Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Melalui Belanja Modal Di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara

(1)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL,

PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI BELANJA

MODAL DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

AYU KURNIA SARI

097017085/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL,

PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI BELANJA

MODAL DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AYU KURNIA SARI

097017085/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Penelitian : PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA.

Nama : Ayu Kurnia Sari

Nomor Pokok : 097017085 Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac) (Drs. Syamsul Bahri TRB, MM, Ak)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA) (Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSEI)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 24 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : 1. Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac Anggota : 2. Drs. Syamsul Bahri TRB, MM. Ak

3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS. MBA, CPA 4. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia Melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”.

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juni 2011

Yang membuat pernyataan,


(6)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal sebagai Variabel Intervening di Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah sebanyak 33 Kabupaten Kota (25 Kabupaten dan 8 Kota) di Propinsi Kab/Kot Sumatera Utara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 22 Kabupaten/Kota (15 Kabupaten dan 7 Kota) di mulai dari tahun 2005-2009. Dengan melakukan metode purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Dan hasil penelitian juga menunjukan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening berpengaruh secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Kata Kunci : Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Indeks Pembangunan Manusia.


(7)

THE INFLUENCES OF INDEPENDENCE LEVEL OF FISCAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH ON THE HUMAN

DEVELOPMENT INDEX THROUGH THE CAPITAL EXPENDITURE ON

DISTRICTS/ CITIES IN PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRACT

This study aims to examine the effect of independence level of Fiscal and Pendapatan Asli Daerah of the Human Development Index through the Capital Expenditures as an intervening variable in the District/Cities North Sumatra Province.

This research is a kind of causal research. Data Collection was done by collecting secondary. The population was a total of 33 District Municipality (25 districs and 8 cities) in the Province District/Cities North Sumatra. The sample used in this study were 22 District/Cities (15 District and 7 Cities) at the start of year 2005-2009. By doing a purposive sampling method.

The result showed that the level of fiscal independence, Pendapatan Asli Daerah significant effect on the Human Development Index. And the research also showed that the level of fiscal independence through Capital Expenditures as an intervening variable effect indirectly to the Human Development Index.

Keywords : Fiscal Independence Level, Pendapatan Asli Daerah, Capital Expenditures, Human Development Index.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara”. Shalawat beiring salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang insya Allah memberikan safaat kepada penulis dan seluruh umatnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa segala yang dilakukan dalam penyusunan tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM & H.,M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister di Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSEI, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA. CPA, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang juga selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Syamsul Bahri TRB, MM. Ak. CPA selaku Dosen Pembimbing II


(9)

yang telah banyak memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis di sela-sela kesibukannya dari awal penulisan hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak dan Bapak Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Magister Ilmu Akuntansi atas segala ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, dan seluruh staf administrasi Program Magister Ilmu Akuntansi.

7. Ibunda dan Ayahanda tercinta, yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan moril maupun materil serta bantuan yang tak ternilai dalam bentuk apapun juga, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tesis ini.

8. Adik-adikku dan calon suamiku tersayang, yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tak pernah henti.

9. Teman-teman di Program Magister Ilmu Akuntansi, yang penuh dengan rasa kekeluargaan dan persahabatan dalam memberi sumbangan pikiran selama perkuliahan.

Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan berkah dan hidayah-Nya bagi kita semua, dan apa yang penulis lakukan ini mendapatkan ridho-Nya serta berguna bagi penulis dan pembaca umumnya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Medan, Juni 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

A.Data Pribadi

Nama : Ayu Kurnia Sari, SE. Ak. Tempat/ tgl lahir : Lhokseumawe, 24 Mei 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Kapten Muslim Komp. Mutiara Indah II no.4 Kec. Medan Helvetia

Telp/HP : 085262983042

Email : ayukurniasari@ymail.com

Pendidikan

1994 – 1999 : SD 3 Tamansiswa PT. Arun Lhokseumawe 1999 – 2001 : SLTP 2 Tamansiswa PT. Arun Lhokseumawe 2001 – 2004 : SMU YAPENA PT.Arun Lhokseumawe 2004 – 2008 : S-1 Ekonomi Akuntansi UMSU Medan 2009 – 2010 : Pendidikan Profesi Akuntansi USU Medan 2010 – 2011 : Pasca Sarjana USU Medan

B.Pengalaman Kerja

Tahun 2010 : Teacher Of English Essential Course Tahun 2010 s/d sekarang : Dosen di STIE Pelita Bangsa Medan Tahun 2010 s/d sekarang : Auditor di KAP Syamsul Bahri TRB


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Originalitas Penelitian... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Landasan Teori ... 12

2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia ... 12

2.1.1.1. Metode Pengukuran dan Penyusunan IPM... 15

2.1.1.2. Metode IPM di Indonesia ... 17

2.1.1.3. Pembangunan Manusia di Indonesia ... 20

2.1.2. Konsep Kemandirian Fiskal ... 24

2.1.3. Pendapatan Asli Daerah ... 27

2.1.3.1. Pajak Daerah ... 28

2.1.3.2. Retribusi Daerah ... 28

2.1.3.3. Laba Badan Usaha Milik Daerah ... 29


(12)

2.1.4. Belanja Modal ... 31

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 38

3.1. Kerangka Konseptual ... 38

3.2. Hipotesis Penelitian... 40

BAB IV METODE PENELITIAN ... 41

4.1. Jenis Penelitian... 41

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

4.3. Populasi dan Sampel ... 42

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 45

4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel ... 45

4.6. Metode Analisis Data ... 48

4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ... 50

4.6.1.1. Uji Normalitas ... 50

4.6.1.2. Uji Multikolinieraitas ... 51

4.6.1.3. Uji Autokorelasi ... 52

4.6.1.4. Uji Heterokedesititas ... 52

4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 53

4.6.2.2. Uji F ... 53

4.6.2.3. Uji t ... 53

4.6.2.1. Koefisien Determinasi (R2) ... 54

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

5.1. Hasil Penelitian ... 55

5.1.1. Deskripsi Sampel Penelitian ... 55

5.1.2. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 55

5.1.3. Pengujian Asumsi Klasik ... 58


(13)

5.1.3.1.1. Pengujian Normalitas ... 59

5.1.3.1.2. Pengujian Multikolinearitas... 60

5.1.3.1.3. Pengujian Autokorelasi ... 62

5.1.3.1.4. Pengujian Heteroskedastisitas ... 63

5.1.3.2. Pengujian Asumsi Klasik Model 2 ... 64

5.1.3.2.1. Pengujian Normalitas ... 64

5.1.3.2.2. Pengujian Multikolinearitas... 66

5.1.3.2.3. Pengujian Autokorelasi ... 68

5.1.3.2.4. Pengujian Heteroskedastisitas ... 68

5.1.4. Pengujian Hipotesis ... 70

5.1.4.1. Hasil Uji Statistik F Model 1 ... 70

5.1.4.2. Hasil Uji Statistik F Model 2 ... 71

5.1.4.3. Hasil Uji Statistik t Model 1... 72

5.1.4.4. Hasil Uji Statistik t Model 2... 73

5.1.4.5. Hasil Uji Adjusted R2 Model 1 ... 74

5.2.6. Hasil Uji Adjusted R2 Model 2 ... 75

5.1.5. Hasil Regresi Jalur ... 76

5.2. Pembahasan ... 77

5.2.1. TKF berpengaruh terhadap IPM ... 79

5.2.2. PAD berpengaruh terhadap IPM ... 79

5.2.3. Belanja Modal sebagai variabel Intervening berpengaruh positif terhadap Tingkat Kemandirian Fiskal. (FullMedition)... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Keterbatasan Penelitian ... 83

6.3. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Perkembangan TKF, PAD, BM dan IPM Provinsi Sumatera Utara ... 8

2.1. Nilai Maksimum Minimun Komponen IPM ... 17

2.2. Kualifikasi Kemampuan Keuangan Daerah ... 27

2.3. Daftar Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 37

4.1. Data Sampel Kabupaten Kota Sumatera Utara ... 44

4.2. Definisi Operasional Variabel ... 47

5.1. Hasil Analisis Data ... 56

5.2. Hasil Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov ... 60

5.3. Hasil Korelasi antara Variabel Independen ... 61

5.4. Hasil Tolerance dan VIF ... 61

5.5. Hasil Durbin-Watson ... 62

5.6. Hasil Uji Glejser ... 64

5.7. Hasil Uji One-Sample Kolmogorov Smirnov ... 66

5.8. Hasil Korelasi antara Variabel Independen ... 67

5.9. Hasil Tolerance dan VIF ... 67

5.10. Hasil Durbin-Watson ... 68

5.11. Hasil Uji Glejser... 70

5.12. Hasil Uji Statistik F ... 71

5.13. Hasil Uji Statistik t ... 73

5.14. Hasil Adjusted R2 ... 74


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia ... 20

3.1. Kerangka Konseptual 1 ... 38

3.2. Kerangka Konseptual 2 ... 39

5.1. Normal PP Plot ... 59

5.2. Scatterplot ... 63

5.3. Normal PP Plot ... 65


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Hasil Olah SPSS ... 87

2. Hasil Olah SPSS Model 1 ... 92

3. Hasil Olah SPSS Intervening ... 97


(17)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMANDIRIAN FISKAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP INDEKS

PEMBANGUNAN MANUSIA MELALUI BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI

SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal sebagai Variabel Intervening di Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kausal. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah sebanyak 33 Kabupaten Kota (25 Kabupaten dan 8 Kota) di Propinsi Kab/Kot Sumatera Utara. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 22 Kabupaten/Kota (15 Kabupaten dan 7 Kota) di mulai dari tahun 2005-2009. Dengan melakukan metode purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Dan hasil penelitian juga menunjukan bahwa Tingkat Kemandirian Fiskal melalui Belanja Modal sebagai variabel intervening berpengaruh secara tidak langsung terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

Kata Kunci : Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Indeks Pembangunan Manusia.


(18)

THE INFLUENCES OF INDEPENDENCE LEVEL OF FISCAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH ON THE HUMAN

DEVELOPMENT INDEX THROUGH THE CAPITAL EXPENDITURE ON

DISTRICTS/ CITIES IN PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRACT

This study aims to examine the effect of independence level of Fiscal and Pendapatan Asli Daerah of the Human Development Index through the Capital Expenditures as an intervening variable in the District/Cities North Sumatra Province.

This research is a kind of causal research. Data Collection was done by collecting secondary. The population was a total of 33 District Municipality (25 districs and 8 cities) in the Province District/Cities North Sumatra. The sample used in this study were 22 District/Cities (15 District and 7 Cities) at the start of year 2005-2009. By doing a purposive sampling method.

The result showed that the level of fiscal independence, Pendapatan Asli Daerah significant effect on the Human Development Index. And the research also showed that the level of fiscal independence through Capital Expenditures as an intervening variable effect indirectly to the Human Development Index.

Keywords : Fiscal Independence Level, Pendapatan Asli Daerah, Capital Expenditures, Human Development Index.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan daerah adalah suatu proses perubahan yang akan membuat keadaan di masa yang akan datang menjadi lebih baik dibandingkan dengan keadaan sekarang. Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya ialah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dan profesional dalam menjalankan pemerintahan serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Perubahan yang diharapkan berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat yang berada di daerah tersebut.

Sejak tahun 2001 telah terjadi perubahan yang cukup fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut terkait dengan dilaksanakannya secara efektif otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang telah direvisi dengan UU Nomor 33 Tahun 2004. Kedua Undang-Undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam


(20)

wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan dan mengelola segala potensi daerah dan pemberdayaan sumber daya setempat sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang menyumbangkan pajak dari sektor perkebunan yang terbesar di Indonesia selain Provinsi Riau. Provinsi Sumatera Utara pun dalam beberapa tahun belakangan ini telah memekarkan daerahnya menjadi beberapa kabupaten baru seperti Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Phakpak Barat, yang menunjukkan bahwa di Sumatera Utara masih terdapat potensi penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang masih dapat dikembangkan lagi. Beberapa daerah itu sedang berada dalam tahap pengembangan daerah, dan hal ini amat nampak dari perkembangan Kabupaten Serdang Bedagai yang menunjukkan perkembangan yang paling menonjol dibandingkan dengan daerah pemekaran lainnya.

Berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 Otonomi Daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, yaitu:

1. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Implikasi dari kewenangan otonomi


(21)

daerah menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (public service).

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, setiap daerah kabupaten/kota diharapkan mampu menggali secara optimal sumber-sumber keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Dengan demikian pelaksanaan otonomi daerah akan memungkinkan kemandirian fiskal bagi daerah kabupaten/kota. Dengan terciptanya kemandirian fiskal daerah maka pemerintah daerah akan mampu membiayai pembangunan daerahnya sesuai dengan tujuan daerah tanpa melibatkan kepentingan pusat atau campur tangan pemerintah pusat dalam proses pembangunan di daerah.

Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social welfare), kehidupan demokrasi yang semakin maju, adanya rasa keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi secara vertikal antar pusat dan daerah serta hubungan horizontal antar daerah. Pandangan itu sesungguhnya sejalan dengan arah kewenangan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan dalam rangka otonomi daerah. Tujuan lain dari pelaksanaan otonomi daerah adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban yang tidak perlu dan mendorong prakarsa dan kemampuan daerah sehingga daerah menjadi lebih mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan manusia, terutama kabupaten/kota sebagai motor pelaksana kebijakan tersebut. Dengan demikian daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat


(22)

melalui peningkatan pembangunan manusia yang tercermin dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meningkat.

Dengan melihat Tabel Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional diketahui bahwa Sumatera Utara menduduki peringkat yang sama dalam kurun waktu empat tahun yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 2009. Sumatera Utara menduduki peringkat ke delapan. Hal ini sangat berbeda jauh dengan Provinsi Riau yang memiliki peringkat ke tiga dari tahun yang sama dengan Sumatera Utara. (Sumber BPS). Sumatera Utara sebagai kota Metropolitan (yaitu kota terbesar nomor tiga untuk seluruh Indonesia) (Sumber BPS) tidak memiliki IPM yang berarti bagi pembangunan daerah nya dibandingkan dengan Propinsi Riau.

Paradigma pembangunan menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan peningkatan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Konsep pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Lebih luas dari definisi pembangunan yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia atau peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang sangat penting dalam strategi kebijakan pembangunan nasional. Penekanan terhadap pentingnya peningkatan sumber daya manusia dalam pembangunan menjadi suatu kebutuhan.


(23)

Jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran di Sumatera Utara yang sangat tinggi, dinilai perlu untuk terus ditekan persentasenya pada 2011. Sebab, bila dua hal ini tidak segera ditangani, dampaknya bisa menyebabkan kerawanan sosial dan terjadinya instabilitas di tingkat lokal. Dari akhir Desember 2009 hingga April 2010, sebaran penduduk yang menganggur masih menumpuk di perkotaan, dan sebaran penduduk miskin masih tetap dominan di pedesaan. Dengan kondisi seperti ini, Sumut perlu melakukan tekanan terhadap kinerja untuk mengentaskan dua hal tersebut. Karena dua hal ini memang jadi prioritas untuk dilakukan Sumut, yakni dengan mengarahkan program pembangunan ke kecamatan dan desa-desa miskin, serta dilakukan dengan pola padat karya. Dengan pola seperti ini, pelaksanaan program pembangunan Sumut yang diselaraskan dengan program nasional bisa mampu meningkatkan ketersediaan dan perbaikan serta pemeliharaan prasarana dan sarana fisik yang ada. Disebutkannya, jumlah penganguran terbuka tahun 2009 di Sumut masih tercatat sekitar 521 ribu jiwa (8,3 persen) dari total angkatan kerja. Sebaran jumlah pengangguran ini banyak terdapat di perkotaan. Sedangkan di pedesaan sebaran penduduk miskinnya masih besar yang pada 2009 mencapai 1,5 juta jiwa (11,51 persen).

Menurut laporan Human Development Report tahun 2005, jumlah penduduk miskin terbesar di Asia Tenggara adalah negara Indonesia yaitu sebesar 38.7 juta orang diikuti Vietnam (17.38), Kamboja (13.01) dan Myanmar (10.84). Indonseia menempati urutan ke 110, lebih rendah dibanding negara di Asia Tenggara lainnya


(24)

seperti Singapore (25), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (73) dan Filipina (84).

Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, menekankan perlu juga dipacu pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,3 – 6,8 persen per tahun, dengan inflasi yang dapat dikendalikan pada kisaran 4 – 6 persen per tahun pada 2011. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melalui Dirjen Pembangunan Daerah Kemendagri, Syamsul Arif juga menekankan agar Sumut bisa mencapai pertumbuhan ekonomi 6,50 persen pada 2011. Karena pertumbuhan itu bisa menekan angka penduduk miskin bisa mencapai 1.379.140 jiwa. Kemudian meningkatkan angka melek huruf hingga mencapai 98,21 persen, dan meningkatkan IPM menjadi 79,50. (sumber Batakpos) http;//tnp2k.wapresri.go.id

Kualitas manusia di suatu wilayah memiliki andil besar dalam menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan di wilayahnya. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu propinsi yang penting di Indonesia karena memiliki jumlah Pendapatan Asli Daerah yang besar.

Perkembangan tingkat kemandirian fiskal yang terjadi pada daerah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara memiliki dampak yang cukup signifikan khususnya pada daerah pemekaran yang telah mendapatkan otonomi daerah. Untuk tahun 2005 sebesar 116.83, kemudian tahun 2006 sebesar 140.46 selanjutnya untuk tahun 2007 telah terjadi pemekaran sebesar 82.23, untuk tahun 2008 sebesar 87.17 dan untuk tahun 2009 yaitu 88.69. Nilai ini didapat dari Laporan


(25)

Realisasi Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan Total Realisasi Penerimaan dikali seratus persen.

Pendapatan Asli Daerah Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat dari perkembangan PAD tahun 2005 sebesar Rp. 550.646.318,- kemudian pada tahun 2006 sebesar Rp. 782.328.308,- selanjutnya 2007 sebesar Rp.715.458.513,- tahun 2008 sebesar Rp. 791.853.116,- dan tahun 2009 sebesar Rp. 850.555.522,- .

Perkembangan Belanja Modal pada tahun 2005 sebesar Rp.119.799.630,-kemudian tahun 2006 sebesar Rp. 381.841.421,- untuk tahun 2007 sebesar Rp. 3.447.048.572,- selanjutnya tahun 2008 sebesar Rp. 3.311.981.552,- dan tahun 2009 sebesar Rp.2.982.349.256,- .

Pembangunan Manusia yang terjadi pada Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara tahun 2005-2009 juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Hal ini terlihat tahun 2005 sebesar 1584.4 kemudian mengalami kenaikan pada tahun 2006 yaitu 1595.2 selanjutnya untuk tahun 2007 yaitu 1604.22 tahun 2008 1614.1 dan untuk tahun 2009 sebesar 1623.25 .

Perkembangan TKF, PAD, BM dan IPM seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(26)

Tabel 1.1. Perkembangan TKF, PAD, BM dan IPM Provinsi Sumut (dalam Rupiah)

Ket 2005 2006 2007 2008 2009

TKF 116.83 140.46 82.23 87.17 88.69

PAD 550.646.318 782.328.308 715.458.513 791.853.116 850.555.52

BM 119.799.630 381.841.421 3.447.048.572 3.311.981.552 2.982.349.256

IPM 1584.4 1595.2 1604.22 1614.1 1623.25

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (data olahan).

Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Propinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan pembangunan daerah secara lebih mandiri. Melalui Perda Nomor 1 Tahun 2001, IPM telah dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan Provinsi Sumatera Utara.

Dari segi bentuk dan struktur yang ada, komponen pengeluaran pembangunan di seluruh Pemerintah Daerah diseragamkan menjadi 20 sektor, dari segi alokasi dana, pada pengeluaran pembangunan pun masih belum dilandasi oleh ukuran-ukuran kinerja yang baik. Seperti halnya pada pos pengeluaran rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang dipakai adalah aturan bahwa jumlah dana untuk pengeluaran pembangunan yang tertera dalam Anggaran Daerah adalah jumlah dana maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pos pengeluaran pembangunan. Dengan demikian, bila pada pengeluaran rutin Pemerintah Daerah cenderung menghabiskan dana, maka pada pengeluaran pembangunan hal yang sama juga terjadi.

Sebagian PAD dimaksudkan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Belanja modal untuk peningkatan


(27)

fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian Belanja Modal yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya. Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. Human Development Index digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika fasilitas publik dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang secara parsial dan simultan serta meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat.

Dengan demikian hal ini penting untuk dilakukan penelitian. Adapun penelitian yang diangkat Penulis “Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal sebagai Variabel Intervening Kabupaten Kota Propinsi Sumatera Utara”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perumusan masalah penelitiannya yaitu “Apakah Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja


(28)

Modal sebagai Variabel Intervening baik secara parsial maupun simultan di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris tentang pengaruh “Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal sebagai Variabel Intervening baik secara parsial maupun simultan di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara”.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatnya kepada yaitu : a. Bagi peneliti yaitu sebagai referensi mengenai Pengaruh Pendapatan Asli Daerah,

Tingkat Kemandirian Fiskal, dan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

b. Bagi pemerintah Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara untuk melihat seberapa jauh Indeks Pembangunan Manusia yang terdapat di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara serta melihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Sumatera Utara semenjak diberlakukannya Otonomi Daerah.


(29)

1.5 Originalitas

Ide penelitian ini diperoleh dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Pambudi (2008) dengan judul Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu:

Penelitian Pambudi (2008) mencoba melihat pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat, Lokasi yang dilakukan Pambudi adalah Provinsi Jawa Barat, adapun waktu penelitan selama empat tahun 2002-2006. Sedangkan penelitian ini akan mencoba melihat pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia melalui Belanja Modal sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Kota Provinsi Sumatera Utara. Lokasi penelitian yang dilakukan penulis adalah Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara dan waktu penelitian selama empat tahun 2005-2009.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Indeks Pembangunan Manusia. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama pelaksanaan penelitian.

2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia

Konsep pembangunan manusia adalah manusia sebagai kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Salah satu pengukuran pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia/Human Development Index merupakan suatu proses untuk dapat mengetahui kemampuan suatu daerah/negara dalam pencapaian dan pengembangan pembangunan.

Menurut Human Development Report (1990:1), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia (“a process of enlarging people’s choices”). Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Konsep atau definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas. Definisi ini lebih luas dari definisi


(31)

pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Dalam konsep pembangunan manusia pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sudut manusianya, bukan hanya dari pertumbuhan ekonominya. Sebagaimana dikutip dari Human Development Report (1995:118), sejumlah premis penting dalam pembangunan manusia diantaranya :

1. Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian.

2. Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka; oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus terpusat pada penduduk secara keseluruhan, dan bukan hanya pada aspek ekonomi saja.

3. Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan (kapabilitas) manusia tetapi juga pada upaya-upaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.

4. Pembangunan manusia didukung empat pilar pokok, yaitu: produktifitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan;

 Produktivitas

Penduduk harus dimampukan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan dan nafkah. Pembangunan ekonomi, dengan demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.


(32)

 Pemerataan

Penduduk harus memiliki kesempatan/peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

 Kesinambungan

Akses terhadap sumber daya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumber daya fisik, manusia, dan lingkungan selalu diperbaharui.

 Pemberdayaan

Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.

5. Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan untuk mencapainya.

2.1.1.1. Metode Pengukuran dan Penyusunan IPM

Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Indikator ini dipopulerkan oleh UNDP


(33)

melalui Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report-HDR) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1990 (NHDR, 1990). Sejak tahun 1990, UNDP mengadopsi suatu paradigma baru mengenai pembangunan, yang disebut Pradigma Pembangunan Manusia (PPM). Hal ini berbeda dengan paradigma pembangunan sebelumnya, yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi yang menempatkan pendapatan (diukur dengan GNP atau GDP per kapita) sebagai ukuran hasil pembangunan. Namun demikian konsep PPM dapat dianggap sebagai suatu konsep yang lebih komprehensif karena disamping memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek non-ekonomi, juga memperhitungkan keberhasilan pembangunan manusia dari aspek ekonomi. Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur upaya program pembangunan dari aspek manusia. IPM mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap paling mendasar, yaitu usia hidup, pengetahuan, dan hidup layak.

Untuk itu diperlukan suatu indikator komposit yang dapat menggambarkan perkembangan pembangunan manusia secara berkelanjutan. IPM adalah suatu indikator pembangunan manusia yang diperkenalkan UNDP pada tahun 1990. Pada dasarnya IPM mencakup tiga komponen yang dianggap mendasar bagi manusia dan secara operasional mudah dihitung untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan manusia.

IPM/HDI digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: lama hidup, yang diukur dengan angka harapan ketika lahir; pendidikan, diukur berdasarkan rata-rata lama


(34)

sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan standar hidup, yang diukur dengan konsumsi per kapita untuk semua negara seluruh dunia. Nilai indeks ini berkisar antara 0-100.

IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia:

 hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran.

 Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).

 Standart kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity (PPP) dalam Dollar AS.

IPM juga digunakan untuk dapat mengelompokan apakah sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang serta untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.

Tabel 2.1

Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Indikator Kompenen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum Keterangan Angka Harapan Hidup (e0) 25 85 Standar UNDP Angka Melek 0 Huruf (Lit) 0 100 Standar UNDP Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 0 15 Standar UNDP Kemampuan Daya Beli (PPP) 300.000 (1996) 737.720 UNDP digunakan

360.000 (1999)b PDB RillPerKapita Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara


(35)

2.1.1.2. Metode Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia

Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks, yaitu: 1) Indeks angka harapan hidup ketika lahir; 2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah (rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun keatas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani) dan angka melek huruf Latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih); dan 3) Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP-Purchasing Power Parity/paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus:

IPM = (X1+X2+X3)/3 dimana:

X1 = angka harapan hidup X2 = tingkat pendidikan

X3 = tingkat kehidupan yang layak

Secara detail, prosedur penghitungan IPM dapat dilihat dalam publikasi Indonesia Laporan Pembangunan Manusia 2001 (BPS, Bappenas, dan UNDP, 2001: 154-1560).

Untuk setiap komponen IPM, masing-masing indeks dapat dihitung dengan ketentuan umum berikut :


(36)

A. Peluang Hidup (Longevity)

Usia hidup diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir (life expectancy at birth) yang dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Pada komponen angka umur harapan hidup, angka tertinggi sebagai batas atas untuk penghitungan indeks dipakai 85 tahun dan terendah adalah 25 tahun.

B. Pengetahuan (Knowledge)

Untuk mengukur dimensi pengetahuan penduduk digunakan 2 indikator yaitu: rata-rata lama sekolah (mean year schooling) dan angka melek huruf. Angka rata-rata lama sekolah menggambarkan jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas dalam menjalani pendidikan formal. Sedangkan angka melek huruf adalah persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan atau huruf lainnya. Proses penghitungannya, kedua indikator tersebut digabung setelah masing-masing diberi bobot. Rata-rata lama sekolah diberi bobot sepertiga dan angka melek huruf diberi bobot dua pertiga. Untuk penghitungan indeks, batas maksimum untuk angka melek huruf dipakai 100 dan minimum 0 (nol), yang menggambarkan kondisi 100 persen atau semua masyarakat mampu membaca dan menulis dan nilai 0 mencerminkan sebaliknya.


(37)

 

C. Standard Hidup Layak (Decent Living)

Angka standard hidup layak diukur dengan pengeluaran per kapita yang didasarkan pada Purchasing Power Parity (paritas daya beli dalam rupiah) bisa juga menggunakan indikator GDP perkapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) atau menggunakan indikator rata-rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan (adjusted real per capita expenditure). Konsep Pembangunan Manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:

– Tinggi : IPM lebih dari 80,0 – Menengah Atas : IPM antara 66,0 – 79,9 – Menengah Bawah : IPM antara 50,0 – 65,9 – Rendah : IPM kurang dari 50,0

Gambar 2.1. Perhitungan Indeks Pembangunan Manusia

Sumber : Buku Panduan Kongres Nasional Pembangunan Manusia, Menko Kesra dan TKPK, 2006


(38)

2.1.1.3. Pembangunan Manusia di Indonesia

Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian dijabarkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep pembangunan manusia. Konsep pembangunan manusia seutuhnya merupakan konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.

Azas pemerataan merupakan salah satu trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah dengan memberikan pengaruh yang sangat besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Juga upaya pemberdayaan dilakukan usaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan Program Kukesra serta Takesra.

Pembangunan di bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini


(39)

secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari berbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.

Sebelum krisis tahun 1998 Indonesia berhasil membangun hak-hak dasar manusia, mentransfer pertumbuhan ekonomi yang tinggi kepada pembangunan manusia. Dimulai dari tingkat rendah pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam bidang pembangunan manusia, rangking global Indonesia sama dengan rangking pendapatan per perkapitanya.

Kemajuan ini dicapai sebagai hasil dari kombinasi pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk, yang menyebabkan pertumbuhan yang substansial pada standar kehidupan dan laju penurunan angka kemiskinan.

Disamping ini, berbagai dimensi pembangunan manusia memiliki hubungan yang bersinergi dan saling memperkuat satu sama lain. Sangat penting untuk mengadakan dukungan pemerintah dalam berbagai bidang, dan hal ini tidak mudah tetapi dengan pendekatan yang serius akan dapat ditangani. Hal ini memerlukan partisipasi aktif dari pada pemerintah dan masyarakat. Di Indonesia porsi pengeluaran publik sebagai bagian dari GDP adalah rendah. Pengeluaran publik dalam pelayanan bidang ini cukup rendah dibandingkan dengan rata-rata negara berkembangan.


(40)

Walaupun satu faktor kompensasi ialah bahwa pengeluaran ini dipusatkan kepada pelayanan dasar, dengan jumlah yang berarti kepada pemenuhan pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar.

Pengeluaran pemerintah yang rendah ini harus diimbangi dengan pengeluaran swasta yang lebih tinggi. Hal ini sangat jelas pada sektor kesehatan, dimana pengeluaran swasta mencapai 80%, sedangkan pemerintah hanya sekitar 20%. Pengeluaran pemerintah untuk pelayanan dasar kesehatan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat untuk semua kelas sedangkan pengeluaran swasta hanya cenderung untuk golongan.

Seperti dalam sektor kesehatan, dalam sektor pendidikan juga terdapat pembagian kelas. Walaupun kurang nyata seperti pada sektor kesehatan. Hasil dari pada pendidikan pada tingkat tertentu akan tergantung kepada pengaruh keluarga, terutama tentang tingkat pendidikan orang tua dan dengan keluarga untuk meninggalkan sekolah dalam rangka bekerja.

Dalam hal pendidikan, pengeluaran pemerintah cenderung memiliki efek yang sama karena sebagian besar tingkat pendidikan dasar dan tingkat menengah diselenggarakan oleh pemerintah. Sebagai hasilnya maka hampir tidak ada perbedaan angka partisipasi antara golongan pendapatan yang rendah. Walaupun demikian terdapat perbedaan yang nyata untuk tingkat menengah. Angka partisipasi 20% golongan kaya adalah 72%, sedangkan untuk 20% golongan miskin 50%. Banyak pula yang drop out sebelum menyelesaikan pendidikan tingkat dasar. Perbedaan ini


(41)

juga nampak pada kemampuan baca tulis untuk tahun 2002 golongan miskin mencapai 87% sedangkan golongan kaya 98%.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi IPM diantaranya: 1) Angka Melek Huruf penduduk dewasa yaitu Proporsi penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf Latin atau huruf lainnya. 2) Angka Harapan Hidup pada waktu lahir (e0) yaitu Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. 3) Rata-rata Lama Sekolah, yaitu Rata-rata jumlah tahun yang dihasilkan oleh penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. 4) Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity=PPP) yaitu Indikator ekonomi yang digunakan untuk melakukan perbandingan harga-harga riil antar wilayah Provinsi dan antar Kabupaten/Kota. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu daerah (Provinsi/Kabupaten) memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan formulir Atkinson. 5) Produksi Shortfall yaitu Mengukur keberhasilan pembangunan manusia dipandang dari jarak antara yang dicapai terhadap kondisi ideal (IPM=100). Nilai Shortfall yang lebih besar menandakan peningkatan IPM yang lebih cepat. Pengukuran ini didasarkan asumsi, laju perubahan tidak bersifat linier, tetapi laju perubahan cenderung melambat pada tingkat IPM yang lebih tinggi.


(42)

2.1.2. Konsep Kemandirian Fiskal

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang yang dilakukan untuk mencapai aspek pertumbuhan wilayah (efficiency), pemerataan (equity) dan berkelanjutan (sustainability) yang lebih berdimensi lokal dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Perubahan paradigma pembangunan dari sentralisasi menjadi desentralisasi menempatkan pemerintah daerah sebagai partner pemerintah pusat dalam melaksanakan pembangunan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Hal ini tentunya harus didukung dengan keuangan daerah yang memadai, dimana daerah mampu memenuhi kebutuhan pembangunan daerahnya sendiri sehingga daerah dapat dikatakan mandiri.

Menurut Kartasasmita dalamTriastuti (2005:70), bahwa kemandirian adalah hakikat dari kemerdekaan yaitu hakikat dari setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi adalah memberikan peluang bagi kemandirian daerah untuk mengelola keuangannya sendiri melalui pelimpahan kewenangan dalam bentuk desentralisasi fiskal. Kemandirian fiskal menjadi hal yang sangat penting bagi daerah, terutama terkait dengan sumbangan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri.

Menurut Halim (2004:60), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi adalah:

1. Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan


(43)

menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan.

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Kedua ciri tersebut akan mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah. Secara konseptual, pola hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah harus sesuai dengan kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya dapat diukur melalui kinerja keuangan daerah. Semakin baik kinerja keuangan suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan yang positif dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan pembangunan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi pada daerah tersebut. Dengan kata lain menurut Zaenudin (2008), keberhasilan pengembangan otonomi daerah dapat dilihat dari derajat otonomi fiskal daerah, yaitu perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Total Penerimaan Daerah (TPD). Tim Fisipol UGM dan Balitbang Depdagri RI dalam Triastuti (2005) membuat klasifikasi tentang kemampuan daerah (Tabel 2.1). Dikatakan bahwa kemampuan keuangan daerah merupakan kemampuan Daerah Tingkat (Dati) II (sekarang kabupaten/kota) dalam


(44)

membiayai urusan-urusan rumah tangganya, khususnya yang berasal dari PAD, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.2. Kualifikasi Kemampuan Keuangan Daerah Skala Persentase PAD thdp TPD Kualifikasi

1 0,00 % - 10,00 % Sangat Kurang

2 10,01 % - 20,00 % Kurang

3 20,01 % - 30,00 % Sedang

4 30,01 % - 40,00 % Cukup

5 40,01 % - 50,00 % Baik

6 > 50,00 % Sangat Baik

Sumber: Tim Fisipol UGM & Balitbang Depdagri dalamTriastuti (2005) 2.1.3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Menurut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah adalah: meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah.


(45)

Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari:

a. hasil pajak daerah, b. hasil retribusi daerah,

c. laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) d. lain-lain pendapatan yang sah

2.1.3.1. Pajak Daerah

Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik.

Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah.

2.1.3.2. Retribusi Daerah

Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.


(46)

Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : 1. retibusi dipungut oleh negara,

2. dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, 3. adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk,

4. retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/ mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.

Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi :

1. Retribusi Jasa Umum, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan,

2. Retribusi Jasa Usaha, yaitu: retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta.

2.1.3.3. Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat penting dan selalu mendapat perhatian khusus adalah laba Badan Usaha Milik Daerah.

1. Laba Badan Usaha Milik Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat: a. memberi jasa,

b. menyelenggarakan pemanfaatan umum, c. memupuk pendapatan.


(47)

2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang adil dan makmur.

3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah.

4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2.1.3.4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang Sah

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2005 tentang Standart Akuntansi Pemerintahan, Pendapatan Lain-lain yang Sah terdiri dari: Pendapatan Hibah, Pendapatan Dana Darurat (Bencana Alam) dan Pendapatan Lainnya misalnya Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.


(48)

2.1.4. Belanja Modal

Belanja Modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 huruf c Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan Permendagri Nomor 13/2006, Tentang pengelolaan Keuangan Daerah digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan.

Selanjutnya pada pasal 53 ayat 2 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 ditentukan bahwa nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/ pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Kemudian pada pasal 53 ayat 4 Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebutkan bahwa Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi sebagai dasar pembebanan belanja modal selain memenuhi batas minimal juga pengeluaran anggaran untuk belanja barang tersebut harus memberi manfaat lebih satu periode akuntansi bersifat tidak rutin. Ketentuan hal ini sejalan dengan PP 24 Tahun 2004 yang sekarang sudah berubah menjadi PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan khususnya PSAP no 7, yang mengatur tentang akuntansi aset tetap.

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Menurut Halim (2004:73), belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih satu


(49)

tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Belanja modal dapat juga disimpulkan sebagai pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, rneningkatkan kapasitas dan kualitas aset.

Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal. Dalam belanja ini termasuk untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan maupun dalam bentuk fisik lainnya, seperti buku, binatang dan lain sebagainya yang berpedoman dan lain sebagainya dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 yang sekarang diatur dalam PP No. 71 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Belanja Modal Tanah yaitu semua biaya yang diperlukan untuk pengadaan/ pembelian/pembebasan/penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah dan pengeluaran-pengeluaran lain yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi tanah.


(50)

Belanja Modal Peralatan dan Mesin yaitu jumlah biaya untuk pengadaan alat-alat dan mesin yang dipergunakan dalam pelaksanaan kegiatan sampai siap untuk digunakan. Dalam jumlah belanja ini termasuk biaya untuk penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin dan diharapkan dapat meningkatkan nilai aktiva, serta seluruh biaya pendukung yang diperlukan.

Belanja Modal Gedung dan Bangunan meliputi jumlah biaya yang digunakan untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan kegiatan pembangunan gedung yang persentasenya mengikuti Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya untuk pembangunan gedung dan bangunan.

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan yaitu biaya untuk pengembalian penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan prasejarah dan sarana yang berfungsi atau merupakan bagian dari jaringan pengairan (termasuk jaringan air bersih), jaringan instalasi distribusi listrik dan jaringan telekomunikasi serta jaringan lain yang berfungsi sebagai prasarana dan sarana fisik distribusi instalasi.

Belanja Modal fisik lainnya adalah jumlah biaya yang digunakan untuk perolehan melalui pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam perkiraan belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan (jalan, irigasi) dan belanja modal non fisik, yang termasuk dalam belanja modal non fisik antara lain: kontrak sewa beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-barang purbakala dan barang-barang musium, serta hewan ternak, buku-buku dan jurnal ilmiah.


(51)

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu 1. Pambudi (2008)

Penelitiannya berjudul: ”Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Kota di Provinsi Jawa Barat”. Dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Lokasi penelitian ini Jawa Barat. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk melihat perkembangan pencapaian IPM dan komponen penyusunnya serta tingkat kemandirian fiskal yang dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten/kota diPropinsi Jawa Barat selama tahun 2002 hingga tahun 2006. Analisis kuantitatif dengan metode panel data dilakukan untuk melihat hubungan antara PAD dengan DAU, hubungan antara PAD dengan IPM, serta hubungan antara komponen PAD denganIPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian komponen IPM, antara lainAngka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP) kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten.

2. Sinullingga (2009)

Penelitiannya berjudul: “Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan)”. Dengan periode penelitiannya dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Variabel dependen pada penelitian ini adalah IPM yang dinilai dengan nilai IPM


(52)

sedangkan variabel independennya yaitu sektor pendidikan (X1), sektor kesehatan (X2), sektor transportasi (X3), sektor pembangunan daerah (X4), sektor perumahan (X5), sektor industir (X6) dan sektor tenaga kerja (X7). Hasilnya mnyimpulkan bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponene peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM. Untuk tahap penelitian ini, dikemukakan yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.3. Harahap (2010)

Penelitiannya berjudul: “Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara”. Penelitian ini merupakan penelitian hubungan kausal untuk membuktikan secara empiris pengaruh DAU, DAK dan DBH terhadap IPM. Penelitian ini dilakukan dengan cara menguji variabel-variabel penelitian melalui pembentukan model analisis dengan prosedur statistik kemudian


(53)

diambil intepretasi untuk dijadikan dasar pengambilan kesimpulan. Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi: data dari BPS provinsi di Sumatera Utara, yang terdiri dari 33 kabupaten/kota. Penelitian ini menggunakan metode Purposive Sampling, dengan kriteria sampel yang dipilih adalah data DAU, DAK, DBH dan IPM yang lengkap dan pemekaran kab/kota dibawah tahun 2007. Data DAU, DAK, DBH merupakan data tahun 2005, 2006, 2007 sedangkan data IPM merupakan data tahun 2006, 2007, 2008. Dari kriteria sampel yang dipilih hanya 25 kabupaten/kota.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Budi Sinulingga (2007) bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan Sektor-sektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM.


(54)

Tabel 2.3. Daftar Tinjauan Peneliti Terdahulu Nama

Peneliti/T ahun

Judul Penelitian Variabel Terkait Hasil Penelitian

Septian Bagus Pambudi (2008) Budi D. Sinulling ga (2009) Riva Ubar Harahap (2010) Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan) Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Pada Kabupaten/Kota Di Propinsi Sumatera Utara Tingkat Kemandirian Fiskal (Variabel Independen) Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen) Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah (Variabel Independen), Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen) Dana Alokasi Umum (Variabel Independen), Dana Alokasi Khusus (Variabel Independen) dan Dana Bagi Hasil (Variabel Independen) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia (Variabel Dependen)

Kesimpulan penelitian ini bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencapaian komponen IPM, antara lainAngka Harapan Hidup (AHH), Angka Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Purchasing Power Parity (PPP) kabupaten/kota di Jawa Barat untuk daerah perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah kabupaten.

Kesimpulan penelitian ini bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Selama tahun penelitian 1995-2005 sektor-sektor pengurangan kesenjangan ini anggarannya sangat kecil sekali dibandingkan dengan sektor-sektor infrastruktur. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor transportasi dan pembangunan daerah juga mempunyai pengaruh terhadap IPM melalui pertumbuhan ekonomi dan besarnya belum termasuk dalam penelitian ini. Sektor yang secara langsung menangani komponen peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM, yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis.

Kesimpulan penelitian ini bahwa pengujian secara simultan menunjukkan bahwa DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Hal ini sejalan dengan penelitian Budi Sinulingga (2007) bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sedangkan Sektor-sektor infrastruktur memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM.


(55)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konseptual

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting (Sugiono, 2008:60). Dalam penelitian ini, variabel independen adalah Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah, sedangkan variabel dependennya adalah Indeks Pembangunan Manusia, sedangkan variabel interveningnya adalah Belanja Modal.

Kerangka konseptual penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kemandirian Fiskal (X1)

Indeks Pembangunan Manusia (Y)

PAD (X2)


(56)

Variabel Independen Variabel Intervening Variabel Dependen

Kemandirian Fiskal (X1)

IPM (Y)

PAD

(X2) 

Belanja Modal (Z)

Gambar 3.2. Kerangka Konseptual 2

Berdasarkan penjelasan literatur peneliti membentuk kerangka konseptual 1 yang menggambarkan hubungan secara simultan dan parsial antara variabel independen dan dependen. Sedangkan untuk kerangka konseptual 2 menggambarkan hubungan secara simultan dan parsial antara variabel independen, intervening dan dependen.

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu Tingkat Kemandirian Fiskal dan Pendapatan Asli Daerah, variabel intervening dalam penelitian ini adalah Belanja Modal dan variabel dependen dalam penelitian ini yakni IPM. Diduga untuk kerangka konseputal 1 akan berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap IPM

Tanda panah dalam kerangka konseptual 2 menunjukkan bahwa PAD, TKF dan BM diduga berpengaruh baik secara simultan maupun parsial terhadap IPM.

Kemandirian Fiskal adalah kemampuan keuangan daerah khususnya kabupaten/kota dalam membiayai urusan-urusan rumah tangganya, khususnya yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah.


(57)

PAD adalah Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Pendapatan Asli Daerah lain-lain yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset lainnya yang ditetapkan pemerintah.

3.2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka konseptual yang telah digambarkan dan dijelaskan sebelumnya maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara

simultan dan parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia.

2. Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, berpengaruh terhadap


(58)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008:67) menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat eksperimen, dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

Variabel Intervening adalah variabel yang terletak di antara variabel independen dan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen. Belanja Modal digunakan sebagai variabel intervening untuk mengetahui apakah hubungan antara Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia adalah hubungan langsung atau tidak langsung melalui Belanja Modal. Peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk memberikan bukti empiris dan menganalisis Kemandirian Fiskal dan Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal yang berdampak lebih lanjut terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara.


(59)

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu antara tahun 2005-2009. Sedangkan penelitian yakni selama 16 minggu (Oktober - Januari).

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Sugiyono (2007) menyatakan bahwa “Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah laporan realisasi APBD dan Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah Purposive Sampling yang merupakan teknik penentuan sampel anggota

populasi dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2007). Kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah:

1. Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera Utara yang rutin menerbitkan laporan

realisasi APBD dari tahun 2005-2009.

2. Provinsi Sumatera Utara memiliki 33 Kabupaten/Kota dan mengambil sempel 22

Kabupaten/Kota yang terdiri dari 15 Kabupaten dan 7 Kota, dan tahun amatan dilakukan selama 5 tahun, di mulai dari tahun 2005-2009.


(60)

Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data cross-section. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik tertentu (Kuncoro, 2003) yang disebut dengan pooling data atau combined model. Sampel data berjumlah 22 Kab/Kot sedangkan time series yang digunakan pada tahun 2005 sampai 2009 (5 tahun), sehingga jumlah amatan menjadi 110 (22x5).

Tabel 4.1. Data Sampel Kabupaten/Kota Sumut

Kriteria

No Nama Kabupaten/Kota

1 2 Jumlah

1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1

2 Kabupaten Batu Bara X X -

3 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2

4 Kapubaten Deli Serdang √ √ Sampel 3

5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 4

6 Kabupaten Tanah Karo √ √ Sampel 5

7 Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 6

8 Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -

9 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -

10 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7

11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 8

12 Kabupaten Nias √ X -

13 Kabupaten Nias Barat X X -

14 Kabupaten Nias Selatan √ X -

15 Kabupaten Nias Utara X X -

16 Kabupaten Padang Lawas X X -

17 Kabupaten Padang Lawas Utara X X -

18 Kabupaten Pakpak Barat √ √ Sampel 9

19 Kabupaten Samosir √ X -

20 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 10

21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 11

22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 12

23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 13

24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 14


(61)

26 Kota Binjai √ √ Sampel 16

27 Kota Gunung Sitoli X X -

28 Kota Medan √ √ Sampel 17

29 Kota Padangsidempuan √ √ Sampel 18

30 Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 19

31 Kota Sibolga √ √ Sampel 20

32 Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 21

33 Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 22

4.4. Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian merupakan faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam penentuan metode pengumpulan data. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang sudah diolah secara statistik Dan yang telah dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara.

4.5. Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini menggunakan dua variabel independen, satu variabel intervening dan satu variabel dependen. Definisi operasional variabel pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Tingkat Kemandirian Fiskal merupakan kemampuan keuangan daerah, yang

berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Variabel ini diukur dengan


(62)

menggunakan skala rasio, persentase penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah (TPD) dikali seratus persen.

2. Pendapatan Asli Daerah bersumber dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan lain-lain pendapatan yang sah. PAD adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi PAD yang diperoleh dari APBD Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara.

3. Belanja Modal yaitu pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan

modal, antara lain untuk pembangunan, peningkatan dan pengadaan serta kegiatan non fisik yang mendukung pembentukan modal. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala rasio, yaitu realisasi pengeluaran Belanja Modal Kab/Kot Provinsi Sumatera Utara.

4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI)

merupkan pengukuran dari Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Rata-rata

Lama Sekolah, Kemampuan Daya Beli (Purchasing Power Parity=PPP). IPM

digunakan untuuk mengklasifikasikan negara maju, negara berkembang dan negara miskin.


(63)

Tabel 4.2.Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Parameter Skala

Pengukuran Variabel

Dependen

IPM (Y)

Proses untuk dapat engetahui kemampuan suatu daerah/negara dalam pencapaian dan

pengembangan pembangunan.

Pengukuran

perbandingan dari angka melek huruf penduduk dewasa, angka harapan hidup pada waktu lahir, rata-rata lama sekolah, Kemampuan daya beli

(Purchasing Power

Parity=PPP), Produksi Shortfall.

Rasio Variabel Independen PAD (X1) Realisasi anggaran penerimaan asli daerah yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, pembagian hasil BUMD, dan lain-lain PAD yang dianggap sah, dipungut berdasarkan peraturan pemerintah daerah. Realisasi penerimaan PAD Pemerintah Kab/Kot Sumatera Utara 2005-2009 Rasio TKF (X2)

Kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan dana dari sumber pendapatan asli daerah.

Penerimaan PAD dibagi dengan Total Penerimaan Daerah (TPD) Kab/Kot Sumatera Utara 2005-2009 Rasio Variabel Intervening Belanja Modal (Z Pengeluaran yang dilakukan dalam rangka kegiatan Pengadaan, sarana dan prasarana fisik pembangunan, peningkatan atas indikator kesehatan, pendidikan dan ekonomi

Realisasi

pengeluaran Belanja Modal Pemerintah Kab/Kot di Sumatera Utara 2005-2009


(1)

Lampiran III. Hasil Olah SPSS Intervening Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 72.509 .209 347.305 .000

1

TKF 1.223E-8 .000 .390 4.400 .000

a. Dependent Variable: IPM

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 72.288 .248 291.530 .000

1

PAD .135 .034 .356 3.955 .000

a. Dependent Variable: IPM

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 72.361 .277 261.650 .000

1

BM 6.005E-9 .000 .265 2.860 .005

a. Dependent Variable: IPM

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 72.397 .265 273.181 .000

TKF 1.096E-8 .000 .350 3.289 .001

1

BM 1.660E-9 .000 .073 .690 .492

a. Dependent Variable: IPM


(2)

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 71.900 .292 246.269 .000

PAD .122 .034 .321 3.597 .000

1

BM 4.823E-9 .000 .213 2.388 .019

a. Dependent Variable: IPM

Coefficientsa Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Constant) 6.758E7 8371166.607 8.073 .000 1

TKF .761 .111 .549 6.830 .000

a. Dependent Variable: BM

Coefficients Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients Model

B Std. Error Beta t Sig.

(Consta nt)

8.034E7 1.157E7 6.946 .000

1

PAD 2727691.459 1590981.941 .163 1.714 .089 a. Dependent Variable: BM


(3)

Lampiran IV. Data Penelitian

(Dalam Rupiah, persentase) No Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kab. Mandailing Natal 2,44 2,32 2,27 2,11 1,77 2 Kab. Tapanuli Selatan 1,99 2,97 2,85 2,75 4,17 3 Kab. Tapanuli Tengah 2,37 2,82 2,57 2,45 2,91 4 Kab. Tapanuli Utara 3,31 2,63 2,08 1,79 2,23 5 Kab. Toba Samosir 5,03 4,47 1,86 2,44 2,09 6 Kab. Labuhan Batu 5,86 5,33 3,69 3,75 5,05

7 Kab. Asahan 5,85 4,34 3,60 2,99 2,77

8 Kab. Simalungun 4,54 3,85 3,71 3,10 4,64

9 Kab. Dairi 2,63 2,29 2,10 2,22 2,82

10 Kab. Karo 5,24 4,01 3,11 4,62 3,99

11 Kab. Deli Serdang 11,21 7,24 7,01 7,69 7,80 12 Kab. Langkat 3,71 2,69 3,59 2,69 3,43 13 Kab. Humbang.H 2,50 2,27 2,01 2,28 1,97 14 Kab. Pakpak Barat 1,75 1,54 1,54 1,92 1,82 15 Kab. Serdang Bedagai 4,99 3,07 2,04 3,77 2,91 16 Kota Sibolga 3,80 3,59 2,18 3,54 3,92 17 Kota Tanjung Balai 5,36 3,80 3,58 3,13 4,09 18 Kota Pematang.S 6,36 5,06 4,59 5,01 4,05 19 Kota Tebing Tinggi 4,11 47,55 4,29 4,77 4,23 20 Kota Medan 24,41 22,29 18,26 18,33 14,77

21 Kota Binjai 6,74 3,61 2,69 3,44 4,21

22 Kota Padang.S 2,64 2,72 2,60 2,38 3,07


(4)

(Dalam Ribuan Rupiah) No Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kab. Mandailing Natal 5801500 9295720 11311080 12165818 10085650 2 Kab. Tapanuli Selatan 7547546 18389383 21752835 23425463 23006401

3 Kab. Tapanuli Tengah 5697235 8598345 10544158 11231152 13316530

4 Kab. Tapanuli Utara 6954793 9665704 9718210 9000282 12616652

5 Kab. Toba Samosir 8617024 13588094 7268449 10527467 9661372

6 Kab. Labuhan Batu 25454818 38976417 36771409 39842558 39013695

7 Kab. Asahan 23100001 29143500 31030123 22642871 21076220

8 Kab. Simalungun 18822379 26803259 31560621 30544580 45517693

9 Kab. Dairi 5243095 8047422 8788285 11441646 14244491

10 Kab. Karo 12750000 17007157 18191160 28172533 27186838

11 Kab. Deli Serdang 59145801 62301849 76696878 97895194 103686291

12 Kab. Langkat 16834743 18640503 32122090 25056750 33987115

13 Kab. Humbang.H 3087312 6332872 7576209 9145245 8039936

14 Kab. Pakpak Barat 1373000 2988976 3970484 5531777 5282210

15 Kab. Serdang Bedagai 12896921 13073219 10275010 21468431 19018703

16 Kota Sibolga 6057446 7831431 8521967 11677675 12820154

17 Kota Tanjung Balai 9574573 10319734 11698025 12636177 16525446

18 Kota Pematang.S 14923315 16207940 18789657 23591867 20458428

19 Kota Tebing Tinggi 6851238 133859446 15255982 18463969 17339056

20 Kota Medan 282228792 312862350 324263785 344509313 368564026

21 Kota Binjai 13002786 11132852 10312323 13842575 17272606


(5)

(Dalam Ribuan Rupiah) N

o Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kab. Mandailing

Natal 5974243 20202379

16187613 4

14744082

7 90022986

2 Kab. Tapanuli

Selatan 4815721 4770272

16674580 2 23369197 6 16957308 4 3 Kab. Tapanuli

Tengah 6920539 4767890

12993239 5 12941991 1 11911680 2 4 Kab. Tapanuli Utara

6621066 11576077

12751444 9

12928162

2 84246146 5 Kab. Toba Samosir

269192 6626021

11014118

1 99196006

13094687 9 6 Kab. Labuhan Batu

8702088 6210981 23690996 4 12361452 0 19172294 6 7 Kab. Asahan

4319299 17119272

21936484 9

19170160

7 94289004 8 Kab. Simalungun

2322145 12212350 17630114 2 27817704 2 20090349 1 9 Kab. Dairi

3384668 9901941

11665996 6

13724222

5 92800497 10 Kab. Karo

2874290 5122211 18098010 2 10394616 9 14821083 2 11 Kab. Deli Serdang

6153885 8709593 31168440 6 31620977 8 29117716 4 12 Kab. Langkat

5504113 12073839 15725388 7 10853980 2 11864917 5

13 Kab. Humbang.H 1000260

9 13771860 16163426 3 15633475 4 12401997 3 14 Kab. Pakpak Barat

258970 10868942 12037008 3 11098601 1 10234497 3 15 Kab. Serdang

Bedagai 1721699 5 13147645 10667264 1 87524048 10951544 8

16 Kota Sibolga 1594055 2936143 81052639 96953034 67784122

17 Kota Tanjung Balai

5554200 4353546 10074441 0 13993103 4 11765885 3

18 Kota Pematang.S 3224901 7266436 82617517 74842426 86407152

19 Kota Tebing Tinggi

2147794 7336690 12086555 3 10878322 8 11103362 8

20 Kota Medan 1643938

9 18658469 0 41309393 2 39134776 7 41726568 6

21 Kota Binjai 2395832 9006767 77541468 76786613 56608670

22 Kota Padang.S 3103636 7275876 87091789 70031152 58051745


(6)

 

(Dalam Persentase) No Kabupaten/Kota 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kab. Mandailing Natal 68,8 69,4 69,51 69,92 70,27 2 Kab. Tapanuli Selatan 72,2 72,5 72,96 73,33 73,64 3 Kab. Tapanuli Tengah 68,9 69,5 70,01 70,48 70,91 4 Kab. Tapanuli Utara 72,1 72,6 72,99 73,53 73,85 5 Kab. Toba Samosir 74,5 75,2 75,33 75,75 76,22 6 Kab. Labuhan Batu 71,1 72 72,54 73,08 73,61 7 Kab. Asahan 70,1 70,7 71,16 71,57 72,38 8 Kab. Simalungun 71,3 71,7 72,13 72,49 73,13 9 Kab. Dairi 70,5 71,3 71,49 72,01 72,38

10 Kab. Karo 73,5 73,5 74,01 74,43 74,84

11 Kab. Deli Serdang 72,4 73,2 73,76 74,36 74,67 12 Kab. Langkat 71,3 71,5 71,83 72,24 72,82 13 Kab. Humbang.H 69,8 70,5 70,79 71,24 71,64 14 Kab. Pakpak Barat 68,7 69,1 69,47 69,95 70,36 15 Kab. Serdang Bedagai 71,2 71,5 72,2 72,59 72,94 16 Kota Sibolga 73,2 73,7 73,93 74,39 74,82 17 Kota Tanjung Balai 71,6 71,9 72,8 73,26 73,64 18 Kota Pematang.S 75,4 75,6 76,22 76,7 76,99 19 Kota Tebing Tinggi 74,3 75 75,27 75,69 76,1 20 Kota Medan 75,8 75,9 76,52 76,95 77,18 21 Kota Binjai 74,4 75,3 75,51 75,88 76,09 22 Kota Padang.S 73,3 73,6 73,79 74,26 74,77