Pengujian Kemampuan Adsorpsi Dari Adsorben Alumina Akttif Untuk Mesin Pendingin Tenaga Surya

(1)

PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN ALUMINA AKTIF UNTUK MESIN PENDINGIN TENAGA SURYA

SKRIPSI

Skripsi Yang DiajukanUntukMelengkapi SyaratMemperolehGelarSarjanaTeknik

ABDI ZENTRA AORNA MANIK

NIM. 120421044

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karuniaNya serta nikmat kesehatan yang diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan sebaik-baiknya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan agar memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun Tugas Sarjana yang dipilih dengan judul “PENGUJIAN KEMAMPUAN ADSORPSI DARI ADSORBEN ALUMINA AKTTIF UNTUK MESIN PENDINGIN TENAGA SURYA”

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua dan keluarga tercinta (Ayah) Jahillim Manik dan (Ibu)

Nursaini Sigalingging yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, motivasi dan nasihat yang tak ternilai harganya. Serta kepada adik-adik saya yaitu Apri R. Manik, S.pd, Andriana Yunilia Manik, Astri N. Manik, Ardi S. D. Manik, Anita S. Manik yang terus mendoakan saya dalam menyelesaikan Tugas sarjana ini.

2. Bapak Dr.Eng. Himsar Ambarita.ST.MT.selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya membimbing, memotivasi, dan membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Bapak Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME (Dekan Fakultas Teknik USU), beserta segenap staf dan jajarannya.

4. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.


(10)

5. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

7. Rekan satu tim Hakimin Nasution dan Bonardo Sormin atas kerja sama yang baik untuk menyelesaikan penelitian ini.

8. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Departemen Teknik Mesin, khususnya kepada kawan-kawan seperjuangan Angkatan 2012 yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan yang berguna demi kelengkapan Tugas Sarjana ini, "Solidarity Forever".

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun penyajian Tugas Sarjana ini. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran-saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Tugas Sarjana ini dikemudian hari.

Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat untuk kita semua.

Medan, April 2015 Penulis


(11)

ABSTRAK

Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para ahli karena disamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy terbarukan yaitu energi surya. Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin adsorpsi dapat berjalan dengan baik perlu diketahui jumlah perbandingan yang ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disini untuk mencari perbandingan antara absorben alumina aktif menggunakan baut maupun tidak menggunakan baut. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat penguji kapasitas adsorpsi. Alat penguji kapasitas adsorpsi yang digunakan dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumber panas. Adsorber pada alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan terhadap korosi akibat dari variasi refrigeran yang digunakan. Alumina aktif yang digunakan sebagai adsorben sebanyak 1 kg. Sedangkan variasi refrigeran yang digunakan yaitu amonia. Kapasitas amonia yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben alumina aktif mengunakan baut diisolasi adalah sebanyak 300 mL. Sedangkan kapasitas amonia yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben alumina aktif tidak menggunakan baut diisolasi adalah sebanyak 220 mL.


(12)

ABSTRACT

Lately adsorption refrigeration cycle more and more scrutinized by experts as well as eco-friendly and economical use of renewable energy is solar energy. In order for the process of adsorption and desorption adsorption refrigerating machine can run well to note that the ideal number of comparisons between the adsorbent with a refrigerant used. Here to find a comparison the absorbent activated alumina using or not using a bolt. The data can be searched using the adsorption capacity testers. Adsorption capacity testers are used equipped with a 1000 W halogen lamp as a heat source. Adsorber on this tester is made of stainless steel which aims to resist corrosion due to the variation of refrigerant used. Mixture of active alumina used as much as 1 kg of adsorbent. While the refrigerant used is amonia. The capacity of amonia which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated alumina using bolt isolated is much as 300 mL. While the capacity of amonia which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated alumina not using bolt isolated is much as 220 mL.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SIMBOL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.2.1 Tujuan Umum ……… 2

1.2.2 Tujuan Khusus ………... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Adsorpsi ... 5

2.1.1 Teori Umum Adsorpsi ... 5

2.2 Adsorben ... 8

2.2.1 Alumina Aktif ... 8

2.2.2 Pembuatan Alumina Aktif ... 10

2.2.3 Kegunaan Alumina Aktif ... 12

2.3 Refrigeran ... 13

2.3.1 Amonia ... 15

2.4 Keamanan Lingkungan ... 16

2.5 Kalor (Q) ... 17

2.5.1 Kalor Laten ... 17

2.5.2 Kalor sensibel ... 18


(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu ... 23

3.2 Bahan ... 23

3.3 Alat Ukur yang Digunakan pada Pengujian Kapasitas Adsorpsi 23 3.4 Peralatan yang Digunakan ... 25

3.5 Set-Up Eksperimental ... 29

3.5.1 Prosedur Pengujian ... 30

3.6 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ... 31

3.6.1 Dimensi Utama Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi 33

3.7 Langkah Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ... 34

3.7.1 Pembuatan Adsorber ... 34

3.7.2 Pembuatan Gelas Ukur ... 37

3.8 Flowchart Penelitian ... 38

BAB IV ANALISA DATA 4.1 Hasil Pengujian ... 39

4.1.1 Pengujian dengan Gelas Ukur ... 40

4.1.2 Data Alat Pengujian Kapasitas Adsorbsi Menggunakan Fin Dan Tanpa Fin Dengan Gelas Ukur Diisolasi ... 41

4.2 Energi Adsorpsi Alumina Aktif ... 55

4.3 Neraca Kalor ………. 56

4.3.1 Kalor yang Diserap Gelas Ukur ... 56

4.3.2 Perhitungan Kalor Laten ... 57

4.4 Analisa Perpindahan Panas pada Adsorber saat Desorpsi ... 59

4.4.1 Perpindahan Panas Pada Pengujian Amonia ... 59

4.5 Analisa Perpindahan Panas pada saat adsrobsi ... 63

4.5.1 Konveksi Natural Pada Pengujian Amonia ... 63

4.5.2 Efisiansi Gelas Ukur ... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 80


(15)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Dasar Refrigerasi Adsorpsi ... 6

Gambar 2.2 Diagram Clayperon pada Sistem Pendingin Siklus Adsorpsi 7 Gambar 2.3 Adsorben Alumina Aktif ... 9

Gambar 2.4 Diagram Proses Pembuatan Alumina ... 12

Gambar 2.5 Amonia( NH3)... 16

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat ... 19

Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat ... 20

Gambar 2.8 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a) ... 21

Gambar 2.9 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe b) ... 22

Gambar 3.1 Pace XR5 Data Logger ... 24

Gambar 3.2 Sensor Tekanan ... 24

Gambar 3.3 Pompa Vakum ... 25

Gambar 3.4 Katup ... 26

Gambar 3.5 Pipa Penghubung ... 26

Gambar 3.6 Selang Karet ... 27

Gambar 3.7 Baut ... 27

Gambar 3.8 Kotak Isolasi Styrofoam ... 28

Gambar 3.9 Laptop ... 28

Gambar 3.10 Set-Up Eksperimental pada Proses Desorpsi ... 29

Gambar 3.11 Set-Up Eksperimental pada Proses Adsorpsi ... 30

Gambar 3.12 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi dengan gelas ukur ... 32

Gambar 3.13 Dimensi Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi ... 33

Gambar 3.14 Dimensi Adsorber ... 33

Gambar 3.15 Gelas Ukur... 34

Gambar 3.16 Bentuk Adsorber ... 34

Gambar 3.17 Pengisian Adsorben Alumina Aktif ... 35

Gambar 3.18 Pemasangan Kawat Kasa ... 35

Gambar 3.19 Penyambungan Pelat Adsorber ... 36

Gambar 3.20 Pemasangan Pipa, Manometer Vakum dan Katup ... 36


(17)

Gambar 3.22 Adsorber Setelah Dicat Warna Hitam ... 37

Gambar 3.23 Pembuatan Gelas Ukur ... 37

Gambar 3.24 Gelas Ukur... 37

Gambar 4.1 Letak Titik-Titik thermocouple pada Alat Penguji ... 39

Gambar 4.2 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan fin ... 41

Gambar 4.3 Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu pada Adsorber Pada Saat Pemvakuman ... 42

Gambar 4.4 Grafik Tekanan vs Waktu ... 43

Gambar 4.5 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan fin ... 43

Gambar 4.6 Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu pada Adsorber Pasa Saat Pemvakuman ... 44

Gambar 4.7 Grafik Tekanan vs Waktu ... 45

Gambar 4.8 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan Fin ... 46

Gambar 4.9 Grafik Temperatur vs Waktu adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia) ... 46

Gambar 4.10 Grafik Tekanan vs Waktu ... 47

Gambar 4.11 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) tanpa menggunakan Fin ... 47

Gambar 4.12 Grafik Temperatur vs Waktu adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia) ... 48

Gambar 4.13 Grafik Tekanan vs Waktu ... 49

Gambar 4.14 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan Fin ... 50

Gambar 4.15 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia) ... 50

Gambar 4.16 Grafik Tekanan vs Waktu ... 51

Gambar 4.17 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) tanpa menggunakan Fin ... 52 Gambar 4.18 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant


(18)

(amonia) ... 53

Gambar 4.19 Grafik Tekanan vs Waktu ... 54

Gambar 4.20 Mekanisme Perpindahan Panas Pada Adsorber ... 59


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Adsorben Alumina Aktif ... 9 Tabel 2.6 Sifat Amonia ... 15


(20)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Arti Satuan

A Luas penampang m2

Cp Kalor spesifik tekanan tetap J/kg.K

h koefisien konveksi W(m2K)

k Koefisien konduksi W/m.K

Le Kapasitas kalor spesifik laten J/kg

m Massa zat kg

Nu Bilangan Nusselt

Qc Laju perpindahan panas konduksi W

Qh laju perpindahan panas konveksi W

Qr laju perpindahan panas radiasi W

P Tekanan Vakum psi

QL Kalor laten J

Qs Kalor sensibel J

t Interval waktu s

Tgl Temperatur gelas ukur K

Ts Temperatur permukaan adsorber K

Tb Temperatur bawah adsorber K

Tf Temperatur film K

TG Temperatur gelas ukur K

T Beda temperatur K

x Panjang/tebal pelat m

ε emisitas dari pelat penyerap


(21)

ABSTRAK

Akhir-akhir ini mesin pendingin siklus adsorpsi semakin banyak diteliti oleh para ahli karena disamping ekonomis juga ramah lingkungan dan menggunakan energy terbarukan yaitu energi surya. Agar proses adsorpsi dan desorpsi mesin pendingin adsorpsi dapat berjalan dengan baik perlu diketahui jumlah perbandingan yang ideal antara adsorben dengan refrigeran yang digunakan. Disini untuk mencari perbandingan antara absorben alumina aktif menggunakan baut maupun tidak menggunakan baut. Data tersebut dapat dicari menggunakan alat penguji kapasitas adsorpsi. Alat penguji kapasitas adsorpsi yang digunakan dilengkapi dengan lampu halogen 1000 W sebagai sumber panas. Adsorber pada alat penguji ini terbuat dari bahan stainless steel yang bertujuan agar tahan terhadap korosi akibat dari variasi refrigeran yang digunakan. Alumina aktif yang digunakan sebagai adsorben sebanyak 1 kg. Sedangkan variasi refrigeran yang digunakan yaitu amonia. Kapasitas amonia yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben alumina aktif mengunakan baut diisolasi adalah sebanyak 300 mL. Sedangkan kapasitas amonia yang dapat diadsorpsi dan didesorpsi oleh adsorben alumina aktif tidak menggunakan baut diisolasi adalah sebanyak 220 mL.


(22)

ABSTRACT

Lately adsorption refrigeration cycle more and more scrutinized by experts as well as eco-friendly and economical use of renewable energy is solar energy. In order for the process of adsorption and desorption adsorption refrigerating machine can run well to note that the ideal number of comparisons between the adsorbent with a refrigerant used. Here to find a comparison the absorbent activated alumina using or not using a bolt. The data can be searched using the adsorption capacity testers. Adsorption capacity testers are used equipped with a 1000 W halogen lamp as a heat source. Adsorber on this tester is made of stainless steel which aims to resist corrosion due to the variation of refrigerant used. Mixture of active alumina used as much as 1 kg of adsorbent. While the refrigerant used is amonia. The capacity of amonia which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated alumina using bolt isolated is much as 300 mL. While the capacity of amonia which can be adsorbed by the adsorbent and didesorpsi activated alumina not using bolt isolated is much as 220 mL.


(23)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perancangan sebuah alat pendingin dapat kita ketahui bahwa sistem pendingin adalah untuk mengembalikan gas menjadi cairan dan selanjutnya kembali menguap menjadi gas. Dalam bidang teknik, istilah pendinginan harus dibayangkan lebih dari sekedar pendingin atau menjaga sesuatu tetap dingin, melainkan suatu sistem yang menghasilkan perpindahan kalor dari sumber (source) yang lebih dingin ke penyerap (sink) yang lebih panas dimana hal tersebut membutuhkan masukan berupa kerja atau energi tambahan.

Proses pendinginan merupakan suatu usaha untuk menurunkan suhu pada ruangan ataupun pada suatu material, dengan kata lain mendapatkan kondisi yang diinginkan oleh produk atau material, dalam hal ini temperatur yang rendah agar produk atau material dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, baik untuk konsumsi, produksi, maupun perdagangan. Penyimpanan dan transportasi bahan pangan, proses pengolahan makanan dan minuman, pembuatan es (ice making) merupakan beberapa contoh kegiatan yang memerlukan proses pendinginan dan pembekuan. Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor / panas suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung dalam ruangan atau benda tersebut. Sehingga proses pendinginan merupakan rangkaian proses pindah panas. Proses pindah panas dapat terjadi secara konveksi, konduksi maupun radiasi.

Salah satu opsi yang cukup potensial memanfaatan energi surya termal adalah untuk menggerakkan siklus adsorpsi untuk daerah-daerah yang tidak mempunyai aliran listrik. Sementara banyak desa-desa di Indonesia yang sangat membutuhkan mesin pendingin (refrigerasi) untuk membantu aktivitas ekonomi. Misalnya untuk pengawetan dan pembuatan makanan, atau untuk penyimpanan vaksin dan lain-lain. Oleh karena itu mesin pendingin yang dapat digerakkan energi matahari dan tidak memerlukan listrik sangat dibutuhkan terutama untuk daerah-daerah pedesaan di Indonesia.


(24)

Skripsi ini berjudul Pengujian Kemampuan Adsorpsi dari Adsorben yang Digunakan untuk Mesin Pendingin Tenaga Surya. Skripsi ini merupakan tahap lanjutan dari skripsi sebelumnya. Pada penelitian ini digunakan adsober dengan menggunakan fin (dalam hal ini fin menngunakan baut) dan tanpa fin. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan refrigerant (amonia) yang paling baik diserap oleh adsorben alumina aktif (menngunakan fin dan tanpa fin).

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan adsrobsi dari adsorben alumina aktif.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari Penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kapasitas adsrobsi dari alumina aktif pada mesin pendingin tenaga surya.

2. Untuk perhitungan efisiensi kolektor mennggunakan fin dan tanpa menggunakan fin berdasarkan data pengujian pada mesin pendingin tenaga surya.

3. Untuk perhitungan efisiensi gelas ukur yang digunakan berdasar kan data pengujian tenaga surya.

1.3 Batasan Masalah

Dalam skripsi ini penulis mengambil batasan untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan. Batasan itu antara lain :

1. Pengujian kapasitas adsorpsi pada mesin pendingin tenaga surya. 2. Pasangan adsorben dan refrigeran yang dipakai adalah adsorben


(25)

3. Variabel yang diamati adalah temperatur, kapasitas adsorpsi, tekanan dan waktu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan masukan kapasitas adsropsi untuk adsorben alumina aktif.

2. Menciptakan teknologi alternatif pendingin yang ramah terhadap ligkungan dan hemat energi.

3. Menambah referensi di Laboratorium Pendingin Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Sebagai wacana dalam sistem refrigerasi yang dapat dilanjutkan untuk penelitian yang lebih lanjut .

1.5 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini akan membahas latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan skripsi.

Bab II Tinjauan Pustaka

Pada bab ini membahas teori-teori yang dapat mendukung dan menjadi pedoman dalam penyusunan skripsi. Pada bab ini dibahas refrigeran, seperti amonia dan adsorben, prinsip kerja alat penguji kapasitas adsorpsi dan perpindahan panas


(26)

Bab III Metodologi Penelitian

Pada bab ini penulis membahas tentang alat dan bahan yang digunakan dalam perancangan alat. Serta gambar alat-alat dan bahan yang digunakan.

Bab IV Hasil Pengujian dan Analisa

Pada bab ini penulis membahas tentang data pengujian dalam bentuk tabel dan dalam bentuk grafik dan dianalisa data yang didapat dari pengujian alat dan perhitungan teknik hasilnya.

Bab V Kesimpulan

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari skripsi yang telah selesai dikerjakan dan saran-saran yang diperlukan untuk penyempurnaan hasil penelitian.

Daftar Literatur/Pustaka

Daftar Pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk menyusun laporan ini.

Lampiran

Lampiran berisikan data dari hasil penelitian yang didapatkan dan gambar selama proses pengerjaan alat perakitan/pembuatan mesin pendingin dan saat pengujian


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Adsorpsi

2.1.1 Teori Umum Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida

akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap: adsorbat) pada

permukaannya. Berbeda dengan

fluida lainnya dengan membentuk suat

Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan oleh permukaan zat atau benda penyerap dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya.

Adsorpsi adalah pengumpulan dari adsorbat di atas permukaan adsorben, sedang absorpsi adalah penyerapan dari adsorbat ke dalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben.

Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika yang disebabkan oleh gaya Van Der dan secara kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben).

Apabila daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben besar maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan adsorben. Inilah yang disebut dengan gaya Van Der Waals. Pada proses ini gaya yang menahan molekul fluida pada permukaan solid relatif lemah, dan besarnya sama dengan

gayaVan Der Waals) mempunyai derajat


(28)

permukaan solid dengan molekul fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.[12]

Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh lebih besar daripada adsorpsi fisika. Karena adanya ikatan kimia maka pada permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penyerapan selanjutnya oleh bantuan adsorben sehingga efektifitasnya berkurang.[18]

Perhatikan siklus dasar refrigerasi adsorpsi di bawah ini. [16]


(29)

Pada kondisi awal sistem berada pada tekanan dan temperatur rendah, adsorben memiliki konsentrasi refrigeran yang tinggi dan vessel lain terdapat refrigeran dalam bentuk gas (gambar a). Vessel yang terdapat adsorben dipanaskan yang mengakibatkan naiknya temperatur dan tekanan sistem sehingga kandungan adsorbat yang ada di dalam adsorben berkurang atau menguap. Proses berkurangnya kandungan adsorbat pada adsorben pada kasus ini disebut desorpsi.

Refrigeran yang terdesorpsi kemudian terkondensasi sebagai cairan di dalam labu kedua dengan dikeluarkannya panas ke lingkungan dimana tekanan dan temperatur sistem masih tinggi (gambar b). Pemanasan pada labu pertama dihentikan, lalu pada botol labu yang pertama terjadi perpindahan panas ke lingkungan sehingga tekanan sistem menjadi rendah. Tekanan sistem yang rendah menyebabkan adsorbat cair pada botol labu yang kedua menguap dan terserap ke botol pertama yang berisi adsorben. Proses terserapnya adsorbat ke adsorben pada kasus ini disebut adsorpsi. Proses adsorpsi menghasilkan efek pendinginan yang terjadi pada botol labu kedua, dimana pada tekanan rendah panas dari lingkungan diserap untuk menguap adsorbat (d) sampai sistem kembali ke kondisi awal.

Siklus mesin pendingin adsorpsi dapat digambarkan pada diagram Clayperon berikut ini.


(30)

Proses yang terjadi dapat di uraikan sebagai berikut ini. 1. Proses Pemanasan (pemberian tekanan)

Proses pemanasan dimulai dari titik A dimana adsorben berada pada temperatur rendah TA dan tekanan rendah Pe (tekanan evaporator). Adsorber akan menerima panas sehingga temperatur adsorber meningkat dan diikuti peningkatan tekanan evaporasi menjadi tekanan kondensasi. Selama proses ini tidak ada aliran refrigeran.

2. Proses desorpsi

Proses desorpsi berlangsung pada waktu panas diberikan dari titik B ke D sehingga adsorber mengalami peningkatan temperatur yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Sehingga, adsorbat yang berada pada adsorben dalam bentuk gas mengalir ke kondensor untuk mengalami proses kondensasi menjadi cair.

3. Proses Pendinginan (penurunan tekanan)

Proses pendinginan berlangsung dari titik D ke F yang berlangsung pada malam hari. Adsorber melepaskan panas dengan cara didinginkan sehingga suhu di adsorber turun dan diikuti oleh penurunan tekanan dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi.

4. Proses Adsorpsi

Proses adsorpsi berlangsung dari titik F ke A. Adsorber terus melepaskan panas sehingga adsorber mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi.

2.2 Adsorben

2.2.1 Alumina Aktif

Alumina aktif dibuat dari aluminium hidroksida dengan dehydroxylating dengan cara yang menghasilkan bahan yang sangat berpori, bahan ini dapat memiliki luas permukaan signifikan lebih dari 200 meter persegi / g. Senyawa ini digunakan sebagai pengering dan sebagai filter fluoride, arsenik dan selenium dalam air minum. Alumina aktif terbuat dari aluminium oksida (alumina, Al2O3), substansi


(31)

kimia yang sama seperti safir dan ruby. Ini memiliki luas permukaan yang sangat tinggi untuk rasio berat, karena banyak "terowongan seperti" pori-pori.

Gambar 2.3 Alumina Aktif Table 2.1 Sifat alumina aktif [18]

Luas Permukaan 320 m2 / grm ( minimal ) Total Volume Pori - Pori 0.50 CC / grm

Kapasitas adsorptive ( R.H 60% )

22% ( dari berat )

Pengausan 0.2% ( dari berat ) Pengausan akibat gesekan 99.6% ( dari berat ) Kepadatan 47lbs/ft3 ( 753 kgs/m3 )

Ukuran 3mm

Pada adsorben berpori mikro seperti alumina aktif, salah satu teori yang paling sering digunakan untuk memberi gambaran adsorpsi fisik molekul gas adalah teori pengisian volume pori mikro (TVFM, Theory Of Volume Filling of Micropores) yang dikembangkan oleh M.M Dubinin. Berbeda dengan teori – teori sebelumnya yang memberikan gambaran fisik berupa pembentukan satu atau lebih lapisan (film) adsorpsi pada permukaan adsorben. Teori pengisian volume mikro menekankan bahwa adsorpsi tidak terjadi melalui pembentukan lapisan (film)

adsorpsi tetapi berupa pengisian volume dalam ruang adsorpsi dan zat yang teradsorpsi berada dalam bentuk cair (cal, 1995).

Persamaan adsorpsi dapat dilihat dibawah ini :

W = W0 exp �– (�/(�0))�� ………..(2.1) Dimana :


(32)

W = Volume adsorbat yang terkondensasi pada suhu (T) dan tekanan Relative (P/P0) (cm3/gr)

T = Suhu mutlak (K)

P = Tekanan parsial adsorbat (tekanan kondensasi) atm P = Tekanan uap jenuh adsorbat (tekanan evaporasi) atm

W0 = Volume total pori mikro yang dapat diakses oleh adsorbat (cm3/gr) A = Kemampuan adsrobsi dari alumina aktif

E0 = Energy adsorpsi (KJ/mol)

n = parameter yang bergantung pada jenis adsorbat.

Dalam persamaan ini, parameter n pada persamaan Dubinin – Astakhov ditetapkan memiliki nilai 2 sehingga persamaan Dubinin – Astakhov dinyatakan dalam bentuk :

W = W0 exp �– (�/(�0))2� ……… (2.2) Persamaan (2.2) selanjutnya dapat diubah ke dalam bentuk : Ln W = LnW0 - (1/(E0))2 A2 ……….. (2.3) Dimana :

A = R.T Ln (P0/P) ………. (2.4)

Sehingga bentuk persamaan linear model Isoterm adsorpsi DR adalah : Ln W = LnW0 - (1/(E0))2[R. T Ln (P0/P) ]2 …. (2.5)

2.2.2 Pembuatan Alumina Aktif

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksida, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang pertambangan, kramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina

Proses pemurnian bauksit dilakukan dengan metode Bayer dan hasil akhir adalah alumina. Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum dengan warna-warna khas yang disebabkan kadar ketidakmurnian dalam struktur corundum. Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam bauksit bijih aluminium yang utama.


(33)

Pabrik alumina terbesar di dunia adalah Alcoa, Alcan, dan Rusal. Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi dari aluminium oksida dan aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan Almatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:

Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4

Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan

2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O

Al2O3 yang terbentuk adalah alumina. Pada 1961,perusahaan General Electric mengembangkan Lucalox, alumina transparan yang digunakan dalam lampu natrium. Pada Agustus 2006, ilmuwan Amerika Serikat yang bekerja untuk 3M berhasil mengembangkan teknik untuk membuat alloy dari aluminium oksida dan unsur-unsur lantanida, untuk memproduksi kaca yang kuat, yang disebutalumina transparan. Aloi adalah campuran dua atau lebih unsur pada komposisi tetap tertentu yang mana juzuk utamanya adalah logam.

Tahapan pemurnian aluminium bisa dilihat pada gambar 10. Pertama-tama bauksit dicampur dengan larutan kimia seperti kaustik soda. Campuran tersebut kemudian dipompa ke tabung tekan dan kemudian dilakukan pemanasan. Proses selanjutnya dilakukan penyaringan dan diikuti dengan proses penyemaian untuk membentuk endapan alumina basah (hydrated alumina). Alumina basah kemudian dicuci dan diteruskan dengan proses pengeringan dengan cara memanaskan sampai suhu 1200 oC. Hasil akhir adalah partikel-partikel alumina dengan rumus kimianya adalah Al2O3.


(34)

Gambar 2.4 Diagram proses pembuatan alumina[16]

2.2.3 Kegunaan Alumina Aktif

Alumina aktif digunakan untuk berbagai macam aplikasi adsorben dan katalis termasuk adsorpsi katalis dalam produksi polyethylene , dalam produksi hidrogen peroksida , sebagai adsorben selektif untuk bahan kimia, termasuk arsenik , fluoride , dalam penghapusan belerang dari aliran gas ( Claus proses Catalyst ) .

Alumina aktif juga banyak digunakan untuk menghilangkan fluoride dari air minum . Di AS , ada program luas untuk fluoridate air minum . Namun , di daerah tertentu , seperti daerah Jaipur India , ada cukup fluoride dalam air menyebabkan fluorosis . Filter alumina aktif dapat dengan mudah mengurangi kadar fluoride dari 0,5 ppm sampai kurang dari 0,1 ppm . Jumlah fluoride kehabisan dari air yang disaring tergantung pada berapa lama air benar-benar menyentuh media filter alumina . Pada dasarnya , semakin alumina di filter, semakin sedikit fluoride bias mencapai akhir , air disaring . Suhu air yang lebih rendah , dan air pH rendah ( air asam ) akan disaring lebih efektif juga. pH yang


(35)

ideal untuk pengobatan adalah 5.5 yang memungkinkan sampai tingkat penghapusan 95 % .

2.3 Refrigeran

Refrigeran adalah zat yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara. Zat ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawanya kemudian membuangnya ke udara sekeliling di luar benda.

Berdasarkan jenis senyawanya, refrigeran dapat dikelompokan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut [19]:

1. Kelompok refrigeran senyawa halokarbon.

Kelompok refrigeran senyawa halokarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu metana (CH4), etana (C2H6), atau dari propana (C3H8) dengan mengganti atom-atom hidrogen dengan unsur-unsur halogen seperti khlor (Cl), fluor (F), atau brom (Br). Jika seluruh atom hidrogen tergantikan oleh atom Cl dan F maka refrigeran yang dihasilkan akan terdiri dari atom khlor, fluor dan karbon. Refrigeran ini disebut refrigeran chlorofluorocarbon (CFC). Jika hanya sebagian saja atom hidrogen yang digantikan oleh Cl dan atau F maka refrigeran yang terbentuk disebut hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Refrigeran halokarbon yang tidak mengandung atom khlor disebut hydrofluorocarbon (HFC).

2. Kelompok refrigeran senyawa organik cyclic.

Kelompok refrigeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrigeran adalah sama dengan cara penulisan refrigeran halokarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrigeran ini adalah:

1. R-C316 C4Cl2F6 1,2-dichlorohexafluorocyclobutane 2. R-C317 C4ClF7 chloroheptafluorocyclobutane 3. R-318 C4F8 octafluorocyclobutane


(36)

Kelompok refrigeran ini merupakan refrigeran campuran yang bisa terdiri dari campuran refrigeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrigeran yang terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi.

5. Kelompok refrigeran campuran Azeotropik.

Kelompok refrigeran Azeotropik adalah refrigeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi. Refrigeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama, sehingga mirip dengan refrigeran tunggal. Namun demikian pada kondisi (konsentrasi, temperatur atau tekanan) yang lain refrigeran ini bisa saja menjadi bersifat zeotropik.

6. Kelompok refrigeran senyawa organik biasa

Kelompok refrigeran ini sebenarnya terdiri dari unsur C, H dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrigeran halokarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrigeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butana (C4H10), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrigeran halokarbon, maka refrigeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan.

7. Kelompok refrigeran senyawa anorganik.

Kelompok refrigeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya. Contoh dari refrigeran ini adalah:

• R-702 : hidrogen

• R-704 : helium

• R-717 : amonia


(37)

• R-744 : O2

• R-764 : SO2

8. Kelompok refrigeran senyawa organik tak jenuh.

Kelompok refrigeran ini mempunyai nomor empat digit, dengan menambahkan angka keempat yang menunjukkan jumlah ikatan rangkap di depan ketiga angka yang sudah dibahas dalam sistem penomoran refrigeran halokarbon.[19]

2.3.1 Amonia

Amonia adal

didapati berupa

amonia dapat dilihat seperti tabel di bawah ini. Tabel 2.1 Sifat Amonia[10,18]

Sifat Amonia

Massa jenis

682 kg/m³, cair

Panas Laten Penguapan (Le)

–77,7°C -33,3 °C Kautik, korosif 1357 kJ/kg

Walaupun amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaa

Kontak dengan gas amonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan

Sekalipun amonia diatur sebagai gas tak mudah


(38)

Gambar 2.5 Amonia Cair (NH3) 2.4 Keamanan Lingkungan

Refrigeran dirancang untuk digunakan pada ruangan tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigeran ini akan keluar sistem dan bisa saja terhirup oleh manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigeran harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan mudah terbakar.

Berdasarkan toxicity, refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B sebaliknya.

Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kPa) temperatur 18,3oC. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m3 pada 1 atm dan


(39)

temperatur 21,1oC atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg/m3 ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg.

Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran diklasifikasikan menjadi 6 kategori.[2]

1. A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar.

2. A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah. 3. A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar. 4. B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar.

5. B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah. 6. B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar.

2.5 Kalor (Q)

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan temperatur. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi (panas). Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah (dingin). Kuantitas energi kalor (Q) dihitung dalam satuan joules (J). Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik (J/s) atau watt (W). Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha

2.5.1 Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal (zat padat). Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah


(40)

Dimana :

QL = Kalor laten (J)

Le = Kapasitas kalor spesifik laten (J/kg)

M = Massa zat (kg)

2.5.2 Kalor Sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensibel. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut.

Qs = m Cp∆T ... (2.2) Dimana:

Qs = Kalor sensible (J)

Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel (J/kg.K)

∆T = Beda temperatur (K)

2.5.3 Perpindahan Kalor

Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas. Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi

1. Konduksi

Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga


(41)

cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:

�� = ��∆�∆�. . . (2.3)

Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

�� =−������ . . . (2.4) [ lit.3]

Dimana:

�� = Laju aliran energi (W)

A = Luas penampang (m2) ∆T = Beda temperatur (K) ∆x = Panjang (m)

k = Daya hantar (konduktivitas) (W/m.K)

2. Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama

mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perhatikan gambar di bawah ini.


(42)

Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat

Secara matematik perpindahan panas konveksi pada permukaan pelat rata dapat dirumuskan dengan persamaan berikut ini.

Qh = hA(Ts-TL) ... (2.5) [lit.4] Dimana:

Qh = Laju perpindahan panas konveksi (W)

h = Koefisien konveksi (W/m2K)

A = Lluas penampang perpidahan panas (m2)

Ts = Temperatur permukaan

TL = Temperatur fluida

3. Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah panas yang dipindahkan dengan cara memancarkan gelombang elektromagnetik. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari ke permukaan bumi adalah contoh yang jelas dari perpindahan panas radiasi.

Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung laju perpindahan panas radiasi antara permukaan pelat (gambar 2.10) dan lingkungannya adalah:

Qc

Aliran Udara

Aliran Udara


(43)

Qr= eσAT4 ...(2.6) Dimana

Qr = Laju perpindahan panas radiasi (W) σ = Konstanta Boltzman: 5,67 x 10-8 W/m2 K4 e = Emisivitas (0 ≤ e ≤ 1)

T = Temperatur (K)

4. Konveksi Natural

Jika aliran fluida terjadi secara alami, sebagai akibat perpindahan panas yang terjadi. Konveksi ini disebut konveksi natural atau kadang disebut konveksi bebas dalam bahasa Inggris disebut natural convection atau free convection.

Pada kasus konveksi natural pada bidang horizontal panjang yang digunakan menghitung bilangan RaL adalah panjang karakteristik yang didefinisikan dengan persamaan:

�= �. . . (2.7) [lit.4]

Dimana A menyatakan luas bidang horizontal dan K adalah keliling. Dengan menggunakan panjang karakteristik (L) ini bilangan RaL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (2.8).

RaL = ��(��−��)�3

�2 ��...(2.8)

Pola konveksi natural pada permukaan horizontal diperlihatkan seperti gambar berikut ini.

Gambar 2.8 Konveksi Natural pada Bidang Horizontal (tipe a)

Persamaan untuk menghitung Nu seperti gambar di atas (bidang horizontal) dapat digunakan yang diajukan oleh Llyod Moran (1974):

Tr < Ts


(44)

Untuk 104 < RaL < 107 :

Nu = 0,54R�0,25...(2.9) Untuk 107 < RaL < 109

Nu = 0,15R�1/3...(2.10)

Jika polanya ditunjukkan seperti gambar di bawah ini, yaitu fluida panas akan terdesak dari permukaan yang panas dan mengalir ke sebelah luar. Untuk mengisi kekosongan akibat aliran ini maka fluida dibawahnya akan mengalir ke atas.

Gambar 2.9 Konveksi natural pada bidang horizontal (tipe b)

Persamaan menghitung bilangan Nu untuk kasus ini dapat digunakan persamaan dapat dituliskan:

Nu = 0,27��0,25...(2.11) Persamaan ini berlaku untuk 105 < RaL <1010

Tr < Ts


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat penelitian adalah laboratorium Teknik Pendingin, gedung Fakultas Teknik USU. Waktu pelaksanaan penelitian ± 5 bulan.

3.2 Bahan

Pada penelitian ini, bahan pengujian yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Adsorben alumina aktif

Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah alumina aktif sebanyak 1 kg. Dimana pengujian ini membedakan isinya dalam adsorben menggunakan fin dan tidak menggunakan fin.

2. Refrigeran

Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Refrigeran yang digunakan pada pengujian ini adalah:

• Ammonia dengan kadar kemurnian 99% sebanyak 1 liter

3.3 Alat Ukur yang Digunakan pada Pengujian Kapasitas Adsorpsi

Alat-alat ukur yang digunakan pada pengujian kapasitas adsorpsi ini adalah sebagai berikut.

1. Pace XR5 Data Logger

Pace XR5 data logger digunakan untuk mengukur temperature dan tekanan pada adsorber dan gelas ukur dimana alat ini bekerja secara otomatis dan mencatat hasil pengukuran dalam bentuk Notepad yang kemudian dapat di transfer dalam bentuk grafik.


(46)

Gambar 3.1 Pace XR5 Data Logger Spesifikasi :

Buatan : Amerika Serikat

Tipe : XR5-SE-M-20mV

Jumlah terminal sensor : 8 Chanel

Tipe batere : Lithium, AA size, 3.6 volt, memerlukan 2 memerlukan 2 batere

2. Sensor Tekanan (Pressure Sensors)

Sensor tekanan ini digunakan untuk mengukur tekanan di dalam alat penguji kapasitas adsorpsi. Alat ini juga dapat dipakai untuk melihat/mengecek apakah alat penguji mengalami bocor atau tidak.


(47)

Spesifikasi:

Buatan : Amerika Serikat Tipe : P1600 – vac – 150 Range : -14.7 – 150 psig Slope : 41,18

Offset : -35,29

3.4 Peralatan yang Digunakan 1. Pompa Vakum

Pompa vakum digunakan untuk memvakumkan alat penguji kapasitas adsorpsi dan mengeluarkan partikel-partikel/kotoran dan mengeluarkan uap air dari adsorber.

Gambar 3.3 Pompa Vakum

Spesifikasi:

Merek : ROBINAIR

Model No. : 15601 Kapasitas : 142 l/m Motor H.p : ½


(48)

2. Katup

Katup ini berfungsi sebagai pengatur aliran refrigeran pada alat penguji ketika pengujian berlangsung. Pada desain ini digunakan katup sebanyak empat buah. Pada adsorber dipasang dua buah katup yang masing-masing berfungsi sebagai pengatur aliran refrigeran dari gelas ukur ke adsorber (pada saat adsorpsi) dan sebaliknya. Katup yang satu lagi berfungsi untuk pemvakuman alat penguji kapasitas adsorpsi.

Gambar 3.4 Katup

Pada gelas ukur juga dipakai 2 katup. Satu katup berfungsi untuk mengatur aliran dari gelas ukur ke adsorber (pada saat adsorpsi) dan sebaliknya. Katup yang lain berfungsi untuk pemasukan refrigeran ke gelas ukur.

3. Pipa Penghubung

Pipa penghubung ini mengunakan bahan stainless steel yang berdiameter ¾” dengan panjang keseluruhan 40 cm.


(49)

4. Selang Karet

Selang karet berfungsi untuk menghubungkan aliran refrigeran dari gelas ukur ke adsorber. Selang karet yang berdiameter ¾” memiliki panjang 1 meter.

Gambar 3.6 Selang Karet 5. fin

Pada pengujian ini, fin yang dipasangkan mengunakan baut. Dimana funsi fin (baut) pada pengujian ini bukan sebagai pengikat atau penyambung, melainkan berfungsi sebagai penghantar panas (konduktor) pada adsorben sehingga panas yang diterima dari lampu pemanas (lampu halogen) dapat di distribusi dengan merata ke dalam adsorben (alumina aktif).

Gambar 3.7 baut Dimensi baut :

Diameter kepala baut : 24 mm Tebal kepala baut : 10 mm Diameter ulir : 16 mm Panjang baut : 50 mm


(50)

6. Kotak Isolasi gelas ukur

Kotak isolasi ini berfungsi untuk mengisolasi gelas ukur supaya tidak ada dipengaruhi oleh lingkungan. Kotak isolasi terbuat dari bahan syrofoam. Tebal styrofoam adalah 2,5 cm. Adapun ukuran styrofoam adalah P x L x T = 47 cm x

32cm x 32 cm. Berikut ini gambar styrofoam yang digunakan

Gambar 3.8 Kotak Isolasi Styrofoam 7. Laptop

Digunakan untuk menyimpan data yang diperoleh dari alat XR5 – SE data logger.


(51)

3.5 Set-Up Eksperimental

Wadah yang berisi adsorben alumina aktif (adsorber) dipanaskan sehingga temperatur dan tekanan meningkat yang menyebabkan timbulnya uap desorpsi. Adsorbat dalam bentuk cair akan mengalir ke gelas ukur.

Set-Up eksperimental dapat dilihat seperti gambar 3.10 s.d 3.11 berikut ini.

Gambar 3.10 Set-Up Eksperimental pada Proses Desorpsi

Proses desorpsi terjadi karena panas yang berasal dari lampu penguji berpindah secara radiasi ke adsorber. Refrigeran yang berada dalam adsorben alumina aktif akan menimbulkan uap desorpsi. Uap ini akan mengalir ke gelas ukur melalui selang. Uap ini akan berubah fasa menjadi cair di dalam gelas ukur.

Kemudian adsorber melepaskan panas sehingga adsorber terus mengalami penurunan temperatur dan tekanan yang menyebabkan timbulnya uap adsorpsi. Adsorbat dalam bentuk uap mengalir dari gelas ukur ke adsorber. Adsorbat dalam bentuk uap dihasilkan dari proses penyerapan kalor oleh adsorbat dari lingkungan sebesar kalor laten penguapan adsorbat tersebut. Proses ini berlangsung pada


(52)

tekanan saturasi yang rendah sehingga penyerapan kalor berlangsung pada temperatur yang rendah pula. Proses tersebut dinamakan adsorpsi.

Gambar 3.11 Set-Up Eksperimental pada Proses Adsorpsi 3.5.1 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian dapat diuraikan sebagai berikut ini.

1. Proses assembling/penyambungan alat penguji kapasitas adsorpsi. Komponen adsorber dengan gelas ukur dirangkai/dihubungkan dengan baik. Pada persambungan pipa dilem dengan baik dan kuat untuk menghindari kebocoran.

2. Kemudian dipasang termokopel agilent, pada adsorber (4 titik) dan pada gelas ukur (3 titik). Setelah terpasang dengan baik, termokopel dan sensor tekanan kemudian dihubungkan ke terminal (port) Pace XR5 data logger. Adsorber dipanaskan selama 7 jam (mulai pukul 9.30 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB).

3. Kemudian pada pukul 16.30 WIB dilakukan pemvakuman dengan mengunakan pompa vakum untuk mengeluarkan gas/udara dan air/uap air


(53)

yang terdapat pada adsorben karbon aktif. Setelah kondisi vakum, kemudian semua katup ditutup.

4. Pada gelas ukur diisi refrigeran. Pengujian pertama mengunakan amonia dengan adsoeber menggunakan baut, pengujian kedua menggunakan adsorber tanpa baut. Kemudian lampu alat penguji kapasitas adsorpsi dimatikan. Data tekanan, temperatur adsorber dan gelas ukur akan otomatis tersimpan pada Pace XR5 Data Logger dalam bentuk Notepad yang kemudian dapat di transfer dalam bentuk grafik dan dalam bentuk microsop xl.

5. Kemudian gelas ukur dimasukkan ke dalam kotak styrofoam dan pada styrofoam diisikan es sebanyak 5 kg. Hal ini bertujuan untuk melihat berapa refrigeran yang dapat diserap oleh karbon aktif dengan kondisi bagian luarnya sudah menjadi es. Karena gelas ukur nantinya akan digantikan fungsinya oleh evaporator pada mesin pendingin siklus adsorpsi tenaga surya.

6. Katup antara adsorber dan gelas ukur dibuka untuk memulai proses adsorpsi (pukul 16.30 WIB sampai keesokan harinya pukul 9.30 WIB). Temperatur adsorber akan turun seiring dengan turunnya temperatur lingkungan. Pada malam hari dengan turunya temperatur adsorber, maka alumina aktif akan menyerap refrigeran sehingga refrigeran akan menguap dan naik ke adsorben alumina aktif. Tekanan adsorpsi dicatat setiap jamnya.

7. Proses desorpsi mulai pukul 9.30 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB dengan menyalakkan lampu pemanas alat penguji kapasitas adsorpsi (1000 W). Seiring dengan naiknya temperatur adsorber maka refrigeran akan menguap dari adsorben alumina aktif dan masuk ke gelas ukur dalam fasa cair.

3.6 Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

Alat penguji kapasitas adsorpsi ini dirancang untuk adsorben alumina aktif sebanyak 1000 gram beserta fin maupun tidak menggunakan fin di dalam adsorber. Lampu yang digunakan ada dua buah (lampu halogen) dengan daya masing-masing sebesar 500 W (total 1000 W). Pada alat penguji adsorpsi dilengkapi sensor thermocoupel 7 titik (untuk mengukur temperatur), manometer vakum (untuk mengukur tekanan dalam alat penguji) dan juga gelas ukur untuk


(54)

mengukur volume refrigeran yang dapat di serap dan dilepaskan oleh adsorben alumina aktif.

Alat penguji kapasitas adsorpsi dapat dilihat secara jelas seperti gambar 3.12 berikut ini.


(55)

3.6.1 Dimensi Utama Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

Adapaun dimensi-dimensi alat penguji kapasitas adsorpsi dapat digambarkan sebagai berikut ini.

Gambar 3.13 Dimensi Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi a. Adsorber

Adsorber adalah alat yang digunakan untuk menangkap panas dari radiasi lampu. Adsorber terbuat dari pelat rata yang terbuat dari stainless steel dengan ketebalan 1 mm dengan luas permukaan 0,07 m2. Pada bagian atas sebelah dalam adsorber diisi dengan alumina aktif beserta fin maupun tidak menggunakan fin sebanyak 1 kg. Perhatikan gambar di bawah ini.


(56)

10

b. Gelas Ukur

Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume refrigeran yang dapat diserap oleh adsorben alumina aktif pada saat adsorpsi dan volume refrigeran yang kembali pada saat desorpsi. Adapun dimensi gelas ukur sebagai berikut ini.

Gambar 3.15 Gelas Ukur

3.7 Langkah Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi 3.7.1 Pembuatan Adsorber

1. Adsober terbuat dari pelat stainless steel dengan tebal 1 mm. Adsorber dibentuk sesuai dengan bentuk dan ukuran yang ditentukan. Setelah pelat stainless steel tersebut dipotong kemudian dihubungkan/disambung dengan las argon. Las argon dipilih supaya hasil sambungan lebih kuat dan terhindar dari kebocoran.

Gambar 3.16 Bentuk Adsorber

2. Kemudian adsorber diisi dengan adsorben alumina aktif. Adsorben karbon aktif diisi sebanyak 1000 gram beserta fin dan tanpa fin. Kemudian semua diratakan di dalam adsorber.


(57)

Gambar 3.17 Pengisian Adsorben Alumina aktif

3. Setelah adsorben alumina aktif dimasukkan ke dalam adsorber, langkah selanjutnya adalah memasang kawat kasa. Tujuan pelapisan kawat kasa ini adalah supaya adsorben tidak jatuh pada saat adsorber dibalikkan dan juga supaya tidak terhisap pada saat proses pemvakuman.

Gambar 3.18 Pemasangan Kawat Kasa

4. Setelah proses ini, pelat penutup kemudian dihubungkan dengan mengunakan las argon. Pada adsorber ini dilengkapi dengan manometer vakum dan katup yang dipasang pada pipa adsorber.


(58)

Gambar 3.19 Penyambungan Pelat Adsorber

5. Pemasangan pipa-pipa, sensor tekanan dan katup pada adsorber. Katup berfungsi untuk menutup dan membuka saluran dan sensor tekanan berfungsi untuk merekam data tekana setiap 3 menit. Dengan adanya sensor tekanan ini, dapat diketahui bocor atau tidak alat penguji kapasitas adsorpsi.

Gambar 3.20 Pemasangan Pipa, sensor tekanan dan Katup


(59)

6. Langkah terakhir adalah melakukan pengecatan adsorber. Adsorber dicat dengan cat warna hitam gelap. Tujuan pengecatan adalah agar adsorber dapat menyerap panas dengan baik.

Gambar 3.22 Adsorber Setelah Dicat Warna Hitam 3.7.2 Pembuatan Gelas Ukur

1. Gelas ukur dibuat sesuai dengan ukuran dimensi yang dirancang. Kemudian pada gelas ukur dipotong untuk pada bagian tengah depan. Hal ini bertujuan untuk menempelkan kaca akralik sehingga terlihat volume refrigeran ketika pengujian nanti.

Gambar 3.23 Pembuatan Gelas Ukur

2. Pada gelas ukur dilakukan pengecatan dan pada kaca akralik ditempelkan skala volume.


(60)

3.8 Flowchart Penelitian

Berikut merupakan tahapan dalam pengujian kapasitas adsorpsi adsorben.

Mulai

Pembuatan Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

• Adsorber (alumina aktif 1 kg beserta fin maupun tidak menggunakan fin)

Assembling Alat Uji • Pemvakuman

• Pengujian:

 Ammonia (1 Liter)

Data Output

 Temperatur

 Tekanan

 Volume

 Kapasitas Adsorpsi

Analisa

 Kesimpulan

 Saran

Selesai

Studi Literatur Studi literature dan jurnal

Tahapan Persiapan • Survei bahan dan alat • Gambar sketsa alat penguji


(61)

BAB IV

ANALISA DATA

4.1 Hasil Pengujian

Data yang diambil dari pengujian adalah data temperatur adsorber,data temperatur gelas ukur, kapasitas adsorpsi dari adsorben alumina aktif terhadap refrigerant dan juga tekanan dalam alat uji kapasitas adsorpsi. Ada dua kali dilakukan pengujian yaitu,

1. Pada kapasitas adsorpsi terutama terhadap temperatur dan kapasitas adsorpsi dari adsorben alumina aktif dengan menggunakan fin dengan kondisi gelas ukur diisolasi dengan Styrofoam

2. Pada kapasitas adsorpsi terhadap temperatur dan kapasitas adsorpsi dari adsorben alumina aktif tanpa menggunakan fin dengan kondisi gelas ukur diisolasi dengan Styrofoam.

Dengan kondisi gelas ukur diisolasi dengan mengunakan bahan styrofoam. Pada gelas ukur yang diisolasi styrofoam ditambahkan es sebanyak 5 kg. Penambahan es ini dilakukan untuk memposisikan gelas ukur sebagai evaporator, karena fungsi gelas ukur ini akan digantikan oleh evaporator pada mesin pendingin siklus adsorpsi tenaga surya. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 4.1 di bawah ini.

6 9 8 10 20 17 7 Adsorber Isolasi kayu Gelas Ukur Isolasi Styrofoam


(62)

Gambar 4.1 Letak Titik-Titikthermocouple pada Alat Penguji

Keterangan:Angka 6, 7, 8, 9, 10, 17 dan 20 adalah letak titik titikchannelthermocouple.Pada letak titik-tittik channelthermocouple ini akan dicatat temperaturnya secara otomatis oleh agilent.

Pada alat uji kapasitas adsorpsi dipasang 7 titik sensor thermocouple, 4 titik pada adsorber (angka 6, 7, 8, dan 9) dan 3 titik pada gelas ukur (angka 10, 17 dan 20) perhatikan gambar 4.1 di atas.

Hasil pengujian yang didapatkan dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Data pemanasa awal dan pemvakuman.

Data pemvakuman dan pemanasan awal yang terdiri dari data temperatur pada adsorber dan data pada gelas ukur yang terekam secara berkala dengan interval waktu tiga menit.

2. Data Adsorpsi.

Data adsorpsi yang diperoleh adalah data temperatur di adsorber dan temperatur pada gelas ukur, data tekanan pada alat uji dan kapasitas adsorpsi alumina aktif dengan menggunakan baut dengan kondisi gelas ukur yang diisolasi mengunakan Styrofoam.

3. Data desorpsi.

Data desorpsi terdiri dari data temperatur dan jumlah volume refrigeran yang kembali ke gelas ukur setelah dipanaskan mengunakan lampu halogen 1000 W.

4.1.1 Pengujian dengan Gelas ukur

Pada pengujian ini, gelas ukur dipengaruhi dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan luar. Hal ini akan berpengaruh terhadap kapasitas, temperatur dan tekanan pada alat uji.

Dan untuk membedakan kedua hal ini ada atau tidak nya pengaruh lingkungan luar, maka pada pengujian pertama gelas ukur tidak di isolasi dan pada pengujian kedua gelas ukur di isolasi dengan styrofoam.


(63)

4.1.2 Data Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi Menggunakan Fin dan Tanpa Menggunakan Fin dengan Gelas Ukur diisolasi

A. Data Pemakuman Alat Penguji Kapasitas Adsorpsi

Pengujian kapasitas refrigeran amonia yang teradsorpsi. Pada pengujian ini adsorber di kenakan fin dan tanpa dikenakan fin dengan gelas ukur diisolasi. Adsorber mulai dipanaskan mulai pukul 09.30 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB dengan mengunakan lampu pemanas alat uji kapasitas adsorpsi. Kemudian pada pukul 16.30 WIB dilakukan pemvakuman alat pengujian kapasitas adsorpsi dengan menggunakan pompa vakum. Pemvakuman dilakukan untuk mengeluarkan partikel-partikel pengotor dan uap air. Perhatikan gambar grafik berikut.

1. Adsorber Menggunakan Fin

- Grafik Temperatur Adsorber vs Waktu

Gambar 4.2 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan Fin

Data-data temperatur pada adsorber dan gelas ukur saat pemvakuman adalah seperti berikut ini.


(64)

Temperatur awal percobaan pada adsorber adalah 27.7oC. Temperatur maksimum adsorber yang dapat dicapai ketika pemanasan adalah 240.05oC yaitu berada titik 3 thermocouple.

Temperatur rata-rata adsorber bagian atas pada proses pemvakuman adalah 210.11oC. Temperatur pada titik channel 5 (adsorber bawah), temperature maksimum adsorber bagian bawah (Tb) adalah adalah 239.70 oC.

- Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.3 Grafik Temperatur gelas ukur vs Waktu Pada Saat Pemvakuman

Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 27.7oC. Temperatur rata-rata pada gelas ukur diisolasi dengan adsorber menggunakan fin pada proses pemanasan awal adalah 28.26oC.


(65)

- Grafik Tekanan Vs Waktu

Gambar 4.4 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan maximum yang dapat dicapai pada porses pemanasan awal yaitu 15.79 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah 12.76 Psi.

3. Adsorber tidak menggunakan fin - Grafik Temperatur Adsorsi vs Waktu

Gambar 4.5 Grafik Temperatur vs Waktu Pemvakuman Alat Penguji Adsorpsi (Amonia) tanpa fin


(66)

Data-data temperatur pada adsorber saat pemvakuman adalah seperti berikut ini.

Temperatur awal percobaan pada adsorber adalah 27.7oC. Temperatur maksimum adsorber yang dapat dicapai ketika pemanasan adalah 180.02oC yaitu berada titik 3 thermocouple.

Temperatur rata-rata adsorber bagian atas pada proses pemvakuman adalah 153.18oC. Temperatur pada titik channel 5 (adsorber bawah), temperature maksimum adsorber bagian bawah (Tb) adalah adalah 84.4oC.

- Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.6 Grafik Temperatur gelas ukur vs Waktu Pada Saat Pemvakuman

Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 27.7 oC. Temperatur rata-rata pada gelas diisolasi dengan adsorber menggunakan baut pada proses pemanasan awal adalah 28.26oC


(67)

- Grafik Tekanan vs Waktu

Gambar 4.7 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan maximum yang dapat dicapai pada porses pemanasan awal yaitu 12.48 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah 10.46 Psi.

B. Data Pengujian Adsrobsi Amonia

Adsorpsi dimulai pada pukul 16.30 WIB setelah selesai proses pemanasan dan pemvakuman dan selasai pada pukul 09.30 WIB. Pada pengujian ini gelas ukur diisolasi, sehingga temperatur lingkungan tidak berpengaruh terhadap gelas ukur.

Adapun data-data pada adsorber dan gelas ukur seperti temperatur, tekanan, volume refrigeran yang terserap (adsorpsi) oleh 1 kg adsorben alumina aktif adalah sebagai berikut ini.


(68)

2. Adsorber Menggunakan Fin

- Grafik temperature Adsorber vs waktu

Gambar 4.8 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan fin

Temperatur terendah yang dapat dicapai pada adsorber yaitu 24.7 oC. 1. Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.9 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia)


(69)

Temperatur rata-rata pada gelas diisolasi menggunakan baut pada proses adsorpsi TG adalah 11.09oC

Pada proses adsorpsi ini, volume refrigeran amonia yang mampu diserap oleh alumina aktif 1 kg beserta baut adalah sebanyak 300 mL.

2. Grafik Tekanan Vs Waktu

Gambar 4.10 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan minimum yang dapat dicapai pada porses adsorpsi yaitu -12.10 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah -11.36 Psi.

3. Adsorber Tanpa Menggunakan Baut 1. Grafik Temperatur Adsorber vs Waktu

Gambar 4.11 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) tanpa fin


(70)

Temperatur terendah yang dapat dicapai pada adsorber terjadi yaitu 25oC. Temperature rata – rata pada pengujian adsorber tanpa menggunakan fin adalah 29.13 oC.

- Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.12 Grafik Temperatur vs Waktu Adsorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia)

Temperatur terendah yang dapat dicapai pada gelas ukur yaitu 8.29oC. Temperatur rata-rata pada gelas diisolasi menggunakan fin pada proses adsorpsi TG adalah 11.79oC

Pada proses adsorpsi ini, volume refrigeran amonia yang mampu diserap oleh alumina aktif 1 kg adalah sebanyak 220 mL.


(71)

-- Grafik Tekanan Vs Waktu

Gambar 4.13 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan minimum yang dapat dicapai pada porses adsorpsi yaitu -12.10 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah -11.36 Psi.

C. Data Pengujian Desropsi Amonia

Setelah proses adsorpsi maka selanjutnya adsorben alumina aktif yang mengandung refrigeran (adsorbat) dipanaskan menggunakan lampu halogen 1000 W pada alat penguji kapasitas adsorpsi. Refrigeran yang terserap adsorben alumina aktif akan keluar dan masuk ke dalam gelas ukur. Volume refrigeran yang masuk ke dalam gelas ukur akan dicatat sebagai kapasitas desorpsi. Berikut ditampilkan grafik dan data-data desorpsi pada masing-masing refrigeran.


(72)

2. Adsorber Menggunakan Fin

- Grafik Temperatur Adsorber vs Waktu

Gambar 4.14 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) menggunakan fin

Temperatur maksimum yang dapat dicapai pada adsorber ketika dilakukan pemanasan adalah 239.99 oC. Temperatur rata-rata yang diperoleh pada adsorber pada proses desorpsi adalah 225.61oC. Temperature maximum adsorber bagian bawah adalah 239.70 oC.

- Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.15 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia)


(73)

Temperatur pada gelas ukur berangsur-angsur meningkat seperti terlihat pada gambar di atas. Temperatur maksimum yang dicapai oleh gelas ukur adalah 17.9oC, dan temperature rata- rata gelas ukur adalah 15.35 0C.

Pada gelas ukur dapat dilihat jumlah volume amonia yang kembali pada proses desorpsi. Volume amonia yang kembali setelah dilakukan pemanas dari pukul 09.30 WIB sampai dengan jam 16.30 WIB ke gelas ukur adalah sebanyak 300 mL.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa 1 kg alumina aktif menggunakan fin mampu menyerap/mengadsorpsi amonia sebanyak 300 mL dengan gelas ukur diisolasi. Semua amonia kembali ke gelas ukur pada proses desorpsi yaitu 300 mL.

Jadi massa alumina aktif 1 kg dengan dengan menggunakan baut dapat menyerap (adsorpsi) dan melepaskan (desorpsi) adalah 1 kg alumina aktif banding 300 mL amonia.

- Grafik Tekanan vs waktu

Gambar 4.16 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan maximum yang dapat dicapai pada desorpsi yaitu 15.79 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah 12.83 Psi.


(74)

2. Adsorber Tidak menggunakan Fin

- Grafik Temperatur Adsorber vs Waktu

Gambar 4.17 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Alat Penguji Adsorpsi (amonia) tanpa menggunakan fin

Temperatur maksimum yang dapat dicapai pada adsorber ketika dilakukan pemanasan adalah 180.15oC. Temperatur rata-rata yang diperoleh pada adsorber pada proses desorpsi adalah 151.96oC. Temperature maximum adsorber bagian bawah adalah 86.14oC.


(75)

- Grafik Temperatur Gelas Ukur vs Waktu

Gambar 4.18 Grafik Temperatur vs Waktu Desorpsi Gelas Ukur Refrigerant (amonia)

Temperatur pada gelas ukur berangsur-angsur meningkat seperti terlihat pada gambar di atas. Temperatur maksimum yang dicapai oleh gelas ukur adalah 26.42 oC, dan temperature rata- rata gelas ukur adalah 18.89 0C.

Pada gelas ukur dapat dilihat jumlah volume amonia yang kembali pada proses desorpsi. Volume amonia yang kembali setelah dilakukan pemanas dari pukul 09.30 WIB sampai dengan jam 16.30 WIB ke gelas ukur adalah sebanyak 220 mL.

Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa 1 kg alumina aktif tanpa fin mampu menyerap/mengadsorpsi amonia sebanyak 220 mL dengan gelas ukur diisolasi. Semua amonia kembali ke gelas ukur pada proses desorpsi yaitu 220 mL.

Jadi massa alumina aktif 1 kg dengan tanpa fin dapat menyerap (adsorpsi) dan melepaskan (desorpsi) adalah 1 kg alumina aktif banding 220 mL amonia.


(76)

- Grafik Tekanan vs waktu

Gambar 4.19 Grafik Tekana vs Waktu

Tekanan maximum yang dapat dicapai pada desorpsi yaitu 10.98 Psi. Tekanan rata-rata pada proses pemanasan awal adalah 9.28 Psi.


(1)

3/1/2015 4:36:00 -11.94 25.2 25.2 25.2 25.2 10.82 9.59 11.94 24.8 3/1/2015 4:39:00 -11.93 25.2 25.2 25.2 25.2 11.08 9.6 12.05 24.78 3/1/2015 4:42:00 -11.93 25.2 25.2 25.2 25.2 11.15 9.58 12.02 24.8 3/1/2015 4:45:00 -11.94 25.2 25.2 25.2 25.2 11.12 9.67 12.1 24.8 3/1/2015 4:48:00 -11.93 25.2 25.2 25.2 25.2 11.22 9.68 12.11 24.8 3/1/2015 4:51:00 -11.94 25.2 25.2 25.2 25.2 11.01 9.66 12.03 24.8 3/1/2015 4:54:00 -11.94 25.2 25.2 25.2 25.2 11.14 9.76 12.12 24.78 3/1/2015 4:57:00 -11.95 25.2 25.2 25.2 25.2 11.24 9.66 12.11 24.78 3/1/2015 5:00:00 -11.95 25.2 25.2 25.2 25.2 11.02 9.67 12.07 24.75 3/1/2015 5:03:00 -11.95 25.2 25.2 25.2 25.2 10.06 9.68 12.12 24.73 3/1/2015 5:06:00 -11.95 25.2 25.2 25.2 25.2 11.1 9.78 12.13 24.71 3/1/2015 5:09:00 -11.96 25.1 25.1 25.1 25.1 11.13 9.84 12.2 24.69 3/1/2015 5:12:00 -11.96 25.1 25.1 25.1 25.1 11.17 9.81 12.13 24.64 3/1/2015 5:15:00 -11.96 25.1 25.1 25.1 25.1 11.33 9.6 12.34 24.62 3/1/2015 5:18:00 -11.96 25.1 25.1 25.1 25.1 11.23 9.83 12.15 24.62 3/1/2015 5:21:00 -11.97 25 25 25 25 11.41 9.77 12.32 24.6 3/1/2015 5:24:00 -11.97 25 25 25 25 11.42 9.72 12.23 24.6 3/1/2015 5:27:00 -11.97 25 25 25 25 11.41 9.97 11.29 24.6 3/1/2015 5:30:00 -11.97 25 25 25 25 11.33 9.82 12.09 24.57 3/1/2015 5:33:00 -11.98 25 25 25 25 11.5 9.69 12.21 24.55 3/1/2015 5:36:00 -11.98 25 25 25 25 11.56 9.78 12.29 24.5 3/1/2015 5:39:00 -11.98 25 25 25 25 11.69 9.9 12.36 24.5 3/1/2015 5:42:00 -11.99 25 25 25 25 11.77 9.76 12.17 24.5 3/1/2015 5:45:00 -11.99 25 25 25 25 12.07 9.81 12.28 24.5 3/1/2015 5:48:00 -11.99 24.9 24.9 24.9 24.9 11.97 9.75 12.24 24.46 3/1/2015 5:51:00 -11.99 24.9 24.9 24.9 24.9 11.86 9.99 12.25 24.44 3/1/2015 5:54:00 -11.99 24.9 24.9 24.9 24.9 11.87 9.81 12.15 24.46 3/1/2015 5:57:00 -12 24.9 24.9 24.9 24.9 12.06 9.92 12.33 24.48 3/1/2015 6:00:00 -12 24.9 24.9 24.9 24.9 12.03 10.03 12.31 24.48 3/1/2015 6:03:00 -12 24.9 24.9 24.9 24.9 12 9.94 12.14 24.48 3/1/2015 6:06:00 -12 24.9 24.9 24.9 24.9 12.09 9.96 12.14 24.48 3/1/2015 6:09:00 -12.01 25 25 25 25 12.12 9.91 12.19 24.5 3/1/2015 6:12:00 -12.01 24.9 24.9 24.8 24.9 12.28 9.89 12.26 24.48 3/1/2015 6:15:00 -12.01 24.9 24.9 24.9 24.9 12.44 10.12 12.38 24.48 3/1/2015 6:18:00 -12.02 24.8 24.9 24.9 24.9 12.51 10.17 12.34 24.48 3/1/2015 6:21:00 -12.02 24.9 24.9 24.9 24.9 12.57 10.21 12.33 24.48 3/1/2015 6:24:00 -12.01 25 25 25 25 12.66 10.16 12.26 24.5 3/1/2015 6:27:00 -12.02 24.9 24.8 24.9 24.9 12.96 10.16 12.4 24.48 3/1/2015 6:30:00 -12.02 24.8 24.8 24.9 24.9 13.1 10.17 12.38 24.48 3/1/2015 6:33:00 -12.03 24.8 24.8 24.9 24.9 13.16 10.42 12.39 24.48 3/1/2015 6:36:00 -12.03 24.9 25 25 25 13.23 10.39 12.31 24.5 3/1/2015 6:39:00 -12.03 24.9 24.9 25 25 13.41 10.53 12.33 24.5 3/1/2015 6:42:00 -12.03 24.9 25 25 25 13.8 10.52 12.44 24.5


(2)

3/1/2015 6:45:00 -12.03 24.8 24.8 24.9 24.8 14.19 10.64 12.5 24.48 3/1/2015 6:48:00 -12.04 24.8 24.8 24.9 24.9 14.52 10.6 12.51 24.48 3/1/2015 6:51:00 -12.04 24.8 24.9 24.9 24.9 14.63 10.6 12.44 24.46 3/1/2015 6:54:00 -12.04 24.8 24.8 24.9 24.9 14.91 10.86 12.6 24.46 3/1/2015 6:57:00 -12.05 24.8 24.9 24.9 24.9 14.78 10.8 12.34 24.46 3/1/2015 7:00:00 -12.05 24.8 24.8 24.8 24.9 15.06 10.86 12.59 24.46 3/1/2015 7:03:00 -12.06 24.8 24.8 24.9 24.9 15.03 10.78 12.47 24.44 3/1/2015 7:06:00 -12.05 24.8 24.8 24.9 24.9 14.96 10.87 12.44 24.41 3/1/2015 7:09:00 -12.06 24.8 24.8 24.9 24.9 15.2 11.04 12.63 24.41 3/1/2015 7:12:00 -12.07 24.8 24.8 24.9 24.8 15.05 11.12 12.59 24.41 3/1/2015 7:15:00 -12.07 24.8 24.8 24.8 24.8 15.27 11.09 12.68 24.41 3/1/2015 7:18:00 -12.07 24.8 24.8 24.8 24.8 15.29 10.99 12.65 24.41 3/1/2015 7:21:00 -12.07 24.8 24.8 24.9 24.8 15.25 11.01 12.65 24.41 3/1/2015 7:24:00 -12.08 24.8 24.8 24.8 24.9 14.99 10.98 12.5 24.41 3/1/2015 7:27:00 -12.08 24.8 24.8 24.8 24.8 15 11.11 12.57 24.41 3/1/2015 7:30:00 -12.08 24.8 24.8 24.9 24.9 15.24 11.05 12.72 24.41 3/1/2015 7:33:00 -12.08 24.8 24.8 24.8 24.8 15.27 11.15 12.77 24.39 3/1/2015 7:36:00 -12.08 24.7 24.8 24.8 24.7 15.15 11.19 12.71 24.39 3/1/2015 7:39:00 -12.09 24.7 24.7 24.8 24.7 15.34 11.14 12.78 24.35 3/1/2015 7:42:00 -12.09 24.7 24.7 24.8 24.8 15.34 11.32 12.85 24.35 3/1/2015 7:45:00 -12.08 24.7 24.8 24.8 24.8 15.32 11.27 12.77 24.35 3/1/2015 7:48:00 -12.08 24.7 24.7 24.8 24.8 15.2 11.25 12.67 24.37 3/1/2015 7:51:00 -12.09 24.7 24.7 24.8 24.7 15.36 11.33 12.77 24.37 3/1/2015 7:54:00 -12.09 24.7 24.7 24.8 24.7 15.49 11.19 12.78 24.39 3/1/2015 7:57:00 -12.09 24.7 24.7 24.8 24.7 15.48 11.43 12.87 24.39 3/1/2015 8:00:00 -12.09 24.8 24.8 24.9 24.8 15.49 11.44 12.9 24.41 3/1/2015 8:03:00 -12.09 24.8 24.8 24.9 24.8 15.27 11.26 12.65 24.41 3/1/2015 8:06:00 -12.09 24.8 24.8 24.9 24.8 15.29 11.37 12.67 24.44 3/1/2015 8:09:00 -12.09 24.8 24.8 24.8 24.8 15.44 11.23 12.79 24.46 3/1/2015 8:12:00 -12.09 24.8 24.9 24.8 24.8 15.54 11.45 12.97 24.48 3/1/2015 8:15:00 -12.09 24.9 24.9 24.9 24.9 15.53 11.51 12.99 24.5 3/1/2015 8:18:00 -12.09 24.9 24.9 25 24.8 15.36 11.27 12.71 24.53 3/1/2015 8:21:00 -12.1 24.9 24.9 25 24.9 15.4 11.56 12.88 24.55 3/1/2015 8:24:00 -12.1 24.9 24.9 25 24.9 15.37 11.45 12.74 24.57 3/1/2015 8:27:00 -12.1 24.9 24.9 24.9 24.8 15.62 11.55 12.99 24.6 3/1/2015 8:30:00 -12.1 24.9 25.1 25 24.9 15.45 11.4 12.8 24.62 3/1/2015 8:33:00 -12.1 25 25 25 24.9 15.42 11.57 12.86 24.64 3/1/2015 8:36:00 -12.09 25 25 25 24.9 16.63 11.47 12.93 24.69 3/1/2015 8:39:00 -12.09 25.1 25.1 25.1 25 15.63 11.5 12.92 24.73 3/1/2015 8:42:00 -12.09 25.1 25.1 25.1 24.9 15.48 11.68 12.96 24.75 3/1/2015 8:45:00 -12.09 25.1 25.1 25.1 24.9 15.73 11.65 13.12 24.8 3/1/2015 8:48:00 -12.09 25.2 25.2 25.2 25 15.64 11.56 13 24.84 3/1/2015 8:51:00 -12.08 25.2 25.3 25.2 25 15.65 11.59 13 24.89


(3)

3/1/2015 8:54:00 -12.08 25.3 25.3 25.3 25 15.75 11.89 13.16 24.95 3/1/2015 8:57:00 -12.07 25.3 25.3 25.3 25 15.83 11.78 13.16 25 3/1/2015 9:00:00 -12.07 25.4 25.4 25.4 25.1 15.84 11.81 13.17 25.04 3/1/2015 9:03:00 -12.07 25.5 25.5 25.5 25.2 15.8 11.84 13.2 25.11 3/1/2015 9:06:00 -12.06 25.5 25.5 25.5 25.1 15.83 11.92 13.26 25.16 3/1/2015 9:09:00 -12.06 25.6 25.6 25.6 25.3 15.72 11.68 13.03 25.21 3/1/2015 9:12:00 -12.05 25.6 25.6 25.6 25.2 15.98 11.71 13.31 25.28 3/1/2015 9:15:00 -12.05 25.7 25.7 25.7 25.3 16.07 11.56 13.35 25.32 3/1/2015 9:18:00 -12.04 25.7 25.7 25.7 25.3 16.14 11.4 13.29 25.37 3/1/2015 9:21:00 -12.04 25.8 25.8 25.8 25.4 16.41 11.41 13.5 25.44 3/1/2015 9:24:00 -12.03 25.9 25.9 25.8 25.4 16.57 11.22 13.53 25.48 3/1/2015 9:27:00 -12.02 25.9 25.9 25.9 25.5 17 11.3 13.65 25.53 3/1/2015 9:30:00 -12.02 26 26 25.9 25.5 17.5 11.75 13.85 25.6 3/1/2015 9:33:00 -12.02 30.1 28 26 25.6 17 11.3 13.65 25.66 3/1/2015 9:36:00 -11.89 102.4 114.9 83.65 28.62 17.26 11.68 12.42 25.71 3/1/2015 9:39:00 -10.12 135.2 129.3 99.87 29.26 17.19 11.97 12.36 25.75 3/1/2015 9:42:00 -1.81 147.5 140.4 108.6 31.63 17.27 11.19 12.36 25.82 3/1/2015 9:45:00 0.17 152.8 147.9 112.1 35.93 17.56 11.24 12.3 25.89 3/1/2015 9:48:00 1.31 154.5 152.8 117.4 42.59 17.77 11.14 12.22 25.96 3/1/2015 9:51:00 1.61 156.1 154.2 115.2 48.21 17.95 10.86 12.3 26.05 3/1/2015 9:54:00 2.6 157 157.1 118.9 52.95 18.24 11.08 12.53 26.12 3/1/2015 9:57:00 3.95 158.2 158.5 119.6 56.89 18.16 11.05 12.43 26.21 3/1/2015 10:00:00 5.02 158.2 159 117 60.1 18.28 11.34 12.41 26.26 3/1/2015 10:03:00 6.39 157.8 159.5 118.9 62.13 18.6 11.56 12.54 26.33 3/1/2015 10:06:00 7.54 159.2 160.7 123.4 63.99 18.67 11.84 12.66 26.4 3/1/2015 10:09:00 7.31 160.6 162.8 121.7 65.21 18.63 11.99 12.68 26.49 3/1/2015 10:12:00 8.01 159.4 163.7 124.5 66.4 18.5 11.98 12.54 26.53 3/1/2015 10:15:00 8.74 157.3 162.5 118.8 67.03 18.45 12.12 12.63 26.62 3/1/2015 10:18:00 9.09 158.4 161 120.4 67.69 18.7 12.36 12.83 26.67 3/1/2015 10:21:00 9.59 158.4 162.9 119.8 68.55 18.72 12.42 12.85 26.72 3/1/2015 10:24:00 9.09 156.3 163.8 117.8 69.18 18.9 12.46 12.79 26.78 3/1/2015 10:27:00 10.14 157.5 163 124.6 69.73 19.22 12.69 12.92 26.85 3/1/2015 10:30:00 9.23 157.7 163.9 119.5 70.06 19.16 12.7 12.9 26.87 3/1/2015 10:33:00 9.45 156 164.8 124.7 70.8 19.22 12.81 13.04 26.92 3/1/2015 10:36:00 10.03 157.9 163.5 121.8 71.27 19.07 13.01 13.17 26.96 3/1/2015 10:39:00 9.88 158.3 160.7 122.5 71.76 19.15 13 13.2 26.99 3/1/2015 10:42:00 9.9 158.1 164.6 121.8 72.02 19.13 13.14 13.27 27.03 3/1/2015 10:45:00 10 159.2 165.8 126.4 72.55 19.07 13.04 13.13 27.1 3/1/2015 10:48:00 10.12 159.6 163.7 124.9 72.99 19.07 13.18 13.22 27.13 3/1/2015 10:51:00 9.88 163.8 167.5 125.9 73.11 19.11 13.13 13.18 27.17 3/1/2015 10:54:00 10.23 162.3 163.6 124.7 73.62 19.17 13.28 13.29 27.24 3/1/2015 10:57:00 10.33 160.7 167.5 126.1 73.77 19.14 13.2 13.27 27.29 3/1/2015 11:00:00 10.45 162 168.7 129.5 74.14 19.27 13.32 13.34 27.31


(4)

3/1/2015 11:03:00 10.55 160 168.7 123.3 74.58 19.25 13.25 13.17 27.36 3/1/2015 11:06:00 10.77 159.9 170.1 125.3 74.76 19.32 13.38 13.29 27.41 3/1/2015 11:09:00 10.89 159.9 167.4 126.5 75.06 19.4 13.56 13.38 27.43 3/1/2015 11:12:00 10.76 158.3 169.9 128.5 75.1 19.46 13.47 13.3 27.48 3/1/2015 11:15:00 10.78 159.6 170.3 128.8 75.33 19.58 13.54 13.37 27.52 3/1/2015 11:18:00 9.89 162.2 170.6 126.8 75.36 19.61 13.59 13.36 27.59 3/1/2015 11:21:00 9.99 161.5 169.5 126.3 75.87 19.67 13.66 13.29 27.62 3/1/2015 11:24:00 10.12 159.2 170.9 127.3 75.62 19.87 13.82 13.5 27.66 3/1/2015 11:27:00 10.34 158.7 171.1 121.1 76.27 19.84 13.8 13.35 27.71 3/1/2015 11:30:00 10.67 161.5 170.7 124 76.27 19.9 13.63 13.36 27.75 3/1/2015 11:33:00 10.78 160 171.6 125.2 76.4 19.96 13.81 13.46 27.8 3/1/2015 11:36:00 10.88 161.8 170.1 125.6 76.62 19.89 13.79 13.47 27.87 3/1/2015 11:39:00 9.89 160.7 172.1 126.7 76.23 20.35 13.9 13.63 27.94 3/1/2015 11:42:00 9.87 164.3 171 127.5 76.7 20.4 14.21 13.8 27.98 3/1/2015 11:45:00 10.67 162.4 173.2 129.7 76.82 20.52 14.22 13.87 28.01 3/1/2015 11:48:00 10.65 160.4 171.9 129.7 77.1 20.5 14.46 14.01 28.03 3/1/2015 11:51:00 9.9 161.3 173.6 128.5 77.28 20.61 14.56 14.01 28.03 3/1/2015 11:54:00 9.99 162.3 171.9 127.2 77.07 20.72 14.58 14.12 28.08 3/1/2015 11:57:00 10.77 163.4 174.3 129 77.36 20.7 14.61 14.04 28.1 3/1/2015 12:00:00 10.98 161.2 171 128.2 77.25 20.72 14.88 14.15 28.12 3/1/2015 12:03:00 10.65 164.4 174.4 126 77.27 20.93 15.04 14.47 28.17 3/1/2015 12:06:00 10.55 165.1 174.9 130.7 77.57 20.99 15.24 14.56 28.19 3/1/2015 12:09:00 10.78 165.4 173.4 130.1 77.66 20.87 15.25 14.49 28.24 3/1/2015 12:12:00 9.98 162.2 175.9 131.8 77.79 20.96 15.42 14.67 28.29 3/1/2015 12:15:00 9.99 164.1 174.9 131.6 77.89 21.03 15.48 14.84 28.31 3/1/2015 12:18:00 10.03 161.4 175.9 128.2 77.92 21.1 15.6 14.96 28.34 3/1/2015 12:21:00 10.33 163.6 171.4 131.3 78.48 21.16 15.82 15.08 28.36 3/1/2015 12:24:00 10.35 165 175.8 130.7 78.01 21.21 15.85 15.17 28.38 3/1/2015 12:27:00 9.9 162.1 174.8 126 78.21 21..30 15.99 15.33 28.43 3/1/2015 12:30:00 10.35 164.1 176.8 130.1 78.27 21.39 16.02 15.22 28.45 3/1/2015 12:33:00 10.23 164.2 177.7 130.7 78.3 21.44 16.26 15.41 28.5 3/1/2015 12:36:00 10 162.5 176.6 129.9 78.3 21.49 16.24 15.48 28.52 3/1/2015 12:39:00 9.88 161.9 176.9 127 78.68 21.74 16.47 15.72 28.55 3/1/2015 12:42:00 10.03 163.7 176.7 128.9 79.04 21.84 16.63 15.82 28.57 3/1/2015 12:45:00 9.88 153.5 176.1 128.7 79.27 21.92 16.67 15.75 28.59 3/1/2015 12:48:00 10.23 163 176.1 130.5 79.74 22.05 16.79 16.02 28.62 3/1/2015 12:51:00 10.35 163.4 175 133 80.11 22.14 16.88 16.11 28.62 3/1/2015 12:54:00 10.45 163.5 176.8 127.3 80.3 22.19 16.99 16.18 28.66 3/1/2015 12:57:00 10.6 164.1 175 130.1 80.36 22.2 17.09 16.24 28.69 3/1/2015 13:00:00 10.45 165 175.6 133.2 80.76 22.29 17.36 16.5 28.71 3/1/2015 13:03:00 9.99 163.7 176.2 131.8 80.8 22.37 17.45 16.58 28.73 3/1/2015 13:06:00 9.9 162 177.3 126.9 81.69 22.46 17.36 16.49 28.75 3/1/2015 13:09:00 10.24 164.4 178.3 133.4 81.92 22.59 17.66 16.71 28.78


(5)

3/1/2015 13:12:00 10.33 163.5 179.8 128.6 81.65 22.76 17.78 16.86 28.8 3/1/2015 13:15:00 10.46 156.7 180 131.2 81.76 22.94 17.86 16.84 28.82 3/1/2015 13:18:00 10.7 164.4 180 131.7 81.62 22.98 17.83 16.88 28.85 3/1/2015 13:21:00 10.8 163.8 180 130.6 81.63 22.95 18.05 16.97 28.89 3/1/2015 13:24:00 10.88 166.5 180.2 131.6 81.73 23.07 18.25 17.32 28.92 3/1/2015 13:27:00 9.9 164.1 179.8 133.7 81.7 23.07 18.21 17.19 28.94 3/1/2015 13:30:00 9.99 166.1 179.6 131.2 82.08 23.12 18.42 17.36 28.96 3/1/2015 13:33:00 9.98 163.3 178.6 132 82.16 23.21 18.49 17.6 28.96 3/1/2015 13:36:00 10.03 165.9 177.6 131.9 82.56 23.24 18.67 17.68 28.98 3/1/2015 13:39:00 10.05 168.3 176.6 132.6 83.16 23.23 18.77 17.83 28.98 3/1/2015 13:42:00 10.1 162.6 175.8 128.1 83.19 23.46 18.7 17.78 28.98 3/1/2015 13:45:00 10.12 163.9 172.7 131 83.07 23.5 18.95 17.88 29.03 3/1/2015 13:48:00 9.87 165 173.8 131.9 82.98 23.62 19.01 17.92 29.06 3/1/2015 13:51:00 9.9 163.1 171.6 132.5 83.48 23.69 19.15 18.11 29.1 3/1/2015 13:54:00 10.03 162.6 170.7 130.9 83.03 23.85 19.85 20.78 29.13 3/1/2015 13:57:00 10.08 163.1 170.7 132.4 82.02 24.16 19.62 20.44 29.17 3/1/2015 14:00:00 10.11 162.4 171.5 129.4 81.89 24.25 19.52 20.35 29.17 3/1/2015 14:03:00 10.02 166.9 172.8 131.7 81.74 24.47 19.5 20.54 29.22 3/1/2015 14:06:00 10.23 165.5 172.4 134.6 81.17 24.43 19.63 20.64 29.27 3/1/2015 14:09:00 9.99 165.2 170.9 131.2 82.04 24.35 19.84 20.78 29.29 3/1/2015 14:12:00 9.98 165.5 170.5 131.4 83.15 24.52 19.74 20.49 29.29 3/1/2015 14:15:00 10.23 166.1 173.8 134.5 82.59 24.41 20.01 20.77 29.34 3/1/2015 14:18:00 10.34 162.6 174.8 130.4 82.87 24.45 20.05 20.68 29.36 3/1/2015 14:21:00 10.56 164.3 174.5 131.7 83.1 24.55 20.08 20.87 29.36 3/1/2015 14:24:00 9.89 165.7 170.4 132.6 83.5 24.58 20.32 20.95 29.39 3/1/2015 14:27:00 10.55 166.1 172.7 129.3 83.39 24.58 20.35 20.92 29.39 3/1/2015 14:30:00 10.76 161.8 173.3 129.6 83.04 24.75 20.33 21 29.41 3/1/2015 14:33:00 10.29 163.8 173.5 132.8 82.93 24.83 20.46 21 29.41 3/1/2015 14:36:00 10.34 163.2 169.8 134.8 83.35 24.85 20.47 20.96 29.41 3/1/2015 14:39:00 10.34 162.6 169.9 130.5 83.55 24.94 20.62 21.1 29.43 3/1/2015 14:42:00 10.78 165 168.1 131 83.85 24.91 20.75 21.03 29.46 3/1/2015 14:45:00 9.78 163 168.5 131.6 83.81 25.04 20.84 21.29 29.48 3/1/2015 14:48:00 10.03 166.3 169.8 131.6 82.69 25.02 20.91 21.31 29.51 3/1/2015 14:51:00 10.23 165 168.9 132.4 82.96 25.06 21.05 21.4 29.53 3/1/2015 14:54:00 9.9 165.8 167.2 134.3 82.7 25.08 21.15 21.32 29.53 3/1/2015 14:57:00 9.99 165.4 167.3 133.8 82.9 25.15 21.21 21.34 29.55 3/1/2015 15:00:00 10.23 166.6 169.4 135.1 83.72 25.24 21.24 21.5 29.55 3/1/2015 15:03:00 10.23 166.6 168 135.1 83.46 25.24 21.42 21.49 29.58 3/1/2015 15:06:00 10.34 163.6 167.7 128.5 84.2 25.32 21.46 21.51 29.58 3/1/2015 15:09:00 9.9 164.7 166.6 132.9 83.95 25.35 21.57 21.59 29.58 3/1/2015 15:12:00 10.34 164.8 166.3 131.3 83.67 25.41 21.62 21.56 29.6 3/1/2015 15:15:00 10.66 164.8 166.6 133.7 84.28 25.43 21.69 21.63 29.6 3/1/2015 15:18:00 9.98 166.2 165.2 132.3 83.93 25.56 21.76 21.36 29.62


(6)

3/1/2015 15:21:00 9.9 166.4 166.1 131.2 83.92 25.63 21.78 21.65 29.65 3/1/2015 15:24:00 10.23 164 166.3 127.6 84.39 25.66 21.9 21.74 29.65 3/1/2015 15:27:00 10.45 167.3 166.9 133.8 83.61 25.64 22 21.85 29.67 3/1/2015 15:30:00 10.56 163.7 166.7 133.2 84.11 25.66 22.11 22.04 29.67 3/1/2015 15:33:00 10.78 166.4 167.2 133 84.78 25.76 22.15 22.08 29.67 3/1/2015 15:36:00 10.89 164.9 164.8 134.9 84.56 25.91 22.07 21.88 29.69 3/1/2015 15:39:00 10.87 166.3 165.4 132.8 84.81 25.8 22.29 22.1 29.69 3/1/2015 15:42:00 10.78 164 165.9 129.7 85.08 25.98 22.15 21.99 29.69 3/1/2015 15:45:00 10.98 164.6 166.5 129.6 85.22 25.95 22.43 22.26 29.69 3/1/2015 15:48:00 10.89 162.4 167.3 127.6 84.29 26.08 22.29 22.13 29.69 3/1/2015 15:51:00 10.78 162.6 166.5 127.4 86.02 26.11 22.43 22.11 29.69 3/1/2015 15:54:00 10.88 162.4 168.2 129.6 86.08 26.05 22.64 22.28 29.69 3/1/2015 15:57:00 9.9 162.5 166 128.4 86.14 26.21 22.65 22.43 29.72 3/1/2015 16:00:00 9.99 161 166.8 128.3 85.48 26.26 22.62 22.43 29.72 3/1/2015 16:03:00 10.89 162.1 167.7 130.8 85.72 26.31 22.83 22.54 29.72 3/1/2015 16:06:00 10.89 161.9 166.3 129.9 85.25 26.42 22.68 22.41 29.72 3/1/2015 16:09:00 10.87 163.6 167.3 130.5 85.27 26.37 22.94 22.46 29.72 3/1/2015 16:12:00 9.9 160.9 168.8 128.9 83.8 26.36 22.88 22.4 29.79 3/1/2015 16:15:00 9.99 163.5 167 129.7 84.41 26.26 23.02 22.6 29.83 3/1/2015 16:18:00 10.89 162.7 168 131.5 83.45 26.3 23.08 22.69 29.83 3/1/2015 16:21:00 10.78 162.8 168.3 132.2 82.99 26.28 23.16 22.76 29.83 3/1/2015 16:24:00 10 162.9 170.5 132.9 82.52 26.26 23.25 22.83 29.83 3/1/2015 16:27:00 10.34 163 172.2 133.6 82.06 26.23 23.33 22.9 29.83 3/1/2015 16:30:00 10.89 163.1 172.2 134 81.75 26.22 23.39 22.94 29.83