330
2. Mengefektifkan Gaya Kepemimpinan di Pondok Pesantren Kota
Jambi.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, terlihat bahwa model kepemimpinan yang dianut pada pondok pesantren di Kota Jambi juga
terdapat tiga model kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan karismatik, paternalistik-sentralistik, dan birokratik. Ketiga model kepemimpinan tersebut
sebenarnya tidak terlepas dari bagaimana sistem pemilihan pimpinan tersebut. Model kepemimpinan yang dianut oleh kebanyakan pondok pesantren
adalah tipe kepemimpinan karismatik-paternalistik, dan jarang sekali yang menganut model kepemimpinan birokratik, hal ini lebih disebabkan oleh latar
belakang pendirian pondok pesantren itu sendiri. Kepemimpinan karismatik kyai di pondok pesantren nurul Iman
ditimbulkan oleh keyakinan santri dan masyarakat sekitar komunitas pondok pesantren bahwa kyai yang memiliki karismatik biasanya memiliki ilmu
agama yang luas dan mumpuni, sehingga itulah yang menjadi daya tarik santri untuk belajar ilmu kepadanya. Namun, sebagaimana yang terjadi di pondok
pesantren Nurul Iman, kepemimpinan karismatik yang dimilikinya tidak dibarengi dengan sistem manajemen yang terpadu, bahkan terkesan sistem
manajerialnya hanya dijalankan seadanya. Sehingga pondok pesantren Nurul Iman yang dimasa lalunya pernah mencapai zaman keemasan sebagai pondok
pesantren terbesar di Jambi, sekarang seakan “hidup segan mati tak mau” karena mulai ditinggalkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pondok
pondok pesantren. Untuk itu, apabila pondok pesantren Nurul Iman yang
331
didukung oleh kyai karismatik dapat menjalankan fungsi manajerial yang baik dan terbuka terhadap perubahan zaman serta tuntutan kebutuhan masyarakat,
maka tidak menutup kemungkinan masa kejayaannya akan kembali lagi. Sedangkan model kepemimpinan paternalistik-sentralistik yang dianut
oleh pondok pesantren As’ad, peran kyai cenderung dominan dalam menjalankan roda kepemimpinan di pondok pesantren menurut Dhofier 1994
disebabkan karena adanya asumsi bahwa pesantren bisa diibaratkan sebuah kerajaan kecil, di mana kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan
kewenangan power authority dalam kehidupan di lingkungan pesantren. Tidak ada seorang santri atau orang lain yang dapat melawan kekuasaannya
kecuali kyai yang lebih besar pengaruhnya. Para santri selalu berpikir bahwa kyai yang dianutnya adalah orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi, baik
dalam soal pengetahuan agama, kekuasaan dan manajemen pondok pesantren. Model kepemimpinan paternalistik-sentralistik biasanya menganut
prinsip manajemen tertutup dan belum menjalankan fungsi-fungsi manajemen secara optimal yang mengharuskan pengaturan dan mekanisme kinerja yang
baik, perencanaan strategis, akuntabilitas, dan transfaransi. Hal ini juga terjadi di pondok pesantren As’ad, di mana sistem manajemennya dijalankan sesuai
dengan keinginan dari pimpinan, sedangkan bawahan sering dianggap sebagai seorang anak yang harus selalu diayomi dan diarahkan oleh atasan.
Dari ketiga model kepemimpinan tersebut, tipe kepemimpinan ketiga yang dianut oleh pondok karya pembangunan Al-Hidayah kelihatannya
termasuk model kepemimpinan efektif. Karena tipe kepemimpinan birokratik
332
merupakan model kepemimpinan yang mempunyai sistem manajemen yang rapi dan terencana dengan baik. Model kepemimpinan ini juga lebih terlihat
prosedural dan taat aturan, meskipun terkadang manajemennya terkesan berbelit-belit, namun organisasi yang menganut model kepemimpinan ini
terlihat lebih teratur dan terarah. Begitu juga dengan pendistribusian tugas, para bawahan mengerti akan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Pengadopsian model kepemimpinan birokratik pada pondok karya pembangunan Al-Hidayah ini tidaklah mengherankan, karena memang
pimpinan yang diangkat biasanya berlatar belakang seorang birokrat di pemda provinsi Jambi.
3. Efektivitas Kepemimpinan Kyai pada Pondok Pesantren Kota Jambi