291
Apa yang diungkapkan oleh Direktur PKP al-Hidayah di atas, menunjukkan bahwa begitu kentalnya peran Pemda Provinsi dalam pemilihan
pimpinan pondok pesantren. Terbukti dari mekanisme pemilihan Direktur sekarang yang tidak mengikuti mekanisme yang selama ini dilakukan. Begitu
juga dengan para pimpinan yang berada di bawah Direktur, seperti Kepala Madrasah Ibtidaiyah hingga Aliyah, semuanya berada di bawah wewenang
Pemda Provinsi. Peran Pemda dalam penentuan Direktur Pondok dirasakan cukup
beralasan, karena Pondok Karya Pembangunan al-Hidayah merupakan milik Pemda Provinsi Jambi, dan menurut keterangan Direktur, kenyataan tersebut
pada satu sisi justru membanggakan karena hanya Pemda Provinsi Jambi satu- satunya Pemda di Indonesia yang memiliki pondok pesantren. Walaupun pada
sisi lain sebenarnya agak membatasi otonomi kepemimpinan pondok.
2. Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren Kota Jambi
a. Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren Nurul Iman
Kepemimpinan Pondok Pesantren Nurul Iman identik dengan kepemimpinan kharismatik charismatic leader, karena kyai-lah yang
memimpin dan mengelola pesantren. Sebagai figur kharismatik, kyai adalah pimpinan informal yang dipilih, diakui, dihormati, disegani dan ditaati serta
dicintai para santri dan komunitas pesantren serta masyarakat secara luas. Kiai mempunyai wibawa luar biasa dan mempunyai pengaruh luas yang tidak
dibatasi aturan-aturan formal. Kyai mempunyai kemampuan untuk
292
mengetahui untuk mempengaruhi dan meyakinkan masyarakat, maka segala ajaran, perintah maupun larangan dipatuhi oleh masyarakat dan jamaahnya.
Seorang pemimpin yang mempunyai kharisma dan beriman, selalu menyadari dan mensyukuri kelebihan dalam kepribadiannya sebagai pemberian Allah
SWT. Oleh karena itu, kelebihan tersebut akan digunakan untuk mendorong dan mengajak orang-orang yang dipimpinnya berbuat sesuai sesuai dengan
tuntutan dan ketentuan Allah SWT. Pendapat-pendapat kyai selalu dibenarkan dan hargai. Muhammad
Tholhah Hasan mengutip pendapat Jhon K. Clement dan Steve Albrecht menjelaskan bahwa kharisma bukan sesuatu yang dapat dipesan lewa pos,
tidak dapat dipinjam, tetapi ada dalam diri sendiri yang harus bekerja keras mendapatkannya. Karisma bukan sifat flamboyan orang yang suka pamer dan
diperagakan, melainkan kekuatan batin dan keseimbangan kepribadian Tholhah Hasan, 2005: 41. Untuk menjadi seorang kyai kharismatik bukan
hal yang mudah tetapi melalui proses panjang dan perjuangan berat. Berbeda dengan pemimpin formal yang standarnya jelas. Seorang menjadi pemimpin
formal dengan modal surat keputusan dari pihak yang berwenang dia sudah sah, tanpa harus diakui, dihormati dan ditaati atau tidak.
Untuk menjadi seorang kyai kharismatik disamping memiliki ilmu agama yang mumpuni, dia juga mempunyai berbagai kelebihan lain di
banding masyarakat pada umumnya. Tingkat keikhlasan, semangat berkorban harta, tenaga bahkan jiwa raga demi kepentingan umum menjadi
karakteristiknya Abdurrahman Mas’ud, 1999: 273. Kyai bukan sekedar
293
memberi arahan, melaikan mengambil rasa sakit bagi santri dan masyarakat. memberi perlindungan, dan bahkan merekatkan butir-butiran pasir yang lepas-
lepas, menjadi problem solver di tengah masyarakat. Kyai adalah pimpinan kharismatik yang memiliki ciri-ciri sifat rendah hati, terbuka untuk dikritik,
jujur dan memegang amah, berlaku adil, komitmen dalam perjuangan, ikhlas dalam berbakti dan mengabdi kepada Allah.
Di lingkungan pesantren, kyai adalah pendiri pesantren dengan berbagai pengorbanan yang dilakukannya. Tanah, asrama dan fasilitas-fasilitas
lain pada umumnya adalah harta milik kyai. Di samping itu, kyai adalah sumber ilmu, tempat santri dan masyarakat mengadu dan pemilik keberkahan
yang diyakini oleh seluruh komunitas pesantren dan masyarakat sebagai jamaahnya. Akan tetapi tidak dapat dinafikan bahwa kharismatik di pesantren
mengantarkan pada pola kepemimpinan sentralistik Syarief Romas, 2003: 10. Keputusan dan kebijakan pesantren baik yang berhubungan dengan
sarana dan prasarana, kepengurusan, keuangan, kurikulum, materi pembelajaran dan kebijakan-kebijakan lain ditentukan oleh kyai.
Tipe kepemimpinan ini berimplikasi pada penerapan manajemen pengelolaan pesantren serta evaluasi program yang matang dan terukur dengan
jelas. Kondisi ini semakin memperkuat asumsi-asumsi negatif yang melekat pada pesantren bahwa pesantren cenderung terisolasi, ekslusif dan konservatif
sulit terbantahkan Marzuki Wahid, 1999: 214-215. Kondisi seperti ini terutama terdapat pada pesantren salafiyah.
294
Tipe kepemimpinan
kharismatik dan
manajemen tradisional
sebagaimana dimaksud di atas, juga tergambar pada pola kepemimpinan dan manajemen Pondok Pesantren Nurul Iman. Walaupun secara prosedural dan
mekanisme terdapat susunan pengurus dengan pendelegasian kewenangan, akan tetapi dalam mekanismenya terdapat keganggalan dan kerancuan. Contoh
konkrit adalah adanya pengurus yang sama sekali tidak kompeten di bidangnya, sehingga tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya
diambil alih oleh kyai atau pengurus lainnya yang lebih berpengalaman. Namun hal ini bagi Pondok Pesantren Nurul Iman memang sudah lazim
terjadi, dan ini bagi mereka bukanlah suatu masalah, karena kentalnya suasana kekeluargaan di dalam manajemen pesantren.
Latar belakang pondok pesantren yang bersifat kompleks akan menghasilkan format kepemimpinan pesantren yang bersifat fleksibel pula.
Artinya kepemimpinan yang diterapkan dalam sebuah pondok pesantren tergantung kepada kapasitas dan kapabilitas kyai atau pengasuhnya Sulthon
dan Khusnuridlo, 2003: 25. Kapasitas dan kapabilitas tersebut tidak terlepas dari pengaruh pribadi bakat, latar belakang pendidikan, lingkungan dan
masyarakat. Oleh karena itu, untuk menilai kepemimpinan seorang kyai perlu juga dilihat kultur keluarga, latar belakang pendidikan, situasi dan kondisi
masyarakat sekitar dan lingkungan sosio-kultural Sulthon dan Khusnuridlo, 2003: 25.
Begitu juga dengan KH. Sulaiman Abdullah, dalam konteksnya sebagai pimpinan atau mudir Pondok Pesantren Nurul Iman. Pola pendidikan
295
dan penggemblengan yang diberikan oleh keluarganya serta kultur pesantren yang melingkupinya sangat berperan dalam membentuk kepribadian dan
kepemimpinan yang diterapkan. Wawancara, KH. Sulaiman Abdullah, 23 Juli 2009. KH. Sulaiman Abdullah dalam menerapkan pola kepemimpinannya
lebih menekankan pada aspek pemeliharaan kelompok atau sosial masyarakat. artinya kondisi dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas utama, baik
yang berkaitan dengan bidang pendidikan agama dan umum, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain:
1 Perhatian dan kepedulian KH. Sulaiman Abdullah terhadap pendidikan
masyarakat sangat tinggi. 2
Sikap dan perilaku beliau yang senantiasa menghargai dan tidak membedakan masyarakat umum.
3 Kepedulian KH. Sulaiman Abdullah yang tinggi terhadap nasib dan
kondisi masyarakat, terutama yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan sosial masyarakat Wawancara, Guru Muhid H. A. Qohar, 11 Juli 2009.
Di samping itu, KH. Sulaiman Abdullah merupakan sosok panutan bagi masyarakat sekitar, baik yang berkaitan dengan kepribadian beliau
maupun yang berkaitan dengan urusan dunia dan akhirat. KH. Sulaiman Abdullah merupakan figur yang dikagumi, disegani, dihormati dan disanjung
oleh masyarakat, baik masyarakat sekitar maupun masyarakat umum yang mengetahui kiprah beliau, terutama dalam aktivitas dakwah Wawancara,
Muhid H. A. Qohar, 11 Juli 2009.
296
Kondisi ini tidak terlepas dari konteks KH. Sulaiman Abdullah sebagai figur kharismatik. Sehingga beliau juga dapat dikatakan menerapkan model
kepemimpinan yang bersifat kharismatik. Kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan keistemewaan dan kelebihan,
terutama yang bersifat kepribadian untuk mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga orang yang dipengaruhi tersebut bersedia
untuk berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh pimpinan.
b. Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren As’ad