Dalam setiap konflik yang muncul, dampak langsung bukanlah dirasakan oleh elite politik. Kelompok yang mengalami kerugian dan menjadi korban justru
masyarakat, sehingga membuat kehidupan yang sudah susah menjadi semakin parah. Hal yang tidak dapat dihindari adalah memburuknya kondisi masyarakat,
sehingga persoalan kecil saja seperti perkelahian antar pemuda, senggolan di tempat ramai, ataupun pencurian, bisa berakibat fatal pada harta benda dan jiwa.
Bahkan lebih parah lagi bisa menjadi perang antar etnis, agama atau golongan, yang dapat menelan korban jiwa dan harta. Untuk itu perlu sebuah model
pencegahan konflik berbasiskan kearifan Lokal Minangkabau, sehingga konflik kekerasan dapat dicegah.
2. Masalah
Masalah utama dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana akar dari budaya konflik sosial dalam masyarakat
Minangkabau ? 2. Bagaimana peta konflik sosial di Minangkabau ?
3. Bagaimana Penyelesaian konflik berbasiskan perdamaian adat Minangkabau ?
B. Konsep Konflik dan Konflik Kekerasan
Dilihat dari sejarah umat manusia, konflik dan kekerasan sesungguhnya bukanlah hal yang baru. Ia ada sejak manusia itu sendiri muncul dipemukaan
bumi. Latief meyebutkan bahwa kekerasan justru dianggap bagian dari budaya masyarakat. Kajian-kajian historis, semuanya tidak pernah menyangkal bahwa
kekerasan telah ada sejak adanya manausia sehingga kekerasan dapat dikatakan juga sebagai bagian dari budaya manusia human Culture A. Latief Wiyata,
2002: 10. Pertanyaan pokok adalah kenapa manusia suka melakukan tindakan kekerasan itu sendiri. Jika konflik dipahami sebagai hal perwujudan keragaman
dari manusia, lalu kenapa konflik seringkali diikuti dengan tindakan kekerasan oleh anggota masyarakat.
Jika diamati secara seksama, terdapat perbedaan yang signifikan antara konflik dengan kekerasan. Kekerasan diakibatkan oleh konflik, namun belum
tentu konflik selalu mengkonflik bisa saja bersifat tidak kekerasan dan bisa
5
bersifat kekerasan. Konflik merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan. Kekerasan dapat diartikan sebagai sebuah tindakan secara fisik terhadap orang
lain, harta orang, bagi kelompok yang berkonflik. Namun, tindakan kekerasan juga bisa terjadi pada orang-orang yang tidak terlibat dalam konflik. Latief,
sebagaimana dikutip dari Abink menyebutkan bahwa konsep kekerasan meliputi aspek yang sangat luas mulai dari tindakan penghancuran harta benda,
pemerkosaan, pemukulan, perusakan, yang bersifat ritual ritual Multulation penyiksaan sampai pembunuhan A. Latief Wiyata, 2002: 8
Secara teoretis, asal muasal setiap konflik dan konflik kekerasan bisa jadi berasal dari rasa frustrasi yang dialami oleh setiap angota masyarakat. Rasa
kekecewaan yang dialami rakyat kemudian melahirkan ketidaksenangan, yang puncaknya adalah tindakan kekerasan. Perlawanan terhadap kekerasan yang
dilakukan oleh penguasa, pengusaha, tentara dan polisi serta preman kemudian melahirkan konflik, kekerasan, kebijakan pengusaha yang merugikan, kebijakan
pemerintah yang tidak bijak, jebakan kemiskinan, keresahan, konflik, mogok, demonstrasi, dan pemberontakan Camara, 2000.
Teori tentang konflik kekerasan yang menarik ditulis oleh Gurr. Gurr melihat bahwa tindakan kekerasan dapat dilihat dari dua bentuk yaitu kekerasan
struktural dan kekerasan nonstruktural. Kekerasan struktural adalah kekerasan yang dilakukan oleh pengusaha maupun penguasa. Dengan kekuasaan yang
dimilikinya, ia mampu membuat hukum atau aturan yang kemudian merugikan bahkan menindas rakyat. Kekerasan non-struktural biasanya dilakukan oleh
masyarakat, dan sifatnya perlawanan spontan, sporadis, dan tidak tersistematis. Protes sosial dalam bentuk apa pun juga memiliki tingkatan. Tingkatan paling
mendasar dalam gerakan sosial adalah gerakan diam, sedangkan tingkatan paling puncaknya adalah peperangan. Menurut Robert Gurr 1971 adalah :
Turmoil yaitu tindakan kekerasan politis yang tidak terorganisasi dan partisipasi populer, termasuk serangan politis, kerusuhan, konflik politik dan
pemberontakan kedaerahan yang relatif berlangsung secara spontan. Conspirasi yaitu kekerasan politis yang terorganisir rapi dan partisipasi
terbatas seperti pembunuhan politis terorganisir, terorisme dalam skala kecil, kudeta dan pemberontakan.
6
Internal War yaitu kekerasan politis yang terorganisir rapi dan partisipasi populer dari luar bertujuan untuk menumbangkan rezim tertentu, merombak
negara. Pola yang ditempuh adalah kekerasan yang ekstensif, termasuk terorisme, perang gerilya dalam skala besar, seperti perang saudara, perang
regional sampai kepada sebuah revolusi.
Skema II Skema Konflik sosial
Sumber : Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Issue, Strategi dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist press,
2002, hal. 37.
Dalam gerakan sosial yang lebih baru, perlawanan tidak selamanya dalam bentuk konflik klasik antara buruh dengan majikan, yang kaya dengan miskin
ataupun antara pemerintah dengan rakyat. Teori-teori gerakan sosial baru juga dapat gerakan yang sifatnya tidak memobilisasi massa, akan tetapi bersifat isu
7 Rakyat
Penguasa
Ideolog LSM
Pengusaha
Radikal Survival
Militer Preman
seperti lingkungan, gender, HIV dan HAM. Singh merumuskan gerakan sosial baru itu ke dalam beberapa pola, yaitu Rayendra Singh, 2001.:
1. Kebanyakan konsepsi ideologis gerakan sosial baru menaruh asumsi
bahwa masyarakat sipil tengah meluruh. 2.
Secara radikal paradigma gerakan sosial baru mengubah pradigma Marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah konflik kelas.
3. Gerakan sosial baru umumnya mengabaikan model organisasi serikat
buruh industri dan model politik kepartaian, kecuali kelompok Hijau Jerman dan Partai Hijau.
4. Struktur gerakan sosial baru didefinisikan oleh pluralitas cita-cita, tujuan,
kehendak dan orientasi dan oleh heterogenitas basis sosial mereka
C. Metode penelitian