1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bencana sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, karena kata bencana sering kita jumpai baik di surat kabar cetak maupun elektronik.
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian kejadian yang mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
sarana dan prasarana serta dapat menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat Sudibyakto, 2011: 1. Bencana bisa
dipicu oleh tiga faktor yakni faktor alam natural disaster, faktor non-alam non-natural disaster, dan faktor sosial man-made disaster. Bencana yang
dipicu oleh faktor alam seperti bencana gunung meletus, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, dan kebakaran hutan. Bencana yang dipicu faktor non-
alam, seperti bencana gagal teknologi, epidemi, wabah penyakit, dan gagal modernisasi. Bencana terakhir, yakni bencana sosial adalah bencana yang
dipicu oleh perbuatan manusia misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.
Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang sangat dahsyat dan datang secara tiba-tiba. Bencana ini dapat merusak dan menghancurkan
bangunan dalam waktu yang sangat cepat serta dapat melukai bahkan menewaskan orang-orang yang berada di lokasi saat gempa itu terjadi.
Timbulnya korban jiwa akibat gempa bumi dikarenakan tertimpa bangunan
dan pohon, kebakaran, serta longsoran tanah. Pelatihan dan pengenalan kondisi daerah sekitar terhadap potensi gempa bumi merupakan salah satu upaya dalam
pengurangan risiko bencana. Gempa bumi dibagi menjadi 3 yaitu gempa bumi tektonik, vulkanik, dan runtuhan.
Suatu bencana tidak akan memilih-milih korbannya, baik dia mempunyai status sosial tinggi maupun rendah, kaya maupun miskin,
berpendidikan maupun tidak, normal maupun cacat. Semua akan terkena bencana tersebut, jika dia berada pada posisi di mana bencana itu terjadi.
Keadaan seperti ini yang mendorong manusia untuk meningkatkan kemampuan dirinya dalam menghadapi suatu bencana. Kesiapsiagaan merupakan salah satu
bagian dari proses manajemen bencana dan di dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan
salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko yang bersifat pro- aktif, sebelum terjadinya bencana Sopaheluwakan, 2006: 6 .
Budaya kesiapsiagaan hendaknya diterapkan sejak dini, yakni mulai dari bangku sekolah. Sekolah merupakan salah satu lingkungan pendidikan dari
tiga lingkungan utama pendidikan. Menurut Moh. Suardi 2012: 35 secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya fisik, sosial, dan budaya. Siswa sebagai bagian dari masa depan bangsa diharapkan mampu mengurangi
risiko bencana yang sewaktu-waktu mengancam mereka dan orang-orang di sekitar mereka serta menimbulkan rasa aman pada diri mereka.
Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana , baik
dalam situasi tidak terjadi bencana maupun situasi terdapat potensi bencana. Pengurangan risiko bencana bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 ayat 2 yang mengakomodasi kebutuhan pendidikan layanan khusus, Deklarasi Bandung
tahun 2004, dan surat edaran Mendiknas No70aMPNSE2010. Surat edaran Mendiknas No 70aMPNSE2010 secara eksplisit belum memuat tentang
strategi untuk kelompok rentan yang ada di sekolah seperti anak berkebutuhan khusus. Anak Berkebutuhan Khusus ABK juga memerlukan perhatian khusus
dalam menghadapi risiko bencana yang sewaktu-waktu mengancamnya. Penerapan kesiapsiagaan pada siswa berkebutuhan khusus terutama tunagrahita
memerlukan pola dan cara yang khusus pula. Menurut Lee Willerman 1979 anak tunagrahita adalah anak yang
memiliki fungsi intelektual ada di bawah normal, sehingga mengakibatkan gangguan dan keterbelakangan pada perkembangan dan penyesuaian
Suharmini, 2009: 42. Kondisi anak tunagrahita yang mengalami keterbelakangan perkembangan dan penyesuaian, maka diperlukan penanganan
yang berbeda. Penangan yang berbeda ini dilakukan agar penyandang tunagrahita bisa menjaga dirinya sendiri dari ancaman bencana yang sewaktu-
waktu datang, seperti bencana gempa bumi. Jika penyandang tunagrahita memiliki budaya kesiapsiagaan, maka mereka akan mempunyai kemandirian
dalam menghadapi bencana seperti gempa bumi. Hal ini menimbulkan persepsi
dalam diri mereka yakni rasa aman, jika sewaktu-waktu terjadi bencana gempa bumi.
Pada tanggal 27 Mei 2006 gempa tektonik dengan kekuatan 5,9 skala Richter mengguncang Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gempa terjadi kurang
lebih 1 menit pada pukul 05.53 WIB dan telah memakan korban jiwa ± 5000 jiwa. Menurut Media Center di DIY, jumlah korban gempa di seluruh wilayah
DIY dan sebagian Jateng tercatat korban meninggal sebanyak 5.857 orang, luka-luka 37.229 orang. Rumah rusak rata tanah mencapai 84.643 unit, rusak
berat 135.048, dan rusak ringan 188.234 unit http:sosbud.kompasiana.-
com20130527mengenang-gempa-tektonik-2006-di-yogyakarta-dan
.
Letak Kabupaten Klaten yang dekat zona subduksi antara lempeng Eurasi dengan lempeng Indo-Australia, menyebakan wilayah Klaten berpotensi
mengalami gempa bumi dikemudian hari. Kecamatan Gantiwarno merupakan kecamatan di Kabupaten Klaten yang cukup parah pada saat terkena bencana
gempa bumi pada tahun 2006. Kecamatan Gantiwarno juga pernah tercatat mengalami gempa, berdasarkan alat pencatat gempa seismograf yang
dipasang di komplek Pemprov DIY di Kepatihan Yogyakarta, gempa yang terjadi pukul 11.44 WIB berkekuatan 3,8 Skala Richter itu berpusat di wilayah
Kecamatan Gantiwarno, Kabupaten Klaten. Gempa tersebut merupakan bagian dari gempa susulan pascagempa tektonik yang pertama 275 lalu
http:www.suaramerdeka.comharian060609nas03.htm
.
Gempa ini tidak menimbulkan kerusakan bahkan korban jiwa, akan tetapi kepanikan dan
trauma.
mT
m U
PETA KORBAN AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI
KABUPATEN KLATEN TAHUN 2006
LEGENDA:
Sumber: 1. Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 2002 Skala 1:25.000
2. Observasi Lapangan 3. BPBD Klaten 2006
Disusun Oleh: Sigid Sugiarto
A 610 100 044
5 Gambar 1.1 Peta Korban Bencana Gempa Bumi Kabupaten Klaten Tahun 2006
KABUPATEN KLATEN
Korban Gempa Bumi Jiwa Proyeksi Transverse Mercator
Grid Koordinat Universal Transverse Mercator Zona 49 - S
Datum WGS - 1984 :
: :
: SKALA 1:250.000
2,5 2,5
5 7,5
10 1,25
Km
PROVINSI JAWA TENGAH
112°150 112°150
111°50 111°50
110°300 110°300
109°200 109°200
108°100 108°100
6 °3
5 6
°3 5
7 °1
7 °1
7 °4
5 7
°4 5
L S
BT
PROVINSI JAWA TIMUR
SAMUDERA HINDIA
Daerah Penelitian
LAUT JAWA PROVINSI
JAWA BARAT PROVINSI
JAWA TENGAH
U
È
KABUPATEN KLATEN
▬
º B
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
▬
º C
Bayat
Kemalang
Cawas
Tulung
Trucuk
Wedi Jatinom
Ceper Juwiring
Wonosari
Pedan
Jogonalan
Karangdowo Manisrenggo
Polanharjo
Prambanan Gantiwarno
Ngawen
Karangnongko Delanggu
Karanganom
Kalikotes
Kebonarum
Klaten Utara Klaten Tengah
Klaten Selatan
Rawa Jombor
440000
440000 460000
460000 9
1 4
9 1
4 9
1 6
9 1
6
Batas Provinsi Batas Kabupaten
Batas Kecamatan Jalan ArteriUtama
Jalan Kolektor Sungai
Rawa Jombor
Jalan Kereta Api
▬
º
B
Kantor Bupati
▬
º
C
Kantor Camat
KABUPATEN SLEMAN
PROVINSI D.I.Y KABUPATEN
KLATEN
KABUPATEN SUKOHARJO
KABUPATEN BOYOLALI
500 500 - 1.000
1.000
KABUPATEN GUNUNGKIDUL PROVINSI D.I.Y
Sumber: 1. Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 2002 Skala 1:25.000
2. Observasi Lapangan 3. BPBD Klaten Tahun 2006
Disusun Oleh: Sigid Sugiarto
A 610 100 044
: :
: :
KABUPATEN BOYOLALI
KABUPATEN SUKOHARJO
PROVINSI D.I.Y
6 Gambar 1.2 Peta Kerusakan Rumah Akibat Bencana Gempa Bumi pada Tahun 2006
PETA KERUSAKAN RUMAH AKIBAT BENCANA GEMPA BUMI
KECAMATAN GANTIWARNO TAHUN 2006
SKALA 1:60.000
0,6 0,6
1,2 1,8
2,4 0,3
Km
Proyeksi Transverse Mercator Grid Koordinat Universal Transverse Mercator
Zona 49 - S Datum WGS - 1984
LEGENDA:
Kerusakan Rumah Unit
A
SMPLB-C
▬
º C
Kantor Camat Kantor Desa
Jalan Lokal Jalan Lain
Sungai Batas Provinsi
Batas Kecamatan Batas Desa
▬
º D
420 420 - 800
800
110°500 110°500
110°400 110°400
110°300 110°300
110°200 110°200
7 °4
7 °4
BT L
S
Daerah Penelitian
KABUPATEN KLATEN
mT m
U
KECAMATAN JOGONALAN
KECAMATAN WEDI
PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
KECAMATAN PRAMBANAN
È
U
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º D
▬
º C
A A
Sungai Dengke
ng
Sawit Mlese
Kerten Muruh
Mutihan Jabung
Ceporan
Karangturi Kragilan
Ngandong
Gentan Baturan
Jogoprayan Gesikan
Towangsan
Katekan
Sungai Birin S
u n
g a
i M
le s
e S
un ga
i S im
pin g
Sungai Paten
S u
n g
a i
G e
b a
n g
S u
n g
a i S
le g
re n
g a
n
448000
448000 451000
451000 454000
454000 457000
457000 9
1 3
8 9
1 3
8 9
1 4
1 9
1 4
1 9
1 4
4 9
1 4
4
KECAMATAN GANTIWARNO
SMPLB – C Bhakti Putera Bahagia merupakan salah satu sekolah di Kecamatan Gantiwarno yang terkena dampak gempa bumi pada tahun 2006.
SMPLB – C Bhakti Putera Bahagia merupakan sekolah yang di bawah naungan yayasan Bhakti Putera Bahagia yang perduli akan nasib anak
penyandang tunagrahita. Berdasarkan wawancara dan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan keterangan, bahwa di sekitar sekolah
mengalami kerusakan pada bangunan dan bahkan ada korban yang meninggal saat gempa terjadi pada tahun 2006 silam. Budaya kesiapsiagaan siswa
tunagrahita di SMPLB – C Bhakti Putera Bahagia sangat diperlukan agar dapat memberikan rasa aman bagi siswa tunagrahita. Letak sekolah mereka yang
berada di daerah rawan bencana gempa bumi membuat mereka rentan terkena risiko bencana gempa bumi.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang budaya kesiapsiagaan pada siswa
tunagrahita di SMPLB – C Bhakti Putera Bahagai Gantiwarno. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Budaya Kesiapsiagaan Bencana
Gempa Bumi Siswa Tunagrahita di SMPLB – C Bhakti Putera Bahagia Gantiwarno Kabupaten Klaten”.
B. Fokus Penelitian