merupakan aparat negara hanya terdapat dalam dua kasus dan 11 kasus lainnya dilakukan oleh warga sipil dan 1 kasus ditutup.
4
Dominasi aktor negara berlanjut di tahun 2008 lalu. Untuk kasus pelanggaran HAM yang terkait hak sipil dan politik, dari 58 kasus, 42 kasus di
antaranya merupakan pelanggaran HAM oleh aparat negara. Pelaku yang warga sipil adalah 6 kasus sisanya. Begitu pula pada kasus yang terkait hak ekonomi,
sosial dan budaya, dari 39 kasus yang masuk, 23 kasus masih melibatkan aparat negara state actors dan hanya 16 kasus yang pelakunya bukan aparat negara.
Sementara itu, kasus yang digolongkan sebagai kelompok khusus ada 26 kasus. Sebanyak 23 kasus dilakukan oleh warga sipil dan 3 lainnya oleh negara.
5
Satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah tingginya angka pelanggaran HAM dengan aktor aparat negara dengan rata-rata tiap tahunnya
lebih dari 50 dari keseluruhan kasus yang masuk ke Komnas HAM. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena aparat negara yang selayaknya memberi pelayanan
dan perlindungan bagi masyarakat justru sering berbalik melawan masyarakatnya.
2. Pemetaan Konflik dan Kekerasan di Sumatera Barat
Dalam konteks kekinian, konflik di tengah masyarakat muncul dalam berbagai bentuk dan banyak di antaranya diiringi dengan tindakan kekerasan.
Berbagai konflik ini terlihat dari banyaknya laporan dan pengaduan ke berbagai lembaga yang bertugas melayani masyarakat baik itu lembaga pemerintahan
maupun non-pemerintah. Komnas HAM merupakan salah satu lembaga yang merekam berbagai konflik dalam masyarakat karena masyarakat melakukan
pengaduan pada lembaga ini untuk bantuan hukum. Bila dilihat dari unsur yang terlibat, konflik di Sumatera Barat bisa
dikategorikan sebagai berikut; 1.
Konflik antar-masyarakat konflik horizontal 2.
Konflik antara masyarakat dan pemerintah konflik vertikal
4
Laporan Tahunan Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat tahun 2007. hlm. 35-36.
5
Laporan Tahunan Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat tahun 2008. hlm. 11-12
10
3. Konflik antara masyarakat dan perusahaan atau investor konflik vertikal
4. Konflik yang melibatkan Aparat Keamanan konflik vertikal
Sementara bila dilihat dari sumbernya, ada beberapa bentuk konflik yang bisa dikategorikan.
1. Konflik yang disebabkan masalah ekonomi
Meliputi konflik yang disebabkan masalah sumber daya alam, tanah dan sumber-sumber ekonomi lainnya. Konflik bisa disebabkan perebutan sumber
ekonomi, kesenjangan sosial, dan tindakan mengambil hak ekonomi orang. 2.
Konflik yang disebabkan masalah sosial dan politik. Konflik yang menyangkut masalah kepentingan. Artinya terjadi perbenturan
kepentingan antar individukelompok dan konflik berkembang dalam upaya masing-masing berupaya mencapai kepentingannya sendiri.
Konflik antar masyarakat atau bisa digolongkan juga sebagai konflik horizontal, memiliki angka yang cukup tinggi di Sumatera Barat. Tindakan
kekerasan juga sangat banyak terjadi dalam konflik horizontal, dilihat dari banyaknya kasus pembunuhan, pembakaran, pemerkosaan dan lain-lainnya.
Belum lagi kejahatan lain seperti perampasan harta benda. Konflik horizontal bisa terjadi antar individu, bisa juga antar kelompok masyarakat atau antar individu
dengan kelompok. Namun terdapat juga kasus, pada awalnya hanya merupakan konflik antar individu, namun berkembang menjadi konflik antar masyarakat.
Berikut gambaran konflik horizontal yang berlangsung selama 2006-2008 dalam rekaman yang dibuat oleh Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat.
6
Beberapa kasus yang terlihat setipe adalah sengketa tanah ulayat. Beberapa kasus menunjukkan penyelewengan hak tanah oleh perseorangan.
Misalnya apa yang terjadi di Pesisir Selatan pada tahun 2008.Terjadi penipuan dengan membuat surat pernyataan palsu tentang peralihan hak atas tanah ulayat
milik kaum Melayu beserta tanamannya senilai 20 Sukek Banieh oleh seorang yang merupakan Bako melalui surat tertanggal 25 Agustus 2006 dengan diketahui
6
Berdasarkan Laporan Tahunan Komnas HAM Perwakilan Propinsi Sumatera Barat tahun 2006, 2007 dan 2008. Kasus-kasus yang dijelaskan merupakan kasus yang masuk karena ada
pengaduan dalam tahun tersebut. Artinya ada kasus yang tidak terjadi di tahun itu namun merupakan kelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya atau baru diadukan pada tahun itu. Karena
kasus yang dicantumkan merupakan data dari pengaduan atau permohonan bantuan terhadap lembaga terkait, tidak tertutup kemungkinan lebih banyak lagi konflik yang terjadi pada tahun-
tahun tersebut.
11
oleh Mamak Suku Piliang yang terletak di Koto XI Tarusan Pesisir Selatan. Pihak yang bertandatangan dalam surat itu dianggap bukan orang yang memiliki
wewenang. Masalah tanah ulayat bisa juga bersifat lebih luas dengan melibatkan anggota masyarakat dalam jumlah yang lebih besar. Misalnya Sengketa batas
nagari antara Muaro Pingai dengan Nagari Saniangbaka telah memicu kekerasan berupa tindakan pembakaran beberapa kali yang berakibat pada terbakarnya 26
rumah warga Muaro Pingai baik yang permanen maupun semi permanen serta terbakarnya kandang dan ternak milik masyarakat. Terakhir pada 1 Mei 2008
terjadi pembakaran atas pondok nelayan milik sdr. Agus yang berisi alat penangkapan ikan di dusun Alam Siang Jorong Guci IV Nagari Muaro Pingai.
Sengketa ini pada awalnya hanya terkait dengan batas nagari, namun berlanjut pada tindakan kekerasan. Hal ini unik karena kedengarannya seperti sengketa
perbatasan antara negara bertetangga yang ingin mempertahankan kedaulatannya kemudian mengadakan perang. Menjadi unik karena ini bukan dua negara yang
berbeda melainkan masih pada negara yang sama, bahkan daerah yang sama, tentu dengan kebudayaan yang sama, hanya berbeda suku, tapi bisa membuat
situasi seperti perang besar antar negara. Kasus di Ujung Gading Pasaman Barat tahun 2008 lalu bahkan lebih hebat
lagi. Disana dilakukan sebuah proyek pembangunan saluran pengairan Batang Bayang suplesi Batang Sikerbau di daerah ini dilakukan dengan melalui tanah
milik beberapa orang warga setempat. Karena proyek membuang tanah yang tidakbelum dimanfaatkan sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar.
Salah seorang warga mengalami kerugian hingga 15juta rupiah dan yang lainnya kehilangan beberapa petak lahan perumahan. Kebanyakan konflik antara
masyarakat dengan pemerintah terkait erat dengan proses pembangunan yang sedang dijalankan pemerintah. Hal ini menjadi ironis karena dalam proses
pembangunan yang diperuntukkan bagi masyarakat ini terjadi tindakan yang dapat merugikan masyarakat sendiri.
Terakhir adalah konflik yang melibatkan aparat keamanan. Selain dalam level masyarakat, konflik yang dilanjutkan dengan kekerasan kebanyakan timbul
karena keterlibatan pihak ini. Misalnya apa yang terjadi di Pasaman Barat tahun 2008 lalu. Terjadi sebuah tindakan kekerasan oleh Satpol PP Kabupaten Pasaman
12
Barat terhadap masyarakat Sasak. Awal permasalahan adalah permintaan masyarakat untuk mengganti Wali Nagari Sasak, BPAN Sasak dan Camat Sasak
Ranah Pasisie karena dinilai masyarakat tidak punya ketegasan dalam menjalankan tugasnya. Kemudian sekitar 2000 orang warga protes di kantor
Bupati Pasaman Barat dan sempat terjadi adu mulut dengan oknum Pol PP. Akibatnya terjadi bentrokan yang mengakibatkan ibu dan anak-anak yang sedang
tidur di teras Kantor Bupati diinjak-injak serta masyarakat yang tidur di halaman dipukul dengan pentungan.
3. Cakak Banyak Nagari Muaro Pingai dan Nagari Saniang Bakar