289
pimpinan di pesantren ini hanyalah orang-orang yang masih memiliki garis keturunan langsung dari pendiri pondok pesantren atau orang-orang yang
masih memiliki hubungan keluarga, sedangkan pihak yayasan dan para guru yang ada di Pondok Pesantren As’ad tidak mempunyai hak untuk memilih dan
dipilih sebagai pimpinan di pesantren ini. Pola kepemimpinan Kyai di Pondok Pesantren Asad seperti lazimnya
tradisi yang terjadi pada sebuah pesantren pada umumnya, Kyai menempati posisi sentral sehingga tidak jarang malah menjadi sangat sentralistik. Hal ini
terlihat dari corak kepemimpinan dan struktur organisasi yang sentralis. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan posisi pimpinan atau Mudir Pesantren As’ad,
KH.M. Nadjmi Qodir, yang ternyata juga merangkap sebagai Ketua Yayasannya.
c. Pondok Karya Pembangunan Al-Hidayah
Kepemimpinan Pondok Karya Pembangunan al-Hidayah dipegang oleh seorang Direktur yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam
menjalankan tugas kepemimpinannya. Hal ini berbeda dengan dua pesantren sebelumnya yang menggunakan istilah “Mudir” untuk pimpinan pondok
pesantren. Hal lain yang juga berbeda dengan pondok pesantren otonom pada umumnya, Pondok Karya Pembangunan al-Hidayah merupakan pondok yang
dimiliki dan didanai oleh Pemda Provinsi Jambi. Oleh karena itu, keterlibatan Pemda juga dirasakan cukup besar dalam mekanisme kepemimpinan Pondok.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara penulis dengan salah seorang guru,
290
diterangkan bahwa: “Mekanisme penentuan Direktur pondok dilakukan oleh Pemda,
melalui rancanganusulan yang diajukan oleh pihak pondok terhadap siapa saja yang layak menjadi Direktur pondok. Pemda sendiri dalam
hal penentuan tersebut berkoordinasi dengan pihak Departemen Agama Provinsi Jambi”. Wawancara, Ust. Jauhar Mukhlas, MA, 31
Agustus 2009. Sistem di atas menunjukkan bahwa mekanisme pemilihan Direktur di
PKP al-Hidayah dilakukan berdasarkan pada hubungan koordinasi tiga lembaga tersebut, dimulai dari usulan pihak PKP al-Hidayah sendiri kepada
Pemda Provinsi Jambi Biro Kessos Setda Provinsi Jambi yang selanjutnya berkoordinasi dengan Kantor Kementerian Agama sebagai lembaga yang
menangani masalah kependidikan agama. Dalam hal ini keterlibatan Kantor Kementerian Agama Kota Jambi tampaknya tidak hanya sebatas persetujuan
penugasan terhadap PNS yang berada dalam lingkungan Kementerian Agama, namun juga karena wewenang yang dimiliki terhadap pendidikan agama Islam
di Kota Jambi. Namun berdasarkan keterangan dari Direktur tentang proses
pemilihannya, bahwa: “Proses pemilihan saya sendiri sebagai Direktur merupakan
penunjukkan langsung dari Pemda Provinsi Jambi yang diputuskan sesuai dengan kebutuhan pondok pesantren dan skill yang dimiliki
oleh calon direktur yang ditetapkan oleh Pemda Provinsi Jambi. Walaupun sebenarnya saya telah memasuki masa pensiun dari Pegawai
Negeri Sipil, namun menurut penilaian pihak Pemda Provinsi saya mampu untuk memimpin pesantren ini”. Wawancara, KH. Hasan
Kasim, 1 September 2009.
291
Apa yang diungkapkan oleh Direktur PKP al-Hidayah di atas, menunjukkan bahwa begitu kentalnya peran Pemda Provinsi dalam pemilihan
pimpinan pondok pesantren. Terbukti dari mekanisme pemilihan Direktur sekarang yang tidak mengikuti mekanisme yang selama ini dilakukan. Begitu
juga dengan para pimpinan yang berada di bawah Direktur, seperti Kepala Madrasah Ibtidaiyah hingga Aliyah, semuanya berada di bawah wewenang
Pemda Provinsi. Peran Pemda dalam penentuan Direktur Pondok dirasakan cukup
beralasan, karena Pondok Karya Pembangunan al-Hidayah merupakan milik Pemda Provinsi Jambi, dan menurut keterangan Direktur, kenyataan tersebut
pada satu sisi justru membanggakan karena hanya Pemda Provinsi Jambi satu- satunya Pemda di Indonesia yang memiliki pondok pesantren. Walaupun pada
sisi lain sebenarnya agak membatasi otonomi kepemimpinan pondok.
2. Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren Kota Jambi