POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

(1)

SKRIPSI

POLITIK PEMEKARAN WILAYAH

“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (SI.P) Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DISUSUN OLEH : MULTAZAM MARJAK

20120520101

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i HALAMAN JUDUL

POLITIK PEMEKARAN WILAYAH

“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: MULTAZAM MARJAK

20120520101

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA 2016


(3)

ii HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar merupakan hasil karya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu peryaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli sayaatau merupakan hasil dari plagiatisme, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 8 November 2016 Yang membuat pernyataan


(4)

iii HALAMAN MOTTO

Kita tidak pernah bisa memilih masa kecil kita tapi masa depan itu kita sendiri yang melukiskan.

(Iwan Setiwan)

“Jika kau tidak berencana untuk gagal, maka jangan gagal untuk berencana dan jangan tunda sampai besok”

“Tragedi terbesar dalam kehidupan bukanlah sebuah kematian, tapi hidup tanpa tujuan. Karena itu, teruslah

bermimpi untuk menggapai tujuan dan harapan, supaya hidup bisa lebih bermakna”

“Hidup di dunia ini singkat. Maka cintailah orang-orang yang bersamamu, karna ketika dia meninggalkanmu baru tersa bahwa kehadirannya

sungguh bermakna” (Azam Ibank)


(5)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rahmat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, dengan ini saya persembahkan karya ini untuk ayahanda (Alm) TGH. Muhammad Sibawaihi Mutawalli, terimakasi atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya dan memberikan rasa rindu setiap saat yang sangat berarti (I Miss U Father). Selanjutnya untuk Bunda tercinta Hj. Munainah terimakasi atas limpahan do’a dan kasih sayang yang tak terhingga dan slalu memberikan yang terbaik untuk anaknya (I Love U Mother).

Kemudian untuk saudaraku H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Asazali Sibawaihi dan Ali Imran yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyuman dan do`anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah semangat dan sayangku untuk kalian. Semoga Allah SWT tetap melindungi dan mempersatukan kita. Tak lupa juga untuk sahabat dan teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin sampai disini, terimakasi untuk canda tawa, tangisan dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasi untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini yang akan menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.

Terimasi yang sebesar-besarnya untuk kalian semua, akhir kata saya persembahkan skripsi ini untuk kalian semua orang-orang yang saya sayangi. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna,,,, Aminn


(6)

v KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabal’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada hambanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ahir “skripsi” ini, tak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membukakan jalan yang lurus dan terang bagi umat manusia yang dahulunya terperangkap pada zaman kebodohan.

Penyusunan skripsi ini sebagai karya ilmiah yang merupakan persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun judul dari skripsi adalah: POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ali Muhammad, S.Ip, MA.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dr. Titin Purwaningsih, S.Ip., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini.

4. Tunjung Sulaksono, S.Ip., M.Si, selakudosen pembimbing yang telah berkenan merelakan waktu, tenaga, motivasi, dan ilmunya guna memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vi

5. Eko Priyo Purnomo,Ph.D, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Erni Zuhriyati, S.IP.,MA, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Lombok Timur Drs, H. M. Juaini Taofik, M.Ap dan semua staf yang membantu penulis dalam penguumpulan data.

9. Teruntuk kedua orang tua penulis (Almarhum) Bapak H. Muhammad Sibawaihi Mutawalli dan Hj. Munianah yang telah menjadi orang tua luarbiasa, yang slalu memberikan do’a, semangat, nasihat dan kasih sayangnya serta memberikan dukungan secara moril dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10.Kaka tercinta H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Lc., MA.,ph.D, Asazali Sibawaihi, S.IP, M.IRyang telah menjadi kakak yang hebat, yang selalu memberikan do’a dan semangat bagi adek-adeknya.

11.kepada abang Joyo Suepeno dan paman Turmuzi atas bantuannya dalam penguumpulan data sehingga skripsi ini lancar dan selesai pada waktunya.

12.Sahabat dan teman-teman tersayang Sanusi Coy, Mardiyanti, Arum Nano, Novi Sri Hardiyanti, Toni, Tajalli Yahya, Riyan Kenam, Marda, Mancung, Mas Sakir, Bang poltak, Bang Ridho, Bang Ahyar H,Mia Nur Fauzia serta teman dan sahabat yang lain, terimakasi atas semangat, canda dan tawa kalian semua. dan trimakasi untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini yang tak bisa kulupakan.


(8)

vii

Penulis sangatlah menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna karna masih banya kekeliruan, kesalahan, dan ketimpangan baik dalam segi teknik penulisan maupun dari segi kualitas skripsi. Maka penulis mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penilisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 8 November 2016


(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGENTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

SINOPSIS ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Teori... 8

1. Desentralisasi ... 8

2. Otonomi Daerah ... 12

3. Pemekaran Daerah ... 15

a) Politik Pemekaran ... 22

b) Akibat Pemekaran ... 25

F. Definisi Konseptual ... 28


(10)

ix

H. Metode Penelitian... 29

1. Jenis Penelitian ... 30

2. Jenis Data ... 31

3. Teknik Pengumpulan Data ... 31

4. Teknik Analisis Data ... 32

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 35

A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur ... 35

1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur ... 35

2. Kondisi Geografis Daerah ... 36

3. Kondisi Demografi ... 38

4. Kepala Pemerintahan ... 40

5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur ... 41

B. Wilayah Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 43

1. Kependudukan Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 46

2. Kepadatan Calon Penduduk Kabupaten Lombok Selatan ... 47

C. Sosial Budaya dan Politik ... 49

D. Potensi Ekonomi Daerah ... 50

E. Kesejahtraan Masyarakat ... 53

1. Pelayanan Pendidikan ... 55

2. Pelayanan Kesehatan ... 57

3. Terbatasnya infrastruktur Transportasi, Irigasi, dan Energi ... 59

BAB III PEMBAHASAN ... 61

A. Gagasan dan Proses Pemekaran Kabupaten Lombok Timur ... 61

1. Dominasi Elit dalam Wacana Pemekaran ... 64

2. Proses Sosialisasi Komite Pemekaran dan Tanggapan Masyarakat ... 67

3. Proses dan Upaya dalam Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan ... 70


(11)

x

4. Dinamika Pro dan Kontra Pemekaran Kabupaten

Lombok Timur ... 74

B. Terhambatnya Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Kabupaten Lombok Selatan) ... 80

1. Kurangnnya Dukungan Pemerintah Daerah ... 81

2. Rapat Paripurna DPR Tolak Sahkan 65 RUU DOB ... 84

C. Kemampuan Pemerintahan Kabupaten Lombok Selatan Jika Terbentuk ... 88

BAB IV PENUTUP ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95


(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten

Lombok Timur ... 39

Tabel 3.1 Rencana Pengembangan Wilayah Administrasi Pemerintahan .... 44

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Calon kabupaten Lombok Selatan ... 46

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Induk ... 46

Tabel 3.4 Rasio Perbandingan Kepadatan Penduduk ... 48

Tabel 3.5 Perbandingan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Efektifnya ... 48

Tabel 4.1 Produk Pertanian ... 51

Tabel 4.2 Produksi Prikanan Laut dan Prikanan Darat di Kabupaten Lombok Timur ... 52

Tabel 5.1 Proporsi Kepala Keluarga Miskin ... 54

Tabel 5.2 Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Lombok Timur ... 56


(13)

xii DAFTAR GAMBER

Gambar 1.1 Peta Wlayah Kabupaten Lombok Timur ... 37 Gambar 1.2 Kecamatan-kecamatan yang hendak dikembangkan menjadi

Wilayah Kabupaten Baru Lombok Selatan ... 45 Gambar 3.1 Tahapan Konsolidasi Gagasan ... 61


(14)

(15)

xiii SINOPSIS

Pada dasarnya pemekaran wilayah adalah sesuatu yang memiliki tujuan yang penting bagi daerah dalam suatu negara, disamping meningkatkan pelayanan publik juga sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal. Dalam ilmu politik, ada hal yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu bagaimana melakukan kesejahtraan sosial kepada seluruh rakyat. Dalam azas demokrasi yang mengembalikan segala sesuatunya kepada rakyat, yang artinya demokrasi mencita-citakan kesejahtraan sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah negara. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilyah.

Skripsi ini membahasa tentang upaya yang dilakukan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan proses-prosesnya, baik secara administratif maupun secara politis, bagaimana wacana tersebut secara langsung disosilisasikan kepada masyarakat Lombok Timur di delapan kecamatan yang akan menjadi bagian calon Kabupaten Lombok Selatan. Ternyata memunculkan polemik, pro dan kontra baik ditingkat masyarakat di delapan kecamatan maupun tingkat pemerintahan, karna pada umunya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat dan lebih dimotori oleh elit lokal saja.

Sedangkan dalam skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menampilkan data yang deskriptif, yang dalam teknik pengumpulan data yaitu berusaha mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dan juga wawancara langsung dengan beberapa tokoh yang terlibat secara langsung. Dan sedangkan dalam teknik analisis data, penulis menggunakan teknik deskriptif, yang bertujuan agar dapat membuat gambaran terhadap data-data yang ada, sehingga dapat menghasilkan data yang sistematis, faktual, aktual dan akurat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014 yaitu: Pertama,persaingan elit politik lokal dalam gagasan pemekaran. Jika dilihat dari wacana pemekaran terlihat bahwa adanya persaingan antara elit lokal serta ego

politik dalam gagasan pemekaran Kabupaten Lombok Timur. Kedua, belum

solitnya cakupan wilayah yang menjadi bagian dari DOB. Adanya reaksi penolakan tiga kecamatan dari delapan kecamatan yang akan menjadi cakupan

wilayah calon Kabupaten Lombok Selatan. Ketiga, situasi nasional. Pada sidang

paripurna DPR RI dengan agenda penetapan RUU 65 DOB pada 29 Desember 2014, memutuskan untuk tidak mengesahkan RUU 65 DOB tersebut, salah satunya pembentukan Kabupaten Lombok Selatan, karena mengingat akan segera dilantinya Presiden dan DPR RI priode 2014-2019, serta terdapat persyaratan antara UU pemerintah yang lama, yaitu UU No 32 Tahun 2004 dengan UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah.


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi.1Kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia telah mengalami perjalanan yang sangat panjang, tidak hanya semenjak lahirnya Republik ini, akan tetapi sejak masa pemerintahan kolonial. Dalam rangka mewujudkan kepentingan pemerintah kolonial maka pemerintah daerah dibentuk. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan, desentralisasi menjadi panduan utama akibat ketidak mungkinan sebuah negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola manajemen pemerintah secara sentralistik. Pada perkembangannya lebih jauh, desentralisasi kemudian menjadi semangat utama bagi negara-negara yang menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya.2

Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan adalah permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah yang menuntut untuk mendapat kewenangan yang lebih luas, maka pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

1

Sabrono, H. (2007). Memandu otonomi daerah menjaga kesatuan bangsa . Jakarta: Sinar Grafika. Hal 3

2


(17)

2 tentang Pemerintahan Daerah.3 Selanjutnya direvisimenjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimaksudkan agar daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai dengan perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah berdasarkan asas desentraliasi dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata dan bertangung jawab4

Visi otonomi daerah sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya yang utama yaitu: Politik, Ekonomi, serta Sosial dan Budaya. Bidang Politik, otonomi adalah buah dari desentralisasi dan demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertangung jawaban publik. Bidang Ekonomi, otonomi disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional dan daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangakan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Di Bidang Sosial dan Budaya. Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada

3

Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah inonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk, (Jakarta: Yayasan Haraka Bangsa, PGRI, dan European Union, 2016), hal 117-119

4

Sabrono, H. (2007). Memandu otonomi daerah menjaga kesatuan bangsa . Jakarta: Sinar Grafika. Hal 30


(18)

3 saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan disekitarnya.5

Pada tahun 1999, wilayah NKRI di bagi menjadi 27 provinsi. Namun sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang 32 Tahun 2004, sehingga pada tahun 2008 telah terbentuk 215 daerah otonomi baru yang terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya mencapai 512 daerah otonomi yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Kemudian dengan banyaknya aspirasi dan tuntutan masyarakat mengenai demokrasi dan pemekaran wilayah, saat ini Indonesia dibagi menjadi 34 provinsi dengan jumlah kabupaten 416 dan 98 kota.6

Otonomi daerah yang dicanangkan seperti sekarang diharapkan akan mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan pembangunan antara daerah di Indonesia. Dengan adanya asumsi bahwa pembentukan wilayah itu memiliki korelasi positif dengan peningkatan kehidupan demokratis ditingkat masyarakat, alasan ini sangat logis, sebab ketika terjadinya pemekaran wilayah maka jangkauan territorial secara otomatis menjadi semakin pendek atau dekat. Dengan demikian unit pemerintahan akan lebih mampu memberikan

5

Syukani, H., Prof. Dr. Afan Gaffar, M., & Prof. Dr. Ryaas Rasyid, M. (2003). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan . Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal 173-175

6

Daftar Kabupaten dan Kota di Indonesia, dalam,


(19)

4 pelayanan secara prima, sehingga masyarakat memiliki akses yang lebih mudah dan cepat terhadap proses pengambilan keputusan baik secara politis maupun secara administrattif di daerahnya. Meskipun demikian, patut disadari bahwa logika di atas tidaklah selalu bersifat linier. Artinya disini asumsi bahwa semakin banyaknya pemekaran wilayah dan semakin besar jumlah unit pemerintahan, maka semakin baik kehidupan demokrasi tidaklah berlaku secara mutlak. Otonomi baru yang kurang terkendali justru akan menghasilkan infektivitas penyelenggaraan pemerintahan, disamping terhambatnya proses demokratisasi itu sendiri.

Banyaknya desakan dari berbagai daerah dalam upaya pemekaran wilayah di Indonesia saat ini terlihat dari usulan pembentukan 65 provinsi dan kabupaten/kota baru yang ditetapkan oleh DPR RI pada akhir Oktober 2013 yang lalu, salah satunya upaya pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur.7 Akan tetapi dilihat dari banyaknya usulan pemekaran wilayah di Indonesia saat ini memang harus diakui lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa alasan, sebagian berpendapat sebagai ekspensif kekuasaan politik saja, sebagian beralasan sebagai perluasan karir politik dan selebihnya bisa dikatakan dalam rangka mengibarkan bendera partai yang dianut. Fenomena pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia layak untuk dikaji ulang.

7

“DOB Kabupaten Lombok Selatan dapat ditetapkan”, antarantb.com, 12 Februari 2014, dalam http://www.antarantb.com/berita/25842/dob-kabupaten-lombok-selatan-dapat-segera-ditetapkan, diakses pada tanggal 20 Febrari 2016


(20)

5 Karena, ini menyangkut dari kesiapan daerah, baik dari aspek pembiayaan, sumber daya manusia (SDM), dan kredibilitas birokrasi dalam melakukan pengelolaan pemerintah yang bersih dan lebih baik. Sehingga tidak tersendatnya roda pemerintahan daerah.

Proses dari pengajuan usulan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan sendiri sejak tahun 2010. Masyarakat Lombok Timur bagian selatan sendiri menghendaki pembentukan daerah Kabupaten Lombok Selatan, tuntutan masyarakat yang sangatkuat ditingkat bawah tersebut didorong oleh keinginan memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah, bahkan pemerintah provinsi sendri sangat mendukung terbentuknya Kabupaten Lombok Selatan. Pada saat itu Bupati Kabupaten Lombok Timur yang menjabat Drs. H. Sukiman Azmy menyetujui adanya pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur, kemudian dibentuklah Komite Pemekaran Kabupaten Lombok Timur (KPKLT). Angaran APBD dari Kabupaten Lombok Timur disiapkan untuk membentukan Kabupaten Lombok Selatan sampai proses telah sampai ke DPR RI. Namun nampaknya upaya yang dilakukan oleh masyarakat Lombok Timur bagian Selatan untuk memekarkan Kabupaten Lombok Timur menjadi daerah otonomi baru (DOB) dengan nama Kabupaten Lombok Selatan untuk sementara sepertinya masih menemui jalan buntu, karena bupati Kabupaten Lombok timur yang sekarang H. Muhammad Ali Bin Dachlan yang terpilih pada pemilihan kepala daerah pada Mei 2013, tidak berkenan untuk tandatangan hasil observasi terakhir Kemendagri atas kelayakan


(21)

6 Kabupaten Lombok selatan menjadi DOB, alasannya bahwa APBD Kabupaten Lombok Timur defisit dalam beberapa tahun tidak kuat untuk mensubsidi DOB yang bernama Kabupaten Lomok Selatan(KLS).8

Kabupaten Lombok Timur sendiri merupakan daerah otonom di wilayah NTB (Nusa tenggara Barat) yang paling luas wilayahnya dan paling banyak jumlah penduduknya yakni sekitar 1,2 juta jiwa yang terdiri dari 20 kecamatan. Kabupaten Lombok Timur juga merupakan daerah yang banyak masalah sosial seperti tingkat pengangguran, derajat kesehatan dan tingkat pendidikan yang minim, seihingga berkembang aspirasi untuk memperpendek pelayanan pemerintahan dengan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan. Apabila terjadi pemekaran maka penduduk Kabupaten Lombok Selatan akan berjumlah 410.668 jiwa. Jumlah tersebut didapatkan dari 8 kecamatan yang luasnya mencapai 442.82 kilometer persegi. Kecamatan yang dimaksudkan tesebut sesuai dengan konsep awal yaitu Kecamatan Terara, Sikur, Montong Gading, Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Akan tetapi Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sendiri hanya menginginkan pengajuan Pembentukan KLS ini, hanya terdiri dari 5 Kecamatan saja yakni Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Walaupun 5 Kecamatan yang dimiliki oleh calon KLS masih tetap mengalami kendala bila

8

Mugni M.Pd, M.Kom.,Dr,” DOB: Tidak Mengubah Mata Angin”, lombokpost.net, 17 April 2015, dalam http://www.lombokpost.net/2015/04/17/dob-tidak-mengubah-mata-angin-2/., diakses pada tanggal 12 Agustus 2016


(22)

7 tidak ada political will dari H. Muhammad Ali Bin Dachlan selaku bupati Kabupaten Lombok Timur yang berkuasa.9

Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan Peraturan Permrintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Jika mengacu pada persyaratan geografis/kwilayahan pemekaran Kabupaten Lombok Timur sudah layak dimekarkan menjadi dua daerah otonomi baru. Akan tetapi dari segi persyaratan administrasi persetujuan bupati berkuasa menjadi suatu yang mutlak. Pemekaran wilayah bukan hanya sekedar wilayah dan anggaran/dana oprasional pemerintahan tetapi di dalamnya juga terdapat batas wilayah yang harus disetujui oleh daerah induk.

Menarik untuk diteliti mengenai Kegagalan Pembentukan Lombok Selatan, dimana pembentukan KLS yang seharusnya telah ditetapkan dalam sidang paripurna DPR RI yang di laksanakan 29 September 2014 yang lalu bersama 64 DOB lainnya. Melihat dari adanya indikasi-indikasi mengenai kuatnya faktor politik dan ekonomi, baik dari proses pengusulannya sendiri hingga kegagalan dari pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014. Dari pernyataan diatas, menjadi alasan penulis mengambil judul :Politik Pemekaran Wilayah “Studi Kasus Kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan Tahun 2014”.

9

KLS harus diperjuangkan, radarlommbok.com, 8 Maret 2015, dalam

http://www.radarlombok.co.id/dewan-kls-harus-diperjuangkan.html., diakses pada tanggal 3 Februari 2016


(23)

8 B. Rumusan Masalah

Berangkat dari persoalan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan khazanah baru mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran wilayah. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

evaluasi serta memberikan masukan bagi segenap aparat dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terkait Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan di mekarkan dari Kabupaten Lombok Timur.

E. Kerangka Dasar Teori 1. Desentralisasi

Desentralisasi merupakan konsekuensi dari penerapan sebuah sistem demokratis. Adapun beberapa pengertian tentang desentralisasi sebagai berikut:


(24)

9 a. Desentralisasi menurut Rondinelli adalah dalam arti luas mencakup setiap penyerahan kewenangan daeri pemerintah pusat baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang di tugaskan di daerah.10

b. Desentralisasi menurut Ryaas Rasyid adalah adanya pelimpahan wewenang dari tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya secara hirarkis.11

c. Desentralisasi menurut Prajudi Atmosudirdjo adalah menunjukan kepada proses pendelegasian dari pada tanggung jawab terhadap sebagian dari administrasi Negara kepada badan-badan (korporasi-korporasi) otonomi (bukan kepada jabatan) dan tidak hanya mengenai kewenangan dari suatu urusan tertentu.12

d. Desntralisasi menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengtur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia.13

Jadi desentralisasi adalah merupakan pelimpahan wewenang atau pendelegasian sebagian tugas pemerintaha pusat kepada pemerintahan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam sistem Negara

10

Koirudin. (2005). Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Malang : Averrose Press. hal. 2. 11

Drs. Bambang Yudoyono, M. (2001). Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya. hal 20

12

Musanef, D. (1989). Sistem Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung. hal 21 13


(25)

10 Kesatuan Republik Indonesia. Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenangan dan tangung jawab daerah sepenuhnya karena pemerintah pusat tidak bisa menjalankan semua urusan pemerintahan maka, diberi kepercayaan yang luas untuk membuat kebijakan-kebijakan di daerah, memberikan pelayanan, peningkatan kesejahtraan dan pemberdayaan pada masyarakat, sehingga dalam implementasinya mampu memberikan jalan keluar dari persoalan yang ada.

Berdasarkan pendapat klasik G. Shabir Cheema dan Dennis A. Rondinelli, ada empat pokok dari desentralisasi yaitu:14

1. Dekonsentrasi

Pengalihan beberapa kewenangan atau tangung jawab administrasi di dalam (internal) suatu kementrian atau jabatan. Disini tidak ada transfer kewenangan yang nyata. Bahwa menjalankan kewenangan atas nama atasannya dan bertangung jawab kepada atasannya.

2. Delegasi

Transfer (pelimpahan) tangung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada organisasi-organisasi di luar struktur birokrasi pemerintaha dan dikontrol tidak secara langsung oleh pemerintah pusat.

3. Devolusi

14

Karim, A. G. (2003). Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia . Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal 76-77


(26)

11 Pembentukan dan pemberdayaan unit-unit pemerintahan di tingkat lokal oleh Pemerintah pusat dengan kontrol pusat seminimal mungkin dan terbatas pada bidang-bidang tertentu saja.

4. Privatisasi / debirokratisasi

Pelepasan semua tangung jawab fungsi-fungsi kepada organisasi-organisasi pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta.

Dengan demikian desentralisasi ini dapat dipilih minimal dalam tiga pemahaman besar: dekonsentrasi, delegasi, devoluasi. Dekonsentrasi merupakan bentuk desenralisasi yang hanya merupakan penyerahan tangung jawab kepada daerah, delegasi hanya merupakan kewenangan pembuatan keputusan dan menajemen untuk menjalankan fungsi-fungsi politik tertentu pada organisasi tertentu. Sedangkan devoluasi merupakan wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political desentralization). 15

Dilihat dari segi tujuannya desentralisasi adalah upaya untuk menciptakan kemampuan unit pemerintah secara mandiri dan independen. Mawhood sebagaimana dirujuk Hidayat mengemukakan bahwa tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah sebagai upaya mewujudkan keseimbangan politik (political equality), akuntabilitas pemerintah lokal, (local accountability) dan pertangungjawaban pemerintah lokal (local responsivenees). Ketiga tujuan ini saling berkaitan satu sama lain. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, dalam

15

Koirudin. (2005). Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Malang : Averrose Press. hal. 3-4


(27)

12 konteks indonesia misalnya, adalah pemerintah daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power); memiliki pendapatan daerah (PAD) sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah; dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat daerah melalui suatu pemilihan yang bebas.16

2. Otonomi Daerah

Otonomi sendiri berasal dari kata yunani, autos dan nomos. Kata pertama berarti “sendiri”, dan kata kedua berarti “perintah”. Otonomi bermaksud mengatur atau memerintah sendiri.17 Sedangkan daerah diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai wilayah tertentu, yang baik, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan.18

Otonomi daerah menurut Sarundajang dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.19 Sedangkan di dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

16Ibid.

hal 13-14 17

Dwidjowijoto, R. N. (2000). Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi . Jakarta : PT Elex Media Kompotindo. hal 46

18

Kansil, D. C. (1993). Sisitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. hal 361 19

Dwidjowijoto, R. N. (2000). otonomi daerah desentralisasi tanpa revolusi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal 46


(28)

13 kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepenting masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.20

Otonomi daerah merupakan simbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat karena daerah diberi kewenangan secara luas untuk membuat kebijakan daerah, memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahtraan rakyat. Otonomi merupakan salah satu strategi dalam suatu proses pembangunan guna mengatasi berbagai hambatan administrasi. Dengan demikian otonomi merupakan strategi untuk mendemokratisasikan sistem politik. Sejalan dengan pandangan ini, otonomi dapat dipandang sebagai kebebasan bagi masyarakat setempat untuk mengatasi masalahnya sendiri yang bersifat lokalitas.21 Pengertian luas dalam penyelenggaraan otonomi daerah merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan yang dikecualikan pada bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, pradilan, moneter dan fiskal, dan agama serta kewenangan yang lain. 22

20

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 21

Sulistyo, R. S. (1998). Pemerintahan Lokal dan Otonomi Daerah di Indonesia, Thailand dan Pakistan . Jakarta: PPW-LIPI. hal 10

22

Hari Subarno, M. (2007). Untaian Pemikiran Otonomi Daerah Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa . Jakarta: Sinar Grafika . hal 31


(29)

14 Adapun jenis-jenis otonomi itu sendiri, Surandajang memberikan 5 klasifikasi yaitu:23

1. Otonomi Organik

Otonomi ini menyatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi atau daerah otonom.

2. Otonomi Formal

Adapun yang dimaksud dengan otonomi formal adalah apa yang menjadi urusan otonomi itu tidak dibatasi secara positif. Satu-satunya pembatasan ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak boleh mengatur apa yang telah diatur oleh perundangan yang lebih tinggi tingkatnya.

3. Otonomi Material

Dalam otonomi material, kewenangan daerah otonom itu dibatasi secara positif yaitu dengan menyebutkan secara limitatif dan terperinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan diurusnya.

4. Otonomi Rill

Otonomi ril, pada prinsipnya menyatakan bahwa penentuan tugas pengalihan atau penyerahan wewenang-wewenang urusan tersebut didasarkan kepada kebutuhan dan keadaan serta kemampuan daerah yang menyelenggarakannya.

23

Dwidjowijoto, R. N. (2000). otonomi daerah desentralisasi tanpa revolusi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. hal 47-48


(30)

15 5. Otonomi nyata, bertangung jawab dan dinamis

Kepada daerah diserahkan suatu hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi pemerintahan di bidang tertentu. Otonomi yang nyata artinya disesuaikan dengan faktor-faktor tertentu yang hidup dan berkembang secara obyektif di daerah. Otonomi yang dinamis artinya dapat memberikan dorongan lebih baik dan maju atas segala kegiatan pemerintahan. 3. Pemekaran Daerah

Pembentukan dan pemekaran daerah adalah sebuah format pengaturan politik dalam penataan hubungan pusat dan daerah di dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.24 Sejak otonomi daerah diberlakukan, proses pemekaran daerah terjadi begitu pesat. Upaya pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat.

Pemekaran daerah menurut E. Herman Salim, yaitu merupakan instrumen penting memberdayakan daerah, memperpendek span of control, dan merebut dana perimbangan dari pusat.25

24

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 188

25

Ratnawi, T. (2009). Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi . Yogyakarta : Pustaka Pelajar . hal 35


(31)

16 Pemekaran darah menurut Agung Gde Agung , cara pusat untuk memecah belah daerah dan menguasainya (divid and rule) seperti yang di praktekan oleh kolonialisme blanda di masa lalu.26

Pemekaran daerah menuru Gabrielle Ferrazzi, perlu dilakukan secara serius dan komprenshif karena akan terkait dengan konseptualisasi reformasi kewilayahan (‘territorial reform’ atau ‘administrative area reform’), yaitu manajemen tentang ukuran, bentuk dan hirarki unit-unit pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan-tujuan administrasi dan politik suatu negara.27

Jadi pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih darisatu wilayah, yang berakibat pada perubahan status sebuah wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga adalah merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah, sehingga meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.

Persoalannya sekarang bahwa pembentukan dan pemekaran daerah ini ternyata telah mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa politik lokal sebagai sebuah logika yang harus dipertimbangkan. Praktis ini menjadi penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena

26ibid

., 27ibid


(32)

17 pada saat yang bersamaan ketika kebebasan pemekaran daerah menjadi resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik lokal.28

Pemekaran daerah menjadi provinsi, kabupaten, dan kota dapat dilihat dari tiga sisi logika:29

a) Logika formal (legislasi), memandang bahwa terjadinya pemekaran wilayah disebabkan adanya dukungan formal Undang-Undang, sekaligus dengan Undang-Undang ini memberikan peluang kepada setiap daerah untuk berapresiasi dengan kesempatan ini, sehingga yang terjadi adalah banyak daerah di Indonesia berlomba-lomba untuk menjadikan daerahnya masing-masing menjadi otonomi (logika ini adalah di luar terjadinya persoalan kebablasan pemekaran).

b) Logika realitas,memandang bahwa pembentukan daerah (tidak memandang apakah menjadi otonom, atau menjadi daerah kawasan khusus) merupakan sesuatu yang benar-benar urgen secara realitas. Bahwa untuk memecahkan berbagai macam persoalan yang ada di daerah, alternatif pilihan terbaiknya hanyalah pembentukan atau pemekaran wilayah/daerah.

c) Logika politik, memandang bahwa adanya pergerakan-pergerakan sosial politik kemasyarakatan di tingkat lokal dengan ide pemekaran daerah, dan pada saat bersamaan dengan membawa dan mengusung etnisitas daerah sebagai penguat menuju terjadinya pemekaran.

28

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189

29ibid


(33)

18 Dalam konteks pemekaran daerah/wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonomi baru, bahwa daerah otonomi tersebut diharapkan mempu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber-sumber daya alam, dan pengelolaan bantuan Pemerintah Pusat kepada daerah otonomi dalam rangka meningkatkan kesejahtraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.30

Terdapat beberpa urgensi dari pemebentukan dan pemekaran wilayah yaitu:31

1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat akan secara cepat terangkat dan terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan seiring meningkatnya kesejahraan. 2. Memperpendek span of control (rentang kendali) manajemen

pemerintahan dan pembangunan, sehingga fungsi manajemen pemerintahan akan lebih efektif, efesien, dan terkendali.

3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuh kembangkan inisiatif, kreatif, dan inovasi masyarakat dalam pembangunan.

30ibid

., hal. 194 31ibid


(34)

19 4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran pendemokrasian masyarakat, dengan keterlibatan mereka dalam proses politik dan pembangunan.

5. Khusus daerah atau wilayah-wilayah perbatasan/kepulauan, pembentukan wilayah ini menjadi beberapa yang sangat urgen (multy-cluster) merupakan suatu yang sangat urgen, karna hal ini :

a. Membuka keterisolasian masyarakat akibat keterbelakangan dan kemiskinan daerah.

b. Memberi akses bagi pertumbuhan dan perkemabangan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat.

c. Meningkatkan kesejahtraan hidup masyarakat kepulauan. d. Memajukan daerah kepulauan sejajar dengan daerah daratan. e. Memperkuat sistem pertahanan keamanan nasional serta tegaknya

NKRI.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Dalam Bab III pasal 5, pembentukan daerah harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan kewilayahan:32

1. Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD Provinsi Induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

32


(35)

20 2. Sedangkan syarat administatif untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

3. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

4. Sedangkan syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk membentuk provinsi, dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan kota untuk membentuk kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana pemerintah.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007, tentang tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota yang telah di atur dalam BAB III pada pasl 16 mengatakan sebagai berikut33 :

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang akan dimekarkan.

33

Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah dalan Bab III, pasal 16


(36)

21 b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain.

c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian daerah.

d. Masing-masing bupati/walikota menyampaikan usulan pembentukan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota 2. Hasil kajian daerah

3. Peta wilayah calon kabupaten/kota

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota

e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian daerah

f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota kepada DPRD provinsi

g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan kabupaten/kota


(37)

22 h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota, gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden melalui Menteri dengan melampirkan

1. dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota 2. hasil kajian daerah

3. peta wilayah calon kabupaten/kota

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota 5. Keputusan DPRD provinsi dan keputusan gubernur

Pada saat ini kecendrungan banyaknya daerah-daerah yang minta dimekarkan, padahal jika ditinjau khususnya dari syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya dan Hukum) tidak begitu mendukung. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah tidaklah menjamin secara serta-merta membawa pada perubahan yang diinginkan. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar masyarakat daerah yang bersangkutan, tapi hanya inisiatif dari kelompok partai elit politik maupun birokrasi yang cendrung mengejar kekuasaan saja.

a) Politik Pemekaran

Pemekaran dan pembentukan daerah ini ternyata telah mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa politik lokal sebagai sebuah logika yang harus dipertimbangkan. Praktis ini menjadi


(38)

23 penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena pada saat yang bersamaan, ketika keabsahan pemekaran daerah menjadi resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik lokal.34 Beragam pelung sekaligus tantangan yang ditawarkan, otonomi daerah juga memberikan tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan pemerintah di Indonesia. Besarnya keuntungan yang ditawarkan akibat adanya otonomi daerah menjadi faktor pendorong merebaknya tuntutan pemekaran diberbagai wilayah di Indonesia.35 Desentralisasi sebagai salah satu modal utama dalam pembangunan indonesia. Namun dalam implementasinya Pemekaran daerah telah dijadikan proyek besar. Baik oleh elit politik lokal maupun nasional.

Pemekaran daerah memungkinkan adanya guliran dana puluhan triliun rupiah, (APBN/APBD) dan termasuk menjanjikan jabatan-jabatan politik baru serta sumber-sumber ekonomi baru. Elit politik lokal memandang bahwa pemekaran daerah perlu dibangun dan diperjuangkan dalam rangka meraih beragam sumber yang terkandung didalamnya. Dalam kenyataanya sulit menafikan peran elit lokal, karena mereka mempuyai peran sangat penting, peran elit politik lokal terutama pada level proses wacana hingga pada perjuangan politik masyarakat yang kerap di warnai nuansa politik etnis. Untuk itulah perjuangan pemekaran senantiasa melibatkan elit politik lokal, karena

34

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189

35

Mahmudin, J. (2015). Dinamika Politik Pemekaran Kecamatan Gayam di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Politik Muda, Vol 4 , 294.


(39)

24 hanya pemekaranlah memiliki intelektual, sumber ekonomi, dan kekuasaan baik level eksekutif lokal maupun legeslatif daerah.36

Pada masa Orde Baru proses pemekaran wilayah bersifat Top Down sehingga tergantung pemerintah pusat, dengan alasan teknokratis administratif. Sedangkan di era reformasi bersifat Bottom Up dan didominasi alasan politik ketimbang alasan administratif. Usulan bermula dari keinginan masyarakat dan tokoh-tokohnya termasuk pemerintah daerah dan DPRD yang kemudian diusulkan ke Mendagri melalui Gubernur, dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta persetujuan Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan DPRD Provinsi. Setelah melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, RUU Pembentukan Daerah diajukan ke Presiden. Bila Presiden menyetujui, RUU tersebut disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat persetujuan.37

Menurut Tri Ratnawati motif dari pemekaran wilayah, pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia selama ini sebenarnya memiliki beberapa motif tersembunyi, diantaranya adalah:38

36

Risman Ridwan, “Pemekaran atas Dasar Politik”, malutpost.co.id, 13 April 2015, dalam http://portal.malutpost.co.id/en/opini/item/12963-pemekaran-atas-dasar-politik.., diakses pada tanggal 5 April 2016

37

Endarto. (2014). Evaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi. Jurnal Lingkar Widyaiswara 1 , PP. 62.

38

Ratnawi, T. (2009). Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi . Yogyakarta : Pustaka Pelajar . hal 15


(40)

25 a. Gerrymander yaitu usaha pemekaran daerah untuk kepentingan politik tertentu. Contoh kasus pemekaran Papua oleh pemerintahan Megawati (PDIP) disinyalir bertujuan memecahkan suara partai lawan.

b. Pemekaran daerah telah berbuah menjadi semacam “bisnis”. Pratikno mencatat bahwa inisiatif proses legislasi pemekaran daerah justru banyak dimulai oleh DPR RI.

c. Tujaun pemekaran daerah untuk merespon separatisme agama dan etnis sebenarnya bermotifkan untuk membangun citra rezim, memperkuat legitiasi rezim berkuasa, dari para aktor elit daerah maupun pusat.

b) Akibat Pemekaran

Ada beberapa akibat negatif yang dapat ditimbulakan oleh pemekaran daerah, diantaranya adalah:39

1. Perebutan batas-batas wilayah, yaitu daerah mana yang ke daerah pemekaran dan masih tetap menjadi bagian daerah induk, apalagi bila wilayah itu termasuk daerah “basah”

2. Penetapan ibukota juga sering menjadi pemicu konflik dan bentrok antar warga. Karena masing-masing ingin ibukota provinsi, kabupaten, dan kota baru ada di daerahnya, karena ini akan mendatangkan banyak keuntungan, diantaranya akan lebih maju dan lebi di kenal.

39

Endarto. (2014). Evaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi . Jurnal Lingkar Widyaiswara 1 , pp. 63.


(41)

26 3. Terjadi perebutan aset antara daerah induk dengan daerah pemekaran, mana yang akan diserahkan dan mana yang tidak, sehingga sering terjadi kasus rebutan “gono-gini”

4. Tarik ulur dalam penetapan pejabat kepala daerah sebelum pemilihan kepala daerah difinitif, ini akan menimbulkan konflik antara Pemerintah Pusat dan Provinsi atau antara Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi, karena masing-masing cenderung memaksa calon yang di inginkan. Belum konflik pada penentuan pejabat pengisi jabatan-jabatan eselon sering terjadi pertentangan antara putra daerah dan bukan putra daerah, padahal belum tentu putra daerah memenuhi syarat yang dibutuhkan.

5. Pembentukan daerah baru akan menjadi beban fisik bagi pemerintah pusat. Pasalnya untuk setiap daerah otonomi baru pemerintah harus menyuntikkan dana untuk modal awal untuk membangun infrastruktur dasar seperti pusat pemerintahan dan gedung DPRD.

6. Pembentukan daerah baru juga menambah beban pembiayaan pemerintah pusat baik dalam bentuk dana aloasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). Beban ini akan bertambah akibat lemahnya daya dukung keuangan daerah pemekaran. DAK yang tersedia akan lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai. 7. Karena daerah otonomi disamping berharap dana dari APBN,


(42)

sebanyak-27 banyaknya, akibat telah terjadi proses penambangan secara berlebihan dan tak terkendali di berbagai daerah sehingga merusak hutan dan lingkungan.

8. Dari segi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan homogen daerah pemekaran baru (misal kesukuan, agama) yang justru akan memperkuat perasaan egosentrisme. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan konflik horisontal maupun vertikal. 9. Pemekaran daerah juga dapat menimbulkan ancaman terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena semakin tersekat-sekatnya wilayah terlebih kita adalah negara kepulauan. Hal ini semakin dikuatkan adanya fakta bahwa di era otonomi daerah ini, tidak mungkin bagi pemerintah pusat dan gubernur untuk koordinasi dengan Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota seolah telah menjadi raja-raja kecil di daerahnya, apalagi didukung oleh perbedaan afiliasi partai politik diantara mereka.

Pemekaran daerah, seperti kabupaten, dipecah menjadi beberapa kabupaten sebenarnya merupakan tindakan yang baik jika konsep awal dalam otonomi daerah diterapkan, yaitu dalam rangka pemerataan pembangunan daerah. Yang dikwatirkan malah sebaliknya, dan akan menguntungkan beberapa kelompok dan golongan saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ketika sudah mulai muncul wacana pemekaran daerah, muncul pulalah beberapa tokoh-tokoh politik,


(43)

28 agama, masyarakat, pemuda, akademisi, dan pengusaha yang seolah-olah ikut andil dalam proses pemekaran. Hal itu terjadi karena memang kepentingan golongan yang harus terlaksana bukan keinginan masyarakat. Bisanya mereka selalu menjual isu yang sama kepada masyarakat lapisan tingkat bawah seperti, peningkatan kualitas pendidikan, peluang kerja bagi para pemuda dan lain-lain.

F. Definisi Konseptual

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan).40 Sedangkan definisi konsepsional merupakan suatu pengertian dari gejala yang memberi pokok perhatian. Definisi konsepsional disini sebagai penggambaran yang lebih jelas untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian, pembahasan atau istilah yang ada pada masing-masing variabel. Maka dari itu penulis akan memberikan definisi konsepsional yang berhubungan dengan penilitian ini antara lain:

1. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Sedangkan otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

40

Ir. M. Iqbal Hasan, M.M. (2002). Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia. hal 17


(44)

29 urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesui dengan peraturan perundang-undangan.

3. Pemekaran Daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingakat provinsi maupun kabupaten dan kota dari induknya. Landasan hukum terbaru untuk pemekaran ini adalah UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan PP Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah.

G. Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah petunjuk dan pelaksanaan untuk mengukur suatu variable atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur satu variabel.Dengan demikian definisi operasional merupakan indikator-indikator yang dibutuhkan penulis dalam penelitian yang digunakan untuk mendiskripsikan faktor yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada Tahun 2014. Maka indikator-indikator yang dapat di gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Aspek historis (kejadian-kejadian yang telah dialami dalam proses wacana pembentukan Kabupaten Lombok Selatan)


(45)

30 H. Metode Penelitian

Metode penilitian merupakan cara atau jalan yang ditempuh sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan memiliki langkah-langkah yang sistematis41. Sehingga dalam sebuah penelitian, metodologi sangatlah diperlukan karena metodologi sebagai tuntutan berfikir yang sistematis.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti. Menurut (Bogdan dan Taylor) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati. Sedangkan metode diskriptif itu sendiri bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dalam penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran, dan bukan angka-angka.42

Sedangkan menurut Moh. Nazir, metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek,

41

Ir. M. Iqbal Hasan, M. (2002). Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.hal 20

42

Prof. Dr Lexsy Johannes Moleng, M. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosada Karya. hal 4


(46)

31 suatu set kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu kelas pristiwa pada masa sekarang.43 Alasan dipakainya metode deskriptif dalam penelitian ini untuk meneliti tentang faktor yang mempengaruhi kegagalan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan dari Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014.

2. Jenis Data a. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat langsung dari sumber asli atau pihak pertama, adapun data ini diperoleh dengan cara mengamati langsung kegiatan yang mencakup beberapa aspek penelitian. Data primer dapat berupa subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan yang digunakan untuk menjelaskan data primer. Data sekunder ini dapat diperoleh dari catatan ataupun tulisan-tulisan yang berkaitan dengan obyek atau permasalahan yang diteliti seperti buku-buku, literatur, jurnal majalah atau koran dan lain-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk mengumpulan bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian.

43


(47)

32 Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Dokumentasi, yaitu merupakan langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data-data melalui dokumen, catatan-catatan, atau arsip-arsip yang berkaitan dengan proses dalam pengajuan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan sejak tahun 2010. b. Wawancara, yaitu metode ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan informasi melalui tanya jawab secara langsung, baik lisan maupun tulisan tentang masalah yang dibahas. Dalam hal ini Drs. H. Sukiman Azmy, MM selaku mantan Bupati Lombok Timur sebagai pengagas pembentukan Kabupten Lombok Selatan dan H. Muhammad Ali Bin Dachlan, SH. MBA selaku Bupati Kabupaten Lombok Timur yang menjabat sekarang. Kemudian H. M. Khairul Rizal selaku Ketua DPRD Kabupaten Lombok Timur. Selain itu H. Ismail Husaini selaku ketua dan Josyo Supeno, S.Pd selaku sekertaris Komite Pemekaran. selain itu juga Ahmad Turmuzi sebagai ketua dari FKMLS (Forum Kualisi Masyarakat Lombok Selatan) sebagai pelopor pemekaran dari pembentukan Kabupaten Lombok Selatan.

4. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif deskriptif, yaitu suatu pembahasan


(48)

33 yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara interprestasi terhadap data-data tersebut. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai fakta-fakta seputar faktor yang mempengaruhi kegagalan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di lapangan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan metode analisis interaktif. Menurut Milles dan Huberman ada tiga komponen pokok dalam analisis data dengan metode interaktif, yaitu44:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan dan pemusatan perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari catatan-catatan tulisan di lapangan. Reduksi data juga merupakan suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Penyajian Data

44

Milles, M. B dan Huberman, A. M. (1992) Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru: Universitas Indonesia Press, Jakarta. hal 2


(49)

34 Penyajian data diartikan sebagai pemaparan informasi yang tersusun untuk memberi peluang terjadinya suatu kesimpulan. Selain itu, dalam penyajian data diperlukan adanya perencanaan kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya. Dengan demikian, penyajian data yang baik dan jelas sistematikannya sangat diperlukan untuk melangkah kepada tahapan penelitian kualitaif selanjutnya.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam penelitian dimana data-data yang telah diperoleh akan ditarik garis besar/kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian tersebut.


(50)

35 BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur

1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur

Pada masa penjajahan Belanda Pulau Lombok dan Bali dijadikan satu wilayah kekuasaan pemerintahan dengan status Karesidenan dengan ibukota Singaraja berdasarkan Staabtlad Nomor 123 Tahun 1882 kemudian berdasarkan Staatblad Nomor 181 tahun 1895 tanggal 31 Agustus 1895. Pulau Lombok ditetapkan sebagai daerah yang diperintah langsung oleh Hindia Belanda.

Staatblad ini kemudian disempurnakan dengan Staatblad Nomor 185 Tahun 1895 dimana Lombok diberikan status “Afdeeling” dengan ibukota Ampenan. Dalam afdeeling ini Lombok dibagi menjadi dua Onder Afdeeling yaitu Onder Afdeeling Lombok Timur dengan ibukota Sisi’ (Labuhan Haji) dan Onder Afdeeling Lombok Barat dengan ibukota Mataram, masing-masing Onder Afdeeling diperintah oleh seorang Contreleur (Kontrolir).

Untuk Lombok Timur dibagi menjadi 7 wilayah kedistrikan yaitu Pringgabaya, Masbagik, Rarang, Kopang, Sakra, Praya dan BatuKliang. Akibat pecahnya perang Gandor melawan Belanda tahun 1897 dibawah pimpinan Raden Wirasasih dan Mamiq Mustiasih maka pada tanggal 11 Maret 1898 ibukota Lombok Timur dipindahkan dari Sisi’ ke Selong. Selanjutnya dengan Staatblad Nomor 248 tahun 1898 diadakan


(51)

36

perubahan kembali terhadap Afdeeling Lombok yang semula 2 menjadi 3 Onder Afdeeling yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Untuk Onder Afdeeling Lombok Timur terdiri dari 4 kedistrikan yaitu Rarang, Masbagik, Sakra dan Pringgabaya. Dalam perkembangan berikutnya dibagi lagi menjadi 5 distrik yaitu:

1. Rarang Barat dengan ibukota Sikur dipimpin oleh H. Kamaluddin

2. Rarang Timur dengan ibukota Selong dipimpin oleh Lalu Mesir

3. Masbagik dengan ibukota Masbagik dipimpin oleh H. Mustafa

4. Sakra dengan ibukota Sakra dipimpin oleh Mamiq Mustiarep

5. Pringgabaya dengan ibukota Pringgabaya dipimpin oleh L.

Moersaid.

Seiring dengan terbentuknya daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat dengan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1958 maka dibentuk pula 6 (enam) Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958. Secara yuridis formal maka daerah Swatantra Tingkat II Lombok Timur terbentuk pada tanggal 14 Agustus 1958 yaitu sejak di undangkannya Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958.

2. Kondisi Geografis Daerah

Kabupaten Lombok Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang beri ibukota di Selong.


(52)

37

Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lomnok Utara di sisi barat, dan juga berbatasan dengan laut jawa di sisi utaranya. Kabupaten ini menghadap ke wilayah laut (Samudra Hindia di sebelah selatan dan Selat Alas di sebelah timur).

Kabupaten Lombok Timur terletak antara 161°-117° Bujur Timur dan 8°- 9° Lintang Selatan, luas wilayah keseluruhan mencapai 2.679,88 Km2 yang terdiri atas daratan dan lautan. Daratan seluas 1.605,55 km2 (59,91 persen). dan lautan seluas 1.047,33 km2 (40,09 persen). Luas daratan Kabupaten Lombok Timur mencakup 33,88 persen dari luas Pulau Lombok atau 7,97 persen dari luas daratan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dengan batas wilayah:

Sebelah Barat : Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah

Sebelah Timur : Selat Alas

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia


(53)

38

Sejak berdiri sebagai kabupaten pada tahun 1958, wilayah Kabupaten ini menjadi daerah pelayanan dari 20 Kecamatan, yakni: Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra Barat, Sakra Timur, Terara, Montong Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia, Suralaga, Selong, Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun, Sambelia. Seiring dengan perkembangan, ada keinginan untuk mengembangkan sebagai wilayah kabupaten baru yang akan meliputi 8 (Delapan) kecamatan. Kabupaten ini hendak akan dinamai Kabupaten Lombok Selatan (KLS). Kecamatan-kecamatan lainnya akan tetap menjadi wilayah Kabupaten Lombok Timur sebagai kabupaten induk.

3. Kondisi Demografi

Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Provinsi NTB, yaitu 1.068,486 jiwa atau hampir 25% dari keseluruhan penduduk NTB yang terbagi dalam 10 kabupaten/kota. Dengan luas daratan yang hanya 1.605,55 km atau 7,97% dari total luas daratan NTB, kabupaten ini menjadi wilayah terpadat ketiga di Provinsi NTB setelah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Tengah. Jumlah penduduk yang cukup besar tersebut tersebar relatif merata di 20 kecamatan, kecuali di beberapa kecamatan baik di wilayah Utara maupaun Selatan yang memiliki luas wilayah lebih sempit atau berada di sekitar gunung Rinjani.


(54)

39 Tabel 2.1

Perbandingan Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Lombok Timur

No Kecamatan

Jumlah Penduduk Kepadatan

Penduduk (km2)

Jiwa %

1 Keruak 46.776 4,32 1.155

2 Jerowaru 50.331 4,65 353

3 Sakra 51.899 4,80 2.069

4 Sakra Barat 45.609 4,22 1.412

5 Sakra Timur 41.412 3,83 1.118

6 Terara 69.399 6,42 1.676

7 Montong Gading 37.014 3,42 1.447

8 Sikur 68.228 6,31 872

9 Masbagik 90.739 8,39 2.736

10 Pringgasela 48.342 4,49 360

11 Sukamulia 29.501 2,73 2.036

12 Suralaga 48.824 4,51 1.807

13 Selong 73.889 6,83 2.332

14 Labuhan Haji 50.917 4,71 1.027

15 Pringgabaya 91.806 8,49 674

16 Suela 37.507 3,47 326

17 Aikmel 89.872 8,31 731

18 Wanasaba 60.107 5,56 1.075

19 Sembalun 18.209 1,68 84

20 Sambelia 31.249 2,89 127

Total 1.081.630 100,00


(55)

40

Secara sosiologis, aspek kependudukan di Kabupaten Lombok Timur ditunjukkan dengan kindisi masyarakat yang relatif homogen baik dari sisi etnis maupun agama. Berdasarkan statistik tahun 2000 terlihat bahwa Kabupaten Lombok Timur dihuni oleh tiga suku dominan, yaitu: Sasak (67,75%), Bima (13,40%), Sumbawa (8,34%) yang masing-masing masih memiliki sub etnis, serta beberapa etnis lain dalam jumlah yang lebih sedikit seperti misalnya Dompu, Bali, Jawa, Bugis, Donggo, dan lain sebagainya.

4. Kepala Pemerintahan

Kabupaten Lombok Timur dipimpin oleh Bupati. Berikut daftar Bupati dan Wakil Bupati1 :

1. L. Muslihin (Masa bakti 2 Juli 1960-24 Nop 1966).

2. Rahadi Tjipto Wardoyo (Masa bakti 24 Nopember 1966-15

Agustus 1967).

3. R. Roesdi (Masa bakti 15 Agustus 1967-1979) diperpanjang.

4. Saparwadi (Masa bakti 1979-1988 ) meninggal 13 Maret 1987.

5. H. L. Djafar Surayadi (Masa bakti 21 Desember 1987-13 Juli 1988) sebagai Pelaksana Tugas.

6. Abdul Kadir (Masa bakti 13 Juli 1988-1993) Sekda Drs. Djafar Suryadi -Drs. H. L. Fikri.

1

Daftar bupati dan wakil bupati Lombok Timur yang pernah menjabat dari tahun 1960- 2013, dalam http://lomboktimurkab.go.id/., diakses pata tanggal 28 Mei 2016


(56)

41

7. Moch. Sadir (Masa bakti 1993-1998 ) Sekda - H.L. Fikri -Moch. Aminuddin,BA- H. Syahdan, SH.,SIP (definitif).

8. H. Syahdan, SH (Masa bakti 1999-2003) sekda H. L. Kamaluddin,

SH.

9. H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan H. Rahmat Suhardi (Wakil

Bupati) periode 2003-2008.

10.H. M. Sukiman Azmy (Bupati), M.M. dan H.M. Syamsul Lutfhi (Wakil Bupati) periode 2008-2013.

11.H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan Drs. H. Haerul Warisin, M.Si (Wakil Bupati) periode 2013-2018.

Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur periode 2013-2018 dipimpin kembali oleh H. Moch. Ali Bin Dachlan, SH yang pernah memimpin pada periode 2003-2008, dan Drs. H. Haerul Warisin, M.Si.

5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur

DPRD Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah anggota sebanyak 50 orang, terbagi kedalam 10 fraksi yang terdiri dari 8 fraksi utuh dan 2 fraksi gabungan.2

1. Fraksi Partai Demokrat

Merupakan fraksi terbesar dengan jumlah anggota sebanyak 7 orang yang berasal dari Dapil 1 dan Dapil 2 masing-masing 2 orang dan Dapil III, IV dan V masing-masing 1 orang. Jumlah suara yang diproleh adalah sejumlah 82.784 (13.29%) suara.

2

DPRD Kabupaten Lombok Timur- NTB, Buletin Infosus, edisi ke 1 tahun ke VI / November 2015


(57)

42

2. Fraksi Partai Golkar

Anggota fraksi partai Golkar sebanyak 5 orang, berasal dari masing-masing Dapil. Jumlah suara yang diperoleh adalah 63.423 (10,19%) suara.

3. Fraksi Partai Hanura

Anggota fraksi partai Hanura sebanyak 5 orang, berasal dari masing-masing Dapil. Jumlah suara yang diperoleh adalah sebanyak 58.944 (9,47%) suara.

4. Fraksi Partai Amanat Nasional

Anggota fraksi PAN sebanyak 5 orang, berasal dari masing-masing Dapil. Jumlah suara yang diperoleh adalah sebanyak 53.402 (8,58%) 5. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

Anggota fraksi PKS 5 orang, berasal dari masing-masing Dapil. Jumlah suara yang diperoleh adalah sebanyak 52.204 (8,38%) suara. 6. Fraksi Partai Garindra

Anggota fraksi Garindra sebanyak 5 orang, berasal dari masing-masing Dapil. Jumlah suara yang diperoleh adalah sebanyak 51.700 (8,30%) suara.

7. Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa

Anggota fraksi PKB sebanyak 4 orang, Dapil I, II, III dan IV, masing-masing 1 orang. Jumlah suara yang diperoleh adalah sebanyak 51.220 (8,23%) suara


(1)

berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan.8

Otonomi daerah menurut Sarundajang dapat diartikan sebagai hak wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.9 Sedangkan di dalam undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepenting masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.10

3) Pemekaran Daerah

pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, yang berakibat pada perubahan status sebuah wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga adalah merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah, sehingga meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.

Pemekaran daerah menurut E. Herman Salim, yaitu merupakan instrumen penting memberdayakan daerah, memperpendek span of control, dan merebut dana perimbangan dari pusat.11

Pemekaran darah menurut Agung Gde Agung , cara pusat untuk memecah belah daerah dan menguasainya (divid and rule) seperti yang di praktekan oleh kolonialisme blanda di masa lalu.12

Pemekaran daerah menuru Gabrielle Ferrazzi, perlu dilakukan secara serius dan komprenshif karena akan terkait dengan konseptualisasi reformasi kewilayahan (‘territorial reform’ atau ‘administrative area reform’), yaitu manajemen tentang ukuran, bentuk dan hirarki unit-unit pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan-tujuan administrasi dan politik suatu negara.13

a) Politik Pemekaran

Pemekaran dan pembentukan daerah ini ternyata telah mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa politik lokal sebagai sebuah logika yang harus dipertimbangkan.

8 Kansil, D. C. (1993). Sisitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. hal 361 9 Dwidjowijoto, R. N. (2000). otonomi daerah desentralisasi tanpa revolusi. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo. hal 46

10 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

11 Ratnawi, T. (2009). Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi . Yogyakarta :

Pustaka Pelajar . hal 35

12ibid., 13ibid.,


(2)

Praktis ini menjadi penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena pada saat yang bersamaan, ketika keabsahan pemekaran daerah menjadi resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik lokal.14

Beragam pelung sekaligus tantangan yang ditawarkan, otonomi daerah juga memberikan tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan pemerintah di Indonesia. Besarnya keuntungan yang ditawarkan akibat adanya otonomi daerah menjadi faktor pendorong merebaknya tuntutan pemekaran diberbagai wilayah di Indonesia.15

b) Akibat Pemekaran

Pemekaran daerah, seperti kabupaten, dipecah menjadi beberapa kabupaten sebenarnya merupakan tindakan yang baik jika konsep awal dalam otonomi daerah diterapkan, yaitu dalam rangka pemerataan pembangunan daerah. Yang dikwatirkan malah sebaliknya, dan akan menguntungkan beberapa kelompok dan golongan saja. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan ketika sudah mulai muncul wacana pemekaran daerah, muncul pulalah beberapa tokoh-tokoh politik, agama, masyarakat, pemuda, akademisi, dan pengusaha yang seolah-olah ikut andil dalam proses pemekaran. Hal itu terjadi karena memang kepentingan golongan yang harus terlaksana bukan keinginan masyarakat. Bisanya mereka selalu menjual isu yang sama kepada masyarakat lapisan tingkat bawah seperti, peningkatan kualitas pendidikan, peluang kerja bagi para pemuda dan lain-lain.

3. Metode Penelitian

penelitian ini adalah tipe penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti. Menurut (Bogdan dan Taylor) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang atau prilaku yang dapat diamati. Sedangkan metode diskriptif itu sendiri bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dalam penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran, dan bukan angka-angka.16

Jenis Data (1) Data primer merupakan data yang didapat langsung dari sumber asli atau pihak pertama, adapun data ini diperoleh dengan cara mengamati langsung kegiatan yang mencakup beberapa aspek penelitian.

14 Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189

15 Mahmudin, J. (2015). Dinamika Politik Pemekaran Kecamatan Gayam di Kabupaten

Bojonegoro. Jurnal Politik Muda, Vol 4 , 294.

16 Prof. Dr Lexsy Johannes Moleng, M. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:


(3)

Data primer dapat berupa subjek riset (orang) baik secara individu maupun kelompok. (2) Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan yang digunakan untuk menjelaskan data primer.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (a) Dokumentasi yaitu merupakan langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data-data melalui dokumen, catatan-catatan, atau arsip-arsip yang berkaitan dengan proses dalam pengajuan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan sejak tahun 2010. (b) Wawancara, yaitu metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi melalui tanya jawab secara langsung, baik lisan maupun tulisan tentang masalah yang dibahas.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun dengan cara interprestasi terhadap data-data tersebut. Tiga komponen pokok dalam analisis data dengan metode interaktif yaitu: (1) Reduksi data (2) Penyajian Data (3) Penarikan Kesimpulan17

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dominasi Elit dalam Wacana Pemekaran, Jika dirunut kebelakang isu wacana pemekaran di Kabupaten Lombok Timur yang pertama kali wacana semacam ini dimotori oleh Bupati Lombok Timur yang menajabat pada waktu itu yakni Ali Bin Dachlan. Beliau waktu itu mengusulkan Kota Selong yang terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Selong, Labuhan Haji, Sukamulya dan Suralaga. Perencanaan ini diikuti dengan pembangunan Pelabuhan Haji dan pendirian pabrik-pabrik besi. Namun gagasan ini tenggelam begitu saja seiring dengan tidak terpilihnya Bupati Ali Bin Dachlan pada pilkada Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2008.

Kemudian wacana pemekaran pun muncul kembali dalam bentuk yang baru pada tahun 2009, setahun paska pemilihan kepala daerah. Bupati yang menjabat waktu itu H. Sukiman Azmy mengsusulkan gagasan pembentukan kabupaten baru Lombok Selatan (KLS), dari kabupaten induk Lombok Timur. Wacana pemekaran mulai menjadi bahan perbincangan ketika Bupati membentuk ‘Komite Pemekaran wilayah Kabupaten Lombok Timur’. Dalam SK Bupati Kabupaten Lombok Timur tertanggal 29 Agustus 2009. Jika kita sederhanakan, lenyapnya gagasan ini begitu saja seiring turunya bupati, mengindikasikan bahwa ide pemekaran tersebut inisiatif elit, yang subtansinya tidak mengakar di masyarakat.

a) Kurangnnya Dukungan Pemerintah Daerah

Walaupun Bupati Lombok Timur M. H Ali Bin Dachlan tetap setuju dengan terbentuknya Kabupaten Lombok Selatan asalakan dengan lima kecamatan di luar tiga kecamtan yakni kecamatan Terara, Sikur dan Montong Gading. Anggota DPRD Lombok Timur Dapil

17 Milles, M. B dan Huberman, A. M. (1992) Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang


(4)

wilayah Selatan, Samsyul Rijal dari Partai Nasdem. Mengatakan, permasalahan KLS ini sudah di pusat, seluruh anggota DPRD Dapil wilayah Selatan telah memberikan dukungan 100 persen untuk pembentukan KLS ini, dari sejak awal DPRD selalu mengawal masalah pemekaran KLS ini. “tinggal bagaiamana mendorong Pemkab Lotim untuk memberi dukungan terhadap delapan kecamatan yang diusulan dari awal”.18

b) Rapat Paripurna DPR Tolak Sahkan 65 RUU DOB

Pada akhirnya Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda pembahasan RUU DOB pada 29 September 2014, memutuskan untuk tidak mengesahkan 65 RUU DOB yang diajukan ke parlemen. Hingga akhirnya dilimpahkan kepada Anggota DPR RI periode 2014-2019. Setelah ricuhnya kondisi rapat paripurna karena banyak pengunjung yang berteriak meminta disahkannya RUU DOB paling tidak 21 daerah, hingga para anggota dewan kembali berdiskusi. “Wakil ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja mengungkapkan, sebenarnya ada 21 DOB yang dinilai pemerintah layak dimekarkan, namun untuk menghindari kecemburuan antara daerah, akhirnya disepakati RUU tersebut tidak dilanjutkan”.19 Pembahasan juga tidak dapat dipaksakan

mengingat terdapat perbedaan persyaratan antara UU pemerintah lama yang digunakan saat pembahasan 65 calon DOB, dengan UU pemerintah daerah yang baru. UU pemerintahan yang lama dimaksudkan adalah UU No. 32 Tahun 2014, lalu terjadi perubahan menjadi UU No 23. Tahun 2014. Mengingat Perpu No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah Daerah baru saja disahkan menjadi undang-undang.20

5. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka ada beberapa kesimpulan yang penulis temukan dalam hal ini :

1) Persaingan elit politik lokal dalam gagasan pemekaran. Jika dilihat dari wacana pemekaran terlihat bahwa adanya persaingan antara elit lokal serta ego politik dalam gagasan pemekaran Kabupaten Lombok Timur.

2) Belum solitnya cakupan wilayah yang menjadi bagian dari DOB. 3) Situasi Nasional. Pada sidang paripurna DPR RI dengan agenda

penetapan RUU 65 DOB pada 29 Desember 2014, memutuskan

18 “Saran Bupati Terkait KLS, Bentuk Langkah Mundur”, lomboktoday.com, 20 April 2015, dalam https://lomboktoday.co.id/2015/04/20/saran-bupati-terkait-kls-bentuk-langkah-mundur-2005.html., diakses pada tanggal 15 Agustus 2016

19 Kurniawan Agung Wicaksono, RUU DOB Berpotensi Dilimpahkan Ke Pemerintahan Baru, 29

September 2014, dalam http://kabar24.bisnis.com/read/20140929/15/261039/ruu-dob-berpotensi-dilimpahkan-ke-pemerintahan-baru, diakses tanggal 16 Juli 2016

20 65 DOB Dibahas Ulang, radarpena.com, 6 Februari 2015, dalam http://radarpena.com/read/2015/02/06/15478/5/2/65-DOB-Dibahas-Ulang#sthash.SY3jHaQC.dpuf., diakses pada tanggal 21 Juli 2016


(5)

untuk tidak mengesahkan RUU 65 DOB tersebut, salah satunya pembentukan Kabupaten Lombok Selatan.

B. Saran-Saran

1. Untuk Pemekaran Kabupaten Lombok Timur seharusnya diikuti dengan persiapan yang sanagat matang takterkeculi cakupan wilayah yang akan menjadi bagian DOB, yang kemudian tidak menjadi problem dikemudian hari, jangan sampai pemekaran yang seharusnya baik untuk masyarakat kemudian balik menjadi boomerang yang merugikan bagi masyarakat itu sendiri.

2. Jika gagasan itu diteruskan dengan konsep delapan kecamatan, saya melihat bahwa peluang terjadinya konflik akan terbuka lebar sebagai akibat dari masih jauhnya konsilidasi diantara stakeholder berkaitan dengan aspek cakupan wilayah yang akan menajdi bagian calon Kabupaten Lombok Selatan.

3. Saya menyarankan kepada Bupati Lombok Timur sebagai tokoh yang terkenal progresif untuk segera mengambil sikap terhadap hal ini. Bupati Lombok Timur sebagai pimpinan tertinggi di Lombok Timur harus mengambil langkah berani mengevaluasi pemekaran ini. Artinya beliau harus menempatkan diri untuk mengakomodir pro dan kontra di masyarakat mengenai pemekaran Lombok Selatan.

4. Jumlah penduduk yang besar dan wilyah yang luas di Kabupaten Lombok Timur seharusnya tidak semerta merta dijawab dengan pembentukan Daerah Otonomi Baru, karna sebenarnyaitu dapat dipecahkan dengan strategi pembangunan yang tepat dan terarah serta pelayanan yang memadai bagi masyarakat di Kabupaten Lombok Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjowijoto, R. N. (2000). Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi . Jakarta : PT Elex Media Kompotindo.

Johannes Lexsy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosada Karya.

Kansil, D. C. (1993). Sisitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Koirudin. (2005). Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Malang :

Averrose Press.

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam

Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. Milles, M. B dan Huberman, A. M. (1992) Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru: Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Musanef, D. (1989). Sistem Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung.

Mahmudin, J. (2015). Dinamika Politik Pemekaran Kecamatan Gayam di Kabupaten Bojonegoro. Jurnal Politik Muda, Vol 4 , 294.

Ratnawi, T. (2009). Pemekaran Daerah; Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi . Yogyakarta : Pustaka Pelajar .


(6)

Yudoyono Bambang. (2001). Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya.

Iternet

“DOB Kabupaten Lombok Selatan dapat ditetapkan”, antarantb.com, 12 Februari 2014, dalam http://www.antarantb.com/berita/25842/dob-kabupaten-lombok-selatan-dapat-segera-ditetapkan, diakses pada tanggal 20 Febrari 2016

Mugni M.Pd, M.Kom.,Dr,” DOB: Tidak Mengubah Mata Angin”,

lombokpost.net, 17 April 2015, dalam

http://www.lombokpost.net/2015/04/17/dob-tidak-mengubah-mata-angin-2/., diakses pada tanggal 12 Agustus 2016

“Saran Bupati Terkait KLS, Bentuk Langkah Mundur”, lomboktoday.com, 20 April 2015, dalam https://lomboktoday.co.id/2015/04/20/saran-bupati-terkait-kls-bentuk-langkah-mundur-2005.html., diakses pada tanggal 15 Agustus 2016

Kurniawan Agung Wicaksono, RUU DOB Berpotensi Dilimpahkan Ke Pemerintahan Baru, 29 September 2014, dalam http://kabar24.bisnis.com/read/20140929/15/261039/ruu-dob-berpotensi-dilimpahkan-ke-pemerintahan-baru, diakses tanggal 16 Juli 2016

65 DOB Dibahas Ulang, radarpena.com, 6 Februari 2015, dalam