Potensi rebusan daun sirih merah, Piper crocatum terhadap perbaikan pankreas tikus putih hoperglikemia

iv

POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum) TERHADAP PERBAIKAN
PANKREAS TIKUS PUTIH HIPERGLIKEMIA

DEIVY ANDHIKA PERMATA

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

v

ABSTRAK
DEIVY ANDHIKA PERMATA. Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper
crocatum) Terhadap Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia. Dibimbing
oleh EMAN KUSTAMAN, MEGA SAFITHRI dan AGUS SETIYONO.
Sirih merah (Piper crocatum) merupakan salah satu tanaman yang dapat

mengobati berbagai macam penyakit, salah satunya yaitu diabetes melitus (DM).
Namun penelitian secara ilmiah tentang sirih merah sejauh ini belum pernah
dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perbaikan
pankr eas tikus putih hiperglikemia yang diberi rebusan daun sirih merah dan
analisis proksimat daun sirih merah.
Analisis histopatologi pankreas, hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok
perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas 2 ekor. Keenam kelompok
tersebut adalah kontrol normal (akuades + NaCl 0,9%), kontrol positif (aloksan +
akuades), kelompok pembanding (aloksan + daonil dosis 3,22 mg/kgBB) dan tiga
kelompok contoh {diinduksi aloksan dan dicekok antihiperglikemik rebusan sirih
merah dengan dosis 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil), 3,22 g/kg BB (1000 x
dosis daonil), dan 20 g/kg BB}. Metode histopatologi pankreas dilakukan dengan
pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dan diamati dibawah mikroskop cahaya.
Analisis proksimat daun sirih merah meliputi penetapa n kadar air, kadar abu,
kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan memperlihatkan adanya perbaikan
kelenjar eksokrin dan endokrin pankreas dengan pemberian rebusan daun sirih
merah. Rebusan daun sirih merah dengan dosis 20 g/kg BB lebih memperlihatkan
adanya perbaikan kelenjar eksokrin pankreas, sedangkan perbaikan kelenjar
endokrin pankreas lebih baik pada rebusan daun sirih merah dosis 0,322 g/kg BB

(100 x dosis daonil). Berdasarkan hasil analisis proksimat daun sirih merah
mengandung 9,27% air, 14,33% abu, 3,96% lemak, 22,63 % protein, dan 59,08%
karbohidrat.

vi

ABSTRACT
DEIVY ANDHIKA PERMATA. The Potency of Celebes Pepper Leaf (Piper crocatum)
Decoction on Pancreas Restoration in Hyperglycemic White Rats. Under the direction of
EMAN KUSTAMAN, MEGA SAFITHRI and AGUS SETIYONO.
Celebes pepper (Piper crocatum) is one of the plant that useful to treat various
diseases, one of them is diabetes mellitus (DM). However, scientific research
concerned about celebes pepper still not conducted as so far. In this research, we
observed pancreas restoration of hyperglycemic white rats that were treated with celebes
pepper leaf decoctionand conducted proximate analysis of the leaf.
Pancreas histopathology analysis of experiment animal was consisted of six
treatment groups , each group consisted of two animals. The six groups are normal
control (aquades + NaCI 0,9%), positive control (alloxan + aquades), comparison
group (alloxan + daonil 3,22 mg/kg BW) and three groups sample {inducted using
alloxan and forcibly given by celebes pepper decoction in dosage 0,322 g/kg BW (100

x daonil dosages), 3,22 g/kg BW (1000 x daonil), and 20 g/kg BW}. Pancreas
histopathology method was carried out with of Haematoxylin Eosin (HE) staining and
observed under light microscope. Proximate analysis of celebes pepper leaf was
consisted of water contend measurement, ash contend, protein contend, fat contend, and
contend carbohydrate.
The results showed that there was an improvement on exocrine gland and
endocrine pancreas with application of celebes pepper leaf decoction. Decoction of
celebes pepper leaf in dosage 20 g/kg BW was showed an improvement on exocrine
pancreas gland while improvement on endocrine pancreas gland was better in 0,322 g/kg
BW (100 x daonil dosages). The proximate analysis result showed that celebes pepper
leaf contains 9,27% water, 14,33% ash, 3,96% fat, 22,63 % protein, and 59,08%
carbohydrate.

vii

POTENSI REBUSAN DAUN SIRIH MERAH
(Piper crocatum) TERHADAP PERBAIKAN
PANKREAS TIKUS PUTIH HIPERGLIKEMIA

DEIVY ANDHIKA PERMATA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Program Studi S1 Biokimia

PROGRAM STUDI BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

viii

Judul Skripsi : Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper crocatum) Terhadap
Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia
Nama
: Deivy Andhika Permata
NIM
: G44102006


Disetujui
Komisi Pembimbing

Ir. Eman Kustaman
Ketua

Mega Safithri, S.Si., M.Si
Anggota

drh.Agus Setiyono, M.S., Ph.D
Anggota

Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131473999


Tanggal lulus:

ix

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya
sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan November 2005 sampai April 2006 ini ialah
potensi perbaikan jaringan pankreas dan analisis proksimat daun sirih merah
(Piper crocatum), dengan judul Potensi Rebusan Daun Sirih Merah (Piper
crocatum) Terhadap Perbaikan Pankreas Tikus Putih Hiperglikemia, yang
dilakukan di Laboratorium Hewan Coba, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Patologi, Departemen
Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor, serta Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI,
Cibinong.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Eman Kustaman sebagai
pembimbing utama, Ibu Mega Safithri, S.Si., M.Si selaku pembimbing kedua dan
Bapak drh. Agus Setiyono, M.S., Ph.D sebagai pembimbing ketiga, serta kepada
Mbak Martini, Kak Agus, Mbak Emi, Pak Kasnadi, Pak Ndang, Helmy, Asep, dan

Fitri atas bantuannya selama penelitian ini dilaksanakan. Ungkapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, nenek (alm), serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Akan tetapi penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Mei 2006
Deivy Andhika Permata

x

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tarusan, Sumatera Barat pada tanggal 7 Juli 1984
dari ayah Alius Man dan ibu Ery Afriyeti Djunir. Penulis merupakan anak kedua
dari lima bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN I Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti kuliah, penulis aktif dalam kegiatan Ikatan Mahasiswa

Kimia IPB (IMASIKA) pada Departemen Pengabdian pada Masyarakat tahun
2002/2003. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Biokimia
Umum untuk mahasiswa Analisis Kimia pada tahun ajaran 2005/2006.
Tahun ajaran 2004/2005 penulis pernah melakukan praktik lapangan di
Laboratorium Pengujian Nutrisi Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Jl. Raya Jakarta
Bogor Km 46, Cibinong. Tema praktik lapangan yang dilaksanakan yaitu analisis
proksimat daging rusa sambar (Cervus unicolor) dan kuskus totol (Spilocuscus
maculatus).

xi

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

vi

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................

vi


PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus .................................................................................
Tanaman Sirih Merah sebagai Obat ...................................................
Aloksan ..............................................................................................
Pankreas Tikus Putih ..........................................................................

1
2
3
3

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat ...................................................................................
Pemeliharaan dan Perlakuan Terhadap Tikus Putih ...........................
Metode Histopatologi .........................................................................

Metode Analisis Proksimat ................................................................
Analisis Data ......................................................................................

4
4
5
5
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Histopatologi Pankreas .....................................................
Analisis Proksimat Daun Sirih Merah ................................................

6
9

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .............................................................................................
Saran ...................................................................................................


9
9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

10

LAMPIRAN ...................................................................................................

12

vi
xii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tanaman sirih merah (Piper crocatum) ......................................................

3

2 Struktur kimia aloksan ...............................................................................

3

3 Anatomi pankreas .......................................................................................

4

4 Struktur kimia insulin manusia ..................................................................

4

5 Tikus percobaan galur Spraque-Dawley .....................................................

4

6 Histopatologi kelenjar eksokrin pankreas ...................................................

8

7 Histopatologi kelenjar endokrin pankreas ...................................................

9

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Alur kerja penelitian ...................................................................................

13

2 Perhitungan dosis daonil dan pembuatan rebusan daun sirih merah
(Piper crocatum) ........................................................................................

14

3 Diagram alur histopatologi .........................................................................

15

4 Diagram alur analisis proksimat .................................................................

16

5 Gambaran histopatologi pankreas ..............................................................

17

6 Kerusakan yang terjadi pada kelenjar eksokrin dan endokrin pankreas ....

18

7 Analisis statistik kelenjar eksokrin pankreas .............................................

19

8 Analisis statistik kelenjar endokrin pankreas .............................................

20

9 Analisis proksimat daun sirih merah (Piper crocatum) ...............................

21

10 Alat yang digunakan pada analisis proksimat ...........................................

21

11 Alat dan bahan yang digunakan pada analisis histopa tologi .....................

22

1

PENDAHULUAN
Penyakit diabetes melitus (DM) sering
juga disebut masyarakat sebagai penyakit gula
atau kencing manis. Penyakit ini telah tercatat
pada dokumen purbakala yang diperkirakan
dibuat ribuan tahun sebelum Masehi sebagai
penyakit dengan gejala kencing yang berulang
kali dan banyak serta bersifat ganas dan
berakhir dengan kematian dalam waktu
singkat.
Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan di Indonesia jumlah penderita DM
berkisar antara 1,2-2,3% dari jumlah
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.
Angka ini cenderung meningkat seiring
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi, akibat
perubahan pola makan masyarakat dari
makanan tradisional ke makanan cepat saji
(Dalimartha 2002).
Pengobatan tehadap DM telah banyak
dilakukan, diantaranya pada tahun 1921
Frederick Banting dan Charles Best berhasil
membuat ekstrak pankreas yang setelah
disuntikan terbukti dapat menurunkan kadar
glukosa dalam darah (Pranadji et al. 2002).
Selain itu pengobatan DM juga dilakukan
dengan pengaturan diet dan pemberian obat
antidiabetik
oral.
Penggunaan
obat
antidiabetik oral dapat menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan. University
Group Diabetes Program (UGDP) di
Amerika Serikat tahun 1970 melaporkan
bahwa penderita DM yang diberi obat
antidiabetik oral lebih tinggi frekuensi
kematiannya
akibat
penyakit
jantung
dibanding dengan yang diberi insulin (Ganis
wara 1980). Selain itu, obat antidiabetik
tergolong obat yang mahal dan harus terus menerus digunakan.
Hal ini mendorong para peneliti untuk
mencari pengo batan alternatif yang lebih
murah, relatif aman dikonsumsi dan mudah
didapat. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah dengan pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat. Salah satu tanaman yang dapat
digunakan sebagai obat DM yaitu sirih merah
(Piper crocatum). Sirih merah kembali
diperkenalkan oleh Bambang Sudewo pada
dekade 1990 sebagai tanaman obat,
sebelumnya masyarakat lebih mengenal sirih
merah sebagai tanaman hias. Sejauh ini belum
ada penelitian yang mengungkap kandungan
sirih merah tersebut.
Penelitian ini betujuan untuk mengetahui
perubahan histopatologi pankreas pada tikus
putih yang diinduksi aloksan, dengan
pemberian antihiperglikemik rebusan daun
sirih merah (Piper crocatum) dengan berbagai

konsentrasi, serta mengetahui kandungan
nutrisi dari daun sirih merah (Piper
crocatum).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberi informasi kepada masyarakat luas
tentang pengaruh pemberian rebusan daun
sirih merah (Piper crocatum) terhadap
penyakit diabetes melitus (DM), serta
kandungan nutrisi yang terdapat pada daun
sirih merah (Piper crocatum).
Hipotesis dari penelitian ini yaitu
pemberian rebusan sirih merah (Piper
crocatum) sebagai penurun kadar glukosa
darah bekerja dengan memperbaiki pankreas
tikus putih.

TINJAUAN PUSTAKA
Diabetes Melitus
Dibetes melitus merupakan sekumpulan
gejala yang timbul pada seseorang, ditandai
dengan kadar glukosa darah melebihi nilai
normal (80 -120 mg/dl) (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif. Penyakit ini bersifat menahun
(kronis) dan dari semua lapisan umur serta
tidak membedakan orang kaya ataupun orang
miskin. Pada orang yang telah berumur
penyakit ini sering muncul tanpa gejala dan
kerap baru diketahui bila yang bersangkutan
melakukan pemeriksaan rutin. Gejala yang
ditimbulkan, antara lain rasa haus, sering
kencing (poliuria), banyak makan (polifagia)
tetapi berat badan menurun, gatal-gatal, dan
badan terasa lemah. Apabila penyakit ini
dibiarkan tidak terkendali atau penderita tidak
mengenali penyakitnya maka bertahun-tahun
kemudian akan timbul berbagai komplikasi
kronis yang bersifat fatal, seperti penyakit
jantung, terganggunya fungsi ginjal, kebutaan,
pembusukan kaki yang kadang memerlukan
amputasi,
atau
timbulnya
impotensi
(Dalimartha 2002).
Seseorang dapat menderita penyakit DM
karena berbagai faktor, antara lain keturunan,
obesitas, pola makan yang tidak sehat,
malnutrisi, gangguan toleransi glukosa, dan
lingkungan (Tjokroprawiro 1989). Klasifikasi
DM dan intoleransi glukosa lainnya menurut
WHO (1985) dikelompokkan ke dalam kelas
klinis dan kelas resiko statistik.
Kelas klinis dibagi menjadi (1) golongan
diabetes, yaitu insulin dependent diabetes
mellitus (IDDM) atau diabetes melitus
tergantung insulin (DMTI) yang sering juga
disebut dengan DM tipe I, non insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau

2

diabetes melitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) yang sering juga disebut dengan
DM tipe II, malnutrition related diabetes
mellitus (MRDM) atau diabetes melitus terkait
malnutrisi (DMTM), dan diabetes tipe lain
yang berhubungan dengan keadaan atau
sindrom tertentu (penyakit pankreas, penyakit
hormonal, karena obat/bahan kimia lain,
kelainan reseptor insulin, sindrom genetik
tertentu, dan sirosis hepatitis), (2) golongan
toleransi glukosa terganggu (tidak gemuk,
gemuk, yang berhubunga n dengan keadaan
atau sindrom tertentu), serta (3) golongan
diabetes melitus gestasional (pada kehamilan).
Kelas resiko statistik, pasien dengan
toleransi glukosa yang normal, tetapi jelas
mempunyai resiko yang lebih besar untuk
timbulnya DM, seperti toleransi glukosa
pernah abnormal dan toleransi glukosa
potensial abnormal.
DM tipe I dikenal juga sebagai juvenileonset diabetes. Gejala biasanya muncul secara
tiba-tiba pada usia di bawah 20 tahun dan
kebanyakan kasus terjadi pada masa puberitas
(Vinicor 2001 dalam Hermawan 2002). Pada
DM tipe I ini terjadi penurunan sekresi insulin
yang disebabkan oleh kerusakan dan kematian
sel beta pankreas (insulinitis). Insulinitis
terjadi karena adanya reaksi autoimun. Hal ini
menyebabkan timbulnya antibodi terhadap sel
beta yang disebut dengan islet cell antibodi
(ICA). Reaksi antigen (sel beta) dengan
antibodi (ICA) menyebabkan hancurnya sel
beta pankreas. Selain itu insulinitis bisa juga
disebabkan
karena
adanya
virus
(Suryohudoyo 2000).
DM tipe II dikenal juga sebagai maturityonset diabetes. DM tipe ini biasanya terjadi
pada penderita berusia diatas 40 tahun yang
berbadan gemuk. Gejala yang ditimbulkan
muncul secara perlahan-lahan sehingga
penderita tidak menyadari bahwa mereka
menderita DM. DM tipe II berbeda dengan
DM tipe I, pankreas masih bisa menghasilkan
insulin dalam jumlah sedikit ataupun normal
(Dalimartha 2002). Penyakit DM tipe ini
diperkirakan disebabkan oleh faktor genetik
dan faktor lingkungan, seperti diet dan latihan
fisik (Suryohudoyo 2000).
Menurut Tjokroprawiro (1994) dalam
Fitri (2000), penanggulangan DM dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
(1) diet diabetes dengan pemberian makanan
dengan komposisi: 68% karbohidrat, 20%
lemak dan 12% protein, (2) latihan fisik yang
bertujuan memperbaiki metabolisme glukosa,
asam lemak dan badan keton sehingga dapat
mengurangi kebutuhan insulin, merangsang

sintesa glikogen membuang kelebihan kalori
dan mencegah kegemukan, (3) penyuluhan
pada masyarakat, (4) pemberian obat
hipoglikemik yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya ketoasidosis dan menurunkan kadar
gula darah dengan contoh obat seperti insulin
perinjeksi dan tablet OAD (oral anti diabet),
dan (5) cangkok pankreas.
Tanaman Sirih Merah sebagai Obat
Tanaman sirih (Piper betle) termasuk ke
dalam famili Piperaceae, tumbuhan jenis ini
merambat dan bersandar pada batang pohon
lain. Sirih mempunyai panjang mampu
mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya
pipih menyerupai jantung dan tangkainya
agak panjang. Permukaan daun berwarna
hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya
berwarna hijau agak kecoklatan dan
permukaan kulitnya kasar serta berkerut -kerut
(IPTEK 2005).
Selain sirih (Piper betle) salah satu
tanaman yang termasuk ke dalam famili
Piperaceae adalah tanaman sirih merah. Sirih
merah (Piper crocatum) pada dekade 1990
banyak dikenal sebagai tanaman hias. Namun
akhir-akhir ini masyarakat telah banyak
mengenalnya sebagai tanaman obat. Sejauh
ini belum ada penelitian yang mengungkap
kandungan sirih merah tersebut (Duryatmo et
al. 2005).
Tanaman sirih merah (Gambar 1) tumbuh
menjalar seperti halnya sirih hijau keunguan
dan tidak berbunga. Daun bertangkai
membentuk jantung dengan bagian atas
meruncing, bertepi rata, dan permukaanya
mengkilap atau tidak berbulu. Panjang
daunnya bisa mencapai 15 -20 cm. Warna
daun bagian atas hijau bercorak warna putih
keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna
merah hati cerah. Selain itu daunnya
berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma
wangi khas sirih. Batang tanaman ini bersulur
dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm dan
disetiap buku tumbuh bakal akar. Tanaman
sirih merah dapat tumbuh baik ditempat yang
teduh dan tidak telalu banyak terkena sinar
matahari (Sudewo 2005)
Sebagai tanaman obat (fitofarmaka), sirih
merah dapat mengobati diabetes melitus,
hipertensi, leukemia, hepatitis, TBC, maag
akut, batu ginjal, ambeien, serangan jantung,
radang prostat, asam urat dan kanker payudara
(Sudewo 2005). Menurut Salim (2006)
rebusan daun sirih merah mengandung
alkoloid, flavonoid, dan tanin, selain itu tidak
bersifat toksik bagi hewan coba dan dapat

3

menurunkan kadar glukosa darah pada dosis
20 g/kg BB.

Gambar 1 Tanaman sirih merah (Piper
crocatum).
Aloksan
Aloksan merupakan bahan kimia yang
digunakan untuk menginduksi diabetes pada
binatang percobaan. Efek diabetogeniknya
bersifat antagonis dengan glutation yang
bereaksi dengan gugus SH nya (Suharmiati
2003). Sturktur aloksan dapat dilihat pada
Gambar 2. Menurut Budavari (1989) dalam
Wahyuningsih (2004), aloksan berfungsi
meningkatkan konsent rasi glukosa dalam
darah. Aloksan yang dijual dipasaran
berbentuk kristal, berwarna putih dan sangat
larut dalam air. Dalam bentuk larutan bila
terjadi kontak dengan kulit akan berwarna
merah. Selain berfungsi sebagai agen
hiperglikimik, aloksan juga digunakan untuk
merusak sel-sel pankreas terutama sel beta
yang memproduksi dan mensekresi insulin.
Hal ini terjadi karena adanya reaksi antara
aloksan dengan Zn sehingga membentuk
kelat. Kelat yang terbentuk bersifat lipofil
sehingga akan dengan mudah menembus
membran sel dan mengganggu proses sintesis
protein di ribosom sel sehingga pembentukan
insulin terhambat. Sedangkan sel alfa
pankreas resisten tehadap aloksan (Dunn et al.
1994 dalam Fitri 2000).

Gambar 2 Struktur kimia aloksan.

Pankreas Tikus Putih
Pankreas merupakan organ yang panjang
dan besar, terletak pada bagian cekung
(konkaf) duodenum dan meluas ke belakang
paritoneum dari dinding posterior perut,
menuju kearah kiri mencapai hilus limpa.
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan
endokrin (Gambar 3). Unit kelenjar eksokrin
menghasilkan sejumlah enzim pencernaan,
antara lain amilase, lipase dan tripsin. Unit
endokrin pankreas (pulau Langerhans)
terdapat tiga jenis sel, yaitu sel alfa, sel beta,
dan sel delta, dan sedikit sel clear yang tidak
bergranula. Tiap sel ini akan mensekresikan
hormon yang berbeda (Leeson et al. 1996).
Sel beta mensekresikan hormon insulin
(Gambar 4), yang merupakan hormon yang
dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
memicu sintesis glikogen, lemak, dan protein
dalam banyak sel. Sel alfa mensekresikan
glukagon yang mempunyai pengaruh yang
berlawanan dengan kerja insulin, karena
glukagon menaikan kadar glukosa dan asam
lemak bebas dalam darah. Selain itu glukagon
dapat memacu glikogenolisis dan lipolisis,
dan juga memacu glukoneogenesis dalam hati
(Montgomery et al. 1993). Sel delta
melepaskan somatostatin yang menghambat
sekresi insulin dan glukagon. Sedangkan sel
clear fungsinya tidak diketahui, sel ini
mungkin merupakan sel cadangan atau sel
yang sedang istirahat. Pankreas dalam
keadaan segar berwarna merah pucat atau
putih, dan diliputi oleh jaringan ikat jarang
yang tipis dan membentuk septa ke dalam
yang membagi kelenjar dalam tubulus yang
nyata. Jaringan ikat yang halus mengelilingi
masing-masing asinus (Leeson et al. 1996).
Berdasarkan gambaran anatominya pada
tikus dibagi menjadi beberapa segmen
didasarkan pada lokasi duktus dan sistem
vaskular. Sejumlah duktus berbeda diantara
setiap tikus, sekitar 15-40 saluran ekskretori
bergabung membentuk sedikitnya 2 dan
sebanyak-banyaknya
8
duktus
utama.
(Boorman et al. 1990). Pankreas pada tikus
dewasa berisi kira-kira 1-2% pulau-pulau
Langerhans dengan diameter antara 100-200
µm (Boorman & Beth 1999).
Kerusakan-kerusakan parenkim kelenjar
pankreas menyebabkan pengurangan produksi
enzim-enzim pencernaan, seperti tripsin dan
amilase yang mengakibatkan gangguan proses
pencernaan sehingga hewan bisa menjadi
kurus. Bila hal tersebut berdampak pada
pulau-pulau Langerhans maka terjadilah
hiperglikemia dan glikosurea yang dikenal
sebagai penyakit dibetes melitus (Ressang

4

1984). Menurut Boorman dan Beth (1999),
lesio degeneratif spontan tidak mudah terjadi
pada mencit atau tikus. Jika hewan tersebut
diberi perlakuan streptozotosin atau aloksan,
maka sel-sel pada pulau Langerhans
menujukan perubahan berupa vakuolisasi,
atropi, hipertropi, dan hiperplasia tergantung
lama perlakuan yang diberikan.

Alat yang digunakan pada analisis
histopatologi, yaitu kandang tikus, alat bedah
(pinset, gunting dan skapel), pot, tissueprocessor, tissue-tek, rotary microtom, dan
mikroskop cahaya. Alat yang digunakan untuk
analisis proksimat, yaitu oven, tanur listrik,
cawan porselin, kjeltec, perangkat destruksi,
soxtec system HT 6, desikator, dan neraca
sartorius.

Gambar 5 Tikus percobaan galur SpraqueDawley.
Gambar 3 Anatomi pankreas.

Gambar 4 Struktur kimia insulin manusia.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada analisis
histopatologi, yaitu tikus putih galur SpragueDawley (Gambar 5) , aloksan, bufer normal
formalin (BNF) 10%, alkohol (70%, 80%,
90%, 96%, dan absolut ), xilol, parafin, daun
sirih merah (Piper crocatum), daonil, dan
pewarna Haematoxylin Eosin. Bahan yang
digunakan untuk analisis proksimat, yaitu
kjeltab (tablet berisi K 2SO4 dan selenium),
H2SO4 , dan petroleum benzena.

Pemeliharaan dan Perlakuan Terhadap
Tikus Putih
Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus
putih galur Sprague-Dawley sebagai hewan
coba yang dibagi menjadi 6 kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri atas 4 ekor
tikus putih, untuk analisis histopatologi
jaringan pankreas dari masing-masing
kelompok dianalisis 2 ekor saja. Tikus ini
diadaptasikan selama satu bulan. Pada hari ke12 sebelum dilakukan panen jaringan
pankreas, hewan coba diinduksi dengan
aloksan, lalu 2 hari berikutnya dicekok dengan
rebusan daun sirih merah dengan berbagai
konsentrasi. Kelompok 1 merupakan kontrol
normal yang diinduksi dengan NaCl 0,9%
(b/v) dan cekok akuades, kelompok 2
merupakan kontrol positif yang diinduksi
dengan aloksan dan cekok akuades, kelompok
3 diberi perlakuan dengan induksi aloksan dan
diberi antihiperglikemik daonil dengan dosis
3,22 mg/kg BB, kelompok 4 diberi perlakuan
dengan
induksi
aloksan
dan
diberi
antihiperglikemik rebusan sirih merah dengan
dosisi 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil),
kelompok 5 diberi perlakuan dengan induksi
aloksan dan diberi antihiperglikemik rebusan
sirih merah dengan dosisi 3,22 g/kg BB (1000
x dosis daonil), sedangkan kelompok 6
diinduksi dengan aloksan dan diberi
antihiperglikemik rebusan sirih merah dengan
dosis 20 g/kg BB tikus. Penginduksian
aloksan dilakukan pada bagian intraperitonial
dari tikus putih dengan dosis 150 mg/kg BB.
Setelah diberi perlakuan pada hewan coba,
untuk mengamati perbaikan yang ditimbulkan

5

dengan pemberian rebusan daun sirih merah
dilakukan proses histopatologi pankreas
hewan coba.
Metode Histopatologi Pankreas
Metode histopatologi (modifikasi Andrew
Kent 1985) yang dilakukan meliputi proses
nekropsi, pengambilan sampel, fiksasi,
dehidrasi, penjernihan (clearing), embedding ,
pemotongan, pewarnaan, penutupan sedian,
dan pengamatan dengan mikroskop cahaya.
Nekropsi, Pengambilan Sampel dan Fiksasi
Pankreas Tikus Putih
Sebelum dilakukan pembedahan terlebih
dahulu tikus putih dimatikan dengan dietil
eter. Setelah mati, hewan coba dibedah
dengan melakukan sayatan sepanjang torak
sampai pubis. Organ pankreas diambil
dimasukan ke dalam pot berlabel yang berisi
BNF 10% untuk proses fiksasi. Setelah
matang sampel diiris setebal ± 3 mm2, lalu
dimasukan ke dalam kaset tissue berlabel dan
siap untuk didehidrasi.
Dehidrasi dan Penjernihan Sampel
Kaset tissue yang berisi sampel
dimasukan ke dalam keranjang dan
ditempatkan pada alat tissue-processor
otomatis. Proses dehidrasi pada alat ini
dilakukan
dengan
alkohol
konsentrasi
bertingkat dengan urutan alkohol 70%,
alkohol 80% (2 kali pada larutan yang
berbeda), alkohol 90%, alkohol 96%, dan
alkohol absolut (2 kali pada larutan yang
berbeda), masing-masing selama 2 jam. Lalu
dilakukan penjernihan dengan menggunakan
xilol (3 kali pada larutan yang berbeda)
masing-masing selama 40 menit. Proses ini
kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
parafin 600C sebanyak 4 kali selama 30 menit.
Pada tahap pencucian keranjang yang berisi
sampel direndam dalam xilol, alkohol 96%
dan akuades. Kaset tissue yang berisi sampel
dikeluarkan dari alat dan sampel siap untuk
ditanam dalam parafin (embedding).
Embedding
Proses embedding dilakukan dengan
menggunakan alat tissue-tek. Embedding
dimulai dengan memasukan parafin cair
sebanyak ¼ dari volume cetakan ke dalam
cetakan,
kemudian
potongan
jaringan
dimasukan kira-kira sampai menyentuh dasar
cetakan, lalu cetakan dipenuhi dengan parafin
cair dan diberi label. Parafin dibiarkan
membeku selama beberapa menit, setelah itu
dilepaskan dari cetakan.

Pemotongan dengan Rotary Microtom
Setelah parafin membeku, kemudian
dilakukan pemotongan jaringan dengan
menggunakan rotary microtom setebal 4-5 µ.
Hasil cetakan diletakan diatas permukaan air
yang dipanaskan sampai suhu 40 0C. Setelah
itu potongan diletakan pada preparat dan
dikeringkan didalam inkubator minimal
selama 2 jam pada suhu 560C .
Pewarnaan Jaringan
Sediaan yang telah diperoleh kemudian
diwarnai dengan menggunakan pewarnaan
Haematoxylin Eosin (HE) dengan urutan xilol
(2 kali pada larutan yang berbeda) dan alkohol
absolut masing-masing 2 menit. Kemudian
dengan alkohol 95%, alkohol 80%, dan dicuci
dengan air kran masing-masing selama 1
menit. Lalu dengan mayer’s haematoxylin dan
dicuci dengan air kran masing-masing selama
30 detik, litium karbonat selama 15-30 detik,
dicuci dengan air kran selama 2 menit, dan
eosin selama 2-3 menit. Pewarnaan kemudian
dilanjutkan dengan mencuci sediaan dengan
air kran selama 30-60 menit, dicelupkan ke
alkohol 95% dan alkohol absolut masingmasing sebanyak 10 kali, alkohol absolut
selama 2 menit, xilol selama 1 menit dan xilol
selama 2 menit. Setelah proses pewarnaan
selesai kaca preparat dikeringkan dan ditetesi
dengan zat perekat albumin:gliserin (1:1) dan
selanjutnya ditutup dengan kaca objek.
Kemudian preparat diberi label dan siap untuk
diamati dibawah mikroskop cahaya.
Metode Analisis Proksimat
Analisis proksimat yang dilakukan
merupakan metode SNI 01-2891-1992 yang
dimodifikasi. Analisis ini meliputi penetapan
kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar
lemak. Untuk mempermudah proses analisis
terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel.
Sampel daun sirih merah (Piper crocatum)
yang dianalisis berumur lebih dari satu bulan.
Preparasi Sampel
Sebanyak 80 g daun sirih merah
ditimbang. Kemudian sampel dipotongpotong kecil dan pipih. Preparasi dilanjutkan
dengan mengeringkan sampel dalam oven
60 oC selama 1 malam. Sampel diangkat dari
oven dan dihaluskan dengan mortar. Hasil
yang diperoleh merupakan sampel dalam
bentuk tepung, siap untuk dianalisis.
Analisis Kadar Air
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
105oC selama 3 jam, kemudian ditempatkan

6

dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu
ditimbang dengan neraca sartorius (a). Lalu ke
dalam cawan ditambahkan sebanyak 2,0-2,5 g
sampel (b). Cawan yang berisi sampel
ditempatkan dalam oven 105oC selama 3 jam.
Setelah itu ditempatkan dalam desikator
selama 1 jam. Bobot cawan dan sampel
ditimbang
(c).
Pengeringan
dilakukan
beberapa kali sampai bobot sampel yang
diperoleh konstan. Analisis dilakukan 3 kali
ulangan untuk masing-masing sampel.
%Bobot kering (BK) = (c – a) x 100%
b
%Kadar air = 100 - %BK
Analisis Kadar Abu
Cawan porselin dikeringkan dalam oven
105oC selama 3 jam, kemudian ditempatkan
dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu
cawan ditimbang dengan neraca sartorius (a).
Lalu ke dalam cawan ditambahkan sebanyak
2,0-2,5 g sampel hasil preparasi (b). Cawan
dan sampel tersebut dikeringkan dalam tanur
listrik 550oC selama 18-24 jam. Sampel yang
telah jadi abu kemudian ditempatkan dalam
desikator selama 1 jam. Bobot cawan dan abu
ditimbang (c). Analisis kadar abu dilakukan
sebanyak 3 kali ulangan.
%Kadar abu = (c – a) x 100%
b
Analisis Kadar Protein
Sampel sebanyak 0,5-1 g ditimbang
dengan menggunakan kertas, lalu dimasukan
ke dalam tabung destruksi. Ke dalam tabung
destruksi ditambahkan katalis kjeltab dan 12,5
ml H 2SO 4. Kemudian tabung destruksi
diletakan pada digestor dan dilakukan proses
destruksi pada suhu 415oC selama 1 jam.
Setelah proses destruksi berlangsung tabung
diangkat dan didinginkan selama 1 jam.
Kemudian
dilakukan
proses
analisis
menggunakan alat kjeltec. Sebelumnya
dilakukan analisis terhadap blanko dengan
menempatkan tabung destruksi kosong yang
akan terisi air suling secara otomatis oleh alat.
Setelah itu dilakukan pengesetan tempat
tabung destruksi, nomor tabung, bobot
sampel, data konversi, dan konsentrasi HCl
terstandarisasi. Data blanko digunakan untuk
analisis sampel dan disimpan di dalam alat.
Dari hasil analisis pada alat kjeltec akan
menunjukan %N dari sampel yang dianalisis.
Analisis kadar protein dilakukan sebanyak 2
kali ulangan.
%Protein = %N x 6,25

Analisis Kadar Lemak
Sebelum dilakukan analisis kadar lemak,
cangkir ekstraksi (extraction cup) dipanaskan
selama 1 jam. Kemudian extraction cup
ditempatkan dalam desikator selama 1 jam.
Lalu ditimbang bobotnya (a). Sebanyak kirakira 1 gram sampel dibungkus dengan kertas
saring (b) dan ditempatkan dalam timbel .
Timbel kemudian ditempatkan pada alat
soxtec system HT. Sebanyak 40 ml petroleum
benzena dimasukan dalam extraction cup.
Setelah alat menunjukan suhu
110 oC
extraction cup diletakan pada alat dengan
posisi di bawah timbel, sehingga sampel
terendam. Selama 20 menit sampel dididihkan
dengan cara memutar tombol kearah posisi
boiling, lalu dilakukan pembilasan selama 30
menit dengan cara memutar tombol pada
posisi rinsing. Pembilasan diulang lagi sambil
menutup katup selama 40 menit dan diuapkan
selama 10 menit. Extraction cup dilepaskan
dari alat dan ditempatkan pada oven selama
½ jam. Lalu extraction cup ditempatkan
dalam desikator selama 1 jam. Bobot
extraction cup dan lemak yang terbentuk
ditimbang (c). Analisis ini dilakukan sebany ak
3 kali ulangan. Kadar lemak dicari dengan
persamaan:
%Kadar lemak = (c- a) x 100%
b
Analisis Kadar Karbohidrat
Analisis kadar karbohidrat dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
% Kadar Karbohidrat = {100 % - (kadar abu +
kadar protein + kadar lemak)}
Analisis Data
Pengamatan perubahan histopatologi
dilakukan secara deskriptif terhadap jaringan
pankreas tikus putih. Data hasil pengamatan
dievaluasi dengan menggunakan metode
analisis
statistik
Kruskal-Walis
untuk
membandingkan antara perlakuan dari
masing-masing sampel dalam pengamatan dan
dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Histopatologi Pankreas
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan secara makroskopik terlihat bahwa
terdapat perbedaan ukuran organ pan kreas
pada masing-masing hewan coba. Organ
pankreas yang memiliki ukuran paling kecil

7

yaitu pada kontrol positif (induksi aloksan +
akuades) dibanding dengan ukuran organ
pankreas kontrol normal, sedangkan ukuran
organ pankreas pada hewan coba kelompok
lain tidak berbeda jauh dengan ukuran normal
(±80%).
Hasil pengamatan secara mikroskopik
pada jaringan pankreas memperlihatkan
adanya
kerusakan
dengan
persentasi
kerusakan yang bervariasi (Tabel 1).
Tabel 1 Rataan persentasi kerusakan pada
kelenjar eksokrin dan kelenjar
endokrin pada jaringan pankreas
Persen kerusakan
Perlakuan
Kelenjar
Kelenjar
eksokrin
endokrin
Kelompok
pertama (kontrol
0
0
normal)
Kelompok kedua
4
4
(kontrol positif)
Kelompok ketiga
(daonil
3,22
2,5
2,5
mg/kg BB)
Kelompok
keempat (Sirih
2
1
merah
0,322
g/kg BB)
Kelompok
kelima
(Sirih
2,5
3
merah 3,22 g/kg
BB)
Kelompok
keenam
(Sirih
2
3
merah 20 g/kg
BB)
Keterangan:
0 : Tanpa perubahan berarti
1 : Bila terdapat perubahan berkisar
25% dari luas sediaan jaringan
2 : Bila terdapat perubahan berkisar
50% dari luas sediaan jaringan
3 : Bila terdapat perubahan berkisar
75% dari luas sediaan jaringan
4 : Bila terdapat perubahan berkisar
100% dari luas sediaan jaringan
(Estuningsih 2002)
Kelenjar Eksokrin Pankreas
Hasil pengamatan secara mikroskopik
pada
kelenjar
eksokrin
pankreas
memperlihatkan terjadinya perubahan pada
jaringan yang diamati. Perubahan yang terjadi
meliputi, vakuolisasi, hipertropi, hiperplasia,
dan berkurangnya jumlah inti sel (Gambar 6).
Pada jaringan pankreas normal terlihat bahwa

asinus berbentuk tubular atau seperti buah
alpukat yang dikelilingi lamina basal dan
terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang
tersusun mengelilingi lumen sempit (Leeson
et al. 1996).
Kelenjar pankreas yang paling banyak
mengalami vakuolisasi yaitu pada kontrol
positif dan perlakuan dengan sirih merah 3,22
g/kg BB (1000 x dosis daonil), kemudian
diikuti oleh sirih merah 20 g/kg BB, sirih
merah 0,322 g/kg BB (100 x daonil) dan
kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB). Adanya
vakuolalisasi akan mengakibatkan terjadinya
degenerasi pada kelenjar eksokrin pankreas.
Hiperplasia (penambahan jumlah sel) dan
hipertropi (pembesaran sel) dapat dilihat
secara
deskriptif
dengan
mengamati
perubahan pada asinus pankreas, perubahan
yang terjadi berupa pembauran sel asinus dan
menyempitnya jarak antar lobulus antara sel.
Akibat dari adanya hipertropi tersebut pada
kelenjar eksokrin akan terjadi pengurangan
inti sel. Jaringan pankreas yang paling banyak
memperlihatkan kerusakan tersebut adalah
pada jaringan pankreas kontrol positif diikuti
oleh kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB),
sirih merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis
daonil), sirih merah 0,322 g/kg (100 x dosis
daonil) dan sirih merah 20 g/kg BB.
Kerusakan yang terjadi pada kelenjar
eksokrin pankreas akan mengakibatkan
berku rang enzim pankreas. Dampak yang
ditimbulkan dari berkurangnya enzim ini,
yaitu tanpa tripsin dan kemotripsin dalam
saluran pencernaan maka makanan tidak dapat
terhidrolisis, karenanya feses mengandung
serabut -serabut daging (kreatorrhea) yang
disertai
dengan
terbuangnya
nitrogen
(azotorrhea), karena lipase tidak ada maka
feses juga mengandung lemak (steatorrhea).
Selain itu karbohidrat banyak terbuang karena
enzim amilase juga tidak ada (amylorrhea),
tetapi gangguan ini agak kurang penting
karena amilase banyak terdapat dalam saluran
pencernaan (Girindra 1988).
Dampak lain yang ditimbulkan oleh
berkurangnya
enzim
pankreas
yaitu
berkurangnya kadar Ca++ plasma. Menurut
Girindra (1988) adanya peningkatan sekresi
enzim akan meningkatkan kadar Ca++ plasma.
Dalam keadaan normal adanya transport Ca++
plasma ke dalam sel akibat depolarisasi dari
K+ merangsang pergerakan gelembung sekresi
ke arah membran sel yang akhirnya
menyebabkan sekresi insulin, sehingga
apabila kadar Ca++ dalam plasma rendah maka
sekresi insulin akan terganggu.

8

Hasil uji statistik Kruskal-Walis yang
dilanjutkan dengan uji Duncan menunjukan
adanya perbedaan nyata antara kontrol positif
dengan kontrol normal dan perlakuan dengan
pemberian rebusan sirih merah 20 g/kg BB
(P0,05). Hal ini
membuktikan bahwa ketiga kelompok
tersebut
juga
memperlihatkan
kearah
perbaikan kelenjar eksokrin pankreas
b

a

A
Gambar 6

c

B
Histopatologi kelenjar eksokrin
pankreas. Kelenjar eksokrin
pankreas normal (A) dan tikus
DM (kontrol positif) (B). Inti sel
terletak dipingir asinus (a),
asinus berwarna merah (b), dan
vakuolisasi
pada
kelenjar
eksokrin (c). (Pewarnaan HE,
Perbesaran objektif 40 x).

Kelenjar Endokrin Pankreas
Berdasarkan
pengamatan
secara
mikroskopik pulau Langerhans tampak
sebagai kumpulan sel-sel berbentuk bola yang
berwarna pucat. Kerusakan yang terjadi pada
kelenjar endokrin berupa vakuolisasi dan
atropi (Gambar 7).
Vakuolisasi yang paling banyak tejadi
yaitu pada kontrol positif, diikuti oleh
pelakuan dengan sirih merah 20 g/kg BB,
kelompok 3 (daonil 3,22 mg/kg BB), sirih
merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil) dan
sirih merah 0,322 g/kg BB (100 x dosis
daonil). Jenis kerusakan lain yang ditimbulkan
yaitu atropi (pengecilan ukuran sel), adanya
pengecilan dari pulau Langerhans berdampak
pada berkurangnya jumlah sel (deplesi) dalam
pulau Langerhans.

Pulau Langerhans yang paling kecil
ukuran dan paling sedikit jumlah selnya yaitu
pada pankreas kontrol positif. Pemberian
rebusan sirih merah dengan dosis 0,322 g/kg
BB (100 x dosis daonil) memperlihatkan
adanya perbaikan ukuran pulau Langerhans
dan penambahan jumlah sel pada pulau
Langerhans, sedangkan dengan menggunakan
daonil 3,22 mg/kg BB (kelompok 3), sirih
merah 3,22 g/kg BB (1000 x dosis daonil) dan
sirih merah 20 g/kg BB juga memperlihatkan
adanya perbaikan ukuran pulau Langerhans
yang tidak begitu berbeda jauh dengan sirih
merah 0,322 g/kg BB (100 x dosis daonil).
Hasil yang diperoleh dengan pewarnaan
HE tidak spesifik membedakan antara sel alfa
dan sel beta, untuk itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut dengan pewarnaan yang
lebih spesifik sehingga
perubahan yang
ditimbulkan dengan pemberian rebusan sirih
merah dapat terlihat jelas pada kedua sel
tersebut.
Kerusakan yang ditimbulkan pada tikus
DM (kontrol positif) disebabkan karena
aloksan memiliki afinitas yang tinggi terhadap
gugus SH -, sehingga glutation, sis tein dan
kelompok sufhidril yang berikatan dengan
protein (termasuk enzim yang memiliki gugus
SH-) berpeluang terkena efeknya. Salah satu
enzim yang mengandung gugus SH- adalah
glukokinase yang berperan penting dalam
sekresi insulin oleh induksi glukosa.
Pemberian aloksan menyebabkan glukokinase
menjadi tidak aktif sehingga sekresi insulin
terganggu.
Adanya perbaikan yang ditimbulkan
menyebabkan sekresi insulin mulai mengikuti
keadaan normal, hal ini terbukti dengan
adanya penurunan kadar glukosa darah pada
penelitian yang dilakukan oleh Salim (2006)
dengan tikus yang diberi perlakuan yang
sama. Selain itu dengan pemberian daonil
yang merupakan OAD golongan sulfonilurea
akan menstimulir sel-sel beta secara langsung
untuk melepaskan persedian insulinnya
sebagai reaksi bila kadar gula darah
meningkat, sedangkan bila pankreas sudah
rusak tidak dapat memproduksi insulin lagi
(Dalimartha 2002).
Berdasarkan analisis statistik KruskalWallis yang dilanjutkan dengan uji Duncan
memperlihatkan adanya perbedaan nyata
antara kontrol positif dengan masing-masing
perlakuan (P