328
Bentuk nyata hubungan Kyai dengan masyarakat sekitar pondok pesantren adalah dengan senantiasa mengutus para guru dan
santri untuk mengisi acara keagamaan di masyarakat, baik PHBI, acara pernikahan, maupun untuk menyelenggarakan pengurusan jenazah
masyarakat, dan berbagai acara lainnya yang diadakan oleh masyarakat, asalkan yang bersifat agamis dan positif Wawancara, Ust.
Andi Bunwir, 21 Nopember 2009.
B. Pembahasan Penelitian
1. Sistem Pemilihan Pimpinan Ideal di Pondok Pesantren Kota Jambi
Islam bukan hanya merupakan sistem kepercayaan ‘aqidah dan sistem ibadah ubudiyah semata, tetapi juga sistem kemasyarakatan. Namun
dalam pengungkapan ajaran-ajaran itu terdapat perbedaan antara persoalan aqidah dan ubudiyah dengan persoalan kemasyarakatan atau politik. Yang
pertama bersifat detail, sedangkan yang kedua pada umumnya hanya berbentuk garis besar atau prinsip-prinsip umum saja. Ini dimaksudkan agar
ajaran ajaran islam itu selalu aktual dan kontekstual, selalu relevan kapanpun dan di manapun shalih likulli zaman wa makan. Oleh karena itu,
kepemimpinan dalam tradisi Islam merupakan salah satu elemen penting. Sebab tidak akan ada gunanya pelaksanaan suatu sistem apabila tidak ada
orang yang memimpin pelaksanaan sistem tersebut. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, dapat diketahui bahwa ada tiga
sistem pemilihan pimpinan pada pondok pesantren di Kota Jambi, yaitu:
329
1 sistem musyawarah, sistem ini diterapkan pada pondok pesantren Nurul Iman; 2 sistem keturunan nasab, sistem ini dianut pondok pesantren As’ad;
dan 3 sistem penujukkan langsung, sistem ini terjadi di pondok karya pembangunan Al-Hidayah.
Menurut hemat penulis, dari ketiga sistem pemilihan tersebut sistem yang ideal adalah sistem yang diterapkan oleh pondok pesantren Nurul Iman,
karena hal ini mendapat banyak dukungan dari tokoh-tokoh di dunia Islam. Hal ini perlu juga di terapkan pada pondok pesantren yang lain, karena
pemimpin yang dipilih berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat dari komunitasnya akan berdampak lebih positif terhadap organisasi yang
dipimpinnya. Sebaliknya, pimpinan yang dipilih tanpa melalui proses musyawarah akan melahirkan ketidakpuasan dari komunitasnya.
Sistem pemilihan pimpinan di pondok pesantren yang masih memegang tradisi dan sistem “kepemimpinan turun-temurun” perlu untuk
membuka diri agar dapat menerima dan menghargai hak-hak individu dan hak-hak minoritas. Artinya, meskipun seseorang tidak memiliki hubungan
darah atau pertalian keluarga, apabila dia memenuhi kriteria dan persyaratan sebagai pimpinan maka dia berhak untuk dipilih sebagai pimpinan pondok
pesantren.
330
2. Mengefektifkan Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren Kota