Gita Dwi Putri Mareta, 2015 Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan
pada peserta didik Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi skripsi.
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat terlepas dari peranan orang- orang yang berada disekitarnya, karena itu selama menjalani proses kehidupannya,
manusia terus melakukan hubungan sosial. Ali Asrori 2009, hlm. 85 mengungkapkan hubungan sosial mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri
kemudian berkembang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang lebih luas lagi, yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Hubungan
sosial yang dilakukan di lingkungan rumah dimulai sejak individu berada pada masa bayi dan terus berkembang sampai individu mulai memiliki lingkungan sosial yang
lebih luas, dalam artian hubungan sosial terus berkembang seiring dengan perkembangan individu.
Salah satu tahap perkembangan yang penting dalam kehidupan individu adalah masa remaja. Menurut Yusuf 2009a, hlm. 184
“fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya
organ-organ fisik sehingga mampu bereproduksi”. Selain perubahan dalam aspek
fisik, terjadi pula perubahan dalam aspek lainnya yang meliputi aspek emosi, intelegensi dan sosial, seluruh aspek tersebut saling mempengaruhi satu sama lain
Yusuf, 2012b, hlm. 17. Banyaknya perubahan yang terjadi pada diri remaja, membuat remaja sering
kali mengalami kebingungan dalam menyikapinya, sebab itu Hurlock 1980, hlm. 207 menyebut masa remaja sebagai usia bermasalah. Berbagai hambatan akan
Gita Dwi Putri Mareta, 2015 Penggunaan teknik psikodrama untuk mereduksi konformitas teman sebaya yang berlebihan
pada peserta didik Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dialami remaja pada masanya, kenyataan ini erat kaitannya dengan kemampuan remaja dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
“Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian
sosial ” Hurlock, 1980, hlm. 213. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri
dengan orang-orang disekitarnya melalui pola baru, dengan mengatasnamakan diri yang sudah bukan anak lagi. Ali Asrori 2009, hlm. 91 mengungkapkan
“masa remaja bisa disebut sebagai masa sosial karena sepanjang masa remaja hubungan
sosial semakin tampak jelas dan dominan ”. Menginjak usia remaja individu mulai
diperkenalkan pada lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga keluarga bukan lagi satu-satunya yang berperan penting dalam perkembangannya.
Pengaruh teman sebaya memiliki peranan yang sangat kuat dalam perkembangan remaja, bahkan peran teman sebaya pada masa remaja dapat menjadi
lebih penting dibandingkan dengan keluarga. Hal ini disebabkan karena remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama teman sebayanya dibandingkan dengan
pada masa sebelumnya, terutama dalam kegiatan di sekolah. Menurut Horrock Benimoff dalam Hurlock, 1980, hlm. 214
„kelompok sebaya merupakan dunia nyata para anak muda, yang menyiapkan panggung dimana
ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain ‟. Agar dapat diterima menjadi bagian
kelompok teman sebayanya, maka remaja cenderung untuk melakukan penyesuaian. Penyesuaian remaja terhadap norma kelompok dengan berperilaku sama dengan
kelompok teman sebaya disebut konformitas. “Konformitas merupakan suatu bentuk
penyesuaian terhadap kelompok sosial karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan, meskipun tuntutan tersebut tidak terbuka
” Baron Byrne, 2005, hlm. 53. Lebih lanjut lagi Myers 2012, hlm. 252 mengemukakan konformitas
tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga dipengaruhi oleh bagaimana mereka bertindak.
Konformitas dapat menjadi salah satu cara remaja untuk menutupi kelemahan yang dirasakan oleh dirinya. Melalui bergabung dengan kelompoknya remaja akan
merasa tertutupi kelemahannya melalui kekuatan yang diperoleh dari teman-teman sekelomponya.
“Banyak remaja yang khawatir tentang seberapa baik mereka disukai dan diterima oleh rekan-rekan mereka, yang akan menjelaskan mengapa remaja
sering menyesuaikan diri dan menyesuaikan perilaku, sikap, dan keyakinan mereka kepada orang-orang di sekitar mereka
” McElhaney, dkk. 2008, dalam Tolley, 2013. Conger dalam Yusuf, 2012b, hlm. 59 memaparkan berdasarkan survey
nasional terhadap remaja di Amerika, ditemukan remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk menjadi populer dan konformitas. Remaja ingin selalu berada
menjadi bagian dari kelompoknya, mereka akan melakukan konformitas terhadap kelompoknya dalam berbagai aspek yang ditunjukkan melalui tindakan ataupun
pemikiran, hal tersebut dilakukan remaja agar terhindar dari sanksi kelompok. Hal ini senada dengan yang diungkapkan Myers 2012, hlm. 252
“konformitas adalah bertindak atau berpikir secara berbeda dari tindakan dan pikiran yang biasa kita
lakukan jika kita sendiri ”.
Russell Bakken 2002, hlm. 1 mengungkapkan “remaja yang paling rentan terhadap konformitas teman sebaya berkisar antara
kelas tujuh dan kelas delapan”. Kelas tujuh dan kelas delapan termasuk pada rentang usia remaja awal, ketika masa
tersebut pengakuan dari kelompok teman sebaya sangat penting. Pada masa remaja awal kecenderungan untuk mengikuti standar-standar atau norma-norma teman
sebaya lebih kuat daripada yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Eccles 1999, hlm. 39 menyatakan
“penyesuaian dengan kelompok teman sebaya dapat membuat masalah untuk remaja awal dan kebaikan remaja sering rusak oleh pengaruh negatif
dari teman sebaya khususnya oleh kelompok-kelompok. Ketika awal masa pencarian jati diri, remaja mulai memiliki keinginan untuk
melepaskan ketergantungannya terhadap orangtua. Remaja berusaha untuk melakukan hal apa saja yang membuat dirinya dapat diterima oleh kelompok teman
sebaya, termasuk melakukan hal-hal yang kurang berguna bagi dirinya, bahkan tidak sesuai dengan standar nilai yang telah ditetapkan oleh orangtuanya. Sloan 2009, hlm.
536 mengungkapkan “beberapa hasil penelitian telah menetapkan bahwa individu
mungkin dipengaruhi oleh norma-norma kelompok bahkan ketika perilaku tersebut merugikan kesehatan atau kesejahteraan mereka sendiri
”. Yusuf 2009a, hlm. 14 menerangkan
“perkembangan konformitas pada remaja dapat berdampak positif atau negatif, tergantung kepada siapa atau kelompok
mana dia melakukan konformitasnya ”. Pada dasarnya remaja perlu melakukan
penyesuaian diri dengan teman-teman sebayanya , “menjadi bagian dari kelompok
teman sebaya merupakan salah satu tugas perkembangan yang utama bagi remaja” Bourne, 1978; Coleman Hendry, 1990; Erikson, 1968, dalam Santor, dkk. 2000,
hlm. 164 .
Namun konformitas yang baik adalah yang memiliki batasan dan tidak berlebihan. Burger dalam Baron Byrne, 2005, hlm. 65 mengemukakan
“ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan konformitas, yaitu kebutuhan
dalam mempertahankan individualitas dan kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas kehidupan sendiri
”. Sehingga terdapat dua bentuk dampak negatif yang muncul akibat konformitas yang berlebihan, yaitu kehilangan identitas diri atau individualitas
dan perilaku negatif sebagai akibat penyesuaian yang berlebihan terhadap kelompok negatif.
Healy dan Browner dalam Yusuf, 2012b, hlm. 61 menemukan 67 dari 3.000 anak nakal di Chicago ternyata karena mendapat pengaruh dari teman
sebayanya. Konformitas yang berlebihan rentan menimbulkan dampak-dampak negatif bagi remaja, sebab terdapat beberapa tuntutan kelompok teman sebaya yang
berada di luar batas wajar atau bersifat negatif, dan akan semakin berdampak negatif ketika remaja tidak mampu menghindarinya atau tidak dapat mengontrol dirinya.
Yusuf 2009a, hlm 14 menerangkan dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan remaja yang nakal, menjadi pecandu Napza, meminum minuman keras, free sex, atau
berperilaku kriminal, berperilaku sadis seperti geng motor dikarenakan meniru atau mengikuti perilaku teman sepergaulannya, hal tersebut merupakan akibat dari
konformitas terhadap kelompok yang negatif. Sloan 2009, hlm. 536 menjabarkan beberapa contoh perilaku yang berpotensi berbahaya dan telah terbukti dipengaruhi
oleh konformitas meliputi pesta makan, diet berlebihan, merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, penggunaan kokain remaja, dan keterlibatan geng.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana 2013 mengenai perilaku konformitas negatif pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Bancak
Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 20122013 menunjukkan 25 peserta didik memiliki konformitas negatif yang sangat tinggi, 26,1 peserta didik memiliki
konformitas negatif yang tinggi, 23,9 peserta didik konformitas negatifnya sedang, dan 25 peserta didik yang konformitas negatifnya rendah. Hasil penelitian tersebut
mengartikan jumlah peserta didik yang memiliki konformitas negatif lebih dominan dibandingkan peserta didik yang tidak memiliki konformitas negatif. Selanjutnya
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Cynthia 2007 mengenai konformitas kelompok dan perilaku seks bebas pada remaja, menunjukkan adanya
hubungan positif yang sangat signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku seks bebas pada remaja. Penelitian lainnya dilakukan oleh Cipto Kuncoro
2009 mengenai harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara harga diri dan konformitas terhadap kelompok dengan perilaku minum-minuman beralkohol pada remaja. Berdasarkan beberapa
hasil penelitian mengenai konformitas di atas terlihat perilaku konformitas remaja cenderung mengarah pada perilaku-perilaku negatif.
Hasil studi observasi di SMP Negeri 43 Bandung yang dilakukan selama melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan PPL pada tahun ajaran
20132014, ditemukan tidak sedikit peserta didik terutama kelas VIII yang membentuk kelompok-kelompok. Perilaku yang ditunjukkan oleh kelompok meliputi
menyamakan penampilan, gaya berbicara, merokok, memilih untuk bolos sekolah ketika beberapa anggota kelompoknya tidak sekolah, saling memberikan contekan,
serta membela temannya yang bermasalah tanpa memastikan kebenarannya. Hal tersebut adalah bentuk perilaku negatif akibat konformitas teman sebaya yang
berlebihan pada remaja.
Sistem pendidikan di sekolah sejatinya tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk memperoleh keterampilan kognitif yang ditandai dengan perolehan
prestasi yang gemilang. Namun mengarahkan pula peserta didik untuk memiliki keterampilan sosial dan pengelolaan diri yang baik ditandai dengan sikap dan
perilaku yang terdidik, yang menunjang pada kesuksesan hidup yang efektif. Ini sejalan dengan ungkapan Hurlock dalam Yusuf, 2012b, hlm. 54
„sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian anak peserta didik baik
dalam cara berpikir, bersikap maupun berperilaku ‟. Lebih lanjutnya Rutter dalam
Yusuf, 2012b, hlm. 55 menyatakan „sekolah yang efektif adalah sekolah yang
memajukan, meningkatkan atau mengembangkan prestasi akademik, keterampilan sosial, sopan satun, sikap positif terhadap belajar, rendahnya angka absen peserta
didik, dan memberikan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan peserta didik dapat bekerja
‟. Hal ini mengartikan bahwa mengembangkan keterampilan sosial peserta didik merupakan tanggung jawab pihak sekolah.
Layanan bimbingan dan konseling yang merupakan bagian integral dari sistem pendidikan bertujuan membantu peserta didik untuk dapat berkembang secara
optimal, termasuk pencapaian tugas perkembangan yang berkaitan dengan bidang sosial. Sebab itu layanan bimbingan dan konseling diperlukan untuk membantu
peserta didik yang memiliki konformitas teman sebaya berlebihan, agar dapat terhindar dari pengaruh negatif yang biasa muncul. Asch pada tahun 1951 dalam
Baron Byrne, 2005, hlm. 56 seorang psikolog sosial yang melakukan penelitian terhadap perilaku konformitas, hasil penelitiannya menemukan bahwa ketika
melakukan konformitas sebenarnya subjek mengalami tekanan yang cukup besar meskipun tekanan tersebut tidak terlihat. Karena itu Myers 2012, hlm. 298
menyatakan “penekanan psikologi sosial terhadap kekuatan tekanan sosial harus
disertai dengan penekanan tambahan mengenai kekuatan dari orang tersebut ”.
Seorang individu harus memiliki kekuatan diri untuk mampu terhindar dari penekanan sosial yang berlebihan. Lebih lanjut lagi Myers 2012, hlm. 295
mengungkapkan seseorang dapat bertindak sesuai nilainya sendiri, terlepas dari
kekuatan yang memberikan dorongan kepada orang tersebut dan salah satu caranya adalah dengan menegaskan keunikan.
Peserta didik yang memiliki konfomitas teman sebaya yang berlebihan memerlukan bantuan untuk dapat lebih memahami dirinya dan mampu
mengekspresikan keunikan dirinya tanpa adanya tekanan dari kelompok teman sebaya melalui layanan bimbingan dan konseling. Terdapat berbagai teknik dalam
bimbingan dan konseling, sehingga perlu dikembangkan penelitian mengenai penggunaan teknik bimbingan dan konseling untuk mereduksi konformitas teman
sebaya yang berlebihan pada peserta didik.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Penelitian