56
Kedua, Tabel 13 menunjukkan argumentasi atau perspektif yang diambil
oleh media yang mendukung posisi yang menolak kesetaraan gender atau
menggambarkan isu dengan nada patriarkis.
Kenyataan yang muncul dari data ini adalah bahwa hanya beberapa isu yang
menolak kesetaraan, yaitu terutama “pencatatan pernikahan”, “konsep
keluarga” yang setara, serta “partisipasi perempuan dalam publik”. “Pencatatan
pernikahan” menerima perhatian paling tinggi 16 dari 38 artikel, dengan
Tabel 12: Argumentasi saat mendukung kesetaraan gender
Khusus untuk pertanyaan menyangkut argumentasi media dalam mendukung kesetaraan gender dalam artikelnya, enumerator kajian ini diberi kemungkinan isian lebih dari satu pilihan.
argumentasi bahwa reformasi kebijakan perkawinan tidak diperlukan. Sedangkan
penolakan keterlibatan perempuan dalam ranah publik lebih didasarkan atas relasi
gender yang berdasarkan nilai tradisional. Walaupun analisis nilai tertinggi dalam
Tabel 12 menunjukkan sebuah tren, harus diingat bahwa contoh artikel yang menolak
kesetaraan gender sangat kecil: dari total 685 berita, hanya 38 berita atau hanya 6
memberi perspektif yang menolak kesetaraan gender. Dan hanya 3 yang
menggambarkan isu dengan perspektif relasi gender berdasarkan nilai tradisional.
57
e. Kesimpulan tentang keber- pihakan media
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media massa yang diteliti
dalam kajian ini secara garis besar cukup peka terhadap isu gender serta mendukung
kesetaraan gender. Dari total berita, 50 mendukung kesetaraan gender melalui
beberapa argumentasi, dan 39 mengambil posisi netral dalam pemberitaan. Hanya 6
item berita mengembangkan argumentasi yang menolak kesetaraan gender.
Tabel 13: Argumentasi saat menolak kesetaraan gendermendukung perspektif patriarkis
Khusus untuk pertanyaan menyangkut argumentasi media dalam mendukung kesetaraan gender dalam artikelnya, enumerator kajian ini diberi kemungkinan isian lebih dari satu pilihan.
Terkait dengan keberpihakan, kita dapat melihat bahwa media massa lebih
sering berpihak kepada isu yang sudah seringkali dibahas di ranah publik seperti
“akses terhadap pelayanan”, “kekerasan dalam rumah tangga”, “kesehatan
reproduksi”, atau “eksploitasi buruh perempuan”. Isu seperti “pernikahan
anak” atau “kepala keluarga” belum menerima banyak perhatian walaupun
dampak negatif terhadap anak dan perempuan sangat signifikan.
58
Kesimpulan
Ada sederet kesimpulan dari penelitian ini, yakni:
1. Frekuensi pemberitaan dalam media masih rendah. Secara total, riset
ini menemukan 685 item berita yang berkaitan dengan hak asasi perempuan,
kesetaraan gender, atau kebijakan perkawinan yang dikembangkan oleh 13
media massa antara 1 Januari hingga 31 Maret 2010. Jika jumlah tersebut dibagi
tiga bulan dan jumlah media =685313, dapat diketahui bahwa rata-rata media
yang dikaji membertitakan atau menyiarkan 18 berita per bulan yang
terkait dengan hak asasi perempuan atau persoalan kesetaraan gender. Walaupun
perhitungan seperti ini dapat dianggap terlalu menyederhanakan, angka 18 berita
per bulan memberi gambaran awal tentang sedikitnya pemberitaan.
F r e k u e n s i p e m b e r i t a a n y a n g d i p e r i k s a m e n u n j u k k a n f r e k u e n s i
pemberitaan terbanyak adalah pada bulan Februari, yaitu sebanyak 300 berita
dari total 685 berita 44. Hal ini terjadi karena maraknya pemberitaan terkait
dengan diangkatnya kembali kasus pernikahan seorang pemuka agama di
Jawa Tengah dengan seorang gadis di bawah umur.
2. Perhatian terhadap isu hak asasi perempuan dan kesetaraan
gender bervariasi. Tiga isu utama yang
diliput oleh media massa yang dikaji adalah: isu pencatatan pernikahan,
kekerasan dalam rumah tangga, dan partisipasi perempuan di ruang publik.
Tiga isu utama yang paling jarang diliput oleh media adalah: isu perceraian, isu
kepala keluarga, dan poligami. Namun, gambaran sedikit berubah
jika membandingkan fokus pemberitaan antara media cetak nasional dan provinsi
dan televisi. Isu yang paling banyak dilaporkan di koran nasional adalah
“kekerasan dalam rumah tangga”, disusul oleh “pencatatan pernikahan” dan
“kesehatan reproduksi”. Bersama-sama, tiga isu tersebut mencapai hampir 50
dari semua pelaporan. Di tingkat provinsi, isu yang paling kerap diliput adalah
“partisipasi perempuan dalam ranah publik”, “pencatatan pernikahan”, dan
“kesehatan reproduksi”. Tiga persoalan ini melebihi 50 pemberitaan di tingkat
provinsi. Pada pemberitaan televisi, isu “pencatatan pernikahan” mendapat
perhatian paling tinggi, disusul oleh “kekerasan dalam rumah tangga” dan
“kekerasan seksual”. Di media televisi, fokus pada tiga isu tersebut mencapai
86 dari pemberitaan yang terkait.