Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati, Jakarta

(1)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Oleh :

IKA NURHIKMAH A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM) rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mempelajari (1) karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, aktivitas fisik), (2) riwayat DM (jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, dan status perawatan di rumah sakit karena DM), (3) kebutuhan energi dan protein pasien, (4) ketersediaan energi dan protein serta tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit, (5) konsumsi energi dan protein pasien yang berasal dari makanan RS, makanan dari luar rumah sakit, dan penggunaan infus), (6) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi protein dan terhadap kebutuhan energi protein (tingkat kecukupan), (7) daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan (warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, bentuk, variasi menu, dan kebersihan alat), (8) menganalisis hubungan daya terima makanan dengan tingkat konsumsi energi protein makanan yang disajikan.

Desain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta sebagai rumah sakit badan layanan umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Pengumpulan data dilakukan bulan Agustus-Oktober 2007.

Contoh dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam kelas III RSUP Fatmawati. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara Purposive Sampling dari sejumlah pasien dengan kriteria meliputi usia di atas 17 tahun, berkomunikasi baik, sadar, dirawat minimal 2 hari, dan bersedia untuk diwawancara.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat inap. Selama bulan Agustus-September terdapat 1505 pasien di instalasi rawat inap (IRNA) B RSUP Fatmawati. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 adalah 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ini meliputi (1) karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, (2) riwayat DM pasien meliputi lama DM, status perawatan di rumah sakit karena DM, (3) kebutuhan energi protein sehari pasien, (4) ketersediaan energi protein makanan yang disajikan rumah sakit, (5) daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, (6) jenis makanan dari luar rumah sakit, (7) konsumsi makanan pasien yang berasal dari rumah sakit dan dari luar rumah sakit.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut.

Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale, data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh (IMT).

Data kebutuhan energi sehari pasien dihitung menggunakan rumus total daily energy (TDE) mengacu pada Almatsier (2004). Angka Metabolisme Basal (AMB) dalam perhitungan kebutuhan diperoleh dari dua rumus yaitu Harris Benedict dan rumus cepat yang ditetapkan Rumah Sakit Fatmawati mengacu pada Almatsier (2004). Penetapan faktor aktifitas (FA) dan faktor injuri (FI) berdasarkan (Hartono, 2000).


(3)

energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, yang diberikan dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati.

Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan dengan penimbangan makanan (Food Weighing Method) yang disediakan sebelum dikonsumsi dan makanan sisa. Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM). Data jenis makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall Method.

Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet, diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), diet DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal), yang mengacu pada RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat juga jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan dalam kondisi pasca bedah.

Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien.

Lebih dari separuh pasien DM adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan sekolah menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya.

Pasien yang berusia dewasa menengah sebagian besar sudah memiliki komplikasi. Penyakit komplikasi yang dialami pada pasien dewasa akhir meliputi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada dewasa awal meliputi gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien komplikasi dirawat minimal 6 hari. Pasien DM umumnya pernah dirawat karena komplikasi DM dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun.

Kebutuhan energi rata-rata sehari yang dihitung berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan berdasarkan perhitungan rumah sakit kebutuhan energi adalah 2079 Kal. Kebutuhan protein rata-rata pasien DM yang dihitung sesuai rujukan PERKENI (2006) yaitu 92 g, sedangkan dengan ketetapan rumah sakit kebutuhan protein pasien ginjal dan hati sebesar 40 g.

Dari penelitian ini diketahui bahwa di antara pasien DM ada yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) sejumlah 2700 dan 2900 Kal, yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit, hanya ada 5 kasus di mana terjadi ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-Rendah Protein sudah sesuai dengan ketetapan protein PERKENI, sedangkan ketersediaan protein pada diet DM Rendah Protein 40 g melebihi 40 g, dengan kisaran 43 - 55 g.

Berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan Harris Benedict diperoleh 32.5% pasien yang mempunyai tingkat ketersediaan energi lebih, sedangkan apabila digunakan rumus rumah sakit maka diperoleh 12.5% tergolong energi lebih dan 52.5% pasien tergolong defisit.


(4)

2006). Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa untuk bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat.

Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan disajikan. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi energi dan protein masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Alasannya antara lain faktor fisiologis (gigi yang tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. Sedangkan pasien komplikasi ginjal dan hati mengonsumsi protein sesuai kebutuhan.

Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit terutama wanita, dengan rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit (roti, biskuit, buah, dan crackers) mempengaruhi tingginya kandungan energi. Energi rata-rata yang didapatkan dari (n=3) infus (dextrose) adalah 347 Kal dan diberikan bagi pasien DM dengan hipoglikemi. Protein yang diperoleh dari infus 55.13 g (n=1) dan diberikan untuk pasien dirawat lebih dari 2 hari.

Tingkat kecukupan energi untuk sebagian besar pasien tergolong defisit. Sedangkan tingkat kecukupan protein berdasarkan PERKENI menunjukkan 93% pasien mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah, sedangkan kebutuhan protein tinggi (15-20% kebutuhan energi sehari). Tingkat kecukupan protein (berdasarkan kebutuhan Rendah Protein 40) 45% pasien tergolong di atas kebutuhan, hal ini disebabkan kebutuhan protein rendah (40 g) sedangkan konsumsi protein lebih dari 40 g.

Tingkat konsumsi energi dan protein untuk lebih dari 65% pasien tergolong defisit. Sebagian besar pasien memiliki tingkat konsumsi maupun tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit disebabkan oleh faktor fisiologis, bawaan penyakit, dan pengaruh obat sehingga pasien tidak nafsu makan. Hasil uji korelasi Spearman (P>0.05 ; r<0.5) mengindikasikan bahwa daya terima makanan tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien. Walaupun daya terima makanan yang disajikan tergolong tinggi namun konsumsi makanan rendah, hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis, penyakit bawaan, dan pengaruh obat-obatan.


(5)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: IKA NURHIKMAH

A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(6)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI, JAKARTA

Nama : Ika Nurhikmah NRP : A54103068

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Rimbawan NIP. 140 092 953 NIP. 131 629 744

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah, shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Yekti Hartati Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing, yang selalu memberikan arahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral maupun material, mudah-mudahan diberikan balasan oleh Alloh SWT.

Bogor, April 2008


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Subhanalloh Allohu Akbar, pada kesempatan selama penulisan skripsi ini. Atas perkenan bimbingan dan bantuan saya ucapkan terimakasih tiada tara kepada :

1. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis menuntut ilmu di GMSK IPB (kampus biru tercinta).

2. Ibu dr.Yekti H. Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, ilmu, dan kasih sayangnya.

3. Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan arahan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Direktur Umum Pusat RSUP Fatmawati, Kepala Instalasi Gizi beserta staf, Kepala ruangan, para perawat, dan co-Ass.

5. Dr. Ir. Dodik Briawan selaku pemandu seminar dan saudara Icha, Retno, Nining, Lia selaku pembahas, serta Ticha yang bersama berjuang dan melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

6. Orangtua tercinta, Emak dan Abah atas limpahan kasih segenap raga serta pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 22 tahun serta Kakak tersayang, Bang Opi, Bang Yung, Bang Ojan, Bang Odan, Bang Uwi, Bang Dodi, Kak Inel, Kak Lia, dan Kak Iin.

7. Sahabat dan teman yang membantu Eva, Widia, Pipit, Rina, Anna, Tintin, Icha, Sula, Sanya, Indy, Lia, Pak Dian, Bambs, Marto, Syahrul, Yuda, Kak Arie, Aris, Sri, Yeni, Ika, Wulan, dan kakakku Mbak Eka.

8. Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat dan kebersamaan. Jazakumulloh Khairan Katsiran..


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. H. Abdul Kadir dan Hj. Siti Chairani dilahirkan di Jakarta, 12 September 1985, dan merupakan anak ke sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar SDN Pamulang III tahun 1991-1997, dilanjutkan ke MTsN III Pondok Pinang Jakarta Selatan 1997-2000 dan aktif di PMR MTsN III sebagai sekretaris. Tahun 2000-2003 penulis melanjutkan ke SMU Insan Cendekia (IC) dan aktif di Sekretariat Bidang IPTEK OSIS SMU IC, Bendahara II Asrama Putri, Klub Jurnalistik, Teater, Taekwondo.

Pada tahun 2003, penulis diterima Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur SPMB. Penulis aktif di organisasi intrakampus dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain Departemen Kewirausahaan BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) (2003/2004), UKM Agria Swara (2003-2005), UKM Music Agriculture Expression (MAX) (2004/2005), Departemen Sosial Politik BEM Fakultas Pertanian (2004-2006), Divisi Jurnalistik Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (2005/2006), Departemen Pendidikan BEM KM IPB (2006/2007).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMAKASIH……… ii

RIWAYAT HIDUP………. iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Kegunaan... 3

TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus (DM)………... 4

Diet Diabetes Melitus………... 8

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit………..………... 11

Status Gizi……… 12

Angka Kebutuhan Gizi……….. 13

Konsumsi Pangan ………... 16

Makanan dari Luar Rumah Sakit ………... 17

Nutrisi Parenteral………... 17

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit... 18

Daya Terima terhadap Makanan….……...………... 19

KERANGKA PEMIKIRAN... 23

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... 25

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 26

Pengolahan Data………... 29

Analisis Data……….. 35

Definisi Operasional………... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati……… 38

Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Fatmawati………. 40

Karakteristik Contoh……… 44


(11)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Oleh :

IKA NURHIKMAH A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(12)

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM) rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mempelajari (1) karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, aktivitas fisik), (2) riwayat DM (jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, dan status perawatan di rumah sakit karena DM), (3) kebutuhan energi dan protein pasien, (4) ketersediaan energi dan protein serta tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit, (5) konsumsi energi dan protein pasien yang berasal dari makanan RS, makanan dari luar rumah sakit, dan penggunaan infus), (6) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi protein dan terhadap kebutuhan energi protein (tingkat kecukupan), (7) daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan (warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, bentuk, variasi menu, dan kebersihan alat), (8) menganalisis hubungan daya terima makanan dengan tingkat konsumsi energi protein makanan yang disajikan.

Desain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta sebagai rumah sakit badan layanan umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Pengumpulan data dilakukan bulan Agustus-Oktober 2007.

Contoh dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam kelas III RSUP Fatmawati. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara Purposive Sampling dari sejumlah pasien dengan kriteria meliputi usia di atas 17 tahun, berkomunikasi baik, sadar, dirawat minimal 2 hari, dan bersedia untuk diwawancara.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat inap. Selama bulan Agustus-September terdapat 1505 pasien di instalasi rawat inap (IRNA) B RSUP Fatmawati. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 adalah 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ini meliputi (1) karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, (2) riwayat DM pasien meliputi lama DM, status perawatan di rumah sakit karena DM, (3) kebutuhan energi protein sehari pasien, (4) ketersediaan energi protein makanan yang disajikan rumah sakit, (5) daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, (6) jenis makanan dari luar rumah sakit, (7) konsumsi makanan pasien yang berasal dari rumah sakit dan dari luar rumah sakit.

Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut.

Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale, data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh (IMT).

Data kebutuhan energi sehari pasien dihitung menggunakan rumus total daily energy (TDE) mengacu pada Almatsier (2004). Angka Metabolisme Basal (AMB) dalam perhitungan kebutuhan diperoleh dari dua rumus yaitu Harris Benedict dan rumus cepat yang ditetapkan Rumah Sakit Fatmawati mengacu pada Almatsier (2004). Penetapan faktor aktifitas (FA) dan faktor injuri (FI) berdasarkan (Hartono, 2000).


(13)

energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, yang diberikan dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati.

Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan dengan penimbangan makanan (Food Weighing Method) yang disediakan sebelum dikonsumsi dan makanan sisa. Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM). Data jenis makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall Method.

Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet, diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), diet DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal), yang mengacu pada RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat juga jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan dalam kondisi pasca bedah.

Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien.

Lebih dari separuh pasien DM adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan sekolah menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya.

Pasien yang berusia dewasa menengah sebagian besar sudah memiliki komplikasi. Penyakit komplikasi yang dialami pada pasien dewasa akhir meliputi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada dewasa awal meliputi gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien komplikasi dirawat minimal 6 hari. Pasien DM umumnya pernah dirawat karena komplikasi DM dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun.

Kebutuhan energi rata-rata sehari yang dihitung berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan berdasarkan perhitungan rumah sakit kebutuhan energi adalah 2079 Kal. Kebutuhan protein rata-rata pasien DM yang dihitung sesuai rujukan PERKENI (2006) yaitu 92 g, sedangkan dengan ketetapan rumah sakit kebutuhan protein pasien ginjal dan hati sebesar 40 g.

Dari penelitian ini diketahui bahwa di antara pasien DM ada yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) sejumlah 2700 dan 2900 Kal, yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit, hanya ada 5 kasus di mana terjadi ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-Rendah Protein sudah sesuai dengan ketetapan protein PERKENI, sedangkan ketersediaan protein pada diet DM Rendah Protein 40 g melebihi 40 g, dengan kisaran 43 - 55 g.

Berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan Harris Benedict diperoleh 32.5% pasien yang mempunyai tingkat ketersediaan energi lebih, sedangkan apabila digunakan rumus rumah sakit maka diperoleh 12.5% tergolong energi lebih dan 52.5% pasien tergolong defisit.


(14)

2006). Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori.

Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa untuk bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat.

Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan disajikan. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi energi dan protein masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Alasannya antara lain faktor fisiologis (gigi yang tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. Sedangkan pasien komplikasi ginjal dan hati mengonsumsi protein sesuai kebutuhan.

Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit terutama wanita, dengan rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit (roti, biskuit, buah, dan crackers) mempengaruhi tingginya kandungan energi. Energi rata-rata yang didapatkan dari (n=3) infus (dextrose) adalah 347 Kal dan diberikan bagi pasien DM dengan hipoglikemi. Protein yang diperoleh dari infus 55.13 g (n=1) dan diberikan untuk pasien dirawat lebih dari 2 hari.

Tingkat kecukupan energi untuk sebagian besar pasien tergolong defisit. Sedangkan tingkat kecukupan protein berdasarkan PERKENI menunjukkan 93% pasien mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah, sedangkan kebutuhan protein tinggi (15-20% kebutuhan energi sehari). Tingkat kecukupan protein (berdasarkan kebutuhan Rendah Protein 40) 45% pasien tergolong di atas kebutuhan, hal ini disebabkan kebutuhan protein rendah (40 g) sedangkan konsumsi protein lebih dari 40 g.

Tingkat konsumsi energi dan protein untuk lebih dari 65% pasien tergolong defisit. Sebagian besar pasien memiliki tingkat konsumsi maupun tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit disebabkan oleh faktor fisiologis, bawaan penyakit, dan pengaruh obat sehingga pasien tidak nafsu makan. Hasil uji korelasi Spearman (P>0.05 ; r<0.5) mengindikasikan bahwa daya terima makanan tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien. Walaupun daya terima makanan yang disajikan tergolong tinggi namun konsumsi makanan rendah, hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis, penyakit bawaan, dan pengaruh obat-obatan.


(15)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP FATMAWATI JAKARTA

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh: IKA NURHIKMAH

A54103068

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(16)

MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI, JAKARTA

Nama : Ika Nurhikmah NRP : A54103068

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

dr. Yekti Hartati Effendi Dr. Rimbawan NIP. 140 092 953 NIP. 131 629 744

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019


(17)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah, shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Yekti Hartati Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing, yang selalu memberikan arahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral maupun material, mudah-mudahan diberikan balasan oleh Alloh SWT.

Bogor, April 2008


(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Subhanalloh Allohu Akbar, pada kesempatan selama penulisan skripsi ini. Atas perkenan bimbingan dan bantuan saya ucapkan terimakasih tiada tara kepada :

1. Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis menuntut ilmu di GMSK IPB (kampus biru tercinta).

2. Ibu dr.Yekti H. Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, ilmu, dan kasih sayangnya.

3. Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan arahan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Direktur Umum Pusat RSUP Fatmawati, Kepala Instalasi Gizi beserta staf, Kepala ruangan, para perawat, dan co-Ass.

5. Dr. Ir. Dodik Briawan selaku pemandu seminar dan saudara Icha, Retno, Nining, Lia selaku pembahas, serta Ticha yang bersama berjuang dan melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.

6. Orangtua tercinta, Emak dan Abah atas limpahan kasih segenap raga serta pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 22 tahun serta Kakak tersayang, Bang Opi, Bang Yung, Bang Ojan, Bang Odan, Bang Uwi, Bang Dodi, Kak Inel, Kak Lia, dan Kak Iin.

7. Sahabat dan teman yang membantu Eva, Widia, Pipit, Rina, Anna, Tintin, Icha, Sula, Sanya, Indy, Lia, Pak Dian, Bambs, Marto, Syahrul, Yuda, Kak Arie, Aris, Sri, Yeni, Ika, Wulan, dan kakakku Mbak Eka.

8. Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat dan kebersamaan. Jazakumulloh Khairan Katsiran..


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. H. Abdul Kadir dan Hj. Siti Chairani dilahirkan di Jakarta, 12 September 1985, dan merupakan anak ke sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar SDN Pamulang III tahun 1991-1997, dilanjutkan ke MTsN III Pondok Pinang Jakarta Selatan 1997-2000 dan aktif di PMR MTsN III sebagai sekretaris. Tahun 2000-2003 penulis melanjutkan ke SMU Insan Cendekia (IC) dan aktif di Sekretariat Bidang IPTEK OSIS SMU IC, Bendahara II Asrama Putri, Klub Jurnalistik, Teater, Taekwondo.

Pada tahun 2003, penulis diterima Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur SPMB. Penulis aktif di organisasi intrakampus dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain Departemen Kewirausahaan BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) (2003/2004), UKM Agria Swara (2003-2005), UKM Music Agriculture Expression (MAX) (2004/2005), Departemen Sosial Politik BEM Fakultas Pertanian (2004-2006), Divisi Jurnalistik Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (2005/2006), Departemen Pendidikan BEM KM IPB (2006/2007).


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

UCAPAN TERIMAKASIH……… ii

RIWAYAT HIDUP………. iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

Kegunaan... 3

TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus (DM)………... 4

Diet Diabetes Melitus………... 8

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit………..………... 11

Status Gizi……… 12

Angka Kebutuhan Gizi……….. 13

Konsumsi Pangan ………... 16

Makanan dari Luar Rumah Sakit ………... 17

Nutrisi Parenteral………... 17

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit... 18

Daya Terima terhadap Makanan….……...………... 19

KERANGKA PEMIKIRAN... 23

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... 25

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 26

Pengolahan Data………... 29

Analisis Data……….. 35

Definisi Operasional………... 36

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati……… 38

Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Fatmawati………. 40

Karakteristik Contoh……… 44


(21)

Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan……….. 44

Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh………. 45

Status Gizi dan Jenis Diet DM………. 45

Aktivitas Fisik………. 46

Data Riwayat DM Contoh………... 47

Lama Perawatan……… 47

Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan………. 47

Jenis Komplikasi dan Usia……… 49

Lama Perawatan dan Lama Menyandang DM…...……… 50

Status Perawatan di Rumah Sakit karena DM………..……… 50

Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari Contoh……… 50

Sebaran Kasus berdasarkan Standar Porsi ………..……… 51

Ketersediaan Energi dan Protein Makanan yang Disajikan RS..…….….. 53

Tingkat Ketersediaan Energi ……….……… 55

Tingkat Ketersediaan Protein …………..……….……… 56

Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Rumah Sakit..…… 57

Daya Terima Contoh tiap Waktu Makan………..………...…………. 57

Penilaian Contoh terhadap Atribut Makanan……….… 58

Konsumsi Makanan dan Pemberian Infus ……… 60

Konsumsi Makanan yang Disajikan Rumah Sakit………. 60

Tingkat Konsumsi Energi Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan.. 61

Tingkat Kecukupan Energi ………….………..……… 62

Tingkat Konsumsi Protein Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan. 63 Tingkat Kecukupan Protein………..………...………..……… 64

Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit………... 65

Pemberian Infus………...…... 66

Hubungan Konsumsi dan Daya Terima Contoh……… 67

Kontribusi Konsumsi Energi dan Protein Contoh……….…. 67

KESIMPULAN DAN SARAN....……….…. 68

DAFTAR PUSTAKA... 71


(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (DM) berdasarkan PERKENI (2006)... 5 2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Patokan Diagnosis DM (mg/dl)……. 6 3 Faktor Injuri ….……… 7 4 Standardisasi Kandungan Gizi menurut ADA dan PERKENI……….. 10 5 Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein…………... 11 6 Faktor Aktivitas dan Faktor Injuri untuk Menetapkan Kebutuhan………... 28 7 Peubah dan Kategori Peubah………... 30 8 Skor Pengolahan Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan.….... 32 9 Peubah dan Kategori Peubah Tingkat Konsumsi………... 34 10 Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin………. 44 11 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan……….. 44 12 Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi (HISOBI tahun 2004)……… 45 13 Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi dan Jenis Diet DM………. 45 14 Sebaran Contoh berdasarkan Aktivitas Fisik……….. 46 15 Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Jenis Kelamin……….. 47 16 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan…………. 48 17 Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Komplikasi……… 49 18 Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Lama DM.……… 50 19 Sebaran Contoh berdasarkan Status Perawatan karena DM………. 50 20 Sebaran Contoh berdasarkan Standar Porsi……… ………. 51 21 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Diet dan Jenis Komplikasi……….. 52 22 Sebaran Contoh menurut Rata-rata Ketersediaan Energi Makanan Disajikan…. 53 23 Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Diet DM non-RP...……….. 54 24 Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Diet DM RP40..………... 55 25 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Energi (TKE)……… 56 26 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Protein (TKetersdP)……... 57 27 Sebaran Contoh berdasarkan Daya Terima Contoh Tiap Waktu Makan……... 58 28 Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan Waktu Pagi. 58 29 Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian Atribut Makanan Waktu Siang………… 59 30 Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan Waktu Sore 59 31 Rata-rata Konsumsi Energi Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet……… 61 32 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi (TKonsE)….…... 61 33 Sebaran Contoh berdasarkan TingKat Kecukupan Energi (TKecE)……….. 62 34 Rata-rata Konsumsi Protein Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet……... 62 35 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein (TKonsP)……….. 63


(23)

36 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein (TKecP)……….. 64 37 Jenis Makanan Luar RS yang Dikonsumsi………... 65 38 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Makanan Luar Rumah Sakit…..…………... 66 39 Sebaran Contoh berdasarkan Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit..………... 66 40 Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Infus………... 67


(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1 Kerangka Pemikiran Penelitian………. …...………... 24 2 Penarikan Contoh Penelitian………....……… 26 3 Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan….…………. ………. 38 4 Fasilitas Penunjang Laboratorium dan Apotek ..………... 39 5 Instalasi Gizi dan Ketenagaan... 40 6 Pemorsian Susu dan Pengolahan Makanan……….. 42 7 Pemorsian dan Pendistribusian Makanan Pasien………. 42 8 Evaluasi Diet Pasien………...……… 43 9 Komplikasi Gangren……… 48 10 Diet DM non-Rendah Protein dan Rendah Protein 40……….. 51 11 Tambahan Susu dan Putih Telur pada Diet Tinggi Kalori……… 52 12 Diet DM non Rendah Protein……… 53 13 Diet DM Rendah Protein 40………...………... 55


(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Menu Utama Pasien pada Diet Diabetes Mellitus (DM) Kelas III …... 76 2 Menu Selingan Jam 10.00 Kelas III………...…….. 78 3 Jenis Diet, Kebutuhan, Ketersediaan, Konsumsi Energi dan Protein Pasien DM 79 4 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati...……….……... 80 5 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati... 81


(26)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat berdampak pada produktivitas dan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia yang tidak sesuai kaidah gizi, jumlah orang dengan diabetes (Diabetisi) ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa pada seluruh status sosial ekonomi. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama, kondisi ini akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan Diabetisi sendiri atau hingga akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2003).

Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) 2004, 1% dari populasi usia lebih dari 15 tahun didiagnosa DM. Pada tahun 2005, DM menempati urutan ke delapan sebagai penyakit dengan prevalensi cukup besar diderita oleh pasien rawat jalan di rumah sakit dan penyebab utama kematian urutan ke-8 pada jenis penyakit tidak menular di rumah sakit (Depkes, 2007). Tjokroprawiro (2006) menyatakan jumlah penderita DM di Indonesia, minimal 2.5 juta pada tahun 2000 dan tahun 2010 dapat meningkat menjadi 5 juta.

Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria). Penyakit DM tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan kemauan keras dan dengan berbekal pengetahuan yang cukup maka DM bukanlah penyakit yang menakutkan (Depkes, 2007). Oleh karena itu, Diabetisi dianjurkan untuk mengendalikan penyakitnya dengan baik dan teratur, supaya tidak menimbulkan komplikasi. Pengendalian DM dapat dicapai dengan diet, olahraga, dan obat-obatan, baik tablet maupun insulin (Suyono, 1994).

Terapi diet merupakan penatalaksanaan gizi paling penting pada Diabetisi. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan serta kualitas makanan sepanjang hari, akan sulit mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam batas normal (Depkes, 2007). Umumnya diet DM dapat diperoleh secara efektif dan efisien terutama di rumah sakit. Namun, perawatan di rumah sakit berarti memisahkan pasien dengan lingkungannya sehari-hari termasuk kebiasaan


(27)

makanannya, bukan saja perbedaan dalam macam makanan yang disajikan, tetapi juga cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, sehinggga mempengaruhi selera makan pasien (Subandriyo, 1995). Hal tersebut dapat berakibat pada menurunnya konsumsi terhadap makanan yang disajikan dan memperbesar kecenderungan pasien untuk mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit, sehingga kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi dan proses penyembuhan dapat terhambat.

Penentuan konsumsi energi dan protein perlu diperhitungkan mengingat permasalahan gizi utama di Indonesia pada umumnya terkait dengan ketersediaan energi dan protein (Hardinsyah dan Briawan, 1994). Kondisi tersebut juga terjadi pada Diabetisi. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit.

Tujuan Tujuan Umum

Mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam rumah sakit umum pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta.

Tujuan Khusus

1. mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan aktivitas fisik

2. mempelajari riwayat diabetes mellitus (DM) contoh meliputi jenis komplikasi, lama menyandang DM, lama perawatan di rumah sakit, dan status perawatan di rumah sakit karena DM

3. mempelajari kebutuhan energi dan protein contoh

4. mempelajari ketersediaan energi dan protein contoh ; tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit

5. mempelajari daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit meliputi warna makanan, aroma makanan, tekstur makanan, rasa makanan, suhu makanan, bentuk makanan, variasi menu, dan kebersihan alat


(28)

6. mempelajari konsumsi energi dan protein contoh terhadap konsumsi makanan rumah sakit, makanan dari luar rumah sakit, dan melalui asupan infus

7. mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein contoh terhadap ketersediaan dan terhadap kebutuhan

8. menganalisis hubungan daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dengan tingkat konsumsi energi dan protein.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan informasi tentang tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Selain itu dapat juga menjadi bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam penyempurnaan kegiatan pelayanan makanan untuk pasien umumnya dan pasien Diabetes Mellitus khususnya.


(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus

International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia mengidap Diabetes. Pada tahun 1994, McCarty at al. menggunakan data dari studi epidemiologi berbasis populasi, diperkirakan global burden Diabetes sebesar 110 juta dan dapat meningkat dua kali lipat menjadi 239 juta pada tahun 2010 (IDF, 2000).

WHO juga melaporkan bahwa global burden Diabetes berdasarkan studi epidemiologi diperkirakan mencapai 135 juta pada tahun 1995 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 299 juta pada tahun 2025. Pada tahun 1997, Amos et al. memperkirakan global burden Diabetes menjadi 124 juta, dan diprediksi akan meningkat menjadi 221 juta orang pada tahun 2010 (IDF, 2000).

Jumlah Diabetisi di Indonesia (8.4 juta orang) menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah India (35.5 juta orang), Cina (23.8 juta orang) dan Amerika Serikat (AFIC, 2006). Jumlah ini akan berkembang hingga lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 apabila tidak dilakukan pencegahan dan pengelolaan dengan baik (Soeatmadji, 2006).

Arateus adalah orang yang pertama kali memberi nama Diabetes pada tahun 200 SM. Diabetes berarti “mengalir terus” dan Mellitus yang berarti “manis”, disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urin yang banyak (poliuria), disebut Mellitus karena urin Diabetisi ini mengandung glukosa (manis), sehingga sering disebut sebagai penyakit kencing manis (Tjokroprawiro, 2006). Diabetes Mellitus yaitu penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA 2003, diacu dalam Ibrahim 2004). Orang yang mengidap atau menyandang Diabetes biasa disebut Diabetisi.

Badan kesehatan dunia (WHO), melalui laporan kedua Expert Committee on Diabetes Mellitus mengelompokkan diabetes menjadi dua kelompok utama, yaitu insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau yang dikenal sebagai diabetes mellitus tipe 1 dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus tipe 2. Pada IDDM, pankreas tidak menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup sedangkan NIDDM disebabkan insulin yang tidak bekerja dengan baik (WHO, 1980).


(30)

Secara etiologis, Diabetes Mellitus (DM) menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI,2006) dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus berdasarkan PERKENI (2006) Tipe 1 Destruksi Sel Beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut

• Autoimun

• Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan terutama oleh adanya kerusakan sel beta pada pankreas yang mempengaruhi kekebalan, dan ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut. Sedangkan DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin dan ketidaksempurnaan dalam sekresi insulin pengganti, yang menyebabkan defisiensi insulin yang relatif (Heimburger dan Ard, 2006).

Pada DM tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel cenderung kurang. Hal ini menyebabkan glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Faktor-faktor penyebab resistensi insulin ini adalah obesitas sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan (Tupitu, 2006).

Gejala dan Tanda-tanda

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada Diabetisi. Keluhan DM yang sering muncul antara lain :

• Keluhan klasik : poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak minum), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

• Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2006).

Diagnosis

Berdasarkan PERKENI (2006), diagnosis DM dapat dilakukan dengan tiga cara (secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2) :

1. jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup mendiagnosis DM

2. kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl 3. dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral).


(31)

Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Diagnosis DM (mg/dl) berdasarkan Konsensus Pengelolaan DM tipe 2, PERKENI (2006)

Resiko (mg/dl)

Kadar glukosa darah Rendah

(Bukan DM)

Sedang

(Belum pasti DM)

Tinggi (DM)

Plasma vena <100 100-199 ≥200

Kadar GDS

(glukosa darah sewaktu) Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Plasma vena <100 100-125 ≥126

Kadar GDP

(glukosa darah puasa) Darah kapiler <90 90-99 ≥100

Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia di atas 45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun

Diabetes Mellitus dan Komplikasi

Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi terbanyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya (Soegondo, 2007).

Dalam dinding pembuluh darah, zat kompleks yang terdiri dari gula menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran, akibatnya aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju kulit dan saraf. Selain itu, kadar gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya Aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis 2-6 kali lebih sering terjadi pada Diabetisi (Soegondo, 2007).

Sirkulasi darah yang buruk pada pembuluh darah makro, dapat melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pada pembuluh darah mikro dapat melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka (Soegondo, 2007).

Menurut Tjokroprawiro (2001), orang yang non-Diabetes Mellitus (normal) memiliki kecenderungan dua kali lebih beresiko mengalami stroke, dua puluh lima kali beresiko buta, dua kali beresiko mengalami penyakit jantung koroner dan infark (payah jantung), tujuh belas kali beresiko gagal ginjal kronik, dan lima kali beresiko selulitis dan gangren. Selain itu, DM juga menyebabkan amputasi dan CHD (Coronary Heart Disease) yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat (Heimburger dan Ard, 2006).


(32)

Berdasarkan Hartono (2000), jenis komplikasi mempengaruhi faktor injuri. Faktor injuri digunakan dalam perhitungan kebutuhan kalori Diabetisi, seperti terdapat dalam Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Faktor Injuri (FI)

No. Jenis Injuri Faktor

1. Demam, per 10C 1.13

2. Infeksi ringan hingga sedang 1.2-1.4

3. Gagal hati 1.5

4. Stroke 1.1

5. Hipoglikemik, hiperglikemik 1.0

6 Gagal ginjal kronis, non-Dialisis 1

7 Hemodialisis 1-1.05

Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono, 2000)

Ulkus kaki Diabetes atau sering disebut gangren diabetik merupakan komplikasi DM yang paling ditakuti, karena memiliki kecenderungan angka kematian dan amputasi tinggi, lama perawatan panjang, dan biaya besar. Gejalanya antara lain kehilangan sensitifitas terhadap sentuhan, nyeri, panas, dan penekanan; penurunan kelembaban (kulit kering); gangguan sirkulasi; perubahan bentuk kaki, penurunan rentang gerak sendi (Ibrahim, 2004).

Hipoglikemi adalah suatu keadaan yang dialami Diabetisi, jika kadar gula darah terlalu rendah. Gejalanya meliputi keringat dingin, gemetar, pusing, lemas, mata berkunang-kunang, dan rasa perih di ulu hati (Ibrahim, 2004).

Gagal ginjal tahap akhir adalah kegagalan ginjal seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk mengeksresikan limbah metabolik, konsentrasi urin, dan mengatur elektrolit. Di USA, penyebab utama gagal ginjal kronis adalah Diabetes. Pada tahap ini fungsi ginjal sangat dibatasi, bila tanpa dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal maka komplikasi menjadi berlipat dan semakin parah. Kematian dapat terjadi disebabkan akumulasi cairan dan produk limbah dalam tubuh (Spark, 2007).

Metabolisme Energi pada Penyandang Diabetes (Diabetisi)

Perubahan metabolisme tubuh terjadi sewaktu maupun setelah sakit, luka, dan operasi besar, yang ditandai dengan bertambahnya pemecahan protein dan pengecilan otot. Pada penyakit akut dalam jangka waktu singkat, perubahan metabolisme terjadi secara cepat sehingga terjadi kerusakan yang cukup berarti


(33)

dan dapat menghambat penyembuhan. Dalam penyakit kronik, proses ini berlangsung secara bertahap (Pearce, 2002).

Bagi penyandang Diabetes Mellitus, metabolisme karbohidrat terganggu sebagai akibat terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas. Terjadinya gangguan kerja pada insulin baik secara kuantitas maupun kualitas menyebabkan keseimbangan pengaturan gula darah akan terganggu sehingga kadar gula darah cenderung meningkat (ADA, 1982).

Defisiensi insulin secara kuantitas maupun kualitas, menyebabkan tidak semua glukosa dapat diubah menjadi glikogen, ini berarti sebagian besar glukosa yang berasal dari makanan tetap berada dalam darah. Tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) akan mendorong ekskresi kelebihan glukosa tersebut melalui urin (glikosuria). Karena sedikitnya glukosa yang dapat diubah menjadi glikogen, maka dalam memenuhi kebutuhan energi otot akan terjadi proses pengubahan glikogen hati menjadi glukosa (glukoneogenesis).

Hilangnya sebagian besar glukosa karena tidak dapat diambil tubuh dan terbuang melalui urin membawa akibat terambilnya lemak tubuh melalui proses lipolisis dan protein (proteolisis) untuk dijadikan sumber energi. Penggunaan asam lemak sebagai sumber energi akan mengakibatkan terbentuknya zat keton yang terdiri atas asam asetoasetat dan asam betahidroksi butirat dan aseton. Kurangnya insulin dalam tubuh mengakibatkan jumlah zat keton yang tertumpuk dalam darah melebihi kemampuan tubuh untuk memecahnya dan penderita akan menderita keracunan zat keton yang disebut Ketoasidosis (Moehyi, 1992b).

Ketoasidosis ditandai dengan timbulnya rasa mual, muntah, dan kesadaran menurun, apabila tidak segera diatasi akan mengakibatkan kematian penderita. Hal ini dikarenakan untuk membuang kelebihan zat keton, ginjal memerlukan cairan yang lebih banyak. Untuk itu akan ditarik cairan sel dan hal itu mengakibatkan terjadinya dehidrasi seluler sehingga keseimbangan elektrolit dalam tubuh akan terganggu. Diabetes Mellitus dapat pula mengakibatkan gangguan metabolisme zat gizi lain dan sering menyebabkan terjadinya komplikasi (Moehyi, 1992b). Kadar benda keton darah yang melebihi 3 mmol/L merupakan indikasi adanya Keto-Asidosis Diabetes (PERKENI, 2006).


(34)

Diet Diabetes Mellitus

Diet Diabetes Mellitus merupakan pengaturan makanan bagi Diabetisi, yang bertujuan menjaga dan memelihara tingkat kesehatan optimal sehingga Diabetisi dapat melakukan aktivitas seperti biasa.

Pengaturan makanan diperlukan bagi semua Diabetisi, penyandang DM tipe 1 (IDDM) maupun tipe 2 (NIDDM). Pada tipe 1 (Diabetisi harus mendapatkan insulin), pengaturan makanan terutama ditujukan dengan menyesuaikan waktu dan jumlah makanan yang diberikan. Pada Diabetisi tipe 2, pengaturan makanan bertujuan untuk mengembalikan Diabetisi ke berat badan ideal, karena umumnya Diabetisi tipe 2 obese sehingga Diabetisi diberi diet rendah kalori. Tujuan diet rendah kalori umumnya agar keadaan hiperglikemia dapat diperbaiki. Pada Diabetisi tipe 2 yang kurus, tidak diperlukan pembatasan jumlah energi ketat. Tetapi, semua Diabetisi tipe 2 harus mengurangi lemak dan kolesterol serta meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh terhadap asam lemak jenuh (Pranadji et al. 2002).

Prinsip dan Tujuan Diet

Penatalaksanaan makanan Diabetisi harus memperhatikan prinsip dan tujuan diet. Prinsip diet DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.

Tujuan diet adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara antara lain :

1. mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal (dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik)

2. mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal

3. memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal

4. menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani

5. meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2004).


(35)

Syarat Diet

Syarat pemberian makanan harus mencakup kandungan gizinya. Kandungan gizi yang sebaiknya dipenuhi bagi Diabetisi, berdasarkan American Diabetes Association (ADA) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (Sukardji, 2006) terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Standardisasi Kandungan Gizi bagi Diabetisi menurut ADA dan PERKENI

ADA PERKENI Kandungan Gizi

Tahun 2003 Tahun 2006

Karbohidrat 45-60 % 45-65 %

Sukrosa <10 % <10 %

Serat 20-35 g 25 g

Pemanis Sesuai ADI

Total lemak 25-35 % 20-25 %

Kolesterol <300 mg <300 mg

Protein 10-20 % 15-20 %

Berdasarkan PERKENI (2006), kandungan gizi energi makanan untuk Diabetisi harus cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi, pembatasan karbohidrat total yang kurang dari 130 g/hari tidak dianjurkan. Kandungan sukrosa kurang lebih 10% dari total asupan energi, sedangkan kebutuhan protein normal, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein yang baik antara lain ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah lemak, kacang, dan kacang-kacangan (tahu dan tempe).

Sebaiknya makanan diet untuk Diabetisi mengandung serat tinggi kadar yang dianjurkan adalah sebanyak 25 g/hari. Diabetisi dianjurkan mengonsumsi cukup serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah, kacang-kacangan, sumber tinggi serat, serta mengandung vitamin dan mineral. Penggunaan pemanis bergizi seperti gula alkohol dan fruktosa sebaiknya perlu dibatasi, karena gula alkohol mengandung 2 Kal/g, sedangkan fruktosa tidak dianjurkan pada diabetisi karena memiliki efek samping pada lipid plasma. Pemanis buatan (aspartam, sakarin, sukralos, accesulfame potassium, neotame) boleh digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman untuk dikonsumsi (PERKENI, 2006).


(36)

Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes

Berdasarkan Almatsier (2004), diet yang digunakan dalam penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Berdasarkan Almatsier (2004), ditetapkan 8 jenis Diet Diabetes Mellitus seperti pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein

Jenis Diet Energi (Kal) Protein (g)

I 1100 43

II 1300 45

III 1500 51.5

IV 1700 55.5

V 1900 60

VI 2100 62 VII 2300 73 VIII 2500 80

Kedelapan jenis Diet Diabetes Mellitus yang sudah dibagi menurut nilai energi 1100-2500 Kal selanjutnya dibagi lagi berdasarkan kandungan nilai protein yaitu 30 g, 40 g, 50 g. Protein 50 g sehari hanya diterapkan untuk diet (Diabetes Mellitus Rendah Protein) DMRP 2100 Kal, 2300 Kal, 2500 Kal. Diet protein diberikan sesuai dengan kebutuhan energi dan kemampuan fungsi ginjal pasien.

Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan sore (25%), dan 2-3 porsi makanan selingan (masing-masing 10-15%) (PERKENI, 2006). Cara memesan diet adalah Diet DM I/II/III/IV/V/VI/VII/VIII (Almatsier, 2004). Dalam penelitian ini, kandungan kalori diet ditetapkan sesuai dengan kandungan energi dan proteinnya.

Pelayanan Gizi di Rumah Sakit

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna RS dengan beberapa kegiatan, antara lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almatsier, 2004).

Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap yaitu asesmen atau pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan


(37)

menetapkan tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2004).

Pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan, ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan berobat jalan (Waspadji et al. 2002).

Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan :

1. makanan dengan kandungan gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi masing-masing pasien

2. makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien

3. makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang 4. makanan yang bebas unsur aditif yang berbahaya

5. makanan dengan penampilan dan citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indra pengecap atau pembaunya (Hartono, 2000).

Para ahli gizi harus memberikan perhatian baik kepada penampakan suatu hidangan maupun pada kandungan gizi dalam hidangan tersebut. Makanan baru memberikan manfaat gizi kalau dimakan. Pasien yang selera makannya menurun cenderung memakan hidangan yang tampak menarik dan menggoda selera (Beck, 1994).

Selain itu, untuk meningkatkan efektifitas diet agar diperoleh kesehatan pasien yang optimal, maka Diabetisi harus diberikan penyuluhan tentang hubungan antara asupan makanan dan pengendalian diabetes. Umumnya upaya pengendalian diperoleh melalui perawatan di rumah sakit dengan pemberian diet yang ketat. Hal ini selain berguna sebagai sarana penyuluhan, juga untuk memperbaiki pengendalian metabolisme Diabetisi (Hartono, 2000).

Status Gizi

Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan masyarakat adalah antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi. Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa indeks


(38)

antropometri yang digunakan dalam mengukur status gizi kurang atau lebih pada orang dewasa, ditentukan berdasarkan nilai body mass index (BMI), di Indonesia BMI diterjemahkan menjadi indeks massa tubuh (IMT) (Supariasa et al. 2002).

Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif (James et al. 1988, diacu dalam Riyadi 2003) antara indeks massa tubuh dengan lemak tubuh dan resiko terkena penyakit degeneratif (resiko kematian karena penyakit degeneratif). Oleh karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih (obese) pada orang dewasa dalam hubungannya dengan resiko penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus, dan batu empedu (Riyadi, 2003).

Soegondo (2002) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus adalah yang berstatus gizi obes (>20% berat badan ideal) atau IMT >27 kg/m2. Obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), kebiasaan kurang gerak badan, dan makanan tinggi lemak berperan sebagai penyebab resistansi insulin pada Diabetes Mellitus tipe 2 (Tupitu, 2006).

Angka Kebutuhan Gizi

Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus, dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan kebutuhan gizi karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya (Almatsier, 2004).

Kebutuhan Energi

Energi bagi manusia berperan penting dalam mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi dihasilkan melalui proses oksidasi karbohidrat, protein, lemak yang terdapat pada makanan serta alkohol. Energi harus cukup terpenuhi, agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino dalam memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994).

Setiap gram karbohidrat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 Kal. Kekurangan energi pada orang dewasa dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Kelebihan energi pun tidak baik, karena kelebihannya akan diubah menjadi lemak tubuh yang dapat mengakibatkan kegemukan. Pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh


(39)

sehingga menjadi penyakit kronis dan memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2002).

Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi pada orang sakit adalah angka metabolisme basal (AMB) atau basalt metabolic rate (BMR), aktivitas fisik, dan faktor stres. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 Kal/kg BB (berat badan) normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi (Almatsier, 2004).

Karbohidrat

Karbohidrat dalam tubuh selain berperan penting sebagai sumber energi, juga berperan dalam mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, mencegah kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1997). Klasifikasi karbohidrat yang terdiri atas gula sederhana dan karbohidrat kompleks sebenarnya tidak tepat dan harus dirubah, menjadi istilah yang lebih berarti yaitu gula (monosakarida dan disakarida), pati (polimer glukosa), serat (karbohidrat tidak tercerna) (Heimburger dan Ard, 2006).

Asupan serat makanan dapat bermanfaat dalam manajemen diabetes. Serat kasar seperti pektin, gum, mucin, betaglukan yang terdapat pada apel, jeruk, kacang-kacangan, dan gandum dapat secara khusus bermanfaat. Karena serat kasar cenderung melemahkan respon glisemik post prandial dan insulinemik, terutama dengan menghambat hidrolisis pati dan penyerapan glukosa, serta menunda pengosongan lambung (Heimburger dan Ard, 2006). Selain itu serat juga memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan kemungkinan memperlambat hidrolisis pati (Almatsier, 2002). Rekomendasi asupan karbohidrat bagi Diabetisi, berdasarkan berat optimal dan tingkat aktifitas fisik adalah 45-60% kebutuhan kalori (Heimburger dan Ard, 2006).

Kebutuhan karbohidrat berdasarkan jenis diet DM, dibedakan atas 8 kelompok. Jumlah karbohidrat pada diet DM I adalah 172 g, pada diet DM II adalah 192 g, pada diet DM III adalah 235 g, pada diet DM IV adalah 275 g, pada diet DM V adalah 299 g, pada diet DM VI adalah 319 g, pada diet DM VII adalah 369 g, pada diet DM VIII adalah 396 g.


(40)

Pendekatan Indeks Glisemik

Miller et al. (1997) menyatakan bahwa pendekatan Indeks Glisemik (IG) tidak hanya bermanfaat pada penanganan Diabetisi tetapi juga dapat mencegah diabetes dan komplikasi yang mungkin akibat diabetes. Indeks Glisemik menggambarkan respon glukosa darah pasca mengonsumsi pangan (postprandial).

Penelitian pada hewan dan penelitian jangka pendek pada manusia menunjukkan bahwa kelompok yang mengonsumsi karbohidrat dengan Indeks Glisemik tinggi, menghasilkan resistansi insulin yang lebih tinggi daripada kelompok yang mengonsumsi karbohidrat IG rendah (Byrnes et al. 1994 ; Higgins et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Penelitian epidemiologik prospektif menunjukkan bahwa pangan dengan IG tinggi maupun beban glisemik berkaitan dengan meningkatnya resiko diabetes pada pria maupun wanita (Kliens, Ricther, 1996 ; Pereira et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Pangan dengan IG tergolong tinggi antara lain roti, kentang, dan sereal (Suyono, 1994).

Protein

Protein merupakan sumber asam amino dengan kandungan unsur-unsur C, H, O, N yang tidak dimiliki karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Protein berfungsi membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Selain itu, protein diperlukan dalam pembentukan protein yang baru dengan fungsi khusus di dalam tubuh yaitu enzim, hormon, hemoglobin (Beck, 1994).

Kebutuhan protein normal adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, atau 0.8-1 g/kg BB. Kebutuhan energi minimal untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen adalah 0.4-0.5 g/kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma, dan luka dapat meningkatkan katabolisme protein, sehingga meningkatkan kebutuhan protein sampai 1.5-2.0 g/kg BB. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan 1.0-1.5 g protein/kg BB (Almatsier, 2004).

Berdasarkan PERKENI (2006), protein yang dibutuhkan bagi Diabetisi adalah 15-20% kebutuhan total energi sehari (Total Daily Energy). Tingginya kandungan protein berdasarkan ketetapan PERKENI ditujukan karena protein merupakan nutrient penting untuk mempercepat penyembuhan luka, terutama bila Diabetisi mengalami penyakit infeksi yang menyebabkan terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh, sehingga memerlukan konsumsi protein sebagai pengganti.


(41)

Pada pasien DM dengan nefropati (gangguan ginjal) dan hati perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi total dan hendaknya 65% bernilai biologik tinggi. Hal ini disebabkan karena fungsi ginjal dalam mengekskresikan hasil pemecahan protein mengalami gangguan, sehingga jumlah protein dalam makanan harus dibatasi (Beck, 1994).

Pada diet rendah protein ini, protein dengan nilai biologis tinggi seperti dalam telur, susu, daging, dan ikan harus memasok seluruh protein dalam diet. Sedangkan makanan yang kaya akan protein nabati, seperti tempe, tahu, kacang hijau, kacang tanah, biasanya tidak diberikan dalam diet rendah protein, karena protein nabati relatif lebih mengandung asam amino non-esensial. Sedangkan makanan pokok seperti nasi, ketela, ubi, dan kentang mengandung protein nabati yang sedikit sehingga masih diperbolehkan. Diet rendah protein harus memberikan nilai kalori yang cukup. Bila tidak, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalorinya (Beck, 1994).

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode penimbangan langsung (seperti weighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall method) (Hardinsyah dan Briawan, 1994).

Penilaian terhadap kandungan energi dan protein dari beragam pangan merupakan penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein, penilaian konsumsi pangan dilakukan terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari. Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam. Karena pengumpulan data konsumsi pangan tiga hari maka konsumsi pangan perhari merupakan rata-rata total konsumsi zat gizi selama tiga hari pengumpulan data tersebut.

Pada dasarnya pengolahan data konsumsi pangan adalah proses menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi pangan yaitu gram per hari karena satuan kecukupan gizi adalah per hari. Dalam


(42)

penilaian konsumsi pangan, data ini dikonversikan menjadi energi dan protein sesuai dengan tujuan penilaian.

Kandungan zat gizi makanan disusun dalam suatu daftar yang disebut daftar kandungan zat gizi bahan makanan (DKBM). DKBM Indonesia memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan baik mentah maupun masak (olahan) yang banyak dijumpai di Indonesia. Sebagian besar jenis pangan yang disajikan dalam DKBM ini dalam bentuk pangan mentah, DKBM ini memuat energi dan 10 jenis zat gizi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan termasuk di dalamnya kandungan air.

Dalam menggunakan DKBM, komposisi zat gizi yang tercantum dalam DKBM dinyatakan dalam satuan 100 gram bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD). Artinya bagian-bagian yang biasa tidak dimakan seperti kulit, akar, biji, tulang, cangkang dan sebagainya yang tidak lazim dikonsumsi tidak dianalisis (Hardinsyah dan Briawan, 1994).

Makanan dari Luar Rumah Sakit

Habis tidaknya suatu makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh citarasa makanan, selera makan, makanan dari luar, dan cara penyajian (Prakoso, 1982). Apabila pasien selalu makan makanan yang berasal dari luar rumah sakit maka makanan yang disajikan dari penyelenggaraan makanan rumah sakit tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan, selain itu proses pemulihan kondisi pasien tidak berjalan efektif (Moehyi, 1999).

Sumber perhitungan kandungan gizi makanan dari luar rumah sakit menggunakan daftar kandungan gizi makanan jajanan (DKGJ), sebagai daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan jajanan. DKGJ merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk olahan. Dalam DKGJ susunan zat gizi dicantumkan dalam satuan gram BDD (100% dapat dimakan) menurut ukuran rumah tangga masing-masing, sehingga tidak dicantumkan kolom BDD (Hardinsyah dan Briawan, 1994).


(43)

Nutrisi Parenteral

Nutrisi parenteral atau infus adalah pemberian nutrient melalui pembuluh darah balik yang bisa berupa vena perifer atau vena sentral. Nutrisi parenteral diperlukan bagi pasien yang menghadapi risiko malnutrisi namun tidak mampu dan atau tidak boleh mendapatkan kecukupan nutrient lewat saluran cerna. Nutrisi parenteral total, diberikan bila seluruh kebutuhan gizi pasien diberikan lewat pembuluh darah, sedangkan nutrisi parenteral parsial bila hanya sebagian kebutuhan saja diberikan lewat pembuluh darah (Hartono, 2000).

Berdasarkan Heimburger dan Ard (2006), nutrisi parenteral diberikan ketika saluran pencernaan tidak lagi berfungsi selama lebih dari 5 hingga 7 hari, atau dimaksudkan untuk mengistirahatkan sebagian besar organ pencernaan dengan tujuan pengobatan. Kandungan energi dalam infus diperoleh melalui dextrose dan vegetable oil (turunan dari emulsi lemak); protein, yang terdiri dari kristal asam amino; vitamin; mineral, dan trace elements dalam bentuk alami. Selain itu, upaya pengobatan dapat ditambahkan melalui infus seperti pemberian insulin (bagi pasien Diabetes Mellitus).

Malnutrisi dalam Kondisi Sakit

Malnutrisi klinis dapat terjadi ketika seseorang pasien tidak dapat makan cukup melalui mulut, yang disebabkan karena beberapa faktor antara lain :

1. mual, tidak ada nafsu makan dan muntah disebabkan misalnya penyakit lambung, atau uremia, pengaruh obat

2. acuh tak acuh terhadap makanan, yang ditemui pada banyak keadaan fisik dan dalam beberapa keadaan emosional seperti takut, dendam, dan putus asa

3. rasa sakit, mengakibatkan kesukaran menelan seperti pada tonsilitis, radang tenggorokan, sesudah tonsilektomi, pada fraktur tulang wajah dan rahang

4. sukar bernafas, seperti pada asma dan bronkhitis. Hal ini disebabkan karena kemungkinan tidak dapat mengunyah, karena bila bernafas sulit maka menelan pun terhalang

5. kelemahan otot kunyah, yang dapat timbul pada paralisa (kelumpuhan) wajah dan juga pada beberapa keadaan gangguan saraf

6. pernah mengalami stroke, maka akan sulit mengunyah dan menelan (Pearce, 2002).


(44)

Dampak dari malnutrisi klinis antara lain dapat berakibat fungsi organ tubuh akan berkurang, obat-obatan bekerja tidak secara normal, berat badan pasien semakin menurun, penyembuhan luka terhambat, kekebalan tubuh akan terganggu (sehingga mudah terserang penyakit infeksi), lama rawat di rumah sakit meningkat, dan angka kematian meningkat (Sunatrio, 2007).

Menurut Kresnawan (2007), paramedik rumah sakit harus mengetahui indikasi dukungan nutrisi yang tepat untuk pasien tertentu, seperti pasien pascabedah dengan komplikasi, termasuk pasien kritis di ICU. Indikasi dukungan nutrisi dapat diketahui dengan menentukan kebutuhan kalori, protein dan lemak untuk pasien tersebut, termasuk memilih metode dukungan nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien, secara parenteral (infus), enteral (lewat saluran cerna) maupun kombinasi keduanya. Selain itu harus diperhatikan pula formula yang tepat sehubungan dengan kebutuhan dan jenis penyakit pasien seperti pada pasien DM dan ginjal, yang memerlukan asupan nutrisi sesuai dengan kondisinya.

Daya Terima terhadap Makanan

Menurut Nasoetion (1980), diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan, melalui indera penglihat, pencium, pencicip, dan bahkan indera pendengar. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu.

Menurut Lowe, diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) hal pertama yang dinilai dari suatu makanan adalah berdasarkan indera penglihat, yaitu meliputi warna, bentuk, ukuran dan sifat permukaan seperti halus, kasar, berkerut, dan sebagainya. Selain itu dinilai penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan di tempat saji, termasuk penghias hidangan (Moehyi, 1997). Pasien yang selera makannya kurang sebaiknya diberi hidangan dalam porsi kecil-kecil (Beck, 1994).

Untuk mengetahui daya terima makanan dilakukan dengan uji hedonik skala verbal. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Dalam hal ini, panelis mengemukakan tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai pada skala hedonik yaitu suka, biasa, dan tidak suka


(45)

(Hardinsyah et al. 1989). Daya terima terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit terdiri atas warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, serta kebersihan alat.

Rasa makanan

Rasa merupakan suatu komponen flavour yang terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan. Pada citarasa lebih banyak melibatkan indra kecapan (lidah). Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi empat rasa utama, yaitu asin, manis, pahit, dan asam. Masakan yang mempunyai variasi keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya mempunyai satu macam rasa yang dominan (Winarno, 1997).

Timbulnya respon tidak sama untuk rasa yang berbeda, respon terhadap rasa asin lebih cepat dibandingkan respon terhadap rasa pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997).

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indra penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap berikutnya citarasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indra pencium dan indra pengecap (Moehyi, 1992a).

Aroma Makanan

Aroma yang dikeluarkan oleh setiap masakan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan akan memberikan aroma yang berbeda pula. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Penggunaan panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan yang digoreng, dibakar, atau dipanggang akan menimbulkan aroma yang harum, berbeda dengan makanan yang direbus, hampir-hampir tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini disebabkan senyawa yang memancarkan aroma sedap larut air (Moehyi, 1992a). Umumnya aroma utama yang diterima oleh hidung dan otak yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 1997).


(46)

Tekstur makanan

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perubahan tekstur dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelejar air liur (Winarno, 1997). Dengan tekstur kita dapat mengartikan kualitas makanan, dengan merasakan apakah dengan jari, lidah, gigi, atau langit-langit (tekak) (Sukarni dan Kusno, 1980).

Menurut Beck (1994), makanan yang disajikan rumah sakit harus dapat dimakan dengan mudah, sebaiknya tidak membuat pasien berkutat dengan daging yang alot atau bersusah payah memisahkan tulang-tulang ikan satu persatu.

Warna makanan

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Suatu bahan makanan yang bernilai gizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dilihat atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997).

Warna daging yang sudah berubah menjadi coklat kehitaman, warna sayur yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya (Moehyi, 1992a). Selain itu warna makanan tidak hanya membantu dalam menentukan kualitas, tetapi dapat pula memberitahukan banyak hal. Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan (Sukarni dan Kusno, 1980). Penerimaan warna suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 1997).

Bentuk potongan

Makanan biasanya akan menjadi lebih menarik bila disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam bentuk berikut ini :


(1)

81 Lampiran 5

STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUP FATMAWATI

Direktur Utama

Direktur Umum, SDM & Pendidikan

Kepala Instalasi Gizi

Wakil Kepala Instalasi Gizi

Penyelia

Umum, Diklit & SDM

Penyelia

Produksi & Distribusi Makanan

Penyelia Pelayanan Gizi

Rawat Jalan & Rawat Inap


(2)

Analisis data

Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Analisis data

Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif

Deskriptif & korelasi Deskriptif & korelasi Deskriptif & korelasi

Deskriptif & korelasi

10 Konsultasi gizi 1. pernah tidak pernah 11 Lama penerapan diet hasil

konsultasi/diet RS di rumah

1. sampai saat ini 2. hanya ketika sakit 3. tidak sama sekali

Kondisi pasien DM yang dirawat di Rumah Sakit pada umumnya sudah memiliki berbagai macam komplikasi, sehingga diet yang diberikan Rumah Sakit diharapkan dapat diterapkan di rumah.

Rumah Sakit pemerintah berperan penting dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat secara umum. RSUP Fatmawati sebagai RS Badan Layanan Umum (BLU) berfungsi sebagai Pusat Rujukan bagi Wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Antara tahun 2002-2005


(3)

tercatat data pengunjung instalasi rawat medis rata-rata 59.023 orang, dengan rata-rata jumlah pasien per bulannya yaitu 4.918 orang.

Kesehatan merupakan salah satu indeks pengukuran Human Development Index (HDI), pada usia harapan hidup. Insan yang sehat bukan hanya produktif, melainkan juga dinamis akan suatu perubahan, sebagai input positif dalam pembangunan Indonesia jangka panjang. Terutama karena Indonesia sebagai negara berkembang.

Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi penyelenggaraan makanan bagi pasien yang di rawat inap.

seperti pada pasien DM

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, I., Jus’at & N. Akmal. 1992. Persepsi Pasien terhadap Makanan di RS (survey pada 10 RS di DKI Jakarta). Gizi Indonesia, 17, 87-96

Almatsier S, 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survey Konsumsi Gizi Tahun 1995. Jakarta : Departemen Kesehatan

Hardinsyah, dkk. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB

Hardinsyah, Dodik B. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan (Diktat Ilmu Gizi Dasar). Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Keluarga IPB

Hartono. 1994. Ilmu Gizi dan Diet (Hubungannya dengan penyakit-penyakit) [penerjemah : Kristiani]. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica

Moehyi, S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Moehyi. 1999. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : Gramedia.

Papalia, E.D & S.W. Old. 1986. Human Development. USA : McGraw-Hill

Pranadji, D.K., D.H. Martianto & V.U. Subandriyo. 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta : Penerbit Swadaya

Sediaoetama, A.D. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bhratara


(4)

Subandriyo, V.U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak dipublikasikan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suyono, S. Gizi, diet, dan diabetes. 1994. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Th. XXII, No.2, Jakarta.

---. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

---., S. Suyono, K. Sukardji & R. Moenarko. 2003. Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia (Hasil Penelitian). Jakarta : Balai penerbit FK UI.

Lama perawatan adalah jumlah hari rawat contoh menjalani rawat inap sampai saat pertama pengamatan

Umur (tahun) Laki-laki Wanita

18-30 BMR = 15.0 x BB (kg) + 690 BMR = 14.8 x BB (kg) + 485 30-60 BMR = 11.4 x BB (kg) + 870 BMR = 8.1 x BB (kg) + 842 > 60 BMR = 11.7 x BB (kg) + 585 BMR = 9.0 x BB (kg) + 656 Tabel 8. Penggolongan BMR menurut umur

Keterangan :

BMR = Angka Metabolisme Basal BB (Berat badan) = BBK (Berat Badan Koreksi)

BBK = (BB aktual + BB ideal) : 2

BBI (Berat badan Ideal) ditentukan dengan menggunakan Rumus Brocca yaitu :


(5)

Tabel 7. Data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan

No Data Jenis Data Cara Pengumpulan

Data

Alat

1 Karakteristik contoh (Umur, jenis kelamin, Berat badan, tinggi badan, pendidikan, pekerjaan, Aktifitas fisik, Jenis komplikasi)

Semua Primer, kecuali Jenis komplikasi

(sekunder)

Berat badan dan tinggi badan (penimbangan) dan Wawancara

Kuesioner

2 Faktor Internal Contoh (lama DM, pengetahuan diet, lama penerapan diet DM)

Primer Wawancara Kuesioner

3 Lingkungan Contoh (lama rawat, perawatan DM sebelumnya)

Primer Wawancara Lama rawat (rekam medis)

Kuesioner

4 Kebutuhan energi dan protein Primer Perhitungan dengan rumus

Program komputer

Microsoft Excell

5 Ketersediaan energi dan protein Primer Food Weighing Kuesioner, Timbangan makanan digital 6 Konsumsi Energi & Protein Primer (makanan

RS & luar RS) Sekunder (infus)

Food Weighing &

Recall 3 x 24 jam

Infus (rekam medis)

Kuesioner,

timbangan makanan digital, food model quesioner

7 Daya terima Contoh Primer Wawancara Kuesioner

8 Gambaran umum RSUP Fatmawati

Sekunder Dokumen &

wawancara

Kuesioner

9 Gambaran umum Instalasi Gizi Sekunder Dokumen dan pengamatan

Kuesioner

Berdasarkan konsumsi makan pasien contoh selama tiga hari, maka pengolahan data konsumsi dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 10. Contoh Pengolahan Data Konsumsi Makanan Diet DM dari Pengumpulan Data Tiga Hari

No. Jenis pangan Hari 1 (gram) Hari 2 (gram) Hari 3 (gram) Rata-rata/hari (gram)

1 Makanan pokok a1 a2 - (a1+a2)/3

2 Lauk Hewani b1 - B3 (b1+b3)/3


(6)

4 Sayur d1 d2 - (d1+d2)/3

5 Buah - e2 E3 (e2+e3)/3

6 Susu f1 f2 f3 (f1+f2+f3)/3

7 Snack - g2 g3 (g2+g3)/3

Makanan dari Luar……… Nutrisi Parenteral………

Protein……… 15

Angka Kebutuhan Gizi……… 15

Daya Terima Makanan……… 16

Faktor Lingkungan……… 19

19 19