Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA
PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK

HANI FITRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial
Metastatik. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan RETNO
WULANSARI.
Leiomiosarkoma adalah tumor yang berasal dari otot polos dan sering
terjadi pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena
berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Salah satu cara
untuk menentukan derajat keganasan tumor yaitu dengan menentukan indeks
mitotik sel tumor. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara
makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Pada beberapa jenis tumor
terutama tumor jenis sarkoma, grade suatu tumor sangat berhubungan dengan
kemampuannya bermetastasis, sehingga grade pada tumor disebut juga potensial

metastatik.
Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik sel tumor
leiomiosarkoma pada anjing yang terjadi pada organ hati, paru-paru, jantung, m.
intercostalis, dan ginjal sebagai indikator dari potensial metastatik (keganasan
tumor). Indeks mitotik merupakan suatu cara pengukuran laju proliferasi sel yang
ditentukan dengan menghitung rata-rata figur mitotik dari 20 lapang pandang
yang dipilih secara acak dengan perbesaran objektif 40 kali. Preparat histopatologi
diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data yang diperoleh dianalisa
dengan menggunakan analisa sidik ragam ANOVA (Analysis of Variance) yang
dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tumor dengan indeks mitotik tertinggi terdapat pada organ hati (6,40 ±
1,729 sel/lapang pandang) dan berbeda nyata dengan organ lainnya. Kajian
leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas
karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang.
Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis
yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi.
Kata Kunci: Tumor, Derajat Keganasan, Anjing

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA
PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK


HANI FITRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi : Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik
Nama

: Hani Fitriani

NRP

: B04103131


Disetujui

drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D

drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS.
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1985 sebagai putri pertama

dari dua bersaudara dari ayah Hasan Salmun dan ibu Nina Sumartina.
Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Tunas Rimba 3 pada
tahun 1989 – 1991, Sekolah Dasar Negeri Bangka 3 pada tahun 1991 - 1997,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 – 2000,
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 - 2003. Pada tahun
2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi
intra kampus, antara lain: HIMPRO Satwa Liar (2004-2005), BEM KM FKH IPB
(2005-2007), Komunitas Seni Steril (2005-2006), Veterinary English Club (20052006), Forum Ilmiah Mahasiswa (2005-2006), serta menjadi asisten praktikum
mata kuliah Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2005/2006.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
studi kasus yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini ialah Studi Kasus
Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibu drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D dan Ibu drh. Retno Wulansari
MSi. Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi atas kemurahan hati,
kesabaran, bimbingan, saran, dan nasihat hingga karya ini dapat

terselesaikan.
2. Ayah dan Ibu tercinta, serta adik tersayang atas doa dan kasih sayangnya.
3. Staf Laboratorium Patologi, Pak Endang dan Pak Kasnadi yang telah
banyak membantu selama penelitian.
4. Bapak drh. H. Agus Setiyono MS. Ph.D sebagai dosen penilai atas
masukan dan saran yang diberikan.
5. Ibu Ir. Etih Sudarnika MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah

membimbing

penulis

selama

menjadi

mahasiswa

Fakultas


Kedokteran Hewan IPB.
6. Teman sepenelitian, Chandra dan Irao yang senasib dan seperjuangan.
7. Rekan-rekan angkatan 40, sahabat-sahabat, Ame, Galuh, Gita, Dincy,
Wiwik, Herli, Iwid, Pritta, Puji, Lina, Tyas, Vidya, dan Indah yang
bersedia

meluangkan

waktunya

untuk

memberi

masukan

dalam

penyelesaian karya tulis ini. Semoga persahabatan kita tetap terjalin

dengan baik.
Penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun
penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

Hani Fitriani

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA…………………………………………………………………….......

i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………

ii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………


iv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...

v

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………

vi

PENDAHULUAN…………………………………………………………………

1

Latar Belakang………………………………………………………………..

1

Tujuan Penelitian……………………………………………………………..


2

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………...

3

Tumor…………………………………………………………………………

3

Karsinogenesis…………………………………………………………….

3

Klasifikasi Tumor………………………………………………………….

4

Proses Penyebaran Tumor…………………………………………………


6

Derajat Keganasan Tumor…………………………………………………

7

Pendekatan Diagnosis Tumor pada hewan………………………………..

8

Pengobatan Tumor pada Hewan…………………………………………..

9

Leiomiosarkoma………………………………………………………………

9

Mitosis………………………………………………………………………... 10
Anjing………………………………………………………………………… 13

Klasifikasi Anjing…………………………………………………………

13

Anjing Golden Retriever………………………………………………….. 13
MATERI DAN METODE………………………………………………………...

15

Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………………...

15

Materi Penelitian……………………………………………………………...

15

Sampel Organ……………………………………………………………...

15

Bahan dan Alat…………………………………………………………….

16

Metode Penelitian…………………………………………………………….. 16
Nekropsi Hewan…………………………………………………………..

16

Pembuatan Preparat Histopatologi...............................................................

16

iii

Pengamatan Preparat Histopatologi……………………………………….

18

Analisis Statistik........................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………

20

KESIMPULAN…………………………………………………………………....

26

Kesimpulan…………………………………………………………………...

26

Saran………………………………………………………………………….. 26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

27

LAMPIRAN………………………………………………………………………

29

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4

Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas………………………..
Penentuan derajat keganasan tumor dengan sistem TNM…………………..
Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor………
Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor…………...

5
7
21
23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir karsinogenesis……………………………………………..
2
Proses metastasis melalui pembuluh darah……………………………...
3
Siklus sel…………………………………………………………………
4
Proses pembelahan sel…………………………………………………...
5
Anjing Golden Retriever………………………………………………...
6 A Hati: Massa tumor pada hati……………………………………………..
B Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru…………………………………
7
Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma……………………

4
10
11
12
14
20
20
22

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA
PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK

HANI FITRIANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

RINGKASAN
HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial
Metastatik. Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan RETNO
WULANSARI.
Leiomiosarkoma adalah tumor yang berasal dari otot polos dan sering
terjadi pada anjing. Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena
berguna untuk perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Salah satu cara
untuk menentukan derajat keganasan tumor yaitu dengan menentukan indeks
mitotik sel tumor. Penentuan derajat keganasan tumor dapat dilakukan secara
makroskopis (staging) maupun mikroskopis (grading). Pada beberapa jenis tumor
terutama tumor jenis sarkoma, grade suatu tumor sangat berhubungan dengan
kemampuannya bermetastasis, sehingga grade pada tumor disebut juga potensial
metastatik.
Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik sel tumor
leiomiosarkoma pada anjing yang terjadi pada organ hati, paru-paru, jantung, m.
intercostalis, dan ginjal sebagai indikator dari potensial metastatik (keganasan
tumor). Indeks mitotik merupakan suatu cara pengukuran laju proliferasi sel yang
ditentukan dengan menghitung rata-rata figur mitotik dari 20 lapang pandang
yang dipilih secara acak dengan perbesaran objektif 40 kali. Preparat histopatologi
diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Data yang diperoleh dianalisa
dengan menggunakan analisa sidik ragam ANOVA (Analysis of Variance) yang
dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tumor dengan indeks mitotik tertinggi terdapat pada organ hati (6,40 ±
1,729 sel/lapang pandang) dan berbeda nyata dengan organ lainnya. Kajian
leiomiosarkoma pada anjing yang yang dievaluasi merupakan tumor yang ganas
karena memiliki indeks mitotik yang lebih dari 3 pada setiap lapang pandang.
Tumor primer ditemukan pada organ hati karena memiliki ukuran makroskpis
yang terbesar serta potensial metastatik yang tertinggi.
Kata Kunci: Tumor, Derajat Keganasan, Anjing

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA
PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK

HANI FITRIANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007

Judul Skripsi : Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik
Nama

: Hani Fitriani

NRP

: B04103131

Disetujui

drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D

drh. Retno Wulansari MSi. Ph.D

Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS.
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 19 Juni 1985 sebagai putri pertama
dari dua bersaudara dari ayah Hasan Salmun dan ibu Nina Sumartina.
Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Tunas Rimba 3 pada
tahun 1989 – 1991, Sekolah Dasar Negeri Bangka 3 pada tahun 1991 - 1997,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bogor pada tahun 1997 – 2000,
Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 - 2003. Pada tahun
2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa organisasi
intra kampus, antara lain: HIMPRO Satwa Liar (2004-2005), BEM KM FKH IPB
(2005-2007), Komunitas Seni Steril (2005-2006), Veterinary English Club (20052006), Forum Ilmiah Mahasiswa (2005-2006), serta menjadi asisten praktikum
mata kuliah Histologi Veteriner II pada tahun ajaran 2005/2006.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
studi kasus yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2006 ini ialah Studi Kasus
Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial Metastatik.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibu drh. Ekowati Handharyani MSi. Ph.D dan Ibu drh. Retno Wulansari
MSi. Ph.D sebagai dosen pembimbing skripsi atas kemurahan hati,
kesabaran, bimbingan, saran, dan nasihat hingga karya ini dapat
terselesaikan.
2. Ayah dan Ibu tercinta, serta adik tersayang atas doa dan kasih sayangnya.
3. Staf Laboratorium Patologi, Pak Endang dan Pak Kasnadi yang telah
banyak membantu selama penelitian.
4. Bapak drh. H. Agus Setiyono MS. Ph.D sebagai dosen penilai atas
masukan dan saran yang diberikan.
5. Ibu Ir. Etih Sudarnika MS. sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah

membimbing

penulis

selama

menjadi

mahasiswa

Fakultas

Kedokteran Hewan IPB.
6. Teman sepenelitian, Chandra dan Irao yang senasib dan seperjuangan.
7. Rekan-rekan angkatan 40, sahabat-sahabat, Ame, Galuh, Gita, Dincy,
Wiwik, Herli, Iwid, Pritta, Puji, Lina, Tyas, Vidya, dan Indah yang
bersedia

meluangkan

waktunya

untuk

memberi

masukan

dalam

penyelesaian karya tulis ini. Semoga persahabatan kita tetap terjalin
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa ada banyak kekurangan dalam tulisan ini, namun
penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2007

Hani Fitriani

DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA…………………………………………………………………….......

i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………

ii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………

iv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...

v

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………

vi

PENDAHULUAN…………………………………………………………………

1

Latar Belakang………………………………………………………………..

1

Tujuan Penelitian……………………………………………………………..

2

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………...

3

Tumor…………………………………………………………………………

3

Karsinogenesis…………………………………………………………….

3

Klasifikasi Tumor………………………………………………………….

4

Proses Penyebaran Tumor…………………………………………………

6

Derajat Keganasan Tumor…………………………………………………

7

Pendekatan Diagnosis Tumor pada hewan………………………………..

8

Pengobatan Tumor pada Hewan…………………………………………..

9

Leiomiosarkoma………………………………………………………………

9

Mitosis………………………………………………………………………... 10
Anjing………………………………………………………………………… 13
Klasifikasi Anjing…………………………………………………………

13

Anjing Golden Retriever………………………………………………….. 13
MATERI DAN METODE………………………………………………………...

15

Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………………...

15

Materi Penelitian……………………………………………………………...

15

Sampel Organ……………………………………………………………...

15

Bahan dan Alat…………………………………………………………….

16

Metode Penelitian…………………………………………………………….. 16
Nekropsi Hewan…………………………………………………………..

16

Pembuatan Preparat Histopatologi...............................................................

16

iii

Pengamatan Preparat Histopatologi……………………………………….

18

Analisis Statistik........................................................................................... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………

20

KESIMPULAN…………………………………………………………………....

26

Kesimpulan…………………………………………………………………...

26

Saran………………………………………………………………………….. 26
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..

27

LAMPIRAN………………………………………………………………………

29

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3
4

Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas………………………..
Penentuan derajat keganasan tumor dengan sistem TNM…………………..
Perubahan patologi anatomis pada organ anjing yang terkena tumor………
Indeks mitotik sel tumor pada organ anjing yang terkena tumor…………...

5
7
21
23

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Diagram alir karsinogenesis……………………………………………..
2
Proses metastasis melalui pembuluh darah……………………………...
3
Siklus sel…………………………………………………………………
4
Proses pembelahan sel…………………………………………………...
5
Anjing Golden Retriever………………………………………………...
6 A Hati: Massa tumor pada hati……………………………………………..
B Paru-paru: Massa tumor pada paru-paru…………………………………
7
Gambaran histopatologis sel tumor leiomiosarkoma……………………

4
10
11
12
14
20
20
22

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Analisa Sidik Ragam ANOVA……………………………………………… 30
2 Rataan Hitung dan Standar Deviasi…………………………………………. 31
3 Uji Wilayah Berganda Duncan…………………………………………….... 32

]

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anjing merupakan hewan yang banyak disukai untuk dijadikan hewan
kesayangan karena kecerdasannya, sifatnya yang setia, serta kemampuannya
untuk berkomunikasi dengan pemiliknya. Salah satu ras anjing yang diminati
sebagai hewan kesayangan adalah Golden Retriever. Penyakit yang paling
mematikan bagi ras ini adalah tumor ganas atau kanker.
Tumor atau neoplasma merupakan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol
serta bersifat merugikan bagi penderitanya. Tumor merupakan penyakit yang
berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya karena
pertumbuhannya yang terus-menerus dan bersaing dengan sel normal dalam
memperoleh nutrisi sehingga lambat laun jaringan normal akan mengalami
kematian. Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos.
Tumor jenis ini merupakan tumor yang paling sering ditemukan pada anjing.
Penentuan derajat keganasan tumor sangat penting karena berguna untuk
perencanaan pengobatan dan petunjuk prognosis. Penentuan derajat keganasan
tumor dapat dilakukan secara makroskopis (staging) maupun mikroskopis
(grading). Derajat keganasan tumor secara makroskopis tergantung pada ukuran
tumor primer, keterlibatan kelenjar getah bening, dan penyebaran tumor pada
tubuh penderita. Grade suatu tumor ditentukan oleh derajat diferensiasi dan
indeks mitotik sel tumor.
Pada beberapa jenis tumor terutama tumor jenis sarkoma, grade pada tumor
sangat berhubungan dengan kemampuannya bermetastasis. Oleh sebab itu, grade
pada tumor disebut juga potensial metastatik. Potensial metastatik adalah
kemungkinan suatu tumor berkembang menjadi tumor yang ganas serta menyebar
ke berbagai organ dan dapat ditentukan dengan menghitung indeks mitotik pada
sel tumor. Tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting yang
menentukan keganasan suatu kejadian tumor (Francken et al. 2003).

2

Tujuan
Studi kasus ini bertujuan untuk mengevaluasi indeks mitotik pada sel tumor
leiomiosarkoma pada anjing Golden Retriever yang ditemukan pada organ hati,
paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis sebagai indikator dari potensial
metastatik.

TINJAUAN PUSTAKA
Tumor
Tumor atau neoplasma adalah pertumbuhan sel yang berproliferasi tanpa
terkontrol, memiliki kecenderungan untuk mengganggu sel yang normal, tidak
memiliki struktur yang teratur, dan tidak memiliki fungsi (Smith & Jones 1961).
Pertumbuhan tumor akan menimbulkan beberapa efek pada penderita. Massa
tumor yang tumbuh akan menyebabkan penekanan pada jaringan di sekitarnya,
seperti pembuluh darah, saluran viseral, dan syaraf. Penekanan pada pembuluh
darah dan saluran viseral akan menyebabkan penyumbatan yang berlanjut dengan
edema, iskhemia dan nekrosa. Penekanan pada syaraf akan mengakibatkan rasa
sakit pada penderita. Pada umumnya, penderita tumor ganas mengalami kaheksia,
kelemahan, dan anemia. Hal tersebut disebabkan oleh persaingan antara sel
normal dengan sel tumor dalam mendapatkan suplai darah dan nutrisi (Tjarta
2002). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya tumor adalah
imunosupresi, keturunan, kelainan genetik, defek kongenital, terkena penyakit
infeksi yang menginduksi terjadinya tumor, dan ma kanan yang mengandung zat
karsinogenik (Sax 1981).
Karsinogenesis
Agen penyebab tumor disebut karsinogen. Menurut Underwood (1992),
karsinogen dapat dikelompokkan menjadi karsinogen kimia (vinyl klorida, obatobatan kemoterapi), virus onkogenik (hepatitis B, virus papilloma), radiasi
(ultraviolet, x ray), dan agen biologis (aflatoxin, hormon, parasit). Tahap-tahap
pembentukan tumor (karsinogenesis) adalah inisiasi, promosi, dan progresi.

4

KARSINOGENESIS
Detoksifikasi

Karsinogen
Ekskresi

Metabolisme

Metabolit

INISIASI

Perbaikan ADN

Sel normal
Berikatan dengan ADN
Apoptosis
Kerusakan ADN permanen

PROMOSI
Proliferasi sel

Mutasi tambahan,
Proliferasi sel

PROGRESI

Tumor ganas

Gambar 1 Diagram alir karsinogenesis
(Diadaptasi dari Tjarta 2002)

Seperti pada Gambar 1, tahap inisiasi dimulai dari paparan karsinogen
terhadap sel normal sehingga berubah menjadi sel dengan kerusakan Asam
Deoksiribonukleat (ADN) permanen. Promosi adalah tahap proliferasi sel yang
berlebihan. Sel-sel tumor yang tumbuh memiliki ketidakstabilan genetik sehingga
mudah untuk mengalami mutasi tambahan yang menyebabkan heterogenitas
tumor. Hal tersebut dinamakan progresi.
Klasifikasi Tumor
Menurut sifat pertumbuhannya, tumor terbagi atas dua macam, yaitu tumor
jinak (benign) dan tumor ganas (malignant). Perbedaan antara tumor jinak dan
tumor ganas disajikan pada Tabel 1.

5

Tabel 1 Perbedaan sifat antara tumor jinak dan tumor ganas
Karakteristik

Tumor jinak

Tumor ganas

Metastasis

Tidak ada

Biasanya ada

Sifat pertumbuhan

Ekspansif

Infiltratif

Laju pertumbuhan

Lambat

Cepat

Diferensiasi sel

Baik

Buruk

Batasan dengan jaringan

Jelas

Tidak jelas

sekitar
Sumber: Spector & Spector (1993)

Tidak semua tumor ganas dapat membentuk metastasis, namun semua tumor
yang membentuk metastasis adalah tumor yang ganas (Dunstan 1998). Tumor
jinak memiliki sifat pertumbuhan yang ekspansif, yaitu mendesak jaringan sehat
di sekitarnya dan memiliki kapsula yang membatasi antara jaringan tumor dengan
jaringan yang sehat. Sebaliknya, tumor ganas memiliki pertumbuhan yang
infiltratif, yaitu tumbuh bercabang-cabang ke dalam jaringan sehat di sekitarnya
menyerupai jari-jari kepiting sehingga seringkali disebut kanker (cancer). Tumor
jinak akan memiliki morfologi sel yang mirip dengan jaringan asalnya. Tumor
ganas memiliki laju pertumbuhan yang cepat sehingga ukuran massa tumor cepat
membesar dan apabila dilihat secara mikroskopis banyak ditemukan figur mitotik
(Spector & Spector 1993).
Tatanama pada tumor disusun berdasarkan asal jaringan serta keganasan
tumor tersebut. Jaringan asal tumor terbagi atas jaringan mesenkim dan jaringan
epitel. Jaringan mesenkim meliputi jaringan ikat, otot bergaris melintang, otot
polos, sel-sel darah, sel endotel, meningen, synovium, dan mesothelium. Jaringan
epitel termasuk epitel pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran
kemih, saluran reproduksi, kelenjar, dan sel yang berasal dari neuroektoderm
seperti melanosit. Tumor yang berasal dari jaringan mesenkim diberi akhiran –
oma apabila jinak, dan –sarkoma apabila ganas. Tumor jinak yang berasal dari
jaringan epitel diberi akhiran –papiloma, sedangkan akhiran -karsinoma diberikan
apabila tumor tersebut ganas. Tumor yang terdapat pada kelenjar diberi akhiran –
adenoma jika jinak dan –adenokarsinoma jika ganas (Cullen et al. 2002).

6
Proses Penyebaran Tumor
Spector dan Spector (1993) menjelaskan bahwa tumor dapat bermetastasis
dengan tiga cara, yaitu melalui pembuluh limfatik, pembuluh darah, dan
transplantasi langsung (transcoelomic). Tiga faktor penting yang menentukan
kecenderungan penyebaran sekunder tumor adalah sifat sel tumor itu sendiri, daya
tahan hospes, dan kerentanan organ terhadap sel tumor.
Penyebaran tumor melalui pembuluh limfatik disebut juga penyebaran
limfogen. Pembuluh limfatik memiliki membrana basalis yang tipis sehingga
mudah untuk ditembus oleh sel tumor (Cullen et al. 2002). Sel tumor yang telah
menembus pembuluh limfe diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolus,
kemudian sel tumor tersebut akan tersangkut pada kelenjar getah bening regional.
Biasanya, tumor yang menyebar melalui pembuluh limfatik adalah tumor jenis
karsinoma (Tjarta 2002).
Tumor jenis sarkoma biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena
sel-sel tersebut biasanya memiliki laju proliferasi sel yang tinggi dan memiliki
adhesi yang rendah satu sama lain. Mula-mula, tumor primer akan menyebar
melalui vena cava atau vena porta. Sel tumor akan terperangkap dalam pembuluh
kapiler pertama yang dilaluinya. Filter kapiler pertama pada drainase vena cava
adalah paru-paru, sedangkan hati adalah daerah mikrovaskuler pertama yang
menerima darah dari vena porta. Dari daerah tersebut, tumor dapat menyebar ke
pembuluh darah lainnya (Cullen et al. 2002).
Penyebaran sel tumor melalui transplantasi langsung biasanya terjadi pada
tumor yang terletak pada rongga serosa seperti rongga perut dan rongga pleura.
Contohnya pada tumor ganas lambung, sel-selnya akan menembus serosa. Gaya
berat akan menyebabkan sel tumor jatuh ke dalam rongga pelvis, kemudian sel
tumor akan menempel pada serosa ovarium atau rektum dan membentuk
metastasis (Tjarta 2002).
Derajat Keganasan Tumor
Menurut Tjarta (2002), derajat keganasan tumor dapat ditentukan dengan
dua cara yaitu secara makroskopis (staging) dan mikroskopis (grading).
Penentuan derajat keganasan tumor secara makroskopis yang umum digunakan
adalah berdasarkan sistem Tumor-Nodus-Metastasis (TNM). T menunjukkan

7

ukuran dari tumor primer, N adalah keterlibatan kelenjar getah bening, dan M
berarti metastasis. Cullen et al. (2002) menjelaskan bahwa sistem TNM pada
hewan digunakan berdasarkan sistem yang dikembangkan oleh World Health
Organization (WHO).
Tabel 2 Penentuan derajat keganasan tumor pada hewan berdasarkan sistem
TNM
Faktor

Keterangan

To

Tidak ada tumor

T1

Tumor berdiameter < 1 cm, tidak
invasif.

T2

Tumor berdiameter 1-3 cm, invasi
secara lokal.

T3

Tumor memiliki diameter > 3cm dan
menginvasi jaringan sekitarnya.

No

Limfonodus regional membesar.

N1

Limfonodus pada jaringan sekitar
membesar.

N2

Limfonodus yang terlibat berada di
luar daerah tumor primer

Mo

Tidak ada metastasis

M1

Ada metastasis di dekat tumor primer

M2

Metastasis ke tempat yang jauh

Sumber: Cullen et al. (2002)

Tumor primer diklasifikasikan menjadi T1 hingga T4, sesuai peningkatan
ukurannya. Ketika tidak ada limfonodus yang terlibat, maka dinyatakan sebagai
No. Keterlibatan limfonodus yang progresif dilaporkan sebagai N1 sampai N2.
Adanya metastasis dilaporkan dengan skala M1 atau M2. Apabila tidak terdapat
metastasis, maka dilaporkan sebagai Mo.
Penentuan derajat keganasan tumor secara mikroskopis dinamakan grading.
Pada tumor jenis sarkoma, grade

tumor sangat berhubungan dengan

kemampuannya bermetastasis, sehingga grade tumor jenis ini disebut juga

8

potensial metastatik. Setiap tumor terdiri atas subklonal sel tumor yang memiliki
potensial metastatik yang berbeda (Tjarta 2002). Potensial metastatik dapat
ditentukan melalui pengukuran laju proliferasi sel. Salah satu cara untuk
mengetahui laju proliferasi sel adalah dengan menghitung indeks mitotik. Indeks
mitotik pada sel tumor tergantung dari karakteristik sel tumor itu sendiri, seperti
panjang siklus sel, daya tahan sel, dan lama hidup sel. Indeks mitotik pada
umumnya ditentukan menggunakan metode penghitungan figur mitotik pada
perbesaran objektif 10 atau 40x dan menetapkan rataan hitungnya (Cullen et al.
2002). Pewarnaan untuk penghitungan figur mitotik dapat menggunakan
Hematoksilin Eosin atau imunohistokimia seperti PCNA (Proliferating Cell
Nuclear Antigen) dan Ki-67 (Handharyani et al. 1999). Menurut Romansik et al.
(2007), indeks mitotik merupakan perbandingan antara jumlah sel yang sedang
melakukan pembelahan dan jumlah sel secara keseluruhan. Francken et al. (2003)
menjelaskan bahwa tinggi rendahnya indeks mitotik merupakan indikator penting
yang menentukan keganasan suatu kejadian tumor dan berguna untuk menentukan
prognosa terhadap pasien. Penentuan indeks mitotik suatu tumor juga bermanfaat
untuk pengobatan karena sel-sel yang sedang melakukan pembelahan sangat
sensitif terhadap obat-obatan antitumor dan penyinaran (Kintzios 2004).
Pendekatan Diagnosis Tumor pada Hewan
Pendekatan diagnosis tumor dapat diperoleh melalui pemeriksaan klinis
maupun laboratoris. Beberapa gambaran klinis yang menunjukkan kecurigaan
diagnosis tumor ganas adalah badan lemah, anoreksi, dan berat badan turun.
Anamnese merupakan langkah awal penentuan diagnosis, hal ini meliputi riwayat
penyakit yang pernah diderita, jenis makanan yang diberikan, serta paparan bahan
kimia pada hewan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
fisik, radiologik, dan endoskopi. Pemeriksaan laboratoris dilakukan dengan
pemeriksaan preparat dengan bahan yang diperoleh dari biopsi untuk menentukan
jenis dan sifat keganasan tumor. Pengujian biokimia tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosa tumor, namun dapat membantu dalam ketepatan pengobatan (Tjarta
2002).

9

Pengobatan Tumor pada Hewan
Menurut Martin (1989), pengobatan tumor pada hewan kecil biasanya
dilakukan dengan pembedahan yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Obatobatan kemoterapi diantaranya adalah:


Antimetabolit. Obat ini mengganggu sintesis DNA sel.



Pengalkilasi. Sifatnya radiomimetik dan menyerang tahap sintesis DNA
saat interfase. Contohnya adalah nitrogen mustard.



Hormon, khususnya untuk tumor yang pertumbuhannya disebabkan oleh
faktor hormonal seperti tumor pada prostat atau pada payudara.



Antibiotik antitumor, contohnya Doxorubicin.
Radioterapi jarang dilakukan pada hewan karena harganya mahal. Selain itu,

tumor yang bermetastasis secara luas tidak efektif jika diberikan terapi jenis ini
(Thornburg 2000).
Leiomiosarkoma
Leiomiosarkoma merupakan tumor ganas yang berasal dari otot polos.
Tumor primer dari jenis ini biasanya dapat ditemukan pada uterus, hati, limpa,
sekum, usus halus, lambung, vesika urinaria, serta jaringan lunak lainnya pada
hewan domestik (Wang et al. 2005). Menurut Cullen et al.(2002), leiomiosarkoma
merupakan kasus tumor yang paling sering terjadi pada anjing, terutama yang
berumur di atas 6 tahun.

Secara makroskopis, massa tumor berwarna putih

kekuningan sampai merah muda, memiliki konsistensi kenyal, dan tidak
berkapsul.
Tumor jenis ini biasanya menyebar melalui pembuluh darah karena
memiliki ikatan antar sel yang lemah. Proses metastasis melalui pembuluh darah
dibagi atas beberapa tahap, yaitu invasi matriks ekstraseluler, penyebaran
vaskuler, ekstravasasi sel tumor, serta pertumbuhan dan perkembangan sel tumor
yang menetap pada suatu bagian tubuh. Matriks ekstraseluler pada tubuh hewan
terdiri dari membrana basalis dan jaringan ikat interstisial. Mula-mula sel tumor
melepaskan diri dari tumor primer, kemudian, sel tumor akan melekat pada
membrana basalis dan atau jaringan ikat interstisial. Untuk menghancurkan
membrana basalis dan jaringan ikat interstisial, sel tumor akan mensekresikan
enzim proteolitik, kemudian sel tumor akan masuk ke dalam aliran darah yang

10

bersirkulasi. Sel tumor cenderung berkelompok di dalam aliran darah, baik
dengan sel tumor yang lain maupun dengan platelet untuk menghindari sistem
kekebalan tubuh penderita. Ekstravasasi akan dimulai dengan perlekatan sel tumor
dengan sel endotel yang diikuti dengan penembusan membrana basalis sel endotel
dan jaringan ikat interstisial, sama dengan proses invasi. Tempat sel membentuk
tumor sekunder dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah organ
tempat tumbuhnya tumor primer dan drainase vaskuler pada organ tersebut,
molekul adhesi pada sel tumor, serta reseptor pada endotel pembuluh darah
(Tjarta 2002).

Gambar 2 Proses metastasis melalui pembuluh darah (Anonim 2007b)
Mitosis
Mitosis adalah pembelahan suatu sel menjadi dua buah sel yang identik dan
terjadi pada sel-sel somatik. Kesalahan pada proses mitosis dapat berbahaya bagi
makhluk hidup karena berpotensi menyebabkan kecacatan apabila terjadi pada
saat pembelahan zigot, serta kelainan ataupun mutasi genetik yang dapat
mengarah pada tumor. Mitosis adalah pembelahan sel yang menghasilkan susunan
kromosom sel anak tetap sama dengan induknya. Mitosis terbagi atas tahap
persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Yatim 1991).
Tahap persiapan sel membutuhkan waktu sekitar 23 jam, terdiri atas tahap
G1, S, dan G2. Pada tahap G1 terjadi sintesa Asam Ribonukleat (ARN) dan
protein. Tahap S meliputi replikasi ADN yang akan membentuk sepasang

11

kromatin anak yang memiliki rangkap dua untuk persiapan pembelahan inti,
sedangkan tahap G 2 merupakan persiapan pembelahan sitoplasma.

Gambar 3 Siklus sel (Anonim 2007c)

Tahap pembelahan sel atau mitosis hanya memerlukan waktu 30 menit
sampai dengan 1 jam yang terdiri atas kariokinesis dan sitokinesis. Kariokinesis
adalah tahap pembentukan inti sel dan substansinya, sedangkan sitokinesis adalah
pembentukan sitoplasma untuk sel yang baru. Kariokinesis terdiri atas profase,
metafase, anafase, dan telofase (Hopson & Wessells 1990).
Pada saat tahap persiapan, kromatin inti telah memiliki rangkap dua.
Memasuki tahap profase, pilinan ADN pasangan kromatin inti akan memadat dan
menjadi bentuk yang lebih pendek dan tebal yang disebut kromosom. Kromosom
yang memiliki rangkap dua disebut kromatid. Nukleolus membesar, kemudian
pecah. Sentrosom merenggang dan pergi ke kutub yang bersebrangan, kemudian
membentuk serat mikrotubul dan mikrofilamen yang disebut gelendong.
Kromosom menggantung pada sentromernya melalui serat mikrotubul gelendong.
Pada sel hewan yang sedang membelah, di sekeliling sentrosom juga ada
mikrotubul dan mikrofilamen pendek yang bersusun radial sehingga tampak
seperti bintang. Oleh karena itu, sel hewan yang sedang membelah disebut
bintang kutub. Pada tahap metafase, kromosom bergerak ke suatu bidang khayal
yang membagi badan sel menjadi dua bagian yang sama besar. Bidang khayal

12

tersebut dinamakan ekuator. Sentromer dari tiap kromosom membelah menjadi
dua bagian pada tahap anafase, kemudian kromatid dari kromosom yang sama
berpisah dan pergi ke kutub yang bersebrangan. Kemudian, tahap pembelahan sel
memasuki telofase. Kromosom mengalami pelonggaran pilinan ADN sehingga
bentuknya kembali menjadi panjang dan halus. Serat gelendong menghilang,
disusul oleh terbentuknya selaput inti di sekeliling kromosom. Sitokinesis adalah
pembentukan sitoplasma untuk inti yang baru. Bahan-bahan yang digunakan pada
tahap ini adalah bahan-bahan yang disintesis pada tahapan G1 dan G2 (Yatim
1991).

Gambar 4 Proses pembelahan sel (Anonim 2007c)

Pada sel tumor, kontrol mitosis berkurang atau hilang sama sekali. Lama
siklus sel pada sel tumor pada umumnya sama dengan sel normal, namun proporsi
sel yang aktif melakukan pembelahan lebih tinggi daripada sel normal dengan
jenis yang sama. Selain itu, jarak antar siklus sel tumor biasanya lebih pendek
daripada sel normal sehingga laju proliferasi selnya lebih tinggi. Sel tumor juga
biasanya memiliki umur yang lebih panjang daripada sel normal, sehingga sel
tumor terakumulasi dan menyebabkan massa tumor semakin besar (Hopson &
Wessels 1990).

13

Anjing
Anjing merupakan hewan peliharaan yang memiliki hubungan paling dekat
dengan manusia. Kedekatan hubungan ini disebabkan oleh sifatnya yang setia dan
tingkat kecerdasannya yang rata-rata lebih tinggi dibandingkan hewan yang lain
sehingga dapat dilatih untuk membantu manusia (Prajanto & Andoko 2004).
Klasifikasi Anjing
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Carnivora

Famili

: Canidae

Genus

: Canis

Spesies

: Canis lupus

Subspesies

: Canis lupus familiaris

(Linnaeus 1758 dalam Anonim 2007d)
Anjing Golden Retriever
Anjing Golden Retriever merupakan campuran Tweed Water Spaniel yang
sekarang telah punah dan Yellow Retriever. Anjing jenis ini mudah dikenali
karena warna krem hingga keemasan pada rambutnya. Golden Retriever memiliki
rambut tebal yang lurus atau bergelombang dan tahan air. Pada awalnya, ras ini
dibiakkan untuk teman berburu burung atau unggas liar lainnya. Ketika buruan
tertembak dan jatuh, anjing ini akan mengambil dan menyerahkannya kepada
tuannya secara utuh. Kemampuan inilah yang menyebabkan ras ini disebut
Retriever. Golden Retriever jantan memiliki tinggi badan sekitar 23 – 24 inci dan
berat badan sekitar 29.5 – 34 kg, sedangkan betina memiliki tinggi badan sekitar
21.5 – 22.5 inci dan berat badan sekitar 25 – 29.5 kg (Larkin & Stockman 2001).
Golden Retriever digolongkan ke dalam anjing pemburu oleh Federation
Cynologique Internationale (FCI) Brussel, dan sebagai anjing sport oleh
American Kennel Club (AKC). Anjing ini memiliki stamina, daya tahan, dan
kekuatan yang tinggi sehingga biasa dijadikan kawan pemburu, khusus untuk

14

menangkap burung. Anjing jenis ini tidak cocok dijadikan sebagai anjing penjaga
(Untung 1991).
Golden Retriever termasuk ras yang sangat populer karena sifatnya yang
bersahabat dan jinak sehingga aman sebagai tema n bermain anak-anak Selain itu,
Golden Retriever juga mudah bergaul dengan manusia maupun hewan lain di
sekitarnya. Sifat-sifat tersebut menjadikan Golden Retriever banyak dipilih
sebagai anjing peliharaan kesayangan keluarga. Anjing jenis ini merupakan anjing
yang dapat dilatih sehingga sering digunakan sebagai anjing penuntun bagi tuna
netra, anjing pelacak, dan pencari jejak (Sayer 1994). Menurut Anonim 2007a,
penyakit yang sering terjadi pada ras ini diantaranya adalah:


Kanker,

yang

paling

sering

terjadi

adalah

hemangiosarkoma,

limfosarkoma, dan osteosarkoma.


Hip displasia.



Penyakit jantung, khususnya cardiomyopathy dan stenosis katup jantung.



Penyakit pada persendian, terutama luxatio pattela.



Hemofilia

Gambar 5 Anjing Golden Retriever (Anonim 2007a)

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Studi kasus ini dilakukan pada bulan Agustus 2006 sampai dengan Juni
2007 di Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Materi Penelitian
Sampel Organ
Bahan yang diperiksa berasal dari satu ekor anjing ras Golden Retriever
betina berumur 3,5 tahun. Atas usulan dari pemilik hewan dan dengan
pertimbangan dokter hewan, dilakukan tindakan euthanasia karena kondisi hewan
semakin buruk. Hasil pemeriksaan fisik sebelumnya menunjukkan bahwa anjing
tersebut memiliki keadaan umum kurus, turgor buruk, anus kotor, mukosa anemis,
dan terdapat massa yang dapat diraba di antara tulang rusuk. Hasil pemeriksaan
radiografi menunjukkan kebengkakan hati, apex jantung tumpul, dan ditemukan
massa pada paru-paru.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah gelas objek, rak gelas objek, gelas penutup,
cetakan blok parafin, pinset, tissue processor, mikrotom, inkubator, mikroskop
cahaya, dan fotomikroskop.
Bahan-bahan yang digunakan adalah larutan buffer formalin 10%, alkohol
dengan konsentrasi bertingkat (70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut), xilol,
litium karbonat, pewarna Hematoksilin Mayer, pewarna Eosin, paraffin histoplast,
dan Canada Balsem.
Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam studi kasus ini adalah teknik patologi anatomi
yaitu dengan melakukan nekropsi pada kadaver hewan yang dilanjutkan dengan
teknik histopatologi, yaitu dengan cara membuat preparat histopatologi dengan
pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE).

16

a. Nekropsi Hewan
Tatacara

nekropsi

dilakukan

pada

hewan,

kemudian

dilanjutkan

pemeriksaan pada organ-organ tubuh hewan. Pada rongga perut terjadi ascites.
Pada subkutan ditemukan massa tumor multinodular dengan warna putih dan
konsistensi firm dengan lokasi menempel pada pertengahan rusuk ke-3 sampai rusuk ke-13 di sebelah kanan. Pada hati ditemukan massa tumor pada lobus lateralis
dextra dengan ukuran 17x15x12 cm, multinodular, putih, konsistensi firm dengan
nekrosis dan daerah-daerah yang mengalami pendarahan, sebagian besar jaringan
hati digantikan oleh massa tumor. Limpa mengalami kongesti. Pada ginjal
ditemukan lesio metastatik bilateral. Pada paru-paru ditemukan metastasis pada
lobus diafragmatika sinistra dengan ukuran 9x9x9 cm, sedangkan pada lobus lain
ditemukan sekitar 100 nodul kecil. Pada jantung ditemukan dilatasi ventrikel
bilateral, degenerasi serabut otot jantung, massa tumor multinodular ditemukan
pada septa antar ventrikel dan nodul-nodul kecil pada valvula bikuspidalis dan
trikuspidalis. Saluran pencernaan anemis, sepanjang usus mengalami peradangan
kattharalis dan pendarahan.
b. Pembuatan Preparat Histopatologi
Pembuatan preparat histopatologi dibuat dengan tahapan fiksasi jaringan,
penipisan jaringan, dehidrasi, penjernihan (clearing), pencetakan (embedding),
pengirisan (sectioning), pewarnaan (staining), dan penutupan jaringan dengan
gelas penutup (mounting).
Dehidrasi adalah suatu proses penarikan air dari jaringan dan mencegah
terjadinya pengerutan sampel yang diuji. Sampel jaringan didehidrasi dalam
alkohol bertingkat (alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I dan II), xilol
(I dan II), dan parafin (I dan II) dengan menggunakan tissue processor. Proses ini
dilakukan pada masing-masing cairan selama 2 jam.
Penjernihan yaitu proses pengangkatan sisa-sisa alkohol pada jaringan agar
parafin dapat berpeneterasi dengan baik ke dalam jaringan. Zat yang digunakan
dalam proses ini adalah xilol.
Pencetakan adalah suatu proses pembuatan blok parafin. Proses ini
dikerjakan di dekat sumber panas dengan alat-alat yang telah dihangatkan terlebih
dahulu untuk mencegah pembekuan parafin sebelum proses selesai. Zat yang

17
digunakan adalah paraffin histoplast yang memiliki titik cair 56o-57oC. Irisan
sampel jaringan direndam dalam parafin cair selama 2 jam. Cetakan diisi dengan
parafin cair, kemudian jaringan diletakkan di dalamnya dengan menggunakan
pinset. Blok parafin yang sudah setengah beku diberi label untuk memudahkan
identifikasi jaringan. Tahap selanjutnya adalah pendinginan blok parafin pada
suhu 4-5oC, setelah itu blok parafin dilepaskan dari cetakannya. Blok parafin siap
untuk dipotong menggunakan mikrotom.
Pengirisan adalah tahap pemotongan jaringan menggunakan alat mikrotom.
yang terdiri dari tahap pemotongan kasar dan tahap pemotongan halus. Kemudian,
potongan jaringan ditempatkan pada gelas objek dan dimasukkan ke inkubator
dengan suhu 37º C selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.
Preparat ini diwarnai dengan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). Pertamatama, preparat dideparafinisasi dengan dicelupkan secara bertahap ke dalam
larutan xilol I dan xilol II masing-masing selama 2 menit. Preparat dicelupkan ke
dalam alkohol absolut selama 2 menit, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol
95%, 90%, dan 80% masing-masing selama 1 menit. Setelah itu preparat dicuci
dengan air mengalir selama 1 menit. Pewarnaan Hematoksilin Mayer dilakukan
dengan merendam preparat di dalam larutan Hematoksilin Mayer selama 8 menit,
kemudian dicuci pada air yang mengalir selama 30 detik. Setelah itu, preparat
dicelupkan ke dalam litium karbonat selama 30 detik dan dicuci kembali dengan
air yang mengalir selama 2 menit. Untuk pewarnaan Eosin, preparat direndam di
dalam larutan Eosin selama dua hingga tiga menit, kemudian dicuci dengan air
yang mengalir selama 30 detik. Proses berikutnya, preparat dicelupkan masingmasing sebanyak 10 celupan ke dalam alkohol 95% dan alkohol absolut (I dan II).
Kemudian, dilakukan perendaman secara bertahap dalam alkohol absolut dan xilol
I, masing-masing selama 1 menit, kemudian xilol II selama 2 menit.
Penutupan jaringan dilakukan dengan cara menempatkan gelas objek pada
kertas tisu pada tempat yang datar, kemudian ditetesi dengan bahan perekat, yaitu
Canada Balsem yang telah diencerkan dengan xilol. Setelah itu, jaringan ditutup
dengan gelas penutup secara hati-hati untuk mencegah terbentuknya gelembung
udara.

18
c. Pengamatan Preparat Histopatologi
Pengamatan preparat histopatologi dilakukan di bawah mikroskop cahaya
dengan perbesaran objektif 4x dan 10x untuk mengetahui letak tumor pada
jaringan, kemudian pada perbesaran 40x dilakukan penghitungan figur mitotik sel
tumor pada 20 lapang pandang yang dipilih secara acak.
d. Analisis Statistik
Indeks mitotik ditentukan dengan menentukan rataan hitung dari figur
mitotik pada masing-masing organ. Kemudian, standar deviasi ditentukan dengan
rumus:
S² = ? (xi -µ )²
n-1

Keterangan
S : Standar deviasi

µ: Indeks mitotik

xi: Jumlah figur mitotik pada satu

n: Jumlah lapang pandang

lapang pandang pada suatu organ
Sumber: Sudjana (2001)

Untuk membandingkan laju proliferasi sel tumor, dilakukan analisa sidik ragam
ANOVA dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho: µ hati = µ paru-paru= µ jantung = µ m.intercostalis= µ ginjal
H1: µ pada organ hati, paru-paru, jantung, m.intercostalis dan ginjal tidak
seluruhnya sama

Keterangan:
µ: indeks mitotik

19

Dari hasil analisa sidik ragam ANOVA, didapatkan hasil bahwa jumlah
indeks mitotik pada organ hati, paru-paru, jantung, ginjal dan m. intercostalis
tidak seluruhnya sama (P