Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Metode Rap-CLS

(1)

KEBERLANJUTAN USAHA TANI POLA PADI

SAWAH- SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN

SRAGEN: PENDEKATAN

RAP-CLS

SUWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2005

Suwandi


(3)

ABSTRAK

SUWANDI. Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di

Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS. Dibimbing oleh KOOSWARDHONO

MUDIKDJO, BUNASOR SANIM, ANANTO K. SETA.

Tujuan penelitian: Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani padi pola Crops Livestock System (CLS), kelayakan ekonomi usaha tani, peran kelembagaan dan status keberlanjutan usahatani pola CLS serta merumuskan rekomendasi pengembangan di masa mendatang.

Faktor yang mempengaruhi produksi usaha tani padi sawah adalah penggunaan benih, pupuk urea, KCl, tenaga kerja, pola usaha tani, skala luas lahan. Variabel luas lahan dan pola usaha tani mempengaruhi produksi. Sedangkan keuntungan usaha tani padi sawah selain dipengaruhi oleh variabel yang mempengaruhi produksi juga dipengaruhi oleh faktor harga input dan harga output.

Fungsi produksi berada pada constants return to scale dan petani telah menggunakan faktor produksi secara optimal. Usaha tani pola CLS memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi usaha taninya dan diperlukan insentif untuk mendorong usaha tani pola CLS. Usaha tani padi sawah pola CLS meningkatkan produksi padi sebesar 23,6% dan keuntungan sebesar 14,7% lebih tinggi dibandingkan pola non CLS. Penggunaan pupuk kandang meningkatkan produksi padi dengan koefisien sebesar +0,125 dan keuntungan usaha tani sebesar +0,134. Perbaikan aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

Pengelolaan usaha tani dalam skala yang lebih luas dapat menghemat penggunaan input dan meningkatkan produksi padi sebesar 17,7% serta keuntungan sebesar 15,6%. Semakin lama menerapkan pola CLS semakin meningkatkan produksi dan keuntungan. Peran kelembagaan petani dalam usaha tani pola CLS sangat penting terutama dalam rangka mempercepat alih teknologi, efisiensi pengelolaan usaha tani, mempermudah akses terhadap berbagai sumberdaya, serta menjalin kerjasama, kemitraan dan pemasaran.

Kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan pola non CLS. Kelayakan ekonomi usaha tani pola CLS jauh lebih tinggi dibandingkan kelayakan finansial yang diperoleh petani. Pola CLS turut memperbaiki kesuburan lahan, kualitas air dan udara serta menciptakan keserasian lingkungan sosial budaya masyarakat setempat.

Status keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen berada dalam kategori cukup berkelanjutan dan ada empat faktor kunci yang memiliki pengaruh tinggi dan ketergantungan yang rendah, yaitu: (1) kelembagaan/kelompok tani, (2) subsidi, (3). tingkat penggunaan pupuk/pestisida, dan (4) pemanfaatan jerami untuk pakan ternak dan terdapat lima empat variabel yang berpengaruh tinggi dan tingkat ketergantungan yang tinggi adalah: (1) sistem pemeliharaan ternak sapi, (2) lembaga keuangan, (3) frekuensi penyuluhan dan pelatihan, (4) pemanfaatan limbah ternak, dan (5) kelayakan finansial dan ekonomi.

Diperlukan kebijakan dan gerakan nasional yang mampu mendorong pembangunan pertanian secara berkelanjutan melalui penerapan pola-pola CLS spesifik lokasi dengan memperhatikan faktor-faktor kunci.


(4)

SUSTAINABILITY OF INTEGRATED WETLAND PADDY-LIVESTOCK AT SRAGEN DISTRICT: A RAP CLS APPROACH

Suwandi, Kooswardhono Mudikdjo2), Bunasor Sanim2), Ananto K Seta2) Abstract

Objectives of the research: to analyze factors affecting production and profit of rice farming under Crop-Livestock System (CLS), farming economic feasibility, the role of farmers institution and sustainability of CLS, and to formulate future development recommendation.

Factors affecting the production of wetland paddy farming are numbers of seeds, Urea (N-source fertilizer), Potassium Chlorida (KCl) fertilizer, farm size, man power and farming pattern. Number of farming production was influenced by farm size and farming pattern, while wetland paddy farming profit were influenced by both production and prices of inputs and outputs.

Analysis of production function model indicated that CLS was in constants return to scale. This informed that a farmer used optimum of production factors. CLS should be prospective to be applied by small scale farmers to increase their production. To broaden of CLS pattern it is necessary to support farmers with some of incentives.

Data showed that yield of wetland paddy farming increased up to 23.6% and farming profit increased up to 14.7% in CLS, compared with non CLS. In CLS, farming management in larger scale saved the inputs, and increased wetland paddy production up to 17.7%, and farming profit up to 15.6%. The CLS increased the yield and farming profit in the long term application. Application of manure increased wetland paddy production with coefficient value at +0.125, while farming profit coefficient value at +0.134. This information mean that revitalization of manure application as a technical standard/ requirement increased farmer income.

The financial and economic feasibility of CLS application is higher than non CLS. The economic feasibility of CLS is much higher than financial feasibility received by farmers. The CLS potentially increased land fertilization, water and air quality, and also created environmentally sound the socio-culture for its community. Farmer got multiple revenues comes from paddy farming, cattle fattening and manure processing.

Sustainability of CLS at Sragen District could be categorized in “sustainable status”. There are 4 key factors which have stated as high affected and lower dependant level and should be considered in the development of CLS i.e: (1) farmer group/institution, (2) subsidiary/credit scheme, (3) fertilizers and pesticide application level, and (4) use of paddy straw as livestock feed. There are 5 variables which have stated as high influence and high dependant level, i.e: (1) cattle husbandry system, (2) rural micro finance institution, (3) extension and training frequency, (4) the use of livestock by product and (5) financial and economic feasibility.

It is necessary to formulate policy and national movement, toward sustainable agriculture development by adapting of local specific CLS.


(5)

KEBERLANJUTAN USAHA TANI POLA PADI

SAWAH- SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN

SRAGEN: PENDEKATAN

RAP-CLS

SUWANDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(6)

Judul Disertasi:

Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Metode Rap-CLS

Nama : Suwandi

NRP : P026010201

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc Dr. Ir. Ananto K. Seta, MSc

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(7)

DRAFT DISERTASI

Judul :

Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di

Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS

.

Nama : Suwandi

NRP : P026010201

Program : PSL

Telah disetujui dan layak untuk digunakan sebagai bahan Ujian Terbuka Program

Doktor pada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2005

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc Dr. Ir. Ananto K. Seta, MSc

Anggota Anggota


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi berhasil diselesaikan. Disertasi dengan judul “Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Kooswardhono Mudikdjo, MSc (sebagai ketua komisi pembimbing), Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc (sebagai anggota) dan Dr. Ir. Ananto K. Seta (sebagai anggota) yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian disertasi;

2. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB;

3. Bapak Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen dan Bapak Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen beserta jajarannya yang telah membantu selama pengumpulan data;

4. Bapak Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, Bapak Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan serta Bapak Kepala Bagian Perencanaan Anggaran yang telah memberikan ijin dan mendorong menyelesaikan studi; serta

5. Rekan-rekan di kantor Departemen Pertanian dan di kampus IPB serta semua pihak yang turut membantu memberikan data dan informasi dalam menyelesaikan disertasi.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, istri dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005 Suwandi


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 23 Maret 1967 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Noto Darminto dan Anjariah. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB Bogor, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Pascasarjana Universitas Indonesia dan menamatkannya pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan kuliah S3 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB Bogor.

Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Ir. Heni Aswiatin, dan pada tahun 1993 mendapat karunia seorang anak laki-laki Hendi Nur Wicaksono dan pada tahun 1997 seorang anak perempuan Nindya Dendrania Fitra.

Penulis sejak tahun 1992 bekerja sebagai PNS di Departemen Pertanian, pada tahun 1997 sampai tahun 2002 menjadi pemimpin proyek, dan pada tahun 2003 sampai 1 Desember 2005 menjabat sebagai Kepala Subbagian Perencanaan Anggaran Pembangunan II, dan mulai Desember 2005 menjabat sebagai Kepala Subbagian Analisis Anggaran, di Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………….………...…… v

DAFTAR GAMBAR ……….………...…… vi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………...… viii I. PENDAHULUAN ……….………... 1

1.1. Latar Belakang …..………... 1

1.2. Tujuan Penelitian ...………... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ………..………... 5

1.4. Perumusan Permasalahan ………... 9 1.5. Manfaat Penelitian ...………...

11

1.6. Hipotesis ………..…………..………... 11

1.7. Novelty Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA …...……….………... 12

2.1. Pertanian Berkelanjutan …...……..…….………... 12

2.2. Landasan Teori …...……….……..….………... 14

2.2.1. Pendekatan Fungsi Produksi ………... ... 14

2.2.2. Pendekatan Ekonomi Lingkungan ……….. ... 17

2.2.3. Pendekatan Analisis Kelembagaan Petani... 20

2.2.4. Pendekatan Analisis Keberlanjutan dan Prospektif... 20

2.2.5. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ………... 23

III. METODE PENELITIAN ………..………... 25

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian …...……….. 25

3.2. Rancangan Penelitian …...……….. 25

3.2.1. Analisis Fungsi Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi Sawah 25

3.2.2. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi, dan Analisis Peran Kelembagaan Petani ..…...……... 31

3.2.3. Analisis Status Keberlanjutan Usahatani Pola CLS ... 35


(11)

KEBERLANJUTAN USAHA TANI POLA PADI

SAWAH- SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN

SRAGEN: PENDEKATAN

RAP-CLS

SUWANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(12)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2005

Suwandi


(13)

ABSTRAK

SUWANDI. Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di

Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS. Dibimbing oleh KOOSWARDHONO

MUDIKDJO, BUNASOR SANIM, ANANTO K. SETA.

Tujuan penelitian: Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani padi pola Crops Livestock System (CLS), kelayakan ekonomi usaha tani, peran kelembagaan dan status keberlanjutan usahatani pola CLS serta merumuskan rekomendasi pengembangan di masa mendatang.

Faktor yang mempengaruhi produksi usaha tani padi sawah adalah penggunaan benih, pupuk urea, KCl, tenaga kerja, pola usaha tani, skala luas lahan. Variabel luas lahan dan pola usaha tani mempengaruhi produksi. Sedangkan keuntungan usaha tani padi sawah selain dipengaruhi oleh variabel yang mempengaruhi produksi juga dipengaruhi oleh faktor harga input dan harga output.

Fungsi produksi berada pada constants return to scale dan petani telah menggunakan faktor produksi secara optimal. Usaha tani pola CLS memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produksi usaha taninya dan diperlukan insentif untuk mendorong usaha tani pola CLS. Usaha tani padi sawah pola CLS meningkatkan produksi padi sebesar 23,6% dan keuntungan sebesar 14,7% lebih tinggi dibandingkan pola non CLS. Penggunaan pupuk kandang meningkatkan produksi padi dengan koefisien sebesar +0,125 dan keuntungan usaha tani sebesar +0,134. Perbaikan aplikasi pupuk kandang sesuai standar teknis mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

Pengelolaan usaha tani dalam skala yang lebih luas dapat menghemat penggunaan input dan meningkatkan produksi padi sebesar 17,7% serta keuntungan sebesar 15,6%. Semakin lama menerapkan pola CLS semakin meningkatkan produksi dan keuntungan. Peran kelembagaan petani dalam usaha tani pola CLS sangat penting terutama dalam rangka mempercepat alih teknologi, efisiensi pengelolaan usaha tani, mempermudah akses terhadap berbagai sumberdaya, serta menjalin kerjasama, kemitraan dan pemasaran.

Kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan pola non CLS. Kelayakan ekonomi usaha tani pola CLS jauh lebih tinggi dibandingkan kelayakan finansial yang diperoleh petani. Pola CLS turut memperbaiki kesuburan lahan, kualitas air dan udara serta menciptakan keserasian lingkungan sosial budaya masyarakat setempat.

Status keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen berada dalam kategori cukup berkelanjutan dan ada empat faktor kunci yang memiliki pengaruh tinggi dan ketergantungan yang rendah, yaitu: (1) kelembagaan/kelompok tani, (2) subsidi, (3). tingkat penggunaan pupuk/pestisida, dan (4) pemanfaatan jerami untuk pakan ternak dan terdapat lima empat variabel yang berpengaruh tinggi dan tingkat ketergantungan yang tinggi adalah: (1) sistem pemeliharaan ternak sapi, (2) lembaga keuangan, (3) frekuensi penyuluhan dan pelatihan, (4) pemanfaatan limbah ternak, dan (5) kelayakan finansial dan ekonomi.

Diperlukan kebijakan dan gerakan nasional yang mampu mendorong pembangunan pertanian secara berkelanjutan melalui penerapan pola-pola CLS spesifik lokasi dengan memperhatikan faktor-faktor kunci.


(14)

SUSTAINABILITY OF INTEGRATED WETLAND PADDY-LIVESTOCK AT SRAGEN DISTRICT: A RAP CLS APPROACH

Suwandi, Kooswardhono Mudikdjo2), Bunasor Sanim2), Ananto K Seta2) Abstract

Objectives of the research: to analyze factors affecting production and profit of rice farming under Crop-Livestock System (CLS), farming economic feasibility, the role of farmers institution and sustainability of CLS, and to formulate future development recommendation.

Factors affecting the production of wetland paddy farming are numbers of seeds, Urea (N-source fertilizer), Potassium Chlorida (KCl) fertilizer, farm size, man power and farming pattern. Number of farming production was influenced by farm size and farming pattern, while wetland paddy farming profit were influenced by both production and prices of inputs and outputs.

Analysis of production function model indicated that CLS was in constants return to scale. This informed that a farmer used optimum of production factors. CLS should be prospective to be applied by small scale farmers to increase their production. To broaden of CLS pattern it is necessary to support farmers with some of incentives.

Data showed that yield of wetland paddy farming increased up to 23.6% and farming profit increased up to 14.7% in CLS, compared with non CLS. In CLS, farming management in larger scale saved the inputs, and increased wetland paddy production up to 17.7%, and farming profit up to 15.6%. The CLS increased the yield and farming profit in the long term application. Application of manure increased wetland paddy production with coefficient value at +0.125, while farming profit coefficient value at +0.134. This information mean that revitalization of manure application as a technical standard/ requirement increased farmer income.

The financial and economic feasibility of CLS application is higher than non CLS. The economic feasibility of CLS is much higher than financial feasibility received by farmers. The CLS potentially increased land fertilization, water and air quality, and also created environmentally sound the socio-culture for its community. Farmer got multiple revenues comes from paddy farming, cattle fattening and manure processing.

Sustainability of CLS at Sragen District could be categorized in “sustainable status”. There are 4 key factors which have stated as high affected and lower dependant level and should be considered in the development of CLS i.e: (1) farmer group/institution, (2) subsidiary/credit scheme, (3) fertilizers and pesticide application level, and (4) use of paddy straw as livestock feed. There are 5 variables which have stated as high influence and high dependant level, i.e: (1) cattle husbandry system, (2) rural micro finance institution, (3) extension and training frequency, (4) the use of livestock by product and (5) financial and economic feasibility.

It is necessary to formulate policy and national movement, toward sustainable agriculture development by adapting of local specific CLS.


(15)

KEBERLANJUTAN USAHA TANI POLA PADI

SAWAH- SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN

SRAGEN: PENDEKATAN

RAP-CLS

SUWANDI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(16)

Judul Disertasi:

Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Metode Rap-CLS

Nama : Suwandi

NRP : P026010201

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc Dr. Ir. Ananto K. Seta, MSc

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Dr.Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:


(17)

DRAFT DISERTASI

Judul :

Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di

Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS

.

Nama : Suwandi

NRP : P026010201

Program : PSL

Telah disetujui dan layak untuk digunakan sebagai bahan Ujian Terbuka Program

Doktor pada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2005

Prof. Dr. Ir. Kooswardhono Mudikdjo, MSc

Ketua

Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc Dr. Ir. Ananto K. Seta, MSc

Anggota Anggota


(18)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga disertasi berhasil diselesaikan. Disertasi dengan judul “Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen: Pendekatan Rap-CLS

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Kooswardhono Mudikdjo, MSc (sebagai ketua komisi pembimbing), Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc (sebagai anggota) dan Dr. Ir. Ananto K. Seta (sebagai anggota) yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran dalam penyelesaian disertasi;

2. Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB;

3. Bapak Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen dan Bapak Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Sragen beserta jajarannya yang telah membantu selama pengumpulan data;

4. Bapak Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, Bapak Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan serta Bapak Kepala Bagian Perencanaan Anggaran yang telah memberikan ijin dan mendorong menyelesaikan studi; serta

5. Rekan-rekan di kantor Departemen Pertanian dan di kampus IPB serta semua pihak yang turut membantu memberikan data dan informasi dalam menyelesaikan disertasi.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, istri dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Akhirnya, semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2005 Suwandi


(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bantul pada tanggal 23 Maret 1967 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Noto Darminto dan Anjariah. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB Bogor, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik pada Pascasarjana Universitas Indonesia dan menamatkannya pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan kuliah S3 Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, IPB Bogor.

Pada tahun 1992 penulis menikah dengan Ir. Heni Aswiatin, dan pada tahun 1993 mendapat karunia seorang anak laki-laki Hendi Nur Wicaksono dan pada tahun 1997 seorang anak perempuan Nindya Dendrania Fitra.

Penulis sejak tahun 1992 bekerja sebagai PNS di Departemen Pertanian, pada tahun 1997 sampai tahun 2002 menjadi pemimpin proyek, dan pada tahun 2003 sampai 1 Desember 2005 menjabat sebagai Kepala Subbagian Perencanaan Anggaran Pembangunan II, dan mulai Desember 2005 menjabat sebagai Kepala Subbagian Analisis Anggaran, di Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………….………...…… v

DAFTAR GAMBAR ……….………...…… vi

DAFTAR LAMPIRAN ………..………...… viii I. PENDAHULUAN ……….………... 1

1.1. Latar Belakang …..………... 1

1.2. Tujuan Penelitian ...………... 4

1.3. Kerangka Pemikiran ………..………... 5

1.4. Perumusan Permasalahan ………... 9 1.5. Manfaat Penelitian ...………...

11

1.6. Hipotesis ………..…………..………... 11

1.7. Novelty Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA …...……….………... 12

2.1. Pertanian Berkelanjutan …...……..…….………... 12

2.2. Landasan Teori …...……….……..….………... 14

2.2.1. Pendekatan Fungsi Produksi ………... ... 14

2.2.2. Pendekatan Ekonomi Lingkungan ……….. ... 17

2.2.3. Pendekatan Analisis Kelembagaan Petani... 20

2.2.4. Pendekatan Analisis Keberlanjutan dan Prospektif... 20

2.2.5. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ………... 23

III. METODE PENELITIAN ………..………... 25

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian …...……….. 25

3.2. Rancangan Penelitian …...……….. 25

3.2.1. Analisis Fungsi Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi Sawah 25

3.2.2. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi, dan Analisis Peran Kelembagaan Petani ..…...……... 31

3.2.3. Analisis Status Keberlanjutan Usahatani Pola CLS ... 35


(21)

3.2.4. Analisis Prospektif ... 41

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keragaan Lokasi Penelitian …...………..…… ... 46

4.1.1. Keadaan Umum Kabupaten Sragen …..……… .

46

4.1.2. Keragaan Usahatani Padi ... 47

4.1.3. Keragaan Usaha Ternak Sapi Potong... 51

4.1.4. Karakteristik Responden ...……… .. 53

4.2. Analisis Fungsi Produksi Dan Keuntungan Usahatani ... 60

4.2.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah……… 60

4.2.2. Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Padi Sawah .………..… .. 68

4.2.3. Tingkat Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi Sawah .…… .. 72

4.2.4. Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Padi.. 74

4.3. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usahatani ... 77

4.3.1. Kelayakan Finansial Usaha tani Pola CLS dan Non CLS.…... . 77

4.3.2. Kelayakan Ekonomi Usahatani Pola CLS dan Non CLS ... 79

4.4. Peran Kelembagaan Petani Usahatani Pola Cls ...

83

4.4.1. Keragaan Kelompoktani Usahatani Pola CLS... 83

4.4.2. Pengembangan Kelembagaan Petani Usahatani Pola CLS... 88

4.5 Tingkat Keberlanjutan Usahatani Pola Cls dan Strategi Pengembangannya 89

4.5.1. Indek dan Status Keberlanjutan Usahatani Pola CLS... 89

4.5.2. Perumusan Strategi Pengembangan Usahatani Pola CLS ... 105

V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI...…...……..…… ... 115


(22)

5.1. Simpulan ...………... .... 115

5.2. Rekomendasi ...………….………... .... 116

DAFTAR PUSTAKA ………... ...

118

LAMPIRAN ………...……… ... 125


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan Analisis Finansial dan Ekonomi ... 34

2. Atribut dan Skor Keberlanjutan Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen 39

3. Pengaruh Langsung antar Faktor dalam Pertanian Berkelanjutan Pola CLS 43

4. Penggunaan Sarana Usahatani Padi di Lokasi Penelitian ……… ... 59

5. Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah... 61

6. Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola CLS... 64

7. Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola Non CLS... 66

8. Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Usahatani Padi Sawah ... 68

9. Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Usahatani Padi Sawah Pola CLS... 69

10. Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Usahatani Padi Sawah Pola Non CLS 71

11. Tingkat Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi Pola CLS dan Non CLS... 73

12. Keragaan Kelembagaan Kelompoktani di Lokasi Penelitian... 84

13. Peran Kelompoktani pada Setiap Jenis Kegiatan Usahatani ... 85

.

14. Hasil Analisis Rap-CLS untuk Beberapa Parameter Statistik Usahatani Pola CLS 102

15. Hasil Analisis Monte Carlo untuk nilai IkB-CLS dan masing-masing Dimensi Usahatani Pola CLS pada Selang Kepercayaan 95% di Kabupaten Sragen .... 105


(24)

16. Kondisi Skor 10 dari 26 Atribut Sensitif yang Mempengaruhi IkB-CLS ... 107

17. Prospektif Faktor-faktor Kunci Pengembangan Usahatani Pola CLS ... 110

18. Skenario Strategi Pengembangan Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen... 110


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Pola CLS ... 6 2. Hubungan-hubungan Diamond Triangle Pembangunan Berkelanjutan………… 8 3. Pemilihan Teknik Valuasi Ekonomi Kualitas Lingkungan ……...

18

4. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen ... 39

5. Ilustrasi Indeks Keberlanjutan Setiap Dimensi Usahatani Pola CLS ... 39

6. Tahapan Analisis Rap-CLS Menggunakan MDS dengan Modifikasi Rapfish ... 41

7. Tingkat Pengaruh dan Ketergantungan antar Faktor dalam Sistem ... 44

8. Diagram Alir Tahapan Penelitian Pengembangan Pertanian Berkelanjutan

Pola CLS di Kabupaten Sragen ... 45

9. Pola Tanam yang Dilakukan Petani di Lokasi Penelitian ………... 50

10. Mata Rantai Perdagangan Gabah………..…... 51

11. Mata Rantai Perdagangan Gabah dengan Fasilitasi Pemerintah ………. 51

12. Sistem Pemasaran Ternak sapi Potong Kabupaten Sragen... 54

13. Prosentase Umur Responden... 56

14. Tingkat Pendidikan Responden... 56

15. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden... 57


(26)

16. Pendugaan Produktivitas Padi Sawah... 63

17. Pendugaan Produktivitas Padi Sawah Pola CLS... 66

18. Pendugaan Produktivitas Padi Sawah Pola Non CLS... 67

19. Kurva Pengaruh Pupuk Kandang terhadap Produksi Padi... 76

20. Model Keterkaitan Kelembagaan Petani Pola CLS... 86

21. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan nilai Keberlanjutan Pengelolaan

Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen 53,21 ... 90

22. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan

Dimensi Ekologi sebesar 49,55 ... 91

23. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekologi yang Dinyatakan dalam

Bentuk Perubahan Nilai RMS ... 95

24. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan

Dimensi Ekonomi sebesar 56,23 ... 97

25. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekonomi yang Dinyatakan dalam

Bentuk Perubahan Nilai RMS ... 97

26. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan

Dimensi Sosial Budaya sebesar 67,4 ... 98

27. Peran masing-masing Atribut Dimensi Sosial Budaya yang Dinyatakan dalam

Bentuk Perubahan Nilai RMS ... 100

28. Diagram Layang (kite diagram) Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan

Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen ... 101


(27)

Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi 49,95 ... 103

30. Analisis Monte Carlo pada Selang Kepercayaan 95 Persen yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi 54,99 ...

104

31. Analisis Monte Carlo pada Selang Kepercayaan 95 Persen yang Menunjukkan

Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial 67,49 ... 104

32. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Diuji ... 109


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Keragaan Penggunaan Pupuk, Produksi dan Produktivitas Beras 1968-1991 126

2. Peta Lokasi Rencana Penelitian ……… ..

127

3. Unit Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel………... ... 128

4. Nama Kecamatan, Desa dan kelompoktani Lokasi Penelitian... 128

5. Jenis, Sumber Data dan Kegunaan Data yang Dikumpulkan... .... 128

6. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Sragen... 129

7. Data Fisik Tanah di Lokasi Penelitian... 130

9. Persyaratan Tumbuh Tanaman Padi Sawah... 131

8. Klas Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian... 131

10. Data sampel Air di Lokasi Penelitian... 133

11. Luas Panen dan Produksi Padi Kabupaten Sragen... 134

12. Populasi Ternak Kabupaten Sragen tahun 2003... 135

13. Uji Beda Nyata Produksi Usahatani Pola CLS dan Non CLS... 136

14. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Pola CLS... 138

15. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Pola Non CLS... 138


(29)

16. Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Pola Non CLS... 139

17. Analisis Kelayakan Ekonomi Usahatani Pola CLS... 139

18. Ringkasan Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usahatani Pola CLS dan Non CLS 140

19. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usahatani CLS dengan Kenaikan

Harga Input (Pupuk dan Pakan) sebesar 10 %... 140

20. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usahatani CLS dengan Penurunan

Harga Output (Beras dan Daging Sapi) sebesar 10 %... 140

21. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah... 141

22. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola CLS... 142

23. Hasil Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola Non CLS... 143

24. Hasil Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Padi Sawah ... 144

25. Hasil Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Padi Sawah Pola CLS ... 145

26. Hasil Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Padi Sawah Pola Non CLS ... 146

27. Atribut, Skor dan Hasil Pengukuran Skor Keberlanjutan Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen ... 147


(30)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai teori pembangunan dan pengalaman empiris di banyak negara membuktikan kemampuan pertanian sebagai satu sektor strategis dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Peran sektor pertanian diwujudkan dalam bentuk penyediaan pangan bagi seluruh penduduk, bahan baku industri, sebagai pasar bagi barang-barang produksi dan konsumsi, penciptaan lapangan kerja sekaligus pemasok lapangan kerja, serta penghasil devisa.

Pembangunan pertanian terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam terutama lahan dan perairan pada suatu wilayah. Pemanfaatan sumberdaya alam berlebihan tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dapat berdampak negatif yang lebih besar dibanding manfaat yang diperoleh. Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat kecenderungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida per hektar meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat dari program intensifikasi yang dilakukan oleh Pemerintah sejak tahun 1963 dalam rangka meningkatkan produksi gabah. Laju peningkatan produktivitas gabah Indonesia tahun 1961 sampai 1991 rata-rata 3,15% per tahun sedangkan penggunaan pupuk meningkat rata-rata 13,44% per tahun (IRRI, 2003).

Rintisan usaha intensifikasi telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian dalam program Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) pada tahun 1950 sampai 1960 melalui peningkatan pengadaan benih padi unggul, penggunaan pupuk dan insektisida, perbaikan pengairan rakyat, penyuluhan dan konservasi tanah. Pada tahun 1958 dikembangkan padi sentra di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana petani diberi kredit natura (benih dan pupuk) serta uang. Pada tahun 1963 kegiatan tersebut dihentikan karena dinilai kurang berhasil akibat kendala manajemen kurang baik, sistem perkreditan kurang tepat dan harga jual padi sentra lebih rendah dibandingkan dengan harga pasaran umum. Walaupun demikian produktivitas padi pada pada tahun 1960-an dapat ditingkatkan dari 1,1 ton/ha menjadi 1,9 ton/ha. Pada periode tersebut juga dikembangkan ternak dan diproyeksikan populasi ternak sapi dapat meningkat 4% pertahun (Anonim, 2002a).

Pada Musim Tanam (MT) 1963/1964 Institut Pertanian Bogor (IPB) bersama instansi terkait mengadakan ‘action research” untuk menemukan cara penyuluhan yang tepat, dimulai dengan proyek percontohan 100 hektar di Karawang, dilanjutkan dengan Proyek


(31)

Demontrasi Massal (Demas) seluas 110.000 hektar. Pada tahun 1965 proyek Demas ditingkatkan menjadi program Bimbingan Massal (Bimas). Kegiatan pada Program Bimas meliputi pelayanan penyuluhan, penyaluran kredit oleh BRI, pupuk dan insektisida oleh PT. Pertani, dan penyaluran bibit oleh Dinas Pertanian. Kegiatan tersebut disalurkan melalui kelompoktani yang terorganisir dalam koperasi desa. Program Bimas dikembangkan menjadi Program Intensifikasi Massal (Inmas) dengan maksud agar para petani peserta Bimas mampu membeli sarana produksi sendiri secara tunai. Program Bimas diarahkan kepada praktek-praktek better farming yaitu praktek usaha tani yang baik, better business yaitu berusaha tani yang menguntungkan, better living yaitu berkehidupan yang layak dan better community yaitu tata kehidupan masyarakat yang sejahtera. Pada masa tersebut produksi beras meningkat rata-rata 4,7% pertahun yang berarti di atas rata-rata pertumbuhan penduduk (Deptan, 2002a).

Pada Pelita II karena terjadi gejala “leveling off” pada produksi padi maka pada tahun 1976 dilakukan uji coba dem-area dengan hasil yang baik, selanjutnya mulai tahun 1979 diterapkan Program Intensifikasi Khusus (Insus) yang lebih menekankan pada kerjasama di dalam dan antar kelompok dalam satu area. Program Insus berhasil meningkatkan produksi padi dan pada tahun 1984 Indonesia dapat mencapai swasembada beras. Prestasi tersebut dipuji oleh FAO. Namun stabilitas swasembada beras tersebut sangat rendah karena faktor perubahan iklim, serangan hama dan penyakit serta gejolak pasar.

Selanjutnya pada MT 1987 Program Insus diperluas menjadi Supra Insus dengan mengembangkan kerjasama antar kelompok dalam penyelenggaraan intensifikasi dalam Unit Hamparan Supra Insus (UHSI). Hal ini dilakukan untuk menerapkan pola tanam sehingga terwujud keserempakan panen dan keseragaman varietas dalam hamparan usaha tani se Wilayah Kerja Penyuluhan Pertanian (WKPP) atau sehamparan irigasi tersier di bawah kepemimpinan kelompok kontak tani se-WKPP. Memasuki Pelita V diadakan reorientasi pola pendekatan pembangunan pertanian dari peningkatan produksi menjadi peningkatan pendapatan dengan mengintroduksi pendekatan agribisnis yang mengharuskan keterpaduan dalam berusaha tani mulai dari aspek hulu sampai hilir. Dengan adanya penggunaan input pupuk kimia dan pestisida semakin intensif, ternyata tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas padi secara proporsional sehingga produksi padi tidak meningkat secara proporsional. Hal ini karena tanah sawah kekurangan unsur hara akibat terkurasnya bahan organik tanah dan unsur-unsur mikro sehingga produksi tidak dapat meningkat seperti yang diharapkan. Gejala levelling off produksi padi dapat


(32)

dilihat dari besarnya produktivitas padi di Jawa dari tahun 1980, tahun 1990 dan tahun 1999 berturut-turut 3,8 ton/ha, 5,1 ton/ha dan 4,8 ton/ha, sedangkan dosis penggunaan pupuk per hektar berturut-turut 268 kg/hektar, 403 kg/hektar dan ditunjukkan secara grafik laju penggunaan pupuk kimia, produksi dan produktivitas gabah nasional dari tahun 1968-1991 disajikan pada Lampiran 1.

Potensi lahan di Indonesia yang dapat digunakan untuk kegiatan pertanian terdiri atas (a) lahan basah seluas 9,6 juta hektar meliputi lahan irigasi seluas 7,3 juta hektar dan lahan rawa seluas 2,3 juta hektar dan (b) lahan kering seluas 23,5 juta hektar meliputi sawah tadah hujan seluas 2,1 juta hektar, lahan tegal/ kebun seluas 8,5 hektar, lahan ladang/huma seluas 3,2 juta hektar, lahan penggembalaan/padang rumput seluas 2,0 juta hektar dan lahan sementara tidak diusahakan selua 7,7 juta hektar. Potensi lahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bahkan cenderung mengalami penurunan kualitas dan terjadi konversi lahan. Kualitas lahan mengalami penurunan dimana terdapat lahan kritis pada lahan budi daya pertanian seluas 21,9 juta hektar (Deptan, 2002a).

Terdapat kecenderungan lahan pertanian mengalami fragmentasi akibat sempitnya kepemilikan dan penguasaan lahan oleh petani sehingga mengakibatkan in-efisiensi dalam usaha tani. Sensus pertanian tahun 1993 menunjukkan bahwa jumlah petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektar meningkat dari 9,5 juta orang pada tahun 1983 menjadi 10,9 juta orang pada tahun 1993. Berkembangnya sektor industri, pemukiman dan sektor lainnya mengakibatkan terjadinya alih fungsi (konversi) lahan pertanian subur untuk kepentingan non pertanian. Dalam periode 10 tahun (1983-1993) rata-rata seluas 47.000 hektar pertahun lahan sawah beralih fungsi ke non sawah (Deptan, 2002a). Penurunan luas lahan pertanian terjadi terutama di Pulau Jawa yang mempunyai implikasi serius dalam produksi beras karena pangsa Pulau Jawa dalam produksi beras nasional lebih dari 50,0%. Laju konversi lahan juga diikuti dengan penurunan kualitas lahan dan air akibat pola pemanfaatan lahan dan perkembangan sektor non pertanian yang kurang memperhatikan aspek lingkungan (Deptan, 2001).

Peranan sektor pertanian terhadap ekonomi nasional sangat penting dilihat dari kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian menyumbang produk domestik bruto pada tahun 2003 sebesar 15,20%, yang diantaranya berasal dari subsektor tanaman pangan sebesar 7,39% (Deptan, 2004). Struktur pendapatan rumah tangga tahun 1999 menunjukkan kontribusi usaha tani (on-farm) sebesar 54,35% dan luar usaha tani (off-farm) 6,10% (Deptan,200b). Kesempatan kerja di sektor pertanian masih


(33)

cukup tinggi yaitu pada tahun 1992 sebesar 44% (Deptan,2002a). Sebab-sebab kemiskinan antara lain: keterbatasan aksesibilitas pada aset produktif, ketersediaan dan jangkuan serta ketersediaan teknologi maju yang sangat terbatas, miskinnya prasarana sosial dan perekonomian, kualitas SDM yang minim, ketersediaan lapangan usaha yang terbatas, jangkauan pada pembiayaan usaha terbatas, pola pembangunan yang tidak sesuai dengan keunggulan komparatif wilayah, sangat lemahnya dukungan politik, dan belum mantapnya desentralisasi manajemen pembangunan dan otonomi daerah masih lemah.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani serta meningkatkan kualitas lingkungan, dikembangkan integrasi antara usaha tanaman dengan peternakan, usaha tanaman dengan perikanan, maupun usaha perkebunan dengan peternakan dan lain sebagainya. Dengan harapan bahwa pola integrasi ini merupakan salah satu terobosan yang tepat untuk menjawab permasalahan terjadinya leveling 0ff

produksi padi dan kualitas lingkungan, maka diperlukan pengkajian lebih jauh mengenai manfaatnya terhadap perbaikan lingkungan, peningkatan produksi padi dan tingkat keberlanjutan dari pola integrasi tersebut.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah melakukan analisis keberlanjutan usaha tani pola padi sawah-sapi potong terpadu dengan pendekatan Rapid Appraisal Crop-Livestock System

(Rap-CLS) di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah serta memberikan rekomendasi pengembangan di masa mendatang. Secara rinci tujuan penelitian adalah:

(1) Menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani berkelanjutan pola CLS dibandingkan dengan usaha tani pola non CLS. (2) Menganalisis kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS dan non CLS

serta peran kelembagaan usaha tani pola CLS.

(3) Menilai keberlanjutan melalui penyusunan indeks dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS serta mengidentifikasi faktor-faktor strategis masa depan dalam pengembangan pertanian berkelanjutan pola CLS, serta

(4) Merumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan usaha tani pola CLS di masa mendatang.


(34)

Pembangunan pertanian sangat terkait dengan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air. Upaya peningkatan produktivitas hasil pertanian melalui pola usaha tani konvensional dengan menggunakan input pupuk kimia dan pestisida secara intensif telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, produksi tidak meningkat secara proporsional, bahkan cenderung menurun. Hal ini diperkirakan karena banyak tanah sawah yang kekurangan unsur hara akibat terkurasnya bahan organik tanah dan unsur-unsur mikro (Abdurahman, 2001 dalam Ella, 2001). Pada sisi lain, terjadi peningkatan harga sarana produksi sementara kemampuan petani membeli pupuk kimia dan pestisida semakin rendah, sehingga petani melakukan pemupukan semampunya. Penurunan produksi berakibat menurunnya pendapatan petani yang dalam jangka panjang berdampak meningkatnya kemiskinan. Terdapat hubungan timbal balik antara kemiskinan dan kerusakan lingkungan, dimana kerusakan lingkungan mengakibatkan kemiskinan dan sebaliknya peningkatan kemiskinan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Salah satu terobosan upaya peningkatan produksi melalui pembangunan pertanian berkelanjutan yang mampu melestarikan lingkungan serta mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida dengan biaya relatif murah adalah sistem pertanian pola padi-ternak terpadu atau dikenal dengan nama Crop-Livestock System

(CLS). Pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS adalah integrasi usaha tani yang memadukan antara usaha tani tanaman pangan dengan ternak. Dalam penelitian ini pola CLS yang dimaksud adalah usaha tani pola padi sawah – penggemukan ternak sapi potong secara terpadu.

Di samping dapat memperbaiki kerusakan lingkungan, usaha tani pola CLS juga mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani, sehingga pola CLS ini dapat memutus mata rantai kemiskinan. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada


(35)

Produksi Usahatani

Kualitas Lingkungan Usahatani

Pola CLS

Kemiskinan

-/+ -/+

pendapatan

-/+

-/+

-+

+/-Usahatani Pola Konvensional +

Gamba r 1. Kerangka Pemikiran Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Pola CLS

Upaya-upaya peningkatan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan ini sejalan dengan komitmen internasional pada dalam pertemuan World Food Summit (WFS) 2002 yang dikenal Millenium Development Goals sebagai tekad komitmen global sebagai tidank lanjut dari Deklarasi Roma 1996. Pada WFS tersebut menghasilkan kesepakatan untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang dan menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara dengan meningkatkan sasaran pengurangan penduduk rawan pangan sejak tahun 2002 menjadi rata-rata sekitar 22 juta jiwa per tahun. Deklarasi Roma 2002 menegaskan pentingnya pembangunan pertanian dan perdesaan dalam mengurangi kelaparan dan kemiskinan.

Pembangunan pertanian dan perdesaan mempunyai peran kunci dalam pemantapan ketahanan pangan, karena 70 persen penduduk miskin dunia hidup di perdesaan dan mengandalkan sumber penghidupannya dari sektor pertanian. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada puncak krisis ekonomi tahun 1998, jumlah penduduk miskin hampir mencapai 50 juta jiwa dan sekitar 64,4 persen tinggal di perdesaan. Pada tahun 1999, saat ekonomi menuju pemulihan, jumlah penduduk miskin turun menjadi sekitar 37 juta jiwa dan sekitar 66,8 persen tinggal di perdesaan. Sesuai Renstra


(36)

Pembangunan Pertanian tahun 2005-2009, dimana sasaran penduduk miskin di perdesaan menurun dari 18,90% pada tahun menjadi 15,02% pada tahun 2009 (Deptan, 2005). Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa pengentasan kemiskinan hanya dapat dilakukan melalui pembangunan pertanian dan perdesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian, produksi pangan dan daya beli masyarakat.

Munasinghe (1993) mengembangkan konsep Diamond Triangle yang

menghubungkan antara aspek ekonomi, sosial dan ekologi dalam kerangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dikatakan berkelanjutan jika memenuhi aspek, yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Keterkaitan tiga aspek tersebut seperti disajikan pada Gambar 2, dimana hubungan antara sosial-ekonomi didekati dengan ukuran seperti pemerataan dan kesempatan kerja, hubungan ekonomi-ekologi didekati dengan penilaian lingkungan, valuasi ekonomi dan internalisasi biaya eksternal, serta hubungan sosial-ekologi didekati dengan tingkat partisipasi, pluralisme dan lainnya. Valuasi ekonomi sumber daya alam pada dasarnya berlandaskan tujuan umum agar sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

(economic welfare). Ekonomi kemakmuran berusaha mencari kriteria mengenai alokasi faktor produksi antara berbagai penggunaan dan distribusi hasil antar individu, yang mendasarkan pada analisis manfaat/ kepuasan.

Di samping teori Munasinghe yang mengembangkan pembangunan berkelanjutan dilihat dari aspek ekonomi, sosial dan ekologi, OECD (1993) juga menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada prinsipnya menyangkut dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya yang didalamnya termasuk dimensi kelembagaan. Beberapa literatur lain menambahkan dimensi teknologi dan dimensi hukum, namun dalam pembahasan selanjutnya penulis menggunakan dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya untuk menilai status keberlanjutan dengan pertimbangan bahwa bukan sekedar pengelompokan dimensi besar tersebut yang penting tetapi atribut atau kriteria pada setiap dimensi tersebut yang lebih penting, sehingga mencakup kriteria yang lebih luas untuk menilai status keberlanjutan usaha tani pola CLS.


(37)

Gambar 2. Hubungan-hubungan Diamond Triangle Pembangunan Berkelanjutan (Munasinghe, 1993)

Dalam penelitian ini sebelum dilakukan analisis status keberlanjutan usaha tani pola CLS, terlebih dahulu dilakukan analisis model fungsi produksi usaha tani padi pola CLS, analisis finansial dan ekonomi, serta analisis sosial budaya dengan fokus pada peran kelembagaan petani. Pendugaan model fungsi produksi dan kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani padi pola CLS penting dilakukan untuk menganalisis pengaruh usaha tani pola CLS terhadap produksi padi dan pendapatan petani.

Guna menilai status keberlanjutan dari usaha tani pola CLS secara cepat (rapid appraisal) digunakan metode multi variabel non-parametrik yang disebut multidimensional scaling (MDS). Metode ini belum pernah dilakukan untuk mengevaluasi pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS. Metode serupa pernah digunakan untuk mengevaluasi pembangunan perikanan yang dikenal dengan nama RAPFISH (The Rapid Appraisal of the Status of Fisheries) dan pernah dimodifikasi untuk melihat status keberlanjutan pada sistem budidaya sapi potong. Metode multidimensional scaling akan digunakan untuk menghitung indeks sustainabilitas pengembangan pertanian pola CLS dan selanjutnya disebut sebagai Rap-CLS (Rapid Appraisal Corps-Livestock System).

Pemerataan Tenaga Kerja Target Asistensi

Partisipasi Pluralisme Konsultasi Tujuan Ekonomi:

Pertumbuhan dan Efisiensi

Tujuan Ekologi: Pelestarian SDAL dan Berkelanjutan. Tujuan Sosial:

Kesejahteraan, Persamaan Hak

Penilaian LH Valuasi Internalisasi


(38)

Pada tahapan selanjutnya, hasil penilaian status keberlanjutan usaha tani pola CLS ini digunakan untuk menganalisis keterkaitan dan ketergantungan antar faktor, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang dominan sebagai dasar menyusun strategi pengembangan usaha tani pola CLS dan merumuskan kebijakan pengembangan dimasa mendatang dengan menggunakan analisis prospektif.

Dengan demikian, diharapkan dapat dirumuskan kebijakan dan strategi pengembangan pertanian berkelanjutan pola CLS dalam rangka peningkatan produksi pangan dan pengentasan kemiskinan menunjang Millenium Development Goals.

1.4. Perumusan Permasalahan

Objek yang diteliti adalah usaha tani pola CLS khususnya usaha tani pola padi sawah dan penggemukan ternak sapi potong secara terpadu. Potensi pengembangan usaha tani pola CLS di Pulau Jawa sangat besar namun belum dapat dikembangkan secara luas dan sebagian petani kesulitan menerapkan usaha tani pola CLS karena diperlukan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup serta diperlukan sarana pendukung dan kelembagaan yang memadai. Dalam melaksanakan usaha tani, petani membutuhkan kelompok tani sebagai wadah yang menampung seluruh kepentingan dan aktivitas petani. Dengan adanya kelompok tani maka pengelolaan usah tani dapat dilakukan dengan relatif mudah. Untuk itu perlu dilakukan analisis diskriptif keragaan dan peran kelompok tani dalam usaha tani CLS.

Usaha tani pola CLS menggunakan input pupuk kimia dan pestisida sangat rendah serta lebih banyak menggunakan input dari pupuk organik hasil dari proses pengolahan limbah pertanian. Hal ini berbeda dengan usaha tani konvensional yang cenderung menggunakan input pupuk kimia dan pestisida tinggi. Dengan adanya perbedaan perlakuan tersebut sangat dimungkinkan produktivitas usaha tani pola CLS dan usaha tani non CLS akan berbeda. Selain kondisi lahan pertanian, sarana produksi, tenaga keja, modal dan manajemen, faktor sosial ekonomi lainnya turut mempengaruhi tingkat produksi usaha tani. Untuk itu perlu dianalisis variabel-variabel yang mempengaruhi produksi usaha tani pola CLS dibandingkan dengan usaha tani non CLS.

Sampai saat ini keuntungan finansial usaha tani pola CLS merupakan satu-satunya kriteria kelayakan usaha tani, dimana keuntungan finansial belum memasukkan komponen manfaat dan biaya lingkungan seperti peningkatan kesuburan lahan, perbaikan kualitas air dan lainnya. Hasil-hasil penelitian kelayakan finansial usaha tani pola CLS telah dilakukan


(39)

pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kelayakan ekonomi yang mengukur manfaat dan biaya bagi masyarakat secara keseluruhan termasuk memasukkan unsur kualitas lingkungan belum banyak dilakukan. Mengingat strategisnya sektor pertanian dalam pembangunan nasional, kiranya sangat diperlukan penelitian mengenai analisis ekonomi usaha tani pola CLS.

Usaha tani pola CLS di tingkat lapangan sangat beragam dan dihadapkan pada berbagai kendala, serta belum dapat diukur sejauh mana tingkat keberlanjutannya, sedangkan konsepsi pembangunan pertanian berkelanjutan belum dijabarkan secara lebih operasional dan implementatif, sehingga terjadi kesenjangan antara konsepsi ideal dengan aktual di lapangan. Dengan demikian penelitian ini berupaya menjembatani kesenjangan tersebut dengan mengembangkan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan usaha tani pola CLS ke arah yang lebih kuantitatif dan implementatif dengan mengukur indeks dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS dan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi keberlanjutan usaha tani pola CLS. Dengan memperhatikan berbagai permasalahan dan potensi pengembangan usaha tani pola CLS, maka perumusan masalahnya adalah:

(1) Apakah usaha tani pola CLS mampu meningkatkan produksi padi. Variabel apa saja yang mempengaruhi produksi usaha tani padi sawah pola CLS? Dan sejauhmana variabel tersebut mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani padi sawah pola CLS? Apakah produksi usaha tani padi sawah pola CLS lebih tinggi dibandingkan dengan non CLS?

(2) Sejauhmana kelayakan finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS dibandingkan non CLS? serta bagaimana peran kelembagaan petani dalam usaha tani pola CLS?

(3) Seberapa besar nilai keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen pada saat ini dan apa faktor-faktor strategis dalam pengembangan pertanian berkelanjutan pola CLS, serta

(4) Bagaimana rekomendasi kebijakan dan strategi pengembangan pertanian berkelanjutan pola CLS di masa mendatang?.


(40)

Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pertanian, berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berikut:

(1) Pemerintah, sebagai bahan masukan dalam penentuan kebijakan pengembangan pertanian di masa mendatang.

(2) Akademisi dan Peneliti, penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan penelitian di tempat yang lain maupun penelitian-penelitian lanjutannya.

(3) Swasta, LSM dan masyarakat, penelitian ini dapat menunjukkan kepada masyarakat mengenai salah satu upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta manfaat yang akan dinikmatinya.

(4) Penulis, bermanfaat untuk mengasah kemampuan riset dan penyelesaian tugas akhir Program Pascasarjana di IPB.

1.6. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut:

(1) Diduga produksi dan keuntungan usaha tani padi sawah pola CLS lebih tinggi dibandingkan usaha tani padi sawah non CLS.

(2) Diduga tingkat kelayakan baik secara finansial dan ekonomi usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan dengan kelayakan usaha tani non CLS. Diduga pada usaha tani pola CLS tingkat kelayakan secara ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kelayakan secara finansial.

1.7. Novelty Penelitian

Mengembangkan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan usaha tani pola CLS menjadi konsep yang lebih kuantitatif dan implementatif. Metode Rap-CLS yang dibuat dari modifikasi Rapfish telah teruji bisa dikembangkan untuk mengukur indeks dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS.


(41)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Berkelanjutan

FAO mendefinisikan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai suatu praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan mengkonservasi sumbcrdaya alam.

Secara lebih luas pembangunan pertanian berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya pertanian (lahan, air dan sumberdaya genetik) melalui orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan sedemikian rupa sehingga menjamin tercapainya kebutuhan yang diperlukan secara berkesinambungan baik dari waktu ke waktu maupun dari generasi ke generasi. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) juga diartikan sebagai pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan SDA. (Reijntjes, et al. 1999). Pertanian berkelanjutan yang rendah input luar (low external input and sustainable agriculture) sebagian besar input usaha tani yang dimanfaatkan berasal dari lahan, desa, wilayah atau negara sendiri dan diupayakan tindakan tepat untuk menjamin dan menjaga keberlanjutan. (Reijntjes, et al. 1999).

Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat diartikan sebagai upaya pengelolaan sumberdaya dan usaha pertanian melalui penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan secara berkesinambungan bagi generasi kini dan masa depan. Kesinambungan usaha dapat diartikan bahwa usaha tani tersebut dapat memberikan kontribusi ekonomi bagi petani dan keluarganya, sehingga pemilihan jenis komoditas dan usaha harus yang bernilai ekonomis, pasar tersedia dan produksi kontinyu (Departemen Pertanian, 2005).

Aktivitas kegiatan ekonomi yang mencerminkan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat kualitas lingkungan yang ada. Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan adalah: (1) struktur: jenis barang dan jasa yang diproduksi dalam lingkungan, (2) efisiensi: input yang digunakan untuk menghasilkan per unit output dalam perekonomian, (3) substitusi: kemampuan substitusi sumberdaya langka dengan bahan lain, dan (4) teknologi bersih lingkungan: kemampuan mempengaruhi kerusakan lingkungan per unit dari penggunaan input atau output yang dihasilkan.


(42)

Sistem usaha pertanian dikatakan berwawasan lingkungan apabila dalam pengelolaannya menerapkan teknologi maju yang sesuai dengan potensi sumberdaya dan tidak menimbulkan eksternalitas negatif kepada lingkungan biofisik maupun sosial ekonomi pada tingkat mikro dan makro (Kasryno, 1998). Selanjutnya dikatakan pertanian berkelanjutan mengandung arti bahwa dalam jangka panjang secara simultan harus mampu: (1) mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan, (2) mampu menyiapkan insentif sosial dan ekonomi bagi semua pelaku dalam sistem produksi, (3) mampu memproduksi pangan secara cukup dan setiap penduduk memiliki akses terhadap pasokan pangan. Strategi untuk mewujudkan pertanian bekelanjutan tergantung dari tipe permasalahan. Konsep pertanian berkelanjutan dikembangkan sebagai payung yang mewadahi pemikiran dan ideologi tentang pendekatan pembangunan pertanian meliputi: usaha tani organik, pertanian biologis, pertanian ekologis, LEISA, pertanian biodinamis, maupun pertanian regeneratif.

Sistem pertanian (farming system) adalah pengaturan usaha tani yang stabil, unik dan layak yang dikelola menurut praktek yang dijabarkan sesuai lingkungan fisik, biologis dan sosioekonomi menurut tujuan, preferensi dan sumber daya rumahtangga (Shanner, et al 1982 dalam Reijntjes, 1999). Usaha tani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak. Usaha tani yang baik adalah bersifat produktif dan efisien yaitu memiliki produktivitas atau produksi per satuan lahan yang tinggi (Mubyarto, 1994). Menurut Sutanto, (2002) dikenal tiga farming system yaitu (1) pertanian tunggal (monocropping), (2) sistem tumpangsari dan tumpang gilir, serta (3) sistem usaha tani terpadu. Kelemahan monocropping tanpa penambahan bahan organik menyebabkan degradasi lahan, sementara kelemahan sistem tumpangsari dan tumpang gilir adalah apabila dieksplotasi berlebihan berakibat sama dengan pola monocropping yaitu kemunduran aktivitas biologi dan kehilangan hara serta kesuburan lahan.

Menurut Arifin (2001) bahwa dalam sistem usaha tani, faktor-faktor yang mempengaruhi degradasi lahan antara lain: intensifikasi penggunaan lahan, tekanan penduduk, pendapatan perkapita, dan tingkat keterjaminan hak-hak atas tanah. Lebih lanjut dikatakan dikatakan faktor ekonomi (tingkat keuntungan usaha tani) mempengaruhi keputusan petani menerapkan teknologi pengelolaan lahan. Mubyarto (1994) mengemukakan pada umumnya tidak ada petani yang menggantungkan hidupnya dari satu macam pertanian. Petani dalam mengurangi resiko pertaniannya dengan menanam


(43)

berbagai macam tanaman di sawah, pekarangan, disamping memelihara ternak, bekerja sebagai buruh, tukang dan sebagainya.

Kelemahan-kelemahan monocropping diatasi dengan sistem usaha tani terpadu, dimana sistem ini memerlukan pendekatan holistik dengan menitikberatkan keanekaragaman produksi dan produk pasca panen akan banyak menghasilkan residu yang mudah didekomposisi (Sutanto, 2002b). Pola usaha tani monocropping pada tanaman padi dan ternak sapi potong dapat diatasi secara simultan melalui penerapan pola integrasi dengan pendekatan zero waste (Diwyanto et al 2001). Pola integrasi ini sebenarnya sudah lama dikenal petani dan telah dikembangkan beberapa Negara Asia seperti Thailand, Filipina, Vietnam, RRC dan lainnya. Di Indonesia mulai tahun 1970 telah dikenal sistem usaha tani terpadu dan muncul istilah pola tanam (cropping pattern), kemudian muncul pola usaha tani (cropping system), sistem usaha tani (farming system)

dan akhirnya sistem tanaman ternak (crop-livestock system CLS). Selain pola CLS masih ada beberapa pola sejenis antara lain padi-ikan-itik, mina-padi dan lain sebagainya.

Sistem usaha tani terpadu dikembangkan dengan prinsip pertanian organik untuk melestarikan hasil tanaman dan produktivitas keseluruhan sistem. Sedangkan yang dimaksud dengan pertanian organik (organic farming) adalah suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui praktek seperti pendaur-ulangan unsur hara bahan organik (seperti kompos dan sampah tanaman), rotasi tanaman, pengolahan yang tepat dan menghindari pupuk sintetis dan pestisida (IASA, 1990 dalam Reijntjes, 1999). Pertanian organik ini merupakan upaya-upaya dalam kerangka pemanfaatan teknologi bersih lingkungan. Beberapa pola usaha tani terpadu antara lain pengembangan pertanian terpadu yang melibatkan tanaman dengan ternak, pertanian dengan perikanan, dan lainnya yang memerlukan perencanaan dengan baik.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pendekatan Fungsi Produksi

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi usaha tani didekati dengan fungsi produksi. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan/dependent variable (Y) biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan/independent variable (X) biasanya berupa input. Dengan demikian dapat diketahui hubungan antara variabel Y dan X serta sekaligus mengetahui hubungan antar


(44)

variabel yang menjelaskan. Secara matematis hubungan variabel Y dan X dapat ditulis peserti pada persamaan (1).

Y= f (X1, X2, ………… , Xn) …………..……… ..…… (1)

Dalam proses produksi pertanian, variabel Y dapat berupa produksi pertanian dan variabel X dapat berupa lahan pertanian, tenaga kerja, modal dan manajemen. Namun demikian dalam praktek, keempat faktor produksi tersebut belum cukup untuk dapat menjelaskan Y. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat ketrampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi.

Berbagai macam bentuk fungsi produksi yaitu fungsi produksi linier, kuadratik, polinom, dan lainnya, namun ada fungsi produksi yang sering digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi, 1994). Penyelesaian hubungan antara variabel X dan Y biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti pada persamaan (2).

Y = a X1bl X2b2.... Xibi….. Xnbn eu ……… ... (2)

Keterangan Y : Variabel yang dijelaskan X : Variabel yang menjelaskan a,b : Besaran yang akan diduga µ : Kesalahan (disturbance term) e : logaritma natural =2,718.

Pendugaan terhadap koefisien a dan b dapat dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS), tetapi sebelum dilakukan pendugaan, fungsi produksi Cobb-Douglas diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan (2) menjadi persamaan (3).

log Y = log a + bl log X1 + b2 log X2 +…... + bn log Xn + u ……… .... (3)

Ada tiga alasan mengapa fungsi produksi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai untuk menganalisis oleh para peneliti (Soekartawi, 1994), yaitu:


(45)

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas lebih mudah dianalisis dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. Fungsi produksi Cobb-Douglas mudah ditransfer ke bentuk linear.

2. Hasil pendugaan garis dari fungsi Cobb-Douglas menghasilkan koefisien regresi yang menunjukkan besaran elastisitas. Jadi besaran b pada persamaan (3) adalah angka elastisitas.

3. Besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat besaran Return to Scale. Dengan demikian terdapat tiga kemungkinan, yaitu:

a. Decreasing Return to Scale, bila bl +b2+ ... + bn < 1, berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

b. Constant Return to Scale, bila bl +b2+ ... + bn = 1, berarti bahwa penambahan

faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.

c. Increasing Return to Scale, bila bl +b2+ ... + bn > 1, berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Kelemahan model fungsi produksi Cobb-Douglas adalah tidak pernah dicapai tingkat produksi maksimum, sulit menghindari multicolinearity dan karena fungsi produksi Cobb-Douglas menggunakan bentuk logaritma, maka data tidak boleh bernilai nol atau negatif. Cara memperbaiki pendugaan yang menggunakan data nol atau negatif adalah (1) besaran dari variabel yang bernilai nol atau negatif tersebut diubah nilainya menjadi variabel Dummy, misalnya pengamatan yang bernilai nol atau negatif diberi penimbang nol dan yang bernilai bukan nol atau bukan negatif diberi penimbang satu, (2) menambahkan suatu bilangan yang sama untuk setiap nilai X, sehingga pengamatan yang bernilai nol atau negatif tidak akan menjadi nol atau negatif, dan (3) mengganti pengamatan yang bernilai nol dengan bilangan yang kecil sekali. Cara ini menurut Johnson dan Rausser (1971) adalah cara yang lebih baik bila dibandingkan dengan kedua cara diatas (Soekartawi, 1994).

Pendugaan model dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dimodifikasi ke dalam bentuk logaritma. Kelemahan dari model ini adalah pendugaan fungsi produksi dapat dilakukan dengan baik bila logika dan mekanisme proses produksi diketahui sebelumnya. Variabel manajemen dapat mempengaruhi pendugaan elastisitas produksi terhadap faktor produksi akan bias ke atas, sedangkan penduga terhadap skala


(46)

usaha akan bias ke bawah, sehingga variabel manajemen sering dimsukkan sebagai variabel boneka (dummy variabel).

Uji t dilakukan untuk melihat signifikasi dari perbedaan dua pengamatan yang dibandingkan. Model uji t yang digunakan seperti persamaan (4).

_ _ • XiA - XiB •

T hitung = --- ……….………. (4)

• S2 ( 1/NA + 1/NB )

_

XiA rata-rata dari nilai pengamatan yang diperoleh dari petani yang menerapkan usaha

tani pola CLS. _

XiB rata-rata dari nilai pengamatan yang diperoleh dari petani yang tidak menerapkan

usaha tani pola CLS.

NA jumlah petani sampel yang menerapkan usaha tani pola CLS

NB jumlah petani sampel yang tidak menerapkan usaha tani pola CLS

S2 varian gabungan yang dihitung dengan rumus persamaan (5): (NA – 1) S2A + (NB – 1) S2B

S2 = --- ……….. (5) ( NA + NB -2 )

S2A varian dari sampel petani yang menerapkan usaha tani pola CLS

S2B varian dari sampel petani yang menerapkan usaha tani pola CLS

_ _ H0 = XiA = XiB

_ _ H1 = XiA > XiB

á = 0,05

ttabel = t á % ; (NA + NB - 2)

Jika thitung < ttabel, H0 diterima artinya tidak beda nyata antara dua pengamatan yang

dibandingkan. Jika thitung > ttabel, H0 ditolak artinya ada beda nyata antara dua pengamatan

yang dibandingkan.

2.2.2. Pendekatan Ekonomi Lingkungan

Pemberian nilai (valuation) terhadap manfaat dan biaya lingkungan menunjukkan bahwa lingkungan dalam memberikan pelayanan tidak cuma-cuma, namun mempunyai nilai dan harga yang sering tidak tersirat oleh mekanisme pasar.

Lingkungan mempunyai nilai sebagai bahan baku untuk kegiatan ekonomi, kegiatan rekreasi, sumber kenikmatan, keselarasan yang menentukan kualitas hidup, sebagai


(47)

pelimbahan dan asimilator atau pendaur ulang limbah dan aktivitas ekonomi, sumber pengetahuan untuk pendidikan dan penelitian ilmiah, keanekaragaman hayati dan asset yang dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Valuasi ekonomi merupakan komponen penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya, dimana valuasi ekonomi mengaitkan dimensi-dimensi ekonomi dengan ekologi secara integratif (Hufschmidt, et al, 1983).

Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam valuasi ekonomi dimulai dari identifikasi biaya dan manfaat pengelolaan pertanian pola CLS, melakukan penilaian biaya dan manfaat dari masing-masing komponen baik yang dapat dinilai dengan harga pasar maupun non pasar, menghitung nilai kelayakan sesuai kriteria investasi serta melakukan analisis biaya manfaat dan kesimpulan.

Beberapa kajian komparasi antara beberapa metode valuasi ekonomi disimpulkan bahwa (1) tidak ada satu teknikpun yang superior dibandingkan teknik yang lain, (2) masing-masing teknik adalah cocok bagi beberapa kasus tertentu tetapi tidak cocok untuk kasus yang lain, dan (3) penentuan teknik yang akan digunakan bergantung pada masalah yang akan dinilai serta sumberdaya pendukung studi (Ramdan et al 2003). Pemilihan teknik benefit cost analysis (BCA) valuasi kualitas lingkungan berdasarkan Askary (2001) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pemilihan Teknik Valuasi Ekonomi Kualitas Lingkungan (sumber : Askary, 2001)


(48)

Metode analisis biaya dan manfaat merupakan metode yang cukup penting dalam analisis dampak lingkungan. Dengan metode ini dapat dibandingkan antara besarnya pendapatan dengan komponen biaya. Metode ini digunakan untuk menilai proyek pembangunan berskala mikro dengan menggunakan teknik penilaian Benefit Cost Ratio

(B/C R). Penilaian suatu proyek yang dilakukan dengan mengadakan analisis finansial atau analisis ekonomi biasa disebut dengan kelayakan finansial atau ekonomi. Penilaian finansial meliputi perhitungan semua pengeluaran untuk investasi sampai jangka waktu tertentu dibandingkan dengan semua pendapatan yang timbul sebagai akibat adanya proyek tersebut. Baik pengeluaran dan penerimaan diperhitungkan pada standar harga pasar yang berlaku.

Usaha tani tanaman pangan dan usaha ternak sapi potong mengandung unsur resiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui prospek pengembangan usaha di masa yang akan datang. Kepekaan atau

Habitat Kualitas udara & air Rekreasi Estetika,

Ya Biodiversitas,

Budaya, Sejarah, Biaya Efektifitas Biaya Sakit Kematian Biaya Hak milik/

Kesempatan Pencegahan perjalanan aset

Hilangnya Biaya

Biaya Pengeluaran pendapatan pencegahan Valuasi Valuasi

Ya Pengganti Preventif kontingen kontingen

Biaya Modal

Gunakan Nilai tanah Biaya relokasi/ pengobatan manusia

Pendekatan pengganti

Pasar Proksi,

Aplikasikan Valuasi harga kontingen bayangan

terhadap perubahan

produksi

Efek kesehatan

Produktivitas

Perubahan kualitas lingkungan

pasar non-distorsi ?

Tidak

Gunakan Perubahan

Perubahan Produksi Terhitung

Tidak

Tersediakah harga


(49)

sensitivitas adalah sifat responsif terhadap variabel atau parameter yang mengalami perubahan baik kualitas atau kuantitas. Manfaat dan biaya pada umumnya bersifat peka atau responsif terhadap berbagai macam variabel sehingga penerimaan dan pengeluaran itu sendiri juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut pada umumnya dikatagorikan dari sikap penganalisis menjadi tiga sikap yaitu sikap optimis, moderat, dan pesimis. Untuk mengatasi perubahan maka digunakan alat analisis sensitivitas atau analisis kepekaan. Analisis sensitivitas merupakan analisis untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada sesuatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit.

Kadariah (1988) mengatakan bahwa analisis sensitivitas perlu sekali diperhitungkan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas antara lain: (1) terdapatnya kenaikan dalam biaya konstruksi, (2) perubahan harga produksi dan (3) mundurnya waktu implementasi.

Perubahan harga berupa penurunan harga jual produksi (gabah dan daging sapi) serta kenaikan biaya produksi (terutama pupuk dan pakan ternak) diperkirakan berpengaruh terhadap NPV, net B/C ratio dan IRR karena komponen tersebut merupakan bagian yang terbesar dari arus manfaat dan biaya dalam usaha tani pola CLS.

2.2.3. Pendekatan Analisis Kelembagaan Petani

Dalam analisis aspek sosial budaya difokuskan dengan pendekatan kelembagaan petani yang menempatkan sumberdaya manusia (SDM) sebagai motor penggerak pembangunan. Pendekatan ini secara konsepsional sesuai dengan kondisi di negara sedang berkembang yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi (Tonny, 1988). Aspek manajemen dan kelembagaan petani perlu mendapat perhatian. Perbaikan kinerja kelembagaan perlu dilakukan secara terus-menerus dan menyeluruh sehingga kelembagaan petani mampu melayani anggotanya secara optimal. Pendekatan kelompok merupakan wadah penting sebagai penunjang keberhasilan, dengan berkelompok dapat dilakukan tindakan kolektif sehingga tercapainya efisiensi. Menurut Norman Uphoff 1986 dalam Syahyuti (2003) keberhasilan pengembangan kelembagaan akan bergantung pada kapasitas pelaksanaannya dan kelembagaan yang sudah terbentuk (existing condition). Pendekatan pengembangan kelembagaan dapat dilakukan secara individual dengan introduksi pengetahuan, kesadaran dan perilaku, maupun melalui pengorganisasian dengan fokus pada aspek peran-peran, struktur dan prosedur. Dalam usaha tani pola


(50)

CLS terdapat beberapa jenis kegiatan yang akan lebih efisien apabila dilaksanakan secara berkelompok seperti kegiatan pengandangan ternak, pengelolaan kompos dan lainnya.

2.2.4. Pendekatan Analisis Status Keberlanjutan dan Analisis Prospektif

Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multi disiplin karena banyak dimensi pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain dimensi ekologi, ekonomi, sosial-budaya, hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli memberikan persyaratan pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda.

Di bidang pertanian menurut Suryana et al. (1998), konsep berkelanjutan mengandung pengertian, bahwa pengembangan produk pertanian harus tetap memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjaga keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang lintas generasi (inter-generational sustainability).

Pembangunan pertanian juga harus mengindahkan aspek kelestarian lingkungan sehingga pemilihan teknologi dan pengelolaannya tidak hanya didasarkan pada keuntungan sesaat (jangka pendek). Teknologi ramah lingkungan yang sudah banyak dikembangkan dan telah digunakan, antara lain Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Pembangunan pertanian berkelanjutan memerlukan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang pada dasarnya menekankan pada penggunaan low external input.

Pola CLS merupakan salah satu kegiatan pertanian organik dengan sistem usaha tani terpadu dimana dilakukan masukan teknologi rendah dan memanfaatkan sumber daya lokal didaur ulang secara efektif (Sutanto, 2002a). Pertanian pola CLS diharapkan dapat menjamin suatu pola usaha tani stabil dan lestari karena mengembangkan keterkaitan antara limbah padi diolah menjadi pakan ternak dan kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik (kompos) sebagai siklus utama meningkatkan produktivitas padi dan ternak. Upaya peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi usaha tani melalui pola CLS dilakukan melalui penerapan teknologi inovatif, optimalisasi sumber daya lahan dan tenaga kerja, serta mebangun kelembagaan usaha bersama (Wein Simei, 1998 dalam Prasetyo, et al 2001).

Integrasi pola CLS mencakup tiga jenis kegiatan usaha tani yang saling berkaitan yaitu (1) budidaya ternak, (2) budidaya padi serta (3) pengelolaan jerami dan kompos. Inovasi yang dikembangkan dalam budidaya ternak mencakup pengandangan ternak


(51)

secara berkelompok, aplikasi budidaya ternak termasuk strategi pemberian pakan, pengelolaan dan pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos tanaman padi. Pengembangan budidaya padi sawah irigasi melalui teknologi pengelolaan, penyimpanan dan peningkatan kualitas jerami sebagai pakan ternak.

Pengomposan adalah proses mengubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui kegiatan biologi pada kondisi yang terkontrol (Sutanto, 2001a). Tujuan pengomposan adalah mengurai bahan organik yang dikandung bahan limbah, menekan timbulnya bau busuk, membunuh benih gulma dan organisme yang bersifat pathogen dan sebagai produknya berupa pupuk organik yang sesuai untuk diaplikasikan di lahan pertanian.

Manfaat penggunaan pupuk kompos/pupuk organik memperbaiki kesuburan tanah, sedangkan kelemahan pupuk organik adalah diperlukan jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pertanaman, bersifat ruah dalam pengangkutan maupun aplikasi di lapangan, dan dapat menimbulkan kekahatan unsur hara bila bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Sutanto, 2001a).

Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam suatu kegiatan pembangunan menjadi lebih komprehensif untuk menilai status/tingkat keberlanjutan. Dengan demikian usaha tani pola CLS dapat dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria dari masing-masing dimensi dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya.

Suatu usaha tani pola CLS disebut memenuhi syarat berkelanjutan dilihat dari dimensi ekologi jika pola CLS dapat meminimalisir penggunaan input kimia dari luar, memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan mengolah limbah ternak menjadi kompos dan mengolah limbah jerami menjadi pakan ternak. Dengan demikian, atribut yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberlanjutan dimensi ini adalah tingkat pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik dan limbah pertanian untuk pakan ternak, instalasi pengelolaan limbah di rumah potong hewan (RPH) dan lain-lain.

Usaha tani pola CLS dikatakan memenuhi dimensi ekonomi dalam konsep pembangunan berkelanjutan bila mampu menghasilkan produksi secara berkesinambungan, meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya berbagai kegiatan usaha pendukung. Dengan demikian, atribut ekonomi yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini adalah kelayakan usaha dari aspek


(52)

finansial dan ekonomi, tingkat penerimaan petani, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD), dan lain-lain.

Usaha tani pola CLS dikatakan memenuhi dimensi sosial-budaya, bila pola tersebut dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan), terjadi pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, serta terdapat akuntabilitas serta partisipasi masyarakat. Dengan demikian atribut sosial-budaya yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini antara lain adalah pemahaman masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan, bekerja dalam kelompok, frekuensi penyuluhan dan pelatihan dan lain-lain. Karena kondisi yang demikian akan mampu mendorong ke arah keadilan sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya yang berbasis pada masyarakat lokal harus dapat dipertahankan.

Dari uraian sebelumnya, semakin jelas bahwa tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS bersifat multidimensi (multiobjective) yaitu mewujudkan kelestarian (sustainability) baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Implikasinya memang menjadi kompleks jika dibandingkan dengan usaha tani pola monokultur yang hanya mengejar produksi pertanian. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pertanian terpadu pola CLS ini antara lain: meningkatkan produktivitas gabah dan daging, meningkatkan populasi ternak sapi, meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan daerah, meningkatkan produktivitas dan kelestarian lahan, meningkatkan lapangan kerja baru dengan mengolah kompos, meningkatkan keharmonisan kehidupan sosial dan menyehatkan lingkungan.

2.2.5. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya

Beberapa hasil penelitian usaha tani pola CLS yang telah dilakukan masih terbatas melakukan analisis kelayakan secara finansial. Pertama kali penelitian pola CLS dilakukan di Batumarta, Sumatera Selatan tahun 1985 dimana penerapan model tanaman-ternak selama tiga tahun meningkatkan pendapatan petani sebesar US$1.500 /KK/tahun, dimana tiap KK memiliki lahan 2 hektar tanaman pangan dan satu ekor sapi (Puslitbang Pangan dan Puslitbang Peternakan, dalam Diwyanto et al 2001). Kontribusi hasil ternak terhadap total pendapatan masih rendah yaitu 10% sedangkan dari tanaman pangan 71,7% dan sisanya berasal dari pendapatan lainnya, dibandingkan dengan pola


(1)

Tabel 1 Luas Panen dan Produktivitas Padi sawah 1970-2000

Nomor Peningkatan Tahun Dicapai Lama Pencapaian 1.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Luas Panen (juta ha) 6 – 7

7 – 8 8 – 9 9 – 10 10 – 11

Produktivitas (ton/ha) 2,5 – 3,0 3,0 – 3,5 3,5 – 4,0 4,0 – 4,5 4,5 – 5,0

1970 – 1973 1973 – 1983 1983 – 1989 1989 – 1995

1995 - ? 1970 – 1976 1976 – 1980 1980 – 1982 1982 – 1989

1989 - ?

3 tahun 10 tahun

6 tahun 6 tahun belum tercapai

6 tahun 4 tahun 2 tahun 7 tahun belum tercapai Sumber: Pusat Data Pertanian, 2002 diolah)


(2)

Lampiran 3. Diagram Lingkar Pengembangan Usahatani Pola CLS.

- +

- +

+ + -

+

+ - + -

- + +

+

+ +

+ + +

+ +

+

Usaha Ternak Sapi Potong Usahatani Padi

Produksi Gabah

Limbah Padi

Limbah Ternak

Pakan Ternak Kompos

Produksi Daging

Pendapatan petani

Kerusakan lingkungan

Upah Kerja Input dari


(3)

Lampiran 3. Model Usahatani Pola CLS di Kabupaten Sragen.

+

- + +

+

Ternak Sapi Padi Sawah

Limbah ternak Kerusakan Lingkungan

Pupuk Kandang

Limbah Sawah

Benih, Pupuk Kimia, Pestisida

Pakan Ternak

Produksi Gabah Produksi Ternak

Pasar

Tenaga Kerja Ternak

Rumah Tangga Manajemen Tenaga Kerja

Pakan Konsentrat, Obat-obatan


(4)

Perbandingan Pola Usahatani dengan Kesuburan Lahan, Produksi dan Pendapatan Petani

Kriteria Pola

Usahatani Lahan Produksi Usahatani Pendapatan/Kesejahteraan

CLS Subur Tinggi Tinggi


(5)

Gambar 1. Model Usahatani Pola padi Sawah-Ternak Sapi Potong Terpadu di Kabupaten Sragen

P A S A R

RUMAH TANGGA Bibit

Pupuk anorganik Pestisida

TANAMAN PADI SAWAH

Limbah tanaman

Budidaya Sapi potong

Tenaga kerja ternak Manajemen

Tenaga kerja

Tenaga kerja

non-farm Pakan Ternak, Obat hewan

Limbah ternak


(6)

Usaha Tani Pola CLS

Sisi Ekonomi Sisi Lingkungan

Total Manfaat (a) Penerimaan Kotor

Total Biaya (b) 1. Biaya Investasi 2. Biaya Operasional 3. Biaya Sosial

Biaya Investasi ©

- pembuatan kandang/gudang - pembelian bakalan

- harga lahan, dll

Biaya Operasional (d) - pembelian bibit/benih - pupuk/pakan

- pestisida/obat - penyusutan - upah tenaga kerja

Biaya Sosial (e)

Persepsi penduduk

Finansial benefit (a-(c+d)

green/net benefit/ekonomis (a-(c+d+e))

Metode CVM Metode Produktv

Kompensasi dlm bentuk - tanggung jawab sosial - penanganan limbah

Ditinjau dari 3 aspek - aspek ekonomi - aspek sosial - aspek lingkungan

Evaluasi Kelayakan usaha 3 metode analisis - B/C Ratio

- NPV (Net Present Value) - IRR