Analisis Urgensi Terhadap Pembaharuan Pendidikan Islam di

116 pengelolaan pembelajaran. Hasil kegiatan ini berupa daftar yang memuat pengelompokan karakteristik peserta didik yang menjadi sasaran pembelajaran. d. Menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran e. Menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran f. Menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran g. Menetapkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.

B. Analisis Urgensi Terhadap Pembaharuan Pendidikan Islam di

SekolahMadrasah Menurut Muhaimin Pada era teknologi canggih seperti sekarang ini tidak bisa disangkal lagi bahwa peran media turut menentukan dalam menunjang keberhasilan usaha pendidikan. Derasnya arus globalisasi yang ditandai dengan kecanggihan teknologi informasi dan telekomunikasi yang telah dengan leluasa memberikan kebebasan kepada peserta didik pada semua level dan tingkat usia untuk menikmati akses informasi apa saja baik lewat media cetak maupun elektronik seperti audio visual yang seolah membuatnya tidak ada lagi sekatbatas antar sudut-sudut dunia itu, tanpa didasari oleh para orang tua sesungguhnya telah merusak moral sebagian “besar” generasi muslim yang didambakan menjadi hamba-hamba Allah yang saleh untuk menjadi khalifah di bumi. Pengembangan Pendidikan agama di sekolah, madrasah, pesantren ataupun di masyarakat berpotensi untuk mengarah pada sikap toleran atau intoleran, berpotensi untuk mewujudkan integrasi persatuan dan kesatuan dan disintegrasi perpecahan dalam kehidupan masyarakat. Fenomena ini banyak ditentukan 117 setidak-tidaknya oleh: 1 pandangan teologi agama dan doktrin ajarannya; 2 sikap dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayati agama tersebut; 3 lingkungan sosio-kultural yang mengelilinginya; 4 peranan dan pengaruh pemuka agama, termasuk guru agama, dalam mengarahkan pengikutnya. Menurut Muhaimin, kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dilatar belakangi oleh empat hal. Pertama, realisasi dari pembaharuan pendidikan Islam. Kedua, penyempurnaan sistem pendidikan pesantren agar memperoleh kesempatan yang sama dengan pendidikan sekolah umum. Ketiga, keinginan sebagian kalangan santri terhadap model pendidikan Barat. Keempat, upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan sistem pendidikan Barat. Pentingnya madrasah sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah bagi masa depan ummat Islam di Indonesia, kiranya tidak perlu diperdebatkan lagi. Madrasah, yang sampai saat ini jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia, masih tetap menjadi tumpuan harapan sebagian besar ummat Islam yang menginginkan anak- anak mereka „berbahagia di dunia dan berbahagia di akhirat‟. Artinya, menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat sekaligus, sesuatu yang, menurut mereka, tidak atau belum dapat diberikan oleh sekolah. Namun, realitas pendidikan di madrasah saat ini bisa dibilang telah mengalami masa intellectual deadlock. Diantara indikasinya adalah; pertama, minimnya upaya pembaharuan, dan kalau ada kalah cepat dengan perubahan sosial, politik dan kemajuan iptek. Kedua, praktek pendidikan Islam sejauh ini 118 masih memelihara warisan yang lama dan tidak banyak melakukan pemikiran kreatif, inovatif dan kritis terhadap isu-isu aktual. Ketiga, model pembelajaran pendidikan Islam terlalu menekankan pada pendekatan intelektualisme-verbalistik dan menegaskan pentingnya interaksi edukatif dan komunikasi humanistik antara guru-murid. Keempat, orientasi pendidikan Islam menitik beratkan pada pembentukan abd atau hamba Allah dan tidak seimbang dengan pencapaian karakter manusia muslim sebagai khalifah fi al-ardl. Madrasah merupakan bagian dari tradisi pendidikan yang hidup di Indonesia. Ternyata madrasah menyimpan kelemahan di dalam kreativitasnya selama ini, mulai dari orientasi madrasah yang begitu sempit pada proses pencagaran untuk mempertahankan paham-paham keagamaan tertentu, ditambah lagi kurikulum madrasah yang pelaksanaannya serba setengah-setengah dan kebijakan di bidang kurikulum kurang dibarengi dengan kebijakan di bidang perangkat-perangkat pendukungnya, sehingga terdapat kesenjangan antara idealitas kurikulum dengan kemampuan perangkat operasionalnya. Selanjutnya metode pengajaran di madrasah cenderung lebih banyak digarap dari sisi didaktik metodiknya sehingga tenggelam dalam persoalan teknis-mekanis, sementara persoalan yang lebih mendasar yang berhubungan dengan aspek “pedagogisnya” kurang banyak disentuh. Dan konsep manajemen madrasah dijalankan secara tradisional kurang mengarah kearah profesional, penerapan prinsip-prinsip manajemen modern tampaknya masih merupakan barang mewah, kecuali beberapa madrasah yang mendapatkan gelar “Madrasah Unggulan”. Oleh 119 karena itu, komponen dasar pendidikan, yakni guru, filsafat dan metodologi pendidikan, dan perangkat keras, harus serempak diperbaharui dan dikembangkan. Sistem pendidikan guru –didaktis metodis- pun harus dibenahi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam tidak dapat dilaksanakan secara asal tanpa adanya perencanaan yang mengacu pada hakikat pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental. Sebenarnya, pendidikan di madrasah sendiri sudah mengalami perubahan besar-besaran. Tetapi, karena perubahan masyarakat lebih cepat, maka dunia pendidikan bagaikan jalan ditempat. Perbaikan kurikulum, peningkatan mutu guru dan pembinaannya, sebenarnya bisa dibilang dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Akan tetapi, usaha yang baik itu kurang dibarengi dengan kesungguhan untuk memperbaiki perangkat pendukungnya seperti guru, sarana prasarana, serta kebijakan administratif. Komponen-komponen yang diperlukan tidak dapat berjalan bersamaan, sehingga terjadi kepincangan dan kegagalan dalam perbaikan .

C. Perbedaan dan Persamaan Pemikiran Muhaimin dengan Tokoh Lain