Pengaruh Clo2 Strenght Terhadap Brighness Pulp Di Menara Khlorin Dioksida Pada Unit Bleaching Plant Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea

(1)

PENGARUH ClO2 STRENGHT TERHADAP BRIGHNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA UNIT BLEACHING PLANT

DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

APRI SUSIANTO TIOPAN SITORUS 112401023

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PENGARUH ClO2 STRENGHT TERHADAP BRIGHNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA UNIT BLEACHING PLANT

DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya

APRI SUSIANTO TIOPAN SITORUS 112401023

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

ABSTRAK

Pengaruh ClO2 strenght terhadap brightness pulp di menara khlorin dioksida pada

unit bleaching plant adalah pemutihan tahap pertama, bermula dari pulp berwarna coklat menjadi putih dengan pemakaian ClO2. Pemutihan dilakukan dengan dua kali

pencampuran pada pulp antara ClO2 flow 1 dan 2 dalam liter per menit dengan

konsistensi pulp sebesar 5%. Hasil pembahasan yang diperoleh bahwa pengaruh ClO2

strenght untuk pemberian yang tidak seragam, nilai (rate) semakin bertambah akan berpengaruh terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp. Dalam penentuan garis persamaan regresi diperoleh, hubungan Y = 6.5 + 0.001(60) pada brightness 42.4o berdasarkan ISO. Pada pemberian yang seragam, nilai (rate) tidak bertambah (tetap) tetapi peningkatan angka derajat kecerahan pulp semakin meningkat. Dalam persamaan garis regresi diperoleh hubungan Y = 7 + 0(60) pada brightness 47.6o berdasarkan ISO. Pencapaian angka derajat brightness yang tidak optimal akan mempengaruhi jumlah pemakaian khlorin dioksida di tahap selanjutnya untuk mencapai brightness sesuai standar International Standart Organization (ISO).


(4)

ABSTRACT

Effect of ClO2 strenght to pulp brightness in tower of chlorine dioxide at unit of

bleaching plant is whitening of first phase, begining from brown pulp become to turn white with usage ClO2 flow 1 and 2 in liter per minute with consistency of pulp equal

5%. Result of obtained solution that effect of ClO2 strenght for gift which not

uniform, value (rate) progressively increase will have an effect on to make-up of number degree of brightness pulp. In determination of line equation of regresi obtained relation of Y = 6.5 + 0.001(60) at brightness 42.4o based on ISO. At uniform gift, value (rate) do not increase (constant), but make-up of number degree of brightness pulp progressively mount. In equation of line of regresi obtained by relation of Y = 7 + 0(60) at brightness 47.6o based on ISO. Attainment of number degree of brightness which is not optimal will effect the amount of usage of chlorine dioxide in phase here in after to reach brightness according of International Standart of Organization (ISO).


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasih setiaNya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Dengan menyusun Tugas Akhir ini, merupakan syarat menuntaskan dan melengkapi program Diploma III Kimia Industri Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sumatera Utara.

Penulis telah menyadari sepenuhnya ada banyak terdapat kesalahan dalam karya ilmiah ini, terutama untuk penyusunan dan pengertian kata. Maka kiranya pembaca memaklumi Tugas Akhir ini dan diharapkan membangun kritik dan saran untuk Tugas Akhir ini.

Dalam Penulisan Tugas Akhir ini, penulis mendapatkan banyak dukungan moral dan materi dari orang-orang di sekeliling penulis selaku orang tua, dosen dan kerabat-kerabat penulis sendiri, maka dari itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan panjang umur buat penulis untuk menyelesaiakan tugas akhir ini.

2. Kedua Orangtua saya tercinta dan tersayang, Bapak S. Sitorus dan Mamak S. Saragih serta Sista-sista tersayang, Martha Nani Leanna Sitorus, Tiur Niida Sitorus, juga adikku tercinta Reyna Chrismonica Sitorus dan Rizky Christiano Sitorus serta keluarga-keluarga ku yang juga selalu memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia

Industri, jurusan Kimia, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Dr. Saharman Gea, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Pembimbing lapangan di PT. Toba Pulp Lestari, Pak Suhunan Sirait yang memberikan semangat dan didikan yang baik untuk kedepannya dan seluruh pegawai TPL yang memberikan waktu luangnya buat penulis.


(6)

8. Terkhusus buat teman-teman seperjuangan dan sependeritaan Adolf Napitupulu, Ricardo Napitu, Hermanto Simanjuntak, Yongki Panjaitan, Tioful Hutasoit, Manogari Panjaitan, dan Simson Tampubolon yang selama ini mengisi hari-hari kuliah yang penuh suka dan duka.

9. Buat teman-teman PKL seperjuangan, Adolf Napitupulu, Darson Buulolo, Dendius, Yohana Sitanggang, Wynda Simangunsong, Elisabeth Sipayung, Eva Tarigan, Vitri Sihombing, dan Hernita Saragih yang selama memberi semangat buat penulis.

10.Teman seluruh D3 Kimia 011 terkhusus teman Kimia Industri yang memberi semangat dan pengalaman yang menyenangkan buat penulis. 11.Buat teman-teman seperjuangan di kost Dolomite Camp yang selama ini

membantu memberikan semangat buat penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

12.Untuk Bapak dan Ibu Dosen Yang memberi sumbangsih ilmu pengetahuan dan teori pendidikan selama kuliah.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna, maka penulis ingin sekali menerima kritk dan saran yang membangun untuk mencapai kesempurnaan dari tugas akhir ini dan penulis berharap kiranya tugas akhir ini dapat berguna bagi pembaca.

Medan, Juni 2014


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kayu 5

2.2 Penggolongan Pohon 6

2.2.1 Kayu Daun Lebar 6

2.2.2 Kayu Daun Jarum 6

2.3 Komponen Kimia Kayu 7

2.3.1 Selulosa 7

2.3.2 Hemiselulosa 8

2.3.3 Lignin 8

2.3.4 Ekstraktif 9

2.4 Penelitian Komponen Kayu 9

2.4.1 Zat-zat Makromolekul 9

2.5 Analisis Kayu 9

2.5.1 Metoda Delignifikasi 9

2.6 Pembuatan Pulp 10


(8)

2.6.2 Pembuatan Pulp Dengan Semi-Kimia 11 2.6.3 Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft 11 2.7 Proses Pembuatan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk 12

2.7.2.1 Persiapan Kayu 12

2.7.2.2 Pemasakan (Digester) 13

2.7.2.3 Pengisian Chip (Chip Filling) 13

2.7.2.4 Prehydrolisis 13

2.7.2.5 Chip Liquor 14

2.7.2.6 Tahap Pemasakan 14

2.7.2.7 Blow Tank 15

2.8 Washing And Screening 15 2.9 Proses Pemutihan Pulp (Bleaching) 16

2.10 Pengelantangan 16

2.10.1 Kimia Dasar Pemutihan 16

2.10.2 Teori Pemutihan 17

2.10.3 Pengelantangan Dalam Suasana Asam 17

2.11 Tahapan Proses Pemutihan 19

2.11.1 DO (Tahap Khlorin Dioksida Pertama) 20 2.11.2 EOP (Tahap Ekstraksi Peroksida) 20 2.11.3 D1 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua) 21 2.11.4 EP2 (Tahap Ekstraksi Peroksida Kedua) 21

2.12 Pulp Machine 21

2.13 Khlorin Dioksida 22

2.13.1 Reaksi Khlorin Dengan Lignin 22

2.13.2 Ringkasan Tahap Khlorin Dioksida 23

2.14 Pemampatan Dan Pencairan Khlor 23

BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan 24

3.1.1 Peralatan 24

3.1.2 Bahan 24

3.2 Prosedur 25

3.2.1 Penentuan Brightness 25

3.2.2 Prosedur Penentuan ClO2 Dalam Gram Per Liter 26

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 27

4.1.1 Perhitungan 29

4.2.2 Pembahasan 30

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN


(9)

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Pengaruh waktu Pemberian ClO2 Secara Seragam 28

Tabel 4.2 Pengaruh waktu Pemberian ClO2 Secara Tidak Seragam 28

Tabel 4.3 Metode Least Square Tidak seragam 31

Tabel 4.4 Metode Least Square Seragam 31

Tabel 4.5 Analisa Regresi Linier Tidak Seragam 37 Tabel 4.6 Analisa Regresi Linier Seragam 37


(11)

ABSTRAK

Pengaruh ClO2 strenght terhadap brightness pulp di menara khlorin dioksida pada

unit bleaching plant adalah pemutihan tahap pertama, bermula dari pulp berwarna coklat menjadi putih dengan pemakaian ClO2. Pemutihan dilakukan dengan dua kali

pencampuran pada pulp antara ClO2 flow 1 dan 2 dalam liter per menit dengan

konsistensi pulp sebesar 5%. Hasil pembahasan yang diperoleh bahwa pengaruh ClO2

strenght untuk pemberian yang tidak seragam, nilai (rate) semakin bertambah akan berpengaruh terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp. Dalam penentuan garis persamaan regresi diperoleh, hubungan Y = 6.5 + 0.001(60) pada brightness 42.4o berdasarkan ISO. Pada pemberian yang seragam, nilai (rate) tidak bertambah (tetap) tetapi peningkatan angka derajat kecerahan pulp semakin meningkat. Dalam persamaan garis regresi diperoleh hubungan Y = 7 + 0(60) pada brightness 47.6o berdasarkan ISO. Pencapaian angka derajat brightness yang tidak optimal akan mempengaruhi jumlah pemakaian khlorin dioksida di tahap selanjutnya untuk mencapai brightness sesuai standar International Standart Organization (ISO).


(12)

ABSTRACT

Effect of ClO2 strenght to pulp brightness in tower of chlorine dioxide at unit of

bleaching plant is whitening of first phase, begining from brown pulp become to turn white with usage ClO2 flow 1 and 2 in liter per minute with consistency of pulp equal

5%. Result of obtained solution that effect of ClO2 strenght for gift which not

uniform, value (rate) progressively increase will have an effect on to make-up of number degree of brightness pulp. In determination of line equation of regresi obtained relation of Y = 6.5 + 0.001(60) at brightness 42.4o based on ISO. At uniform gift, value (rate) do not increase (constant), but make-up of number degree of brightness pulp progressively mount. In equation of line of regresi obtained by relation of Y = 7 + 0(60) at brightness 47.6o based on ISO. Attainment of number degree of brightness which is not optimal will effect the amount of usage of chlorine dioxide in phase here in after to reach brightness according of International Standart of Organization (ISO).


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bleaching adalah proses pemutihan dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang digunakan oleh manusia untuk menghilangkan noda-noda, kotoran yang melekat pada bahan yang berwarna. Penggunaan bahan bleaching telah banyak diketahui oleh banyak orang dengan pemakaian kaporit (kalium hypoklorit). Pada saat ini, pemanfaatan bleaching telah dikembangkan di pabrik ataupun industri seperti rayon, kertas, karton dan lain-lain.

Di Sumatera Utara telah berdiri pabrik kertas yang berada di Porsea bernama PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk. Bahan baku di pabrik ini adalah kayu seperti kayu keras (Hard Wood) maupun kayu lunak (Soft Wood). Bertujuan menghasilkan bubur pulp menjadi lembaran pulp (Sheet Pulp). Untuk menghasilkan lembaran pulp yang baik, pulp diolah dengan berbagai tahap pengolahan. Lembaran pulp memiliki derajat kecerahan (Brightness) berdasarkan ISO dan memiliki kerapatan serat pada pulp (Viscosity). Sebelum dilakukan pemutihan, pulp diawali dengan pemasakan dalam digester untuk memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa, kemudian pulp tersebut dicuci dan disaring. Pulp yang masih coklat akan diputihkan di unit bleaching,dan dijadikan lembaran pulp di unit pulp mesin. Pemakaian bahan kimia di bleaching adalah klorin dioksida, natrium dioksida, klorida dioksida, oksigen, sulfur dioksida, dan hidrogen peroksida.


(14)

Bahan-bahan kimia tersebut dipakai dengan beberapa tahapan (stage)

Khlorin dioksida stage

Di tahap ini pemakaian ClO2 di optimumkan untuk mendegredasi lignin

secara optimal dengan consistensi pulp 5%. Perubahan kecerahan mulai terlihat pada tahap ini.

Ekstraksi Oksidasi Peroksida stage

Setelah melalui DO stage pemakaian H2O2 , O2 , NaOH terjadi disini.

Bertujuan menaikkan kecerahan secara bertahap, pengenceran pulp berkisar 10%.

Khlorin dioksida 1

Pulp dengan kecerahan 85o berlangsung di sini. Pemakaian ClO2 sedikit di

tahap ini. Bertujuan untuk meningkatkan kecerahan yang optimum tanpa mempengaruhi viscosity.

Ekstraksi Peroksida 2

Di stage ini pemakaian hidrogen peroksida kembali dengan dosis sedikit namun tanpa bantuan oksidator O2. Kecerahan yang optimal berkisar 88-89o

berdasarkan ISO di tahap ini.

Di unit bleaching penting untuk pengawasan varibel-variabel yang akan terjadi seperti temperatur, pH, consistensi (CY) pulp, waktu tinggal, pengembalian warna, pemakaian serta konsentrasi bahan kimia yang ditentukan. Pemakaian bahan kimia yang paling terpenting, salah satunya ClO2 yang telah ditentukan konsentrasi


(15)

sebagai GPL (Gram Per Liter). Konsentrasi (strenght) yang telah ditentukan akan mempengaruhi pemberian jumlah alir ClO2 secara variasi. ClO2 adalah campuran air

dan terdiri dari Cl2 kurang lebih 16 %. Konsentrasi (strenght) ini sangat erat

hubungan nya dengan jumlah alir ClO2 dalam Liter Per Menit khusus nya di DO

stage yang akan menaikkan kecerahan sekitar 46-58o berdasarkan ISO dan ClO2

bekerja mengoksidasi lignin dengan kuat dan sedikit menganggu serat pulp tersebut dengan consistensi berkisar 5 % akan dilakukan pencampuran sebanyak dua kali agar reaksi pulp dengan ion klorat terjadi secara homogen. Berdasarkan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil judul PENGARUH ClO2 STRENGHT

TERHADAP BRIGHTNESS PULP DI MENARA KHLORIN DIOKSIDA PADA UNIT BLEACHING PLANT DI PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk PORSEA”

I.2 Rumusan Masalah

Untuk mendapatkan standar pemutihan yang baik untuk bubur kertas (pulp) sesuai ketentuan International Standarization Organization (ISO). Maka dari itu penggunaan bahan kimia pemutih perlu diawasi khususnya ClO2 strenght

(konsentrasi) di menara khlorin dioksida. Apakah pemberian ClO2 strenght untuk

nilai (rate) antara yang seragam dan tidak seragam berkisar 42-58o berdasarkan ISO memilki hubungan terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp (brightness) dan berpengaruh terhadap pemakaian ClO2 berlebih ditahap selanjutnya.

I.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh ClO2 strenght dalam pemberian yang tidak seragam

untuk pemutihan pulp memiliki hubungan terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp (brightness) di menara khlorin dioksida.


(16)

2. Untuk mengetahui pengaruh ClO2 strenght dalam pemberian yang seragam untuk

pemutihan pulp memiliki hubungan terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp (brightness) di menara khlorin dioksida.

3. Untuk mengetahui mengapa ClO2 sebagai bahan kimia pemutih pulp lebih sering

digunakan oleh industri kertas sampai saat ini.

I.3 Manfaat

1. Untuk mengetahui apakah pemberian ClO2 strenght (konsentrasi) secara seragam

dan tidak seragam berpengaruh terhadap pemutihan pulp di menara khlorin dioksida.

2. Untuk mengetahui penambahan ClO2 strenght memiliki hubungan berbanding

lurus dengan peningkatan angka derajat kecerahan pulp dalam pemberian secara tidak seragam dan seragam.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kayu

Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam, merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan teknologi. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan, yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut, setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk suatu tujuan penggunaan (Dumanauw, 1993)

Kayu dan Pohon yang menghasilkannya dibagi ke dalam dua kategori: kayu-keras dan kayu-lunak. Secara botanis, pohon dari kayu-kayu-keras berbeda dengan pohon dari kayu-lunak. Keduanya termasuk didalam divisi botani spermatophyta, yang berarti tumbuhan berbiji (Haygreen dan Bowyer, 1996)

Pengamatan kayu tanpa alat bantu optik menunjukkan bahwa tidak hanya terdapat perbedaan-perbedaan antara kayu lunak dan kayu keras maupun antara berbagai spesies. Kayu lunak menunjukkan suatu struktur yang relatif sederhana karena terdiri atas 90-95% trakeid, yang merupakan sel-sel yang panjang dan tipis dengan ujung-ujung tertutup yang pipih dan meruncing. Kayu keras mempunyai jaringan dasar untuk penguat yang mengandung serabut libriform dan trakeid serabut.


(18)

Kayu keras berpori baur dan berpori melingkar dapat dibedakan berdasarkan susunan dan diameter pembuluh. (Fengel dan Wegener, 1995)

2.2 Penggolongan Pohon

Secara umum pohon dapat dikelompokkan menjadi dua : kayu daun lebar dan kayu daun jarum yang memiliki pembagiannya masing-masing.

2.2.1 Kayu daun lebar

Kayu-keras adalah angiosperm berdaun lebar (yang umumnya berubah warna dan tanggal pada musim gugur di daerah beriklim sedang) dan memproduksi biji-bijinya di dalam buah batu, buah polongan atau badan-badan buah yang lain. Jenis-jenis pohon kayu keras termasuk kelas dikotil. Pohon-pohon yang termasuk di dalam genus pohon kayu-keras di belahan bumi utara ialah Quercus (oak), Fraxinus (ash), Ulmus (elm), Acer (maple), Betula (birch), Fagus (beech) dan Populus (Cooton wood, aspen). Pohon-pohon yang termasuk kelas momokotil ialah palma dan yucca (Haygreen dan Bowyer, 1996)

2.2.2 Kayu daun jarum

Daun jarum mencirikan pohon kayu lunak. Pohon-pohon seperti itu umumnya dikenal sebagai pohon yang selalu hijau karena memang selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan hanya sebagian saja dari daunnya yang tanggal. Kebanyakan kayu lunak mempunyai buah bersisik yang berbentuk seperti kerucut (cone) (biji diproduksi di dalamnya). Termasuk di dalam keluarga kayu-lunak di belahan bumi utara adalah genus Pinus (pine), Picea (spruce), Larix (larch), Aburs (fir), Tsuga


(19)

(hemlock), sequoia (redwood), Taxus (yew), Toxodium (cypress), dan Pseudotsuga (Douglas fir) ( Haygreen dan Bowyer, 1996)

Kayu daun jarum mempunyai struktur yang lebih sederhana daripada kayu daun lebar. Pada kayu daun jarum, jumlah jenis selnya lebih sedikit dan kombinasi bentuk-bentuk jaringannya juga lebih sederhana. Jumlah jenis kayu daun jarum (Konifer) di Indonesia hanya sedikit dibandingkan jenis kayu daun lebar (Dumanauw, 1993)

Kayu-kayu lunak termasuk dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai konifer (gymnospermae), daun-duannya berbentuk jarum dan berbiji terbuka, sedangkan kayu keras tergolong dalam kelompok pohon yang dikenal sebagai pohon-pohon berdaun lebar (angiospermae), mempunyai daun-daun lebar, berbiji tertutup (Stefford dan Mcmurdo, 1983)

2.3 Komponen Kimia Kayu

Kayu adalah suatu karbohidrat yang tersusun terutama atas karbon, hidrogen dan oksigen. Tambahan pula kayu mengandung senyawa anorganik yang tetap tinggal setelah terjadi pembakaran pada suhu tinggi pada kondisi oksigen melimpah; residu semacam ini dikenal sebagai abu. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, kalium, magnesium, mangan dan silikon. Unsur-unsur penyusun kayu tergabung dalam sejumlah senyawa organik : selulosa, hemiselulosa dan lignin (Haygreen dan Bowyer, 1996)

2.3.1 Selulosa

Selulosa merupakan struktur sel-sel dasar sel-sel tanaman, oleh karena itu merupakan bahan alam yang penting yang dibuat oleh organisme hidup. Kadar


(20)

selulosa yang tinggi terdapat dalam rambut, biji (kapas, kapok) dan serabut kulit (rami, flax, henep); lumut, ekor kuda, dan bakteria mengandung sedikit selulosa. Selulosa bahkan dapat diperoleh dalam dunia binatang : tunicin, zat kutikula tunicate, adalah identik dengan nabati ( Fengel dan Wegener, 1995)

Selulosa bahan kristalin untuk membangun dinding-dinding sel. Bahan dasar selulosa ialah glukosa dengan rumus C6H12O6. Molekul-molekul glukosa disambung

menjadi molekul-molekul besar, panjang dan berbentuk rantai dalam susunan menjadi selulosa. Seluosa merupakan bahan dasar yang penting bagi industri-industri yang memakai selulosa sebagai bahan baku, misalnya pabrik kertas (Dumanauw, 1993)

2.3.2 Hemiselulosa

Hemiselulosa juga merupakan polimer-polimer gula. Berbeda dengan glukosa yang terdiri hanya dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan dari lima bentuk gula yang berlainan yaitu: glukosa, mannosa, xylosa, galaktosa, dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dengan rantai selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah. Molekul hemiselulosa terdiri dari 300 unit gugus gula. Berbeda dengan selulosa, polimer hemiselulosa berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer bercabang, yang berarti hemiselulosa tidak akan dapat membentuk struktur kristal dan serat mikro seperti halnya selulosa. Pada proses pembuatan pulp hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan selulosa (Anonim, 2003)


(21)

Lignin merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan kimia yang jauh dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel tersusun oleh suatu rangka molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua bagian ini merupakan satu kesatuan yang erat, yang meyebabkan dindimg sel menjadi kuat yang menyerupai beton bertulang besi (Dumanauw, 1993)

2.3.4 Ekstraktif

Kayu biasanya mengandung berbagai zat-zat dalam jumlah yang tidak banyak yang disebut dengan istilah “ extractive”. Zat-zat ini dapat diambil atau dipisahkan dari kayu apakah dengan memakai pelarut air maupun pelarut organik seperti eter dan alkohol. Asam-asam lemak, asam-asam resin, dan gugus penol adalah merupakan beberapa grup yang juga merupakan extractive. Kebanyakan dari ekstraktif itu terpisahkan dalm proses pembuatan pulp dengan cara proses produksi pulp (Anonim, 2003)

2.4 Penelitian Komponen Kayu 2.4.1 Zat-zat Makromolekul

Sepanjang menyangkut komponen kimia kayu, maka perlu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul utama dinding sel selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan lignin, yang terdapat pada semua kayu, dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral), yang biasanya lebih berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa berbeda pada kayu lunak dan kayu keras,


(22)

sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu (Fengel and Wegener, 1995)

2.5 Analisis Kayu

2.5.1 Metoda Delignifikasi (Penyediaan Holoselulosa)

Ritter dan Kurth (1933) adalah orang yang pertama kali menggunakan pengertian holoselulosa untuk produk yang dihasilkan setelah lignin dihilangkan dari kayu. Delignifikasi yang ideal adalah penghilangan total lignin tanpa serangan bahan kimia terhadap polisakarida, namun tidak ada prosedur delignifikasi yang memenuhi persyaratan tersebut. Tiga kriteria penting yang dapat digunakan untuk mendefenisikan holoselulosa :

1. kandungan lignin rendah 2. hilangnya polisakarida minimal

3. degredasi oksidatif dan hidrolitik selulosa minimal

Dua metoda umum yang digunakan dalam penyediaan holoselulosa pada skala laboratorium yaitu :

a. klorinasi, termasuk ekstraksi bergantian dengan larutan alkohol panas organik (misal ASTM Standard D 1104-56)

b. delignifikasi dengan larutan natrium klorit yang diasamkan.

Metoda yang pertama kali yang menggunakan klor sebagai bahan delignifikasi mula pertama diketengahkan oleh Ritter dan Kurth (1933) (Fengel dan Wegener, 1995)

Menurut Van Daam (2002) serat yang mempunyai kualitas baik adalah serat yang mempunyai kekuatan, elastisitas dan derajat kecerahan yang tinggi. Sehingga salah


(23)

satu cara untuk meningkatkan kualitas tersebut adalah dengan proses pemutihan (Bleaching) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)

2.6 Pembuatan Pulp

Proses pemisahan serat selulosa dari bahan-bahan yang bukan serat didalam kayu dapat dilakukan dengan cara atau proses yaitu :

2.6.1 Pembuatan Pulp Dengan Proses Mekanik (Mechanical Pulping)

Proses pengasahan kayu dimana kayu gelondong yang dikuliti diperlakukan dalam batu asah yang berputar dengan diberi semprotan air merupakan dasar pembuatan pulp mekanik. Disamping serat yang utuh, bahan kayu dirobek-robek dalam bentuk bagian-bagian serat yang rusak. Kerusakan secara fisik ini tidak dapat dihindari dan karena itu kekuatan kertas yang dibuat dari pulp-pulp mekanik adalah pemakaian energi yang tinggi dan praktis dan hanya kayu-kayu lunak sebagai bahan baku (Sjostrom, 1995)

2.6.2 Pembuatan Pulp Dengan Proses Semi Kimia (Semi-Chemical Pulping)

Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia pada dasarnya ditandai dengan perlakuan kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Biasanya bahan limia yang digunakan pada proses ini adalah natrium sulfat. Suhu pemasakan tergantung pada lamanya pemasakan, tergantung pada cairan pemasak yang digunakan dan kualitas pulp yang diinginkan (Fengel dan Wegener, 1995)

2.6.3 Proses Pembuatan Pulp Dengan Proses Kraft

Proses pembuatan pulp yang paling banyak dipakai saat ini adalah proses sulfat atau disebut juga proses kraft. Kraft berasal dari bahasa Jerman yang berarti


(24)

kuat. Kekuatan proses kraft ini dikarenakan adanya bahan kimia yang terkandung dalam larutan pemasak yang disebut “sulfidity”.

Keuntungan-keuntungan dari proses kraft (sulfat) ini yaitu : 1. Pulp yang dihasilkan mempunyai kekuatan yang tinggi

2. Dapat dipakai untuk proses pembuatan pulp dari bahan baku yang berbeda 3. Tersedia bahan kimia pengganti dengan alternatif dan harganya tidak mahal 4. Tersedianya peralatan-peralatan operasi yang standart

5. Dampak pencemarannya bisa dikatakan sangat rendah 6. Pendaur ulangan bahan kimia yang sangat efisien 7. Dapat dihasilkan berbagai jenis pulp (Anonim, 2003)

2.7 Proses Pengolahan Pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk 2.7.1 Proses Persiapan Kayu (Wood Preperation)

Proses produksi pulp dimulai dari proses penebangan kayu sebagai bahan baku pada pembuatan pulp Di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk saat ini menggunakan Eucallyptus sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Perusahaan memiliki departemen kehutanan dimana ditanami dengan tanaman Eucallyptus pada area yang begitu luas dan akan dewasa kira-kira tujuh sampai delapan tahun.

Kayu yang telah ditebang, dibawa kelokasi pabrik dengan menggunakan truk-truk pengangkut kayu. Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan yang dikelola oleh perusahaan kemudian kayu tersebut dibongkar dengan menggunakan sebah goliath crane yang besar yang berada di tempat penimbunan kayu (wood yard).

Gelondongan-gelondongan kayu tersebut selanjutnya dikuliti kemudian dipotong-potong, lalu disaring, dan disimpan pada tumpukan serpihan kayu yang


(25)

disebut dengan chip. Antar kayu berserat pendek dan berserat panjang dilakukan pemisahan karena kedua jenis kayu tersebut tidak dapat dimasak secara bersamaan dalam satu digester. Sebuah alat pengolahan kayu yang baru berkapasitas 250 m3/jam relah beroperasi sejak tahun 1993. Serpihan kayu tersebut kemudian dikirim ke tungku kayu yang lazimnya disebut dengan Digester Batch dengan menggunakan sebuah belt conveyor (Anonim, 2003)

2.7.2 Pemasakan (Digester)

Digester adalah sebuah bejana bertekanan yang didalamnya serpihan kayu (chip) dimasak dalam jumlah tertentu larutan kimia serta dengan panas tekanan untuk memisahkan bagian-bagian yang berupa serat kayu dari bagian-bagian yang bukan serat dengan cara melarutkan bagian yang terakhir itu. Prosesnya dinamai “COOKING” ada beberapa tahap-tahap pemasakan yang terjadi pada digester yaitu :

2.7.2.1 Pengisian Chip (Chip Filling)

Chip diangkut dari digester dari tempat penyimpanan atau lapangan chip dengan menggunakan conveyor. Pengisian chip kedalam digester merupakan langkah awal dari proses pemasakan dan merupakan satu pekerjaan yang sangat penting pada proses pembuatan pulp. Digester yang tidak penuh misalnya, akan mengurangi jumlah pulp yang dihasilkan digester, sebaliknya digester yang terlalu penuh akan mengakibatkan kesulitan pada peredaran liqour (cairan pemasak) pada saat blow. Jumlah chip dalam digester harus betul-betul sesuai sehingga ada cukup ruang untuk tempat liquor dan edarannya. Penggunaan chip packer dimaksudkan untuk menggoyang dan memadatkan chip jadi lebih banyak chip akan dapat terisi kedalam digester (Anonim, 2003)


(26)

2.7.2.2 Tahap Prehydrolisis (Presteaming)

Prehydrolisis merupakan tahapan awal dari proses pemasakan setelah pengisian chip. Untuk membuat serat rayon dibutuhkan pulp dengan kemurnian pulp yang sangat tinggi, prehydrolisis dimaksudkan untuk mengelola terlebih dahulu serpihan kayu sebelum dimasak dengan alkali. Pada proses ini, kandungan-kandungan yang bukan selulosa yang terdapat dalam kayu, seperti selulosa yang terpotong-potong dan karbohidrat rantai pendek yang disebut hemiselulosa akan dikeluarkan dari dalam serpihan kayu. Pada proses pemasakan alkali ditahap berikutnya akan diperoleh pulp dengan kemurnian yang lebih tinggi. Proses prehydrolisis dipertahankan pada temperatur 165oC dan tekanan 6.0 kg/cm2 selam 60 menit (Anonim, 2003)

2.7.2.3 Pengisian Liquor (Liqour Filling)

Pada proses pengisian liqour dilakukan setelah prehydrolisis dimana pada proses pengisian liquor dilakukan segara setelah pengisian chip. Larutan pemasak panas dimasukkan kedalam digester dengan temperatur 120oC harus dengan perbandingan yang sesuai sebagaimana dibutuhkan untuk pemasakan dan black liqour (lindi hitam) penambah sebagai pengencer juga harus dengan perbandingan yang sesuai. Penambahan white liquor (lindi putih) didasarkan pada persentase bahan kimia yang dibutuhkan untuk memasak dengan berat kering kayu yang dimasukkan. Persentase ini juga tergantung seberapa jauh akan mengurangi kandungan lignin dari dalam kayu (Anonim, 2003)


(27)

Proses pemasakan dilaksanakan setelah penambahan white liqour dan black liqour kedalam chip dengan perbandingan 75 gram per liter dari NaOH dan 25 gram per liter Na2S. Digester yang berisi chip dan larutan pemasak dipanaskan hingga

temperatur 170oC dan tekanan mencapai 7 kg/cm2. Pada temperatur dan tekanan ini, chip dimasak dengan alkali untuk periode waktu tertentu.

Waktu dan temperatur selama pemasakan sangat berpengaruh terhadap kualitas dari pada pulp, jika chip dimasak dalam jangka waktu yang terlalu lama, maka akan dihasilkan pulp dengan kualitas yang rendah pula. Temperatur yang optimum untuk reaksi pemasakan adalah 170oC tidak berpengaruh apa-apa terhadap kualitas pulp, tetapi diatas 180oC akan mulai terjadi pemutusan rantai dari serat-serat selulosa, dan pada temperatur 200oC akan sangat jelas pengaruhnya, jadi temperatur yang diinginkan pada pemasakan adalah 170oC (Anonim, 2003)

2.7.2.5 Pulp Blowing

Setelah pemasakan, bubur pulp yang dihasilkan di blow dialirkan kedalam blow tank dengan membuka katup pada jalur yang akan dihembuskan dari digester ke blow tank. Pada saat tekanan di digester turun hingga mencapai tekanan atmosfir, terjadi pengeluaran gas yang disebut dengan gas blow (Anonim, 2003)

2.8Washing dan Screening

Tahap selanjutnya adalah pencucian dengan tujuan untuk memisahkan cairan sisa hasil pemasakan dan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Washing digunakan untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran, dimana alat pencuci ini terdiri dari saringan yang menutupi silinder yang berputar di dalam vat. Prinsip yang digunakan pada tahap ini adalah menggunkan air yang sedikit mungkin dengan


(28)

tingkat kebersihan pulp yang dihasilkan setinggi mungkin. Air pencuci menggunakan shower yang disemprotkan dipermukaan bubur kayu secara terus menerus dan airnya tersebut turun ke tangki filtrat dengan menggunakan vakum. Pulp bewarna coklat dari digester plant selanjutnya dicuci dan disaring dimana pulp dibersihkan dari kayu yang tidak masak (knots) dan dari serat kayu yang tidak terurai (shives). Pulp dicuci dengan air panas atua dengan air kondensat untuk memudahkan proses pemutihan pada tahap selanjutnya, pulp hasil pencucian ini dikirm ke unbleach tank. Proses selanjutnya disaring (screening) agar terbebas dari bahan-bahan pengotor yang dapat mengurangi kulitas pulp. Proses akhir dari penyaringan berfungsi untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat dalam pulp, kemudian dikirim ke tahap bleaching plant (Anonim, 2003)

2.9 Proses Pemutihan Pulp (Bleaching)

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian pulp. Hal ini dapat dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa pada pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat yang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu ini harus dihilangkan atau diputihkan.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut : memperbaiki brightness, memperbaiki kemurnian, serta degredasi serat selulosa seminimum mungkin (Sirait, 2003)

2.10Pengelantangan


(29)

Proses pemutihan dapat dianggap sebagai suatu lanjutan proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp.

Tujuan utama proses pemutihan secara umum dapat diringkaskan sebagai berikut : 1. Memperbaiki brightness

2. Memperbaiki kemurnian

3. Degredasiserat selulosa seminimum mugkin

Pengurangan kandungan resin didalam pulp juga faktor lain yang penting dalam proses pemutihan (Sirait, 2003)

2.10.2 Teori Pemutihan

Warna pada pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, jadi menghasilkan kualitas pulp yang rendah. Penghilangan lignin bentuk-bentuk lignin merupakan kehilangan sebahagian dari hasil proses pemutihan (Sirait, 2003)

Pemutihan (Bleaching) merupakan proses yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan lignin (delignifikasi) di dalam pulp atau serat sehingga diperoleh tingkat kecerahan warna yang tinggi dan stabil (Greschik, 2008). Proses pemutihan serat harus menggunakan bahan kimia yang reaktif untuk melarutkan kandungan lignin yang ada dalam serat agar diperoleh derajat kecerahan yang tinggi (Tutus, 2004). Namun demikian, harus dijaga agar penggunaan bahan kimia tersebut tidak meyebabkan pencemaran lingkungan yang berbahaya (Batubara, 2006).


(30)

Komponen lignin pada serat selulosa berperan dalam menghasilkan warna (Filbo and Ulrich, 2002) (kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010)

2.10.3Pengelantangan Dalam Suasana Asam

Prosedur pengelantangan dalam suasana asam mengikuti klorinasi dan perlakuan dengan klor dioksida, hidrogen peroksida, asam peroksiasetat dan ozon.

Klor dioksida, yang sering digunakan dalam gabungan dengan klor (C+D, D/C, CD), menyebabkan delignifikasi lebih efisien daripada klor, jika dikaitkan

dengan klor aktif yang digunakan. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa berlawanan dengan klor, reaksi-reaksi lignin adalah reaksi oksidatif semata-mata dari unit lignin fenol CO2 dengan radikal klor dioksida (ClO2), yang diawali dengan

pengikatan hidrogen. Produk oksidasi akhir adalah turunan asam mukonat (tanpa melepaskan metanol) atau struktur kuinoid. Fragmen-fragmen tersubstitusi-klor dalam cairan pengelantang klor dioksida harus berasal dari kekuatan klor yang dilepaskan oleh peruraian parsial klor dioksida (Lindgren 1971; Gierer ;1982)

Klorinasi dilakukan pada konsistensi rendah (3-4%) dan suhu rendah 20-40oC selama 30-60 menit. Konsentrasi klor merupakan faktor penting karena jika konsentrasi terlalu tinggi maka reaksi oksidasi juga akan terjadi dengan polisakarida, yang mengurangi sifat-sifat kekuatan. Suhu lebih tinggi hingga 60oC ternyata dapat diterima dalam klorinasi konsistensi sedang (sekitar 10%) dan konsistensi tinggi (30-35%), dalam klorinasi fasa gas, dan apabila klor dioksida digunakan sebagai tambahan (Hinrich 1962; Liebergott 1965; Gullichsen 1976)

Klor dioksida telah lama dikenal sebagai bahan delignifiksai dan pengelantangan yang sangat baik, tetapi juga merupakan bahan kimia yang sukar bila


(31)

digunakan dalam proses industri berskala besar karena reaktivitasnya yang tinggi dalam fasa-gas dan daya racunnya. Namun demikian klor dioksida berangsur-angsur menggantikan klor pada tahap pertama dari pengelantangan multi-tahap, sedangkan semula ia digunakan dalam tahap-tahap akhir. Perkembangan ini merupakan hasil dari beberapa keuntungan dari klor dioksida, misalnya derajat putih tinggi, sifat-sifat kekuatan meningkat, penggunaan bahan kimia rendah, dan penurunan cukup besar dalam BOD dari limbah (Fergus 1973; Rapson 1979; Wintzer 1980; Reeve, Rapson 1981; Backstorm, Germgard 1981; Germgard 1982). Pada umumnya pengelantangan klor dioksida dilakukan pada konsistensi rendah hingga sedang, pada harga-harga pH 3-5, dan pada suhu rendah pada tahap pertama atau pada suhu sekitar 70oC pada tahap-tahap pertengahan atau tahap akhir selama 3-5 jam (Wegener, 1995)

2.11 Tahapan Proses Pemutihan

Pemutihan yang sudah modern biasanya dilaksanakan secara bertahap dengan memnfaatkan bahan-bahan kimia dan kondisi-kondisi yang berbeda-beda pada setiap tahap. Pada umumnya digunakan perlakuan kimia dan secara singkat ditunjukkan dengan urutan sebagai berikut :

 Khlorinasi (C) Reaksi dengan elemen khlorin dalam suatu media asam.

 Ekstraksi Alkali (E) Pemisahan hasil reaksi dengan caustic.

 Ekstraksi Oksidasi (E/O) Ekstraksi Oksidasi yang diperkuat dengan peroksida (E/OP).

 Hypokhlorit (H) Reaksi dengan hypokhlorit dalam suasana alkali.


(32)

 Khlorin Dioksida (D) Reaksi dengan khlorin dioksida dalam suasana asam.

 Oksigen (O) Reaksi dengan elemen O2 yang bertekanan

dalam suasana alkali (Sirait, 2003)

Senyawa kimia yang digunakan pada proses pemutihan memecahkan ikatan rangkap pada rantai panjang tersebut manjadi ikatan tunggal yang tidak menyerap warna).

H C C C C H H C C OH + HO C C H Colourless

2.11.1 DO (Tahap Khlorin Dioksida)

Tahap khlorinasi adalah tahap pertama di dalam proses pemutihan. Fungsi dari DO adalah untuk mengeluarkan lignin dari pulp (yang cenderung menimbulkan warna coklat pada pulp). Tahap ini memiliki bagian yang sangat penting di dalam proses pemutihan. Jika pulp tidak menerima khlorin yang memadai ini akan sulit untuk memutihkan pulp yang lebih tinggi. Oleh karena itu, selama tahap khlorinasi memiliki suatu pengaruh yang menentukan keberhasilan proses pemutihan (Sirait, 2003)

Tahap DO merupakan proses pemutihan tahap I yaitu menghilangkan sebagian kandungan lignin yang terdapat dalam pulp dengan menggunakan bahan kimia ClO2 dengan temperatur 70oC, selanjutnya dicuci dan disaring untuk

memisahkan cairan kimia dan kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

2.11.2 EOP (Tahap Ekstraksi Alkali) H

O

O

O O

O O

H


(33)

Tahap kedua pada bleaching plant dengan banyak tahapan dan ini merupakan tahap pemurnian dari tahap khlorinasi. Tujuan utama dari alkali ekstraksi adalah melarutkan komponen-komponen penyebab warna yang kemugkinan besar larut dalam larutan alkali yang hangat berdasarkan kerja dari bahan-bahan kimia yang digunakan terhadap sebahagian pemutihan (Sirait, 2003)

Tahap EOP merupakan proses pemutihan tahap II yaitu untuk mengekstraksi lignin-lignin yang masih tersisa didalam pulp dari proses pemutihan sebelumnya dengan menggunakan bahan kimia NaOH (natrium hidroksida), H2O2 (hidrogen

peroksida) dan O2 (oksigen) pada temperatur 85oC. Selanjutnya dicuci dan disaring

untuk memisahkan cairan kimia dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

2.11.3 D1 (Tahap Khlorin Dioksida Kedua)

Tahap D1 merupakan proses pemutihan tahap III dimana pulp dari tahap II diputihkan kembali untuk mendapatkan derajat brightness yang diinginkan, dengan menggunakan bahan kimia ClO2 pada temperatur 80oC selanjutnya dicuci dan

disaring untuk memisahkan cairan dari kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke tahap pemutihan selanjutnya (Anonim, 2003)

2.11.4 EP2 (Tahap Ekstraksi Peroksida Kedua)

Tahap EP2 merupakan proses pemutihan tahap IV prosesnya sama dengan tahap II dimana pulp dari tahap khlorin dioksida diputihkan kembali supaya mendapat yang lebih tinggi dari tahap III yang digunakan adalah H2O2 pada


(34)

sisa kandungan lignin dari pulpnya, kemudian pulpnya dikirim ke pulp mesin (Anonim, 2003)

2.12 Pulp Machine

Setelah dari unit bleaching selanjutnya dikirim ke Pulp Machine untuk dikeringkan. Pulp Machine adalah bagian terpenting dari operasi pabrik pulp yang mana fungsi utamanya adalah mengambil air sebanyak mungkin atau seefisien mungkin tanpa merusak lembaran pulp.

Proses utama di pulp machine

1. Bleach Screening yaitu memisahkan partikel-partikel atau kotoran-kotoran yang bercampur dengan bubur pulp.

2. Wire Fourdrinier yaitu mencetak bubur pulp menjadi lembaran pulp 3. Press Section yaitu memadatkan lembaran pulp dengan cara di press 4. Dryer Section yaitu mengeringkan lembaran pulp

5. Cutter dan Layboy yaitu proses pemotongan lembaran pulp dengan ukuran tertentu

6. Baling Ball yaitu penataan lembaran pulp menjadi ball dan unit setelah lembaran pulp di bungkus dan diikat kawat selanjutnya siap untuk dikirim ke pelanggan (Anonim, 2003)

2.13 Khlorin Dioksida

Khlorin dioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, kerja dari proses pemutihan ini umumnya dengan cara oksidasi terhadap lignin dan bahan-bahan berwarna yang lainnya. Ini digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sebab ini memiliki keunikan yang sanggup mengoksidasi bahan yang bukan selulosa


(35)

dengan kerusakan pada selulosa yang minimum. Brightness tinggi yang dihasilkan dengan khlorin dioksida adalah stabil. Pada Bleaching plant, khlorin dioksida digunakan sebagai suatu larutan gas dalam air (Sirait, 2003)

2.13.1 Reaksi Khlorin Dioksida Dengan Lignin

Reaksi proses pemutihan pada umumnya terjadi antara khlorin dioksida dengan lignin. Lignin dibuat dalam air dengan reaksi oksidasi penghancur molekul-molekul lignin yang besar. Khlorin dioksida tidak bereaksi pada kecepatan reaksi yang berarti terhadap kelompok alifatik jenuh seperti alkohol, amino, asam karboksil, nitrit, amida dan lain-lain. Ketika khlorin dioksida tidak bereaksi dengan aldehid atau keton, khlorit terbentuk selama reaksi dengan pulp atau air dilakukan oksidasi aldehid ke kelompok karboksil dibawah pH 4.5. Dengan demikian karbohidrat tidak mengalami yang berarti dengan khlorin dioksida (Sirait, 2003)

2.13.2 Ringkasan Tahap Khlorin Dioksida

Khlorin dioksida adalah suatu bahan pemutih bersifat lembut yang hanya akan berpengaruh terhadap lignin dan memberikan brightness yang tinggi terhadap pulp tanpa memperlemah kekuatannya. Khlorin dioksida memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan dengan defenisi sebuah radikal bebas. Sensifitas dari radikal bebas ini kemungkinan memegang peranan penting terhadap kereaktifannya sebagai suatu bahan pengoksidasi, bentuk-bentuk khusus dari senyawa organik ditemukan pada kayu dan pulp, seperti lignin dan asam lemak tidak jenuh. Reaksinya sangat lambat terhadap karbohidrat dan hanya sedikit berpengaruh terhadap kekuatan pulp (Sirait, 2003)


(36)

2.14 Pemampatan Dan Pencairan Khlor

Khlor kering dikompresikan sampai tekanan 240 kPa atau kadang-kadang bahkan 550 kPa. Khlor cair itu disimpan didalam silinder-silinder kecil, silinder 1 ton, pipa atau kereta tangki 50 t yang dikirimkan kepada konsumen besar. Kapal bargas ukuran 550 t atau 1000 t juga dipakai. Gas sisa atau ” gas tiup” (blow gas) yang selalu terdapat pada proses ini terdiri dari campuran seimbang antara khlor dan udara. Gas tiup ini digunakan untuk membuat turunan khlor baik derivatif organik maupun anorganik dan terutama untuk serbuk pemutih (Austin, 1996)


(37)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat Dan Bahan 3.1.1 Alat

- Alat Penyaringan - Brightness meter - Beaker glass 250 ml - Buchnel funnel - Corong

- Pengadukan magnetik - Alat sheet

- Alat vakum - Oven

- Seterika

- Electronic Refractor Photometre (ELREPHO)

3.1.2 Bahan

- NaOH - ClO2

- H2O2


(38)

- Oksigen - Air

- Kertas saring

3.2 Prosedur

3.2.1 Penentuan Brightness

- Diambil bubur pulp dari pencucian khlorinasi. - Dicuci dengan air.

- Ditimbang 20 gram pulp yang basa dan dimasukkan kedalam beaker glass, kemudian dimasukkan air untuk mengencerkan.

- Diaduk dengan batang pengaduk.

- Diletakkan kertas saring pada buchnel funnel dan dituangkan pulp yang telah diaduk.

- Diletakkan kertas saring diatasnya dan divakumkan untuk menyedot air. - Diambil dan dikeringkan dengan seterika hingga permukaan sampel rata. - Dikeringkan di dalam oven pada suhu 103-1200C kurang lebih 10 menit.

- Diperiksa derajat kecerahan (Brightness) dengan menggunakan alat Electronic Refractor Photometre (ELREPHO).


(39)

3.2 Prosedur Percobaan

1. Ditambahkan 50 ml larutan natrium tiosulfida, 25 ml larutan buffer, 10% kalium iodida dan 100 ml air demin kedalam 250 ml erlenmeyer.

2. Dipipet 3,0 ml sampel kedalam campuran diatas dengan ujung dari buret masuk kedalam campuran.

3. Dititrasi iodium bebas dengan larutan menggunakan 0,1 N [ Na2S2O3] dan

dicatat volume [ml] dari 0,1 N [Na2S2O3] yang terpakai sebagai (A).

4. Ditambahkan 10 ml dari 4 N [H2SO4] dan dibiarkan sampai 2 atau 3 menit.

5. Ditirasi dangan 0,1 N [Na2S2O3], Pada akhir titrasi berwarna kuning

kecerahan, ditambah beberapa indikator starch.

6. Dilanjutkan titrasi sampai perubahan warna (titik akhir) terjadi menjadi tidak berwarna, dicatat volume [ml] dari 0,1 N [Na2S2O3] yang terpakai sebagai (T).


(40)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Dari hasil kerja praktek yang dilakukan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porseadi laboratorium didapatkan data-data sebagai berikut :

1. Data analisa pulp sebelum penambahan khlorin dioksida (ClO2) atau sebelum

berada di menara khlorin dioksida.

Sampel berasal dari outlet pulp dari washer #4 : a. Brightness sampel : 28- 30o ISO

b. Konsistensi pulp : 10%

Konsistensi pulp adalah berat kering serat dalm 100 gram campuran pulp dalam air. Ini adalah suatu ukuran terhadap konsentrasi bubur pulp.

2. Data analisa pengaruh penambahan Khlorin Dioksida (ClO2) pada menara khlorin

dioksida terhadap brightness di unit bleaching plant PT. Toba Pulp Lestari, Tbk a. Suhu : 42- 4.50C

b. pH : 1.9- 2.0

c. Larutan ClO2 dengan konsentrasi 6.0- 8.5 gpl

Data yang telah diperoleh dari pabrik untuk pemberian ClO2 yang seragam


(41)

Tabel 4.1 Data pengaruh waktu pemberian khlorin dioksida secara seragam terhadap brightness pulp pada stage khlorin dioksida

No Waktu

(menit) Stock Consist ClO2 Strenght gpl ClO2

Flow (A) lpm

ClO2

Flow (B) lpm

Brightne ss pulp

1 60 5.3 7.0 766 359 47.6

2 90 5.2 7.0 760 359 47.6

3 120 5.1 7.0 741 321 56.5

4 150 4.9 7.0 666 300 58.5

Tabel 4.2 Data pengaruh waktu pemberian khlorin dioksida secara tidak seragam terhadap brightness pulp pada stage khlorin dioksida

No Waktu

(menit) Stock Consist ClO2 Strenght gpl ClO2

Flow (A) lpm

ClO2

Flow (B) lpm

Brightne ss pulp

1 60 5.2 6.6 826 379 42.4

2 90 5.2 6.8 826 382 45.3

3 120 5.2 6.7 843 388 46.3


(42)

4.1.1. Perhitungan

Perhitungan yang telah ditetapkan oleh laboratorium untuk menentukan Khlorin dioksida strenght (ClO2) adalah

ClO2

[gpl] =

(T−A) x 67.5 x 0.1

12 .………. (4.1)

Keterangan :

A = Volume yang terpakai dari titrasi Natrium tiosulfat pertama T = Volume yang terpakai dari titrasi Natrium tiosulfat kedua 67.5 = Berat molekul dari ClO2

0.1 = Konsentrasi Natrium tiosulfat 12 = Berat equivalen dari ClO2

ClO2 dapat ditentukan secara laboratorium dalam gram per liter dengan perhitungan

yang berlaku diatas adalah :

[gpl] =(T−A) x 67.5 x 0.1 12

=(15.05−3.25) x 67.5 x 0.1 12


(43)

4.2. Pembahasan

1. Menentukan hubungan pemberian ClO2 strenght tidak seragam dan seragam

terhadap peningkatan brightness pulp.

Untuk menentukan hubungan pemberian ClO2 strenght terhadap brightness,

maka terlebih dahulu harus ditentukan antara waktu dan ClO2 strenght di menara

khlorin dioksida. Untuk dapat lebih mengetahui hal tersebut maka dilakukan dengan cara statistik yaitu melakukan hubungan regresi linier. Untuk pembahasan regresi umumnya dilakukan dengan perhitungan untuk memperoleh harga-harga konstanta persamaan garis regresi dan kofisien korelasi.

Regresi linier digunakan untuk mengetahui hubungan pemberian ClO2

strenght tidak seragam dan seragam antar waktu dan pemberian ClO2 strenght.

Regresi linier memiliki persamaan umum yaitu :

Y = a + bX ……… (4.2)

Dimana :

Y = Variabel terikat sebagai ClO2 strenght

X = Variabel terikat sebagai waktu


(44)

1. Untuk tidak seragam, diperoleh data sebagai berikut : waktu dinyatakan sebagai (X) dan ClO2 strenght dinyatakan sebagai (Y).

Untuk memperoleh garis persamaan regresi, terlebih dahulu mengolah data dengan metode least square dengan tujuan memgetahui nilai (a) dan (b), dari rumus persamaan diatas yang telah ditentukan.

Tabel 4.3 Data Metode Least Square Untuk Tidak Seragam

No X Y X.Y X2 Y2

1 60 6.6 396 3600 43.56

2 90 6.8 612 8100 46.24

3 120 6.7 804 14400 44.89

4 150 6.8 1020 22500 46.24

∑ 420 26.9 2832 48600 180.93

2. Untuk seragam, diperoleh data sebagai berikut : waktu dinyatakan sebagai (X) dan ClO2strenght dinyatakan sebagai (Y)

Tabel 4.4 Data Metode Least Square untuk seragam

No X Y X.Y X2 Y2

1 60 7.0 420 3600 49

2 90 7.0 630 8100 49

3 120 7.0 840 14400 49


(45)

∑ 420 28.0 2940 48600 49

Dari dua tabel di atas dapat diketahui :

a. Untuk tidak seragam pemberian ClO2strenght :

∑X = 420

∑Y = 26.9

∑X2

= 48600

∑Y2

= 180.93

∑XY = 2832

n = 4

∑X = 420 X--

=

∑X

=

420

4 = 105

∑Y = 26.9 Y--

=

∑Y

n

=

26.9

4 = 6.7

Untuk mendapatkan garis persamaan linier maka terlebih dahulu dicari harga variabel a dan b dengan menggunakan persamaan linier :

a = Y – b X

a

=

�∑Y) (∑ X

2�−(XY )

� (∑ �2)−( ∑ �)2

b

=

� ∑Y−(∑X)(∑XY )


(46)

Untuk mencari nilai a maka dapat diperoleh dengan cara :

a = (26.9)(48600 )−(420)(2832) 4 (48600 )−(420)2 =1307340−1189440

194400−176400 = 117900

18000 = 6.5

Setelah nilai a diperoleh maka disubstitusikan ke persamaan berikut untuk memperoleh nilai b :

Dik : X = 60 Y = 6.6

a = Y – bX ……… (4.3) maka :

6.5 = 6.6 – b (60) 60 b = 6.5 – 6.6

= −0.1

−60 = 0.001

Sehingga dapat diperoleh persamaan hubungan antara waktu dan ClO2strenght terhadap pemberian yang tidak seragam.

Y = 6.5 + 0.001(X)


(47)

∑ X = 420

∑ Y = 28.0

∑ X2

= 48.600

∑ Y2

= 245

∑ XY = 2940

n = 4

∑ X = 420 X-- = ∑X

=

420

4 = 105

∑ Y = 28.0 Y-- = ∑Y

=

28.0 4 = 7.0

a =(28.0)(48600 )−(420)(2940) 4(48600 )−(420)2

=

1360800−1234800

194400−176400

=

126000

18000 = 7 maka

7 = 7 – b (60) -60 b = 7 – 7

= 0

−60 = 0


(48)

Sehingga :

Y = 7 + 0(X)

Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan korelasi antara X (waktu) dan Y (ClO2strenght) maka dapat ditentukan dengan memakai rumus koefisien korelasi (r)

sebagai berikut :

r = �(XY )−(∑X)(∑Y)

��(∑X2)−(∑X)2 .��(∑Y2) −(∑Y)2

………(4.4)

a Untuk pemberian tidak seragam

r = �(XY )−(∑X)(∑Y)

��(∑X2)−(∑X)2 .��(Y2) (Y)2

= 4(2832)−(420)(26.9)

�4(48600 ) −(420)2. 4(180.93) (26.9)2

= 11328−11298

�194400 −176400 . �72372 −72361

= 30

√31.3 . √11

= 30

5.5 . 3.31

= 30 18.205 = 1.64


(49)

r = �(XY )−(∑X)(∑Y)

��(∑X2)−(∑X)2 .��(∑Y2) −(∑Y)2

=

4(2940)−(420)(28.0)

�4(48600 ) −(420)2. 4(245) (28.0)2

= 11760−11760

�194400 −176400 . �980 −784

= 0

√31.3 . √28

= 0

5.5 . 5.2

= 0 28.6

= 0

Penentuan waktu yang optimum (sesuai dengan pemberian ClO2 strenght

tidak seragam dan seragam) yang dapat dipergunakan untuk memperoleh angka brightness pulp yang diinginkan di tahap ini agar tidak maksimal merusak pulp untuk tahap pemberian berikutnya, khususnya tahap akhir pencapaian sekitar 89-90o berdasarkan ISO.

Dari konsep yang telah dibahas, diperoleh persamaan garis regresi yang berbeda antara pemberian ClO2 strenght tidak seragam dan seragam. Harga Y dapat

diperoleh dengan cara mensubsitusikan harga X terhadap persamaan garis regresi yang telah dibahas diatas, ialah :


(50)

a. Untuk pemberian tidak seragam misalnya untuk data X1 = 60

Y = 6.5 + 0.001(60) = 6.5 + 0.06 = 6.56 b. Untuk pemberian seragam

sama halnya dengan yang tidak seragam X1 = 60

Y = 7 + 0(60) = 7 + 0 = 7

Berdasarkan pembahasan diatas yang telah ditentukan dalam persamaan garis regresi, memiliki hubungan berbanding lurus terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp di dalam waktu yang telah ditentukan. Pengaruh ClO2 strenght untuk

pemberian yang tidak seragam mengalami nilai (rate) yang bertambah seiring dengan waktu, hal ini berpengaruh terhadap peningkatan brightness sesuai data yang telah diamati dan diperoleh. Pemberian untuk yang seragam tidak mengalami nilai yang bertambah tetapi tetap mengalami peningkatan angka derajat kecerahan pulp. Hasil ini akan berpengaruh terhadap pemakaian ClO2 untuk tahap berikutnya. Pencapaian

brightness di tahap berikutnya akan memaksimalkan jumlah pemakaian ClO2 jika

terjadi penurunan nilai brightness di tahap ini. Dari data yang telah diperoleh bahwa pengaruh ClO2 untuk seragam dan tidak seragam dapat dilihat pada tabel di bawah ini

:


(51)

Data Xn

X Y

1 60 6.56

2 90 6.59

3 120 6.62

4 150 6.65

Tabel 4.6 Data Tabel Analisa Garis Regresi Linier untuk seragam Data

Xn

X Y

1 60 7

2 90 7

3 120 7

4 150 7

Jadi pengaruh ClO2strenght didalam pemberian yang seragam terhadap

brightness adalah tetap, dengan waktu yang telah ditentukan dan di dapat persamaan hubungan korelasi (r) adalah 0.


(52)

SBAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penentuan dan pembahasan yang telah diperoleh dan diamati dari hasil data lapangan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea dapat diambil kesimpulan bahwa :

1 Pengaruh ClO2 strenght akan semakin bertambah seiring dengan

meningkatnya angka derajat kecerahan pulp (brightness) pada pemberian ClO2 strenght secara tidak seragam dalam nilai (rate), untuk mendapatkan

kecerahan pulp yang diinginkan di menara khlorin dioksida. Pemberian tersebut telah di peroleh dari persamaan garis regresi, hubungan Y = 6.5 + 0.001(60) dengan brightness pulp 42.2o berdasarkan ISO.

2 Pengaruh ClO2 strenght tidak bertambah namun angka derajat kecerahan pulp

(brightness) tetap meningkat pada pemberian ClO2 strenght secara seragam

dalam nilai (rate), untuk mendapatkan kecerahan pulp yang diinginkan di menara khlorin dioksida. Pemberian tersebut telah di peroleh dari persamaan garis regresi, hubungan Y = 7 + 0(60) dengan brightness pulp 47.6o berdasarkan ISO.

3 Penggunaan bahan kimia khususnya khlorin dioksida (ClO2) telah diterapkan


(53)

efisien terhadap pencemaran lingkungan dan BOD yang memiliki nilai yang rendah.

5.2 Saran

1. Jumlah aliran ClO2 (liter per menit) untuk pemberian yang pertama atau kedua

harus selalu diperhatikan, karena ditahap ini banyak mengalami pencapaian brightness yang tidak baik, serta penggunaan ClO2 yang terlalu dimaksimalkan,

karena kekuatan bahan ini mudah merusak selulosa sehingga hasil rendemen pulp tersebut tidak baik.

2. Disamping itu juga pemakaian sulfur dioksida (SO2) harus tetap diperhatikan agar

kerja ClO2 tidak begitu maksimal merusak serat pulp didalam delignifikasi lignin


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Buku Manual Training Digester Plant. Porsea : Toba Pulp Training and Development Center.

Anonim, 2003. Buku Manual Training Pulp Machine Plant. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center

Anonim, 2003. Buku Manual Training Washing and Screening. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center

Austin, G. I, 1996. Industri Proses Kimia. Jakarta : Penerbit Erlangga Dumanauw, J. F, 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Haygreen, J. G dan Bowyer, J. L, 1996. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu.

Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)

Fengel, D dan Wegener, G, 1986. Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi. Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)

http:// kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010 diakses tanggal 12 april 2014

Sirait, S, 2003. Bleaching Module Training and Development Center. Porsea : Toba Pulp Lestari, Tbk

Sjostrom, e, 1995. Kimia kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua .Yogyakarta : Gadja Mada University Press

Stefford, J. dan McMurdo, G, 1983. Teknologi Kerja Kayu. Jakarta : Penerbit Erlangga


(55)

Grafik ClO2 Strenght Seragam vs Time

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 20 40 60 80 100 120 140 160

K

lo

ri

n di

o

k

si

da

s

tr

e

ng

ht

(Y

)


(1)

a. Untuk pemberian tidak seragam misalnya untuk data X1 = 60

Y = 6.5 + 0.001(60) = 6.5 + 0.06 = 6.56 b. Untuk pemberian seragam

sama halnya dengan yang tidak seragam X1 = 60 Y = 7 + 0(60)

= 7 + 0 = 7

Berdasarkan pembahasan diatas yang telah ditentukan dalam persamaan garis regresi, memiliki hubungan berbanding lurus terhadap peningkatan angka derajat kecerahan pulp di dalam waktu yang telah ditentukan. Pengaruh ClO2 strenght untuk pemberian yang tidak seragam mengalami nilai (rate) yang bertambah seiring dengan waktu, hal ini berpengaruh terhadap peningkatan brightness sesuai data yang telah diamati dan diperoleh. Pemberian untuk yang seragam tidak mengalami nilai yang bertambah tetapi tetap mengalami peningkatan angka derajat kecerahan pulp. Hasil ini akan berpengaruh terhadap pemakaian ClO2 untuk tahap berikutnya. Pencapaian


(2)

Data Xn

X Y

1 60 6.56

2 90 6.59

3 120 6.62

4 150 6.65

Tabel 4.6 Data Tabel Analisa Garis Regresi Linier untuk seragam Data

Xn

X Y

1 60 7

2 90 7

3 120 7

4 150 7

Jadi pengaruh ClO2strenght didalam pemberian yang seragam terhadap

brightness adalah tetap, dengan waktu yang telah ditentukan dan di dapat persamaan hubungan korelasi (r) adalah 0.


(3)

SBAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penentuan dan pembahasan yang telah diperoleh dan diamati dari hasil data lapangan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk Porsea dapat diambil kesimpulan bahwa :

1 Pengaruh ClO2 strenght akan semakin bertambah seiring dengan meningkatnya angka derajat kecerahan pulp (brightness) pada pemberian ClO2 strenght secara tidak seragam dalam nilai (rate), untuk mendapatkan kecerahan pulp yang diinginkan di menara khlorin dioksida. Pemberian tersebut telah di peroleh dari persamaan garis regresi, hubungan Y = 6.5 + 0.001(60) dengan brightness pulp 42.2o berdasarkan ISO.

2 Pengaruh ClO2 strenght tidak bertambah namun angka derajat kecerahan pulp (brightness) tetap meningkat pada pemberian ClO2 strenght secara seragam dalam nilai (rate), untuk mendapatkan kecerahan pulp yang diinginkan di menara khlorin dioksida. Pemberian tersebut telah di peroleh dari persamaan garis regresi, hubungan Y = 7 + 0(60) dengan brightness pulp 47.6o berdasarkan ISO.


(4)

efisien terhadap pencemaran lingkungan dan BOD yang memiliki nilai yang rendah.

5.2 Saran

1. Jumlah aliran ClO2 (liter per menit) untuk pemberian yang pertama atau kedua harus selalu diperhatikan, karena ditahap ini banyak mengalami pencapaian

brightness yang tidak baik, serta penggunaan ClO2 yang terlalu dimaksimalkan, karena kekuatan bahan ini mudah merusak selulosa sehingga hasil rendemen pulp

tersebut tidak baik.

2. Disamping itu juga pemakaian sulfur dioksida (SO2) harus tetap diperhatikan agar kerja ClO2 tidak begitu maksimal merusak serat pulp didalam delignifikasi lignin pada tahap akhir bleaching untuk mencapai brightness yang diinginkan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Buku Manual Training Digester Plant. Porsea : Toba Pulp Training and Development Center.

Anonim, 2003. Buku Manual Training Pulp Machine Plant. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center

Anonim, 2003. Buku Manual Training Washing and Screening. Porsea : Toba Pulp Lestari Training and Development Center

Austin, G. I, 1996. Industri Proses Kimia. Jakarta : Penerbit Erlangga Dumanauw, J. F, 1990. Mengenal Kayu. Yogyakarta : Penerbit Kanisius Haygreen, J. G dan Bowyer, J. L, 1996. Hasil Hutan Dan Ilmu Kayu.

Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)

Fengel, D dan Wegener, G, 1986. Kimia Ultrastruktur Reaksi-reaksi. Yogyakarta : UGM (Anggota IKAPI)

http:// kutipan Achmad_Wildan.pdf-Adobe Reader, 2010 diakses tanggal 12 april 2014

Sirait, S, 2003. Bleaching Module Training and Development Center. Porsea : Toba Pulp Lestari, Tbk

Sjostrom, e, 1995. Kimia kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan. Edisi Kedua .Yogyakarta : Gadja Mada University Press

Stefford, J. dan McMurdo, G, 1983. Teknologi Kerja Kayu. Jakarta : Penerbit Erlangga


(6)

Grafik ClO2 Strenght Seragam vs Time

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 20 40 60 80 100 120 140 160

K

lo

ri

n di

o

k

si

da

s

tr

e

ng

ht

(Y

)