PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

(1)

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

Skripsi

Disusun Oleh :

FRISKA ARSALINA 20120220056

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

i

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Bagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh : Friska Arsalina

20120220056 Program Studi Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(3)

“Barang siapa yang beramal berdasarkan ilmu pengetahuan niscaya Allah

akan

mengajarkan sesuatu yang belum diketahuinya”

-Q.S. 17:36-

“Wanita adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya” -Syair

Arab-“No matter how you feel,

Get UP, Dress UP, Show UP and NEVER GIVE UP!”

-Regina Brett-


(4)

Halaman Persembahan

Alhamdulillah, Puji dan syukur bagi Allah SWT dan Shalawat bagi Nabi Muhammad SAW, karya tulis ini telah selesai setelah proses yang sedemikian rupa. Karya tulis ini saya dedikasikan untuk orang-orang yang mendo’akan kebaikan bagi saya, dan semoga memberi manfaat bagi banyak pihak.

Terima kasih Ayah, terima kasih Mama, Keniya dan Nafisa.

Terima kasih untuk keluarga tercinta atas do’a dan dukungan yang tiada henti. Terima kasih atas kesempatan untuk ikut serta dalam penelitian disertasi Bapak Triyono. SP, MP. beserta teman-teman pejuang skripsi yang luar biasa; Intan, Habibi, Imanuddin dan Mahendra. Terima kasih telah berbagi dukungan, ilmu dan tenaga sejak awal penyusunan skripsi ini.

Teman-teman Agribisnis 2012, especially kelas B (Kak Nisa, Nay, Carlita, Murni, Gita, Fitri, Fika, Intan lagi, Eva, Emi, Sabila, Opa, om Dyan, om Adi, Riki, pak Teguh, Candra, Sigit, Aep, Hasan, Elkana, Roni, Luqman, Rinto, Adul) yang penuh kesan dan kenangan. Terima kasih atas kekeluargaan yang hangat. Semoga semuanya dimudahkan dalam mencapai impian.

Teman-teman Kos Lawas, IPA, Dewan Mahasiswa FP UMY, teman-teman magang dan Yayasan Bina Sarana Bhakti, teman-teman dan lecturer LEx-KKN Internasional. Thanks for the happiness and sadness, thanks for all experiences and lessons. It was a great chance to know you and being a part of your life story, and a sweet memory of being your family. I wish you the best!

Mas dan keluarga, terima kasih telah menjadi bagian dalam perjalanan saya sampai saat ini. Terima kasih untuk motivasi, dukungan, kritik dan saran yang diberikan baik sebelum, saat proses dan setelah penulisan skripsi. Semoga sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya.

Terakhir, terima kasih untuk sahabat dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu. Semoga Allah memberi kemudahan dan kebaikan dalam setiap langkahmu.


(5)

iii Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya yang tak pernah henti. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan bagi Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah, akhirnya skripsi yang berjudul “Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-Urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman)” telah selesai disusun dan dipertahankan di depan dewan penguji sebagai salah satu syarat memperoleh derajat sarjana pertanian.

Setiap tahapan dalam penyusunan skripsi ini tidaklah berjalan lancar tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara teknis maupun non-teknis. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah: Ahmad Rosidi dan Mama: Siti Aminah yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai cara. Terima kasih juga kepada Bapak Triyono. SP, MP. dan Ibu Francy Risvansuna F. SP, MP selaku dosen pembimbing, Ir. Hj. Triwara Buddhi S. MP selaku dosen penguji, serta segenap narasumber atas kesediaannya memberikan waktu dan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

Skripsi ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran serta kelanjutan penelitian di bidang yang sama. Agar pengetahuan yang tertuang dalam skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi semua pihak.

Wassalam’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, 22 Agustus 2016


(6)

iv DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

C. Kegunaan Penelitian ... 5

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 6

1. Wilayah Peri-urban ... 6

2. Usahatani ... 7

3. Curahan Kerja ... 11

B. Kerangka Berfikir ... 14

C. Hipotesis ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 17

A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel ... 17

B. Teknik Pengambilan Data... 19

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah ... 19

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 20

E. Teknik Analisis Data ... 24

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 29

A. Keadaan Fisik Daerah ... 29

B. Luas Penggunaan Lahan ... 34

C. Penduduk ... 35


(7)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Identitas Petani... 41

1. Usia ... 41

2. Tingkat Pendidikan Terakhir. ... 43

3. Anggota Keluarga ... 44

4. Pengalaman Bertani ... 45

5. Status lahan ... 47

6. Jumlah pekerjaan petani ... 48

B. Curahan Kerja ... 52

C. Pendapatan ... 57

D. Produktivitas Tenaga Kerja ... 62

E. Kontribusi pendapatan ... 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(8)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian Menurut Kabupaten/Kota di D.I.

Yogyakarta. ... 2 Tabel 2. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman. ... 18 Tabel 3. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman ... 29 Tabel 4. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU

Kab. Sleman. ... 31 Tabel 5. Batas wilayah berdasarkan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

... 32 Tabel 6. Luas lahan, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU

Kabupaten Sleman. ... 33 Tabel 7. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 34 Tabel 8. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. ... 35 Tabel 9. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman... 36 Tabel 10. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman. ... 38 Tabel 11. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. .... 39 Tabel 12. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. . 40 Tabel 13. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 41 Tabel 14. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 43 Tabel 15. Jumlah tanggungan keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman tahun

2013-2014. ... 45 Tabel 16. Pengalaman bertani petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. 46 Tabel 17. Status lahan yang dikelola petani di WPU Kabupaten Sleman tahun


(9)

Tabel 19. Curahan kerja petani dalam satu bulan pada usahatani padi sawah di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. ... 52 Tabel 20. Curahan petani pada sektor non-usahatani padi sawah di WPU Kabupaten

Sleman tahun 2013-2014 ... 55 Tabel 21. Hasil uji-t sampel berpasangan: curahan kerja petani di WPU Kabupaten

Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 56 Tabel 22. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari usahatani padi sawah

tahun 2013-2014. ... 58 Tabel 23. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor non-usahatani

tahun 2013-2014. ... 60 Tabel 24. Hasil uji-t sampel berpasangan: pendapatan petani di WPU Kabupaten

Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 61 Tabel 25. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada

usahatani padi sawah di musim hujan 2013. ... 63 Tabel 26. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada

usahatani padi sawah di musim kemarau 2014. ... 64 Tabel 27. Produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor

non-usahatani padi sawah tahun2013-2014. ... 65 Tabel 28. Hasil uji-t sampel berpasangan: produktivitas tenaga kerja dalam keluarga

petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. ... 65 Tabel 29. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap

pendapatan rumah tangga perbulan pada musim hujan 2013. ... 67 Tabel 30. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap


(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Identitas Petani Responden ... 77

Lampiran 2. Hasil uji-t paired sample t-test:Curahan Kerja ... 79

Lampiran 3. Hasil uji-t paired sample t-test: Pendapatan ... 80


(11)

(12)

PERANAN USAHATANI PADI DI WILAYAH PERI-URBAN BAGI EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus di Kabupaten Sleman) Friska Arsalina

Triyono SP. MP / Francy Risvansuna F. SP. MP Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Peranan Usahatani Padi di Wilayah Peri-urban Bagi Ekonomi Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Kabupaten Sleman) bertujuan untuk mengetahui curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan kontribusi pendapatan dari usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap ekonomi rumah tangga petani di WPU Kabupaten Sleman. Sampel diambil sebanyak 30 orang dengan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani memberikan banyak curahan kerjanya di sektor non-usahatani padi. Pendapatan dan kontribusi sektor usahatani padi bagi ekonomi rumah tangga petani lebih tinggi pada musim kemarau daripada saat musim hujan. Meski demikian, jumlah pendapatan dan kontribusi sektor non-usahatani padi lebih besar pada kedua musimnya. Sementara itu, produktivitas tenaga kerja petani lebih tinggi pada sektor usahatani padi daripada sektor non-usahatani baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini disebabkan oleh rendahnya curahan kerja petani pada sektor usahatani padi. Pendapatan usahatani padi, walaupun jumlahnya lebih sedikit tapi menghasilkan produktivitas yang tinggi dikarenakan curahan kerjanya yang sedikit.


(13)

Economy (Case Study in The District Sleman) Friska Arsalina/20120220056

Triyono SP, MP. – Francy Risvansuna SP, MP. Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Role of Rice Farming in The in Peri-Urban Areas for Household Economy of the Farmer (Case Study in The District Sleman) aims to know the expended labor, revenue, labor productivity and revenue contribution from rice farming and non-farming toward the farmer’s household economy in peri-urban area of Sleman regency. 30 farmer were choosen using simple random sampling method as the sample in this research. The result shows that farmers give more of their expended labor on non-farming sector. The revenue of rice farming and it’s contribution toward the household earning on sunny season is bigger than rainny season. Although, the revenue of non-farming sector and it’s contribution is bigger than paddy farming sector in both season. In spite of that, the labor productivity on rice farming is higher than non-farming sector in both sunny and rainny season. Because farmes’s expended labor on rice farming sector is less than non-farming sector. The revenue of rice farming, even the amount is less but makes the high productivity of labor because it’s expended is less.


(14)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota pelajar didukung dengan jumlah lembaga pendidikan yang cukup fantastis. Sebagai tujuan pariwisata, DIY memiliki tempat wisata dengan berbagai kategori. Mulai dari kategori pendidikan, dataran tinggi, perairan, budaya, industri kerajinan, sejarah bahkan pertanian.

Selain memiliki pertanian sebagai produk wisata, pertanian di DIY juga memiliki andil yang cukup besar bagi pangan di Indonesia. Badan Urusan Logistik (Bulog) pada tahun 2013 mencatat ada 10 provinsi penghasil beras tertinggi di Indonesia yang mana akan dikawal produksinya oleh Bulog guna menjaga stok beras nasional. Salah satu dari 10 provinsi tersebut adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan hasil sensus pertanian, DIY menghasilkan 721.674 ton beras pada tahun 2012 (Alimoeso, 2013).

Kawasan pengembangan padi, khususnya padi sawah di Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di Kabupaten Sleman dan Bantul. Produksi padi sawah terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Sleman yang didukung dengan luasan lahan persawahan terbesar, keadaan agroekosistem, kesuburan dan juga irigasi yang baik.


(15)

Kabupaten/Kota Luas Lahan Pertanian Luas Lahan Bukan Pertanian

Jumlah Sawah Bukan Sawah

1. Kulonprogo 10.299 35.027 13.301 58.627

2. Bantul 15.482 14.129 21.074 50.685

3. Gunungkidul 7.865 117.835 22.836 148.536

4. Sleman 22.642 16.699 18.141 57.482

5. Yogyakarta 76 188 2.986 3.250

DIY 56.364 183.878 78.338 318.580

Sumber : BPS (2013)

Kedua Kabupaten tersebut berbatasan langsung dengan wilayah kota Yogyakarta. Penyebaran perkembangan kota ke daerah pinggiran yang diakibatkan oleh keterbatasan lahan perkotaan dan eksistensi aktivitas pedesaan, akhirnya menimbulkan perkembangan wilayah peri-urban (WPU). Perkembangan wilayah peri-urban yang muncul sebagai zona transisi dari sifat pedesaan menuju sifat kekotan. Akibat perkembangan eksternal suatu perkotan ternyata mampu memberikan karakteristik yang berbeda antar bagian wilayah, terutama pada aspek fisik maupun sosial ekonominya (Kurnanigsih & Rudiarto, 2014).

Menurut keterangan Arif Setio Laksito (Kasibud Tata Ruang Perkotaan Sleman) dalam Ganang 2012, Kabupaten Sleman terbagi menjadi 4 wilayah yaitu : 1) wilayah utara ;dimulai dari jalan yang menghubungkan kota Tempel, Pakem dan Cangkringan sampai puncak gunung merapi. Wilayah ini merupakan sumber air dan ekowisata yang berorientasi pada aktivitas gunung merapi dan ekosistemnya. Pengalihan fungsi lahan sangat terbatas untuk pariwisata, pemukiman dan industri diperbolehkan untuk mendukung perkembangan ekonomi wilayah ini. 2) wilayah timur ; meliputi kecamatan Prambanan, sebagian kecamatan Kalasan dan kecamatan Berbah. Wilayah ini memiliki tempat-tempat


(16)

3

peninggalan purbakala sebagai pusat wisata budaya. Pengalihan fungsi lahan sangat terbatas untuk pariwisata, industri dan pemukiman karena adanya upaya konservasi terhadap situs-situs budaya yang ada. 3) wilayah selatan meliputi kecamatan Mlati, Ngaglik, Sleman, Ngemplak, Depok dan Gamping. Wilayah ini merupakan pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Memiliki aktivitas ekonomi yang dominan pada sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Sleman secara keseluruhan. 4) wilayah barat ; meliputi kecamatan godean, Minggir, Seyegan, dan Moyudan. Kawasan pengembangan ini berorientasi pada sektor pertanian karena memiliki lahan basah dengan air yang cukup serta bahan industri kerajinan. Dari keempat wilayah tersebut, wilayah selatan merupakan wilayah peri-urban dengan tekanan untuk alih fungsi lahan dan pekerjaan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan menurut Perda No 12 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah, rencana pengembangan kawasan selatan Kabupaten Sleman diarahkan untuk menjadi pemukiman perkotaan dengan kepadatan penduduk tinggi.

Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman adalah kumpulan pedesaan yang memiliki ciri khas berupa kegiatan pertanian dan memiliki aktivitas ekonomi pada sektor tersier yang merupakan penyumbang terbesar untuk PDRB Kabupaten Sleman secara keseluruhan. Wilayah yang termasuk kawasan peri-urban Kabupaten Sleman adalah kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean dan Sinduadi yang termasuk dalam kecamatan Mlati. Wilayah tersebut berada dekat dengan kota sebagai pusat pendidikan, perdagangan dan jasa. Wilayah peri-urban (WPU) yang merupakan zona transisi rentan mengalami pengalihan fungsi


(17)

pertanian dan daya serap tenaga kerja pertanian. Aktivitas pertanian yang dominan pada usahatani padi sawah yang hanya memberikan hasil pada waktu tertentu. Sebaliknya kawasan urban yang didominasi pekerjaan non-usahatani memberikan peluang bagi petani untuk menambah pendapatan keluarga. Pekerjaan sektor non-usahatani padi sawah menawarkan pendapatan yang diberikan setiap bulan dengan jumlah cenderung stabil. Hal ini menjadi salah satu penyebab petani mengalokasikan sebagian waktu dan curahan kerjanya untuk bekerja pada sektor non-usahatani. Berdasarkan hal tersebut, maka timbullah pertanyaan sebagai berikut :

1. Berapakah curahan kerja usahatani padi dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?

2. Berapakah pendapatan usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?

3. Adakah perbedaan antara produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman? 4. Berapakah kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan

rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman?

B. Tujuan

1. Mengetahui besar curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

2. Mengetahui pendapatan usahatani padi di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.


(18)

5

3. Mengetahui produktivitas tenaga kerja pada usahatani dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

4. Mengetahui kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.

C. Kegunaan Penelitian

1. Bagi petani dan masyarakat, sebagai sarana informasi serta pertimbangan untuk menambah pendapatan.

2. Bagi instansi maupun pemerintah, sebagai acuan untuk pembangunan pedesaan dan pengambilan keputusan.

3. Bagi sesama peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan informasi untuk penelitian di bidang serupa.


(19)

6

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Wilayah Peri-urban

Istilah peri merupakan kata sifat yang dapat diberi makna pinggiran atau sekitar dari suatu objek tertentu. Sementara itu istilah urban juga merupakan kata sifat yang berarti sifat kekotaan atau sesuatu yang berkenaan dengan kota. Penggabungan istilah peri dan urban membentuk kata sifat baru yang secara harfiah berarti sifat kekotaan dan sekitar sehingga apabila digabungkan dengan kata region, maka kata peri-urban region (wilayah peri-urban) mempunyai makna sebagai suatu wilayah di sekitar kota.

Batasan WPU atas dasar fisikal lebih menekankan pada performa pemanfaatan lahan maka batasan dari segi ini tidak jauh pergeserannya dari batasan WPU dari segi ekonomi. Golongan petani yang mempuyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya dan tetap bertahan di WPU mempunyai alasan bahwa mereka hanya mampu menjadi petani. Petani yang tetap mempertahankan lahan pertaniannya dan tidak menjualnya, umumnya mengalami penurunan produksi dan produktivitas pertaniannya karena banyak gangguan yang muncul terhadap kegiatan di lahan pertaniannya beberapa gangguan tersebut antara lain polusi air irigasi oleh limbah rumah tangga, polusi debu-debu jalan yang menempel pada daun sehingga menghambat proses fotosintesis, terganggunya saluran irigasi dan kelancaran air oleh pembangunan, makin banyak hama karena makin banyaknya pemukiman


(20)

7

(terutama tikus) dan kerusakan tanaman karena binatang peliharaan (Yunus, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Kurniangsih & Rudiarto (2014), diketahui selama proses transformasi antara 2002-2012 WPU kecamatan Kartasura mengalami perkembangan menuju pertumbuhan sifat perkotaan pada wilayahnya, dengan masih adanya pergeseran aktifitas pertanian ke arah non-pertanian dan perubahan aktivitas sosial ekonomi masyarakatnya, serta ditambah dengan adanya persebaran laju transformasi yang tidak merata.

Penelitian Manangkot (2012) di pinggiran kota Tondano Manado menemukan bahwa pekerjaan sampingan petani di pinggiran kota tersebut antara lain di bidang jasa, kepegawaian/PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta perdagangan. Pendapatan keluarga masyarakat didaerah pinggiran kota Tondano 62,36 % berasal dari sektor non-usahatani dan dari sektor pertanian 37,64 %. Dengan lebih besarnya pendapatan yang berasal dari sektor non-usahatani, sehingga perlahan-lahan masyarakat mulai beralih pekerjaan dari sektor pertanian ke sektor non-usahatani (baik sektor jasa maupun industri).

2. Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin dan


(21)

seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.

Pada dasarnya usahatani berkembang terus dari awal hanya bertujuan menghasilkan bahan pangan untuk keluarga sehingga hanya merupakan usahatani-swasembada atau subsistence. Usahatani pada mulanya hanya mengelola tanaman pangan kemudian berkembang meliputi berbagai komoditi sehingga bukan usahatani murni tetapi usahatani campuran. Secara garis besar ada dua bentuk usahatani yang telah dikenal yaitu usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Tujuan akhir dari usahatani keluarga adalah pendapatan keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani (Suratiyah, 2009).

a. Biaya Produksi

Dalam ilmu ekonomi, biaya adalah nilai dari faktor-faktor produksi yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dalam hal penggunaan faktor-faltor produksi, perusahaan memerlukan pengeluaran yang disebut dengan biaya produksi sebagai pengorbanan untuk mendapatkan output yang diinginkan. Biaya produksi yang dikeluarkan dapat dibedakan menjadi biaya eksplisit dan implisit.

Menurut T. Gilarso dalam Nurdin (2010) yang dimaksud dengan biaya implisit adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhitungkan sebagai biaya produksi meskipun tidak dibayar dalam bentuk uang. Misalnya upah tenaga kerja sendiri. Sedangkan biaya eksplisit adalah semua pengeluaran yang


(22)

9

dipergunakan untuk membayar faktor produksi. Misalnya benih dan sebagainya.

b. Pendapatan Petani

Pendapatan rumah tangga petani dapat bersumber dari usahatani dan non-usahatani. Menurut Suratiyah (2009) usahatani keluarga bertujuan akhir pada pendapatan keluarga petani yang terdiri atas laba, upah tenaga kerja dan bunga modal sendiri. Pendapatan yang dimaksud adalah selisih antara nilai produksi dikurangi dengan biaya yang betul-betul dikeluarkan oleh petani.

Pendapatan petani yaitu selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani. Pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu proses produksi. Formula menghitung pendapatan nominal adalah sebagai berikut.

Penerimaan – Biaya Total = Pendapatan Penerimaan = Py.Y

Py = Harga Produksi (Rp./Kg) Y= Jumlah Produksi (Kg)

Biaya Total (TC) = Biaya Tetap (FC) + Biaya Variabel (VC).

Menurut Kasim dalam Norlaila, untuk menghitung pendapatan digunakan rumus:

I = TR – TCe TR = Py.Y Keterangan:


(23)

I = Pendapatan.

TR= Total Revenue (Penerimaan). TCe= Total Cost Eksplisit.

Py= Harga Produksi. P= Produksi.

Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di daerah dataran tinggi dan dataran rendah Kabupaten Bogor menyatakan bahwa Pendapatan sektor pertanian di wilayah dataran tinggi lebih dominan yang berasal dari kegiatan-kegiatan usahatani, peternakan dan buruh tani. Walaupun jenis-jenis kegiatan-kegiatan di sektor luar pertanian lebih beragam, sumbangannya terhadap pendapatan sangatlah sedikit. Sebaliknya di wilayah dataran rendah, sektor luar pertanian,dengan keragaman jenis kegiatan yang sedikit, tapi ternyata lebih berperan terhadap pendapatan petani berlahan sempit sumber-sumber pendapatan dari sektor ini meliputi kegiatan perdagangan, buruh non-pertanian dan kiriman.

Suryantini dkk (2015) pada penelitiannya di desa Umbulrejo Gunungkidul menemukan bahwa kontribusi pendapatan non-usahatani lebih kecil dari kontribusi pendapatan usahatani pada pendapatan rumah tangga petani. Pendapatan non-usahatani memiliki peran dalam memperbaiki ketimpangan pendapatan dan mengentaskan kemiskinan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan non-usahatani adalah pendidikan, pendapatan usahatani dan jenis pekerjaan. Meningkatkannya pendidikan akan meningkatkan pendapatan non-usahatani, meningkatnya pendapatan usahatani


(24)

11

akan menurunkan pendapatan non-usahatani, dan pendapatan non-usahatani dari PNS, TNI dan berdagang lebih besar dari pekerjaan non-usahatani lain.

Hasil penelitian Lestari dkk (2015) dalam penelitiannya di Desa Umbulrejo Gunungkidul juga menyatakan bahwa Usahatani padi tidak hanya memberikan pengaruh pada ekonomi rumah tangga tani saja, namun juga pada konsumsi pangan rumah tangga tani. Kontribusi pendapatan usahatani padi termasuk sedang pada total pendapatan rumah tangga.

3. Curahan Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga maka tidak perlu mengupah tenaga luar yang berarti menghemat biaya.

Menurut Suratiyah (2009) curahan tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni (1) faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan, jenis tanah dan topografi, (2) faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan, serta (3) luas, letak, dan penyebarannya. Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja, misalnya yang terjadi pada usahatani lahan kering yang benar-benar hanya mengandalkan air hujan maka petani akan sibuk hanya pada waktu musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami. Pada lahan sawah beririgasi,


(25)

petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala bagi usahataninya. Maka dengan keadaan-keadaan tersebut maka petani harus dapat memanfaatkan tenaga kerja keluarga sebaik-baiknya. Disaat sibuk petani mengutamakan tenaga kerja keluarga sedangkan disaat yang lain petani harus dapat mencari peluang di luar (off farming activities) agar pendapatanya tetap terjaga.

Darwis & Nurmanaf (2004) dalam penelitiannya di Kabupaten Bojonegoro mendapati bahwa walaupun sektor pertanian memberikan pendapatan yang kecil, tetapi curahan waktu kerja justru di sektor ini yang paling besar. Hal ini membuktikan bahwa upah di sektor pertanian lebih kecil dibandingkan di sektor non-usahatani. Dengan lahan yang sempit dan pendapatan yang tidak mencukupi dari lahan tersebut, anggota keluarga mencoba melakukan usaha lain yang bisa menambah pendapatan. Jenis pekerjaan yang dilakukan dikelompokan kedalam buruh tani, usaha dagang, usaha industri, usaha jasa buruh non-usahatani dan kegiatan lainnya. Pekerjaan yang tersedia dan paling diminati oleh keluarga responden akan terlihat dari banyaknya curahan waktu mereka. Dari rataan curahan waktu yang paling banyak adalah pada pekerjaan buruh non-usahatani, yaitu 62,12 hari dalam satu tahun, terutama Bulan Agustus dan September.

Berbeda dengan hasil Penelitian Darwis dan Nurmanaf (2004), Hasil penelitian Nursamsu (2006) di desa Surusunda, Cilacap menyatakan Curahan kerja untuk sektor non-usahatani sebesar 33,07 HKO dalam sebulan dan 10,97 HKO untuk sektor non-usahatani. Dengan kata lain curahan kerja untuk sektor


(26)

13

non-usahatani lebih besar daripada untuk sektor pertanian. Jenis pekerjaan sektor non-usahatani yang banyak dilakukan di desa tersebut antara lain sebagai buruh, tukang kayu, karyawan, dan tukang batu.

Nurmanaf (2006) dalam penelitiannya mengenai peranan sektor luar pertanian terhadap kesempatan kerja menemukan bahwa sumber pendapatan dari kegiatan pertanian, khususnya tanaman pangan bersifat musiman dan menghasilkan pendapatan hanya saat-saat panen. Sebaliknya, di desa-desa di mana sektor luar pertanian lebih dominan sebagai sumber pendapatan porsi pendapatan rumah tangga per bulan lebih terdistribusi dengan derajat fluktuasi yang rendah. Jenis-jenis kegiatan sebagai sumber pendapatan yang berasal dari sektor luar pertanian umumnya tidak terkait dengan musim dan dapat dilakukan setiap saat sepanjang tahun.

a. Produktivitas Tenaga Kerja.

Shanti dalam aqlima (2015) mengungkapkan bahwa tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia dapat berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga.Menurut Suratiyah (2009), produktivitas tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus berikut:


(27)

B. Kerangka Berfikir

Rumah tangga petani WPU merupakan rumah tangga petani yang berada di WPU, khususnya WPU Kabupaten Sleman. Wilayah peri urban yang terletak di pinggiran atau sekitar kota memberikan corak pada kegiatan sosial ekonomi di WPU. Kegiatan ekonomi masyarakat di WPU yang dominan di sektor pertanian mulai bertambah dengan sektor non-usahatani yang ditawarkan oleh wilayah urban sehingga curahan kerja juga terbagi ke sektor usahatani dan non-usahatani. Curahan kerja pada usahatani mungkin lebih besar atau lebih kecil. Namun belum tentu curahan kerja yang sedikit terhitung produktif dibandingkan dengan curahan kerja yang lebih besar. Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil-hasil penelitian terdahulu, peneliti memetakan permasalahan yang digambarkan dalam bagan berikut :


(28)

15

Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir

Rumah tangga petani di WPU memberikan curahan kerjanya pada usahatani dan non-usahatani sebagai sumber pendapatan. Jenis pekerjaan yang diamati dalam usahatani adalah usahatani padi sawah. Pada sektor non-usahatani jenis dan jumlah pekerjaan lebih beragam seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan, wiraswasta dll. Jumlah pendapatan dari masing-masing sektor pekerjaan akan menunjukkan total pendapatan dan kontribusinya terhadap pendapatan total dalam rumah tangga petani. Jumlah pendapatan dari sektor usahatani dan non-usahatani serta curahan kerjanya akan menunjukkan produktivitas tenaga kerja petani pada masing-masing sektor.

Total Pendapatan

Non-usahatani (Pedagang, buruh, guru, karyawan, usaha kos, meubel)

Pendapatan non-usahatani Pendapatan usahatani

Curahan Kerja (Usahatani)

Padi Sawah

Rumah tangga Petani Wilayah Peri Urban

Kontribusi pendapatan usahatani dan non-sahatani terhadap pendapatan rumah

tangga.

Produktivitas tenaga kerja usahatani dan non-usahatani


(29)

C. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori diatas, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut :

1. Ada perbedaan curahan kerja, pendapatan dan produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman terhadap usahatani padi sawah dan non-usahatani.


(30)

18

III. METODE PENELITIAN

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (2013-2014) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki.

Metode deskriptif ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai curahan kerja usahatani padi sawah dan non-usahatani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman serta mendeskripsikannya. Metode ini juga digunakan untuk memperoleh gambaran pendapatan usahatani padi maupun non-usahatani serta kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah peri urban Kabupaten Sleman.

Selanjutnya, penelitian ini merupakan bagian dari penelitian disertasi

dengan judul “Efisiensi dan Keberlanjutan Usahatani Padi di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian disertasi dengan judul diatas memiliki basis penelitian pada daerah irigasi hulu dan hilir, wilayah peri-urban serta pedesaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

A. Metode Pemilihan Lokasi dan Sampel

Lokasi penelitian dipilih dengan metode purposive sampling. Menurut Nawawi (2012), dalam teknik ini pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan


(31)

penelitian. Tujuan penelitian adalah mengetahui kontribusi pendapatan usahatani di wilayah urban Kabupaten Sleman. Terdapat enam desa di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah. Enam desa tersebut adalah desa Banyuraden, Balecatur, Ambarketawang dan Trihanggo yang terletak di Kecamatan Gamping, Sidoarum di kecamatan Godean dan Sinduadi di kecamatan Mlati. Selain sebagai bagian dari wilayah peri-urban, lokasi juga dipilih berdasarkan aliran sungai mengingat penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang memiliki basis penelitian pada irigasi, wilayah peri-urban dan pedesaan di Kabupaten Sleman. Adapun populasi dari masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman tercantum dalam tabel berikut:

Tabel 1. Populasi penelitian di masing-masing desa WPU Kabupaten Sleman.

Desa Jumlah populasi (orang)

Sidoarum 44

Banyuraden 76

Balecatur 52

Ambarketawang 38

Trihanggo 27

Sinduadi 11

Jumlah 248

Sumber: Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman (2013).

Sampel dari masing-masing desa diambil sebanyak lima orang dengan sehingga total responden berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel secara acak sederhana tersebut dilakukan oleh ketua kelompok tani yang terpilih dari masing-masing desa.


(32)

20

B. Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data musim tanam pada tahun 2013/2014, yaitu musim hujan di akhir tahun 2013 dan musim kemarau pada awal tahun 2014. Menurut jenisnya data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diambil langsung dari sampel yang ditetapkan. Pengambilan data ini menggunakan teknik wawancara dengan schedule questionnair. Peneliti mewawancarai petani responden dengan questionnair tersebut untuk mendapatkan data usahatani dan non-usahatani yang digelutinya.

2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari instansi yang memiliki data yang dibutuhkan seperti lembaga pendidikan yang menyediakan hasil-hasil penelitian sebelumnya maupun lembaga pemerintahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta. Baik yang diakses langsung di instansi terkait maupun melalui website resminya. Data sekunder yang digunakan antara lain monografi dan topografi wilayah penelitian.

C. Asumsi dan Pembatasan Masalah Peneliti menetapkan asumsi bahwa :

1. Padi yang dihasilkan dianggap terjual semua dalam bentuk gabah kering giling (GKG).


(33)

2. Harga input dan output pada usahatani padi tidak berubah selama penelitian.

3. Teknik budidaya padi sawah dianggap sama.

4. Pendapatan non-usahatani pada musim hujan dan kemarau sama. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1. Penelitian usahatani hanya dilakukan pada padi sawah. Usaha selain

usahatani padi sawah dianggap sebagai pekerjaan atau sumber pendapatan non-usahatani.

2. Ekonomi rumah tangga yang dimaksud dalam penelitian ini hanya mencakup curahan kerja, pendapatan, produktivitas tenaga kerja dan kontribusi pendapatan sektor usahatani padi dan non-usahatani. 3. Pendapatan yang dihitung sebagai pendapatan rumah tangga adalah

pendapatan yang bersumber dari petani atau kepala keluarga saja.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Wilayah peri-urban Kabupaten Sleman atau WPU adalah wilayah Kabupaten Sleman yang berada dipinggir atau disekitar kota Yogyakarta dengan aktifitas sosial ekonomi pertanian yang diiringi dengan tumbuh kembang aktifitas sosial ekonomi non-pertanian. 1. Petani adalah orang yang melakukan usahatani padi sawah.

2. Pekerjaan non-usahatani adalah pekerjaan petani selain usahatani padi sawah.


(34)

22

3. Curahan tenaga kerja adalah waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh petani untuk usahatani padi dan non-usahatani dengan satuan Hari Kerja Orang (HKO).

4. Produktivitas tenaga kerja adalah jumlah yang dihasilkan oleh tenaga kerja dengan satuan Rp/HKO.

5. Status lahan merupakan status kepemilikan lahan oleh pengelola lahan. Seperti milik sendiri, sewa dan sakap (jawa: bagi hasil).

a. Milik sendiri adalah lahan yang dimiliki oleh pengelola lahan.

b. Sewa: bahwa lahan yang digunakan untuk budidaya padi adalah milik orang lain sehingga pengelola lahan dikenakan biaya atas lahan yang digunakan.

c. Sakap: lahan yang digunakan untuk usahatani padi sawah merupakan milik orang lain sehingga pengelola lahan harus membagi hasil antara pemilik lahan dan pengelola lahan.

6. Luas lahan adalah luas sawah yang dikelola oleh responden dengan satuan m2.

7. Pendapatan usahatani merupakan pendapatan yang berasal dari usahatani padi sawah. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang dikurangi dengan total biaya eksplisit dengan satuan Rp/bln.


(35)

8. Penerimaan adalah jumlah produksi yang dikalikan dengan harga produk dengan satuan Rp/bln.

9. Produksi adalah jumlah padi yang dihasilkan oleh petani dalam bentuk gabah kering giling (GKG) dengan satuan Kg.

10. Gabah Kering Giling (GKG), adalah gabah yang siap digiling menjadi beras.

11. Biaya eksplisit adalah jumlah biaya yang benar-benar dikeluarkan dengan satuan Rp. Biaya eksplisit meliputi sewa lahan, penyusutan, benih, pupuk, tenaga kerja luar keluarga, pestisida dan hormon.

a. Sewa lahan adalah biaya yang dibayarkan kepada pemilik lahan sebagai ganti penggunaan lahan dengan satuan Rp/m2.

b. Penyusutan sarana pertanian adalah biaya pengurangan nilai atau harga sarana prod pertanian dengan satuan Rp/musim.

c. Biaya benih adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli benih untuk usahatani padi dengan satuan Rp. d. Biaya pupuk adalah biaya yang dikeluarkan petani

untuk membeli pupuk sebagai penunjang usahatani Rp. e. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan oleh

petani untuk tenaga kerja luar keluarga yang digunakan dalam usahatani padi sawah dengan satuan Rp.


(36)

24

f. Biaya hormon adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk membeli perangsang tanaman. Fungsi hormon antara lain merangsang pertumbuhan ataupun bulir padi agar lebih berisi (Rp).

g. Biaya pestisida adalah biaya yang dibayarkan petani untuk membeli pestisida yang digunakan untuk mengendalikan hama/penyakit yang menyerang tanaman padi dengan satuan Rp.

12. Biaya lain-lain adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk menunjang usahatani padi, baik berupa kewajiban seperti biaya pajak, bawon (Jawa), maupun sebagai bentuk sosial (acara kemasyarakatan) seperti selamatan (Jawa).

a. Pajak adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani sebagai kewajiban pemilik lahan kepada negara (Rp). b. Bawon: merupakan sistem pembayaran tenaga kerja

panen dengan menggunakan gabah. Umumnya setiap kelompok panen akan mendapatkan satu kilogram gabah dari setiap tujuh hingga delapan kilogram gabah (Rp).

c. Selamatan: merupakan acara sosial kemasyarakatan berupa makan bersama untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan dan sebagai ungkapan terima kasih kepada warga sekitar (biasanya dalam kelompok


(37)

tani yang sama atau pemilik sawah yang berdekatan). Biaya ini tidak wajib dikeluarkan, biasanya diadakan sebelum musim tanam/setelah panen (Rp).

13. Pendapatan non-usahatani merupakan pendapatan yang didapatkan melalui pekerjaan non-usahatani yang dilakukan oleh petani dengan satuan Rp. Pekerjaan tersebut dapat berupa pegawai, pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau yang bergerak dibidang jasa transportasi seperti supir, tukeng ojeg dan lain-lain. 14. Kontribusi usahatani adalah besaran kontribusi pendapatan dari

usahatani padi terhadap total pendapatan rumah tangga petani dengan satuan persen (%).

E. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui curahan kerja pada usahatani padi dan non-usahatani dilakukan dengan metode deskriptif analisis data. Untuk mengetahui produktivitas tenaga kerja usahatani maupun non-usahatani dihitung menggunakan rumus:

Sedangkan untuk mengetahui pendapatan usahatani menggunakan rumus :

I = TR – TCe TR = Py.Y Keterangan:


(38)

26

I = Pendapatan.

TR= Total Revenue (Penerimaan). TCe= Total Cost Eksplisit.

Py= Harga Produksi. P= Produksi.

Pendapatan non-usahatani didapatkan melalui data pekerjaan luar pertanian dan pendapatan dari pekerjaan tersebut. Pekerjaan non-usahatani dapat berupa guru, pegawai, pedagang, buruh, karyawan maupun swasta atau yang bergerak dibidang jasa seperti pemilik kos dan lain-lain. Pendapatan usahatani dan non-usahatani dihitung dengan kurun waktu per-bulan.

Untuk mengetahui kontribusi usahatani padi di wilayah peri-urban terhadap pendapatan rumah tangga petani didapatkan melalui penghitungan dengan rumus :

Keterangan :

P = Sumbangan pendapatan usahatani padi. Ya = Pendapatan petani dari usahatani padi. Yb = Total pendapatan rumah tangga petani.

Untuk mengetahui perbedaan pendapatan, curahan kerja maupun produktivitas tenaga kerja pada usahatani padi dan non-usahatani maka diperlukan pengujian hipotesis. Pada penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode pengujian rata-rata atau compare means. Compare means digunakan untuk membandingkan rata-rata sampel


(39)

independen ataupun sampel berpasangan dengan menghitung t-student (uji-t) dan menampilkan probabilitas dua arah selisih dua rata-rata (Teguh, 2004). Program SPSS akan digunakan sebagai alat analisa data.

Uji-t pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test (sampel berpasangan). Paired sample t-test adalah pengujian beda dua dari subjek yang sama. Menurut Rahmawati et al (2014) uji-t pada penelitian ini dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

1. Curahan kerja Rumusan Hipotesis:

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara curahan kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara curahan kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 1%


(40)

28

Keterangan: t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran

: Standar deviasi selisih pengukuran 2. Pendapatan.

Rumusan hipotesis :

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara pendapatanpetani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%

̅ Keterangan:

t: Nilai t hitung


(41)

: Standar deviasi selisih pengukuran 3. Produktivitas Tenaga Kerja

Rumusan hipotesis :

Ho ; µ1 = µ2, maka Ho diterima. Artinya, tidak ada perbedaan antara produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Ha : µ1 ≠ µ2, maka Ho ditolak. Artinya, ada perbedaan antara produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor usahatani padi sawah dan non-usahahatani padi sawah.

Kriteria Pengujian:

thit ≤ ttab, maka Ho diterima dan Ha ditolak. thit ≥ ttab, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Pengujian hipotesis ini dilakukan pada tingkat kesalahan 5%

̅ Keterangan:

t: Nilai t hitung

̅:Rata-rata selisih pengukuran


(42)

30

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Daerah

Wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110º 13´ 00´´ sampai dengan 110º 33´ 00´´ Bujur Timur dan mulai dari 7º 34´ 51´´ sampai dengan 7º 47´ 03´´ lintang selatan, dengan ketinggian antara 100 - 2.500 meter di atas permukaan air laut. Jarak terjauh utara-selatan kira-kira 32 km, timur-barat kira-kira 35 km. Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, 86 desa, dan 1.212 padukuhan.Berikut ini merupakan sebaran wilayah Kabupaten Sleman:

Tabel 1. Sebaran wilayah Kabupaten Sleman

Kecamatan Luas (m2) Jumlah Desa Jumlah Pedukuhan

Moyudan 27,62 4 65

Minggir 27,27 5 68

Seyegan 26,63 5 67

Godean 26,84 7 77

Gamping 29,25 5 59

Mlati 28,52 5 74

Depok 35,55 3 58

Berbah 22,99 4 58

Prambanan 41,35 6 68

Kalasan 35,84 4 80

Ngemplak 35,71 5 82

Ngaglik 38,52 6 87

Sleman 31,32 5 83

Tempel 32,49 8 98

Turi 43,09 4 54

Pakem 43,84 5 61

Cangkringan 47,99 5 73

Jumlah 574,82 86 1212

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Bagian utara Kabupaten Sleman berbatasan dengan Kabupaten Boyolali Provinsi Jawa Tengah, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Klaten,


(43)

Provinsi Jawa Tengah, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Bantul danKota Yogyakarta, Provinsi D.I. Yogyakarta dan bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi D.I. Yogyakarta dan Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah di bagian selatan merupakan dataran rendah yang subur, sedang bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering yang berupa ladang dan pekarangan, serta memiliki permukaan yang agak miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.

Di lereng selatan Gunung Merapi terdapat dua buah bukit, yaitu Bukit Turgo dan Bukit Plawangan yang merupakan bagian dari Kawasan Wisata Kaliurang. Beberapa sungai yang mengalir melalui Kabupaten Sleman menuju Pantai Selatan antara lain Sungai Progo, Krasak, Sempor, Kuning, Boyong, Winongo, Gendol dan Opak. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu bulan selama tahun 2012 adalah 24 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 699,0mm. Kecepatan angin maksimum 10,8 m/s dan minimum 0,00 m/s, sementara ratarata kelembaban nisbi udara tertinggi 100,0 % dan terendah 19,9 %. Temperatur udara, tertinggi 34,4 0C dan terendah 16,4 0 C.

Secara administrasi, wilayah peri-urban bukan merupakan bagian dari perkotaan. Namun letaknya yang sangat dekat dengan kota telah memberikan pengaruh sosial ekonomi urban terhadap WPU. Mayoritas wilayah peri-urban merupakan desa dengan kegiatan sosial ekonomi campuran. Kegiatan ekonomi desa lebih dominan di bidang pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani.


(44)

32

Tawaran dan jumlah pekerjaan non-usahatani lebih beragam dari wilayah urban sehingga mempengaruhi kegiatan sosial dan ekonomi WPU.

Adapun wilayah yang diteliti, secara administratif terletak di Kabupaten Sleman yang tersebar di tiga kecamatan. Wilayah tersebut terdiri dari enam desa dengan wilayah sebagai berikut:

Tabel 2. Wilayah administratif dan jumlah pedukuhan masing-masing desa di WPU Kab. Sleman.

No Kecamatan/Desa Kecamatan Jumlah Pedukuhan Gamping

1 Balecatur Gamping 18

2 Ambarketawang Gamping 13

3 Banyuraden Gamping 8

4 Trihanggo Gamping 12

Godean

5 Sidoarum Godean 8

Mlati

6 Sinduadi Mlati 18

Jumlah Pedukuhan 77

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Lokasi penelitian sebagian besar terletak di kecamatan Gamping. Selain merupakan wilayah peri-urban Kabupaten Sleman yang masih memiliki sawah, lokasi juga dipilih berdasarkan irigasi/sungai yang mengalir di desa tersebut. Desa Balecatur, Ambarketawang, Banyuraden dan Trihanggo di Kecamatan Gamping serta desa Sinduadi di Kecamatan Mlati juga merupakan bagian dari Kabupaten Sleman selatan yang direncanakan sebagai pusat pemukiman. Sedangkan desa Sidoarum yang terletak di Kecamatan Godean, meskipun tidak termasuk dalam wilayah yang direncanakan untuk pemukiman namun letaknya masih dalam lingkup wilayah peri-urban Kabupaten Sleman.


(45)

Adapun batas wilayah administratif dari masing-masing lokasi penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Batas wilayah berdasarkan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/Desa

Batas Wilayah

Utara Selatan Barat Timur

Gamping:

1 Balecatur Sidokarto Bangunjiwo Argomulyo Ambarketawang

2 Ambarketawang Sidoarum Tirtonirmolo Balecatur Banyuraden 3 Banyuraden Nogotirto Ngestiharjo Ambarketawang Ngestiharjo

4 Trihanggo Tlogoadi

dan Sendangadi

Nogotirto Tirtoadi dan Tlogoadi Sendangadi, Sinduadi dan Kota Yogyakarta Godean:

5 Sidoarum Sidomoyo Sidokarto dan Ambarketawang

Sidokarto Nogotirto

Mlati:

6 Sinduadi Kota

Yogyakarta

Sariharjo Trihanggo Catur Tunggal

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Secara administratif, WPU Kabupaten Sleman tidak seluruhnya berbatasan dengan kota Yogyakarta. Namun jaraknya yang cukup dekat dan corak yang diberikan oleh kota terhadap kegiatan sosial dan ekonomi pedesaan menyebabkan perubahan pola pedesaan menjadi kekotaan. Adapun secara fisik, WPU ditandai dengan adanya areal persawahan dan kegiatan ekonomi di sektor pertanian.

Secara fisik, WPU yang berupa desa masih memiliki persawahan yang identik dengan ciri pedesaan. Meskipun jumlah bangunan lebih dominan, jumlah sawah yang ada dan masih dikelola terbilang cukup luas yang tersebar di berbagai titik. Terkadang sawah tersebut juga terletak persis di pinggiran kota sehingga penggunaannya terancam beralih menjadi non-persawahan.


(46)

34

Luas desa di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman berkisar antara 373-986 Ha. Desa yang memiliki luas lahan berbesar adalah desa Balecatur, yaitu seluas 986 Ha. Desa Balecatur terletak di kecamatan Gamping. Desa ini dilintasi oleh jalan wates yang juga berfungsi sebagai jalan lintas selatan sehingga cukup ramai oleh angkutan umum berupa bus kecil hingga besar maupun angkutan berat seperti truk gandeng maupun kontainer. Luas wilayah, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Luas lahan, ketinggian dan nama sungai yang melintasi desa-desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/

Desa Luas (Ha)

Ketinggian

(mdpl) Sungai

Gamping:

1 Balecatur 986 94 Konteng

2 Ambarketawang 628 114 Bedog

3 Banyuraden 350 123 Bedog

4 Trihanggo 561,7 153 Bedog

Godean:

5 Sidoarum 373,4 - Bedog

Mlati:

6 Sinduadi 817 146 Winongo, code

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Rata-rata desa yang menjadi lokasi penelitian memiliki sumber irigasi dari sungai bedog kecuali desa Balecatur dan Sinduadi. Sungai yang melintasi desa Balecatur adalah sungai konteng. Sedangkan sungai yang melintasi desa Sinduadi adalah sungai winongo dan sungai code.


(47)

B. Luas Penggunaan Lahan

Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 574,82 Km2 yang terbagi kedalam 17 kecamatan. Lahan di Kabupaten Sleman dimanfaatkan untuk pekarangan, sawah, tegal, hutan, tanah tandus dan lainnya. Penggunaan lahan tersebut diusahankan oleh masyarakat untuk memaksimalkan manfaat dari lahan itu sendiri. Ditahun 2013-2014 luas pekarangan sebesar 18.561 ha, sawah sebesar 24.774 ha, tegal sebesar 3.924 ha, hutan sebesar 530 ha, tanah tandus sebesar 1.263 ha dan lainnya sebesar 8.430 ha. Sawah irigasi di Kabupaten Sleman sebesar 22.152 ha sedangkan sawah non irigasi sebanyak 2.622 ha. Adapun luas penggunaan lahan di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman menurut masing-masing desanya adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Luas penggunaan lahan masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman.

No Kecamatan/Desa

Luas penggunaan lahan (Ha)

Total (Ha) Sawah

Pekarangan dan bangunan

Lainnya Gamping:

1 Balecatur 306,6 497,6 181,8 986

2 Ambarketawang 201,5 243,4 183,1 628

3 Banyuraden 105,3 153,3 91,4 350

4 Trihanggo 289,5 60 212,2 561,7

Godean:

5 Sidoarum 158,84 147,75 66,81 373,4

Mlati:

6 Sinduadi 199 357 261 817

Jumlah 1260,74 1459,05 996,31 3716,1 Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman, areal sawah terbesar terdapat di desa Balecatur, kecamatan Gamping. Desa tersebut memang tidak berbatasan


(48)

36

langsung dengan kota Yogyakarta. Desa Trihanggo yang di sebelah timurnya berbatasan dengan wilayah kota Yogyakarta juga masih memiliki areal persawahan yang terbilang cukup luas. Sebaliknya meskipun tidak berbatasan langsung dengan kota, Banyuraden memiliki areal persawahan lebih sedikit dibandingkan Trihanggo dan Banyuraden.

C. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Sleman adalah 1.114.833 jiwa yang terdiri dari 557.991 jiwa laki-laki dan 556.922 jiwa perempuan. Jumlah penduduk terbanyak terletak di kecamatan Depok. Disusul dengan kecamatan Ngaglik dan Mlati yang terletak pada urutan kedua dan ketiga. Jumlah penduduk di WPU Kabupaten Sleman yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 6. Jumlah Penduduk masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. No Kecamatan/Desa Jenis Kelamin (Jiwa) Jumlah

Laki-laki Perempuan Gamping:

1 Balecatur 9.525 9.594 19.119

2 Ambarketawang 10.378 10.665 21.043

3 Banyuraden 7.758 8.032 15.790

4 Trihanggo 8.866 8.740 17.606

Godean:

5 Sidoarum 7.239 6.448 13.714

Mlati:

6 Sinduadi 16.221 16.493 32.714

Jumlah 59.987 59.972 119.986

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Berdasarkan lokasi penelitian, Sinduadi merupakan desa dengan jumlah penduduk terbanyak. Hal ini dapat disebabkan karena desa Sinduadi berbatasan langsung dengan kota Yogyakarta. ditambah adanya universitas terkemuka didekat desa Sinduadi (UGM dan UNY) sehingga menambah jumlah penduduk


(49)

yang bermukim di Sinduadi. Berikutnya adalah desa Ambarketawang. Desa Ambarketawang merupakan yang cukup dekat dengan perguruan tinggi memungkinkan banyaknya penduduk sementara/pendatang yang ingin belajar atau bekerja.

Adapun sektor pertanian di kabupaten Sleman secara keseluruhan masih menjadi mata pencaharian penduduk secara umum. Jumlah penduduk kabupaten Sleman yang bekerja di sektor pertanian adalah paling banyak jika dibandingkan dengan sektor lain. Disusul dengan sektor perdagangan dan hotel. Berikut ini adalah tabel tenaga kerja pada lima sektor kerja yang dominan di Kabupaten Sleman.

Tabel 7. Sebaran pekerjaan dan tenaga kerja di Kabupaten Sleman.

Kecamatan Pertanian Jasa lainnya Perdagangan dan hotel Konstruksi dan bangunan Industri dan pengolahan

Moyudan 8.255 4.696 2.608 822 1.245

Minggir 10.010 2.771 1.349 1.526 2.193

Seyegan 12.397 4.223 2.888 2.422 3.488

Godean 13.257 7.082 4.992 2.520 3.561

Gamping 17.389 9.227 6.657 7.219 3.731

Mlati 9.254 7.564 11.210 9.985 5.200

Depok 3.785 21.526 10.588 4.707 3.969

Berbah 5.292 2.895 3.825 2.208 3.920

Prambanan 11.479 4.681 2.957 4.009 1.423

Kalasan 13.169 10.295 4.595 3.386 4.174

Ngemplak 10.866 4.972 3.150 2.227 1.298

Ngaglik 8.297 13.828 7.589 2.819 3.171

Sleman 7.934 6.139 4.724 3.166 4.701

Tempel 8.910 4.966 2.877 1.452 3.111

Turi 7.451 5.586 1.492 814 1.211

Pakem 5.306 4.586 2.656 823 1.162

Cangkringan 5.986 1.015 1.295 775 571


(50)

38

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Berdasarkan tabel diatas, sektor kerja yang dominan di Kecamatan Godean dan Gamping adalah sektor usahatani. Disusul dengan sektor jasa lainnya yang meliputi jasa fotocopy, jasa cuci pakaian atau laundry dan lain-lain. Namun di Kecamatan Mlati, sektor perdagangan dan perhotelan lebih dominan. Sektor pertanian di kecamatan ini kurang dominan karena letaknya yang dekat dengan kota dan komplek perkantoran Kabupaten Sleman. Hal ini memberikan peluang bagi sektor perdagangan dan perhotelan untuk lebih berkembang.

D. Iklim dan Pertanian

Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, di Kabupaten Sleman hari hujan terbanyak dalam satu bulan selama tahun 2013-2014 adalah 27 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi 492,9 mm. Kecepatan angin maksimum 7,4 m/s dan minimum 2,6 m/s. Sementara kelembaban nisbi udara tertinggi 96,7 % dan terendah 55,0 %. Temperatur udara tertinggi 31,8 ºC dan terendah 21,5 ºC.

Kabupaten Sleman memproduksi beras sebanyak 311.378 ton GKG dari sawah (padi sawah) selama 2010-2012 (Data sensus pertanian 2013-2014). Produksi gabah terbesar di kabupaten ini terletak di kecamatan Godean yang didukung dengan luas panen sebesar 3.436 Ha. Meskipun demikian, rata-rata produksi padi/Ha tertinggi justru di Kecamatan Prambanan yaitu 70,07 Kw/Ha. Hal ini disebabkan oleh luas panen sebesar 2.595 Ha yang menghasilkan 18.183 Ton GKG. Sedangkan produksi padi paling sedikit dihasilkan oleh kecamatan


(51)

Turi yaitu 6.610 ton GKG. Berikut ini merupakan sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman beserta jumlah produksinya selama tahun 2010-2012.

Tabel 8. Sebaran produksi padi sawah di Kabupaten Sleman.

Kecamatan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton GKG)

Rata-rata produksi (Kw/Ha)

Moyudan 3.223 21.464 66,60

Minggir 2.988 19.813 66,31

Seyegan 3.424 22.981 67,12

Godean 3.436 23.492 68,37

Gamping 2.805 19.077 68,01

Mlati 2.544 17.661 69,42

Depok 1.179 8.164 69,24

Berbah 1.956 13.342 68,21

Prambanan 2.595 18.183 70,07

Kalasan 3.246 22.627 69,71

Ngemplak 2.945 18.035 61,24

Ngaglik 3.040 20.628 67,86

Sleman 2.921 19.797 67,78

Tempel 3.160 23.366 73,94

Turi 959 6.610 68,93

Pakem 2.745 18.643 67,91

Cangkringan 2.666 17.495 65,62

Jumlah 45.832 311.378 1.156,34

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013).

Selain menghasilkan padi, Kabupaten Sleman juga merupakan penghasil salak terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salak pun dijadikan sebagai flora khas Kabupaten Sleman. Produksi salak di Sleman banyak ditemui di kecamatan Turi. Pertanian di kecamatan ini lebih banyak menghasilkan buah salak daripada padi. Adapun produksi padi sawah berdasarkan lokasi penelitian disajikan secara ringkas dalam tabel berikut:


(52)

40

Tabel 9. Produksi padi sawah masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. No Kecamatan/Desa Produksi padi sawah (kw/gkg)

Gamping:

1 Balecatur 63.196

2 Ambarketawang 29.856

3 Banyuraden 26.781

4 Trihanggo 48.849

Godean:

5 Sidoarum 20.130

Mlati:

6 Sinduadi 2.239

Jumlah 191.051

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

Produksi padi tertinggi di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman terletak di desa Balecatur dan paling sedikit di desa Sinduadi. Meskipun luas areal persawahan di desa Sinduadi lebih luas dari Banyuraden dan Sidoarum, namun padi yang dihasilkan dalam bentuk gabah kering lebih sedikit dibandingkan dua desa tersebut. Hal ini bisa saja terjadi karena letak sawah yang dekat dengan pemukiman, jalan atau bangunan tinggi lainnya yang menyebabkan sinar matahari kurang, polusi air serta udara yang dapat mengganggu pertumbuhan padi. Umumnya petani yang mengusahakan padi tergabung dalam kelompok tani. Jumlah kelompok tani di WPU Kabupaten Sleman dijelaskan dalam tabel berikut;


(53)

Tabel 10. Jumlah kelompok tani masing-masing desa di WPU Kabupaten Sleman. No Kecamatan/Desa Jumlah kelompok tani

Gamping:

1 Balecatur 36

2 Ambarketawang 25

3 Banyuraden 15

4 Trihanggo 21

Godean

5 Sidoarum 11

Mlati

6 Sinduadi 10

Sumber: Balai Penyuluh Pertanian, Perkebunan dan Perikanan (2013).

Jumlah kelompok tani yang paling sedikit terletak di desa Sinduadi. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk di desa Sinduadi memiliki pekerjaan di sektor non-usahatani padi sawah serta memiliki luas lahan sawah cukup sedikit.Jumlah kelompok tani terbanyak terdapat di desa Balecatur yang letaknya cukup jauh dari perkotaan. Di desa Balecatur masih cukup banyak penduduk yang berprofesi sebagai petani maupun buruh tani. Selain itu, luas lahan persawahan dan produksi padi sawah tertinggi di WPU Kabupaten Sleman juga terdapat di Balecatur.


(54)

42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Petani

Identitas petani merupakan gambaran umum petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman. Identitas petani yang dimaksud meliputi usia, tingkat pendidikan terakhir, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman bertani serta jumlah pekerjaan yang digeluti. Gambaran identitas tersebut dapat menentukan dan mempengaruhi petani dalam mengusahakan pendapatan rumah tangganya.

1. Usia

Usahatani khususnya di pedesaan dan negara berkembang, memerlukan kekuatan fisik manusia sebagai pelaksana kegiatan budidaya. Pada usahatani padi sawah, kekuatan fisik lebih mendominasi daripada penggunaan mesin. Penggunaan mesin pada budidaya padi sawah masih sebatas “membantu” yang artinya mesin tersebut masih dioperasikan oleh manusia dan tenaganya. Tenaga manusia secara umum berkaitan dengan usia. Usia petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 1. Usia petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.

Usia (tahun) Jumlah

(orang) Persentase( %)

20-34 1 3,3

35-49 5 16,7

50-64 20 66,7

>64 4 13,3

Jumlah 30 100

Rata-rata usia 54,9 Sumber : Data primer yang diolah


(55)

Dari tabel diatas, diketahui bahwa 90% petani di WPU Kabupaten Sleman berada pada usia produktif yaitu usia 15-64 tahun. Pada usia produktif, kekuatan fisik manusia pada umumnya masih sangat baik. Dengan kekuatan fisik tersebut, petani dinilai mampu mengelola usahataninya dengan baik. Dengan kekuatan fisik itu pula, petani berpeluang untuk memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan dari sektor non-usahatani padi sawah. Pekerjaan non-usahatani yang umumnya digeluti oleh petani di WPU Kabupaten Sleman adalah pekerjaan yang membutuhkan kekuatan fisik dan usia yang produktif. Petani dengan usia yang masih produktif mayoritas memiliki pekerjaan sebagai buruh dan karyawan.

Jumlah petani yang sudah berada pada usia tidak produktif hanya sebagian kecil saja, yaitu 13,3% atau 4 orang dari total responden 30 orang. Petani di usia ini juga masih terdiri dari petani yang tidak lagi mengelola usahataninya sendiri, petani yang dapat mengelola usahataninya dengan curahan kerja yang lebih sedikit, dan masih ada juga yang memberikan curahan kerja yang cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian, petani yang usianya sudah tidak produktif lagi dan tidak mengelola usahataninya sendiri adalah pensiunan guru PNS dan pensiunan TNI AD. Petani di WPU Kabupaten Sleman yang tertua berusia 73 tahun. Petani tersebut memberikan curahan kerja sebesar 4 HKO selama satu musim tanam (4 bulan) atau satu HKO/bulan pada usahatani padi sawah. Selain memberikan curahan kerja pada sektor usahatani padi sawah, petani yang telah berusia lanjut ini memberikan curahan kerjanya pada sektor non-usahatani padi sawah berupa ternak kambing. Meskipun curahan kerja sebagai peternak kambing lebih besar, namun pekerjaan ini tidak memerlukan tenaga yang besar karena hanya


(56)

44

mengarahkan kambing ke rerumputan dan kandang. Petani lainnya di usia tidak produktif yang masih memberikan curahan kerja dengan jumlah cukup besar dikarenakan masih memiliki anak yang bersekolah dan tidak memiliki sumber pendapatan selain usahatani padi sawah.

2. Tingkat Pendidikan Terakhir.

Tingkat pendidikan yang terakhir dijalani oleh seseorang umumnya akan mempengaruhi sikap orang tersebut terhadap perubahan. Begitu pula pada petani, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dienyam maka petani cenderung lebih terbuka terhadap perubahan maupun inovasi dalam usahataninya. Adapun pengetahuan mengenai budidaya padi lebih banyak didapatkan dari orang tua maupun lingkungan sekitarnya yang memiliki usahatani padi sawah. Tingkat pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Pendidikan terakhir petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.

Pendidikan Terakhir Jumlah

(orang) Persentase( %)

SD sederajat 11 36,7

SMP/sederajat 7 23,3

SMA/sederajat 10 33,3

Perguruan Tinggi 2 6,7

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer yang diolah

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki tingkat pendidikan terakhir di Sekolah Dasar (SD). Mayoritas petani yang memiliki tingkat pendidikan terakhir pada jenjang ini adalah petani yang sudah berusia >50 tahun dan memiliki pengalaman bertani >20 tahun. Tingkat pendidikan petani dipengaruhi juga oleh kondisi keluarga. Berdasarkan hasil


(57)

penelitian, diketahui bahwa petani tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena keterbatasan ekonomi, jumlah anggota keluarga yang cukup banyak, serta dikarenakan sudah memiliki pekerjaan. Petani yang memiliki tingkat pendidikan terakhir di sekolah dasar umumnya memiliki pekerjaan sampingan berupa ternak, karyawan warung bakso, pedagang, dan didominasi oleh buruh.

Tingkat pendidikan terakhir di perguruan tinggi adalah yang paling sedikit dienyam oleh petani di WPU Kabupaten Sleman. Tingkat pendidikan tersebut adalah strata satu yang hanya dienyam oleh dua orang responden yang saat ini sudah pensiun dari pekerjaan non-usahataninya. Dua orang tersebut sebelumnya bekerja sebagai guru Pegawai Negri Sipil (PNS) dan pegawai di Balai Latihan Kerja (BLK). Dua pekerjaan ini memang menghendaki perguruan tinggi sebagai tingkat pendidikan terkahir pegawainya.

3. Anggota Keluarga

Kelurga petani terdiri dari kepala keluarga dan anggota keluarga yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga petani mempengaruhi jumlah konsumsi keluarga petani serta biasanya mempengaruhi penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Contohnya: untuk menghemat biaya, seorang petani mengerahkan anggota keluarganya sebagai tenaga kerja dalam keluarga untuk memanen padi sebagai cara menghemat biaya tenaga kerja panen. Namun demikian berdasarkan hasil penelitian, mayoritas anggota keluarga petani enggan membantu pekerjaan di sawah. Jumlah tanggungan keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel berikut.


(58)

46

Tabel 3. Jumlah tanggungan keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah

(orang) Persentase( %)

1-4 17 56,7

5-7 9 30,0

>7 4 13,3

Jumlah 30 100

Rata-rata jumlah tanggungan keluarga 4 Sumber: Data primer yang diolah.

Berdasarkan data di atas, 56,7% petani di WPU Kabupaten Sleman memiliki 1-4 orang tanggungan dalam keluarganya. Kebanyakan anggota keluarga petani yang masih menjadi tanggungan kepala keluarga petani adalah istri, anak, serta orang tua. Tanggungan keluarga petani yang terbanyak berjumlah 9 orang. Tanggungan tersebut terdiri dari istri, orang tua, dan anak-anak yang sebagian masih bersekolah. Semakin banyak jumlah anggota keluarga biasanya mempengaruhi jumlah konsumsi dalam keluarga. Artinya, menuntut jumlah pendapatan keluarga. Akhirnya, petani berorientasi mengusahakan padi sawahnya sebagai pemenuh kebutuhan keluarga (subsistence).

4. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani menunjukkan berapa lama petani telah mengusahakan padi sawahnya. Semakin lama petani mengusahakan padinya biasanya menjadikan petani lebih lihai membaca kondisi tanaman dan lingkungannya. Namun tak jarang juga membuat petani menjadi tertutup terhadap inovasi teknologi pertanian. Salah satu sikap tertutup petani terhadap inovasi teknologi pertanian berupa sistem tanam. Tabel berikut ini merupakan ringkasan pengalaman bertani para petani di WPU Kabupaten Sleman.


(59)

Tabel 4. Pengalaman bertani petani di WPU Kabupaten Sleman tahun 2013-2014. Pengalaman Bertani

(tahun)

Jumlah

(orang) Persentase( %)

3-17 10 33,3

18-31 9 30,0

32-45 6 20,0

>45 5 16,7

Jumlah 30 100

Rata-rata pengalaman bertani 26,6 Sumber : Data primer yang diolah

Berdasarkan hasil penelitian, mayoritas petani di WPU Kabupaten Sleman memiliki pengalaman bertani mulai 3-17 tahun yaitu sebanyak 33,3%. Kebanyakan petani di WPU Kabupaten Sleman telah memulai usahatani padi sawah sejak usia yang masih sangat muda. Mereka mengawalinya dengan ikut serta mengolah sawah keluarga. Pengalaman bertani terlama yang dimiliki petani di WPU Kabupaten Sleman adalah 60 tahun. Sebanyak 40% petani dengan pengalaman bertani > 45 tahun masih memiliki sumber pendapatan atau pekerjaan di sektor non-usahatani padi sawah berupa dana pensiun. 40% petani lainnya tidak memiliki sumber pendapatan maupun pekerjaan di sektor non-usahatani padi sawah dan sisanya memiliki usaha kambing sebagai pekerjaan dan sumber pendapatan dari sektor non-usahataninya. Meskipun demikian, rata-rata luas lahan yang dikelola oleh petani dengan pengalaman bertani > 45 tahun dan tidak memiliki pekerjaan atau sumber pendapatan non-usahatani seluas 2.250 Ha. Selain itu, petani memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3-4 orang.

5. Status lahan

Tidak semua petani merupakan pemilik lahan yang diusahakan. Terdapat setidaknya 3 jenis status lahan yang diolah yaitu milik sendiri, sewa dan sakap (


(1)

12

Tabel 10. Produktifitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor non-usahatani padi sawah tahun 2013-2014.

Rp/HKO Jumlah

Orang Persentase (%)

27.778-822.222 22 73,3

822.223-1.626.667 1 3,3

1.616.668-2.411.111 0 0,0

2.411.112-3.205.556 1 3,3

3.205.557-4.000.000 2 6,7

Jumlah 26 100

Rata-rata produktifitas 426.419 Sumber: Data rimer yang diolah.

Sedangkan produktifitas tenaga kerja petani pada sektor non-usahatani sama setiap bulan dan musimnya. Perbedaan jumlah HKO dan pendapatan mengindikasikan adanya perbedaan produktifitas tenaga kerja petani WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani. Melalui uji-t sampel berpasangan didapatkan data sebagai berikut.

Tabel 11. Hasil uji-t sampel berpasangan: produktifitas tenaga kerja dalam keluarga petani di WPU Kabupaten Sleman pada usahatani dan non-usahatani.

Produktivitas TKDK yang

dibandingkan T-hitung T-Tabel

Sig. (2 tailed)**

Usahatani MK - Usahatani MH 1,967 0,064

Non-usahatani - Usahatani MH 0,312 2,75639 0,179

Non-Usahatani - Usahatani MK -0,204 0,057

**tingkat kesalahan 5%

Sumber: Data primer yang diolah.

Berdasarkan hasil analisis statistik diatas, diketahui bahwa tidak ada perbedaan antara produktivitas tenaga kerja usahatani padi pada musim hujan dan musim kemarau. T-hitung yang lebih kecil dari t-tabel menunjukkan bahwa Ho diterima pada tingkat kesalahan 5%. Namun secara nyata (absolut), dengan jumlah HKO yang sama pada tiap musimnya, tenaga kerja petani pada usahataninya di WPU Kabupaten Sleman lebih produktif pada musim kemarau


(2)

13

Hal ini didukung oleh jumlah pendapatan usahatani yang lebih tinggi pada musim kemarau daripada saat musim hujan.

D. Kontribusi pendapatan

Kontribusi pendapatan dihitung dari pendapatan usahatani dan non-usahatani per-bulannya.

Tabel 13. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap pendapatan rumah tangga perbulan pada musim hujan 2013.

Jumlah Kontribusi Pendapatan (%)

Usahatani Non-usahatani

Orang Persentase (%) Orang Persentase (%)

0 – 20 17 56,7 4 13,3

21 – 40 6 20,0 1 3,3

41 – 60 2 6,7 2 6,7

61 – 80 1 3,3 6 20,0

81 – 100 4 13,3 17 56,7

Jumlah 30 100 30 100

Sumber: Data primer yang diolah

Pada musim hujan, pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman yang bersumber dari usahatani padi lebih kecil. Sebanyak 60% petani di WPU Kabupaten Sleman memiliki kontribusi pendapatan dari usahatani padi 0% - 20% setiap bulannya. Petani dengan jumlah kontribusi sebesar 0% - 20% adalah petani dengan luas lahan sebesar 200-3.600 m2 dan jumlah curahan kerja 0,25-2 HKO/bulan. Jumlah kontribusi pendapatan usahatani padi sawah terhadap pendapatan rumah tangga/bulan yang paling kecil adalah 1%. Hal ini dikarenakan petani lebih banyak mencurahkan kerja dan perhatiannya terhadap sektor non-usahatani dan petani keliru menyemprot padinya dengan herbisida. Pada sektor non-usahatani, kontribusi pendapatan sebesar 0% - 20% dimiliki oleh petani yang tidak bekerja atau memiliki sumber pendapatan pada sektor non-usahatani.


(3)

14

Tabel 14. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dan non-usahatani terhadap pendapatan rumah tangga perbulan pada musim kemarau 2014.

Jumlah Kontribusi Pendapatan (%)

Usahatani Non-usahatani Orang Persentase (%) Orang Persentase (%)

0 - 20 15 50,0 4 13,3

21 - 40 8 26,7 1 3,3

41 - 60 2 6,7 3 10,0

61 - 80 1 3,3 7 23,3

81 – 100 4 13,3 15 50,0

Jumlah 30 100 30 100

*usahatani **non-usahatani

Sumber: Data primer yang diolah.

Jumlah persentase kontribusi pendapatan usahatani padi sawah pada saat musim hujan berbeda dengan musim kemarau. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah lebih kecil daripada kontribusi pendapatan non-usahatani dikarenankan pendapatan petani dari sektor usahatani padi sawah lebih kecil daripada pendapatan petani dari sektor non-usahatani/bulannya.

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai peranan usahatani padi dalam pendapatan rumah tangga petani di wilayah peri-urban Kabupaten Sleman, peneliti menemukan bahwa:

4. Curahan kerja yang diberikan petani WPU Kabupaten Sleman pada usahatani padi sawahnya hanya berkisar 0,25-8,50 HKO/bulan dengan rata-rata 2 HKO/bulan. Sedangkan curahan kerja yang diberikan pada sektor non-usahatani sebanyak 0-29 HKO/bulan dengan rata-rata 17 HKO/bulan. Pekerjaan yang banyak digeluti oleh petani di sektor non-usahatani adalah buruh.

5. Rata-rata pendapatan petani WPU Kabupaten Sleman dari sektor usahatani padi sawah lebih kecil jumlahnya daripada pendapatan sektor non-usahatani. Jumlah pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman adalah


(4)

15

Rp.449.493/bulan dari usahatani padi pada musim hujan dan Rp. 539.489/bulan pada musim kemarau. Sedangkan pendapatan dari sektor non-usahatani memiliki jumlah yang sama baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Jumlah pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari sektor non-usahatani rata-rata sebesar Rp. 2.216.600/bulan.

6. Rata-rata produktivitas tenaga kerja petani di WPU Kabupaten Sleman pada sektor non-usahatani sebesar Rp.426.419/HKO. Sedangkan pada sektor usahatani di musim kemarau, produktivitas tenaga kerjanya sebesar Rp.457.218/HKO dan pada musim hujan sebesar Rp.369.786/HKO. Secara statistik, tidak ada perbedaan produktivitas tenaga kerja antara sektor usahatani dan non-usahatani. Namun jumlah rata-rata produktivitas tenaga kerja pada sektor non-usahatani lebih kecil daripada sektor usahatani padi sawah.

7. Berdasarkan jumlah total pendapatan rumah tangga petani, diketahui bahwa kontribusi pendapatan usahatani padi sawah lebih kecil dari pendapatan sektor non-usahatani setiap bulannya. Pendapatan petani di WPU Kabupaten Sleman dari usahatani padi sawah hanya memiliki kontribusi sebesar 28% setiap bulan dari total pendapatan rumah tangga pada musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau, jumlah kontribusi pendapatan usahatani sebesar 32% setiap bulan dari total pendapatan rumah tangga petani. Sisanya adalah kontribusi pendapatan petani dari sektor non-usahatani.

B. Saran

1. Bagi petani dan masyarakat, masih terbuka kesempatan untuk menambah pendapatan rumah tangga melalui sektor non-usahatani. Hal tersebut dikarenakan dengan usia yang masih produktif yaitu rata-rata 55 tahun dan hari kerja sebanyak 19 HKO/bulan. Artinya, masih tersisa 11-12 hari dalam satu bulan yang dapat dipergunakan untuk menambah pendapatan rumah tangga dari sektor non-usahatani. Namun perlu diketahui pula, meskipun usahatani padi memberikan jumlah pendapatan dan


(5)

16

kontribusinya yang sedikit, namun padi sebagai makanan pokok masyarakat indonesia merupakan komoditas yang akan selalu dibutuhkan. Memberikan lebih banyak perhatian dan waktu bagi usahatani agar lebih berkembang. Bisa juga dengan menerapkan ushatani padi organik, atau dengan sistem tanam jajar legowo yang bisa menghemat biaya input. 2. Bagi instansi pendidikan, khususnya jurusan pertanian. Sangat penting

untuk menjadi bagian dari pelaku pegembangan usahatani padi. Perlu sesekali untuk terjun langsung bersama petani dalam usahatani padi sehingga dapat dengan tepat memberikan solusi dan pendampingan bagi petani.

3. Bagi instansi pemerintahan, agar tegas dalam memberikan batasan alih fungsi lahan sawah atau pertanian ke arah non-usahatani.

DAFTAR PUSTAKA

Alimoeso, S. 2013. Dalam Hindra (Ed). Ini 10 Provinsi Penghasil Beras

Tertinggi di Indonesia (Online).

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/03/16462125/Ini.10. Provinsi.Penghasil.Beras.Tertinggi.di.Indonesia. Diakses pada 2 Maret 2015 pukul 20:01 WIB.

BPK. Peraturan daerah kabupaten Sleman No. 12 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten Sleman tahun 2011-2031. http://yogyakarta.bpk.go.id/?p=3556. akses 09:30 WIB, 26 februari 2015

BPS. 2013. Badan Pusat Statistik (Online). www.bps.go.id. Diakses pada 25 Maret 2015 pukul 14:32 WIB.

Ganang. 2012. Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Sleman.

www.rumajogjaindonesia.com/isi-majalah/rencana-tata-ruang-wilayah-kabupaten-sleman.html. akses 08:03 WIB, 26 februari 2015. Kasim dalam Norlaila. 2012. Analisis Pendapatan Usahatani Padi (Oryza

Sativa L.) Benih Varietas Ciherang yang Bersertifikat dan Tidak Bersertifikat di Kecamatan Labuan Amas Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan MAB Banjarmasin.

Lestari, I. 2015. Peran Usahatani Padi Dalam Ekonomi dan Konsumsi Pangan Rumah Tangga Tani di Desa Umbelrejo Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.


(6)

17

Manangkot, M. R. 2012. Struktur Pendapatan Masyarakat yang Tinggal di Daerah Pinggiran Kota Tondano. Manado: Universitas Sam Ratulangi. Nawawi, H. 2012. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Nazir, Moh, Ph. D. 2013. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nurmanaf, A, R. 2004. Peranan Sektor Non-Pertanian Terhadap Pendapatan

Rumah Tangga Petani Berlahan Sempit. Sosial Ekonomi Pertanian, 10. ______________2006. Peranan Sektor Luar Pertanian Terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Pedesaan Berbasis Lahan Kering. Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 12.

Darwis, Valeriana. Nurmanaf, A, R. 2004. Aktivitas dan Sumber Pendapatan Petani Miskin Berlahan Sempit. Sosial Ekonomi Pertanian, 12.

Nursamsu, T. 2006. Kontribusi Pendapatan Usahatani dan Luar Usahatani Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus di Desa Surusunda Kecamatan Karang Pucung Kabupaten Cilacap Jawa Tengah). Yogyakarta: Fakultas Pertanian UMY.

Paulus, Hariyono, M.T, Drs. 2010. Perencanaan Pembangunan Kota dan Perubahan Paradigma. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rudiarto, N. A. 2014. Anislisis Transformasi Wilayah Peri-Urban Pada Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi (Kecamatan Kartasura). Pembangunan Wilayah dan Kota, 1.

Sugiyono, P. D. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suryantini, A. W. K. 2015. Kontribusi Pendapatan Luar Usahatani Pada Ekonomi Rumah Tangga Petani dan Pemerataan Pendapatan di Desa Umbulrejo Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul. Yogyakarta: Fakultas Pertanian UGM.

T.Gilarso dalam Nurdin, H. S. (2010). Analisis Penerimaan Bersih Usaha Tanaman Pada Petani Nenas di Desa Palaran Samarinda. Jurnal Eksis Politeknik Negeri Samarinda , Vol.6 No.1, Maret 2010: 1267-1266.

Taniredja, Prof . Dr . Mustafidah. H, S.M. 2012. Penelitian Kuantitatif (Sebuah Pengantar). Bandung: Penerbit Alfabeta.

W, Teguh. 2004. Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik dengan SPSS. Yogyakarta: Gava Media

Yunus, H.S. Prof, Dr, M. 2008. Dinamika Wilayah Peri-Urban, Determinan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.