GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA

(1)

MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Witri Setiatuti 20120340071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN

MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh : Witri Setiatuti 20120340071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN

MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA

Disusun oleh : WITRI SETIATUTI

20120340071

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 23 Maret 2016

Dosen Pembimbing, Dosen Penguji,

drg. Iwan Dewanto, MMR. drg. Sri Utami, MPH. NIK : 19721106200410173070 NIK : 19790612200910173110

Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

drg. Hastoro Pintadi, Sp. Pros. NIK. : 19680212200410173071


(4)

PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Witri Setiatuti NIM : 20120340071

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan ini sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam karya yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis ini hasil jiplakan, maka saya siap menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta,23 Maret 2016

Yang membuat pernyataan,

Witri Setiatuti 20120340071


(5)

Halaman Persembahan

Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan kepada keluarga saya yakni kedua orangtua saya, bapak Dr. H. Dwi Priyono, M.Ed., dan ibu Hj. Een Sumarni, M.Pd.

dan kedua kakak saya drg. Nurlaela Qodariah dan Rizal Nugraha yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat dalam menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini.


(6)

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis padjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA “.

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana kedokteran gigi pada Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa bimbingan, pengarahan, dukungan baik moral maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

2. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. drg. Hastoro Pintadi, Sp.Pros., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. drg. Iwan Dewanto, MMR., selaku dosen pembimbing Karya Tulis Ilmiah yang selalu sabar dalam memberikan memberi petunjuk, bimbingan, dan dorongan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini

5. drg. Sri Utami, MPH., yang telah banyak memberikan petunjuk dan saran-saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.


(7)

7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Seluruh dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

9. Kedua orang tua penulis, ibu Hj. Een Sumarni, M.Pd., dan bapak Dr. H. Dwi Priyono, M.Ed., M.M., yang telah memberikan doa, dukungan baik moral maupun materiil serta semangat yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

10. drg. Nurlaela Qodariah dan Rizal Nugraha selaku kakak penulis yang selalu memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 11. Rinda Dyah dan Pepi Sukma selaku teman seperjuangan KTI yang selalu

membantu dan menyemangati satu sama lain dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

12. Nurakhvi Rizky Ramadhana, Sovia Raras, Putri Andini, Architamora, dan Bella Septri selaku sahabat penulis yang telah membantu memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

13. Semua teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter Gigi UMY angkatan 2012 yang saling menyemangati dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini masih sangat sederhana dan masih banyak terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca.

Yogyakarta,10 Maret 2016 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

ABSTRACT... xi

INTISARI... xii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang... 1

B.Perumusan Masalah... 5

C.Tujuan Penelitian... 5

D.Manfaat Penelitian... 5

E. Keaslian Tulisan... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Telaah Pustaka... 9

1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional... 9

2. Pelayanan Kedokteran Gigi dalam Jaminana Kesehatan Nasional... 12

3. Hambatan Dokter Gigi di Era Jaminan Kesehatan Nasional. 15 4. Puskesmas Kota Yogyakarta... 21

B.Landasan Teori... 22

C.Kerangka Konsep... 25

D.Pertanyaan Penelitian... 26

BAB III. METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian... 27

B.Populasi dan Sampel Penelitian... 27

C.Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

D.Variabel Penelitian... 28

E.Definisi Operasional ... 29

F.Instrume Penelitian... 30

G.Alur Penelitian... 35

H.Uji Validitas dan Reliabilitas... 37

I. Analisis Data... 41

J. Etik Penelitian... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil... 43

1. Gambaran Karateristik Responden... 43

2. Gambaran Distribusi Frekuensi Persepsi Hambatan Dokter Gigi ... 45


(9)

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem JKN... 52 B.Pembahasan... 57 1. Deskripsi Karateristik Responden Penelitian... 57 2. Gambaran Hambatan Dokter Gigi dalam Memberikan

Pelayanan Kedokteran Gigi di Era JKN... 58 3. Hambatan dengan Nilai Tertinggi Bagi Dokter Gigi dalam

Memberikan Pelayanan di Era JKN... 66 4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Mengenai Sistem

JKN... 68 5. Kesesuaian Persepsi Hambatan Dokter Gigi dengan Tingkat

Pengetahuan Dokter Gigi Mengenai Sistem JKN... 71 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 73 B. Saran... 74 Daftar Pustaka


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penilaian Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 31 Tabel 2. Penilaian Kategori Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 32 Tabel 3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 39 Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Tentang Sistem JKN... 40 Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi... 41 Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi

Tentang Sistem JKN... 41 Tabel 7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Besaran Kapitasi... 45 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Favorable).. 46 Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Sarana Kesehatan Gigi (Unfavorable)... 46 Tabel 10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Paket Manfaat (Favorable)... 47 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Paket Manfaat (Unfavorable)... 48 Tabel 12. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan

Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Beban Kerja... 49 Tabel 13.

Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Kontrol Mengenai Pemahaman Responden Tentang Managed Care... 50 Tabel 14. Persepsi Hambatan Dokter Gigi Berdasarkan 4 Variabel Hambatan... 51 Tabel 15. Distribusi Frekuensi Penilaian Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan

Komponen Paradigma Sehat... 52 Tabel 16. Distribusi Frekuensi Penilaian Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan

Komponen Manajemen Kapitasi... 53 Tabel 17. Distribusi Frekuensi Penilaian Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan

Komponen Paket Manfaat... 54 Tabel 18. Distribusi Frekuensi Penilaian Pengetahuan Dokter Gigi Berdasarkan

Komponen Sistem Rujukan ... 56 Tabel 19. Kategori Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem JKN... 57


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka konsep...25

Gambar 2. Kerangka penelitian...37

Gambar 3. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin...43

Gambar 4. Karateristik responden berdasarkan kelompok usia...44


(12)

(13)

(14)

insurance provided by the government in Indonesia. One of the service that is included in JKN is oral health service. According to some news in mass media and previous research, several problems are encountered during this JKN era. The aim of this study was to overview the obstacles that faced by dentists as providers in giving oral health care in Yogyakarta’s primary health center in JKN era.

Method:This research was an observasional descriptive study with cross-sectional design. There were 24 dentists as subjects for this research who works in primary health center Yogyakarta city. This research was conducted on August until September 2015 in several primary health centers in Yogyakarta city. Two questionnaires were used as instruments in this research. The first questionnaires was about perception of the dentist’s obstacle and the second was about dentist’s knowledge of JKN system. The datas were analyzed by descriptive statistic method with frequency and mean distribution.

Result: Most of the subjects in this research were women (88%), aged 36-45 years old (38%), and worked at the primary health center with non-hospitalized service (79%). Dentist’s obstacles as a providers in JKN in the Yogyakarta’s primary health center were capitation fund (87,5%), oral health’s utility (29%), the benefit package (54%) and dentist’s workloads (46%). The level of dentist’s knowledge about JKN system was mostly good (88%) and moderate (12%).

Conclusion: Obstacles faced the dentist that has the highest value in the JKN era in the Yogyakarta’s primary health center is capitation fund. The dentist’s knowledge about the JKN system in the primary health center at Yogyakarta’s city is good.


(15)

program yang memberikan jaminan berupa perlindungan kesehatan . Pelayanan kedokteran gigi merupakan salah satu pelayanan yang dijamin oleh JKN. Berdasarkan hasil observasi pada beberapa berita di media massa dan beberapa penelitian sebelumnya ditemukan beberapa permasalahan yang terdapat di JKN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era JKN di puskesmas kota Yogyakarta.

Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah 24 dokter gigi yang bekerja di puskesmas kota Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan di seluruh puskesmas kota Yogyakarta pada bulan Agustus-September 2015. Instrumen yang digunakan adalah 2 kuesioner yakni kuesioner persepsi hambatan dokter gigi dan kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif berupa distribusi frekuensi dan distribusi rata-rata.

Hasil:Responden pada penelitian ini sebagian besar adalah perempuan (88%), usia 36-45 tahun (38%) dan bekerja di puskesmas non rawat inap (79%). Hambatan dokter gigi sebagai provider di era JKN adalah besaran kapitasi (87,5%), sarana kesehatan gigi (29%), paket manfaat (54%) dan beban kerja (46%). Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN adalah baik (88%) dan cukup (12%).

Kesimpulan:Hambatan dokter gigi dengan nilai tertinggi di era JKN adalah besaran kapitasi. Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN di puskesmas kota Yogyakarta adalah baik.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar bagi setiap manusia. Pemerintah wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang baik bagi setiap warga negaranya (Yustina, 2015). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

Menurut pandangan islam, negara memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Hal tersebut sejalan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari yaitu : “imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya” (H.R. Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar). Pemerintah selaku pemimpin atas sebuah negara memiliki tanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya salah satunya adalah dengan menjamin kesehatan rakyatnya (Erma, 2014).

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik bagi seluruh warga Indonesia (Kemenkes, 2013). Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013, jaminan kesehatan


(17)

merupakan jaminan perlindungan kesehatan yang ditujukan agar peserta memperoleh manfaat kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program jaminan kesehatan nasional yang telah dimulai sejak 1 januari 2014 ini memiliki manfaat perlindungan kesehatan melalui pelayanan kesehatan perorangan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diberikan.

Dewanto dan Lestari (2014) menyebutkan bahwa pelayanan kedokteran gigi merupakan salah satu pelayanan yang dijamin oleh jaminan kesehatan nasional. Pola pembiayaan yang digunakan dokter gigi selama ini adalah sistem out of pocket yaitu paradigma yang digunakan masih paradigma sakit yakni semakin banyak orang sakit maka semakit meningkat pula pendapatan yang diterima oleh dokter gigi. Sistem pembiayaan yang digunakan pada sistem JKN ialah sistem kapitasi sehingga paradigma sakit tersebut berubah menjadi paradigma sehat. Perubahan ini tentunya akan menjadi tantangan bagi dokter gigi untuk meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan terutama pada upaya promotif dan preventif.

Siregar (2015) menyebutkan bahwa pelaksanaan JKN yang sudah berjalan selama 1,5 tahun tersebut menimbulkan sejumlah permasalahan. Khariza (2015) menyebutkan bahwa sarana kesehatan merupakan salah satu permasalahan yang timbul pada pelaksanaan JKN. Permasalahan mengenai


(18)

sarana kesehatan dapat terlihat dari masih adanya pelayanan puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia JKN belum memadai. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yandrizal dan Suryani (2014) yang menunjukkan ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama belum merata serta pelayanan yang diberikan kurang optimal dikarenakan sarana dan prasarana yang terbatas. Hal serupa juga diungkapkan oleh Geswar, dkk. (2014) bahwa sarana dan prasarana baik pada fasilitas pelayanan tingkat pertama maupun tingkat lanjutan belum memadai dikarenakan alat kesehatan yang masih kurang.

Permasalahan selanjutnya ialah mengenai besaraan kapitasi seperti yang disebutkan oleh Widiyani (2014) bahwa tarif pelayanan dokter gigi yang sebesar Rp.2000,- dinilai masih terlalu kecil. Tarif tersebut hanya dapat untuk memenuhi biaya kebutuhan praktik untuk terus berjalan, namun untuk mutu yang diberikan, masih dipertanyakan. Anisa (2014) juga menyebutkan tarif kapitasi pada puskesmas yang sebesar Rp.6000,- dinilai masih terlalu rendah. Biaya tersebut memang tidak begitu memberatkan bagi peserta JKN, namun bagi fasilitas pelayanan kesehatan, biaya tersebut dinilai masih terlalu kecil dan belum dapat menutup biaya pelayanan kesehatan masyarakat.

Permasalahan lainnya pada pelaksanaan jaminan kesehatan nasional khususnya pada bidang kedokteran gigi adalah permasalahan pada paket pelayanan. Permasalahan pada paket manfaat adalah belum adanya kejelasan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengenai ketentuan-ketentuan yang terdapat pada paket manfaat pada fasilitas kesehatan


(19)

tingkat pertama. Permasalahan lainnya yang timbul adalah belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan dijamin pembiayaannya oleh BPJS (Dewanto dan Lestari, 2014).

Despitasari (2014) menyebutkan permasalahan lain yang timbul pada pelaksanaan jaminan kesehatan nasional yaitu masih banyaknya tenaga kesehatan yang masih belum memahami mekanisme dan prosedur dari JKN sehingga peserta JKN sering dibuat kebingungan atau bahkan dirugikan serta beban kerja tenaga medis yang meningkat semenjak adanya JKN. Beberapa tenaga medis di puskesmas mengeluhkan peningkatan jumlah pasien di era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis tersebut, padahal sistem pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas tidak memperhitungkan variabel beban kerja setiap tenaga medis.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu wilayah urban atau perkotaan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta (2012) kontur geografis kota Yogyakarta pada umumnya adalah daerah yang relatif datar sehingga memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi serta memiliki intensitas sosial ekonomi lebih maju dan berkembang dari daerah yang lain. Kepadatan penduduk yang lebih tinggi menimbulkan kebutuhan akan pelayanan kesehatan semakin meningkat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2016) menyebutkan bahwa terdapat 18 puskesmas yang berada di 14 kecamatan di kota Yogyakarta. Puskesmas di kota Yogyakarta yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat


(20)

inap adalah sebanyak tiga puskesmas. Survey prapenelitian menunjukkan bahwa terdapat 28 dokter gigi umum dan 2 dokter gigi spesialis yang bekerja di puskesmas kota Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan, yaitu: bagaimanakah gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui jenis hambatan dokter gigi dengan nilai tertinggi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta

b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta mengenai sistem jaminan kesehatan nasional.


(21)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi puskesmas

Memberikan informasi bagi puskesmas terkait mengenai hambatan-hambatan yang dihadapi oleh dokter gigi di era jaminan kesehatan nasional. 2. Bagi dokter gigi

Sebagai bahan evaluasi dokter gigi terkait hambatan-hambatan yang di hadapi di era jaminan kesehatan nasional.

3. Bagi ilmu pengetahuan

Memberikan sumbangan terhadap pengayaan referensi mengenai jaminan kesehatan nasional.

4. Bagi peneliti

Menambah ilmu pengetahuan serta pemahaman mengenai jaminan kesehatan nasional.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Penelitian Geswar, dkk. (2014) yang berjudul Kesiapan Stakeholder dalam Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Gowa. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Geswar, dkk. maupun penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian mengenai sistem jaminan kesehatan nasional. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian yang


(22)

dilakukan oleh Geswar, dkk. bertujuan untuk meneliti kesiapan stakeholder dalam program jaminan kesehatan nasional di kabupaten Gowa dengan menggunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era jaminan kesehatan nasional di puskesmas kota Yogyakarta menggunakan metode observasional deskriptif dengan pengumpulan data menggunakan metode kuantitatif.

2. Penelitian Khariza (2015) yang berjudul Program Jaminan Kesehatan Nasional : Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Khariza dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian mengenai sistem jaminan kesehatan nasional. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Khariza bertujuan untutk mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi program jaminan kesehatan nasional di rumah sakit jiwa Menur, Surabaya, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era jaminan kesehatan nasional di puskesmas kota Yogyakarta menggunakan metode observasional deskriptif dengan pengumpulan data menggunakan metode kuantitatif.


(23)

3. Penelitian Yandrizal dan Suryani (2014) yang berjudul Analisis Peran Pemerintah Daerah terhadap Ketersediaan Fasilitas Kesehatan pada Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Provinsi Bengkulu. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Yandrizal dan Suryani dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian mengenai sistem jaminan kesehatan nasional. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Yandrizal dan Suryani bertujuan untuk mengetahui peran pemerintah daerah terhadap ketersediaan fasilitas kesehatan pada pelaksanaan jaminan kesehatan nasional dengan menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi sebagai provider dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut era jaminan kesehatan nasional di puskesmas kota Yogyakarta menggunakan metode observasional deskriptif dengan pengumpulan data menggunakan metode kuantitatif.


(24)

A. Telaah Pustaka

1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional a. Definisi jaminan kesehatan nasional

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 71 Tahun 2013 jaminan kesehatan nasional merupakan jaminan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Menurut Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (2006) jaminan kesehatan adalah sebuah sistem yang memungkinkan seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal yang menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup lain. Menurut International Labour Office (2014) universal health coverage atau jaminan kesehatan nasional merupakan sebuah program yang ditujukan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada seluruh masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan tanpa memandang status sosioekonomi.


(25)

b. Pelayanan dalam sistem jaminan kesehatan nasional

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) terdapat dua jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta jaminan kesehatan nasional. Pelayanan tersebut berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) dan ambulans (manfaat non medis).

c. Prosedur pelayanan

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 Prosedur pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional ialah pertama peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama tempat peserta terdaftar. Prosedur selanjutnya ialah apabila peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan.

d. Sistem pembiayaan

Sistem pembiayaan yang digunakan Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk membayar kepada fasilitas kesehatan adalah dengan sistem kapitasi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (primer), serta sistem paket INA CBG’s untuk fasilitas kesehatan tingkat kedua (sekunder) (Kemenkes, 2013).

1) Sistem pembiayaan kapitasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 59 Tahun 2014 tentang standar tarif jaminan kesehatan nasional menyatakan bahwa tarif kapitasi adalah besaran pembayaran perbulan


(26)

yang dibayar di muka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Jumlah besaran kapitasi yang diberikan ialah berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Standar tarif kapitasi pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah Rp. 3000,- (tiga ribu rupiah) sampai Rp. 6000,- (enam ribu rupiah) seperti pada puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara. Pada rumah sakit kelas D pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas pelayanan kesehatan yang setara mendapatkan tarif kapitasi sebesar Rp. 8000,- (delapan ribu rupiah) sampai Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dan pada praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp. 2000,- (dua ribu rupiah).

Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2014 menyebutkan bahwa besaran kapitasi di puskesmas yang terdapat dokter gigi adalah sebesar Rp.6000,-. Penetapan jasa pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 adalah sekurang-kurangnya 60% dari alokasi dana kapitasi dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional kesehatan. Pembagian jasa pelayanan kesehatan dan non kesehatan ditetapkan dengan berdasarkan pertimbangan variabel ketenagaan dan variabel kehadiran.


(27)

2) Sistem pembiayaan berdasarkan INA CBG’s.

Menurut Permenkes Nomor 59 Tahun 2014 tarif Indonesian - Case Based Groups atau disebut tarif INA-CBG’s adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Besaran pemabayaran klaim pada paket INA-CBGs diberikan berdasarkan paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

2. Pelayanan Kedokteran Gigi dalam Jaminan Kesehatan Nasional a. Pengertian pelayanan kedokteran gigi di JKN

Dewanto dan Lestari (2014) menyatakan bahwa pelayanan kedokteran gigi di dalam sistem jaminan kesehatan nasional terletak pada strata pelayanan primer dan strata pelayanan sekunder. Menurut BPJS Kesehatan (2014a) pelayanan kedokteran gigi pertama (primer) adalah suatu pelayanan kesehatan dasar paripurna dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut setiap individu dalam keluarga binaannya. Contoh dari pelayanan kedokteran gigi primer adalah dokter gigi umum, sedangkan pelayanan kedokteran gigi tingkat lanjutan (sekunder) merupakan pelayanan kedokteran gigi yang merupakan rujukan dari pelayanan kedokteran gigi primer, contohnya ialah dokter gigi spesialis.

b. Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer

Menurut BPJS Kesehatan (2014a) prinsip-prinsip pelayanan kedokteran gigi primer yaitu :


(28)

1) Kontak pertama ( first contact )

Dokter gigi sebagai pemberi pelayanan yang pertama kali ditemui oleh pasien dalam masalah gigi dan mulut. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1415 (2005) bahwa dokter gigi primer sebagai kontak pertama dapat berfungsi sebagai penapis rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan.

2) Layanan bersifat pribadi ( personal care )

Adanya hubungan baik antara dokter gigi dengan pasien dan keluarganya. Prinsip ini dapat memberikan kesempatan bagi dokter gigi keluarga untuk memahami masalah pasien secara lebih luas. 3) Pelayanan paripurna ( comprehensive )

Dokter gigi memberikan pelayanan menyeluruh dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) sesuai kebutuhan pasien. Prinsip ini dapat membantu dokter gigi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada paradigma sehat.

4) Paradigma sehat

Dokter gigi mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam hal kesehatan. Prinsip ini juga menekankan agar pasien dapat menjaga kesehatan mereka sendiri.


(29)

5) Pelayanan berkesinambungan ( continous care )

Prinsip tersebut merupakan prinsip yang melandasi hubungan jangka panjang antara dokter gigi dan pasien dengan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Prinsip tersebut dapat menjadikan pelayanan yang berkesinambungan bagi dokter gigi dan pasien dalam beberapa tahap kehidupan pasien.

6) Koordinasi dan kolaborasi

Dokter gigi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu berkonsultasi dengan disiplin lain. Dokter gigi juga perlu untuk merujuk ke spesialis, dan memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien dalam rangka upaya mengatasi masalah pasien.

7) Family and community oriented

Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama mempertimbangkan kondisi pasien terhadap keluarga. Pertimbangan tersebut juga tidak boleh mengesampingkan pengaruh lingkungan sosial dan budaya setempat terhadap kesehatan pasien.

c. Cakupan pelayanan kedokteran gigi primer di jaminan kesehatan nasional

Dewanto dan Lestari (2014) mengatakan bahwa tindakan kedokteran gigi yang termasuk dalam paket manfaat pada pelayanan kedokteran gigi primer di jaminan kesehatan nasional ialah :

1) Konsultasi


(30)

3) Pencabutan gigi permanen

4) Tumpatan dengan resin komposit (tumpatan sinar) 5) Tumpatan dengan semen ionomer kaca

6) Pulp capping (proteksi pulpa) 7) Kegawatdaruratan oro-dental

8) Scalling (pembersihan karang gigi) yang dibatasi satu kali per tahun `

9) Premedikasi/pemberian obat

10) Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan tersendiri).

3. Hambatan Dokter Gigi di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Muninjaya (2004) menyebutkan bahwa suatu hambatan atau kelemahan sebuah program dapat dikategorikan kedalam 2 kategori, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Hambatan eksternal adalah hambatan yang berasal dari luar organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat berasal dari alam yakni iklim ataupun kondisi geografis, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, serta sikap dan budaya masyarakat yang tidak kondusif.

Hambatan internal merupakan hambatan yang berasal dari dalam organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat berasal dari keterbatasan sumber daya manusia, dana yang dibutuhkan kurang memadai, sarana dan prasarana yang minim, pengetahuan dan keterampilan yang kurang serta arus informasi yang sangat lamban.


(31)

Besaran kapitasi merupakan salah satu hambatan internal yang terdapat pada sistem JKN seperti yang disebutkan oleh Widiyani (2014) bahwa tarif kapitasi bagi pelayanan dokter gigi di era JKN masih dinilai rendah. Khariza (2015) menyebutkan bahwa hambatan internal lainnya pada sistem JKN yakni sarana kesehatan yang masih belum memadai. Hambatan internal lainnya di era JKN seperti yang disebutkan oleh Dewanto dan Lestari (2014) adalah belum adanya kejelasan pada paket manfaat. Despitasari (2014) juga menyebutkan bahwa hambatan dokter gigi di era JKN dapat berasal dari peningkatan jumlah pasien di era JKN dan kurangnya pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN.

a. Besaran kapitasi

Grumbach, dkk. (1998 cit. Hendartini, 2008) menyebutkan bahwa pembayaran kapitasi dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan sistem kapitasi menunjukkan sebagian dokter mengalami tekanan akibat adanya pembatasan pengobatan dalam sistem pelayanan terkendali dan hal ini akan berpengaruh pada pengobatan pasien yang kurang optimal dan dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien.

Sakunphanit (2015) juga menyebutkan bahwa sistem kapitasi merupakan strategi sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang, namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan dapat membatasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan yang membutuhkan biaya yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian


(32)

yang dilakukan oleh Januraga, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa sistem kapitasi tidak lebih baik dari sistem pembiayaan fee for service dalam hal menjaga mutu dan standar pelayanan kesehatan sehingga ditakutkan dapat mengurangi tingkat kepuasan masyarakat.

b. Sarana kesehatan gigi

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001) sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Khariza (2015) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang ada pada jaminan kesehatan nasional yakni pelayanan kesehatan pada puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia layanan kesehatan di JKN belum memadai, serta masih banyaknya fasilitas kesehatan yang masih belum memenuhi standar. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Geswar, dkk. (2013) bahwa sarana kesehatan pada fasilitas pelayanan primer maupun fasilitas pelayanan sekunder belum memadai dikarenakan alat kesehatan yang masih kurang.

Permasalahan mengenai ketersediaan sarana kesehatan gigi yang ada dikhawatirkan dapat menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi. Berdasarkan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 disebutkan bahwa kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan merupakan salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS Kesehatan.


(33)

c. Paket manfaat

Dewanto dan Lestari (2014) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan awal pada sistem jaminan kesehatan nasional bidang kedokteran gigi adalah belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam jenis tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di dalam sistem JKN. Permasalahan lainnya yang timbul pada paket manfaat ialah belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang dijamin pembiayaannya oleh BPJS Kesehatan.

d. Beban kerja provider

Despitasari (2014) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan JKN ialah beberapa tenaga medis di puskesmas yang mengeluhkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan sebab pada sistem pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas tidak memperhitungkan variabel beban kerja setiap tenaga medis. Sistem pembagian dana kapitasi yang tidak membedakan beban kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas tersebut dapat membuat beberapa tenaga kesehatan menjadi malas dalam memberikan pelayanan kesehatan sehingga dapat menghambat pelayanan yang akan diberikan oleh tenaga kesehatan tersebut. Peningkatan beban kerja tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelayanan yang akan diberikan oleh dokter gigi.


(34)

Dewanto dan Lestari (2014) juga menyebutkan bahwa penetapan besaran kapitasi di puskesmas yang hanya berdasarkan variabel kehadiran dan variabel ketenagaan menimbulkan beberapa permasalahan. Salah satu permasalahannya adalah tidak dibedakannya antara tenaga medis yang memiliki beban kerja lebih tinggi dengan tenaga medis yang memiliki beban kerja lebih rendah pada pembagian jasa pelayanan.

Teori yang dikemukakan oleh Huey dan Wickens (1993) menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi dapat meningkatkan timbulnya kesalahan dari tenaga kerja untuk menyelesaikan tuntutan tugas-tugas yang penting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma dan Soesatyo (2014) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi beban kerja maka stres kerja akan semakin meningkat sehingga akan menurunkan kinerja yang diberikan.

e. Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang JKN

Permasalahan berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Despitasari (2014) yang menyebutkan bahwa pada pelaksanaan JKN masih terdapat tenaga kesehatan yang belum memahami mekanisme dan prosedur dari JKN sehingga peserta JKN sering dibuat kebingungan atau bahkan dirugikan. Jaminan Kesehatan (Jamkes) Indonesia (2016) juga menyebutkan bahwa salah satu permasalahan dalam penerapan jaminan kesehatan nasional ialah pada penerapan pelayanan berjenjang. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya kasus yang dapat ditangani oleh pelayanan primer atau


(35)

sekunder namun dirujuk ke pelayanan tersier karena ketidaksiapan tenaga kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan primer. Tenaga kesehatan semestinya dapat memahami secara jelas mengenai sistem rujukan dan selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara professional yang dibutuhkan pasien.

Menurut Dewanto (2013) dokter gigi dalam pelaksanaan sistem jaminan kesehatan nasional harus dapat memahami analisa situasional daerah tempat praktek serta administrasi dan manajemen keuangan. Analisa situasional daerah tempat praktek dapat membantu dokter gigi untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang berhubungan dengan penyakit gigi dan mulut sehingga dapat melakukan upaya preventif intervensi yang tepat. Hal ini dapat membantu dokter gigi untuk menurunkan angka kesakitan masyarakat sehingga dana kapitasi yang didapatkan akan menguntungkan dokter gigi. Administrasi dan manajemen keuangan juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh dokter gigi. Administrasi yang dalam hal ini adalah data utilisasi dapat membantu dokter gigi untuk melakukan revisi untuk peningkatan nilai kapitasi setiap 2 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013. Manajemen keuangan dalam sistem JKN membutuhkan kerangka konsep budgeting yang lebih menekankan dalam upaya intervensi preventif yang sesuai dengan analisa daerah setempat dibandingkan dengan tindakan kuratif. Dokter gigi yang tidak memahami


(36)

ketiga konsep tersebut akan mengalami sejumlah kendala dalam melakukan pelayanan kesehatan di era JKN.

Sitepu, dkk. (2015) juga menyebutkan bahwa tenaga kesehatan di era JKN juga harus memahami konsep paradigma sehat dalam sistem kesehatan. Paradigma sehat tersebut meliputi pelayanan yang lebih mengutamakan promotif dan preventif, namun tidak melupakan upaya kuratif, rehabilitatif, dan paliatif. Hal tersebut dapat mewujudkan tercapainya kesehatan setinggi-tingginya yang tidak hanya berfokus pada kesehatan untuk bertahan hidup tetapi juga kesehatan untuk pembangunan manusia. Berdasarkan hal tersebut maka pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN dapat dibagi menjadi komponen paradigma sehat, manajemen kapitasi, sistem pada paket manfaat serta sistem rujukan.

4. Puskesmas Kota Yogyakarta

Berdasarkan Permenkes Nomor 75 Tahun 2014, puskesmas atau pusat kesehatan masyarakat adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama. Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah sebesar 32,5 km2 dengan kepadatan penduduk sebanyak 12.313 jiwa per km2 (Kemenkes, 2014).

Menurut Departemen Kesehatan (2016) bahwa terdapat 18 puskesmas yang berada di 14 kecamatan kota Yogyakarta yakni Puskesmas Mantrijeron, Puskesmas Kraton, Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Umbul


(37)

Harjo I, Puskesmas Umbul Harjo II, Puskesmas Kota Gede I, Puskesmas Kota Gede II, Puskesmas Gondokusuman I, Puskesmas Gondokusuman II, Puskesmas Danurejan I, Puskesmas Danurejan II, Puskesmas Pakualaman, Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Ngampilan, Puskesmas Wirobrajan, Puskesmas Gedong Tengen, Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo. Puskesmas di kota Yogyakarta yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap adalah sebanyak tiga puskesmas yaitu Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Jetis, dan Puskesmas Tegalrejo.

B. Landasan Teori

Jaminan kesehatan nasional merupakan program pemerintah yang telah diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Program jaminan kesehatan nasional memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini memungkinkan masyarakat untuk terbebas dari biaya kesehatan yang relatif mahal yang dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang lain.

Pelayanan kedokteran gigi merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang tercakup di Jaminan Kesehatan Nasional, baik pelayanan kedokteran gigi primer maupun pelayanan kedokteran gigi sekunder. Pelayanan kedokteran gigi primer seyogyanya memberikan pelayanan yang berdasarkan prinsip kontak pertama, pelayanan yang bersifat pribadi, pelayanan yang paripurna,


(38)

berazaskan paradigma sehat, melakukan koordinasi dan kolaborasi, serta family and community oriented.

Hambatan yang dialami oleh dokter gigi dalam pelayanan JKN dapat berasal dari besaran kapitasi yang didapatkan oleh dokter gigi, sarana kesehatan gigi, beban kerja dokter gigi, tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN serta kejelasan dari sistem JKN. Tingkat pengetahuan dokter gigi yang dimaksud adalah tingkat pengetahuan mengenai manajemen kapitasi, konsep paradigma sehat, kejelasan pada paket manfaat serta kejelasan pada sistem pelayanan berjenjang di era JKN.

Hambatan pertama yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi ialah terkait besaran kapitasi pada penerapan sistem kapitasi. Sistem kapitasi merupakan sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang, namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan akibat adanya pembatasan pengobatan pada sistem pelayanan yang terkendali yang dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien.

Hambatan lainnya yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi dalam memberikan pelayanan di era JKN ialah terkait dengan sarana kesehatan gigi yang ada. Salah satu permasalahan yang ada pada penerapan JKN ialah sarana kesehatan gigi yang ada pada puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia layanan kesehatan di JKN belum memadai, padahal sarana kesehatan gigi merupakan salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS kesehatan.


(39)

Kejelasan dalam paket manfaat merupakan permasalahan lain yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi. Hal tersebut disebabkan belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam jenis tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di dalam sistem JKN serta belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan.

Hambatan lain yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi di era JKN ialah terkait beban kerja. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah pasien semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis. Pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas sendiri, tidak membedakan beban kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas, sehingga tenaga kesehatan menjadi malas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dapat menghambat pelayanan yang akan diberikan.

Tingkat pengetahuan dokter gigi merupakan permasalahan lainnya yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi di era JKN. Dokter gigi dalam pelaksanaan sistem JKN perlu memahami analisa situasional daerah tempat praktek untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta melakukan administrasi terkait revisi besaran kapitasi setiap 2 tahun sekali dan memahami manajemen keuangan di era JKN dengan baik. Dokter gigi juga perlu memahami konsep paradigma sehat serta memahami secara jelas mengenai sistem rujukan di era JKN.


(40)

C. Kerangka Konsep

Keterangan : = Diteliti = Tidak diteliti

Jaminan Kesehatan Nasional bidang Kedokteran Gigi

BPJS Kesehatan

Peserta JKN Provider

Kesehatan Pelayanan

Kesehatan

Hambatan dalam pelaksanaan JKN

Eksternal Internal

1. Besaran kapitasi 2. Sarana

kesehatan gigi 3. Paket manfaat 4. Beban kerja 5. Tingkat

Pengetahuan dokter gigi tentang JKN. 1. Kondisi

geografis wilayah 2. Tingkat

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut


(41)

D. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta ?

2. Apakah jenis hambatan dokter gigi dengan nilai tertinggi dalam memberikan pelayanan di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di puskesmas kota Yogyakarta ?

3. Bagaimanakah gambaran tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta mengenai sistem jaminan kesehatan nasional ?


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional dan pengumpulan data menggunakan metode kuantitatif. Penelitian observasional deskriptif adalah peneliti melakukan pengamatan langsung kepada responden yang bertujuan untuk mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kini. Rancangan penelitian cross sectional adalah penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data dinilai pada satu waktu (Nursalam, 2008).

B. Populasi dan Subjek Penelitian 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua dokter gigi yang bekerja pada 18 puskesmas kota Yogyakarta yang berjumlah 30 orang.

2. Subjek

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah dokter gigi umum yang bekerja di poli gigi di 18 puskesmas kota Yogyakarta yang telah dikontrak oleh BPJS kesehatan yang berjumlah 28 orang. Teknik pengambilan subjek pada penelitian ini adalah dengan menggunakan total sampling yakni semua anggota populasi digunakan sebagai subjek penelitian.


(43)

3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria inklusi

1) Dokter gigi umum.

2) Dokter gigi dengan masa kerja minimal 1 tahun.

3) Puskesmas tempat dokter gigi bekerja telah dikontrak oleh BPJS kesehatan.

b. Kriteria eksklusi

1) Dokter gigi yang menolak menjadi responden

2) Dokter gigi yang sedang cuti ketika penelitian berlangsung 3) Dokter gigi yang tidak dapat menjawab kuesioner secara lengkap.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di puskesmas kota Yogyakarta pada bulan Agustus-September 2015.

D. Variabel Penelitian 1. Variabel penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah persepsi hambatan dokter gigi dan tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN.

2. Variabel terkendali

a. Dokter gigi yang telah memiliki Surat Izin Praktik (SIP). b. Dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). c. Dokter gigi yang berdomisili di wilayah DI Yogyakarta.


(44)

3. Variabel tak terkendali a. Jenis kelamin b. Usia

c. Tipe puskesmas d. Masa kerja

E. Definisi Operasional

1. Persepsi hambatan dokter gigi

Persepsi hambatan dokter gigi yang dimaksud pada penelitian ini ialah permasalahan-permasalahan yang dialami oleh dokter gigi semenjak era JKN yang dinilai menggunakan kuesioner berdasarkan 4 variabel yaitu besaran kapitasi, sarana kesehatan gigi, paket manfaat dan beban kerja, dan 1 variabel kontrol yaitu konsep managed care dan dinilai menggunakan metode Likert dengan skala interval. Dokter gigi yang dimaksud pada penelitian ini ialah dokter gigi umum yang bekerja sebagai dokter gigi fungsional di puskesmas kota Yogyakarta yang telah dikontrak oleh BPJS kesehatan dan memiliki lama kerja minimal 1 tahun.

2. Tingkat pengetahuan dokter gigi.

Tingkat pengetahuan dokter gigi yang dinilai pada penelitian ini ialah tingkat pengetahuan dan pemahaman dokter gigi mengenai manajemen kapitasi, konsep paradigma sehat, paket manfaat, serta sistem rujukan pada sistem JKN yang didapatkan dengan cara penilaian melalui kuesioner yang diberikan kepada dokter gigi dan diukur dengan menggunakan metode


(45)

Guttman “benar-salah” dengan skala interval. Dokter gigi yang dimaksud pada penelitian ini ialah dokter gigi umum yang bekerja sebagai dokter gigi fungsional di puskesmas kota Yogyakarta yang telah dikontrak oleh BPJS kesehatan dan memiliki lama kerja minimal 1 tahun.

F. Instrumen Penelitian 1. Alat tulis

2. Kuesioner penelitian

Alat ukur untuk mengetahui gambaran hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan di era jaminan kesehatan nasional adalah dengan menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan cara menentukan terlebih dahulu faktor-faktor yang menghambat pelayanan dokter gigi dalam jaminan kesehatan nasional dan dijadikan sebagai variabel dalam kuesioner. Penelitian ini menggunakan 2 kuesioner yaitu kuesioner mengenai persepsi dokter gigi sebagai provider terhadap hambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era JKN dan kuesioner mengenai pengetahuan dokter gigi tentang jaminan kesehatan nasional. a. Kuesioner persepsi hambatan dokter gigi di era JKN

Kuesioner persepsi dokter gigi terhadap hambatan dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era JKN menggunakan 22 butir pernyataan, namun 5 butir pernyataan dinyatakan tidak valid, sehingga pernyataan yang diajukan sebagai pertanyaan pada kuesioner penelitian ialah 17 pernyataan yang terdiri dari 4 variabel hambatan yaitu variabel


(46)

besaran kapitasi yang terdiri dari 3 butir pernyataan, variabel sarana kesehatan gigi yang terdiri dari 3 butir pernyataan, variabel paket manfaat yang terdiri dari 5 butir pernyataan, variabel beban kerja yang terdiri dari 4 butir pernyataan, dan 2 pernyataan sebagai variabel kontrol. Pernyataan pada kuesioner persepsi hambatan dokter gigi dinyatakan dengan skala Likert 1-4. Skala pengukuran data yang digunakan adalah interval dengan pernyataan yang favourable dan unfavourable. Penilaian pada kuesioner pada persepsi hambatan dokter gigi ialah:

Tabel 1. Penilaian Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi Pilihan Jawaban Jenis Pertanyaan

Favourable Unfavourable

Sangat tidak setuju 1 4

Tidak setuju 2 3

Setuju 3 2

Sangat setuju 4 1

Penilaian kategori pada kuesioner persepsi hambatan dapat dengan menggunakan perhitungan rumus interval untuk mendapatkan kategori hambatan yakni dengan rumus:

I = N N Keterangan : I = Interval NT = Nilai tertinggi NR = Nilai terendah

K = Jumlah Kategori (Jumlah kategori pada penelitian ini adalah 2, menghambat dan tidak menghambat) (Hadi, 1981)


(47)

Penilaian kategori hambatan pada kuesioner persepsi hambatan dokter gigi adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Penilaian Kategori Persepsi Hambatan Dokter Gigi Variabel Nilai

Terendah

Nilai Tertinggi

Kategori Tidak

Menghambat Menghambat Besaran

kapitasi 3 12 3-7 8-12

Sarana kesehatan gigi

3 12 3-7 8-12

Paket

manfaat 5 20 5-12 13-20

Beban kerja 4 16 4-10 11-16

1) Penilaian kategori hambatan besaran kapitasi

Pertanyaan pada kuesioner kategori hambatan besaran kapitasi terdiri dari 3 butir pertanyaan sehingga didapatkan nilai terendah adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 12. Perhitungan rumus kategori hambatan besaran kapitasi ialah sebagai berikut.

I = I = 4,5 = 5

Berdasarkan hasil perhitungan rumus interval diatas maka penentuan kategori hambatan dari besaran kapitasi ialah dengan interval 5 untuk mendapatkan skor kategori menghambat dan tidak menghambat pada variabel besaran kapitasi yaitu dianggap tidak menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel kapitasi 3-7 dan dianggap menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel kapitasi 8-12.


(48)

2) Penilaian kategori hambatan sarana kesehatan gigi

Pertanyaan pada kuesioner kategori hambatan sarana kesehatan gigi terdiri dari 3 butir pertanyaan sehingga didapatkan nilai terendah adalah 3 dan nilai tertinggi adalah 12. Perhitungan rumus kategori hambatan sarana kesehatan gigi ialah sebagai berikut.

I = I = 4,5 = 5

Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas maka penentuan kategori hambatan dari sarana kesehatan gigi ialah dengan interval 5 untuk mendapatkan skor kategori menghambat dan tidak menghambat pada variabel sarana kesehatan gigi yaitu dianggap tidak menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel sarana kesehatan gigi 3-7 dan dianggap menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel sarana kesehatan gigi 8-12.

3) Penilaian kategori hambatan paket manfaat

Kuesioner kategori hambatan paket manfaat terdiri dari 5 butir pertanyaan sehingga didapatkan nilai terendah adalah 5 dan nilai tertinggi adalah 20. Perhitungan rumus kategori hambatan paket manfaat ialah sebagai berikut.

I = 5 I = 7,5 =8


(49)

Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas maka penentuan kategori hambatan dari paket manfaat ialah dengan interval 8 untuk mendapatkan skor kategori menghambat dan tidak menghambat pada variabel paket manfaat yakni dianggap tidak menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel paket manfaat 5-12 dan dianggap menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel paket manfaat 13-20.

4) Penilaian kategori beban kerja

Kuesioner kategori hambatan beban kerja terdiri dari 4 butir pertanyaan sehingga didapatkan nilai terendah adalah 4 dan nilai tertinggi adalah 16. Perhitungan rumus kategori hambatan beban kerja ialah sebagai berikut.

I = I = 6

Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas maka penentuan kategori hambatan dari beban kerja ialah dengan interval 6 untuk mendapatkan skor kategori menghambat dan tidak menghambat yaitu dianggap tidak menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel beban kerja 4-10 dan dianggap menghambat apabila jumlah nilai tiap responden pada pertanyaan variabel beban kerja 11-16.


(50)

b. Kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN

Kuesioner pengetahuan dokter gigi terhadap JKN menggunakan 1 variabel yaitu variabel pengetahuan dokter gigi yang terdiri dari 18 butir pertanyaan, namun 4 butir pertanyaan dinyatakan tidak valid sehingga pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner pengetahuan dokter gigi tersebut ialah 14 butir pertanyaan yang dinyatakan dengan skala Guttman “benar-salah”. Skala pengukuran data yang digunakan adalah interval. Penilaian pada kuesioner pengetahuan dokter gigi adalah dengan menggunakan skala penilaian berdasarkan Arikunto (2006) yakni tingkat pengetahuan responden dikatakan baik apabila

responden mampu menjawab dengan benar sebanyak ≥75% dari

keseluruhan pertanyaan, kategori sedang apabila responden mampu menjawab dengan benar sebanyak 56%-74% dari keseluruhan pertanyaan, dan kategori kurang apabila responden menjawab ≤55% dari keseluruhan pertanyaan.

G. Alur Penelitian 1. Tahapan persiapan

a. Konsultasi dengan pembimbing mengenai judul penelitian dan mendiskusikan mengenai hal-hal yang terkait dengan penelitian.

b. Pembuatan proposal penelitian c. Pembuatan kuesioner penelitian


(51)

2. Tahapan pra-penelitian a. Meminta izin penelitian

b. Uji validitas dan reliabilitas kuesioner 3. Tahapan penelitian

Kuesioner disebarkan langsung kepada responden yakni kepada 30 dokter gigi yang terdapat di 18 puskesmas kota Yogyakarta, yaitu Puskesmas Matrijeron, Puskesmas Umbul Harjo I, Puskesmas Umbul Harjo II, Puskesmas Kota Gede I, Puskesmas Kota gede II, Puskesmas Gondokusuman I, Puskesmas Gondokusuman II, Puskesmas Danurejan I, Puskesmas Danurejan II, Puskesmas Pakualaman, Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Ngampilan, Puskesmas Wirobrajan, Puskesmas Gedong Tengen, Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo. Pada penelitian ini, 6 dokter gigi tereksklusi karena 2 dokter gigi menolak menjadi responden, 2 dokter gigi tidak menjawab kuesioner secara lengkap serta 2 dokter gigi merupakan dokter gigi spesialis, sehingga responden penelitian menjadi 24 responden. 4. Analisis data.

Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan distribusi frekuensi dan distribusi rata-rata.


(52)

5. Alur penelitian

Gambar 2. Kerangka Penelitian

Konsultasi Pembuatan proposal Pembuatan kuesioner

Izin penelitian Uji validitas dan reliabilitas

Tahapan penelitian

Kuesioner dibagikan kepada 28 dokter gigi di 18

puskesmas kota Yogyakarta. Tahap pengumpulan data

Tahap analisis data Tahapan persiapan

Tahapan pra-penelitian


(53)

H. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada populasi yang memiliki karateristik yang hampir sama dengan populasi yang akan diteliti. Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas kepada 40 responden yang memiliki karateristik yang hampir sama dengan populasi penelitian, yakni 15 dokter gigi pada puskesmas kabupaten Sleman, 18 dokter gigi pada puskesmas kabupaten Bantul, dan 7 dokter gigi pada puskesmas Kulon Progo.

Riwidikdo (2012) menyebutkan validitas dapat diukur dengan cara mengukur korelasi antara masing-masing skor butir jawaban dengan skor total dan butir jawaban. Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi pearson product moment (r). Data dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r tabel, namun apabila r hitung lebih kecil dari r tabel maka data dikatakan tidak valid. Reliabilitas suatu data dapat dinilai dengan menggunakan nilai alpha cronbach. Menurut Latan dan Temalagi (2013) suatu kuesioner dinyatakan reliabel apabila memiliki nilai alfa >0,7, namun nilai alfa 0,6-0,7 masih dapat diterima untuk dapat dinyatakan reliabel.

Berdasarkan hasil uji validitas instrument yang diberikan kepada 40 responden dengan interval kepercayaan 95% didapatkan rtabel sebesar 0,312. Nilai tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai rhitung per item soal. Item soal dikatakan valid apabila nilai rhitung>rtabel serta nilai signifikasi >0,05. Hasil uji validitas kuesioner persepsi hambatan dokter gigi dapat terlihat pada Tabel 3 berikut:


(54)

Tabel 3. Hasil Uji Validitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi. Variabel Pertanyaan/pernyataan

Hasil Uji Validitas Nilai r

hitung

Nilai signifikasi Besaran kapitasi

Butir 1 0,415 0,008 Butir 2 0,650 0,000 Butir 3 0,299 0,061 Butir 4 0,317 0,047 Sarana

kesehatan gigi

Butir 1 0,251 0,118 Butir 2 0,410 0,009 Butir 3 0,214 0,185 Butir 4 0,458 0,003 Butir 5 0,342 0,031 Butir 6 -0,138 0,394 Paket manfaat

Butir 1 0,469 0,002 Butir 2 0,567 0,000 Butir 3 0,439 0,005 Butir 4 0,611 0,000 Butir 5 0,324 0,041 Beban kerja

Butir 1 0,381 0,015 Butir 2 0,252 0,117 Butir 3 0,458 0,003 Butir 4 0,530 0,000 Butir 5 0,687 0,000

Kontrol Butir 1 0,378 0,016

Butir 2 0,590 0,000 Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji validitas dengan menggunakan software statistik SPSS 15.0 dengan interval kepercayaan 95% didapatkan hasil bahwa terdapat 5 pertanyaan yang dianggap tidak valid karena kelima pertanyaan tersebut memiliki nilai rhitung<rtabel, yaitu pada variabel kapitasi butir pertanyaan nomor 3, variabel sarana kesehatan gigi pada butir pertanyaan 1,3 dan 6 serta pada variabel beban kerja pada butir pertanyaan 2. Kelima pertanyaan tersebut juga memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,05 sehingga dikatakan tidak valid dan pertanyaan tersebut dikeluarkan dari kuesioner persepsi hambatan dokter gigi.


(55)

Hasil uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Hasil Uji Validitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

Variabel Pertanyaan/pernyataan

Hasil Uji Validitas Nilai r hitung Nilai signifikasi Tingkat Pengetahuan

Butir 1 0,388 0,013 Butir 2 0,382 0,015 Butir 3 0,561 0,000 Butir 4 0,142 0,383 Butir 5 -0,095 0,560 Butir 6 0,539 0,000 Butir 7 0,336 0,034 Butir 8 0,441 0,004 Butir 9 0,283 0,076 Butir 10 0,808 0,000 Butir 11 0,521 0,001 Butir 12 0,260 0,105 Butir 13 0,543 0,000 Butir 14 0,458 0,003 Butir 15 0,598 0,000 Butir 16 0,484 0,002 Butir 17 0,808 0,000 Butir 18 0,641 0,000 Tabel 4 menunjukkan bahwa uji validitas kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai jaminan kesehatan nasional didapatkan hasil bahwa 14 butir pertanyaan dikatakan valid karena memiliki nilai rhitung lebih besar dari 0,312, sedangkan 4 butir pertanyaan yakni pada butir pertanyaan 4,5, 9 dan 12 dinyatakan tidak valid karena memiliki nilai rhitung lebih kecil dari 0.312. Keempat pertanyaan tersebut juga memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga dikatakan tidak valid dan keempat pertanyaan tersebut dikeluarkan dari kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN.


(56)

Hasil uji reliabilitas kuesioner persepsi hambatan dokter gigi adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Persepsi Hambatan Dokter Gigi Jumlah butir pertanyaan Cronbach’s Alpha

22 0,771

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas kuesioner persepsi hambatan dokter gigi mendapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,771. Kuesioner persepsi hambatan dokter gigi dinyatakan telah reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha >0,6.

Hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi tentang sistem JKN adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Tentang Sistem Jaminan Kesehatan Nasional.

Jumlah butir pertanyaan Cronbach’s Alpha

18 0,649

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitas kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi mendapatkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,649. Kuesioner tingkat pengetahuan dokter gigi selanjutnya dinyatakan reliabel karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha >0,6.

I. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif dengan distribusi frekuensi dan distribusi rata-rata.


(57)

J. Etik Penelitian

Penelitian ini sudah dinyatakan layak etik oleh komisi etika penelitian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(58)

A. Hasil

1. Gambaran Karateristik Responden

a. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin

Gambaran karateristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada gambar 3 berikut:

Gambar 3. Karateristik responden berdasarkan jenis kelamin Gambar 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yakni 21 responden (88%) serta responden lainnya berjenis kelamin laki-laki yakni 3 responden (12%).

b. Karateristik responden berdasarkan usia

Pembagian usia responden pada penelitian ini berdasarkan pembagian usia menurut Depkes (2009) yakni dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal (46-55 tahun), dan lansia akhir (56-65

tahun). ... 12%

88%

Laki-laki Perempuan


(59)

Gambaran karateristik responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 4. Karateristik responden berdasarkan kelompok usia Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok usia 36-45 tahun yakni 9 responden (38%). Jumlah terendah terdapat pada kelompok usia 56-65 tahun yakni 2 responden (8%).

c. Karateristik responden berdasarkan tipe puskesmas

Gambaran karateristik responden berdasarkan tipe puskesmas tempat responden bekerja dapat dilihat pada gambar 5 berikut:

Gambar 5. Karateristik responden berdasarkan tipe puskesmas

21%

38%

33%

8% 0

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun

21%

79%

Rawat inap Non rawat inap


(60)

Gambar 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden bekerja pada puskesmas non rawat inap yakni 19 responden (79%) dan responden lainnya bekerja di puskesmas rawat inap yakni 5 responden (21%). 2. Gambaran Distribusi Frekuensi Persepsi Hambatan Dokter Gigi

a. Gambaran distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel besaran kapitasi

Gambaran distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel besaran kapitasi dapat terlihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Dalam Persepsi Hambatan Dokter Gigi Berdasarkan Variabel Besaran Kapitasi

Pertanyaan/pernyataan

Jawaban

STS TS S SS

n (%) n (%) n (%) n (%) Menurut saya biaya kapitasi

tidak cukup untuk menjalankan praktik.

0 (0) 3(12,5) 8(33,3) 13(54,2) Sistem kapitasi membebani

saya dalam bekerja. 0(0) 10(41,7) 9(37,5) 5(20,8) Menurut saya diperlukan

adanya peningkatan besaran kapitasi.

0(0) 0(0) 10(41,7) 14(58,3)

Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pernyataan biaya kapitasi tidak cukup untuk menjalankan praktik 87,5% responden menyatakan setuju. Pernyataan mengenai sistem kapitasi membebani responden dalam bekerja 58,3% responden menyatakan setuju. Pernyataan mengenai diperlukan adanya peningkatan besaran kapitasi seluruh responden menyatakan setuju (100%).


(1)

karateristik kelompok usia responden yang paling banyak ialah pada kelompok usia 36-45 tahun yakni 38% responden berada pada kelompok usia tersebut. Pada karateristik tipe puskesmas tempat responden bekerja yang paling mendominasi ialah pada puskesmas non rawat inap yakni sebanyak 79% responden bekerja pada puskesmas non rawat inap.

2. Gambaran Persepsi Hambatan Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan di Era JKN.

a. Kapitasi

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa 87,5% responden menganggap bahwa kapitasi menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi di era JKN. Hambatan kapitasi sendiri dapat disebabkan oleh besaran kapitasi yang masih dinilai rendah. Hal tersebut didukung oleh berita di media massa yang menunjukkan bahwa besaran kapitasi dokter gigi masih dinilai rendah10. Rendahnya biaya kapitasi tersebut selanjutnya dapat menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi, sebab apabila besaran kapitasi yang diberikan rendah maka tenaga kesehatan hanya akan mendapatkan insentif yang kecil sehingga dapat menyebabkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan menjadi rendah11.

b. Sarana kesehatan gigi

Hasil peneltian menunjukkan bahwa sebagian besar responden yakni 71% menganggap menyatakan sarana kesehatan gigi sudah cukup memadai sehingga tidak menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi. Hasil tersebut didukung pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa peralatan untuk melakukan tindakan tumpatan dan peralatan untuk melakukan tindakan scalling sudah cukup memadai, serta dental unit yang ada dapat berfungsi dengan baik. Hal tersebut dimungkinkan sebab sarana kesehatan gigi di puskesmas kota Yogyakarta sendiri telah tersedia sebelum program JKN dimulai. Hal lain yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ialah bahwa pengadaan sarana kesehatan gigi di puskesmas tidak hanya bersumber dari pendanaan kapitasi, namun juga berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun 10% dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan untuk kesehatan salah satunya untuk pembiayaan sarana kesehatan gigi12.

Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa 29% responden masih menganggap sarana kesehatan gigi yang ada masih belum memadai sehingga dipresepsikan menghambat oleh responden. Kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan merupakan salah satu syarat kredensialing oleh BPJS kesehatan, sehingga


(2)

apabila puskesmas belum dapat memenuhi kriteria kredensialing semestinya tidak dapat dikontrak oleh BPJS kesehatan1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kondisi sarana kesehatan gigi pada tiap puskesmas. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan dana alokasi khusus (DAK) kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masing-masing puskesmas12. Faktor lain yang dapat mempengaruhi ialah perbedaan besaran kapitasi yang diterima masing-masing puskesmas sebab alokasi dana kapitasi sekurang-kurangnya 60% untuk jasa pelayanan kesehatan dan sisanya untuk dukungan biaya operasional, termasuk penyediaan sarana kesehatan gigi13.

c. Paket manfaat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54% responden menganggap bahwa paket manfaat sebagai penghambat dalam pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi. Hasil tersebut didukung dengan sebagian responden menyatakan bahwa belum adanya kejelasan dalam jenis-jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Hal tersebut dapat dimungkinkan sebab pada Panduan Praktis Pelayanan Klinis yang dikeluarkan oleh BPJS kesehatan pada pelayanan gigi yang disebutkan hanya cakupan pada pelayanan primer dan tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai jenis-jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dan dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan14. Hal tersebut dapat menimbulkan kebingungan pada dokter gigi selaku pemberi pelayanan kesehatan di puskemas dalam hal merujuk pasien ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sehingga dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi.

Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa 46% responden menganggap bahwa paket manfaat tidak menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi. Hal tersebut didukung hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian responden menganggap bahwa jenis-jenis tindakan pada paket manfaat pada pelayanan primer sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan jenis-jenis tindakan yang dicakup sudah cukup jelas. Hasil penelitian tersebut didukung pada hasil kuesioner tingkat pengetahuan bahwa 83,3% responden dapat menjawab dengan benar pada pertanyaan mengenai paket manfaat. Hal yang perlu diperhatikan ialah pada pertanyaan persyaratan tindakan scalling yang dibatasi 1 tahun sekali sebagian besar responden tidak dapat menjawab dengan benar. Peneliti menduga bahwa ketentuan jenis tindakan pada pelayanan primer sesungguhnya sudah cukup jelas kecuali pada persyaratan


(3)

tindakan scalling. Hal tersebut dapat dikarenakan belum disebutkannya persyaratan tindakan scalling yang dibatasi 1 tahun sekali dari BPJS pusat ke BPJS daerah2.

d. Beban kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban kerja tidak memberikan hambatan yang signifikan terhadap pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi, sebab hanya separuh dari responden yang menganggap bahwa beban kerja semenjak era JKN menghambat pelayanan kesehatan yang akan diberikan. Hal tersebut dimungkinkan sebab berdasarkan hasil observasi di lapangan bahwa hampir sebagian besar puskesmas di kota Yogyakarta memiliki 2 dokter gigi, bahkan terdapat 1 puskesmas yang memiliki 3 dokter gigi, selain itu hampir sebagian besar puskesmas di kota Yogyakarta memiliki 2 perawat gigi sehingga beban kerja dokter gigi kemungkinan akan berkurang.

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat 46% responden yang menganggap bahwa beban kerja semenjak era JKN sebagai penghambat dalam pelayanan kesehatan yang diberikan dokter gigi dapat ditunjukkan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien semenjak era JKN dan peningkatan tuntutan pasien akan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Menurut pendapat peneliti, hal tersebut dapat mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang akan diberikan oleh dokter gigi dalam menangani pasien. Beban kerja yang tinggi dapat meningkatkan timbulnya kesalahan dari tenaga kerja untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting15.

3. Hambatan dengan Nilai Tertinggi Bagi Dokter Gigi Dalam Memberikan Pelayanan di Era JKN.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hambatan dengan nilai tertinggi bagi dokter gigi di era JKN di puskesmas kota Yogyakarta ialah hambatan besaran kapitasi. Rendahnya besaran kapitasi tersebut dapat disebabkan oleh utilisasi atau pemanfaatan pelayanan jasa dokter gigi yang rendah10. Rendahnya besaran kapitasi tersebut menyebabkan insentif yang diterima oleh dokter gigi juga akan menjadi rendah sehingga dapat mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan dokter gigi12.

Hasil tersebut apabila dikaitkan dengan variabel kontrol mengenai pemahaman responden tentang konsep managed care diketahui bahwa sebagian besar responden telah memahami konsep managed care itu sendiri. Hasil tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian persepsi hambatan yang menyatakan bahwa hambatan kapitasi sebagai hambatan tertinggi dalam pemberian pelayanan kesehatan di era JKN. Pelayanan kesehatan dengan konsep managed care dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan


(4)

sebab tenaga kesehatan dapat melakukan perencanaan yang baik untuk menurunkan jumlah kunjungan sehingga dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan17. Peneliti menduga hasil tersebut dapat disebabkan oleh 2 hal, yakni besaran kapitasi yang masih terlalu rendah sehingga membatasi pelayanan kesehatan yang akan diberikan oleh dokter gigi ataupun dokter gigi belum dapat mengimplementasikan konsep managed care dengan baik.

Hal lain yang dapat mempengaruhi persepsi dokter gigi terhadap hambatan kapitasi ialah banyaknya berita di media massa yang menyebutkan bahwa besaran kapitasi yang diterima dokter gigi sangat rendah. Hal tersebut memungkinkan sebab dana kapitasi yang diterima oleh puskesmas diatur oleh kepala puskesmas dan bendahara dana kapitasi JKN bukan dikelola sendiri oleh dokter gigi17. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila besaran kapitasi tersebut rendah tidak memiliki dampak secara langsung kepada dokter gigi sebab dokter gigi tidak akan menerima resiko keuangan apabila dana kapitasi tersebut tidak mencukupi.

4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Gigi Mengenai Sistem JKN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dokter gigi yang bekerja di puskesmas sebagian besar memiliki pengetahuan yang baik. Nilai pengetahuan tertinggi terdapat pada komponen pengetahuan mengenai manajemen kapitasi yang meliputi pencatatan terstruktur meliputi pola penyakit dan jenis tindakan, analisa situasional daerah, dan jumlah kepesertaan yang mempengaruhi jumlah kapitasi. Tenaga kesehatan yang telah terbiasa dengan sistem pembiayaan fee for service dan akan berubah menjadi sistem pembiayaan kapitasi harus memahami secara mendalam mengenai manajemen keuangan yang baik berdasarkan analisa situasional pada populasi yang dicakup oleh tenaga kesehatan tersebut18.

Nilai terendah pengetahuan terdapat pada pertanyaan mengenai paradigma sehat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih memahami bahwa pelayanan yang dijamin oleh JKN hanya tindakan kuratif. Paradigma sehat sendiri yang ditekankan pada era JKN ini ialah pelayanan yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif. Paradigma sehat merupakan suatu pendekatan pelayanan promotif dan preventif yang masih sukar dipahami dan diadopsi oleh tenaga kesehatan di puskesmas19. Paradigma yang masih dianut oleh tenaga kesehatan hingga sekarang ialah pelayanan yang berfokus pada penyembuhan dan pemulihan dengan penekanan pada kuratif dan rehabilitatif dan paradigma tersebut sudah melekat pada tenaga kesehatan di masyarakat dan sulit tergantikan19.


(5)

5. Kesesuaian persepsi hambatan dokter gigi dengan tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta mengenai sistem JKN

Hasil penelitian terhadap persepsi hambatan menunjukkan bahwa hambatan dengan nilai tertinggi pada kuesioner persepsi hambatan adalah hambatan besaran kapitasi. Hasil tersebut apabila dikaitkan dengan hasil penelitian terhadap pengetahuan dokter gigi terhadap sistem JKN didapatkan hasil bahwa pengetahuan terendah dokter gigi terdapat pada pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep paradigma sehat. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa sebagian besar responden menganggap bahwa besaran kapitasi yang ada sebagai penghambat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter gigi dapat disebabkan oleh pengetahuan mengenai paradigma sehat yang rendah. Tenaga kesehatan perlu menggunakan beberapa strategi untuk menjaga masyarakat agar tetap sehat sehingga dapat mengurangi resiko finansial melalui pelayanan yang bersifat preventif20.

Kesimpulan

1. Responden pada penelitian ini sebagian besar adalah perempuan (88%), usia 36-45 tahun (38%) dan bekerja di puskesmas non rawat inap (79%).

2. Gambaran hambatan dokter gigi dalam memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di era JKN di puskesmas kota Yogyakarta adalah besaran kapitasi (87,5%), paket manfaat (54%), beban kerja (46%), dan sarana kesehatan gigi (29%).

3. Hambatan yang berasal dari besaran kapitasi merupakan hambatan dokter gigi dengan nilai tertinggi di puskesmas kota Yogyakarta. Hambatan besaran kapitasi tersebut dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai konsep paradigma sehat yang masih rendah.

4. Tingkat pengetahuan dokter gigi di puskesmas kota Yogyakarta mengenai sistem JKN adalah baik (88%).

Saran

1. Pemerintah perlu menaikkan besaran kapitasi yang ada kepada dokter gigi.

2. Pemerintah perlu mensosialisasikan kembali kepada dokter gigi mengenai konsep paradigma sehat di era JKN.

Daftar Pustaka

1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

2. Dewanto, I., dan Lestari, N.I. Panduan Pelaksanaan Pelayanan Kedokteran Gigi dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jakarta:PDGI. 2014


(6)

3. Anisa, S.R. Kapitasi JKN Dinilai Terlalu Rendah. Beritasatu.com. Diakses tanggal 28 April 2015 dari http://www.beritasatu.com/ kesra/160 862-kapitasi-jkn-dinilai-terlalu-rendah .html

4. Khariza, H.A. Program Jaminan Kesehatan Nasional: Studi Deskriptif tentang Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, vol. 3(1), 1-7. 2015.

5. Despitasari, M. Memangnya Hanya Peserta BPJS yang Harus Puas? Tenaga Kesehatan Juga Harus Puas. Kompasiana. Diakses tanggal 18 April 2015, dari http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/10/28/memangnya-cuma-peserta-bpjs-yang-harus-puas-tenaga-kesehatan-juga-harus-puas-6989 53.html

6. Hadi, S. Metodologi Research. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. 1981. 7. Arikunto, S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta:Rineka Cipta. 2006. 8. Riwidikdo, H. Statistik Kesehatan. Yogyakarta:Mitra Cendikia Press. 2012

9. Latan, H., dan Selva, T. Analisis Multivariate Teknik dan Aplikasi Menggunakan Program IBM SPSS 20.0. Bandung:Alfabeta. 2013.

10. Ridarineni, N., dan Djibril, M. Kapitasi JKN Dokter Gigi Sama dengan Tarif Parkir.

Republika. Diakses tanggal 20 februari 2016 dari

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/14 /01/07/mz1ala-kapitasi-jkn-dokter-gigi-sama-dengan-tarif-parkir

11. Limwatannnon, S., Sveen N., Owen, O., Phusit, P., Viroj, T., Eddy, V.D., Vuthipan V. Universal Coverage on A Budget: Impact On Health Care Utilization and Out Of Pocket Expenditures in Thailand. Institute of Health Policy and Management. 1-33. 2013. 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Tekhnis Tentang

Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan serta Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang SARPRAS Kesehatan Tahun Anggaran 2016.

13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

14. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta:Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. 2014.

15. Huey, B.M. & Christopher, D.W. Workload Transition: Implication for Individual and Team Perfomance. Washington. D.C:National Academy Press. 1993.

16. Parys, J.V. How Do Managed Care Plans Reduce Healthcare Cost?. 2014

17. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah.

18. Pearce, J.W. The Return Of Capitation Preparing for Population-Based Health Care (Healthcare Financial Management). Insurancenewsnet.com. Diakses pada 24 Februari 2016, dari http://insurancenewsnet.com/oarticle/the-return-of-capitation-preparing-for-population-based-health-care%5BHe althcare-a-352279

19. Australia Indonesia Partnership for Health System Strenghtening (AIPHSS). ). Mengembalikan Fungsi Puskesmas. Australia Indonesia Partnership for Health System

Strenghtening (AIPHSS). Diakses pada 26 Februari 2016, dari

http://aiphss.org/id/restoring-the-function-of-puskesmas/

20. Kinhan, P. Population Health Management:Navigating succesfully from volume to value. GE Healthcare. 2014.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Mutu Pelayanan Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Peserta JKN di Puskesmas Rawat Inap Batang Kuis Kabupaten Deli SerdangTahun 2015

6 126 112

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Oleh Peserta Jamkesmas Di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2013

9 106 138

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Oleh Peserta Jamkesmas di Puskesmas Medan Helvetia Tahun 2013

7 93 146

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN BANTUL

2 7 119

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KABUPATEN KULON PROGO

0 16 127

GAMBARAN HAMBATAN DOKTER GIGI SEBAGAI PROVIDER DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI PUSKESMAS KOTA YOGYAKARTA

10 36 124

GAMBARAN UTILIZATION RATE PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PUSKESMAS DANUREJAN II, PUSKESMAS GEDONG TENGEN, PUSKESMAS UMBUL HARJO I KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2014

13 264 112

GAMBARAN UTILIZATION RATE PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT ERA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI PUSKESMAS PIYUNGAN, BANGUNTAPAN II DAN BANGUNTAPAN III KABUPATEN BANTUL TAHUN 2014

1 17 127

Analisis Pelaksanaan Pelayanan Gigi Dan Mulut Pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Puskesmas Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015

0 0 15

1. Pelayanan Dokter Gigi : Apakah Dokter Gigi bersikap ramah dan sopan kepada anda pada saat memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas? 2. Apakah Dokter gigi berada di tempat pada saat anda berobat? 3. Apakah Dokter gigi langsung dan cepa

0 0 25