Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah di Posyandu Kemiri Muka

(1)

USIA PRASEKOLAH DI POSYANDU KEMIRI MUKA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)

Oleh:

Nurul Chairini

109104000023

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nurul Chairini

Tempat Tanggal Lahir : Depok, 04 November 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Status Pernikahan : Belum Menikah

Agama : Islam

Alamat : JL. Margonda Raya, rt 05/ rw 01 no. 35. Kel. Kemiri Muka, Kec. Beji, Kota Depok 16423 Telp / HP : (021) 7755416 / 085781705701

Email : chairininurul@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Sukagalih 1 (1997-2003)

2. SMP Negeri Megamendung 2003-2004) 3. SMP Negeri 242 Jakarta (2004-2006)

4. SMA Negeri 97 Jakarta (2006-2009)

Riwayat Organisasi :

1. PRAMUKA (1999-2005)

2. OSIS SMPN 242 Jakarta (2004-2005)

3. MADING ROHIS SMAN 97 Jakarta (2007-2008)

4. KIR SMAN 97 Jakarta (2007-2009)


(7)

vii

1. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In Globalization Era” Tahun 2009

2. Seminar Umum “Hilangnya Ayat dalam Undang-Undang Anti Rokok

pada Tahun 2009

3. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010

4. Workshop Nasional “Uji Kompetensi Keperawatan” Tahun 2012

5. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012


(8)

viii PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Oktober 2013

Nurul Chairini, NIM : 109104000023

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu

dengan Anak Usia Prasekolah di Posyandu Kemiri Muka xvii+94 halaman+8 lampiran

ABSTRAK

Di Indonesia, kasus kekerasan anak semakin marak terjadi, di Depok sendiri kasus kekerasan anak meningkat setiap tahunnya (YKAI, 2012). Fenomena tersebut merupakan salah satu dampak dari stres pengasuhan. Pengasuhan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendukung perkembangan anak. Stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orangtua dalam interaksi orangtua-anak terhadap kemampuan orangtua dalam memenuhi tuntutan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah di Posyandu Kemiri Muka. Faktor tersebut yaitu, jenis kelamin anak, jumlah anak, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan dukungan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional dengan tekhnik pengambilan sampel

accidental sampling. Jumlah responden yang diteliti adalah 52 orang. Instrument penelitian yang digunakan adalah kuesioner demografik, kuesioner parenting stress index,dan kuesioner dukungan sosial.

Hasil penelitian ini menunjukkan 61.5% responden mengalami stres pengasuhan ringan, 26.9% mengalami stres pengasuhan sedang dan 11.5% mengalami stres pengasuhan tinggi. Adapun faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah yaitu jumlah anak (p=0.002,r=0.418), pendapatan (p=0.001, r= -0.443) dan dukungan sosial (p=0.000, r= -0.791). Sedangkan faktor yang tidak berhubungan yaitu jenis kelamin anak (p=0.0832), pekerjaan (p=0.484), dan pendidikan (p=0.360). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan perawat dapat melakukan deteksi awal stres pengasuhan pada ibu sehingga dapat merencanakan penanganan yang tepat.

Kata kunci : Stres Pengasuhan, Ibu, Prasekolah Bahan bacaan : 49 (1997-2013)


(9)

ix Undergraduate Thesis , October 2013 Nurul Chairini , NIM : 109104000023

Factors Associated with Parenting Stress in Mothers with Preschooler in Posyandu Kemiri Muka

xvii+94 pages+8 appendix

ABSTRACT

In Indonesia , child abuse cases often happens (YKAI, 2012). In Depok, child abuse cases increases every year. This phenomenon is one of the effects of parenting stress. Parenting is a series of activities undertaken to support the child's development. Parenting stress arises due to a mismatch between perceived demands of parents in parent-child interaction to the parents' ability to meet these demands.

This study aims to determine the factors related to parenting stress in mothers with preschool children in Posyandu Kemiri Muka. The factors are sex of the child , number of children , occupation , education , income and social support. This research is quantitative research with cross sectional design with accidental sampling technique sampling . Number of respondents surveyed was 52. Research instrument used was a demographic questionnaire, parenting stress index questionnaire, and social support questionnaire .

The results showed 61.5 % of respondents experienced mild parenting stress, parenting stress 26.9 % had moderate and 11.5 % had high parenting stress. The factors significantly related to parenting stress of mothers with preschool -aged children is the number of children (p = 0.002 , r = 0.418) , income (p = 0.001 , r = -0443) and social support (p = 0.000 , r = -0791) . While the factors that are not related to the child's gender (p = 0.0832) , occupation (p = 0.484) , and education (p = 0.360) . Based on the results of these studies are expected nurses can perform early detection of maternal parenting im oreder to make an appropriate treatment. Keywords : Parenting Stress, Mothers , Preschool


(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Pengasuhan Pada Ibu Dengan Anak Prasekolah Di Posyandu Kemiri Muka”.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.

Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

xi

selama membimbing peneliti dan banyak sekali memberikan masukan dan pengetahuan pada peneliti.

4. Ibu Ns. Kustati Budi Lestari, S.Kep, M.Kep selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan motivasi selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan dan pengetahuan pada peneliti.

5. Segenap Kader Posyandu Kemiri Muka yang telah membantu dalam pengumpulan informasi serta data yang dibutuhkan oleh peneliti.

6. Ibunda Budi Astuti serta ayahanda Kurnia Yazir selaku orantua peneliti yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.

7. Adik dan Kakak peneliti yang selalu memberikan motivasi kepada peneliti serta membantu peneliti dalam mempersiapkan perlengkapan penelitian yang peneliti gunakan.

8. Land-J ( Nurqom, Fifo, Sandra, Eryn, Tami, Novia, Nining) yang senantiasa memberikan support dan bantuan selama peneliti menyusun skripsi ini.

9. Seluruh teman-teman angkatan PSIK 2009 yang memberikan makna kebersamaan, dan motivasi kepada peneliti selama masa studi.

Peneliti sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang


(12)

xii

peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, Oktober 2013


(13)

xiii

HALAMAN DEPAN ... i

LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Pengasuhan ... 13

B. Stres ... 15

C. Stres Pengasuhan ... 19

D. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah ... 29

E. Parenting Stress Index ... 36

F. Penelitian Terkait ... 38

G. Kerangka Teori... 40

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 41

A. Kerangka Konsep ... 41

B. Hipotesis Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional... 43

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 45

A. Rancangan Penelitian ... 45

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 46

D. Instrumen Penelitian... 48

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 52

F. Metode Pengumpulan Data ... 56

G. Pengolahan Data... 57


(14)

xiv

I. Etika Penelitian ... 59

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 61

B. Karakteristik Responden ... 62

C. Hasil Analisa Univariat ... 63

D. Hasil Analisa Bivariat ... 68

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat ... 74

B. Analisa Bivariat ... 82

C. Keterbatasan Penelitian ... 90

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan ... 92

B. Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xv

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 43

Tabel 4.1 Indikator kuesioner dukungan sosial ... 51

Tabel 4.2 Indikator kuesioner Parenting Stress Index ... 52

Tabel 5.1 distribusi usia responden ... 62

Tabel 5.2 distribusi agama responden ... 63

Tabel 5.3 distribusi pekerjaan responden ... 63

Tabel 5.4 distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin anak .... 64

Tabel 5.5 distribsi frekuensi responden berdasarkan jumlah anak ... 65

Tabel 5.6 distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan... 65

Tabel 5.7 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ... 66

Tabel 5.8 distribusi frekuensi responden berdasarkan pendapatan ... 66

Tabel 5.9 distribusi responden berdasarkan dukungan sosial ... 67

Tabel 5.10 distribusi responden berdasarkan dukungan sosial ... 68

Tabel 5.11 Hubungan antara Jenis Kelamin Anak dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 69

Tabel 5.12 Hubungan antara Jumlah Anak dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 69

Tabel 5.13 Hubungan antara Pekerjaan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 70

Tabel 5.14 Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 71

Tabel 5.15 Hubungan antara Pendapatan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 71

Tabel 5.16 Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah ... 72


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ...39 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...40


(17)

xvii Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Kuesioner Demografik

Lampiran 3 Kuesioner Dukungan Suami Lampiran 4 Kuesioner Stres Pengasuhan Lampiran 5 Hasil Uji Validitas

Lampiran 6 Hasil Penelitian

Lampiran 7 Surat Izin Uji Validitas Lampiran 8 Surat Izin Penelitian


(18)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Anak merupakan individu yang bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, anak membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan dalam upaya belajar mandiri (Supartini, 2004). Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap anak berbeda beda, setiap anak memiliki keunikan tersendiri dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Permasalahan yang harus dihadapipun berbeda beda, antara lain masalah fisik seperti penyakit tertentu yang diderita oleh anak, gangguan perkembangan bahasa, gangguan perkembangan emosi dan persepsi, serta gangguan perkembangan sensorik motorik. Pada proses pertumbuhan dan perkembangan ini, anak sangat membutuhkan bantuan dan dukungan orang tua (Brooks, 2011).

Keluarga merupakan kelompok pertama yang membangun perkembangan psikologis dan sosial anak. Anak membutuhkan kehangatan, kasih sayang serta respon positif penerimaan dari orang tuanya. Kurangnya pemenuhan ini akan mempengaruhi stabilitas sosio-emosional mereka. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan positif orang tua berhubungan dengan pengembangan sosial, emosional, dan intelektual anak (Santrock, 2005).

Merawat atau mengasuh anak dapat memberi banyak kepuasan sekaligus menimbulkan banyak tantangan (Rudolf, 2006). Untuk beberapa orang dewasa, menjadi orang tua merupakan penghargaan sekaligus tantangan, yaitu


(19)

ketika mereka menjadi orang tua, maka akan menghadapi tuntutan terkait dengan peran pengasuhan yang menempatkan mereka pada resiko untuk mengalami stres (Helkenn, 2007). Deater dan Deckard (2004) menyebutkan bahwa tuntutan tersebut berkisar pada tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar anak yang diperlukan untuk bertahan hidup, dan kasih sayang. Stres yang timbul merupakan tuntutan dari peranan orang tua serta hubungan interpersonal.

Faktor–faktor yang mempengaruhi pengasuhan menurut Wong (2009) antara lain usia orang tua, keterlibatan orang tua, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, stress orang tua serta hubungan suami istri. Adanya pengertian yang baik dari orang tua akan mendorong anak untuk meningkatkan kepercayaan dirinya serta adanya perasaan dihargai oleh orang tuanya, hal ini akan meningkatkan motivasi anak untuk mengahadapi kesulitan yang dialaminya. Bila orang tua tidak mampu menghadapi kesulitan tersebut maka dapat menimbulkan stres pada orang tua. Stres yang dialami orang tua akan akan mempengaruhi orang tua dalam menjalankan peran pengasuhannya terutama dalam kaitannya dengan strategi koping terhadap masalah yang dihadapi anak (Supartini, 2002).

Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau di luar batas kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir, 2011). Stres psikologis merupakan hubungan antara manusia dan lingkungan yang dinilai oleh seseorang karena dianggap memiliki tuntutan yang berat atau melebihi kemampuannya dan membahayakan kesejahteraan. Dengan demikian, dapat


(20)

3

disimpulkan bahwa stres adalah suatu ketegangan yang muncul apabila seseorang mengalami tuntutan dari suatu peristiwa atau kejadian yang dapat mengancam keselamatannya.

Stres pengasuhan akan menimbulkan beban bagi pengasuh. Stres pengasuhan dapat mengubah sikap pengasuh terhadap anak, sehingga akan mempengaruhi perilaku pengasuhannya, perilaku tersebut mulai dari pengasuhan yang baik, pengabaian bahkan perilaku kasar (Gunarsa, 2004). Abidin (1992) dalam Walker (2000) mengungkapkan bahwa terdapat 3 domain utama yang menyebabkan stress pengasuhan, yaitu karakteristik anak, karakteristik orang tua dan situasi demografik stress kehidupan. Karakteristik anak mencakup kemampuan anak dalam beradaptasi, level hiperaktivitas, permintaan anak (tuntuan terhadap orang tua), temper tantrum. Karakteristik orang tua mencakup level depresi, sentuhan / sikap kepada anak, ketrampilan dalam mengasuh anak (termasuk pengetahuan orang tua). Sedangkan stres lingkungan kehidupan mencakup pergantian pekerjaan, pernikahan dan perceraian, serta anggota keluarga (mencakup dukungan keluarga dan kematian anggota keluarga). Walker (2000) menyebutkan karakteristik keluarga lainnya yang mempengaruhi stres pengasuhan seperti usia orang tua, jumlah anak di rumah, lama pernikahan, serta dukungan sosial.

Sebagian orang tua menganggap anak pada usia prasekolah sebagai usia yang seringkali mengundang masalah. Pada anak prasekolah masalah yang umunya sering terjadi adalah masalah perilaku yang dianggap lebih menyulitkan daripada perawatan fisik (Hurlock, 2012). Hal ini disebabkan


(21)

pada usia ini anak sedang berada dalam proses pengembangan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan (Brooks, 2005).

Menurut Hurlock (2012) para ahli psikologi memberikan beberapa istilah pada anak usia prasekolah, yaitu usia menjelajah dimana anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, atau sering disebut juga dengan usia bertanya. Usia meniru, yaitu pada tahap ini anak seringkali meniru pembicaraan dan tindakan orang lain. Sehingga pada tahap ini orang tua dituntut untuk memenuhi segala keingintahuan anak dan menjadi role model

yang baik untuk anak. Namun, ketika orang tua tidak dapat memenuhi keinginan anak, dan anak meniru tidakan atau pembicaraan yang tidak sesuai dengan harapan orang tua, dapat menyebabkan stressor pada orang tua karena tidak berhasil memenuhi tuntutan perannya sebagai orang tua. Pada masa ini anak seringkali terlihat bandel, keras kepala, tidak menurut, melawan, dan seringkali marah tanpa alasan.

Masalah lain yang dihadapi oleh orang tua adalah ketika anak mengalami suatu gangguan. Gangguan yang sering muncul pada anak usia prasekolah antara lain gangguan makan, gangguan perilaku, gangguan enuresis, gangguan bicara, serta gangguan tidur (Depkes, 2006). Selain itu, pada usia ini merupakan masa kritis (masa penting). Pada masa ini merupakan pondasi kehidupan anak, jika asupan gizi yang diperoleh buruk, maka kemungkinan besar anak akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya atau pertumbuhan dan perkembangannya tidak maksimal.

Karakteristik orang tua juga dapat menjadi stressor dalam pemenuhan tuntutan perannya sebagai orang tua. Stressor tersebut antara lain ketrampilan


(22)

5

orang tua dalam mengasuh anak. Ketrampilan orang tua dalam mengasuh anak meliputi ketrampilan dalam memenuhi asupan nutrisi yang seimbang, perawatan ketika anak sakit dan sebagainya. Ketrampilan pengasuhan merupakan pengetahuan wajib bagi orang tua sebagai tuntutan dan membantu orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak serta mengatasi pemasalahan yang terjadi selama proses pengetahuan (Wijayanti & Nuryana, 2008). Ketika orang tua tidak dapat melakukan pengasuhan dengan baik, maka dapat memunculkan perasaan bersalah pada orang tua terhadap anaknya, dimana hal ini dapat menjadi stresor pada orang tua dalam proses pengasuhan.

Faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan selain karakteristik anak dan orang tua, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stres pengasuhan antara lain status sosial ekonomi dan stres kehidupan, serta dukungan sosial. Helkenn (2007) berpendapat bahwa anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki resiko tinggi terhadap masalah kesehatan. Ketika anak mengalami sakit, hendak masuk sekolah, akan menjadi masalah bagi orang tua yang memiliki penghasilan rendah. Dukungan sosial juga akan mempengaruhi respon individu terhadap stresor yang dihadapi. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Yi (2007) yang mengungkapkan bahwa orangtua yang menerima dukungan sosial tinggi mengalami stres pengasuhan yang lebih rendah daripada orangtua yang mendapatkan dukungan sosial rendah. Dukungan sosial merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggota keluarga, dan pemberi layanan kesehatan yang membantu individu ketika masalah muncul (Videback, 2008).


(23)

Stres pengasuhan dalam mengasuh anak menimbulkan kesulitan tersendiri bagi orang tua, khususnya pada ibu (Gunarsa, 2006). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres pengasuhan lebih sering dialami oleh ibu dibandingkan oleh ayah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Shin (2006) di Kanada, yang meneliti 106 ibu dan 93 ayah dengan anak berusian tiga sampai enam tahun menunjukkan bahwa ibu mengalami stres yang lebih besar dibandingkan dengan stres yang dialami oleh ayah.

Stres pengasuhan yang dialami ibu akan berpengaruh terhadap tanggung jawab orang tua dalam merawat anaknya, karena stres pengasuhan akan menghambat pekerjaan yang dilakukan sehari hari dan dapat menyebabkan permasalahan pada pertumbuhan dan perkembangan anak (Pratiwi, 2007). Orang tua yang merasa letih karena mengadapi kebutuhan keluarga yang tidak ada habisnya, terutama yang berkaitan dengan anak dapat kehilangan antusiasme mereka dalam mengasuh anak (Brooks, 2008). Hal ini menyebabkan ibu dapat menggunakan ancaman, memperlakukan anak dengan kata – kata kasar, menanamkan kedisiplinan pada diri anak dengan melakukan tindak kekerasan pada anak.

Stres pengasuhan pada orang tua juga dapat menimbulkan berbagai masalah lainnya, Ahern (2004) melakukan studi yang menunjukkan adanya hubungan stres pengasuhan dengan potensi penganiayaan anak dengan berbagai variasi yang ekstrim dalam perilaku pengasuhan. Komnas Perlindungan anak (2013) menyatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir, yaitu 2010 sampai 2012 terjadi kasus kekerasan pada anak sebanyak 21 juta kasus . Menurut YKAI (2012) jumlah kasus kekerasan pada anak meningkat setiap


(24)

7

tahunnya, hal inilah yang menyebabkann Indonesia menempati urutan tertinggi di Asia Pasifik dalam hal kekerasan pada anak.

Depok, merupakan salah satu kota dengan angka kekerasan yang cukup tinggi. Tercatat 567 kejadian dari total 2600 kejadian kekerasan anak di Jabodetabek terjadi di Depok. Menurut Komnas Perlindungan Anak (2013) saat ini, Depok menempati urutan kedua setelah sebelumnya berada di urutan keempat untuk kejadian kekerasan anak di Jabodetabek. Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (2010) 70 persen pelaku kekerasan terhadap anak adalah perempuan, meliputi ibu kandung, ibu tiri maupun guru.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 5 orang ibu dengan anak usia prasekolah menggunakan kuesioner Parening Stress Index diperoleh hasil 3 orang ibu dengan tingkat stres pengasuhan sedang, satu orang ibu dengan tingkat stres pengasuhan ringan, dan satu orang ibu dengan tingkat stres pengasuhan tinggi. Dari hasil wawancara dengan kelima ibu tersebut, tiga orang ibu mengatakan bahwa lebih repot mengurus lebih dari satu anak dibandingkan hanya mengurus satu anak saja. Dua orang ibu yang bekerja sebagai pedagang di rumahnya mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mengasuh, karena dapat mengasuh anak sambil berdagang. Namun, pada seorang ibu yang bekerja sebagai karyawan, mengaku seringkali tidak tenang meninggalkan anaknya saat bekerja.

Kelima ibu mengaku seringkali mengalami kesulitan ketika menghadapi anaknya. Mereka menyebutkan anaknya seringkali sulit dinasihati, beberapa ibu menyebutkan bahwa anak mereka kerapkali menyebutkan kata – kata tidak sopan seperti yang mereka lihat di televisi. Dari kelima ibu yang


(25)

diwawancarai, mengungkapkan bahwa anak mereka seringkali sulit diatur, terutama ketika menginginkan sesuatu, sementara orangtua tidak bisa memenuhi keinginan tersebut, anak biasanya menangis, berteriak dan bahkan ada yang berguling guling di lantai. Dua orang ibu menyebutkan bahwa ketika anak mereka merengek – rengek dan menangis, mereka hanya mendiamkan anaknya hingga anak berhenti menangis. Tiga orang ibu lainnya mengaku merasa kesal dengan tingkah laku anaknya, dan mereka akan memarahi anaknya, jika anaknya masih tidak mau menurut, terkadang ibu mencubit lengan atau kaki anaknya.

Oleh karena itu, dalam menghadapi stres pengasuhan yang dialami oleh orangtua, perawat dapat berperan sebagai educator. Perawat dapat mengajarkan kepada orang tua tentang proses tumbuh kembang anak dan permasalahan yang seringkali ditemukan pada proses tumbuh kembang anak serta strategi–strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, perawat juga dapat mengajarkan kepada orang tua mengenai tekhnik manajemen stres, sehingga orangtua yang mengalami stres pengasuhan dapat mengatasi hal tersebut sehingga tidak akan berdampak negatif pada anak.

Dari pemaparan di atas, peneliti merasa perlu untuk dilakukannya penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah.

B.Rumusan Masalah

Ibu memiliki respon tertentu dalam mengasuh anak usia prasekolah. Masalah yang dialamipun berbeda beda, tergantung pada karakteristik anak,


(26)

9

orang tua, dan lingkungan yang dapat menjadi stressor bagi orang tua dalam menjalankan perannya. Masalah tersebut menimbulkan berbagai tuntutan pada orang tua, terutama ibu ketika menjalankan perannya dalam mengasuh anak. Apabila tuntutan – tuntutan tersebut tidak dapat dipenuhi dapat memicu stres pada ibu dalam mengasuh anaknya, yaitu stress pengasuhan. Oleh karena itu peneliti merasa perlu dilakukannya penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah

C.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah?

2. Bagaimana gambaran data demografik (jenis kelamin anak, jumlah anak yang diasuh, pendapatan perbulan, pendidikan, pekerjaan) ibu dengan anak prasekolah ?

3. Bagaimana gambaran dukungan sosial terhadap ibu dengan anak usia prasekolah?

4. Bagaimana hubungan jenis kelamin anak usia prasekolah terhadap stres pengasuhan ibu?

5. Bagaimana hubungan jumlah anak yang dirawat oleh ibu di rumah terhadap stress pengasuhan ibu ?

6. Bagaimana hubungan pendapatan perbulan terhadap stres pengasuhan ibu? 7. Bagaimana hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu? 8. Bagaimana hubungan pekerjaan ibu terhadap stress pengasuhan ibu? 9. Bagaimana hubungan dukungan sosial terhadap stress pengasuhan ibu?


(27)

D.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan stres pengasuhan pada ibu dengan anak usia prasekolah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi gambaran stres pengasuhan pada orang tua dengan anak anak usia prasekolah

b. Mengidentifikasi gambaran data demografik (jenis kelamin anak, jumlah anak yang diasuh, pemdapatan perbulan, pendidikan , dan pekerjaan) ibu dengan anak usia prasekolah

c. Mengidentifikasi gambaran dukungan sosial pada ibu dengan anak usia prasekolah

d. Menganalisis hubungan jenis kelamin anak terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

e. Menganalisis hubungan jumlah anak yang diasuh terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

f. Menganalisis hubungan pendapatan perbulan terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

g. Menganalisis hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

h. Menganalisis hubungan pekerjaan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

i. Menganalisis hubungan dukungan sosial terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah.


(28)

11

E.Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Membantu masyarakat dalam upaya membina orang tua yang mempunyai anak prasekolah untuk meminimalisasi terjadinya stres pengasuhan dan dampak yang ditimbulkannya

2. Bagi institusi pendidikan

Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya sebagai konsep dasar keperawatan anak mengenai tumbuh kembang anak dan konsep dasar keperawatan jiwa. Diharapkan dapat menjadi dasar perkembangan kurikulum pembelajaran ilmu keperawatan anak dan ilmu keperawatan jiwa.

3. Bagi Keperawatan

Memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep asuhan keperawatan mengenai stres khususnya dalam pengembangan instrument pengkajian stres pengasuhan. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan dasar intervensi yang dapat dilakukan terhadap orang tua yang mengalami stres pengasuhan. 4. Bagi peneliti

Menjadi referensi penelitian sejenis dan menjadi rujukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di keperawatan anak dan keperawatan jiwa.

F.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian mengenai “Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Stres Pengasuhan pada Ibu dengan Anak Usia Prasekolah” ini menggunakan


(29)

populasi Ibu dengan anak usia prasekolah di Posyandu Kemiri Muka Rw 01 Kelurahan Kemiri Muka, Kecamatan Beji, Depok.


(30)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengasuhan

1. Definisi

Brooks (2011) mendefinisikan orang tua sebagai individu yang membantu semua masalah pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu memenuhi kebutuhan nutrisi / memberi makan, melindungi, dan memandu masalah kehidupan dalam perkembangannya. Menjadi orang tua berarti menjadi semakin dewasa, siap bertanggung jawab serta tidak mementingkan diri sendiri. Pengasuhan atau parenting merupakan sebuah proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan kemampuan anak dan dilakukan dengan didasarkan oleh kasih sayang dan tanpa pamrih (Lestari, 2010).

Pola pengasuhan pada anak sangat bergantung pada nilai-nilai yang dimiliki oleh keluarga. Dalam budaya timur, peran pengasuhan atau perawatan ini lebih banyak didominasi oleh ibu (Supartini, 2004). Brooks (2011) menjelaskan bahwa orang tua bertanggung jawab untuk melindungi dan memberi pengasuhan pada anak, namun pengasuhan bukan hanya mengarahkan anak dari kecil hingga dewasa, namun pengasuhan adalah proses aksi dan interaksi antara orang tua dan anak, proses dimana masing-masing saling mengubah satu sama lain.


(31)

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengasuhan

Wong (2009) menjabarkan beberapa faktor yang mempengaruhi pengasuhan, antara lain :

a. Usia orangtua

Apabila terlalu muda atau terlalu tua, mungkin tidak dapat menjalankan oeran pengasuhan secara optimal, karena untuk menjalankan peran pengasuhan yang optimal, diperlukan kekuatan fisik dan psikis yang matang.

b. Keterlibatan ayah

Kedekatan hubungan ibu dengan anak sama pentingnya dengan kedekatan hubungan ayah dengan anak, meskipun secara kodrati akan ada perbedaannya, namun tidak mengurangi makna pentingnya hubungan tersebut.

c. Pendidikan orangtua

Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam melakukan perawatan anak akan mempengaruhi kesiapan mereka dalam menjalankan peran pengasuhan.

d. Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak

Orangtua yang teah memilki pengalaman merawat anak sebelumnya umumnya akan lebih rileks dan lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan.

e. Stres orang tua

Stres yang dialami oleh orangtua akan berpengaruh pada kemampuan orangtua menjalankan peran pengasuhan, terutama


(32)

15

terkait strategi koping yang digunakan dalam mengatasi permasalahan anak. Namun, kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orangtua, misalnya anak dengan temperamen sulit atau anak dengan masalah perkembangan.

f. Hubungan suami istri

Hubungan suami-istri yang kurang harmonis dapat memberikan dampak buruk pada kemampuan orangtua dalam menjalankan peran pengasuhan. Hubungan suami istri yang harmonis akan semakin mendukung orangtua dalam menjalankan perannya dalam mengasuh anak, karena suami dan istri dapat saling memberikan dukungan satu sama lain.

3. Peran ibu

Ibu seringkali disebut sebagai jantung keluarga. Istilah ini menggambarkan kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral dalam keluarga. Pentingnya seorang ibu dapat dilihat terutama sejak kelahiran anak pertamanya (Gunarsa, 2004). Peranan ibu antara lain sebagai seorang istri dan ibu dari anak – anaknya yang bertugas mengurus rumah tangga, pengasuh bagi anak – anaknya, sebagai anggota masyarakat dan lingkungan, serta ibu juga berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga (Efendi & Makhfudli, 2009)

B.Stres

1. Definisi Stres

Istilah stres mengacu pada kondisi tubuh yang menjadi tegang saat berusaha menyesuaikan diri dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari


(33)

yang sulit. Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu kondisi sebagai beban atau di luar kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nasir & Muhith, 2010).

National Safety Council (2004) mendefinisikan stres sebagai ketidakmampuan untuk mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia , yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa stres merupakan ketegangan yang dialami manusia sebagai respon terhadap tuntutan – tuntan yang dihadapi.

2. Jenis Stres

National Safety Council (2004) membagi stres ke dalam 2 jenis stress, yaitu stress baik dan buruk. Suatu stress dianggap baik atau buruk tergantung pada respon seseorang terhadap stressor, dan cara seseorang memaknai stressor yang dialami.

a. Stress yang baik / eustress adalah sesuatu yang positif, yaitu apabila seseorang berusaha memenuhi tuntutan yang dihadapinya agar orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu yang baik (Nasir & Muhith 2011). Bisa dikatan stress positif nilai setiap kejadian yang dialami dihadapi dengan berpikiran positif, serta stimulus yang masuk dijadikan sebagai pelajaran berharga dan mendorong seseorang agar bersikap baik, dimana sikap tersebut dapat membawa mafaat, dan memberikan motivasi.


(34)

17

b. Stress yang buruk / distress adalah stress yang bersifat negatif. Diperoleh dari proses dimana seseorang memaknai sesuatu dengan buruk, dan respon yang digunakan selalu negative dan diartikan sebagai sebuah ancaman (Nasir & Muhith, 2011). Stres buruk adalah stres yang membuat anda menjadi cemas, marah, tegang merasa bersalah ataupun merasa kewalahan menghadapi stressor yang dihadapi.

3. Sumber Stres

Sumber stres yang yang biasa terjadi dalam kehidupan antara lain (Nasir & Muhith, 2010) :

a. Sumber stress dari individu

Hal yang dapat menimbulkan stress dari individu sendiri antara lain penyakit yang diderita, penilaian dari motivasi yang bertentangan, dan ketika seseorang berada dalam suatu kondisi harus menentukan pilihan dan pilihan tersebut sama pentingnya.

b. Sumber stress dalam keluarga

Beberapa hal yang seringkali menjadi stressor dalam keluarga antara lain bertambahnya anak, perceraian, dan adanya anggota keluarga yang sakit. Kelahiran anak dapat menimbulkan stress terkait dengan masalah keuangan, kesehatan, serta ketakutan akan terganggunya hubungan suami istri. Perceraian dapat menghasilkan banak perubahan, yaitu status social, pindah rumah, dan perubahan kondisi keuangan.


(35)

c. Sumber stress dalam komunikasi dan lingkungan

Sumber stress dari lingkungan seringkali diperoleh dari lingkungan pekerjaannya, yaitu beban pekerjaan yang terlalu tinggi. Hubungan sosial dengan lingkungan sekitar, dipengaruhi oleh persepsi inividu, apakah hubungan tersebut dapat member dampak positif atau negative. Jika interaksi sosial dianggap sebagai hubungan yang ngeatif, maka hal ini dapat menjadi stressor pada orangtua.

4. Mekanisme Koping

Untuk mengurangi stres, tidak peduli seberapa besar atau kecil masalah tersebut, diperlukan stretegi koping. Koping yang efektif merupakan suatu proses mental untuk menghadapi tuntutan yang dianggap sebagai tantangan terhadap sifat pada diri seseorang (National Safety Council, 2004).

Strategi koping yang efektif harus memiliki empat komponen pokok (National Safety Council, 2004) :

a. Peningkatan kesadaran terhadap masalah, yaitu focus objektif dan perspektif yang jelas terhadap situasi yang sedang berlangsung.

b. Pengolahan informasi, yaitu meliputi pengumpulan informasi dan pengkajian sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah.

c. Perubahan perilaku, yaitu tindakan yang dipilih secara sadar, dilakukan dengan sikap yang positif sehingga dapat meringankan atau menghilangkan stressor


(36)

19

C.Stres Pengasuhan

1. Definisi

Stress pengasuhan atau parenting stress diartikan sebagai serangkaian proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntunan peran sebagai orang tua (Deater & Deckard, 2004). Abidin (1992) dalam Ahern (2004) mendefinisikan parenting stress

sebagai perasaan cemas dan tegang yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan dengan peran orang tua dan interaksi orang tua dengan anak. Lebih lanjut, Yi (2002) menjelaskan bahwa stres pengasuhan adalah seperangkat proses yang menyebabkan reaksi psikologis berupa permusuhan yang timbul dari upaya untuk beradaptasi dengan permintaan dari anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stres pengasuhan merupakan ketegangan yang timbul dalam proses pengasuhan akibat tuntutan peran sebagai orang tua.

Stres pengasuhan seringkali dikarakteristikkan sebagai sesuatu yang kompleks, yang merupakan kombinasi penilaian dari orang tua, anak dan keluarga (Abidin, 1992 dalam Mc Kelvey dkk 2008). Pianta & Egeland (2000) dalam Ahern (2004) menemukan bahwa tingginya stress pada orang tua berhubungan dengan gaya pengasuhan yang kurang kooperatif, kurang sensitive, dan lebih intrusive. Sedangkan Supartini (2004) mengungkapkan bahwa stress yang dialami oleh orang tua akan berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam menjalankan perannya sebagai orang tua.


(37)

Stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang dirasakan orang tua dan kemampuan orang tua dalam memenuhi tuntutan tersebut dan dapat didefinisikan sebagai respon psikologis negative yang dikaitkan dengan diri sendiri dan anak yang dinilai oleh orang tua masing-masing (Williford, 2006). Sesuai dengan model stres pengasuhan Abidin (1992) dalam (Ahern, 2004) yang mengatakan bahwa stres pengasuhan mendorong kearah tidak berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, serta menjelaskan ketidaksesuaian respon orangtua dalam menghadapi konflik dengan anak – anak mereka.

2. Faktor – faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan

Martin dan Colbert (1997) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi stres pengasuhan, diantaranya :

a. Karakteristik orang tua 1) Kepribadian

Ketika menjadi orang tua, mereka akan membawa sifat – sifat pribadi dan melakukan pengasuhan sesuai dengan kepribadian mereka.

2) Developmental history

Transmisi antar generasi gaya pengasuhan dapat terjadi baik sebagai akibat dari belajar langsung, atau karena hubungan awal orang tua mempengaruhi perkembangan social dan emosional orang tua. Umumnya orangtua akan mendidik anaknya seperti cara mereka dididik saat kecil.


(38)

21

3) Belief

Orang tua membawa ide – ide mereka tentang bagaimana anak berkembang, dan belajar dalam proses pengasuhan. Pengembangan ini mungkin termasuk jadwal, ide tentang kepentingan relative dari faktor keturunan, dan lungkungan, harapan tentang hubungan orang tua – anak, serta pemikiran tentang apakah mereka merupakan orang tua yang baik atau buruk. Kepercayaan ini akan mempengaruhi nilai-nilai orang tua dan perilaku dalam pengasuhan.

4) Pengetahuan

Orang tua memperoleh pengetahuan dari buku, orang dewasa lainnya, majalah, dan sumber lainnya. Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa orang dewasa dengan pengalaman merawat anak mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi, dan lebih baik dalam pemecahan masalah yang terjadi dalam hubungan orang tua – anak.

b. Karakteristik anak 1) Temperamen

Seorang anak yang pendiam dan penurut serta mudah beradaptasi akan mendapat pengasuhan yang berbeda dari anak yang rewel dan kaku.

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin akan mempengaruhi proses menjadi orang tua, karena orang tua dan masyarakat memilki harapan yang berbeda untuk anak laki – laki dan perempuan.


(39)

3) Kemampuan

Kemampuan anak dapat membuat perbedaan dalam bagaimana orang tua berinteraksi dengan anak – anak. Hal ini terkait dengan kemampuan kognitif, motorik halus dan motorik kasar, emosi, serta kemampuan anak dalam bersosialisasi.

4) Usia

Usia anak merupakan faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses pengasuhan karena mempengaruhi tugas membesarkan anak dan harapan orang tua. Perkembangan fisik, intelektual, dan social anaknya menentukan tingkat kemandirian dan kemampuan untuk berkomunikasi dan sejauh mana anak dipengaruhi oleh orang – orang disektitarnya.

c. Karakteristik demografik 1) Social - budaya

Perkembangan orang tua dan anak dipengaruhi oleh konteks yang meliputi hubungan dengan orang lain, aturan dan nilai – nilai budaya. Hal ini mengacu pada nilai – nilai budaya dan adat istiadat yang mempengaruhi orang tua dalam melakukan pengasuhan. 2) Status social – ekonomi

Status social ekonomi yang dilihat dari pekerjaan, pendapatan, dan pendidikan orang tua. Hal ini mempengaruhi proses pengasuhan yang disebabkan oleh sikap keuangan dan berbagai pengasuhan. Walker (2000) menjelaskan bahwa orang tua dengan status ekonomi rendah mengalami parenting stress lebih tinggi secara signifikan.


(40)

23

3) Struktur keluarga

Ukuran keluarga, usia, jarak anak – anak dalam keluarga, jumlah orang tua di rumah dan urusan kelahiran anak – anak menggambarkan apa yang dikenal sebagai sebuah keluarga. Sebagai contoh, perlakuan orang tua terhadap anak sulung dan anak bungsu berbeda, begitu pula harapan orang tua pada anak sulung dan anak bungsu yang juga berbeda.

4) Dukungan sosial

Jika orang tua merasa dirinya sendirian dalam menyandang tanggung jawab pengasuhan, maka ia akan merasakan stress yang dialaminya semakin besar (Gunarsa, 2006). Dukungan sosial merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggoa keluarga, bahkan pemberi pelayanan kesehatan yang membantu individu ketika suatu masalah muncul (Videback, 2008). Dukungan sosial dapat membuat individu merasa nyaman, tenteram, dan lega sehingga mengurangi perasaan tertekan (Taylor, 2003).

Jenis dukungan sosial menurut Bunk (2000) dalam Taylor (2009), dukungan sosial dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

a) Dukungan emosional, yaitu perhatian emosional yang diekspresikan melalui rasa suka, cinta atau empati

b) Dukungan instrumental, yaitu dukungan yang diberikan dengan cara menyediakan barang atau jasa selama masa stres

c) Dukungan informatif, yaitu dukungan yang diberikan berupa pemberian informasi tentang situasi yang menekan


(41)

d) Dukungan penghargaan, yaitu dukungan yang diberikan berupa persetujuan, atau pujian atas gagasan atau perilaku

Ada beberapa alasan dukungan social dapat mempengaruhi pengasuhan, pertama, ketika orang tua dapat berbagi pikiran dan perasaan tentang pengasuhan dan masalah kehidupan lainnya dengan orang lain, mereka cenderung merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. Kedua, peran jaringan social menawarkan dukungan seperti bantuan perawatan anak dan saran tentang pengasuhan. Ketiga, teman dan keluarga berfungsi sebagai model pengasuhan.

5) Marital relations/hubungan pernikahan

Kualitas hubungan pernikahan akan mempengaruhi kesejahteraan emosional dari orang tua. Salah satu pasangan dapat saling memberi saran tentang pengasuhan dan berbagi peran dalam pengasuhan anak.

Sedangkan Hidangmayun (2010) menjabarkan stres pengasuhan yang terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orangtua sebagai berikut : a. Karakteristik anak

1) Jenis kelamin

Terdapat perbedaan tingkat stres pengasuhan anatara ibu dengan yang memiliki anak laki – laki dengan ibu yang memiliki anak perempuan. Ibu yang memiliki anak laki – laki cenderung menunjukkan tingkat stres pengasuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak perempuan. stres


(42)

25

pengasuhan ini terkait dengan masalah perilaku anak (Kwon, 2007 dalam Hidangmayun, 2010). Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wullfaert (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin anak dengan stres pengasuhan.

2) Kebiasaan anak

Kebiasaan anak menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi parenting stres, yaitu terkait dengan perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan orangtua. Parenting Stress Index Long Form yang digunakan untuk mengkaji stres pengasuhan pada orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, menemukan skor yang tinggi pada domain anak. Skor tinggi tersebut ditemukan ketika anak memiliki karakteristik tertentu yang membuuat orangtua mengalami kesulitan dalam menjalankan perannya sebagai pengasuh (Gupta, 2007 dalam Hidangmayun, 2010).

3) Usia anak

Stres yang dialami oleh orangtua dihubungkan dengan usia anak dapat dikaitkan dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Umumnya anak dengan usia muda cenderung lebih sulit untuk menyesuaikan dirinya dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Namun, erdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh usia anak terhadap kejadian stres pengasuhan pada orangtua. Mash dan Johnston melaporkan bahwa anak dengan usia muda dianggap lebih menegangkan bagi orangtua dibandingkan dengan anak yang


(43)

lebih tua. Namun, Wulffaert (2009) melaporkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan stres keluarga. b. Karakteristik orang tua

Para peneliti menemukan bahwa stres pengasuhan berperan penting dalam kekerasan dalam keluarga. Kekerasan fisik dalam keluarga lebih banyak ditemukan pada orang tua dengan penghasilan rendah, ibu muda dengan pendidikan rendah, dan juga sering ditemukan pada keluarga dengan riwayat kekerasan saat anak – anak serta pada pengguna alcohol dan obat – obatan.

Karakeristik orang tua tersebut antara lain : 1) Usia orangtua

Orang tua engan usia yang masih muda dianggap belum matang atau belum dewasa untuk melakukan pengasuhan, semtara usia orangtua yang telah lanjut, dianggap akan mengalami kesulitan dalam perawatan anak terkait dengan kondisi fisik yang melemah. 2) Pendidikan orangtua

Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan.

3) Pekerjaan orangtua

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forgays pada tahun 2001, Ibu yang bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja, namun dari jenis pekerjaan yang dilakukan ibu tidak terdapat perbedaan stres


(44)

27

pengasuhan yang signifikan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya.

4) Penghasilan

Data demografi yang secara konsisten menunjukkan pengalaman stres pada ayah adalah pendapatan keluarga. Ayah dengan pendapatan keluarga tinggi menunjukkan level stres yang rendah. Itu mengindikasikan bahwa mereka merasa peran meraka sebagai orang tua tidak dibatasi, menganggap dirinya sebagai orangtua yang kompeten (McBride, 1991 dalam Hidangmayun, 2010). Kelemahan ekonomi juga mempengaruhi sejauh mana orangtua mengalami stres pengasuhan. Merawat anak dalam konteks kemiskinan atau kekurangan materi sangatlah sulit, yaitu dapat meningkatkan stres jika orangtua tidak dapat memberikan makanan, pakaian, pengobatan yang adekuat, serta tempat tinggal yang menetap dan aman.

5) Temperamen

Temperamen merupakan reaksi emosional, status perasaan, serta atribut energi seseorang. Beberapa penelitian menunjukkan terdapat interaksi yang signifikan antara intoleransi orangtua dan status kekerasan oleh orangtua (Hidangmayun, 2010)

6) Dukungan sosial

Elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah saling ketergantungan (interdependence), suatu hubungan interpersonal dimana dua orang secara konsisten mempengaruhi kehidupan satu sama lain, memusatkan pikiran dan emosi mereka terhadap satu


(45)

sama lain, dan secara teratur terlibat dalam aktivitas bersama sebisa mungkin (Fehr, 1999 dalam Baron & Byrne, 2005). Beberapa penelitian menyebutkan tentang pentingnya melihat variabel dukungan sosial terkait dengan pengalam stres pengasuhan yang dialami oleh orangtua.

3. Dampak Stres Pengasuhan

Pengasuhan mempengaruhi kemampuan sosial, emosional dan akademik anak. Stres pengasuhan dikaitkan dengan aspek – aspek negatif dari fungsi dan peran orangtua di dalam keluarga, baik keluarga yang memiliki anak cacat maupun keluarga yang tidak memiliki anak cacat. Peningkatan persepsi terhadap stres yang berhubungan dengan anak dan pengasuhan mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan anak (Crasey & Jarvis, 1994 dalam Walker, 2000).

Selain berpengaruh negatif pada perkembangan anak, beberapa penelitian menunjukkan hubungan stres pengasuhan terhadap kekerasan pada anak. Perilaku kasar dan pontesial perilaku kekerasan pada anak seringkali dihubungkan dengan stres pengasuhan. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan Rodriguez dan Murphy pada tahun 1997, dengan menggunakan sampel penelitan orangtua yang berpenghasilan rendah. Hasil penelitian ini mengindikasikan hubungan yang signifikan antara skor stres orangtua pada domain anak dan orang tua dalam PSI dan skornya dalam Child Abuse Potential Inventory (CAPI) (Walker, 2000).


(46)

29

D.Konsep pertumbuhan dan perkembangan anak prasekolah

Pertumbuhan merujuk pada peningkatan ukuran tubuh, sedangkan perkembangan merujuk pada peningkatan kemampuan atau fungsi.

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik pada masa awal kanak – kanak ( prasekolah ) menurut Hurlock ( 2012 ) :

a.Tinggi

Pertambahan tinggi badan setiap tahunnya rata – rata 3 inchi. Pada usia 6 tahun tinggi rata – rata anak 46,8 inci.

b.Berat

Pertambahan berat badan setiap tahunnya rata – rata tiga sampai lima pon. Pada usia 6 tahun berat badan anak kurang lebih tujuh kali berat badan waktu lahir.

c. Perbandingan tubuh

Wajah kecil, namun dagu tampak lebih jelas dan leher lebih memanjang disbanding saat bayi. Gumpalan pada bagia – bagian tubuh berangsung berkurang dan tubuh cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang rata, dada yang lebih bidang dan rata, dan bahu yang lebih luas dan lebih persegi. Lengan dan kaki lebih panjang dan lebih lurus, tangan dan kaki tumbuh lebih besar.

d.Tulang dan otot

Otot menjadi lebih besar, lebih kuat, dan lebih berat, sehingga anak tampak lebih kurus meskipun beratnya bertambah.


(47)

e. Gigi

Selama empat sampai enam bulan pertama masa awal kanak – kanak, 4 gigi bayi yang terakhir( geraham belakang ) muncul. Selama setengah tahun terakhir masa ini gigi bayi mulai digantikan oleh gigi tetap.

2. Perkembangan kognitif

Teori perkembangan kognitif Piaget menyatakan bahwa setiap organism hidup dilahirkan dengan dua kecenderungan fundamental, yaitu kecenderungan adaptasi dan organisasi (Monks et al, 2006).

Kecenderungan adaptasi mempunyai dua komponen, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah lingkungan guna menyesuaikan dengan dirinya sendiri. Akomodasi yaitu kecenderungan organisme untuk mengubah dirinya guna menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Kecenderungan organisasi, dapat digambarkan sebagai kecenderungan bawaan setiap organisme untuk mengitergrasi proses – proses sendiri menjadi system – system yang koheren ( Monks et al, 2006)

Pada usia anak prasekolah, memasuki stadium perkembangan praoperasional, yang dimulai dengan penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolis, imitasi serta bayangan dalam mental (Monks et al, 2006). Berpikir pada tahap praoperasional masih sangat egosentris anak belum mampu ( secara persepsual, emosional-motivational, dan konsepsual) untuk mengambil perspekstif orang lain.

Cara berpikir pada tahap ini sangat memusat, bila ia dihadapkan pada situasi multidimensional, maka ia akan memusatkan perhatiannya hanya


(48)

31

pada satu dimensi saja dan akhirnya mengabaikan dimensi lainnya (Monks, 2006). Anak prasekolah masih kurang mampu melakukan operasi, istilah piaget untuk tindakan yang terinternalisasi, yang memungkinkan anak melakukan secara mental tindakan / hal yang sebelumnya hanya dapat dilakukan secara fisik. (Santrock, 2005).

3. Perkembangan emosi

Emosi yang umum pada awal masa kanak kanak (Hurlock, 2012) a. Amarah

Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai permainan, dan tidak tercapainya suatu keinginan. Anak mengungkapkan rasa marah dengan menangis, berteriak, menggertak, menendang, atau bahkan memukul.

Amarah pada anak sering dikaitkan denga temper tantrum. Tantrum dideskripsikan sebagai perilaku marah, menangis, dan melukai fisik. Tantrum merupakan bagian dari perkembangan yang normal dan dialami oleh setiap anak, hanya saja untuk alasan yang berbeda dan pada usia yang berbeda. Umumnya tantrum dimulai saat anak memasuki masa toddler dan akan berakhir pada usia prasekolah. b. Takut

Pembiasaan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkan sangat berperan dalam menimbulkan rasa takut. Pada awalnya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panic, lalu menjadi lebih khusus seperti menangis, dan bersembungi menghindari situasi yang menakutkan.


(49)

c. Cemburu

Anak mengalami rasa cemburu ketika ia berfikir bahwa perhatian orang tua beralih pada orang lain. Anak pada masa awal kanak – kanak dapat menunjukkan kecemburuannya dengan berpura – pura sakit, atau menjadi nakal. Perilaku – perilaku tersebut bertujuan untuk menarik perhatian.

d. Ingin tahu

Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap hal – hal baru yang dilihatnya, mengenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama yang dilakukan adalah dengan bentuk penjelajahan sensorimotorik, lalu selanjutnya ia akan bereaksi dengan bertanya. e. Iri hati

Anak seringkali iri mengenai kemampuan ataupun barang yang dimiliki orang lain. Hal ini ditunjukkan dengan mengeluhkan barang miliknya sendiri ataupun ungkapan keinginan untuk memiliki barang orang lain.

f. Gembira

Anak – anak mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat – lompat, atau memeluk benda atau orang lain yang membuatnya bahagia.

g. Sedih

Anak merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang dianggap penting bagi dirinya. Anak mengungkapkan kesedihannya dengan menangis dan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya.


(50)

33

h. Kasih sayang

Anak – anak belajar mencintai orang, binatang, atau benda yang menenangkannya. Kasih sayang tersebut diungkapkan dengan menyatakannya secara fisik, dengan memeluk, menepuk, dan mencium objek yang disayanginya.

4. Perkembangan Sosial

Pola perilaku sosial dan tidak sosial pada masa awal kanak – kanak (prasekolah)

a.Pola sosial 1) Meniru

Agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan perilaku orang yang ia kagumi.

2) Persaingan

Keinginan untuk mengalahkan orang lain, hal ini mulai tampak pada usia empat tahun

3) Kerja sama

Pada akhir tahuj ketiga kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat dalam segi frekuensi maupun durasinya.

4) Simpati

Simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain. Umumnya berkembang sebelum usia anak tiga tahun. Semakin banyak anak melakukan kontak sosial, maka simpati akan semakin cepat berkembang.


(51)

5) Empati

Sama dengan simpati, empati membutuhkan pengertian tentang perasaan dan emosi orang lain, selain itu juga membutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri di tempat orang lain. 6) Dukungan sosial

Menjelang berakhirnya masa kanak – kanak, dukungan dari teman – teman menjadi lebih penting daripada persetujuan orang dewasa. 7) Membagi

Dari pengalaman bersama orang lain, anak belajar bahwa salah satu cara memperoleh persetujuan sosial adalah dengan membagi miliknya, tertutama mainan.

b. Pola tidak sosial 1) Negativisme

Negativisme, atau melawan otoritas orang dewasa mencapai puncaknya antara usia tiga dan empat tahun. Perlawanan fisik berubah menjadi perlawanan verbal dengan cara berpura – pura tidak mendengar permintaan orang dewasa.

2) Agresif

Perilaku agresif meningkat antara usia dua dan empat tahun, kemudian menurun. Serangan fisik mulai berganti dengan serangan verbal dalam bentuk menyalahkan orang lain.

3) Perilaku berkuasa

Perilaku ini dimulai ketika usia tiga tahun dan semakin meningkat seiring bertambahnya kesempatan untuk kontak sosial.


(52)

35

4) Memikirkan diri sendiri

Pandangan anak masih terbatas pada rumahnya saja, sehingga anak seringkali mementingkan dirinya sendiri. Dengan meluasnya pandangan, lambat laun perilaku tersebut mulai berkurang an mulai digantikan oleh perilaku murah hati.

5) Mementingkan diri sendiri

Seperti halnya perilaku memikirkan diri sendiri, perilaku mementingkan diri sendiri lambat laun akan digantikan oleh minat dan perhatian kepada orang lain.

6) Merusak

Ledakan amarah seringkali diiringi dengan tindakan merusak benda – benda disekitarnya.

5. Perkembangan Bahasa

Awal masa kanak – kanak umumnya merupakan saat berkembang pesatnya penguasaan tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu manambah kosakata, menguasai pengucapan kata – kata dan menggabungkan kata – kata menjadi kalimat. Pada awalnya pmebicaraan anak – anak bersifat egosentris, yaitu berkisar pada minat, dan miliknya sendiri (Gunarsa & Gunarsa, 2008). Menjelang akhir masa kanak – kanak akan dimulai pembicaraan yang bersifat sosial, yaitu berbicara tentang orang lain selain dirinya sendiri. Awal masa kanak – kanak sering disebut dengan tukang ngobrol, karena anaj dapat berbicara dengan mudah tak putus – putus, namun ada juga anak – anak yang relative pendiam (Hurlock, 2012)


(53)

E. Parenting Stress Index

Instrument yang digunakan untuk mengetahui tingkat stres pengasuhan adalah parenting stress index. Parenting Stress Index (PSI) merupakan alat ukur yang didesain untuk mengetahui level parenting stress yang dialami oleh orang tua yang mempunyai anak berusia satu bulan hingga duabelas tahun (Psychological Assesment Resources ; Healthy Family New York). Abidin mengembangkan kuesioner yang mengukur stres pengasuhan dengan domain orang tua, domain anak dan domain interaksi orangtua-anak. Domain tersebut dikombinasikan agar menjadi alat ukur yang komprehensif, alat ukur multidimensional yang dapat menggambarkan stres pengasuhan (McKelvey, 2008). PSI telah divalidasi oleh beberapa penelitian yang mencakup berbagai jenis sampel, orang tua dengan level status ekonomi dan pendidikan yang beragam, serta pada orang tua yang mempunyai anak dengan level kemampuan yang berbeda (Ahern, 2004).

Ada dua versi PSI yang telah dikembangkan oleh yaitu PSI-full form dan PSI-short form. PSI full form terdiri dari 120 pertanyaan yang terdiri dari tigabelas subskala. Abidin kemudian mengembangkan PSI menjadi PSI short form yang terdiri dari 36 pertanyaan dengan tiga subskala, yaitu domain orang tua, domain anak, serta domain hubungan disfungsional orang tua – anak dimana masing – masing subskala terdiri dari duabelas item pertanyaan (Abidin, 1992 dalam Ahern, 2004).


(54)

37

Domain tersebut adalah :

1. Parent Domain / Parental Distress

Menilai pengalaman orang tua yang dirasakan dalam perannya mengasuh anak. Parental Distress terdiri dari beberapa subskala, yaitu sense of competence, depression, restriction of parent, parental health, social isolation, dan relationship with spouse.

a. Depresi, munculnya perasaan depresi pada orang tua.

b. Restriction of role, pengalaman orang tua dalam peran pengasuhan membatasi kebebasan mereka.

c. Sense of competence, kurangnya pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, dan terbatasnya kemampuan orangtua untuk mengatur anaknya.

d. Social isolation, merasa terisolasi dari keluarga dan dukungan social lainnya.

e. Relationship with spouse, kurangnya dukungan emosional pasangan dalam mengatur anak.

f. Parent health, adanya kemunduran kesehatan pada orangtua

2. Child Domain / Difficult child

Menilai pengalaman orang tua yang memandang anaknya mempermudah atau mempersulit proses pengasuhan, karena merasa anaknya memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan harapan orang tua. Subskala dalam domain ini adalah adaptability, demandingness, mood, dan distracbility / hyperactivity.


(55)

a. Adaptability, mampu atau tidaknya anak untuk beradaptasi dengan perubahan linkungan baik ligkungan fisik maupun social.

b. Demandingness, pengalaman orang tua menempatkan anak sebagai banyak tuntutan pada mereka ( anak ).

c. Mood, kinerja afektif anak menunjukkan bukti ada tidaknya disfungsi. d. Distractibility / hyperactivity, perilaku yang kurang perhatian, seperti

overreaction, gangguan atau perhatian jangka pendek

3. Parent – Child Dysfunction Interaction

Menilai interaksi antara orang tua – anak yang tidak berfungsi dengan baik yang berfokus pada tingkat penguatan anak terhadap orang tua dan tingkat haapan orang tua terhadap anak. Subskala dalam domain ini antara lain

attachment, acceptability, dan reinforces parent.

a. Reinforces parent, anak tidak dianggap sebagai sumber penguatan positif b. Attachment, perasaan kedekatan yang dirasakan orang tua kepada

anaknya

c. Acceptability, menunjukkan ketidaksesuaian antara karakteristik anak baik secara fisik, intelektual, maupun emosional dengan harapan orangtua

F.Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai stres pengasuhan atau

parenting stress antara lain penelitian Imas Indriyani (2008) dengan judul penelitian ”Hubungan Kepuasan Pernikahan Terhadap Parenting Stress : Studi pada ibu dengan anak usia 2-5 tahun. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang significant antara kepuasan pernikahan yang


(56)

39

terdiri dari kepuasan, kesepakatan, kedekatan hubungan, dan ungkapan kasih sayang terhadap ibu yang mamiliki anak usia 2 sampai 5 tahun.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Rodriguez dan Murphy (1997) mengenai “Parenting Stress and Abuse Potential in Mother of Children with

Developmental Disabilities” menunjukkan bahwa ada hubungan yang kuat antara stres pengasuhan dengan potensi kekerasan pada anak, sebagaian stres dihubungkan pada domain orangtua (usia, pekerjaan, status ekonomi, dan lain-lain).


(57)

G. Kerangka Teori

Karakteristik anak : 1. Jenis kelamin 2. Usia

3. Kemampuan dalam melaksanakan tugas perkembangannya serta kemampuan untuk memenuhi tuntutan orangtua

4. Temperamen anak (temper tantrum)

Karakteristik orangtua : 1. Usia

2. Ayah / Ibu 3. Pengetahuan 4. Kepribadian

(temperamen)

5. Nilai dan kepercayaan yang dianut 6. Pengalaman pengasuhan sebelumnya 7. Pekerjaan Karakteristik demografik dalam konteks pengasuhan

1. Sosial / nilai budaya dalam masyarakat 2. Status ekonomi 3. Struktur keluarga

( jumlah anak, status anak) 4. Hubungan

pernikahan 5. Dukungan sosial

Stres Pengasuhan

Dampak stres pengasuhan : 1. Kekerasan pada anak 2. Hambatan dalam tumbuh

kembang anak Gambar 2.1

Diadaptasi dari teori Abidin (1995) dalam Ahern (2004), Martin & Colbert (1997) ,

Hidangmayun (2010) serta Hurlock (2012)

Tumbuh kembang anak : 1. Pertumbuhan Fisik 2. Perkembangan Emosi 3. Perkembangan Kognitif 4. Perkembangan Sosial 5. Perkembangan Bahasa


(58)

41 BAB III

KERANGKA KONSEP

A.Kerangka Penelitian

Dari kerangka konsep di atas, peneliti memfokuskan penelitian terhadap 6 variabel independen yaitu jenis kelamin anak, jumlah anak yang diasuh, pekerjaan ibu, pendidikan ibu serta dukungan sosial. Variabel independen tersebut akan diteliti ada atau tidaknya ubungan yang signifikan terhadap variabel dependen, yaitu stres pengasuhan.

B. Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan jenis kelamin anak terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

2. Ada hubungan jumlah anak yang diasuh terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Jenis kelamin anak

2. Jumlah anak yang

diasuh

3. Pendapatan

4. Pendidikan Ibu

5. Pekerjaan Ibu

6. Dukungan Sosial

Stres Pengasuhan


(59)

3. Ada hubungan pendapatan terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

4. Ada hubungan pekerjaan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah

5. Ada hubungan pendidikan ibu terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah.

6. Ada hubungan dukungan sosial terhadap stres pengasuhan ibu dengan anak usia prasekolah


(60)

43

C. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Stres Pengasuhan Merupakan respon

individu terhadap tuntutan yang dihadapinya selama proses pengasuhan

Kuesioner Kuesioner

parenting stress index

Rendah : <72

Sedang : 72≤ X < 102 Tinggi : ≥102

Ordinal

2. Jenis kelamin anak Kondisi anak dari responden berdasarkan gender

Kuesioner Kuesioner demografik

1.Laki – laki 2.Perempuan

Nominal

3. Jumlah anak Banyaknya anak

(kandung) yang diasuh oleh Ibu

Kuesioner Kuesioner demografik

1. 1 2. 2 3. ≥ 3

Ordinal

4. Pendapatan keluarga

Jumlah penghasilan yang diperoleh keluarga setiap bulan yang disesuaikan dengan UMR

Kuesioner Kuesioner demografik

Kurang dari UMR : < 2.042.000

Lebih dari UMR : > 2.042.000

Ordinal

5. Pekerjaan ibu Jenis kegiatan yang dilakukan oleh responden di luar rumah untuk memperoleh penghasilan

Kuesioner Kuesioner demografik

1.Tidak bekerja 2.Bekerja

Nominal

6. Pendidikan Jenis pendidikan formal yang terkakhir kali diselesaikan oleh responden

Kuesioner Kuesioner demografik

1. Pendidikan dasar (SD, SMP / sederajat)

2. Pendidikan

menengah (SMA / sederajat )

3. Pendidikan tinggi


(61)

(akademi / perguruan tinggi) 7. Dukungan social hubungan atau transaksi

interpersonal yang dapat dipercaya, berupa pemberian informasi, bantuan, penghargaan dan perasaan kasih sayang sehingga individu merasa disayangi, dihargai, dan dibantu.

Kuesioner Kuesioner dukungan sosial

Rendah : < 45 Sedang : 45≤X<63 Tinggi : ≥ 63


(62)

45 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang bersifat objekif, hipotesis, verifiktif dan konfirmitif (Budiarto, 2004). Penelitian dengan desain cross sectional merupakan penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi variable dependen dan independen dalam satu waktu (Hidayat, 2009). Tidak semua subjek dapat diobservasi dalam waktu yang sama, namun baik variabel dependen maupun independen dinilai hanya satu kali saja. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi dari suatu fenomena (variable dependen) yang dihubungkan dengan penyebab (variable independen).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Posyandu Kemiri Muka, Depok. Alasan pemilihan lokasi adalah karena angka kekerasan terhadap anak di Depok meningkat, yaitu 567 kejadian dari total 2600 kejadian kekerasan anak yang terjadi di Jabodetabek. Menurut Komnas Perlindungan Anak (2013) tahun lalu Depok menempati urutan keempat untuk kejadian kekerasan anak, namun saat ini Depok menempati urutan kedua untuk kejadian kekerasan anak di Jabodetabek. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di wilayah kerja Posyandu Kemiri Muka, menunjukan bahwa stres


(63)

pengasuhan pada beberapa ibu berada pada rentang stres pengasuhan ringan sampai tinggi. Penelitian dilakukan pada 4 September 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat. 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu di wilayah Posyandu Kelurahan Kemiri Muka yang mempunyai anak usia prasekolah, yaitu berjumlah 99 orang.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang terjangkau yang akan digunakan sebagai subjek penelitian, yang diperoleh melalui sampling (Nursalam, 2008).

Karakteristik sampel pada penelitian ini adalah orang tua di wilayah kelurahan kemiri muka yang memiliki anak dengan usia prasekolah. Kriteria inklusi :

a. Ibu yang memiliki anak dengan usia prasekolah (3-6 tahun), yang bertempat tinggal di lingkungan Posyandu Kemiri Muka, dan bersedia menjadi responden.

b. Anak yang diasuh oleh Ibu tidak memiliki gangguan kesehatan atau disabillitas.

c. Ibu dengan status pernikahan menikah, dengan status pernikahan pertama.


(64)

47

Kriteria Ekslusi

a. Ibu dengan anak menderita penyakit kronis atau disabilitas.

b. Ibu yang tidak bisa membaca / menulis

c. Ibu yang merawat anak selain anak kandungnya d. Ibu yang memiliki anak usia prasekolah lebih dari 1

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode

accidental sampling, jumlah sampel yang akan digunakan dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

n : jumlah sampel yang dibutuhkan

Z1- /2 : 1,96 (derajat kepercayaan 95% derajat kemaknaan 5%) Z1- : 1,96 (kekuatan uji sebesar 95%)

P₁ : 0,5 (proporsi dari penelitian sebelumnya tidak diketahui, makan proporsi menggunakan 50%)

P2 : (P1-30%)= 0,5-0,3=0,2 P : Q : 1-P = 1-0,35 = 0,65

Q1 : 1-P1 = 1-0,5 = 0,5 Q2 : 1-P2 = 1-0,2 = 0,8

responden

Untuk mengatasi adanya sampel yang drop out, dan sebagai cadangan, maka dilakukan koreksi besar sampel yang dihitung dengan menambahkan


(65)

sejumlah subjek agar besar sampel tetap terpenuhi (Sastroasmoro, 2002). Rumus yang digunakan untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out adalah (Sastroasmoro, 2002) :

⁄ ⁄

Maka sampel minimal yang dibutuhkan adalah 52 sampel.

D. Instrument Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner. Kuesioner merupakan alat ukur dengan bentuk beberapa pertanyaan. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner terbuka (kuesioner tidak berstruktur) yaitu kuesioner yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak atau keadaannya (Azwar, 2010). Selain kuesioner terbuka, peneliti juga menggunakan kuesioner berbentuk checklist atau daftar cek, yaitu suatu daftar yang berisi subjek dan aspek aspek yang akan diamati (Azwar, 2010).

a) Kuesioner demografik

Kuesioner yang berisikan pertanyaan terbuka mengenai data demografi responden yang merupaka bagian dari variabel independen. Adapun pertanyaan yang perlu dilengkapi oleh responden dalam kuesioner demografik antara lain usia, pekerjaan, pendidikan terakhir,


(66)

49

penghasilan, jumlah anak yang diasuh, serta jenis kelamin anak yang berusia 3-6 tahun.

b) Kuesioner dukungan sosial

Kuesioner dukungan sosial merupakan kuesioner yang dibentuk berdasarkan teori-teori dukungan sosial Bunk (2000) dalam Taylor (2009). Skala dukungan sosial disusun berdasarkan jenis – jenis dukungan sosial yang meliputi dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan serta dukungan informatif.

Penilaian pada kuesioner ini menggunakan kategorisasi jenjang (Ordinal). Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompom yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur, contohnya adalah dari rendah ke tinggi. Penilaian kuesioner ini membagi subjek ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi rendah sedang, dengan ketentuan sebagai berikut:

X < (µ-1,0 ) Rendah (µ-1,0 ) ≤ X < (µ+1,0 ) Sedang (µ+1,0 ) ≤ X Tinggi

Kuesioner dukungan sosial sosial terdiri dari 24 item pertanyaan, dimana setiap 6 item mewakili satu dimensi jenis dukungan sosial. Skala yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala likert, dimana setiap item pertanyaan disediakan empat pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sutuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).


(67)

Untuk pertanyaan favorable skor yang diberikan adalah skor 4 untuk jawaban Sangat Setuju (SS), skor 3 untuk jawaban Setuju (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS). Pada pertanyaan unfavorable skor yang diberikan adalah skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), skor 3 untuk jawaban Tidak Setuju (TS), skor 2 untuk jawaban Setuju (S), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Setuju (SS).

Tabel 4.indikator nomor item skala dukungan sosial Jenis dukungan

sosial suami

Favourable Unfavourable Jumlah

Dukungan emosional

1,9,17,18 2,10 6

Dukungan penghargaan

3,11,19 4,12,20 6

Dukungan instrumental

5,13,14,21 6,22 6

Dukungan informative

7,15,23 8,16,24 6

Jumlah 12 12 24

c) Kuesioner stres pengasuhan

Dalam mengukur stres pengasuhan yang dialami ibu, peneliti menggunakan skala stres pengasuhan yang diadaptasi dari parenting stress index short form yang dikembangkan oleh Abidin (1994). Dalam PSI yang digunakan untuk mengukur skala stres pengasuhan terdapat tiga domain, yaitu parent distress, the difficult child serta the


(68)

parent-51

child dysfunctional interaction yang tergabung dalam 36 item pertanyaan.

Penilaian pada kuesioner ini menggunakan kategorisasi jenjang (Ordinal). Penilaian kuesioner ini membagi subjek ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi rendah sedang, dengan ketentuan sebagai berikut

X < (µ-1,0 ) Rendah (µ-1,0 ) ≤ X < (µ+1,0 ) Sedang (µ+1,0 ) ≤ X Tinggi

Skala yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala Likert, dimana setiap item pertanyaan disediakan lima pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sutuju), S (setuju), TY (tidak yakin), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Semua item pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner ini merupaka pernyataan negatif, dan skor yang diberikan adalah skor 4 untuk jawabanSangat Setuju (SS), skor 3 untuk jawaban Setuju (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Setuju (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 4.2 Indikator kuesioner yang dikembangkan dari PSI

Domain Indikator Item

pertanyaan

Jumlah

Parent distress Sense of competence Depression Restriction of parent

Parental health Social isolation

1, 2, 30 5, 6 3, 4 11, 12 7, 8 2 2 2 2 2


(69)

Relationship with spouse

9, 10 2

The difficult child

Adaptability Demandingness Mood

Distactbility / hyperactive 28, 29 24, 25 22, 23 26, 27 2 2 2 2

The parent child dysfunctional interaction Attachment Acceptability Reinforces parent

19, 20, 21 16, 17, 18 13, 14, 15

3 3 3

E. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Hasil Uji Validitas

Untuk mengetahui apakah skala dapat menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurnya, diperlukan proses pengujian validitas (Azwar, 2012). Validitas merupakan suatu indeks untuk mengetahui apakah suatu alat ukur dapat benar – benar digunakan untuk mengukur apa yang ingin diukur (Notoatmodjo, 2006). Untuk menguji apakah insrumen yang digunakan valid atau tidak, peneliti menggunakan korelasi pearson dengan bantuan software uji statistik.

Untuk menentukan validitas masing – masing item kuesioner, dilakukan perbandingan korelasi koefisien (r) dari hasil uji statistik

pearson dengan r tabel. Suatu item dikatakan valid apabila nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0.361 (n=30)


(1)

Expected Count .6 .3 .1 1.0

% within jumlah anak .0% .0% 100.0% 100.0%

Total Count 32 14 6 52

Expected Count 32.0 14.0 6.0 52.0

% within jumlah anak 61.5% 26.9% 11.5% 100.0%

pekerjaan * katpsi Crosstabulation

katpsi

Total rendah sedang tinggi

pekerjaan 1 Count 8 3 2 13

Expected Count 8.0 3.5 1.5 13.0

% within pekerjaan 61.5% 23.1% 15.4% 100.0%

2 Count 24 11 4 39

Expected Count 24.0 10.5 4.5 39.0

% within pekerjaan 61.5% 28.2% 10.3% 100.0%

Total Count 32 14 6 52

Expected Count 32.0 14.0 6.0 52.0

% within pekerjaan 61.5% 26.9% 11.5% 100.0%

pendidikan * katpsi Crosstabulation

katpsi

Total rendah sedang tinggi

pendidikan SD Count 2 1 2 5

Expected Count 3.1 1.3 .6 5.0

% within pendidikan 40.0% 20.0% 40.0% 100.0%

SMP Count 9 4 1 14

Expected Count 8.6 3.8 1.6 14.0

% within pendidikan 64.3% 28.6% 7.1% 100.0%


(2)

Expected Count 16.0 7.0 3.0 26.0

% within pendidikan 65.4% 23.1% 11.5% 100.0%

PT Count 4 3 0 7

Expected Count 4.3 1.9 .8 7.0

% within pendidikan 57.1% 42.9% .0% 100.0%

Total Count 32 14 6 52

Expected Count 32.0 14.0 6.0 52.0

% within pendidikan 61.5% 26.9% 11.5% 100.0%

pendapatan keluarga * katpsi Crosstabulation

katpsi

Total rendah sedang tinggi

pendapatan keluarga <2.042.000 Count 12 6 6 24

Expected Count 14.8 6.5 2.8 24.0

% within pendapatan

keluarga 50.0% 25.0% 25.0% 100.0%

>2.042.000 Count 20 8 0 28

Expected Count 17.2 7.5 3.2 28.0

% within pendapatan

keluarga 71.4% 28.6% .0% 100.0%

Total Count 32 14 6 52

Expected Count 32.0 14.0 6.0 52.0

% within pendapatan

keluarga 61.5% 26.9% 11.5% 100.0%

katds * katpsi Crosstabulation

katpsi

Total rendah sedang tinggi

katds rendah Count 0 6 6 12


(3)

% within katds .0% 50.0% 50.0% 100.0%

sedang Count 28 8 0 36

Expected Count 22.2 9.7 4.2 36.0

% within katds 77.8% 22.2% .0% 100.0%

tinggi Count 4 0 0 4

Expected Count 2.5 1.1 .5 4.0

% within katds 100.0% .0% .0% 100.0%

Total Count 32 14 6 52

Expected Count 32.0 14.0 6.0 52.0

% within katds 61.5% 26.9% 11.5% 100.0%

6.

Analisis Bivariat

Correlations

skor psi jenis kelamin

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 .030

Sig. (2-tailed) . .832

N 52 52

jenis kelamin Correlation Coefficient .030 1.000

Sig. (2-tailed) .832 .


(4)

Correlations

skor psi jumlah anak

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 .418**

Sig. (2-tailed) . .002

N 52 52

jumlah anak Correlation Coefficient .418** 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

skor psi pekerjaan

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 -.099

Sig. (2-tailed) . .484

N 52 52

pekerjaan Correlation Coefficient -.099 1.000

Sig. (2-tailed) .484 .

N 52 52

Correlations

skor psi pendidikan

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 -.130

Sig. (2-tailed) . .360

N 52 52

pendidikan Correlation Coefficient -.130 1.000

Sig. (2-tailed) .360 .


(5)

Correlations

skor psi

pendapatan keluarga

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 -.443**

Sig. (2-tailed) . .001

N 52 52

pendapatan keluarga Correlation Coefficient -.443** 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Correlations

skor psi skor ds

Spearman's rho skor psi Correlation Coefficient 1.000 -.791**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

skor ds Correlation Coefficient -.791** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52


(6)