Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)

(1)

PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN

DAERAH OTONOM

(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat –Syarat Guna Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

OLEH

DEARMA SINAGA 070200376

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2011


(2)

PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN

DAERAH OTONOM

(STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA)

SKRIPSI

OLEH DEARMA SINAGA

070200376

DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA

Disetujui

Ketua Departemen Hukum Tata Negara

( Armansyah, SH, M.H ) NIP. 195810071986011002

Pembimbing I, Pembimbing II

( Armansyah, SH, M.H ) ( Edy Murya, SH) NIP. 195810071986011002 NIP.195908131989031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN


(3)

*) Armansyah, SH, M.H **) Edy Murya, SH

***) Dearma Sinaga

ABSTRAKSI

Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah ada pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945, pasal 4, 5, dan 8 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 untuk mengatur pemekaran daerah di Indonesia saat ini. Wacana masyarakat Batubara menginginkan pemekaran Asahan karena telah lama ada keinginan dari masyarakat ex kewedanan Batubara untuk memisahkan diri dari Asahan dan menjadi daerah otonom, potensi sumber daya dan kekayaan alam yang ada di wilayah Batubara ini sangat potensi, namun pembangunannya masih tertinggal. Batubara telah memenuhi persyaratan untuk diadakannya pemekaran.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberi kekuatan jasmani dan rohani, kesabaran serta ketabahan dan atas karunia yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, dan tak lupa juga kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan kita dari alam kebodohan hingga alam penuh ilmu pengetahuan.

Pembuatan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelak memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).

Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, penulis membuat skripsi dengan judul “ Pemekaran Daerah Sebagai Upaya Pembentukan Daerah Otonom ( Studi Kasus Kabupaten Asahan dan Batubara)”

Disini penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa terhadap penulisan dan pembahasan skripsi ini masih banyak dijumpai berbagai kekurangan disana sini, baik itu dalam segi penyusunan bahasanya ataupun substansi isinya. Oleh sebab itu, penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritik dan saran-saran guna mendukung terwujudnya suatu kesempurnaan tulisan ini.

Selanjutnya dalam rangka penyelesaian tugas skripsi ini penulis tidak lupa mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Orang tua Penulis Ayahanda H.Ramlan Sinaga dan Ibunda Hj.Asliana Manurung yang selalu mendoakan penulis dalam setiap hal dan setiap


(5)

waktu, serta memberikan bantuan kepada penulis baik dari segi moril maupun materil. Thanx my parents.

2. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum.

3. PD I Prof.Dr,Budiman Ginting, SH, M.Hum, PD II Syafrudin Hasibuan SH, DFM, PD III Muhammad Husni, SH, M.Hum

4. Bapak Armansyah, SH, M.H dosen pembimbing I penulis, selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum USU Medan dan Bapak Edy Murya, SH, selaku dosen pembimbing II penulis, yang mana telah memberikan saran-saran serta pengarahan kepada penulis disaat melakukan penulisan skripsi ini, dan yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi.

5. Bapak DR.Pendastaren Tarigan,SH, M.S selaku dosen penasehat akademik penulis, yang penulis anggap sebagai orang tua penulis selama berada di fakultas hukum. yang selalu memotifasi penulis dalam dunia akademik. 6. Abang dan kakak penulis Bripka Jupi Darmansah Sianaga, Eva Sagita

Sinaga,SP, Jutawan Sinaga,SSTP, MAP, Rica Aslilan,S.Psi, Jakaria Sinaga,S,Ked, dan kakak ipar / abang ipar penulis Mereka yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

7. Semua dosen-dosen Fakultas Hukum USU yang dengan ikhlas mencurahkan ilmu-ilmunya kepada penulis.


(6)

8. Semua Pegawai bagian Pendidikan dan Bagian Kemahasiswaan yang selalu membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan kampus dan administrasi penulis.

9. Semua Pegawai Perpustakaan Hukum.

10.Pemerintah Kabupaten Asahan dan Pemerintah Kabupaten Batubara, terima kasih aas data – data yang diberikan

11.Teman-teman ku Donny Irawan, Fadhillah Astrid Sitompul, Ananda Jakaria, Yudi Trianatha, M.Suhaji Utama, Fajar Soefany yang selalu berbagi informasi dan sangat membantu penulis, serta teman seperjuangan tempat berbagi suka dan duka selama di Fakultas Hukum.

12.Putri Nesia Dahlius,SH yang selalu menghibur, menemani, mengingatkan, membantu, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dan yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis. Terima kasih sayang. (you are my spirit).

13.Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FH-USU, ketum (2009-2010) Achmad Sandri Nasution, ketum (2010-2011) Bin Ars Lubis, Pengurus Presidium maupun Departemen ayo teman – teman seperjuangan semangat terus, jangan lelah, teruslah berjuang untuk ummat. YAKUSA

14.Teman – teman penulis sewaktu masa – masa kuliah grup F maupun grup lain dan teman – teman Departemen Hukum Tata Negara

15.Bocah – bocah keponakan penulis Rendy Ardiansah Sinaga, Jafif Sauma Ramadhan.


(7)

16.Semua keluarga besar penulis, dan orang-orang yang telah membantu penulis.

Medan, 12 Mei 2011


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI……….v

ABSTRAKSI………....………..viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Masalah………...……...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….6

D. Keaslian Penulisan………...8

E. Tinjauan Kepustakaan………..9

F. Metode Penelitian………20

G. Sistematika Penulisan………..21

BAB II. KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH A. Asas - asas Pemerintahan Daerah………...24

B. Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah………...32


(9)

BAB III. PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NO.78 TAHUN 2007

A. Latar Belakang dan Dampak Dari Pemekaran atau Pembentukan Daerah………...49

B. Syarat – Syarat dan Tata Cara Pemekaran Kabupaten / Kota

Berdasarkan PP No.78 Tahun 2007………...54

BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN MENJADI

KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM

A. Gambaran Umum Kabupaten Asahan……….…71

B. Sejarah dan Perkembangan Kabupaten Asahan………...84

C. Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas Pembentukan

1 (satu) Daerah Baru………....86

D. Batu Bara Sebagai Daerah Otonom Baru………....98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………102

B. Saran ……….103


(10)

LAMPIRAN………. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007


(11)

*) Armansyah, SH, M.H **) Edy Murya, SH

***) Dearma Sinaga

ABSTRAKSI

Pemekaran daerah adalah pembagian kabupaten menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Batubara. Pada tanggal 15 Juni 2007, DPR-RI mensyahkan Undang – undang No. 5 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Batubara di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan bahan – bahan dari buku, majalah, internet, peraturan perundang – undangan dan hasil tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan maksud tujuan penyusunan karya ilmiah ini serta penelitian lapangan (field research), melalui turun ke daerah Kabupaten Asahan dan Batubara.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa telah ada pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945, pasal 4, 5, dan 8 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008, serta Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 untuk mengatur pemekaran daerah di Indonesia saat ini. Wacana masyarakat Batubara menginginkan pemekaran Asahan karena telah lama ada keinginan dari masyarakat ex kewedanan Batubara untuk memisahkan diri dari Asahan dan menjadi daerah otonom, potensi sumber daya dan kekayaan alam yang ada di wilayah Batubara ini sangat potensi, namun pembangunannya masih tertinggal. Batubara telah memenuhi persyaratan untuk diadakannya pemekaran.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era reformasi yang menggantikan Era Orde Baru mempunyai dampak positif dan dampak negatif yang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak positif reformasi terlihat dalam kehidupan bernegara antara lain : semakin transparannya penyelenggaraan pemerintah dipusat dan didaerah. Demikian pula dalam penyelenggaraan pemerintahan didaerah diberikan otonomi yang lebih luas dan lebih nyata kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.

Sebagai konsekuensi kebijakan desentralisasi yang dianut dengan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu dibentuk daerah – daerah otonom dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal 18 aat (1),(2) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk daerah otonom baru (baik daerah Provinsi, daerah Kabupaten, maupun daerah Kota) yang terpisah dari induknya akhir – akhir ini banyak muncul seiring dengan dinamika masyarakat pada era reformasi.

Dinamika keinginan masyarakat di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya menjadi daerah otonom seperti itu pada dasarnya tidak bertentangan dengan


(13)

semangat otonomi daerah yang secara resmi digulirkan pada bulan Januari 2001. Undang – Undang Nomor 22 tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan sekarang telah disempurnakan menjadi Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Selanjutnya dinyatakan yang dimaksud dengan daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semangat otonomi daerah dan Fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk daerah otonom baru yang terjadi di seluruh nusantara juga terasa pada masyarakat Asahan. Masyarakat Asahan juga menghendaki daerah Kabupaten Asahan saat ini dimekarkan lagi menjadi satu daerah otonom baru, yakni Kabupaten Batubara. Tuntutan masyarakat yang sangat kuat di tingkat bawah (grassroot) tersebut didorong oleh keinginan memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah daerah.

J.Kaloh mengatakan :

Dalam konteks pemekaran daerah / wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan daerah otonom baru, bahwa daerah otonom tersebut


(14)

diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber – sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.1

Pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana pendidikan politik lokal.2

Perkembangan daerah dengan adanya otonomi menunjukkan semakin banyak daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang sejak diberikan otonomi yang lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber daya alam cukup besar. Otonomi ternyata membeikan kepada daerah untuk mengembangkan daerahnya

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, tujuan pembentukan suatu daerah otonom pada dasarnya adalah untuk memberdayakan daerah, termasuk meningkatkan kesejahteraan.

Namun pada sisi lain, harus diantisipasi pula bahwa kelahiran daerah atau wilayah baru ternyata memunculkan pula persoalan – persoalan baru terutama yang menyangkut dimensi sosial budaya berupa perasaan atau efek psikologis sosial bagi komunitas atau kelompok masyarakat tertentu didaerah menjadi termarjinalisasi dalam peranan, fungsi, dan kedudukannya dalam turut serta mewarnai dinamika sosial budaya di daerah tersebut. Di samping dampak lain baik dampak politik, ekonomi, kewilayahan, pertahanan dan keamanan dan lain sebagainya

1

J.Kaloh, “Mencari Bentuk Otonomi Daerah” , Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.194.

2

H.A.W. Widjaja, “Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia” , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 134-135


(15)

sesuai dengan kondisi sosial ekonomi, budaya, dan adat masing – masing daerah untuk menunjukkan kebhinekaan.

Akan tetapi, perlu disadari pula daerah yang kurang berkembang setelah diberikan otonomi. Hasil peneltian menunjukkan terdapat daerah yang terlihat stagnan perkembangannya atau bahkan terdapat daerah yang kesulitan memenuhi kebutuhannya sebagai daerah otonom.3

Oleh karena itu, pembentukan suatu daerah harus memperhatikan berbagai aspek pendukung pengembangan daerah terutama aspek sumber daya alam atau sumber ekonomi suatu daerah dan sumber daya manusia yang akan mengelolanya. Apabila salah satu aspek tersebut tidak dimiliki akan menghambat tujuan utama pembentukan daerah yaitu peningkatan kesejahteraan dan pelayanan yang lebih baik bagi masyarakatnya.

Akhir – akhir ini terdapat kecendrungan terjadinya kehendak untuk pembentukan daerah baru (khusunya melalui pemekaran). Kecendrungan tersebut seringkali kurang memperhatikan berbagai aspek yang diperlukan untuk kepentingan pembentukan daerah sekaligus dan kemungkinan perkembangan dikemudian hari.

4

3

Hamdi Muchlis, Naskah Akademik Tentang Pembentukan dan Penghapusan Daerah, BPHN DEPKUMHAM RI, Jakarta,2008 hlm 1

4

Ibid hlm 3

Menurut J.Kaloh :

Di balik urgensi pembentukan dan pemekaran wilayah, terdapat pula problematikanya, yaitu:


(16)

1. Dengan adanya dukungan formal melalui UU No.32 Tahun 2004 (saat ini telah diubah dengan UU No.12 Tahun 2008), muncul kecendrungan banyaknya daerah – daerah yang minta dimekarkan, padahal ditinjau khusunya dari syarat teknis (kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, dan hankam) tidaklah begitu mendukung

2. Berdasarkan data yang ada, dari 98 daerah pemekaran kabupaten / kota terdapat 70 daerah yang mengalami going-down (komisi II DPR-RI)

3. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah tidaklah menjamin secara serta merta membawa pada perubahan yang diinginkan.

4. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar masyarakat daerah yang bersangkutan, tetapi hanya inisiatif dari kelompok para elit politik maupun birokrat yang cenderung mengejar kekuasaan dengan mengusung “panji” dan corak perimordialisme.5

Kemungkinan adanya pembentukan daerah baru, pemekaran suatu daerah, penghapusan dan atau penggabungan darah memerlukan penelitian yang mendalam. Salah satu aspek yang harus dipertimbangkan adalah aspek hukumnya, artinya pembentukan, pemekaran, penggabungan atau penghapusan suatu daerah otonom harus mempunyai paying hukum untuk memperkuat legitimasinya. Pengaturan mengenai hal tersebut harus mampu membuat persyaratan bahwa adanya suatu daerah otonom memungkinkan kemajuan suatu daerah. Mengingat salah satu tujuan hukum merupakan “ sarana pembaharuan masyarakat” yang didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha

5


(17)

pembangunan atau pembaharuan itu, maka hukum merupakan suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu.6

Pemerintah telah mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Di dalam Peraturan ini diatur bagaimana syarat serta ketentuan lain yang harus dipenuhi agar Pembentukan serta Pemekaran Daerah mencapai tujuannya. Persyaratan pembentukan daerah dimaksud agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana Suatu Daerah Memenuhi Syarat Untuk Melakukan Pemekaran?

2. Bagaimana Wacana dan Aspirasi Masyarakat Asahan Atas Pembentukan Kabupaten Batubara Sebagai Daerah Baru?

6

L.Sumartini. Peranan dan Fungsi Rencana Legislasi Nasional Dalam Proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPHN Departemen Kehakiman RI, Jakarta 1999, hlm 3

7

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.


(18)

A. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan tulisan ini adalah :

Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan gambaran bagaimana pengaturan mengenai pemekaran daerah, khususnya mengenai pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia saat ini, faktor – faktor apa yang melatar belakangi munculnya aspirasi masyarakat dalam pemekaran Kabupaten Asahan , bagaimana keadaan Kabupaten Asahan sebagai daerah induk dan Kabupaten Batubara sebagai daerah baru dalam memenuhi aturan hukum mengenai pemekaran daerah yang saat ini.

Manfaat yang diperoleh dari penulisan ini ilmiah ini adalah :

1. Secara Teoritis

a. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangan pengetahuan dan pemikiran sebagai salah satu referensi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Hukum Tata Negara

b. Bagi Penulis sendiri , tulisan ini bermanfaat dalam memenuhi persyaratan guna menyelesaikan studi dan meraih gelar kesarjanaan program Strata Satu (S-1) di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(19)

2. Secara Praktis

a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat kebijakan mengenai pemerintashan daerah, khususnya mengenai pemekaran daerah.

b. Bagi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara, penelitian ini dapat menjadi suatu saran atau masukan di dalam membangun serta meningkatkan pelayanan bagi masyarakat.

c. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan serta menambah wawasan masyarakat akan pemekaran daerah, terutama bagi masyarakat Asahan dan Batubara yang saat ini mengalami pemekaran daerah yang nantinya diharapkan dapat mengawasi atau mengadakan proses kontroling bagi proses pemekaran daerah yang sedang berlangsung di wilayah tersebut.

B. Keaslian Penulisan

Bahwa skripsi ini yang berjudul “PEMEKARAN DAERAH SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM (STUDI KASUS KABUPATEN ASAHAN dan BATUBARA)”. Merupakan hasil karya dan ide sendiri dari penulis. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan benar skripsi ini dibuat sebagaimana seharusnya dan tidak mengambil contoh


(20)

ataupun merekayasa dan meniru dari skripsi yang pernah ada. Penulis menuangkan segala pemikiran dan jerih payahnya untuk kelayakan didalam penulisan skripsi ini dan menjamin bahwa skripsi dengan judul seperti yang telah disebutkan di atas belum pernah dibuat.

Kalaupun ada pendapat dan kutipan lain yang berkaitan dengan dengan tulisan ini, semata – mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam usaha penyusunan dan menyelesaikan skripsi ini, karena hal tersebut sangat dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

C. Tinjauan Kepustakaan

1. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)

Istilah kedaulatan rakyat merupakan perpaduan antara dua kata, yaitu “kedaulatan” dan kata “rakyat”, dimana masing – masing kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Dari segi kaidah bahasa Indonesia kata kedaulatan berasal dari suku kata “daulat” yang bermakna kekuasaan pemerintahan.8 Kemudian, kata tersebut mendapat imbuhan awalan “ke” dan akhiran “an” (kedaulatan) sehingga mempunyai suatu pengertian kekuasaan tertinggi atas pemerintahan Negara.9

8

Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, 1988, hlm.188.

9


(21)

Selanjutnya kata “rakyat” berarti segenap penduduk suatu Negara (sebagai imbangan pemerintahan).10

Kedaulatan adalah kekuasaan yang tertinggi sebagai atribut bagi organisasi masyarakat yang paling besar dan rakyat adalah tempat yang melahirkan kekuasaan yang tertinggi itu. Dengan demikian, kedaulatan rakyat adalah kekuasaan tertinggi dalam Negara yang terletak di tangan rakyat.

Edy Purnama mengatakan :

11

Secara teoritik dan normatif, rakyat sering disebut sebagai pemegang kedaulatan tertinggi atau pemegang mutlak kekuasaan sebuah Negara. Karenanya,

Paham kedaulatan rakyat telah tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat, terutama di pedesaan. Paham dimaksud terbatas pada hak tertinggi rakyat pedesaan untuk menyelenggarakan urusan mereka sendiri, seperti menetapkan dan memilih kepala desa, kepala kampung atau kepala persekutuan hukum lainnya, seperti kepala marga, dan lain sebagainya.

Prinsip kedaulatan rakyat di dalam UUD 1945 dimuat baik di dalam Pembukaan (pada aline keempat) juga di dalam batang tubuh UUD 1945. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menetapkan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Kemudian ketentuan tersebut dalam amandemen ketiga pada tahun 2001 mengalami perubahan sehingga ketentuan dimaksud berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang – Undang Dasar”.

10

Ibid.

11


(22)

rakyat senatiasa konsisten sebagai pihak yang mempercayakan (untuk menyerahkan kekuasaan) kepada Negara.

Makmur Amir dan Reni Dwi Purnomowati mengatakan :

Dibanyak Negara di dunia saat ini di dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, yang berarti bahwa Negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat. Dengan demikian menganut asas asas kedaulatan rakyat berarti bahwa kekuasaan pemerintah bersumber pada kedaulatan rakyat. Prinsip dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai prinsip demokrasi.12

2. Negara Kesatuan

Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk / susunan Negara yaitu Negara federal dan Negara kesatuan. Secara etimologis, kata “federal” berasal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga, Liga Negara – Negara kota yang otonom pada zaman Yunani kuno dapat dipandang sebagai Negara federal yang mula – mula. Bentuk pemerintahan federal berasal dari pengalaman konstitusional Amerika Serikat.

Bentuk Negara federal berangkat dari satu asumsi dasar bahwa Negara federal dibentuk oleh sejumlah Negara atau wilayah yang independen, yang sejak awal memiliki kedaulatan atau semacam kedaulatan pada dirinya masing – masing. Negara atau wilayah – wilayah itu kemudian bersepakat membentuk sebuah federal. Negara dan wilayah pendiri federal itu kemudian berganti status menjadi

12

Makmur dan Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, hlm.5.


(23)

Negara bagian atau wilayah administrasi dengan nama tertentu dalam lingkungan federal.

Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaan penuh di bidang moneter, pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung tetap dipertahankan oleh Negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan Negara bagian biasanya sangat menonjol dalam urusan – urusan domestik, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat.

Beberapa segi positif dari konsep Negara federal antara lain: pertama, federalisasi merupakan strategi yang palin tepat untuk membuka kekuasaan yang pada masa lalu amat tertutup. Masyarakat pada umumnya mendambakan keterbukaan. Banyak mekanisme dan lembaga demokrasi yang dikembangkan dalam rangka membuka kekuasaan itu, contohnya adalah perwakilan politik. Kedua, federalisme di pandang sebagai usaha menyeimbangkan kekuatan budaya daerah, suku, atau etnis yang ada dalam suatu Negara. Ketiga, di dalam sistem federal, ada unsur – unsur yang dapat membantu menghindari kecendrungan ke arah intensifikasi ketimpangan ekonomi dan konflik – konflik politik budaya menyertai.

Bentuk Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari Negara federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh para pendiri Negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu Negara. Tidak ada kesepakatan para pengusaha daerah, apalagi Negara – Negara , karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya


(24)

bukanlah bagian – bagian wilayah yang bersifat independent. Atas dasar itu, Negara membentuk daerah – daerah atau wilayah – wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi sumber kekuasaan.

Dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194513, dinyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik14

13

Selanjutnya disebut UUD NRI 1945.

14

Pasal 1 ayat (1) UD NRI 1945.

. Prinsip Negara kesatuan ialah pemegang tampuk keuasaan tertinggi atas segenap urusan Negara adalah pemerintah pusat tanpa ada suatu delegasi atau pelimpahan kekuasaan kepada pemerintah daerah. Dalam Negara kesatuan terdapat asas bahwa segenap urusan Negara tidak dibagi antara pemerintah pusat (central government) dengan pemerintah lokal ( lokal government) sedemikian rupa, sehingga urusan – urusan Negara dalam Negara kesatuan tetap merupakan suatu kebulatan dan bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di Negara itu adalah pemerintah pusat. Di dalam Negara kesatuan , tanggung jawab pelaksanaan tugas – tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemeintah pusat.

Dalam konteks Negara Indonesia, Negara Indonesia adalah Negara kesatuan. Sebagai Negara kesatuan maka kedaulatan Negara adalah tunggal, tidak tersebar pada Negara – Negara bagian seperti dalam Negara federal / serikat.


(25)

Pembentukan organisasi – organisasi pemerintah di daerah atau pemerintah daerah dalam Negara kesatuan tidak sama dengan pembentukan Negara bagian seperti dalam Negara federal. Kedudukan pemerintah daerah dalam sistem Negara kesatauan adalah subdivisi pemerintah nasional. Pemerintah daerah tidak memiliki kedaulatan sendiri sebagaimana Negara bagian dalam sistem Negara federal. Hubungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat adalah dependent dan sub-ordinat sedangkan hubungan Negara bagian dengan Negara federal / pusat dalam Negara federal adalah independent dan koordinatif.

Bentuk Negara kesatuan disebut juga dengan negara unitaris, Negara yang bersusunan tunggal. Negara itu berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan Negara kesatuan. Negara ini berdiri sendiri, tidak dibentuk atas susunan beberapa Negara. Di dalam Negara hanya ada satu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan dan wewenangya, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sistem sentralisasi adalah sistem yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah. Pembagian daerah yang dilakukan hanya dalam bentuk daerah – daerah administrasi.

Dalam sistem desentralisasi, Negara kesatuan tersebut menyelenggarakan pembagian daerah yang masing – masing daerah berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, seperti Indonesia. Setiap daerah mempunyai pemerintahan sendiri yang disebut pemerintah daerah. Pemerintahan daerah tersebut tidak mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan. Pemerintah pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.


(26)

Meskipun suatu pemerintahan menganut sistem desentralsasi, dapat saja dalam pelaksanaan pemerintahan sehari – hari mempraktikkan sistem sentralisasi. Contoh nyata dari kondisi ini dapat dilihat dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia selama ini. Meskipun secara tertulis melalui perundang – undangan dan merupakan perintah UUD NRI 1945 untuk menjalankan sistem pemerintahan desentralisasi, dalam implementasinya, praktik – praktik sentralisasi yang dominan dilaksanakan.

Bentuk Negara kesatuan membawa implikasi kepada sistem pemeintahan suatu Negara apakah akan mengambil sistem pemerintahan sentralisasi ataukah sitem pemerintahan desentralisasi. Suatu sitem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Dominasi pemerintahan pusat sangat besar terhadap daerah

2. Segala kebijaksanaan diatur secara terpusat, daerah hanya melaksanakan tanpa ada kewenangan apapun

3. Sistem ini menjadi kurang popular karena ketidakmampuan aparat pusat memahami secara tepat nilai – nilai daerah atau aspirasi daerah.15

Misalnya dalam bidang penddidikan saja, segala sesuatu yang menyangkut masalah pendidikan ditentukan oleh pusat mulai dari kurikulum, anggaran, sistem evaluasi,pengangkatan, dan pembinaan karir guru (selain SD). Masyarakat dan

15

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Gramedia, Jakarta, 2007, hlm 11


(27)

pemerintah daerah tidak diberi kewenangan untuk menentukan tujuan pendidikan dan penyelesaian masalah – masalah pendidikannya sendiri.

Sedangkan bentuk Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan sentralisasi memiliki karakteristik :

1. Terjadi transfer kewenangan atau otoritas pusat kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi daerah dan masyrakat di daerah.

2. Sistem lebih demokratis karena lebih mengikut sertakan rakyat dalam mengambil keputusan.

3. Implementasi sistem pemerintahan desentralisasi adalah terbentuknya daerah otonomi seperti kabupaten dan kota.

4. Memberi keleluasaan desentralisasi dan otonom kepada daerah tidak akan menimbulkan disintergrasi dan tidak akan menurunkan derajat / wibawa pemerintah pusat, bahkan sebaliknya akan menimbulkan respek daerah pada pemerintah pusat sehingga memperkuat pelaksanaan pemerintahan.16

Jerry M. Silverman dan Dennis A. Rondinelli dan Jhon R. Nellis menyatakan bahwa suatu Negara kesatuan yang mengambil sistem pemerintahan yang desentralisasi dapat mengambil bentuk :

1. Deconsentration, yaitu pelimpahan wewenang administratif dari pemerintah pusat kepada pejabat (kantor) daerah untuk melaksanakan tugas pemerintah pusat di daerah (desentralisasi fungsi)

2. Delegation, yaitu pemindahan (penyerahan) tugas dan tanggung jawab manajerial kepada pejabat / pemerintah di luar struktur pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas tertentu. Pemerintah hanya melakukan pengawasan secara tidak langsung.

3. Devolution, yaitu pemerintah pusat membentuk unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dan menyerahkan tugas termasuk wewenang pembuatan keputusan secara mandiri (otonomi – independen). Pemerintah pusat tidak melakukan secara langsung. Unit pemerintahan tersebut mempunyai batas wilayah yang jelas dan legal (desentralisasi politik).

16


(28)

4. Privatization, yaitu penyerahan (pemindahan) tugas kepada institusi nonpemerintah (non governmental institution) untuk melaksanakan pengelolaan suatu bentuk tugas secara mandiri baik bersifat bisnis maupun non bisnis.17

3. Konsep Pemerintahan Daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia

Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945.

Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) menyatakan :

“Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal – usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa”

Pada tanggal 18 agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan / atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18B. Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998. Tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan

17


(29)

dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR).18

(1)Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupten dan kota, dan tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang – undang.

Ketentuan di dalam pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai berikut :

Pasal 18

(2)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4)Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5)Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali

urusan pemeintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah

(6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.

Pasal 18A

18

Mirza Nasution, Mempertegas Sistem Presidensial, dalam Gagasan Amandemen UU 1945-Suatu Rekomendasi, Penyunting Mohammad Fajru Falaakh. Penerbit Komisi Hukum Nasional RI, Jakarta, 2008, hlm.206.


(30)

(1)Hubungan wewenang antara pemerintah pusat degan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2)Hubungan keuangan, pelayanan umum. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD 1945 yang selama ini juga menjadi acuan dalam mengatur Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu – satunya sumber konstitusional Pemerintah Daerah adalah Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B. selain meniadakan kerancuan, penghapusan Penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penaatan UUD. Selain tak lazim UUD mempunyai penjelasan, selama ini penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping (bukan sederajat dengan) ketentuan batang tubuh UUD.

Perubahan pasal 18 (yang baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota.


(31)

Ketentuan pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 25A

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.

Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah ini langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan Negara berada di tangan pusat. Hal ini konsiten dengan kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk Negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukkan substansi federalism karena istilah itu menunjukkan kedaulatan berada di tangan Negara – Negara bagian.

Prinsip – prinsip yang terkandung dalam pasal – pasal baru, yaitu pasal 18 Amandemen II UUD 1945 adalah sebagai berikut :

1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (2))

2. Prinsip menjalankan otonomi seluas – luasnya (pasal 18 ayat (5))

3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat (1))

4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tardisionalnya (pasal 18 B ayat (2))


(32)

5. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (pasal 18 ayat (2))

6. Prinsip hubungan pusat dan daerah dan harus dilaksanakan secara selaras dan adil (pasal 18 ayat (2)).19

Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas supaya daerah dapat mengoptimalkan dan sebagai upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan professional.

D. Metode Penulisan

Didalam proses pencapaian tujuan sebuah karya tulis, yaitu suatu tulisan yang baik dan benar baik itu dari segi bobot ilmiahnya maupun dari segi isinya yang terarah, dalam hal ini penulis berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada.

Sebagai bagian dari realisasi dalam pencapaian tujuan seperti yang disebutkan di atas, penulis telah mencoba menempuh beberapa langkah – langkah yang dianggap baik dalam pengumpulan data dan bahan tulisan, yaitu :

1. Penelitian Lapangan

19

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan, dan Problematika, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 2005, hlm 20 – 23.


(33)

Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian di lokasi yang menjadi objek bahan skripsi ini, yaitu Kabupaten Asahan. Melalui penelitian tersebut , penulis mengadakan pengamatan (observasi) keadaan Kabupaten Asahan dalam memenuhi syarat serta keadaan masyarakat Asahan dalam menghadapi pemekaran daerah.

2. Penelitian Kepustakaan

Penulisan skripsi ini terwujud tidsak terlepas dari bahan – bahan tertulis, baik itu buku – buku yang penulis peroleh di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ataupun tempat lain, media massa, data – data tertulis dilingkungan kantor pemerintah kabupaten Asahan, dan peraturan perundang – undangan yang menyangkut pemerintahan daerah, serta karya ilmiah dan bimbingan perkuliahan yang penulis peroleh selama ini, menjadi sumber yang sangat penting artinya dalam menyajikan skripsi.

E. Sitematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami materi skripsi ini dalam upaya ke arah pemahaman masalah, penulis menguraikan secara garis besar sistematikanya yang bertujuan agar tidak terjadi kesimpang siuran pemikiran / penafsiran dalam menguraikan lebih lanjut. Pada bagian ini penulis membuat ringkasan garis besar dari lima BAB, yang dimulai dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan daftar isi.


(34)

Setiap BAB akan terdiri dari beberapa sub BAB yang akan mendukung keutuhan topic dari setiap BAB.

BAB I PENDAHULUAN

Yang terdiri dari Latar belakang penulisan, Perumusan masalah, Tujuan dan manfaat penulisan, Keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, Metode penulisan, dan Sistematika penulisan adalah bab pendahuluan yang memberikan gambaran secara singkat ke arah mana skripsi ini mau diangkat dan metode – metode atau cara – cara yang digunakan penuluis dalam menulis skripsi ini.

BAB II KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH

Asas – asas Pemerintahan Daerah, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Kewenangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

BAB III PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NOMOR 78 TAHUN 2007

Yang terdiri dari Latar belakang dan Dampak dari Pemekaran / pembentukan daerah, Syarat – syarat dan tata cara pemekaran kabupaten / kota.


(35)

BAB IV PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN

MENJADI KABUPATEN ASAHAN DAN BATUBARA

SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM

Yang terdiri dari Gambaran Umum tentang Kabupaten Asahan, Sejarah dan perkembangan Kabupaten Asahan, Wacana dan aspirasi masyarakat asahan atas pembentukan satu (1) daerah baru, dan Batubara sebagai daerah baru.

BAB V PENUTUP

Bab ini terdiri dari Kesimpulan dan Saran sebagai penutup dari skripsi ini. Penulis merangkum intisari dari penulisan skripsi dan member saran terhadap permaslahan yang terdapat pada penulisan skripsi ini.


(36)

BAB II

KEDUDUKAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM MENJALANKAN OTONOMI DAERAH

A.

Asas – Asas Pemerintahan Daerah

Dalam penyelenggaran pemerintahan, ada beberapa prinsip daerah yang menjadi pegangan oleh aparat pemerintahan dalam menggerakkan administrasi pemerintahan atau manajemen pemerintahan. Prinsip – prinsip dasar tersebut disebut dengan asas – asas pemerintahan. Sentralisasi, dekonsentrasi, dan desentralisasi adalah konsep – konsep yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara.20

1. Desentralisasi.

Asas – asas kedaerahan adalah prinsip – prinsip dasar dalam pendelegasian wewenang dan pelaksanaan tugas sesuai dengan sumber wewenang tersebut. Asas tersebut ada tiga jenis, yaitu :

2. Dekonsentrasi.

3. Medebewind.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam kerangka sistem kenegaraan. Dalam Negara kesatuan seperti

20

Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Penerbit Grasindo, Jakarta,2007,hlm. 3.


(37)

Indonesia, penyerahan wewenang dari pemerintah diserahkan kepada daerah otonom. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu serta berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan (Pasal 1 angka 6 dan 7 UU No.32 Tahun 2004).

Adanya pemerintahan daerah dimulai dari kebijakan desentralisasi. Desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu De yang berarti lepas dan Centrum

yang berarti pusat. Decentrum berarti melepas dari pusat. Dengan demikian, desentralisasi bersarti melepas atau menjauh dari pemusatan. Desentralisasi tidak putus sama sekali dengan pusat tapi hanya menjauh dari pusat.

Organisasi yang besar dan kompleks seperti Negara Indonesia tidak akan efisien jika semua kewenangan politik dan administrasi diletakkan pada puncak hirearki organisasi / pemerintah pusat, karena pemerintah pusat akan menanggung beban yang berat. Juga tidak cukup hanya dilimpahkan secara dekonsentrasi kepada pejabatnya yang berada di wilayah Negara. Agar kewenangan tersebut dapat diimplementasikan secara efisien dan akuntabel, maka sebagian kewenangan poltik dan administrasi pada organisasi yang lebih rendah disebut desentralisasi.

Karena jenjang hierarki yang lebih rendah (pemerintah daerah) tersebut diserahi wewenang penuh, baik politik maupun administrasi, maka pada jenjang organisasi yang diberi penyerahan wewenang tersebut timbul otonomi. Otononi artinya kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah yang bersangkutan untuk


(38)

mengatur dsan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal, bukan yang bersifat nasional. Karena itu , desentralisasi menimbulkan otonomi daerah, yaitu kebebasan masyarakat yang tinggal di daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingannya yang bersifat lokal. Jadi, otonomi daerah adalah konsekuensi logis penerapan asas desentralisasi pada pemerintahan daerah.

Henry Maddick menjelaskan, desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang – bidang / fungsi – fungsi tertentu kepada daerah otonom.21

Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan, pembuatan keputusan, dan kewenanan administratif dari pemerintah pusat kepada organisasi wilayah, satuan administrasi daerah, organisasi semi otonom, pemrintah daerah, atau organisasi non pemerintah / lembaga swadaya masyarakat.

Rodinelli seperti dikutip oleh Hanif Nurcholis mengatakan bahwa

22

1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

Menurut smith, desentalisasi mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :

2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang tersisa (residual function).

21

Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah”, Grasindo, Jakarta, 2007, hlm 10

22


(39)

3. Penerima wewenang adalah daerah otonom

4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan,wewenang mengatur dan mengurus (regeling en bestuur) kepentingan yang bersifat lokal.

5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.

6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte administratif,verwaltungsakt)

7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirearki organisasi pemerintah pusat.

8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.

9. Menciptakan political veriety dan diversity of structur dalam sistem politik.23

Bhenyamin hoessein menjelaskan dalam pidato pengukuhan Doktornya, dalam rangka desentralisasi, daerah otonom berada di luar hirearki organisasi pemerintah pusat. Sedangkan dalam rangka dekonsentrasi, wilayah administratif (filed administration) berada dalam hirearki organisasi pemerintah pusat.24

23

Ibid, hlm. 15.

24

Ibid, hlm. 15.


(40)

sedangkan dekonsentrasi menunjukkan model hubungan kekuasaan intra oganisasi.

J. Riwu Kaho, mengatakan Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan yang didesentralisasikan.25 Dan alasan diterapkannya asas desentralisasi adalah pelaksanaan asas desentralisasi akan membawa efektifitas dalam pemeintahan, sebab wilayah Negara itu pada umumnya terdiri pada pelbagai satuan daerah yang masing – masing memilikki sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor – faktor geografis (keadaan tanah, iklim, flora, fauna, adat – istiadat, kehidupan ekonomi, bahasa, tingkat pendidikan / pengajaran, dan sebagainya). Pemerintahan dapat efektif kalau sesuai dan cocok dengan keadaan riil dalam Negara.26

1. Desentralisasi dapat mencegah penumpukan kekuasaan pada pemerintah pusat yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani.

Sehubungan dengan alasan penerapan asas desentralisasi tersebut, beberapa pakar memberikan pendapatnya, seperti The Liang Gie yang dikutip oleh Hanif Nurcholis, yang menjelaskan dianutnya desentralisasi adalah :

2. Desentralisasi dapat dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, yaitu untuk ikut menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam pemerintahan dalam menggunakan hak – hak demokrasi. 3. Dilihat dari sudut teknik organisatoris, desentalisasi mampu

menciptakan pemerintahan yang efisien. Hal – hal yang lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempatnya pengurusannya diserahkan

25

J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”. Rajawali Pers, Jakarta, 1997, hlm 5.

26


(41)

kepada daerah. Hal – hal yang lebih tepat ditangani pusat tetap diurus oleh pemerintah pusat.

4. Dilihat dari sudut cultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan pada kekhususan daerah, seperti keadaan geografi, penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.

5. Dilihat dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.27

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah sebagai wakil pemerintah dan / atau perangkat pusat di daerah. Dalam Negara kesatuan seperti Indonesia, pelimpahan wewenang tersebut adalah dari pemerintah pusat kepada gubernur sebagi wakil pemerintah dan / atau perangkat pusat di daerah disebut juga dengan instansi vertical, yaitu perangkat departemen dan / atau lembaga pemerintah non departemen di daerah (Pasal 1 angka 8 UU No.32 Tahun 2004).

Dekonsentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus dari pada sentralisasi. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang administrasi dari pemeintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah Negara di luar kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang administrasi bukan wewenang politik tetap dipegang oleh pemerintah pusat.

27


(42)

Pejabat pemerintah pusat yang berada di wilayah Negara adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah pusat, dan ditempatkan pada wilayah – wilayah tertentu sebagai wilayah kerjanya.

Rondinelli menjelaskan bahwa dekonsentrasi adalah penyerahan sejumlah kewenangan atau tanggung jawab administrasi kepada cabang departemen atau badan pemerintah yang lebih rendah.28 Harold F. Aldefer menjelaskan, pelimpahan wewenang dalam bentuk dekonsentrasi semata – mata menyusun unit administrasi baik tunggal ataupun dalam hiearki, baik itu terpisah ataupun tergabung, dengan perintah mengenai apa yang seharusnya mereka kerjakan atau bagaimana mengerjakannya.29

1. Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi – fungsi tertentu yang dirinci dari pemrintah pusat kepada pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah.

Dalam dekonsentrasi tidak ada kebijakan yang dibuat ditingkat lokal serta tidak ada keputusan fundamental yang diambil. Badan – badan pusat memiliki semua kekuasaan dalam dirinya sementara pejabat lokal merupakan bawahan sepenuh – penuhnya dan mereka hanya menjalankan perintah.

Menurut Smith dekonsentrasi mempunyai cirri – cirri sebagai berikut :

2. Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di daerah.

28

Ibid, hlm.19.

29


(43)

3. Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan dan wewenang untuk mengatur.

4. Tidak menciptakan otonomi daerah dan daerah otonom tapi menciptakan wilayah administrasi.

5. Keberadaan field administration berada dalam hiearki organisasi pemerintah pusat.

6. Menunjukkan pola hubungan kekuasaan intra organisasi.

7. Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.30

Dalam dekonsentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi (impelementasi kebijakan politik) sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pada pemerintah pusat. Oleh karena itu, pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang mewakili pemerintah pusat, bukan dipilih oleh rakyat yang dilayani. Karena itu, pejabat tersebut bertanggung jawab kepada pejabat yang mengangkatnya yaitu pejabat pusat, bukan kepada rakyat yang dilayani.

Medebewind (pembantuan) adalah penugaan pemerintah pusat kepada daerah dan desa dan dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana, dan prasarana, serta sumer daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan (Pasal 1 angka 9 UU No.32 Tahun 2004).

30


(44)

Menurut Bagir Manan tugas pembantuan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah daerah di bawahnya berdasarkan undang – undang.31

Kusumah atmadja mengartikan medebewind sebagai pemberian kemungkinan dari pemrintah pusat / pemerintah daerah yang lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah / pemerintahan yang tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga pemerintah / daerah yang tingkatannya lebih atas.32

Dalam menjalankan medebewind tersebut urusan pusat / daerah yang lebih atas, tidak beralih menjadi urusan daerah yang dimintai bantuan. Hanya saja cara daerah otonom menyelenggarakan bantuan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada daerah itu sendiri. Daerah otonom ini tidak berada di bawah perintah, juga tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pemerintah pusat / daerah yang lebih tinggi yang memberi tugas.

Karena hakekatnya urusan yang diperbantukan pada daerah otonom tersebut adalah urusan pusat maka dalam sistem medebewind anggarannya berasal dari APBN. Anggaran pusat ini lalu ditransfer langsung ke kas daerah. Anggaran ini masuk ke rekening khusus yang pertanggunjawabannya terpisah dari APBD.

31

Ibid, hlm. 21.

32


(45)

Bagir Manan juga mengatakan :

Pada dasarnya, tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang - undangan lebih tinggi (de uitvoering van hogere regelingen). Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang – undangan termasuk yang diperintahkan atau diminta dalamr rangka tugas pembantuan.33

B.

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah pemerintah daerah, dan DPRD. Dalam menyelenggarakan pemerintahan, pemerintah pusat menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, serta dekonsentrasi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Sementara itu, pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah daerah berpedoman pada asas Umum penyelenggaraan Negara, yang di dalam Hukum Administrasi Negara dikenal dengan “Asas – asas umum pemerintah yang layak”. Di negeri Belanda, asas – asas umum pemerintahan yang layak ini sudah diterima sebagai norma hukum tidak tertulis, yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan, terutama Pejabat Tata Usaha Negara, dalam membuat keputusan Tata Usaha

33


(46)

Negara.34

1. Asas kepastian hukum;

Sebelumnya dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, asas – asas ini sudah mulai diterima, walaupun secara formal belum diakui sebagai sesuatu norma hukum tidak tertulis yang harus ditaati oleh penyelenggara pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Secara yuridis formal, hal semacam ini baru diakui di Negara kita, dengan diundangkannya UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih, bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), ditambah asas efisiensi dan asas efektivitas. Kemudian dalam Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa asas – asas tersebut dijadikan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Asas dimaksud disebut dengan “Asas Umum Penyelenggara Negara”, yang dirinci antara lain:

2. Asas tertib penyelenggaraan Negara;

3. Asas kepentingan umum;

4. Asas keterbukaan;

5. Asas proporsionalitas;

6. Asas profesionalitas;

7. Asas akuntabilitas;

34

Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) , 2005


(47)

8. Asas efisiensi;

9. Asas efektivitas.

Hal ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan “good governance” (tata pemerintahan yang baik).35

1. Mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya;

Dalam menyelenggarakan fungsi – fungsi pemerintahan, terutama dalam penyelenggaraan otonomi, daerah dibekali dengan hak dan kewajiban tertentu. Hak – hak daerah tersebut antara lain :

2. Memilih pemimpin daerah;

3. Mengelola aparatur daerah;

4. Mengelola kekayaan daerah;

5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah;

6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah;

7. Mendapatkan sumber – sumber pendapatan yang lain yang sah; dan

8. mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.

35


(48)

Di samping hak – hak tersebut di atas, daerah juga dibebani beberapa kewajiban, yaitu:

1. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;

3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;

5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;

8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;

9. Menyusunan perancanaan dan tata ruang daerah;

10.Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;

11.Melestarikan lingkungan hidup;

12.Mengelola administrasi kependudukan;

13.Melestarikan nilai sosial budaya;

14.Membentuk dan menerapkan peraturan perundang – undangan sesuai dengan kewenangannya; dan


(49)

15.Kewajiban lainnya yang diatur dalam peraturan perundang – undangan.

Hak dan kewajiban daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintah daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja dan pembiyaan daerah, yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan asas – asas yang telah dikemukakan di atas, pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara efisien , efektif, transparan, bertanggung jawab, tertib, adil, patuh dan taat pada peraturan perundang – undangan.36

C.

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Dalam penyelenggaraan otonomi luas, urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah, jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan urusan pemerintahan yang tetap menjadi wewenang pemerintah pusat. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, urusan pemerintahan yang sepenuhnya tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah :

a. Politik luar negeri

b. Pertahanan

c. Keamanan

d. Yustisi

36


(50)

e. Moneter dan fiskal nasional; dan

f. Agama

Di dalam penjelasan UU No. 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan urusan pemerintahan di bidang :

a. Politik luar negeri adalah urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan menunujuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan sebagainya;

b. Pertahanan, adalah misalnya mendirikan atau membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga Negara, dan sebagainya;

c. Keamanan, adalah misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian Negara , menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum Negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan Negara, dan sebagainya;

d. Moneter dan fiskal nasional, adalah misalnya mencetak uang, menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter / fiskal, mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya;


(51)

e. Yustisi, adalah misalnya mendirikan lembaga peradilan , mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan Lembaga Permasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesty, abolisi, membentuk undang – undang , peraturan pemerintah dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya;

f. Agama, adalah misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional, memberi hak pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakakan dalam penyelenggaraan kegidupan keagamaan, dan sebagainya.

Di samping itu, bagian tertentu urusan pemerintahan lainnya yang berskala nasional, yang tidak diserahkan kepada daerah.

Selain enam urusan pemerintahan yang telah diuraikan di atas, sisanya menjadi wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, urusan yang dimiliki oleh pemerintah daerah menjadi tidak terbatas. Daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan apa saja selain enam bidang yang telah dikemukakan di atas, asal saja daerah mampu menyelenggarakannya, dan punya potensi untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dalam menyelenggrarakan urusan pemerintahan yang menjadi wewenang daerah, pemerintah daerah menyelenggarakan otonomi seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Tugas pembantuan pada dasarnya merupakan keikutsertaan daerah atau desa, termasuk masyarakatnya atas penugasan atau


(52)

kuasa dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang tertentu. Pemberian tugas pembantuan harus disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

Di samping itu. Terdapat bagian urusan pemerinahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu, dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten / kota. Untuk mewujudkan pembaian urusan yang

concurrent secara proporsional antara pemerintah pusat, daerah provinsi, daerah kabupaten / kota, disusunlah kriteria yang meliputi eksternalistis, akuntabilitas, dan efisiensi, dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan37

a. Kriteria eksternalitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak / akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemmerintahan tersebut. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, urusan pemerintahan tersebut menjadi wewenang provinsi, dan apabila nasional, menjadi wewenang pemerintah pusat.

Selanjutnya dijelaskan kriteria – kriteria berikut ini :

37


(53)

b. Kriteria akuntabilitas yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung / dekat dengan dampak / akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian, akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

c. Kriteria efisiensi yaitu pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personel, dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan. Artinya, penanganan suatu bagian urusan dipastikan akan lebih berdaya guna dan berhasil guna apabila dilaksanakan oleh daerah provinsi, dan / atau daerah kabupaten / kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemrintah pusat. Oleh karena itu, bagian urusan tersebut diserahkan kepada daerah provinsi dan / atau kabupaten / kota. Sebaliknya, apabila suatu bagian urusan akan lebih berdaya guna bila ditangani oleh pemerintah pusat, bagian urusan tersebut tetap ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan memerhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya dan hasil guna tersebut didasari dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dan besar kecilnya risiko dihadapi.


(54)

d. Keserasian hubungan adalah bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintahan yang dikerjakan oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interindependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan mempehatikan cakupan kemanfaatan.

Pembagian urusan pemerintahan, sebagaimana diuraikan di atas, ditempuh melalui mekanisme penyerahan atau pengakuan atas usul daerah terhadap bagian urusan – urusan pemerintahan yang akan diatur dan diurusnya. Berdasarkan usulan tersebut, pemerintah pusat melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum memberi pengakuan atas bagian urusan – urusan yang akan dilaksanakan oleh daerah. Sementara itu, terhadap bagian urusan yang saat ini masih menjadi urusan pemerintah pusat, dengan kriteria tersebut dapat diserahkan kepada daerah.

Walaupun berdasarkan otonomi luas yang dimiliki oleh daerah, daerah dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang apa pun di luar urusan yang merupakan urusan pemerintah pusat. Namun, dalam pelaksanaannya harus mendapat pengakuan dari pemrintah pusat terlebih dahulu. Pengakuan ini diberikan oleh pemerintah pusat setelah melakukan verifikasi terhadap bagian urusan yang diusulkan oleh daerah. Hal ini berbeda dengan undang – undang sebelumnya, yaitu UU No. 22 Tahun 1999, di mana dalam undang – undang tersebut dinyatakan bahwa penyerahan suatu urusan kepada daerah tidak memerlukan pengakuan terlebih dahulu dari pemerintah pusat.


(55)

Mengingat begitu luasnya otonomi yang dimilki oleh suatu daerah dan begitu banyak urusan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah, UU No. 32 Tahun 2004 membagi semua urusan tersebut atas dua kelompok, yaitu urusan wajib dan urusan pilihan.

a. Perlindungan hak konstitusional;

b. Perlindungan kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, ketenteraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. Pemenuhan komitmen nasional yang berhubungan dengan perjanjian internasional.

Hal ini berkaitan dengan pelayanan dasar, seperti pendidikan dasar, kesehatan, perumahan, kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sementara itu, urusan yang terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah. Dengan demikian, urusan pemerintahan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah.

Menurut ketentuan pasal 13 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi merupakan urusan skala provinsi yang meliputi :

a. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;


(56)

c. Penyelenggaraan ketertiban umum dak ketentraman masyarakat;

d. Penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. Penanganan bidang kesehatan;

f. Penyelenggaraan pendidikan , dan alokasi sumber daya manusia potensial;

g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten / kota;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten / kota;

i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah, termasuk lintas kabupaten / kota;

j. pengendailan lingkungan hidup;

k. pelayanan petanahan termasuk lintas kabupaten / kota;

l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten / kota;

o. penyelenggaraan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten / kota; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang – undangan.


(57)

Sementara itu, menurut ketentuan pasal 14 ayat (1) UU no. 32 Tahun 2004, urusan wajib yang menjadi urusan pemerintahan daerah untuk kabupaten / kota merupakan urusan yang berskala kabupaten / kota yang meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan dan catatan sipil;

m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal;


(58)

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang – undangan.

“Ketertiban umum” dan “ketentraman masyarakat” yang dimaksud dalam kedua pasal tersebut di atas, termasuk di dalamnya perlindungan masyarakat” (Linmas).

Urusan pemerintah provinsi dan kabupaten / kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, seperti pertambangan, perikanan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pariwisata.

Dalam menjalankan urusan pemerintahan, pemerintah daerah mempunyai hubungan dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya. Dari hal ini jelas bagi kita, betapapun luasnya kewenangan yang dimiliki oleh suatu daerah, dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tertentu, tetap ada hubungan dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah lainnya. Hubungan ini meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya.

Menurut ketentuan pasal 15 UU No. 32 Tahun 2004, hubungan di bidang keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah meliputi:

a. pemberian sumber – sumber keuangan, umtuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah;


(59)

b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintah daerah;

c. pemberian pinjaman dan / atau hibah kepada pemerintah derah.

Sementara itu, hubungan dalam bidang keuangan antar-pemerintah daerah meliputi:

a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota;

b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab bersama;

c. pembiayaan bersama atas kerjasama antardaerah;

d. pinjaman dan / atau hibah antarpemerintah daerah.

Pasal 16 UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan hubungan dalam bidang pelayanan umum antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang meliputi:

a. kewenangan, tanggung jawab dan ketentuan standar pelayanan nasional;

b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah; dan

c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antarpemerintah daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.

Selanjutnya pasal 17 UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang meliputi:


(60)

a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;

b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;

c. pengendalian lingkungan dan tata ruang, serta rehabilitasi lahan.

Kemudian, dijelaskan juga hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antarpemerintah daerah, yang meliputi:

a. pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;

b. kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya, antar pemerintah daerah; dan

c. pengelolaan perizinan bersama dalm pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Hubungan sebagaimana diuraikan di atas diatur dalam peraturan perundang – undangan.

Kewenangan pemerintah daerah terhadap wilayah lautnya diatur dalam pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004. Dalam pasal ini dijelaskan bahwa daerah berwenang mengelola sumber daya di wilayah lautnya. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan / atau di dasar laut sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah lautnya meliputi:


(61)

b. pengaturan administrasi, antara lain perizinan, kelaikan dan keselamatan;

c. pengaturan tata ruang;

d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah, atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah pusat;

e. ikut serta dalam pemulihan keamanan;

f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan Negara.

Kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan sumber daya di wilayah paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan / atau ke arah perairan kepulauan. Apabila wilayah laut antara dua provinsi kurang dari 24 mil laut, kewenangan mengelola sumber daya di bawah laut dibagi sama jaraknya atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antara dua provinsi tersebut. Sementara itu, untuk kabupaten/kota memperoleh sepertiga wilayah kewenangan provinsi. Ketentuan ini tidak berlaku bagi nelayan kecil dalam melakukan penangkapan ikan. Mereka dapat melakukan penangkapan ikan sejauh mereka sanggup. Mengenai pengelolaan sumber daya di wilayah laut ini, selanjutnya akan diatur dengan undang – undang.38

38


(62)

BAB III

PEMEKARAN DAERAH KABUPATEN / KOTA DAN PENGATURANNYA BERDASARKAN PP NO.78 TAHUN 2007

A. Latar Belakang, Dampak, dan Tujuan dari Pemekaran atau pembentukan daerah

1. Latar Belakang Terjadinya Pemekaran atau Pembentukan Daerah

Memasuki era reformasi Indonesia mengalami perubahan sosial politik yang bermuara kepada pilihan melaksanakan desentralisasi sebagai salah satu modal utama pembangunan Indonesia. Hal ini ditandai dengan pemberlakuan UU 22/1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian dirubah menjadi UU 32/2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 menempatkan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah ini sebagai satu prioritas dalam pembangunan nasional. Revitalisasi tersebut diarahkan untuk:

1. memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan;

2. mendorong kerjasama antar pemerintah daerah;

3. menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih efektif dan efisien;

4. meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah;

5. meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah; serta


(63)

Semangat otonomi daerah itu sendiri salah satunya bermuara kepada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian diatur dalam PP No.78 Tahun 2007 Tata cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam PP tersebut, daerah berhak mengajukan usulan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya.

Pemekaran daerah dalam tatanan filosofis dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Argumentasi untuk ini didasarkan atas beberapa dimensi. Pemekaran akan mempersingkat rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan. Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan pembangunan.

Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun hanya daerah yang berdekatan dengan ibukota pemerintahan daerah. Pemekaran memungkinkan sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang. Alasan lainnya yang juga dikemukakan adalah bahwa pemekaran akan mengembangkan demokrasi lokal melalui pembagian kekuasaan pada tingkat yang lebih kecil.


(64)

2. Dampak dari Pemekaran atau Pembentukan Daerah

Studi dampak pemekaran daerah secara komprehensif belum pernah dilakukan. Namun demikian, beberapa studi telah mulai melihat secara parsial apa yang terjadi di beberapa daerah otonom baru. Bappenas (2005) telah menghasilkan Kajian Percepatan Pembangunan Daerah Otonom Baru . Kajian ini secara khusus mempelajari permasalahan yang terkait pembangunan daerah otonom baru dan sektor yang menjadi andalan dalam pengembangan ekonomi.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa pada aspek keuangan daerah, telah terjadi peningkatan pendapatan asli daerah meskipun pada umumnya ketergantungan terhadap Dana Alokasi Umum masih tinggi. Di samping itu, juga terjadi peningkatan pada proporsi belanja pembangunan meskipun proporsi terhadap belanja rutin masih kecil. Namun demikian penilaian responden masyarakat menunjukkan belum adanya perubahan antara sebelum dan sesudah pemekaran. Hal ini dikarenakan karena pemda daerah mekar tengah melakukan pembenahan kelembagaan, infrastruktur kelembagaan, personil dan keuangan daerahnya. Sedangkan pada aspek pengelolaan sumberdaya aparatur menunjukkan bahwa rasio jumlah aparatur terhadap total penduduk daerah mekar masih dibawah rata-rata nasional meskipun untuk beberapa daerah sampel tidak terjadi hubungan yang signifikan antara jumlah aparatur dan kepuasan pelayanan publik. Studi ini juga mencatat umumnya kualitas SDM aparatur untuk lini terdepan pelayanan masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah (setingkat SMU).


(1)

Kuala Tanjung, PT Inalum. Kira-kira 15 kilometer, ada tanda arah menuju Pantai Perjuangan. Jalan menuju pantai tak beraspal, sehingga menyulitkan kendaraan untuk masuk ke sana. Belum lagi soal sarana pantai yang sangat minim. Pantai yang masih tampak "garing" karena minimnya anggaran untuk peningkatan sarana dan prasarana.

Pantai Sejarah Perupuk merupakan satu-satunya objek wisata pantai di Kecamatan Limapuluh Batubara, jaraknya sekitar 17 kilometer dari Limapuluh Kota ibu kota Kecamatan Limapuluh. Pantai Sejarah memang menjadi tumpuan wisatawan lokal untuk berekreasi melepaskan lelah di akhir pekan dan hari besar lainnya. Bila di Pantai Sejarah digelar berbagai pertunjukan seperti keyboard dan kegiatan motocross dengan karcis masuk terjangkau dipastikan pengunjungnya cukup membludak dan pihak penyelenggara meraup untung lumayan besar. Di tempat itu juga sering dimanfaatkan mengadakan berbagai kegiatan seperti acara pelantikan maupun HUT Parpol, Ormas dan OKP plus hiburan.

Pantai Sejarah Perupuk juga terkenal sebagai tempat pertama kalinya bala tentara Jepang mendarat di Asahan thn 1946. Pantainya yang landai dengan pasir putih memanjang ratusan meter dijadikan tempat mandi-mandi mulai dari anak-anak hingga orang dewasa penuh canda dan tawa ria. Di bagian daratnya seluas beberapa hektar tumbuh pohon-pohon besar, di bawahnya dijadikan tempat istirahat dengan menggelar tikar. Di pinggiran pantai tumbuh pohon-pohon bakau, jadi tempat berkembang biak berbagai jenis ikan laut. Banyak pengunjung yang datang untuk memancing ikan.


(2)

Di Pantai Sejarah juga dibangun hechery (proyek pembibitan udang) berikut bangunan sarana pendukungnya. Bangunan hechery dengan rangka baja beratap dan berdinding kaca merupakan bangunan antik yang banyak menjadi perhatian pengunjung. Tujuannya untuk memenuhi permintaan bibit udang untuk para nelayan pemilik tambak, juga dimaksudkan sebagai pendukung memajukan objek wisata Pantai.56

56


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Pasal 18 ayat (1) UUD NRI 1945 memberikan ruang yang besar bagi diadakannya Pemekaran Daerah. Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah disempurnakan dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tenatng Pemerintahan Daerah telah mengatur mengenai pembentukan dan Pemekaran Daerah, yaitu Pasal 4 sampai Pasal 8 Undang – Undang tersebut. Untuk menjalankan perauran perundang – undangan tersebut juga telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

2. Hal yang mendasari munculnya aspirasi masyarakat dalam pemekaran Kabupaten Asahan adalah berawal dari keinginan masyarakat di wilayah eks Kewedanan Batubara untuk membentuk sebuah Kabupaten Otonom dan dibentuknya panitia pemekaran yaitu Gerakan Masyarakat menuju Kabupaten Batubara (GEMKARA) Badan Pekerja Persiapan Pembentukan Kabupaten Batubara (BP3KB). Tujuannya untuk menampung aspirasi masyarakat yang menginginkan pemekaran.

3. Kabupaten Batubara sebagai Daerah Baru merupakan daerah yang sangat berpotensi. Dari sektor industri daerah Batubara sangat berpotensi dengan adanya industri aluminium yaitu PT. INALUM dan beberapa industri


(4)

lainnya, dari sektor perkebunan / pertanian Kabupaten Batubara memiliki areal perkebunan / pertanian yang sangat Luas. Batubara juga memiliki potensi wisata yang sangat menarik yaitu pantai – pantai yang indah dan pulau yang indah juga. Di Batubara juga terdapat peninggalan sejarah yaitu Istana Lima Laras yang seing dikunjungi wisatawan.

B. Saran

1. Pemekaran Daerah haruslah sesuai dengan tujuannya yaitu dimaksudkan untuk meningkatakan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semua pihak hendaknya menghindarkan diri dari tujuan etnisitas, Gejala Etnosentrisme apalagi menjadi pertarungan politik lokal yang menginginkan jabatan serta kekuasaan dengan adanya pemekaran daerah. Kebutuhan serta aspirasi masyarakat haruslah menjadi alasan utama diadakannya pemekaran daerah.

2. Persyaratan dan tata cara yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang – undangan haruslah dijalankan dengan konsekuen, karena persyaratan dan taa cara tersebut dimaksudkan agar pemekaran daerah tersebut mencapai tujuan yang diinginkan dan tidak menjadi hal yang sia – sia.

3. Dengan terbentuknya Kabupaten Batubara adalah hasil perjuangan dari masyarakat, jadi dengan terbentuknya Kabupaten tersebut maka diharapkan menjai Daerah yang mampu mensejahterakan masyarakatnya dengan menggali segala potensi yang ada diwilayah Kabupaten Batubara ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Dari buku :

Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

Secara Langsung (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada) , 2005

Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : 1988

Edy Purnama, Negara Kedaulatan Rakyat, Penerbit Nusamedia, Bandung : 2007

Hamdi Muchlis, Naskah Akademik Tentang Pembentukan dan Penghapusan

Daerah, BPHN DEPKUMHAM RI, Jakarta : 2008

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,

Gramedia, Jakarta : 2007

H.A.W. Widjaja, “Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia” , PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2005

Hendry Maddick dan Hanif Nurcholis, “Teori dan Praktik Pemerintahan dan

Otonomi Daerah”, Grasindo, Jakarta : 2007

J.Kaloh, “Mencari Bentuk Otonomi Daerah” , Penerbit Rineka Cipta, Jakarta : 2007

J. Riwu Kaho, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia”.

Rajawali Pers, Jakarta : 1997

L.Sumartini. Peranan dan Fungsi Rencana Legislasi Nasional Dalam Proses

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. BPHN Departemen Kehakiman

RI, Jakarta : 1999

Makmur dan Reni Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta : 2005


(6)

Mirza Nasution, Mempertegas Sistem Presidensial, dalam Gagasan Amandemen

UU 1945-Suatu Rekomendasi, Penyunting Mohammad Fajru Falaakh. Penerbit

Komisi Hukum Nasional RI, Jakarta : 2008.

Ni’matul Huda, Otonomi Daerah, Filosofi, Sejarah Perkembangan, dan

Problematika, Pustaka Pelajar, Jogjakarta : 2005

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Asahan Dalam Angka, Badan Pusat Statistik 2007 Batubara Dalam Angka, Badan Pusat Statistik 2008 Majalah Bias No.99 Tahun ke IV, edisi januari 2007 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang persyaratan Pembentukan dan kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah

Peratuan presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2005 tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah

Dari internet :