem, 4)
hijau pucat, 5) hijau, 6) oranye, 7) merah muda 8) lainnya
22. Tebal daging buah (mm)
23. Tebal kulit buah (mm)
24. Tekstur daging buah, dengan kriteria: 1) lembut, 2) kenyal, 3) renyah,
4) soft-spongy
25. Kadar gula (oBrix)
26. Aroma luar buah, dengan kriteria: 0) tidak ada, 1) ada
27. Aroma dalam buah, dengan kriteria: 0) tidak ada, 1) ada.
Prosedur Analisis Data
Analisis Ragam
Data yang telah diperoleh dari hasil pengamatan, terlebih dahulu diuji
asumsi kenormalan dan kehomogenan ragam galatnya. Analisis ragam dilakukan
untuk mengetahui adanya pengaruh nyata antara genotipe yang diuji. Data yang
menunjukkan pengaruh nyata selanjutnya diuji menggunakan metode uji jarak

9
berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test, DMRT) pada taraf nyata 5%.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak STAR IRRI dan
Microsoft Excel 2010.
Pendugaan Komponen Ragam dan Nilai Heritabilitas Arti Luas
Nilai heritabilitas tanaman yang dihitung merupakan heritabilitas dalam arti
luas yaitu perbandingan antara ragam genotipik dan fenotipik (Syukur et al. 2012)
σ 2g
h2 = 2
σ p
Keterangan:
h2
= heritabilitas arti luas
2
= ragam genotipik
σg
= ragam fenotipik
σ2p
Nilai duga ragam genotipik, ragam fenotipik, dan ragam lingkungan
diperoleh menggunakan perangkat lunak SAS 9.1.
Analisis Korelasi
Analisis koefisien korelasi digunakan untuk melihat ukuran kekuatan
hubungan antara dua peubah karakter yang diamati dalam percobaan. Perangkat
lunak yang digunakan adalah STAR IRRI. Rumus hitung koefisien korelasi
Pearson adalah sebagai berikut (Walpole 1982):

Keterangan:
n
: banyaknya data
xi
: nilai tengah peubah 1
yi
: nilai tengah peubah 2
Analisis Gerombol
Analisis gerombol dilakukan dengan perhitungan koefisien ketidakmiripan
menggunakan metode Gower dan pengelompokan (clustering) menggunakan
metode average linkage (Kaufman dan Rousseeuw 1990). Perangkat lunak yang
digunakan adalah R i386 3.2.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Percobaan
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Maret 2015 di
Kebun Percobaan IPB Tajur II, Bogor. Menurut data BMKG (2015) curah hujan
rata-rata pada bulan Januari hingga Maret adalah 279, 365, dan 520 mm
(Lampiran 1). Pada bulan yang sama, suhu rata-rata di lokasi penelitian adalah

10
25.2, 25.0, dan 25.6 oC. Informasi tersebut menunjukkan adanya peningkatan
curah hujan dari bulan Januari-Maret dengan suhu rata-rata yang relatif sama.
Kelembaban yang relatif tinggi umumnya dapat menyebabkan munculnya
beberapa penyakit pada daun (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Persiapan lahan secara umum berlangsung dengan baik. Kegiatan
penanaman dimulai dengan mengecambahkan benih dan penyemaian (Gambar 1).
Benih melon yang digunakan umumnya memiliki daya berkecambah yang
berbeda-beda antar genotipe. Kegiatan pengecambahan benih dilakukan kurang
lebih selama 41 jam, sedangkan persemaian dilakukan selama enam hari. Kondisi
tanaman selama persemaian umumnya baik, dengan tingkat serangan hama dan
penyakit tergolong sangat rendah. Kondisi pertanaman sejak awal tanam hingga
panen umumnya juga baik. Serangan penyakit yang menyerang pertanaman secara
umum dapat dikendalikan melalui pengendalian teknis maupun kimia (Gambar 2).

Gambar 1 Perkecambahan benih (A), bibit umur 2 HST (B), bibit umur 5 HST
(C)

Gambar 2 Kondisi pertanaman melon pada fase vegetatif (A)
dan pembesaran buah (B)
Kondisi bibit saat pindah ke lapang secara umum baik, tetapi saat
memasuki fase pembungaan, pertumbuhan pada genotipe G1 dan G24 ulangan ke2 mengalami gangguan pertumbuhan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
curah hujan dan kelembaban yang tinggi, yang kondusif bagi perkembangan
cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang, Mycosphaerella melonis.
Tanaman yang terserang busuk batang berwarna merah coklat dan mengeluarkan
lendir, daunnya kering dan kemudian mati. Tanaman lain yang mengalami

11
serangan busuk pangkal batang sebagian besar dapat bertahan hingga akhir
pengamatan. Gejala penyakit tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar

3

Batang tanaman yang terserang busuk
pangkal batang (A) dan kondisi tanaman
yang pertumbuhannya terhambat akibat
busuk pangkal batang (B)

Hama yang menyerang pertanaman saat fase vegetatif adalah bekicot
(Achatina fulica) dan oteng-oteng (Aulocophora similis) dengan intensitas
serangan rendah. Hama yang menyerang pada fase pembentukan buah meliputi
lalat buah (Bactrocera cucurbitae Coq.) dan ulat buah; keduanya dengan
intensitas sedang. Menurut Pracaya (2011) lalat betina dengan ovipositornya
menusuk buah dan meletakkan telurnya dalam lapisan epidermis. Telur
selanjutnya menetas menjadi larva dan memakan daging buah sehingga buah
menurun kualitasnya. Buah yang terserang berwarna kehitaman dan keras,
selanjutnya timbul bercak bulat membusuk dan berlubang kecil. Buah juga akan
rusak dan rontok. Pengendalian terhadap serangan lalat buah adalah
pembungkusan buah dengan plastik yang dilakukan pada awal terbentuknya buah
dan pemasangan perangkap. Atraktan merupakan bahan pemikat lalat buah yang
berfungsi sebagai perangkap dengan bahan aktif metil eugenol yang terbuat dari
botol bekas air mineral.
Penyakit yang menyerang pada akhir fase pematangan buah adalah embun
tepung atau powdery mildew yang disebabkan oleh cendawan Erysiphe
cichoracearum dengan intensitas serangan tinggi. Kondisi yang mendukung
serangan penyakit ini adalah kelembaban yang tinggi, intensitas hujan yang cukup,
dan suhu sedang. Berdasarkan penelitian Gandhi dan Mehta (2011), diketahui
bahwa penyakit ini umumnya menyebar luas dan dapat menjadi salah satu faktor
penyebab kehilangan hasil pada tanaman melon. Menurut Sobir dan Siregar (2014)
gejala yang timbul adalah adanya bercak-bercak putih seperti tepung, selanjutnya
bercak menyebar dan menutupi daun. Serangan penyakit ini menyebabkan
produksi, kadar gula, pembentukan jala dan aroma menjadi berkurang.
Pengendalian yang dilakukan adalah dengan pemangkasan untuk mengurangi
kelembaban yang tinggi. Jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman
melon ditunjukkan oleh Gambar 4.

12

Gambar 4 Hama oteng-oteng (Aulocophora similis) (A), gejala busuk pada buah
akibat serangan lalat buah (Bactrocera cucurbitae Coq.), hama
bekicot (Achatina fulica), dan embun tepung (Erysiphe
cichoracearum)
Karakter Kualitatif Genotipe Melon
Tanaman melon yang ditanam pada penelitian ini berjumlah 16 genotipe,
namun hanya 10 genotipe tanaman yang dapat digunakan untuk analisis data. Hal
ini disebabkan oleh adanya tanaman yang mati akibat serangan penyakit maupun
jumlah buah yang dihasilkan tidak mencukupi untuk analisis data. Genotipe yang
ditampilkan dalam pembahasan selanjutnya adalah genotipe G23, G27, G38, G5,
G8, Ivory, OMM, SMF, SMH, dan SMM. Genotipe yang termasuk dalam
kelompok C. melo var. cantalupensis adalah G27, G38, G5, G8, dan Ivory.
Genotipe yang termasuk dalam kelompok C. melo var. inodorus adalah G23,
OMM, SMF, SMH, dan, SMM.
Karakter kualitatif yang diamati meliputi karakter pada batang, daun, dan
buah. Secara umum, karakter kualitatif untuk batang dan daun adalah sama, baik
antar genotipe uji maupun dengan varietas pembanding. Karakter kualitatif untuk
buah umumnya lebih beragam.
Karakter batang, daun, dan bunga
Penelitian menunjukkan perbedaan warna batang diantara genotipe uji.
Warna batang hijau muda ditemukan pada genotipe SMH, SMM, SMF, OMM,
dan G23. Warna batang hijau meliputi genotipe G5, G27, G8, dan G38 sedangkan
warna batang hijau tua hanya ditemukan pada varietas Ivory.
Bentuk daun pada genotipe G38 adalah trilobate, sedangkan genotipe
lainnya adalah entire. Bentuk cuping daun dan permukaan daun pada genotipe
G38 adalah intermediate dan dull, sedangkan genotipe lainnya adalah shallow dan
intermediate. Warna daun genotipe uji antara lain hijau muda, hijau, dan hijau tua.
Warna hijau tua meliputi genotipe G5, G8, G38, dan Ivory. Warna hijau muda
terdapat pada genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, dan G23 sedangkan genotipe
G27 memiliki warna daun hijau. Keragaan daun ditunjukkan pada Gambar 5.
Warna bunga hermaprodit pada cabang ke-8 genotipe uji adalah berwarna
kuning dan kuning muda. Genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, dan G23 memiliki
warna bunga kuning muda, sedangkan genotipe G5, G27, G8, G38, dan Ivory
memiliki warna bunga kuning. Rekap data untuk karakter batang, daun, dan bunga
ditunjukkan oleh Tabel 2.

13
Tabel 2 Karakter kualitatif batang, daun, dan warna bunga hermaprodit genotipe
melon
Genotipe

Warna
batang

Bentuk
daun

Bentuk
cuping daun

Permukaan
daun

Warna
daun

G5

Hijau

Entire

Shallow

Intermediate

SMH

Entire

Shallow

Intermediate

Entire

Shallow

Intermediate

Entire

Shallow

Intermediate

Entire

Shallow

Intermediate

Entire

Shallow

Intermediate

G27
G8

Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
Hijau

Entire
Entire

Shallow
Shallow

Intermediate
Intermediate

G38

Hijau

Trilobate

Intermediate

Dull

Ivory

Hijau
tua

Entire

Shallow

Intermediate

Hijau
tua
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
muda
Hijau
Hijau
tua
Hijau
tua
Hijau
tua

SMM
SMF
OMM
G23

Warna
bunga
hermaprodit
Kuning
Kuning
muda
Kuning
muda
Kuning
muda
Kuning
muda
Kuning
muda
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Gambar 5 Keragaan bentuk daun dan bentuk cuping genotipe uji
Karakter buah
Genotipe melon yang diuji memiliki karakter kualitatif buah yang beragam.
Genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, dan G23 termasuk ke dalam grup C. melo
var. inodorus ditandai dengan tekstur buah yang renyah dan tidak memiliki jala.

14
Genotipe G5, G27, G8, G38, dan Ivory termasuk ke dalam grup C. melo var.
cantalupensis. Keragaan buah melon yang diuji ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Keragaan buah melon genotipe SMF, G23, OMM, G5, G38, G8, G27,
dan Ivory
Genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, dan G23 umumnya memiliki warna
kulit buah kuning, namun pada genotipe SMH dan SMM terdapat dua warna kulit
buah, yaitu kuning dan putih. Perbedaan warna kulit buah masak tersebut
dimungkinkan karena masih adanya segregasi pada dua genotipe tersebut.
Keragaan buah kedua genotipe tersebut ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7 Keragaan buah genotipe SMH dan SMM
Genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, G23, dan G27 memiliki bentuk buah
elliptical. Warna kulit buah muda (ukuran bola tenis) genotipe-genotipe tersebut
secara umum adalah hijau muda, hijau, dan hijau tua. Warna kulit buah masak dan
warna daging buah genotipe tersebut umumnya beragam dan menunjukan adanya
segregasi.
Bentuk buah globular dan warna daging buah berwarna putih ditemukan
pada genotipe G5, G8, dan Ivory. Bentuk buah oblate hanya ditemukan pada

15
genotipe G38 dengan warna daging buah oranye. Rekapitulasi data karakter
bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, dan warna daging
buah ditunjukan pada Tabel 3.
Tabel 3 Bentuk buah, warna kulit buah muda, warna kulit buah masak, dan
warna daging buah genotipe melon
Genotipe

Bentuk buah

G5
SMH

Globular
Elliptical

Warna
kulit buah
muda
Hijau tua
Hijau

SMM

Elliptical

Hijau

SMF
OMM
G23
G27
G8
G38
Ivory

Elliptical
Elliptical
Elliptical
Elliptical
Globular
Oblate
Globular

Hijau
Hijau
Hijau
Hijau tua
Hijau tua
Hijau muda
Hijau tua

Warna kulit
buah masak

Warna daging
buah

Hijau tua
Kuning,
putih
Kuning,
putih
Kuning
Kuning
Kuning
Hijau muda
Hijau
Krem
Hijau tua

Putih, oranye
Putih, oranye
Putih
Oranye
Putih
Oranye
Putih, oranye
Putih
Oranye
Putih

Tekstur buah renyah dimiliki oleh genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, dan
G23, sedangkan genotipe G5, G27, G8, G38, dan Ivory memiliki tekstur buah
yang kenyal. Secara umum genotipe uji tidak memiliki juring, kecuali genotipe
G38. Genotipe SMH, SMM, SMF, OMM, G23, G27, dan G8 tidak memiliki jala,
sedangakan genotipe G5, G38, dan Ivory memiliki jala, masing-masing dengan
intensitas dan distribusi yang cukup beragam. Berdasarkan pengamatan diketahui
bahwa seluruh genotipe uji tidak memiliki aroma luar dan aroma dalam.
Rekapitulasi hasil pengamatan untuk karakter tekstur buah, juring pada buah,
intensitas jala, dan distribusi jala ditunjukkan pada Tabel 4.
Umumnya genotipe yang berasal dari grup cantalupensis memiliki
intensitas jala yang banyak (jelas) dan menyebar pada seluruh permukaan kulit
buah. Karakter jala (net) pada permukaan kulit buah merupakan salah satu daya
tarik bagi konsumen. Saat ini masyarakat umumnya lebih mengenal melon-melon
yang berasal dari grup cantalupensis, misalnya Sky Rocket dibandingkan dengan
melon-melon yang berasal dari grup inodorus. Hal ini dikarenakan penyebaran
tanaman melon di Indonesia diawali dengan melon-melon yang berasal dari grup
cantalupensis. Meskipun demikian, saat ini harga melon yang berasal dari grup
inodorus relatif lebih mahal dibandingkan dengan melon dari grup cantalupensis.
Umumnya melon grup inodorus yang tersedia saat ini memiliki tekstur daging
buah yang renyah dan daya simpan buah yang relatif lama.

16
Tabel 4 Tekstur buah, juring pada buah, intensitas jala, distribusi jala, aroma luar,
dan aroma dalam genotipe melon
Genotipe Tekstur
buah
Kenyal
G5
Renyah
SMH
Renyah
SMM
Renyah
SMF
Renyah
OMM
Renyah
G23
Kenyal
G27
Kenyal
G8
Kenyal
G38
Kenyal
Ivory

Juring
pada buah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada

Intensitas jala

Distribusi jala

Sangat banyak
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada hingga sedang
Tidak ada hingga sedang
Banyak
Sangat sedikit

Menyebar sedang
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Menyebar sedang
Menyebar sebagian

Karakter Kuantitatif Genotipe Melon
Hasil rekapitulasi analisis ragam genotipe melon ditunjukkan pada Tabel 5.
Umur berbunga hermaprodit dan tebal daging buah diketahui tidak berpengaruh
nyata pada taraf 5%, artinya diantara genotipe uji tersebut tidak ditemukan
perbedaan pada kedua karakter tesebut. Menurut Afandi (2013) umur berbunga
dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca. Pada dataran rendah umumnya melon
lebih cepat berbunga dibandingkan pada dataran menengah dan tinggi.
Pengaruh ulangan tidak nyata terhadap semua karakter yang diamati kecuali
diameter buah (Tabel 5). Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) hal ini
menunjukkan bahwa percobaan yang dilakukan masih cukup efektif jika
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam pada pengamatan karakter melon
Karakter
Diameter batang
Panjang daun
Lebar daun
Umur berbunga hermaprodit
Umur panen
Panjang buah
Diameter buah
Tebal daging buah
Tebal kulit buah
Bobot buah
Kadar gula

KT Ulangan
0.4 tn
0.4 tn
1.8 tn
4.5 tn
0.6 tn
0.4 tn
1.8 *
0.1 tn
0.0 tn
0.1 tn
0.1 tn

KT Genotipe
2.2 **
4.3 **
9.7 **
1.8 tn
11.8 *
7.5 **
4.0 **
0.2 tn
0.1 *
0.1 **
2.3 **

KK (%)
6.4
6.3
6.9
3.5
2.6
5.7
6.0
13.3
20.9
14.6
8.5

Keterangan: KT: kuadarat tengah; KK: koefisien keragaman; * berbeda nyata pada taraf
nyata 5%; ** berbeda sangat nyata pada taraf nyata 1 %; tn tidak berbeda
nyata

17
Koefisien keragaman (KK) disebut sebagai keragaman relatif terhadap
besaran data. Pada bidang pertanian untuk percobaan lapang masih dianggap baik
jika memiliki nilai KK 20-25% (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Menurut Gomez
dan Gomez (2010) nilai KK menunjukkan tingkat ketepatan dengan perlakukan
yang dibandingkan, dan merupakan indeks yang baik dari keadaan percobaan.
Nilai KK yang tinggi menunjukkan keandalan yang rendah dari percobaan
tersebut. Berdasarkan perhitungan nilai KK tertinggi adalah 20.88%, sehingga
masih dapat dikatakan cukup baik.
Diameter batang, panjang daun, lebar daun, umur berbunga hermaprodit,
dan umur panen
Pengujian lanjut terhadap karakter yang menunjukkan perbedaan secara
nyata diantara genotipe uji dilakukan menggunakan uji jarak berganda Duncan
(DMRT). Uji lanjut terhadap karakter diameter batang, panjang daun, lebar daun,
umur berbunga, dan umur panen genotipe melon ditunjukkan pada Tabel 6.
Genotipe pembanding (Ivory) menunjukkan diameter batang yang tidak
berbeda nyata dengan genotipe G23, G5, G8, dan SMM. Nilai tengah diameter
batang tertinggi adalah pada genotipe G5, yaitu 10.48 mm tetapi tidak berbeda
nyata dengan G8 dan Ivory. Nilai tengah terendah untuk karakter diameter batang
adalah pada genotipe SMH, yaitu 7.89 mm tetapi tidak berbeda nyata dengan
dengan genotipe SMF, OMM, G27, dan G38.
Genotipe G8 memiliki rata-rata panjang daun tertinggi diantara semua
genotipe, yaitu 14.1 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe G23, G5,
Ivory, dan SMM (Tabel 6). Rata-rata lebar daun tertinggi adalah pada genotipe G8,
yaitu 18.3 cm tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe G23, G5, Ivory, dan
SMM. Genotipe yang memiliki panjang dan lebar daun sama dengan genotipe
tertinggi antara lain, yaitu G8, G23, G5, Ivory, dan SMM sehingga, dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan antara panjang dan lebar daun. Selain
memiliki daun yang relatif panjang dan lebar, genotipe G5, G8, dan Ivory juga
memiliki diameter batang yang relatif besar (Tabel 6). Ideotype tanaman melon
yang memiliki ukuran daun yang besar sebaiknya didukung dengan diameter
batang yang besar.
Genotipe yang memiliki nilai tengah panjang dan lebar daun terkecil adalah
G38, yaitu 10.3 cm dan 13.1 cm. Diameter batang genotipe tersebut adalah 7.99
mm yang tidak berbeda nyata dengan genotipe yang memiliki diameter batang
terendah. Keragaan tanaman (habitus) genotipe G38 umumnya relatif lebih kecil
dibandingkan dengan genotipe-genotipe lainnya.
Umur berbunga hermaprodit dihitung mulai dari waktu pindah tanam hingga
munculnya bunga hermaprodit pertama diantara cabang ke-8, 9, 10, 11, dan 12.
Umur berbunga hermaprodit genotipe uji tidak menunjukkan adanya perbedaan.
Genotipe uji tersebut memiliki umur berbunga antara 34-37 hari. Umur panen
dihitung mulai dari waktu pindah tanam hingga buah tersebut siap untuk dipanen.
Genotipe SMM memliki umur panen 67 HST, yang merupakan umur panen
tercepat diantara semua genotipe uji. Umur panen tersebut tidak berbeda nyata
dengan genotipe SMH, SMF, Ivory, G8, dan G23.

18
Tabel 6 Diameter batang, panjang daun, lebar daun, umur berbunga hermaprodit,
dan umur panen genotipe melon
Genotipe

G5
SMH
SMM
SMF
OMM
G23
G27
G8
G38
Ivory

Diameter
batang
(mm)
10.48
7.89
9.18
8.41
8.61
9.04
8.52
9.92
7.99
9.79

a
e
bc
cde
cde
bcd
cde
ab
de
ab

Panjang
daun
(cm)

Lebar daun
(cm)

13.7
12.3
12.8
11.7
12.3
13.5
11.4
14.1
10.3
13.4

17.6
14.8
15.3
13.5
14.3
16.0
14.7
18.3
13.1
17.6

ab
bc
abc
cd
bc
ab
cd
a
d
ab

ab
bc
abc
c
c
abc
bc
a
c
ab

Umur
Umur panen
berbunga
(HST)
hermaprodit
(HST)
35 a
71 abc
34 a
70 bcd
36 a
67 d
a
37
70 abcd
34 a
72 ab
35 a
68 cd
36 a
73 ab
a
35
71 abcd
36 a
73 a
35 a
69 bcd

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji lanjut DMRT pada taraf 5%

Panjang buah, diameter buah, tebal buah, dan tebal kulit buah
Genotipe uji yang memiliki panjang buah tertinggi adalah SMM, yaitu 15.3
cm, tetapi tidak berbeda nyata dengan genotipe SMH, OMM, dan G23. Genotipegenotipe tersebut termasuk ke dalam C. melo var. inodorus yang umumnya
memiliki bentuk buah elliptical, sehingga akan menunjukkan rata-rata panjang
buah yang lebih tinggi. Rata-rata panjang buah pada genotipe G38 adalah 9.6 cm,
yang merupakan panjang buah terendah serta berbeda nyata dengan semua
genotipe uji lainnya.
Diameter buah terbesar ditemukan pada genotipe pembanding, yaitu Ivory.
Rata-rata diameter buah tersebut adalah 13.6 cm dan tidak berbeda nyata dengan
genotipe G8. Umumnya genotipe yang berasal dari grup cantalupensis memiliki
bentuk buah globular, sehingga akan memiliki diameter buah yang relatif lebih
besar dibandingkan dengan genotipe yang berasal dari grup inodorus Hal ini
seperti yang ditunjukan pada genotipe SMF (grup inodorus) memiliki diameter
buah terkecil, yaitu 9.7 cm. Tebal daging buah diantara genotipe uji tidak
menunjukkan adanya perbedaan. Genotipe uji yang dievaluasi memiliki tebal
daging buah antara 1.7-2.5 cm.
Tebal kulit buah terendah diantara genotipe uji adalah 0.4 cm yang terdapat
pada genotipe SMM. Genotipe tersebut memiliki tebal kulit buah yang tidak
berbeda nyata dengan genotipe SMH, SMF, OMM, G23, G27, G38, dan G8.
Umumnya genotipe yang berasal dari grup inodorus memiliki tebal kulit buah
yang relatif lebih tipis dibandingkan dengan genotipe yang berasal dari grup
cantalupensis. Uji lanjut untuk karakter panjang buah, diameter bu