PERENCANAAN BAJA STERUKTURAL

BAGIAN 7 PERENCANAAN BAJA STERUKTURAL

COMMENTARY on BRIDGE DESIGN CODE SECTION 7 – STUCTURAL STEEL DESIGN

26 NOVEMBER 1992

SECTION K7 STRUCTURAL STEEL DESIGN K7.1 INTRODUCTION K7.1.1 SCOPE

The code sets out the minimum requirements for the design and modification of safe, serviceable and durable steel structures. There may be additional requirements not specifically covered that may also have to be considered by designers.

K7.1.2 APPLICATION

Steel elements less than 3 mm in thickness are excluded for reasons of practically and concern about corrosion.

The limit of 450 MPa for the yield stress used in design stems from a lack of research data on steel grades above this value, and the applicability of all of the member design provisions for a higher design yield stress cannot be confirmed. Additional provisions to those in the standards may be required for steels of higher yield stress.

The Article does not preclude the use of steels having a specified yield stress greater than 450 MPa provided that the yield stress used in design (f) is limited to 450 MPa. Note, however, that the use of a steel having a specified yield stress greater than 360 MPa is specifically excluded from plastic hinge zones by clause A. 4.3.6 of Appendix

A.

Hollow section members are most commonly coldformed, but have traditionally been designed using the methods set out in this Section since they were for many years hot-formed. Tests carried out on members manufactured confirm the applicability of the provisions of the code for such members. However, cold-formed hollow section members with a wall thickness less than 3 mm should not be designed in accordance with the code.

The code is not intended to be used for thin walled shell or plate structures since such structures are subject to failure modes not addressed in the code.

BAGIAN K7 PERENCANAAN BAJA STRUKTURAL K7.1 PENDAHULUAN K7.1.1 RUANG LINGKUP

Peraturan meliputi persyaratan minimum untuk perencanaan dan modifikasi dari struktur baja yang aman, layan dan awet. Mungkin terdapat persyaratan tambahan yang tidak dibahas secara khusus yang juga boleh dipertimbangkan oleh Perencana.

K7.1.2 PENGGUNAAN

Elemen baja yang kurang dari ketebalan 3 mm tidak termasuk mengingat alasan praktis dan keraguan terhadap korosi.

Batas 450 MPa untuk tegangan leleh digunakan pada pelat badan rencana mengingat kekurangan data penelitian mengenai mutu baja diatas nilai tersebut, dan kesesuaian semua syarat rencana unsur untuk tegangan leleh rencana lebih tinggi tidak dapat dijamin. Syarat tambahan disamping yang terdapat dalam standar mungkin diperlukan untuk baja dengan tegangan leleh lebih tinggi.

Artikel ini tidak melarang penggunaan baja yang mempunyai spesifikasi tegangan leleh melebihi 450 MPa dengan syarat bahwa tegangan leleh yang digunakan dalam perencanaan (f) dibatasi sampai 450 MPa. Perhatikan, bagaimanapun, bahwa penggunaan baja yang mempunyai spesifikasi tegangan leleh melebihi 360 MPa khususnya harus dihindari pada daerah sendi plastis mengingat pasal A.4.3.6 dari Lampiran A.

Unsur penampang berongga paling umum dibentukdingin, tetapi telah lajim direncana dengan menggunakan cara yang terdapat dalam Bagian ini karena mereka dibentuk-panas selama bertahuntahun. Pengujian yang dilakukan pada unsur yang dipabrikasi membenarkan kesesuaian syarat peraturan untuk unsur demikian. Bagaimanapun, penampang berongga yang dibentuk-dingin dengan tebal dinding kurang dari 3 mm tidak boleh direncana sesuai peraturan ini.

Peraturan ini tidak dimaksud untuk digunakan pada dinding selaput tipis atau struktur pelat karena struktur demikian mengalami perubahan bentuk runtuh yang tidak dibahas dalam peraturan ini.

K7.1.3 ORGANISATION OF SECTION K7.1.3 PENGATURAN BAGIAN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.1.4 HOW TO USE THIS SECTION K7.1.4 CARA PENGGUNAAN BAGIAN INI

This Article is included as additional explanation and Artikel ini dimasukan sebagai uraian tambahan dan tidak requires no commentary.

perlu penjelasan.

K7.1.5 INFORMATION TO BE SHOWN ON

TERCANTUM THE DRAWINGS

K7.1.5 KETERANGAN

DALAM GAMBAR

This information is in addition to the general Keterangan ini sebagai tambahan pada persyaratan requirements set out in Section 1.

umum yang dibahas dalam Bagian 1.

K7.1.6 GLOSSARY

K7.1.6 IKHTISAR

K7.1.6.1 General

K7.1.6.1 Umum

Technical definitions are provided in this Article. Some Definisi teknik diadakan dalam Artikel ini. Beberapa technical definitions which are applicable to only one

definisi yang hanya sesuai untuk satu Bab juga diberikan Sub-section are also given in the Subsection in which

pada Bab dimana mereka relevan. they are relevant.

K7.1.6.2 Definitions

K7.1.6.2 Definisi

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.1.7 SYMBOLS

K7.1.7 NOTASI

The notation adopted in this Section foHOws "whenever Notasi yang' diambil dalam Bagian ini mengikuti anjuran and as far as practicable" recommendations of the

'sedapat mungkin dibuat praktis' dari Orgaisasi International Organisation for Standardisation (ISO).

Internasional untuk standarisasi (ISO).

The notation is based on ISO Standard 3898 (1987), Notasi adalah berdasarkan standar ISO 3898 (1987), which sets out rules for constructing a coherent and

yang meliputi peraturan untuk membangun kesatuan dan consistent set of symbols applicable to the design of

keseragaman susunan simbol yang sesuai untuk structures. That Standard specifies only the general

perencanaan struktur. Standar tersebut hanya terms, so the particular terms relevant to steel structures

menspesifikasi istilah umum, sehingga istilah khusus have been derived and included in this Article.

yang relevan dengan struktur baja telah disusun dan dimasukan dalam Artikel ini.

K7.2 DESIGN REQUIREMENTS K7.2 PERSYARATAN PERENCANAAN

K7.2.1 GENERAL

K7.2.1 UMUM

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.2 DESIGN FOR STRENGTH K7.2.2 RENCANA KEKUATAN K7.2.2.1 General

K7.2.2.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.2.2 Strength Reduction Factors

K7.2.2.2

Faktor Reduksi Kekuatan

The Strength Reduction Factor takes the following into Faktor Reduksi Kekuatan memperhitungkan yang account:

berikut:

i. The probability of under-strength members or

Kemungkinan bahwa unsur atau hubungan connections due to variations in material strength,

i.

mempunyai kekuatan kurang akibat variasi dalam material properties, sizes of members and

kekuatan bahan, besaran bahan, ukuran unsur connection elements, and homogeneity.

dan homogenitas.

ii. The differences between the strengths in tests of

Perbedaan kekuatan pada pengujian unsur isolated members, connections, or test pieces

ii.

terisolasi, hubungan, atau benda uji dibanding and the strength of the members in the structure.

kekuatan unsur dalam struktur. iii.

The inaccuracies in the design equations related

Rumus perencanaan yang kurang tepat berkaitan to member or connection design, and

iii.

dengan perencanaan unsur atau hubungan, dan inadequacies in our understanding of behaviour.

terdapatnya kurang pengertian akan perilaku.

Tingkat daktilitas dan keandalan yang diperlukan iv.

iv.

The degree of ductility and reliability required of untuk unsur atau elemen sambungan pada the member or connection element under thew

pengaruh aksi berat yang dipertimbangkan. action effects being considered.

Eksentrisitas tidak terduga dalam kolom, balok v.

v.

The accidental eccentricities in columns, beams dan hubungan -sambungan. and connections.

Faktor Reduksi Kekuatan adalah selalu kurang dari 1.0. The Strength Reduction Factor is always less than 1.0.

K7.2.3 RENCANA KELAYANAN K7.2.3 DESIGN FOR SERVICEABILITY

K7.2.3.1 Umum

K7.2.3.1 General

Tidak perlu penjelasan.

No commentary.

Batas Lendutan Gelagar K7.2.3.2

K7.2.3.2

Deflection Limits for Beams

Batasan lendutan mewakili pengalaman baik yang The deflection limits represent past good practice.

terdahulu.

K7.2.3.3 Shear Connection K7.2.3.3 Hubungan Geser

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.3.4 Steel Reinforcement in

Tulangan Baja dalam Lantai Composite Slabs

K7.2.3.4

Komposit

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.3.5 Bolt Serviceability Limit State

K7.2.3.5

Keadaan Batas Kelayanan Baut

This requirement may be relaxed where the force on a Persyaratan ini dapat diabaikan bila gaya pada friction connection is primarily due to permanent loads

sambungan gesek terutama disebabkan oleh beban and the Design Engineer considers that the

tetap dan Ahli Teknik Perencana mempertimbangkan consequences of a "once only" slip will have no

bahwa akibat dari 'hanya satu' slip tidak akan significant effect on the serviceability of the bridge. Care

mempunyai pengaruh berarti pada kelayanan jembatan. is required that such a slip does not adversely affect the

Perlu dijaga agar slip demikian tidak merugikan profil design profile of the bridge.

rencana jembatan.

K7.2.4 DESIGN FOR STRENGTH AND K7.2.4 RENCANA KEKUATAN DAN SERVICEABILITY BY LOAD KELAYANAN DENGAN TESTING OF A PROTOTYPE PENGUJIAN BEBAN PADA PROTOTIPE

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.5 BRITTLE FRACTURE K7.2.5 KERETAKAN GETAS

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.6 FATIGUE

K7.2.6 FATIK-LELAH

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.7 EARTHQUAKE

K7.2.7 GEMPA

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.8 CORROSION RESISTANCE AND K7.2.8 KETA HANAN DAN PROTECTION

PERLINDUNGAN KOROSI

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.2.9 CAMBER K7.2.9 LAWAN LENDUTAN

Camber is usually required to enhance the appearance

diperlukan untuk of a bridge: bridges with an obvious sag under

Lawan lendut umumnya

mempertahankan pandangan jembatan: jembatan permanent loads are likely to give an impression of

dengan lendutan besar pada beban tetap umumnya inadequacy. Precamber is also required where a

memberikan kesan kurang baik. Lawan lendut juga member must conform to a certain profile in the finished

diperlukan bila unsur harus mengikuti profil tertentu structure.

dalam struktur akhir.

K7.2.10 OTHER DESIGN REQUIREMENTS K7.2.10 PERSYARATAN RENCANA LAIN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.3 STRUCTURAL ANALYSIS K7.3.1 PERMITTED METHODS OF ANALYSIS

The method of elastic analysis can be used quite generally and there are a number of commercial computer programs available which allow the analysis of large structures. Most of these programs ignore all warping effects in modelling torsional actions.

The method of rigorous analysis leads to the simplest method of checking the adequacy of a structure, but requires the ability to analyse accurately the effects of yielding and instability on frames where the component members have residual stresses and initial crookedness. Computer programs for this type of analysis are not widely available and are limited in their application.

K7.3.2 MOMENT REDISTRIBUTION K7.3.2.1 Application

Since the Working Stress Method does not include any provision for assessing the ductility of a member, it is inappropriate to allow moment redistribution for members designed this way.

K7.3.2.2 Continuous Beams

The limits on redistribution are related to the comparative ductility of compact, non-compact and slender sections. Although these limits are mostly empirically based, they represent values that have been found satisfactory in the past.

K7.3.3 COMPOSITE BEAMS K7.3.3.1 Longitudinal Shear

The values of longitudinal shear for composite beams are calculated on the assumption of fully composite connection between the concrete slab and the steel beam. In a fully composite connection, the strength of the shear connectors is sufficient to develop the ultimate strength of the composite section without allowing an unacceptable amount of slip at the interface.

Where the strength of the shear connectors is less than that required for a fully composite connection, the ultimate strength of this partially composite member depends upon the load/slip characteristics of the connectors. Partially

K7.3 ANALISIS STRUKTURAL K7.3.1 CARA ANALISIS YANG DIPERBOLEHKAN

Cara analisis elastis dapat digunakan pada umumnya dan terdapat sejumlah program komputer komersial yang mengijinkan analisis struktur yang luas. Kebanyakan program tersebut mengabaikan pengaruh pelenturan dalam menyusun aksi puntiran.

Cara analisis mendalam menuju pada cara termudah untuk memeriksa kecukupan struktur, tetapi memerlukan kemampuan untuk menganalisa dengan tepat pengaruh dari leleh dan kurang stabilitas pada kerangka dimana unsur komponen mempunyai tegangan sisa dan perubahan bentuk sejak awal. Program komputer untuk jenis analisis tersebut tidak banyak tersedia dan terbatas dalam penggunaann ya.

K7.3.2 PENYEBARAN ULANG MOMEN K7.3.2.1 Penggunaan

Karena Cara Tegangan Kerja tidak mencakup syarat untuk pendekatan daktilitas unsur, adalah tidak sesuai bila mengijinkan penyebaran ulang dari momen untuk unsur yang direncana dengan cara tersebut.

K7.3.2.2 Gelagar Menerus

Pembatasan pada penyebaran ulang berkaitan dengan perbandingan daktilitas antara penampang kompak, tidak-kompak dan langsing. Walaupun batas-batas tersebut sebagian besar berdasarkan percobaan, mereka mewakili nilai yang telah terbukti memadai selama ini.

K7.3.3 GELAGAR KOMPOSIT K7.3.3.1 Geser Longitudinal

Nilai geser memanjang untuk balok komposit dihitung berdasarkan anggapan hubungan komposit penuh antara lantai beton dan balok baja. Dalam hubungan komposit penuh, kekuatan penghubung geser adalah cukup untuk mengembangkan kekuatan ultimate dari penampang komposit tanpa mengijinkan jumlah slip yang terlalu besar pada permukaan antara.

Bila kekuatan penghubung geser adalah kurang dari yang diperlukan untuk hubungan komposit penuh, kekuatan ultimate unsur komposit parsial tergantung pada karakteristik beban/slip dari penghubung. Hubungan komposit parsial tidak Bila kekuatan penghubung geser adalah kurang dari yang diperlukan untuk hubungan komposit penuh, kekuatan ultimate unsur komposit parsial tergantung pada karakteristik beban/slip dari penghubung. Hubungan komposit parsial tidak

dianjurkan pada jembatan.

bridges.

K7.3.3.2 Temperature and Shrinkage

Pengaruh Suhu dan Susut Effects

K7.3.3.2

Temperature and shrinkage forces are caused by Gaya suhu dan susut disebabkan oleh perubahan bentuk incompatible deformations between the components of a

tidak sama antara komponen dari unsur komposit. Pada composite member. At the serviceability limit state these

keadaan batas kelayanan gaya tersebut menyebabkan forces contribute to the stresses and deformations in an

penambahan tegangan dan perubahan bentuk secara elastic manner.

elastis.

At the ultimate limit state, temperature and shrinkage Pada keadaan batas ultimate, perubahan bentuk dari deformations are absorbed by plastic deformation of the

suhu dan susut diserap oleh perubahan bentuk plastis member, provided the member has sufficient ductility.

unsur, dengan syarat bahwa unsur mempunyai daktilitas Non-compact and slender sections have little reserve

memadai. Penampang tidakkompak dan langsing ductility at their ultimate limit state, so the forces flowing

mempunyai sedikit cadangan daktilitas pada keadaaan from temperature and shrinkage must be accounted for.

batas ultimate, sehingga gaya akibat suhu dan susut harus diperhitungkan.

K7.3.4 RIGOROUS STRUCTURAL K7.3.4 ANALISIS STRUKTURAL ANALYSIS

LENGKAP

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.4 DESIGN PROPERTIES OF MATERIALS

Throughout sub-section 7.4 provision is made for the particular design property to be either taken as the prescribed value, or be determined by testing the material. For bridge work test results are always preferable and should be obtained for similar local materials or, where it is considered particularly important for the design, tested specially for that project.

Prescribed values may be considered as average values (or median values if these are higher) taken over the whole of Indonesia. It should be recognised that there can be a wide variation from place to place and over time for many of these properties. For example, for concrete this can be caused by the cement because of variations in properties and changes in technology, variations in properties of different aggregates, and changes in the technology of manufacturing concrete Current data should therefore always be sought for all material properties.

K7.4.1 STRUCTURAL STEEL

No commentary.

K7.4.2 VARIATION OF MECHANICAL PROPERTIES OF STEEL WITH TEMPERATURE

The relationship between yield stress ratio and temperature is based on regression analysis of data using elevated-temperature tensile tests conducted in Australia and the UK (Ref. 1). The variation of the modulus of elasticity with temperature is based on CTICM recommendations (Ref. 2).

K7.4.3 ACCEPTANCE OF STRUCTURAL STEEL

It is preferable that any unidentified steel should be tested in accordance with the appropriate standard, but if this is not possible, the Code requires the severe assumption that a design yield stress not exceeding 170 MPa and a design tensile strength not exceeding 300 MPa be used. Clearly, many steels will have a yield stress and tensile strength in excess of these and testing may give a more economic result.

K7.4 RENCANA BESARAN BAHAN

Dalam Bab 7.4 diadakan syarat untuk besaran rencana tertentu apakah diambil seperti nilai yang diberikan atau ditentukan melalui pengujian bahan. Untuk pekerjaan jembatan selalu diutamakan dan harus diperoleh hasil pengujian untuk bahan lokal serupa atau, dimana dipertimbangkan sangat penting untuk perencanaan, diuji khusus untuk proyek tersebut.

Nilai yang diberikan dapat dipertimbangkan sebagai nilai rata-rata (atau nilai menengah bila ini lebih tinggi) yang diambil untuk seluruh Indonesia. Perlu diingat bahwa dapat terjadi variasi besar dari tempat ke tempat dan sepanjang waktu untuk kebanyakan besaran tersebut. Sebagai contoh, untuk beton ini dapat disebabkan oleh semen karena variasi besarannya dan perubahan teknologi, variasi besaran agregat yang berbeda, dan perubahan teknologi pembuatan beton. Data yang berlaku harus selalu dicari untuk semua besaran bahan.

K7.4.1 BAJA STRUKTURAL

Tidak perlu penjelasan.

K7.4.2 VARIASI BESARAN MEKANIKAL BAJA TERHADAP SUHU

Hubungan antara rasio tegangan leleh dan suhu adalah berdasarkan analisis regresi dari data dengan menggunakan pengujian tarik pada suhu meningkat yang dilakukan di Australia dan Inggris (Pustaka 1). Variasi modulus elastisitas sesuai suhu adalah berdasarkan saran CTICM (Pustaka 2).

K7.4.3 PERSETUJUAN BAJA STRUKTURAL

Adalah diutamakan bahwa setiap baja yang tidak teridentifikasi harus diuji menurut standar yang sesuai, tetapi bila ini tidak mungkin, Peraturan mensyaratkan anggapan berat bahwa digunakan tegangan leleh rencana yang tidak melebihi 170 MPa dan kekuatan tarik rencana yang tidak melebihi 300 MPa. Jelas bahwa banyak baja akan mempunyai tegangan leleh dan kekuatan tarik yang melebihi nilai diatas dan pengujian dapat memberikan hasil Iebih ekonomis.

K7.4.4 FASTENERS

K7.4.4 PENGENCANG

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.4.5 STEEL CASTINGS

K7.4.5 BAJA TUANG

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5 DESIGN OF BEAMS FOR K7.5 RENCANA KEKUATAN STRENGTH

GELAGAR

K7.5.1 GENERAL

K7.5.1 UMUM

See Article 7.1.4 of the Code. Lihat Artikel 7.1.4 dari Peraturan.

K7.5.2 STRENGTH OF BEAMS IN K7.5.2 KEKUATAN GELAGAR DALAM BENDING

LENTUR

This clause provides relationships between the design Pasal ini menyediakan hubungan antara momen lentur

rencana M* dan kapasitas nominal M s ,M b dari unsur the member to resist crosssection yielding or local

bending moment M* and the nominal capacities M s ,M b of

untuk menahan pelelehan penampang melintang atau buckling (section moment capacity M s ) and overall

tekuk setempat (kapasitas momen penampang M,) dan flexural-torsional buckling (member moment capacity

tekuk lentur-puntir keseluruhan (kapasitas momen unsur M b ). These all involve a capacity factor of = 0.9.

M b ). Ini semua mencakup faktor kapasitas sebesar 0.9. Note,that members must satisfy the requirements of

Perhatikan bahwa unsur harus memenuhi persyaratan Clause 5.12 for combined bending and shear. This will

Pasal 5.12 untuk kombinasi lentur dan geser. Ini hanya only affect members with high coincident moment and

akan mempengaruhi unsur dengan momen dan geser shear and whose webs are required to provide some

bersamaan yang tinggi dan pelat badan perlu resistance to bending moment.

mengadakan sebagian tahanan terhadap momen lentur.

K7.5.3 SECTION PROPERTIES FOR K7.5.3 BESARAN PENAMPANG UNTUK BENDING ABOUT A PRINCIPAL

LENTUR TERHADAP SUMBU AXIS

UTAMA

The nominal section moment capacity (to resist yielding Kapasitas momen nominal penampang (untuk menahan or local buckling) is defined by the yield stress and by the

leleh dan tekuk setempat ditetapkan oleh tegangan leleh effective section modulus. The effective section modulus

dan oleh modulus penampang efektif. Modulus is defined in terms of the section slenderness, which

penampang efektif ditetapkan dalam besaran provides a measure of the relative importance of yielding

kelangsingan penampang, yang memyediakan ukuran and local buckling.

relatif dari leleh dan tekuk setempat.

K7.5.3.1 Section Slenderness K7.5.3.1 Kelangsingan Penampang

The section slenderness is used to determine the effects Kelangsingan penampang digunakan untuk menentukan of local buckling on the effective section modulus. For

pengaruh tekuk setempat pada modulus penampang sections consisting of flat plate elements, it is defined in

efektif. Untuk penampang yang terdiri dari elemen pelat terms of the widththickness ratio of the most slender

rata, ini ditetapkan dalam besaran rasio lebar-ketebalan compression plate and its yield stress, and is used to

pelat tekan paling langsing dan tegangan lelehnya, dan classify a section as compact, non-compact, or slender.

digunakan untuk klasifikasi penampang sebagai kompak, This and subsequent expressions involving the yield

tidak-kompak, atau langsing. IN dan rumus berikut yang stress are arranged so that the yield stress term can be

mencakup tegangan leleh disusun demikian sehingga omitted altogether when F y = 250 MPa. Flat compression

bagian tegangan leleh dapat diabaikan seluruhnya bila plates include those supported on one or both

F y = 250 MPa. Pelat tekan rata mencakup yang didukung longitudinal edges, as well as those in uniform and non-

pada satu atau kedua tepi memanjang, dan juga yang uniform compression.

dalam tekanan merata dan tidak-merata. Kelangsingan penampang dari penampang bulat

The section slenderness of a circular hollow section is berongga ditetapkan dalam besaran diameter luarnya defined in terms of its outside diameter to thickness ratio

terhadap rasio ketebalan dan tegangan lelehnya. and its yield stress. Pelat rata dapat didukung oleh pelat badan dan pengaku Flat plates may be supported by webs and longitudinal

memanjang. Bila pengaku memanjang stiffeners. when longitudinal stiffeners memanjang. Bila pengaku memanjang stiffeners. when longitudinal stiffeners

stiffener should have second moment of area I g which

satisfies.

I g 4.5 bt 3 [1 + (2.3 A g /bt) (1 + 0.5 A g /bt)]

in which b is half the plate width between supporting webs, t is the plate thickness, and A, is the stiffener area (see also Ref. 7).

For an edge stiffener alone, it is suggested that the stiffener should have a second moment of area which satisfies.

I g 2.3 bt3 [1 + (4.6 A g /bt) (1 + A g /bt)

in which b is the plate width between the supporting web and the edge stiffener. For with more thank a single stiffness may be needed to prevent global buckling of the stiffened plate. Advice on this is given in References 7 and 8.

K7.5.3.2 Compact Sections

Compact sections are those for which the full plastic moment can be reached and maintained until a plastic collapse mechanism develops, without any local buckling effects. For these sections, the section moment capacity is determined by the lesser of the plastic section modulus or 1.5 times the elastic section modulus, corresponding to the case of a solid rectangular section.

The plasticity slenderness limits for compact sections are given in Table 5.2 for different plate support and stress conditions. Plates supported on one edge include the flange outstands of UB, UC, channel, angle and T- sections, while plates supported on both edges include the flanges of box sections and the webs of section with two flanges. All UBs in Grade 250 steel are compact, as are most (but not all) UCs.

The plasticity limits for flat plates supported on one edge in uniform compression are also used when the elastic stress distribution is non-uniform, as in the case of the stems of tee-sections and the flanges of 1-sections bent about the minor axis, since these stress distributions become more uniform after yielding. These limits may also be used for other stress distributions.

The plasticity limit for plates supported on both edges and in uniform compression may also be used for plates in non-uniform compression.

digunakan, mereka harus cukup kaku untuk secara efektif mencegah lendutan dari pelat yang diperkaku. Untuk pengaku tunggal antara dua pelat badan pendukung, disarankan agar pengaku harus mempunyai

momen kedua dari luas I g yang memenuhi:

I g 4.5 bt 3 [1 + (2.3 A g /bt) (1 + 0.5 A g /bt)] dimana b adalah setengah lebar pelat antara pelat badan

pendukung, t adalah tebal pelat dan A, adalah luas pengaku (lihat juga Pust.7).

Untuk pengaku ujung saja, disarankan agar pengaku harus mempunyai momen kedua dari luas yang memenuhi:

I g 2.3 bt3 [1 + (4.6 A g /bt) (1 + A g /bt) dimana b adalah lebar pelat antara pelat badan

pendukung dan pengaku ujung. Dengan lebih banyak manfaat suatu kekakuan tunggal dapat diperlukan untuk mencegah tekuk global dari pelat yang diperkaku. Petunjuk untuk ini diberikan dalam Pustaka 7 dan 8.

K7.5.3.2 Penampang Kompak

Penampang kompak adalah untuk mana momen plastis penuh dapat tercapai dan dipertahankan sampai berkembang mekanisme keruntuhan plastis, tanpa terjadi tekuk setempat. Untuk penampang tersebut, kapasitas momen penampang ditentukan oleh nilai terkecil dari modulus plastis penampang atau 1.5 kali modulus elastis penampang, sesuai dengan kasus penampang persegi kompak.

Batas kelangsingan plastis untuk penampang kompak diberikan dalam Tabel 5.2 untuk pendukung pelat berbeda dan keadaan tegangan. Pelat yang didukung pada satu ujung meliputi flens menggantung dari penampang UB, UC, kanal, siku dan T, sedang pelat yang didukung pada dua ujung meliputi flens dari penampang boks dan pelat badan penampang dengan dua flens. Semua UB dengan mutu baja 250 adalah kompak, seperti kebanyakan (tetapi tidak semua) UC.

Batas plastis untuk pelat rata yang didukung pada satu ujung dalam tekanan merata juga digunakan bila pembagian tegangan elastis adalah tidak merata, seperti dalam kasus pelat badan penampang-T dan flens penampang I yang dilengkung terhadap sumbu lemah karena pembagian tegangan tersebut menjadi lebih merata setelah leleh. Batas tersebut juga boleh digunakan untuk pembagian tegangan yang lain.

Batas plastis untuk pelat yang didukung pada kedua ujung dan dalam tekanan merata juga boleh digunakan untuk pelat dalam tekanan tidak merata.

K7.5.3.3 Non-compact Sections

Non-compact sections have section slendernesses lying between the plasticity and yield limits of Table 7.3. The yield limits are the same as those used for compression members in Table 7.11 (except for circular hollow sections), and are generally based on lower bound fits to the experimental local buckling resistances of plate elements in uniform compression (see also Ref. 8).

The resistance to local buckling is generally affected by the level of the residual compressive stresses induced in

a member during manufacture or fabrication. Thus the plate slenderness yield limits given in Table 7.3 are highest for stress relieved members, and lowest for heavily welded members. The distinction in Table 7.3 between lightly and heavily welded members is set at 40 MPa. The magnitudes of the welding residual stresses increase with the rate of heat input to the weld, and so members with small welds or multi-pass welds can be expected to be lightly welded. Information for predicting the residual compression stress induced by welding can

be obtained from Ref. 9.

The yield limits given in Table 7.3 for plates supported on one edge and in non-uniform compression are based on elastic buckling at the yield stress of plates with maximum compression at the free edge, and zero stress at the supported edge. The values for uniform compression may conservatively be used for other stress distributions.

The yield limits for plates supported on both edges and in uniform compression may conservatively be used for plates in non-uniform compression. A higher limit is given for plates with compression at one edge and tension at the other.

The nominal moment capacity of a section having a slenderness equal to the yield limit is based on the elastic section modulus.

The capacity of a section whose slenderness is in the range between the plasticity and yield limits is obtained by linear interpolation.

K7.5.3.4 Slender Sections

Slender sections have section slenderness higher than the yield limits of Table 7.3. None of the hotrolled sections in Grade 250 steel are slender when used in bending, except for some Qf the thinner angles, and some tees cut from UB G

For a section with a flat plate element in uniform compression, the capacity is based on the additional

K7.5.3.3 Penampang Tidak Kompak

Penampang tidak kompak mempunyai kelangsingan penampang yang berada antara batas plastisitas dan leleh sesuai Tabel 7.3. Batas leleh adalah sama seperti yang digunakan untuk unsur tekan dalam Tabel 7.11 (kecuali untuk penampang bulat berongga), dan adalah umumnya berdasarkan batas bawah yang sesuai terhadap tahanan tekuk eksperimental setempat dari elemen pelat dalam tekanan merata (Iihat juga Pustaka 8).

Tahanan terhadap tekuk setempat umumnya dipengaruhi oleh tingkat tegangan tekan sisa yang terjadi dalam unsur selama pembuatan atau fabrikasi. Jadi batas leleh kelangsingan pelat yang diberikan dalam Tabel 7.3 adalah tertinggi untuk unsur degan tegangan yang dikurangi selama pembuatan, dan paling rendah untuk unsur yang dilas berat. Perbedaan antara unsur yang dilas ringan dan berat ditetapkan pada 40 Mpa dalam Tabel 7.3. Besaran tegangan las sisa meningkat dengan laju penggunaan panas pada pengelasan, dan demikian unsur dengan [as tipis atau las berlapis dapat dianggap sebagai dilas ringan. Keterangan untuk perkiraan tegangan tekan sisa yang terjadi akibat pengelasan dapat diperoleh dari Pustaka 9.

Batas leleh yang diberikan dalam Tabel 7.3 untuk pelat yang didukung pada satu ujung dan dalam tekanan tidak merata adalah berdasarkan tekuk elastis pada tegangan leleh pelat dengan tegangan maksimum pada ujung bebas, dan tegangan minimum pada ujung terdukung. Nilai untuk tekanan merata dapat digunakan secara konservatif untuk pembagian tegangan yang lain.

Batas tegangan leleh untuk pelat yang didukung pada kedua ujung dan dalam tekanan merata dapat secara konservatif digunakan untuk pelat dalam tekanan tidak merata. Batas lebih tinggi diberikan untuk pelat dengan tekanan pada satu ujung dan tarikan pada ujung lain.

Kapasitas momen minimal dari penampang dengan kelangsingan sama dengan batas leleh adalah berdasarkan modulus elastis penampang.

Kapasitas penampang dengan kelangsingan yang berada antara batas plastisitas dan leleh diperoleh melalui interpolasi linier.

K7.5.3.4 Penampang Langsing

Penampang langsing mempunyai kelangsingan penampang melebihi batas leleh dalam Tabel 7.3. Tidak ada penampang hasil canai panas dengan mutu baja 250 yang langsing bila digunakan untuk lentur kecuali untuk beberapa siku lebih tipis, dan beberapa T yang

dipotong dari UB G . Untuk penampang dengan elemen pelat rata dalam

tekanan merata, kapasitas adalah berdasarkan tekanan merata, kapasitas adalah berdasarkan

penampang efektif diambil sebagai berbanding terbalik slenderness. An alternative method is permitted for these

dengan kelangsingan aksi. Cara alternatif diijinkan untuk sections which is based on the effective width concept, in

penampang tersebut berdasarkan konsep lebar efektif, which any widths in excess of those corresponding to the

padamana tiap lebar yang melebihi dari kesesuaian yield limits are ignored in the calculation of the effective

batas leleh diabaikan dalam perhitungan modulus section modulus.

penampang efektif.

A section with a flat plate element in non-uniform Penampang dengan elemen pelat rata dalam tekanan compression may conservatively be treated as if in

tidak merata dapat dihitung secara konservatif seperti uniform compression. For a section with a flat plate

dalam tekanan merata. Untuk penampang dengan element with compression at a free edge and tension at

elemen pelat rata dengan tekanan pada ujung bebas dan

a supported edge, the capacity is taken as equivalent to tarik pada ujung terdukung, kapasitas diambil ekivalen the elastic buckling capacity, and the effective section

dengan kapasitas tekuk elastis, dan modulis efektif modulus is conservatively taken as being inversely

penampang diambil secara konservatif sebagai proportional to the square of the section slenderness

berbanding terbalik dengan kuadrat kelangsingan (Ref. 10).

penampang (Pustaka 10).

For circular hollow sections, two approximations are Untuk penampang bulat berongga, dua perkiraan given for the effective section modulus, one for moderate

diberikan untuk modulus penampang efektif, satu untuk slendernesses, and another for high slendernesses.

kelangsingan menengah dan yang lain untuk kelangsingan tinggi.

It should be noted that the section modulus is the only Perlu diperhatikan bahwa modulus penampang adalah property that is reduced below the value for the full

satu-satunya besaran yang dikurangi dibawah nilai cross-section. Other properties, such as those used in

penampang penuh. Besaran lain, seperti yang digunakan determining the lateral buckling capacity are not reduced.

dalam penentuan kapasitas tekuk lateral tidak dikurangi. Finally, some deformation slenderness limits are given in

Akhirnya, beberapa batas kelangsingan perubahan Table 7.3 for flat plate elements in uniform compression.

bentuk diberikan dalam Tabel 7.3 untuk elemen pelat When these are exceeded, elastic local buckling may

rata dalam tekanan merata. Bila ini dilampaui, tekuk occur under service loading, leading to noticeable

elastis setempat dapat terjadi pada pembebanan layan, distortions or deformations.

menuju pada gangguan atau perubahan bentuk yang berarti.

K7.5.3.5 Hybrid Sections

K7.5.3.5

Penampang Hibrid

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.3.6 Elastic and Plastic Section

Moduli Elastis dan Plastis Moduli

K7.5.3.6

Penampang

This clause allows the effects of small holes on the Pasal ini mengijinkan untuk mengabaikan pengaruh dari elastic and plastic section moduli to be neglected, while

lubang kecil pada moduli penampang elastis dan plastis, requiring that these be calculated for larger holes, either

sedang mensyaratkan bahwa ini diperhitungkan bila by a simple approximation, or from the net section.

lubang lebih besar, dengan pendekatan sederhana atau dari penampang bersih.

The clause is based on the results of experiments Pasal ini adalah berdasarkan hasil percobaan (Pasal 16 (Chapter 16 of Reference 11 ) which show that compact

dalam Pust.11) yang menunjukan bahwa balok kompak beams with bolt holes in their flanges can still reach the

dengan lubang baut dalam flens dapat mencapai full plastic moment capacity of the gross section,

kapasitas momen plastis penuh dari penampang penuh, because of local strain-hardening around the holes. The

karena pengerasan ulur setempat sekitar lubang. Batas limit given for the maximum size of holes that can be

yang diberikan untuk ukuran maksimum lubang yang neglected is consistent with that used in Clause 7.9.1.2

dapat diabaikan, ditetapkan sesuai yang digunakan for holes in tension members. Fastener holes in webs

dalam pasal 7.9.1.2 untuk lubang dalam unsur tarik. have virtually no effect on the moment capacity, but

Lubang pengencang dalam pelat badan tidak reduced section moduli should be calculated from the net

mempunyai pengaruh pada kapasitas momen, tetapi sections of

moduli penampang moduli penampang

K7.5.4 BENDING STRENGTH OF SEGMENTS WITH FULL LATERAL RESTRAINT

K7.5.4.1 Segment Bending Strength

The term "restraint" is used to refer to an element which inhibits deflection or twisting out of the plane of loading, while the word "support" is used to refer to an element which inhibits deflection in the plane of loading.

Full lateral restraint of a segment prevents lateral buckling, in which case the member moment capacity is equal to the section moment capacity at the critical at the critical section.

The design of a member against lateral buckling is carried out for each segment of the member. A segment is a length of the member which is fully or partially restrained against lateral deflection and twist rotation out of the plane of loading, either at both ends, or at one end when the other end is free, as it often is for cantilevers. It is assumed that all supports in the plane of loading will also provide full or partial restrain at the support against deflection and twist out of the plane of loading.

K7.5.4.2 Segments with Full Lateral Restraint

K7.5.4.2.1 General This provides the obvious definition of effective lateral

restraint in terms of preventing failure by lateral buckling by ensuring that the segment moment capacity is not less than the section moment capacity. When this is so, the design is governed by the section capacity.

The following clauses give expansions of this definition for three common situations for which it can be assumed that the segment has full lateral restraint. For other situations, this cannot be assumed, and so the member moment capacity must be evaluated using Clause 7.5.7.

K7.5.4.2.2 Segments with Continuous Lateral Restraints

This requires two provisions to be met. Firstly, overall torsional restraint must be provided at both ends by full or partial restraints, and secondly, the continuous restraints must act at the critical flange.

terkurangi harus dihitung dari penampang bersih balok dengan rongga besar dalam badannya.

K7.5.4 KEKUATAN LENTUR SEGMEN DENGAN PENAHAN LATERAL PENUH

K7.5.4.1

Kekuatan Lentur Segmen

Istilah 'penahan' digunakan untuk menunjuk pada elemen yang menahan lendutan atau puntiran keluar bidang pembebanan,sedang kata 'pendukung' digunakan untuk menunjuk pada elemen yang menahan lendutan dalam bidang pembebanan.

Penahan lateral penuh dari segmen mencegah tekuk lateral, padamana kapasitas momen unsur adalah sama dengan kapasitas momen penampang pada potongan kritik.

Perencanaan unsur terhadap tekuk lateral dilakukan untuk tiap segmen dari unsur. Segmen adalah panjang unsur yang penuh atau sebagian tertahan terhadap lendutan lateral dan rotasi puntir yang diluar bidang pembebanan, pada kedua ujung atau pada satu ujung bila ujung lainnya bebas, yang sering terdapat pada kantilever. Dianggap bahwa semua pendukung dalam bidang pembebanan juga akan mengadakan penahan penuh atau sebagian pada pendukung. terhadap lendutan dan puntiran yang diluar bidang pembebanan.

K7.5.4.2 Segmen dengan Penahan Lateral Penuh

K7.5.4.2.1 Umum Ini mengadakan ketentuan tegas dari penahan lateral

efektif dalam pencegahan keruntuhan oleh tekuk lateral dengan menjamin bahwa kapasitas momen segmen tidak kurang dari kapasitas momen penampang. Bila demikian, perencanaan ditentukan oleh kapasitas penampang.

Pasal berikut memberikan perluasan ketentuan tersebut untuk tiga keadaan umum padamana dapat dianggap bahwa segmen mempunyai penahan lateral penuh. Untuk keadaan lain, ini tidak dapat dianggap, dan demikian kapasitas momen unsur harus dievaluasi dengan menggunakan Pasal 7.5.7.

K7.5.4.2.2

Segmen dengan Penahan Lateral Menerus

Ini menuntut bahwa dua syarat terpenuhi. Pertama, penahan puntir keseluruhan harus diadakan pada kedua ujung oleh penahan penuh atau sebagian, dan kedua, penahan menerus harus bekerja pada flens kritik.

K7.5.4.2.3 Segments with Intermediate Lateral

Segmen dengan Penahan Lateral Restraints

K7.5.4.2.3

Antara

This clause is similar to Clause 7.5.4.2.2 for continuous Pasal ini serupa dengan pasal 7.5.4.2.2. untuk penahan restraints, except that the possibility of segment buckling

menerus, kecuali bahwa kemungkinan tekuk segmen between the restraints must be eliminated before the

antara penahan harus dihilangkan sebelum keseluruhan segment as a whole can be considered to be fully

segmen dapat dipertimbangkan sebagai terikat penuh. braced. All three provisions must be satisfied.

Ketiga syarat harus terpenuhi.

A segment has at least one end laterally restrained. Its Segmen mempunyai paling sedikit satu ujung tertahan other end may be fully or partially restrained, or laterally

lateral. Pada ujung lain dapat tertahan penuh atau restrained (against deflection but not against twist), but

sebagian, atau tertahan lateral (terhadap lendutan tetapi may not be unrestrained.

tidak terhadap puntiran), tetapi tidak boleh tidak tertahan. Note that this clause cannot be applied to lengths of

Perhatikan bahwa pasal ini tidak dapat berlaku untuk segments which are unrestrained at one end.

panjang segmen yang tidak tertahan pada satu ujung.

K7.5.4.2.4 Segments with Full or Partial

Segmen dengan Penahan Penuh Restraints at Both Ends

K7.5.4.2.4

atau Sebagian pada Kedua Ujung This clause gives limiting segment slenderness ratios for

Pasal ini memberikan rasio kelangsingan batas untuk

segmen pada momen ujung M dan E m M. Batasbatas are higher for segments with high moment gradient (high

segments under end moments M and E m M. The limits

adalah lebih tinggi untuk segmen dengan gradien

momen tinggi (nilai tinggi dari rasio momen ujung E m ) bending (low values of E m ).

values of the end moment ratio E m ) than for near uniform

dibanding dengan lenturan hampir merata (nilai rendah

dari E m ).

The limits for channel section members are seemingly Batas untuk unsur penampang kanal kelihatan lebih lower than those for I-section members because they

rendah dibanding dengan unsur penampang I karena have higher than values of r y . The limits for rectangular

mereka mempunyai nilai lebih tinggi dari r y . Batabatas hollow section members, which may also be used for

untuk unsur penampang persegi berongga, yang juga

dapat digunakan untuk unsur penampang bulat high because these rarely buckle laterally.

circular hollow section members by setting b f =b w are

berongga dengan menetapkan b f =b w adalah tinggi karena mereka jarang tertekuk lateral.

K7.5.4.3 Critical Section K7.5.4.3 Potongan Kritikal

The critical cross-section is the section which will control Penampang melintang kritik adalah penampang yang the design of a member with full lateral restraint. It is

akan mengendalikan perencanaan unsur dengan therefore defined in terms of the relative magnitudes of

penahan lateral penuh. Dengan demikian ini dinyatakan the design bending moment and the nominal section

dalam besaran relatif dari momen lentur rencana dan moment capacity.

kapasitas momen nominal penampang.

K7.5.5 RESTRAINTS K7.5.5 PENAHAN-PENAHAN K7.5.5.1 General

K7.5.5.1 Umum

This clause directs the designer to the appropriate sub- Pasal ini mengarahkan Perencana ke ayat sesuai yang clause following.

berikut.

An obvious definition of an unrestrained crosssection is Ketentuan tegas dari penampang tidak tertahan given here for the sake of completeness.

diberikan disini dengan tujuan melengkapi.

K7.5.5.2 Restraints at a Cross-section K7.5.5.2 Penahan pada Penampang

Melintang

These definitions are of the various are of the various Ketentuan ini adalah dari berbagai kondisi penahan yang restraint conditions considered when designing against

dipertimbangkan bila merencanakan terhadap tekuk lateral buckling. Examples of these restraint categories

lateral. Contoh kategori penahan tersebut ditunjukan are shown in figures in each sub-clause.

dalam gambar pada tiap ayat.

These case of a cross-section which is restrained against Kasus penampang yang tertahan terhadap rotasi puntir twist rotation but free to deflect laterally is not included

tetapi bebas melendut dalam arah lateral tidak termasuk because of the difficulty of providing simple guidance.

karena kesulitan pengadaan pedoman sederhana. Some very stiff torsional restraints may induce buckling

Beberapa penahan puntir yang sangat kaku dapat modes in which the crosssection act as if fully restrained,

menimbulkan perubahan bentuk tekuk padamana while in other cases torsional restrains may be

penampang melintang bekerja seperti tertahan penuh, comparative, and the restrained cross-section may

sedang dalam kasus lain penahan puntir dapat deflect laterally. Some information on the effects of

sebanding, dan penampang tertahan dapat melendut torsional restraints alone is given in Section 4.2.2. of

lateral. Berbagai keterangan untuk pengaruh penahan Reference 12.

puntir saja diberikan dalam Bagian 4.2.2 dari Pustaka 12.

K7.5.5.2.1 Fully Restrained

Tertahan Penuh While theoretical restraints must often be infinitely stiff to

K7.5.5.2.1

Meskipun penahan teoritik sering harus kaku sempurna provide full restraint, a more realistic approach is taken

agar mengadakan penahan penuh, pendekatan lebih by requiring the restraints to effectively prevent lateral

wajar diambil dengan mensyaratkan agar penahan deflection and twist of the cross-section.

secara efektif mencegah lendutan lateral dan puntiran penampang.

The examples of full restraint shown in Figure 7.3(a) are Contoh penahan penuh yang ditunjukan dalam Gambar ones for which the lateral deflections of both flanges are

7.3(a) adalah dimana lendutan lateral dari kedua flens effectively prevented, while those shown in Figure 7.3(b)

dicegah secara efektif, sedang yang terdapat dalam are ones for which the lateral deflection of the critical

Gambar 7.3(b) adalah dimana lendutan lateral dari flens flange is effectively prevented, in which case partial

kritik dicegah secara efektif, dalam hal mana penahan torsional restraint is sufficient.

puntir parsial mencukupi.

The examples shown in Figure 7.3(c) are ones for which Contoh yang ditunjukan dalam Gambar 7.3(c) adalah the lateral deflection of some other point of the cross-

dimana lendutan lateral dari titik lain pada penampang section than the critical flange is effectively prevented, in

melintang selain flens kritik dicegah secara efektif, dalam which case effective restraint against twist rotation is

hal mana penahan efektif terhadap rotasi puntir required, and partial torsional restraint is not sufficient.

diperlukan, dan penahan puntir parsial tidak mencukupi.

K7.5.5.2.2 Partially Restrained

Tertahan Sebagian The distinction between full an partial restraint is

K7.5.5.2.2

Perbedaan antara penahan penuh dan parsial adalah qualitative only. The examples shown in Figure 7.4 are

hanya kualitatif. Contoh yang ditunjukan dalam Gambar ones for which lateral deflection of some other point of

7.4 adalah dimana lendutan lateral dari titik lain pada the cross-section than the critical flange is effectively

penampang melintang selain flens kritik dicegah secara prevented, and for which there is only partial restraint

efektif, dan untuk mana hanya terdapat penahan parsial against twist rotation of the crosssection.

terhadap rotasi puntir penampang melintang.

K7.5.5.2.3 Rotationally Restrained

Tertahan Terhadap Rotasi Rotational restraints at a cross-section reduce lateral

K7.5.5.2.3

Penahan rotasi pada penampang melintang mengurangi rotation of the segment out of the plane of bending, and

rotasi lateral segmen yang diluar bidang lentur, dan increase the resistance to lateral buckling. The first

meningkatkan tahanan terhadap tekuk lateral. Contoh example in figure 7.5 shows two parallel segments which

pertama dalam Gambar 7.5 menunjukan dua segmen are rotationally restrained by two

sejajar yang tertahan sejajar yang tertahan

The second example in Figure 7.5 shows the central of a Contoh kedua dalam Gambar 7.5 menunjukan pusat laterally continuous member being rotationally restrained

unsur menerus lateral yang tertahan terhadap rotasi at both of its end cross-sections by the adjacent

pada kedua ujung penampang melintang oleh segmen segments. Care should be taken when assessing the

berdekatan. Harus berhati-hati bila memperkirakan effectiveness of such restraining segments, since their

efektivitas segmen penahan tersebut, karena kekakuan out-of-plane stiffnesses are often substantially reduced

diluar bidang sering sangat berkurang oleh beban sendiri by their own loadings which reduce their resistances to

yang mengurangi tahanan terhadap tekuk lateral. lateral buckling.

K7.5.5.2.4 Laterally Restrained

Tertahan Lateral When only lateral deflection of the critical flange of a

K7.5.5.2.4

Bila hanya lendutan lateral dari flens kritik penampang cross-section is effectively prevented, as indicated in

melintang dicegah secara efektif, seperti terdapat dalam Figure 7.6, then the cross-section may be considered to

Gambar 7.6, maka penampang melintang dapat

be laterally restrained, provided it is within a segment dipertimbangkan tertahan lateral, dengan syarat ini which is fully or laterally restrained at both ends. This

berada dalam segmen yang tertahan penuh atau lateral cannot be assumed for segments which are free at one

pada kedua ujung. Ini tidak dapat dianggap untuk end, for which the effectiveness of lateral restrains is

segmen yang bebas pada satu ujung, untuk mana uncertain.

efektivitas penahan lateral tidak pasti.

K7.5.5.3 Restraining Elements K7.5.5.3 Elemen Penahan

K7.5.5.3.1 Restraint Against Lateral Deflection

K7.5.5.3.1

Penahan Terhadap Lendutan Lateral Pada penampang melintang yang akan dipertimbangkan

At a cross-section which is to be considered as fully, sebagai tertahan penuh, parsial, atau lateral, penahan partially, or laterally restrained, the restraint against

terhadap lendutan lateral diluar bidang pembebanan lateral deflection out of the plane of loading is required to

perlu mampu menyalurkan 2.5% dari gaya maksimum

be able to transfer 2.5% of the maximum critical flange flens kritik. Persyaratan kekakuan tidak diberikan, force. A stiffness requirement is not given, even though

walaupun terdapat pemecahan teoritik (Pust.13). Ini there is a theoretical solution (Ref. 13). This follows the

mengikuti penemuan (Pust.14) bahwa persyaratan finding (Ref. 14) that the stiffness requirements for

kekakuan untuk kolom terikat terpusat dipenuhi oleh centrally braced columns are satisfied by practical braces

ikatan praktis yang memenuhi aturan 2.5%. which satisfy the 2.5% rule. Bila penahan berjarak lebih dekat dari yang diperlukan When the restraints are more closely spaced than is

untuk penahan lateral penuh dari segmen dan sub- required for full lateral restraint of the segment or sub-

segmen, maka kelompok penahan yang sesuai segment, then an appropriate group of restraints is

diperlukan sebagai kesatuan untuk mampu menyalurkan required as a whole to be able to transfer the 2.5% of the

2.5% dari gaya flens, bukan tiap penahan tersendiri. Ini flange force, rather than each individual restraint. This

dapat juga digunakan untuk penahan menerus. may also be used for continuous restraints. Bila penahan berjarak kurang dekat maka diperlukan When the restraints are less closely spaced than is

penahan lateral penuh dari segmen atau subsegmen, required for full lateral restraint of the segment or sub-

maka tiap penahan harus direncanakan agar segment, then each restraint must be designed to

menyalurkan 2.5% dari gaya flens. transfer the 2.5% of the flange force.

K7.5.5.3.2 Restraint Against Twist Rotation

Penahan Terhadap Rotasi Puntir At a cross-section which requires effective restrained

K7.5.5.3.2

Pada penampang melintang yang memerlukan penahan against twist rotation about the longitudinal axis of the

efektif untuk rotasi puntir terhadap sumbu memanjang segment, the restraint must be capable of transferring

segmen, penahan harus mampu menyalurkan aksi the moment action of a

momen sebesar 2.5% gaya

2.5% transverse force from the unrestrained flange melintang dari flens tidak tertahan melalui pelat badan through the web and the lateral restraint.

dan penahan lateral.

In the case of a section which only requires partial Dalam kasus penampang yang hanya memerlukan against twist rotation, only qualitative indications are

penahan parsial untuk rotasi puntir, hanya syarat given of the stiffness required of the partial restraint.

kualitatif diberikan untuk kekakuan yang diperlukan dari penahan parsial.

K7.5.5.3.3 Parallel Restrained Members K7.5.5.3.3 Unsur Tertahan Sejajar This clause provides for a reduction in the rate of

Pasal ini mengadakan pengurangan dalam laju accumulation of the restraint forces for parallel members

akumulasi gaya penahan untuk unsur sejajar melewati beyond the connected member from 2.5% to 1.25%. This

unsur sambungan dari 2.5% sampai 1.25%. reduction reflects the possibility that the crookedness or

Pengurangan tersebut mencerminkan kemungkinan load eccentricity of any other member may act in the

bahwa kurang ketepatan atau eksentrisitas beban dari opposite sense, and reduce the total restraint force.

tiap unsur lain dapat bekerja dalam bentuk berlawanan, dan mengurangi gaya penahan total.

K7.5.5.3.4 Restraint Against Lateral Rotation

Penahan Terhadap Rotasi Lateral Only a qualitative indication is given of the stiffness

K7.5.5.3.4

Hanya syarat kualitatif diberikan untuk kekakuan yang required for a restraint against lateral rotation of the

diperlukan dari penahan terhadap rotasi lateral segmen. segment.

Only a segment which itself may be considered to be Hanya segmen yang sendiri boleh dipertimbangkan fully restrained should be considered as being capable of

tertahan penuh harus dipertimbangkan sebagai mampu providing restraint against lateral rotation, and then only

mengadakan penahan terhadap rotasi lateral, dan if it is continuous with the segment it is to restraint or has

kemudian hanya bila ini menerus dengan segmen yang

a moment connection to it. ditahannya atau mempunyai hubungan momen dengannya.

The method of design by buckling analysis allows the Cara perencanaan dengan analisis tekuk mengijinkan actual effective stiffness of the rotational restraint to be

agar diperhitungkan kekakuan efektif aktual dari taken into account.

penahan rotasi.

K7.5.6 CRITICAL FLANGE K7.5.6 FLENS KRITIKAL

The term critical flange is used in the restraint definitions Istilah flens kritik digunakan dalam ketentuan penahan for the flange for which lateral restraint is the more

untuk flens padamana penahan lateral adalah lebih effective. For segments restrained at both ends, this is

efektif. Untuk segmen tertahan pada kedua ujung, ini the compression flange, but for segments unrestrained at

adalah flens tekan, tetapi untuk segmen tidak tertahan one end, it is usually the tension flange which buckles

pada satu ujung, ini umumnya flens tarik yang lebih more.

menekuk.

K7.5.7 BENDING STRENGTH OF K7.5.7 KEKUATAN LENTUR SEGMEN SEGMENTS WITHOUT FULL

TANPA PENAHAN LATERAL LATERAL RESTRAINT

PENUH

This clause only to members without full lateral restraint Pasal ini hanya untuk unsur tanpa penahan lateral penuh which are bent about the major principal axis, and which

yang dilengkung terhadap sumbu dasar utama, dan yang may buckle laterally by deflecting and twisting out of the

dapat menekuk lateral oleh lendutan dan puntiran diluar plane of loading. Members which are bent about the

bidang pembebanan. Unsur yang dilengkung terhadap minor principal axis do not buckle laterally, unless their

sumbu dasar tidak utama tidak menekuk arah lateral, loads act far above the shear centre.

kecuali bila bebannya bekerja jauh diatas pusat geser.

Each segment of the member must be designed against Tiap segmen unsur harus direncanakan terhadap tekuk lateral buckling using the following subclauses. A

lateral dengan menggunakan ayat berikut. Suatu segment is a length of the member which is fully or

segmen adalah suatu panjang unsur yang tertahan partially restrained against lateral deflection and twist

penuh atau sebagian terhadap lendutan lateral dan rotasi rotation out of the plane of loading, either at both ends,

puntir diluar bidang pembebanan, pada kedua ujung atau or at one end when the other end is free, as it often is in

pada satu ujung bila ujung lain adalah bebas, seperti cantilevers. It is assumed that each support in the plane

pada kantilever. Dianggap bahwa tiap pendukung dalam of loading will also provide full or partial restraint at the

bidang pembebanan juga akan mengadakan penahan support out of the plane of loading.

penuh atau parsial pada pendukung diluar bidang pembebanan.

K7.5.7.1 Segments Fully or Partially

Segmen yang Tertahan Penuh Restrained at Both Ends

K7.5.7.1

atau Sebagian pada Kedua Ujung

K7.5.7.1.1 Open Sections with Equal Flanges

K7.5.7.1.1

Penampang Terbuka dengan Flens Sama

i. Segments of constant cross-section

Segmen dengan penampang melintang tetap This is the most common case and applies to I-

i.

Ini adalah kasus paling umum dan berlaku pada section members and channels. The member

unsur penampang I dan kanal. Kapasitas momen moment capacity may be reduced below the

unsur dapat dikurangi dibawah kapasitas momen section moment capacity by the slenderness

penampang oleh faktor reduksi kelangsingan a,

reduction factor a G which depends on the relative

yang tergantung pada besaran relatif dari

penampang M G dari the gross-section and the elastic buckling moment

magnitudes of the section moment capacity M G of

kapasitas momen

penampang penuh dan momen tekuk elastis M oa M oa (Ref. 15).

(Pust.15). Suatu rumus diberikan untuk momen tekuk elastis

An equation is given for the elastic buckling M oa dalam besaran penampang penuh dan moment M oa in terms of the properties of the

panjang efektif L e , yang tergantung pada kondisi

penahan puntir dan rotasi lateral dan tinggi beban which depends on the twist and lateral rotation

gross cross-section and the effective length L e „

diatas pusat geser. Sebagai alternatif, momen restraint conditions and the load height above the

tekuk elastis M oa dapat ditentukan dengan shear centre. Alternatively, the elastic buckling

analisis tekuk elastis.

moment M oa may be determined by an elastic buckling analysis.

The member moment capacity may be increased Kapasitas momen unsur dapat ditingkatkan by the moment modification factor a m .The use of

dengan faktor modifikasi momen a m .. this factor will often lead to significant economies,

Penggunaan faktor ini akan sering menuju pada especially when there are rapid variations in the

penghematan, khusus bila terdapat variasi pesat bending moment along the segment.

dalam momen lentur sepanjang segmen. Four different methods are permitted for

Untuk cara berbeda diiiinkan agar memperkirakan approximating the moment modification factor.

faktor modifikasi momen. Paling mudah (dan The simplest (and most conservative) is to use O m

paling konservatif) adalah menggunakan O m .m = = 1, and the most complicated (and most

1, dan paling rumit (dan paling tepat) adalah accurate) is to use an elastic buckling analysis

menggunakan analisis tekuk elastis (pasal (clause 7.5.7.4).

The second method provides approximations of Cara kedua mengadakan perkiraan dengan high accuracy through the formulae of Table 7.4.

ketelitian tinggi melalui rumus dalam Tabel 7.4. It will be noted that the last three cases in this

Perlu diperhatikan bahwa ketiga kasus akhir table correspond to segments which are

dalam tabel tersebut sehubungan dengan cantilevered in the plane of loading, but fully or

segmen yang dikantilever dalam bidang partially restrained out-of-plane at both ends.

pembebanan, tetapi penuh atau sebagian Segments which are unrestrained out-of-plane at

tertahan diluar-bidang pada kedua ujung. one end are dealt with in Clause 7.5.7.2 and

Segmen yang tidak tertahan diluar-bidang pada Table 7.5. For members with small distributed

satu ujung dibahas dalam Pasal 7.5.7.2 dan loads, such as self weight, these loads may be

Tabel 7.5. Untuk unsur dengan pembagiari beban allowed for approximately by

kecil, seperti berat sendiri, beban kecil, seperti berat sendiri, beban

menambah pengaruh momennya pada momen changing the calculated value of O m .

maksimum akibat beban utama tanpa mengubah nilai terhitung Om .

The third method allows a simple equivalent Cara ketiga mengijinkan momen rata-rata weighted average moment for the segment to be

ekivalen sederhana untuk segmen yang used. This covers a complete range of moment

digunakan. Ini meliputi suatu batas variasi distributions, but sometimes is less accurate is

lengkap dari pembagian momen, tetapi less accurate than the second method.

kadangkadang kurang tepat dibanding cara kedua.

The first three of these methods of determining Tiga cara pertama tersebut untuk penentuan the moment modification factor are for shear

faktor modifikasi momen adalah untuk centre loading, and the effects of loading above

pembebanan pusat geser,dan pengaruh the shear centre must be accounted for

pembebanan diatas pusat geser harus separately, by modifying the effective length,

diperhitungkan terpisah, dengan modifikasi using Clause 7.5.7.3.

panjang efektif, menggunakan Pasal 7.5.7.3. ii.

Segments of varying cross-section

Segmen dengan penampang melintang berubah Stepped or tapered members may be designed

ii.

Unsur bertangga atau mengecil dapat conservatively by using the gross properties of

direncanakan secara konservatif dengan the minimum cross-section, or more economically

menggunakan besaran penuh dari penampang by using the gross properties of the critical cross-

melintang minimum, atau lebih ekonomis dengan section and a reduction factor O st which provides

menggunakan besaran penuh dari penampang an approximation to the more accurate elastic

melintang kritik dan suatu faktor reduksi O st yang buckling solutions (Refs 16-18). The reduction

mengadakan perkiraan terhadap hasil tekuk factor depends not only on the section properties

elastis lebih tepat (Pust. 16-18). Faktor reduksi at the minimum and critical cross-sections, but

tidak hanya tergantung pada besaran penampang also on the length L r of the segment over which

dipenampang melintang minimum dan kritik, the cross-section is reduced.

tetapi juga pada panjang L r dari segmen padamana penampang melintang dikurangi.

K7.5.7.1.2 I-Sections with Unequal Flanges

K7.5.7.1.2

Penampang I dengan Flens Tidak Sama

For monosymmetric I-section members, the elastic Untuk unsur penampang I monosimetrik, kapasitas tekuk buckling capacity depends on the monosymmetry of the

elastis tergantung pada monosimetri dari penampang cross-section: a member whose larger flange is in

melintang:unsur dengan f lens lebih besar yang berada tension has a greatly reduced member capacity. An

dalam tarik mempunyai kapasitas unsur yang sangat approximation for the monosymmetry section property B x

berkurang. Pendekatan untuk besaran penampang is given, while some computer programs calculate both

monosimetri B x diberikan, sedang beberapa program

B x and Y o . Simple approximations for the effects of komputer menghitung B x dan Y o keduanya. Pendekatan monosymmetry have been developed (Ref. 19).

sederhana

untuk pengaruh monosimetri telah

dikembangkan (Pust.19).

K7.5.7.1.3 Angle Sections

Penampang Siku Sub-clause 7.5.7.1.1.(a) may be used to design an equal

K7.5.7.1.3

Ayat 7.5.7.1.1.(a) dapat digunakan untuk merencanakan leg angle bent about its major principal axis by using I w =

suatu siku berkaki sama yang dilengkung terhadap

0. sumbu dasar utama dengan menggunakan I w = 0. Although unequal leg angles bent about the major

Walaupun siku berkaki tidak sama yang dilengkung principal axis are really asymmetric and theoretically

terhadap sumbu dasar utama adalah sungguhsungguh should be analysed for elastic buckling using the

asimetrik dan teoritik harus dianalisa untuk tekuk elastis equations in Sub-clause 7.5.7.1.2, it seems likely that a

dengan menggunakan rumus dalam ayat 7.5.7.1.2, sufficiently accurate answer would usually be obtained

rupanya jawaban yang cukup tepat akan umumnya by using Sub-clause 7.5.7.1.1.(i).

diperoleh dengan menggunakan ayat 7.5.7.1.1.(i).

An angle which is bent in one of the planes of its legs is bent in a non-principal plane, and must be designed using Article 7.5.8.

K7.5.7.1.4 Hollow Sections Because rectangular hollow section members have very

high torsional rigidities J, they rarely buckle laterally, except for extreme sections with I x , much less than I y or when the load acts far above the shear centre. An approximate slenderness limit for hollow section segments which may be considered to have full lateral restraint is given in Sub-clause 7.5.4.2.4. The elastic buckling of hollow section segments without full lateral restraint may be evaluated using Sub-clause 7.5.7.1.1(i) with I w taken as zero.

Similar comments also apply to circular hollow sections

K7.5.7.2 Segments Unrestrained at One End

Segments unrestrained at one end are usually cantilevered in the plane of loading, and have their free ends unrestrained against lateral deflection and twist rotation out of the plane of loading. It is also possible that one end of a segment may be supported in-plane on a skate so that it is unrestrained out of plane.

The simple rules given apply only to segments which are restrained at the support both against rigid body twist rotations about the segment longitudinal axis, and against rigid body lateral rotations out of the plane of loading.

Segments which are not so restrained, such as some double cantilevers, or segments coped at the support, do not easily satisfy the format of the elastic buckling capacity given in Sub-clause 7.5.7.1.1(i) (Ref. 20). These segments may be designed by the method of buckling analysis (Clause 7.5.7.4.)

K7.5.7.3 Effective Length

This clause provides an approximate equation for the effective length L e of the segment which incorporates factors to allow for the end restraints against twist rotations, for the height of the load above the shear centre, and for any end restraints against lateral rotations out of the plane of loading. These latter restraints are often ineffective because any element providing the restraint usually has low geometrical stiffness which is reduced by any destabilizing loads carried by it. Because of this, Sub-clause 7.5.5.3.4. is referenced to ensure that

Suatu siku yang dilengkung dalam satu bidang kakinya adalah dilengkung dalam bidang tidak utama, dan harus direncanakan sesuai Artikel 7.5.8.

K7.5.7.1.4

Penampang Berongga

Karena unsur penampang persegi berongga mempunyai kekakuan puntir sangat tinggi J, mereka jarang menekuk lateral, kecuali untuk penampang ekstrim dengan I x , jauh lebih kecil dari I y , atau bila beban bekerja jauh diatas pusat geser. Perkiraan batas kelangsingan untuk segmen penampang berongga yang dapat dianggap mempunyai penahan lateral penuh diberikan dalam ayat 7.5.4.2.4. Tekuk elastis dari segmen penampang berongga tanpa penahan lateral penuh dapat dievaluasi dengan menggunakan ayat 7.5.7.1.1.(i) dengan mengambil I w sebesar nol.

Keterangan serupa juga berlaku untuk penampang bulat berongga.

K7.5.7.2 Segmen Tidak Tertahan pada Satu Ujung

Segmen tidak tertahan pada satu ujung adalah umumnya dikantilever dalam bidang pembebanan, dan mempunyai ujung bebas yang tidak tertahan terhadap lendutan lateral dan rotasi puntir diluar bidang pembebanan. Juga mungkin bahwa satu ujung segmen dapat didukung dalam bidang pada keadaan demikian sehingga tidak tertahan diluar bidang.

Aturan sederhana yang diberikan hanya berlaku untuk segmen yang tertahan pada pendukung terhadap rotasi puntir dari badan kaku melalui sumbu memanjang segmen, dan terhadap rotasi lateral dari badan kaku diluar bidang pembebanan.

Segmen yang tidak tertahan demikian, seperti beberapa kantilever ganda , atau segmen bersama pada pendukung, tidak mudah memenuhi format kapasitas tekuk elastis yang diberikan dalam ayat 7.5.7.1.1.(i) (Pust.20). Segmen tersebut dapat direncanakan dengan cara analisis tekuk (ayat 7.5.7.4).

K7.5.7.3 Panjang Efektip

Ayat ini menyediakan rumus perkiraan untuk panjang efektif segmen L e yang mencakup faktor agar mengijinkan penahan ujung terhadap rotasi puntir, untuk tinggi beban diatas pusat geser, dan untuk tiap penahan ujung terhadap rotasi lateral diluar bidang pembebanan. Penahan belakangan ini sering tidak efektif karena tiap elemen

yang mengadakan penahan umumnya mempunyai kekakuan geometrik rendah yang terkurangi oleh tiap beban destabilisasi yang dipikulnya. Karena ini, ayat 7.5.5.3.4 dikutip agar menjamin bahwa penahan demikian tidak yang mengadakan penahan umumnya mempunyai kekakuan geometrik rendah yang terkurangi oleh tiap beban destabilisasi yang dipikulnya. Karena ini, ayat 7.5.5.3.4 dikutip agar menjamin bahwa penahan demikian tidak

efektif sebelum dapat diijinkan.

The effective length factors use a basic value of 1 .0 Faktor panjang efektif menggunakan nilai dasar sebesar Partial torsional restraint is accounted for by increasing 3 1 .0. Penahan puntir parsial diperhitungkan dengan

meningkatkan faktor oleh perkalian sesuai sebesar 21). This factor will usually be close to 1.0, except for

the factor by appropriate multiples of (d w /L)(t f /2t w ) (Ref.

(d w /L)(t f /2t w ) 3 (Pust.21). Faktor tersebut umumnya akan long shallow beams with very thick flanges and very thin

mendekati 1.0, kecuali untuk balok dangkal yang webs. The approximate effective length factor of 1.4 for

panjang dengan flens sangat tebal dan pelat badan within segment gravity loads at the top flange allows for

sangat tipis.

the destabilizing effects of this type of loading by Faktor panjang efektif sesuai sebesar 1.4 untuk beban comparison with shear centre loading, as does the value

gravitas dalam segmen pada flens atas mengijinkan of 2.0 used for top flange loads at the free ends (U) of

untuk pengaruh destabilisasi dari jenis pembebanan cantilevers which are restrained and their supports

tersebut dibandingkan dengan pembebanan pusat geser, against out-of-plane twisting and rotation. For uplift loads

seperti pada nilai 2.0 yang digunakan untuk beban flens such as those caused by wind loading, the critical

atas diujung bebas (U) kantilever yang tertahan pada loading position is at the bottom flange instead of the top.

pendukung terhadap puntir dan rotasi diluar bidang. Untuk beban angkat seperti yang disebabkan oleh pembebanan angin, kedudukan pembebanan kritik berada pada flens bawah dan bukan flens atas.

The lateral rotation restraint factors of 0.85 and 0.70 are Faktor penahan rotasi lateral sebesar 0.85 dan 0.70 for values of intermediate stiffness, and are based on the

adalah untuk nilai kekakuan menengah, dan adalah closed form solution reported in Ref. 12. The theoretical

berdasarkan solusi bentuk tertutup yang dilaporkan limiting values for rigid restraints are 0.7 approximately

dalam Pustaka 12. Nilai batas teoritik untuk penahan and 0.5, as for compression members.

kaku adalah kurang lebih 0.7 dan 0.5, seperti untuk unsur tekan.

K7.5.7.4 Design by Buckling Analysis

K7.5.7.4

Rencana dengan Analisis Tekuk

The method of design by buckling analysis provides an Cara perencanaan dengan analisis tekuk menyediakan alternative to the method given in Clauses 7.5.7.1 and 2.

alternatif untuk cara yang diberikan dalam Pasal 7.5.7.1 Although it is not as simple to use, it is of much wider

dan 2. Walaupun ini tidak sederhana dalam penggunaan, application. It is most likely to be used when it is

ini mempunyai kegunaan lebih luas. Paling mungkin ini desirable to have a more accurate prediction of the

digunakan bila diinginkan suatu perkiraan kapasitas buckling capacity, as when designing critically important

tekuk lebih tepat, seperti bila merencana unsur kritik members, in repeated applications of a single design,

serta penting, dalam pemakaian perencanaan tunggal when assessing an existing member, or when

yang berulang, pada pendekatan unsur lama, atau bila establishing reasons for failure.

menentukan sebab keruntuhan.

The method generally requires the use of the results of Cara tersebut umumnya perlu menggunakan hasil an elastic buckling analysis determined by specialized

analisis tekuk elastis yang ditentukan oleh program computer programs (Refs 22,23).

komputer khusus (Pust.22,23).

The results of the elastic buckling analysis may be used Hasil analisis tekuk elastis dapat digunakan untuk to determine the elastic buckling moment M ob at the most

menentukan momen tekuk elastis M ob pada potongan critical section in the complete member, and thence to

paling kritik dalam unsur lengkap, dan kemudian mencari find the value of M oa to be used in determining the

nilai M oa yang digunakan dalam penentuan faktor reduksi slenderness reduction factor 0 s of Sub-clause

kelangsingan 0 s dari ayat 7.5.7.1.1(i). Untuk maksud 7.5.7.1.1.(1). For this purpose, the moment modification

tersebut, faktor modifikasi momen O m dapat diambil factor O m may be taken as 1.0 for members in- near

sebesar 1.0 untuk unsur dengan pembebanan hampir uniform bending, which is conservative. More generally,

merata, yang adalah konservatif. Lebih umum, dapat advantage may be taken of the increased buckling

diambil keuntungan dari kapasitas tekuk meningkat dari capacity of a member with moment gradient by

unsur dengan gradien momen oleh perhitungan nilai calculating an approximate value of the moment

perkiraan faktor modifikasi momen O m dari hasil analisis modification factor O m from the results of elastic buckling

tekuk elastis.

analyses.

K7.5.8 BENDING IN A NON - PRINCIPAL PLANE

This clause applies to the common use of angle section members, channels and zeds as purlins and girts. Two different situations commonly arise, depending on whether the sheeting or other elements connected to the member are effective or not in preventing deflection in the plane of the sheeting. The clause also covers the general case of biaxial bending of members in which the resultant moment does not act in a principal plane.

K7.5.8.1 Deflections Constrained to a Non-principal Plane

When deflections are constrained to occur in particular plane, then the resulting moment acting is the vector sum of the free moment exerted by the applied loads and the constraining moment exerted by the restraining elements. The constraining moment may be evaluated by

a rational method (e.g. elastic analysis) by constraining the deflection to occur in the specified plane (Ref. 24).

Because of the deflection constrains, there is no possibility of any lateral buckling effects, and the moment capacity is controlled by the section moment capacity. Thus the calculated principal axis moments are required to satisfy the biaxial bending section capacity requirement of Clause 7.10.4.4.

K7.5.8.2 Deflections Unconstrained

When the deflections are unconstrained, then the principal axis moments can be determined by elastic analyses of the bending in each principal plane. For short span members, the moment capacity will be controlled by the section moment capacity, and so the biaxial bending section capacity requirement of Clause 7.10.4.4 is invoked. For long span members, lateral buckling effects will be important, and so the biaxial bending member capacity requirement of Clause 7.10.5.4. is involved.

One common example where an unconstrained member is bent in a non-principal plane is that of a crane runway girder which is to be designed for both vertical forces and lateral forces acting above the top flange. In this case the lateral forces induce both minor axis bending and torsion in the girder. The Code gives no guidance for designing against torsion.

In the case of a crane runway girder, it is suggested that each lateral force be replaced by statically equivalent lateral forces acting at the shear centres of the top and bottom flanges, and that the minor axis bending of these (in their own planes) be analysed independently. It is further suggested that the crane runway girder be designed by adapting Clauses 7.10.4.4 and 7.10.5.4 twice, once for each

K7.5.8 LENTUR DALAM BIDANG TIDAK UTAMA

Pasal ini berlaku untuk penggunaan umum dari unsur penampang siku, kanal dan balok gording. Timbul dua keadaan berbeda, tergantung apakah lapis penutup atau elemen lain yang dihubungkan pada unsur adalah efektif atau tidak dalam mencegah lendutan dalam bidang lapis penutup. Pasal ini juga mencakup kasus umum dari lenturan biaksial dari unsur padamana momen resultanta tidak bekerja dalam bidang utama.

K7.5.8.1 Lendutan Terbatas pada Bidang Tidak-Utama

Bila lendutan dibatasi untuk berada dalam bidang tertentu, maka momen yang dihasilkan adalah jumlah vektor dari momen bebas akibat beban yang bekerja dan momen menahan akibat elemen penahan. Momen menahan dapat dievaluasi secara rasional (misalnya analisis elastis) dengan membatasi lendutan sehingga terjadi dalam bidang yang ditentukan (Pust.24).

Karena lendutan tertahan, tidak ada kemungkinan terjadinya pengaruh tekuk lateral, dan kapasitas momen dikendalikan oleh kapasitas momen penampang. Jadi momen sumbu dasar terhitung diperlukan untuk memenuhi syarat kapasitas lentur biaksial penampang dari Pasal 7.10.4.4.

K7.5.8.2

Lendutan Tidak Dibatasi

Bila lendutan tidak dibatasi, maka momen sumbu dasar dapat ditentukan oleh analisis elastis dari lenturan dalam tiap bidang dasar. Untuk unsur bentang pendek, kapasitas momen akan dikendalikan oleh kapasitas momen penampang, dan demikian syarat kapasitas lentur biaksial penampang dari Pasal 7.10.4.4 berlaku. Untuk unsur bentang panjang, pengaruh tekuk lateral akan menjadi penting, dan demikian kapasitas lentur biaksial unsur dari Pasal 7.10.5.4 yang berlaku.

Satu contoh umum dimana unsur yang tidak tertahan dilengkungkan dalam bidang tidak dasar adalah suatu gelagar jalur keran yang direncanakan untuk gaya vertikal dan lateral yang bekerja diatas flens atas. Dalam hal ini gaya lateral menyebabkan lenturan sumbu tidak utama dan puntir dalam gelagar. Peraturan tidak memberikan pedoman untuk perencanaan terhadap puntir.

Dalam kasus gelagar jalur keran, disarankan agar tiap gaya lateral diganti oleh gaya lateral statik ekivalen yang bekerja pada pusat geser dari flens atas dan bawah, dan bahwa lenturan sumbu tidak utama dari yang disebut diatas (dalam bidang mereka sendiri) dianalisa secara tidak tergantung satu sama lain. Kemudian disarankan agar gelagar jalur keran direncanakan dengan mengambil Pasal Dalam kasus gelagar jalur keran, disarankan agar tiap gaya lateral diganti oleh gaya lateral statik ekivalen yang bekerja pada pusat geser dari flens atas dan bawah, dan bahwa lenturan sumbu tidak utama dari yang disebut diatas (dalam bidang mereka sendiri) dianalisa secara tidak tergantung satu sama lain. Kemudian disarankan agar gelagar jalur keran direncanakan dengan mengambil Pasal

7.10.4.4 dan 7.10.5.4 dua kali, sekali untuk tiap flens. should remain unchanged, but the minor axis girder

Dalam anggapan ini, bagian dengan sumbu utama terms should be replaced by corresponding terms for the

gelagar tetap tidak berubah, tetapi bagian dengan sumbu appropriate flange (assuming it to be braced by the

tidak utama gelagar harus diganti oleh bagian girder web against buckling in the vertical plane).

sehubungan flens yang sesuai (menganggap ini terikat oleh badan gelagar terhadap tekuk dalam bidang vertikal).

K7.5.9 SEPARATORS AND DIAPHRAGMS K7.5.9 PEMISAH DAN DIAFRAGMA

This clause gives the requirements for separators and Pasal ini memberikan syarat untuk pemisah dan diaphragms when either of these two methods is used to

diafragma bila salah satu dari dua cara digunakan untuk connect individual components together so as to form a

menghubungk an komponen tersendiri bersama single member.

sehingga membentuk unsur tunggal.

K7.5.10 DESIGN OF WEBS K7.5.10 PERENCANAAN BADAN K7.5.10.1 General

K7.5.10.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.10.2 Definitions of Web Panel

K7.5.10.2

Definisi Panel Badan

Definitions are included of the longitudinal panel Definisi dimasukan untuk dimensi memanjang panel s, dimension s, and the clear transverse panel dimension

dan dimensi melintang bersih panel d, . Penjelasan apa d,. Clarification of what constitutes an edge of a web

yang membentuk ujung dari panel badan diberikan panel is given in this clause.

dalam pasal ini.

K7.5.10.3 Minimum Thickness of Web

Tebal Minimum Panel Badan Panel

K7.5.10.3

A web thinner than that given by the clause is permitted, Badan lebih tipis dari yang diberikan oleh pasal ini provided that it can be justified by a rational analysis

diijinkan, dengan syarat bahwa dapat dibenarkan oleh which incorporates both stiffness (deflection) and

analisis rasional yang mencakup pertimbangan strength (yielding and buckling) considerations.

kekakuan (lendutan) dan kekuatan (leleh dan tekuk). Guidance for this analysis is given in Ref. 25.

Pedoman untuk analisis tersebut diberikan dalam Pustaka 25.

K7.5.11 ARRANGEMENT OF WEBS K7.5.11 RANCANGAN BADAN K7.5.11.1 Unstiffened Webs

K7.5.1 1.1 Badan Tidak Diperkaku

This clause is based on the bending resistance of a web Pasal ini adalah berdasarkan ketahanan lentur dari pelat (Ref.3). The effects of flanges on the local behaviour of

badan (Pust.3). Pengaruh flens pada perilaku setempat the web in bending have been studied in detail in Ref. 8.

dari pelat badan dalam lentur telah diteliti dalam Pustaka The limits given in this clause are greater than the web

8. Batas-batas yang diberikan dalam pasal ini adalah bending yield limits of Table 7.3, and allow for the

lebih besar dari batas leleh lentur pelat badan dalam restraining actions of the flanges on the web. Note,

Tabel 7.3 dan mengijinkan untuk aksi penahan dari flens however, that the bending capacity of a web with

pada pelat badan. Perhatikan, bagaimanapaun, bahwa (d 1 /t w ) —(f Y /250) 115 will be reduced by the section

kapasitas lentur pelat badan dengan (d 1 /t w ) —(f Y /250) < capacity requirements of Clause 7.5.3.4.

115 akan dikurangi oleh syarat kapasitas penampang dari Pasal 7.5.3.4.

The limit for a web with a free edge is based on the Batas untuk pelat badan dengan ujung bebas adalah assumption that the flange is in compression and the free

berdasarkan anggapan bahwa flens berada dalam tekan edge of the web is in tension. The results of research in

dan ujung bebas dari pelat badan berada dalam tarik. Ref. 26 show that in the unlikely event

Hasil penelitian dalam Pustaka 26 Hasil penelitian dalam Pustaka 26

ujung bebas berada dalam tekan, maka ketebalan the web to be developed, and the provisions of this

sebesar (d 1 /90) —(f Y /250) tidak akan mengijinkan clause will be unconservative. However, the bending

perkembangan kekuatan lentur penuh dari badan, dan

syarat pasal ini akan menjadi tidak aman. by the section capacity requirements of Clause 7.5.3.4.

capacities of webs with (d 1 /t w ) —(f Y /250) 22 will be reduced

Bagaimanapun, kapasitas lentur pelat badan dengan (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 22 akan dikurangi oleh syarat kapasitas penampang dari Pasal 7.5.3.4.

K7.5.11.2 Maximum Web Panel

Dimensi Maksimum Panel Dimension

K7.5.11.2

Badan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.11.3 Load Bearing Stiffeners K7.5.11.3 Pengaku Penahan Beban

Tumpuan

Load bearing stiffeners are provided to transfer Pengaku penahan beban tumpuan diadakan untuk concentrated bearing loads or reactions which would

menyalurkan beban tumpuan terpusat atau reaksi yang otherwise lead to web yielding or buckling, or when an

tanpa pengaku tersebut menyebabkan pelelehan pelat end post needs to be provided to anchor the tension field

badan atau tekuk, atau bila suatu penahan ujung perlu action in a transversely stiffened web.

diadakan untuk menjangkar aksi lapangan tarik dalam badan yang diperkaku arah melintang.

K7.5.11.4 Side Reinforcing Plates

K7.5.11.4

Pelat Penguat Sisi

If side reinforcing plates are used, then proper account Bila pelat penguat sisi digunakan, maka harus must be taken of any lack of symmetry caused by placing

diperhitungkan setiap kekurangan simetri yang the side reinforcing plate on one side only of the web. A

disebabkan oleh penempatan pelat penguat sisi pada shear flow analysis such as that described in Ref. 3 may

hanya satu sisi pelat badan. Analisis alir geser seperti need to be undertaken to calculate the horizontal shear

yang diuraikan dalam Pustaka 3 perlu dibuat untuk which is to be transmitted through the fasteners to the

menghitung geser horisontal yang akan diteruskan web and to the flanges.

melalui pengencang pada pelat badan dan flens.

K7.5.1 1.5 Transversely Stiffened Webs

K7.5.11.5

Badan Diperkaku Arah Melintang

This clause allows smaller thickness than does Clause Pasal ini mengijinkan ketebalan lebih kecil daripada

7.5.11.1 for unstiffened webs, and takes into account the pasal 7.5.11.1 untuk pelat badan yang tidak diperkaku, stiffening effects of transverse stiffeners. It can be shown

dan memperhatikan pengaruh perkakuan dari pengaku

that (d 1 /t w ) —(f Y /250) is limited to 200 or less when s/d 1 is

melintang. Dapat ditunjukan bahwa (d 1 /t w ) —(f Y /250)

dibatasi sampai 200 atau kurang bila s/d 1 berada antara 0.741. The limit of 270 is derived from experiments which

between 1 and 3, but this limit becomes 270 for s/d 1 >

1 dan 3, tetapi batas ini menjadi 270 untuk s/d 1 > 0.741. show unfavourable results for webs

Batas 270 telah diturunkan dari percobaan yang slendernesses are greater than this value (Ref. 27).

whose

menunjukan hasil kurang baik untuk pelat badan dimana kelangsingannya lebih besar dari nilai ini (Pust.27).

If transverse stiffeners are placed at spacing greater than Bila pengaku melintang ditempatkan pada jarak lebih 3d 1 , then the tension field action on which the increased

dari 3d 1 , maka aksi lapangan tarik padamana tahanan shear resistance of the web is based is ineffective.

geser pelat badan yang meningkat didasarkan menjadi Because of this, such a web is considered as being

tidak efektif. Karena ini, pelat badan demikian unstiffened transversely, and the design capacity is

dipertimbangkan sebagai tidak diperkaku dalam arah based on the elastic buckling capacity, as given by

melintang, dan kapasitas rencana didasarkan pada Clause 7.5.12.6.

kapasitas tekuk elastis, seperti diberikan dalam pasal

K7.5.11.6 Webs with Longitudinal and

Badan dengan Pengaku Transverse Stiffeners

K7.5.11.6

Memanjang dan Melintang

Longitudinal stiffeners increase the bending capacity of a Pengaku memanjang meningkatkan kapasitas lentur web (Ref.8). Longitudinally stiffened webs must also be

pelat badan (Pust.8). Pelat badan yang diperkaku dalam stiffened transversely.

arah memanjang juga harus diperkaku dalam arah melintang.

Only one longitudinal stiffener is required when Hanya satu pengaku melintang diperlukan bila (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 250 in webs for which s/d, is between 1

(d 1 /t w ) —(f Y /250) < 250 dalam pelat badan untuk mana s/d, and 2.4. It is placed at a distance of 0.2d2 from the

adalah antara 1 dan 2.4. Ini ditempatkan pada jarak compression flange, where the bending buckling

sebesar 0.2d2 dari flens tekan, dimana perubahan deformations are high (Ref.7).

bentuk tekuk lentur adalah tinggi (Pust.7). For a web with slenderness greater than the single

Untuk pelat badan dengan kelangsingan lebih besar dari longitudinal stiffener provisions, an additional longitudinal

pengadaan pengaku memanjang tunggal, diperlukan stiffener is required at the neutral axis, in which case the

pengaku memanjang tambahan pada sumbu netral,

web slenderness limit increases to (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 400.

dalam hal mana batas kelangsingan pelat badan meningkat sampai (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 400.

K7.5.11.7 Openings in Webs

K7.5.11.7

Rongga dalam Badan

In most cases, webs with openings will satisfy the limits Dalam kebanyakan kasus, pelat badan dengan rongga of (i) and (ii) of this clause.

akan mempunyai batas dari (i) dan (ii) dalam pasal ini. For webs which do not, stiffened opening are required.

Untuk pelat badan yang tidak memenuhi, diperlukan The design of members with stiffened openings and

rongga diperkaku. Perencanaan unsur dengan rongga castellated members may be based on published data.

diperkaku dan unsur kastelasi dapat didasarkan pada While there have been many research findings on

data yang dipublikasi. Telah terdapat banyak penemuan openings in webs in the last few decades, most of them

penelitian untuk rongga dalam pelat badan selama relate to working stress design. However, the

beberapa puluh tahun akhir ini, kebanyakan berkaitan recommendations of Ref. 28 are in an ultimate strength

dengan perencanaan tegangan kerja. Bagaimanapun, format, and may be used for limit state design, provided

anjuran dari Pustaka 28 berada dalam format kekuatan

a strength reduction factor of 0.9 is used. A list of ultimate, dan dapat digunakan untuk perencanaan references on research work carried out prior to 1973 is

keadaan batas, dengan syarat bahwa digunakan faktor given in Ref. 29.

reduksi kekuatan sebesar 0.9. Daftar pustaka untuk pekerjaan penelitian yang dilalukan sebelum 1973 diberikan dalam Pustaka 29.

K7.5.12 SHEAR STRENGTH OF WEBS K7.5.12 KEKUATAN GESER BADAN K7.5.12.1 General

K7.5.12.1

Umum

This clause provides the general inequality for shear Pasal ini mengadakan ketidaksamaan umum untuk design.

perencanaan geser.

K7.5.12.2 Ultimate Limit State Design

K7.5.12.2

Rencana Keadaan Batas Ultimate

The strength reduction factor of 0.9 was obtained from Faktor reduksi kekuatan sebesar 0.9 diperoleh dari studi the calibration studies of Ref. 30.

kalibrasi dalam Pustaka 30.

The shear yield strength will govern the design of web Kekuatan geser leleh akan menentukan perencanaan panels with (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 82. The yield strength is

panel badan dengan (d 1 /t w ) —(f Y /250) < 82. Kekuatan leleh also used in determining the capacity of more slender

juga digunakan dalam menentukan kapasitas dari panel web panels.

badan yang lebih langsing.

The shear yield strength is based on the yield stress of Kekuatan geser leleh adalah berdasarkan tegangan leleh the web in shear (f Y / 3 = 0.6 f Y ) and an approximate

pelat badan dalam geser (f Y / 3 = 0.6 f Y ) dan suatu shear shape factor of 1.04.

perkiraan faktor bentuk geser sebesar 1.04. For circular hollow sections, the approximate shear yield

Untuk penampang bulat berongga, perkiraan tegangan stress 0.6 f Y is multiplied by 0.6 times the effective area

leleh geser sebesar 0.6 f Y dikali dengan 0.6 kali luas

A c so that the shear yield strength corresponds efektif A c sedemikian hingga kekuatan geser leleh approximately to the fully plastic strength of the cross-

kurang lebih sesuai dengan kekuatan plastis penuh dari section.

penampang melintang.

K7.5.12.3 Working Stress Design

K7.5.12.3

Rencana Tegangan Kerja

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.12.4 Approximately Uniform Shear

Pembagian Tegangan Geser Stress Distribution

K7.5.12.4

Merata Perkiraan

In most-section members, the ratio f vm /f va of the Pada kebanyakan penampang unsur, rasio f vm /f va , dari maximum and average shear stresses is less than 1.1,

tegangan geser maksimum dan rata-rata adalah kurang and the shear stress distribution in the web may be

dari 1.1, dan pembagian tegangan geser dalam pelat considered to be uniform. The uniform shear capacity V v

badan dapat dianggap merata. Kapasitas geser merata is given by the shear yield capacity Vw of Clause

V, diberikan oleh kapasitas geser leleh V v dari pasal

7.5.12.6 untuk pelat badan dimana (d p /t w )] (f y /250) < 82, yield before local buckling. On the other hand, if the

7.5.12.6 for webs for which (d p /t w )] (f y /250) < 82, which

yang leleh sebelum menekuk setempat. Dilain pihak, bila dp/tw ratio exceeds this limit, the web will buckle

rasio d,/tw melebihi batas tersebut, pelat badan akan elastically before yielding. If such as a web is unstiffened,

menekuk elastis sebelum leleh. Bila suatu pelat badan then Sub-clause 7.5.12.6.1 applies, while Subclause

tidak diperkaku, maka ayat 7.5.12.6.1 berlaku, sedang 7.5.12.6.2. is used for stiffened webs.

ayat 7.5.12.6.2 digunakan untuk pelat badan diperkaku.

K7.5.12.5 Non-uniform Shear Stress K7.5.12.5 Pembagian Tegangan Geser Distribution

Tidak Merata

This clause covers those sections for which Clause Pasal ini mencakup penampang untuk mana pasal

7.5.12.4 berlaku, seperti penampang persegi, sections, angle sections and some I-sections with

7.5.12.4 does apply, such as rectangular sections, tee-

penampang T, penampang siku dan beberapa unequal flanges, and should be used when the ratio f vm

penampang I dengan flens tidak sama, dan harus of the maximum and average elastic shear stresses is

digunakan bila rasio f vm dari tegangan geser elastis greater than 1.1. The equation given lies approximately

maksimum dan rata-rata adalah melebihi 1.1. Rumus halfway between the first yield limit of an elastic shear

yang diberikan berada kurang lebih ditengah antara stress distribution, and the fully plastic condition.

batas Ieleh pertama dari suatu pembagian tegangan geser elastis, dan keadaan plastis penuh.

Calculations of elastic shear stresses can be made by Perhitungan tegangan geser elastis dapat dibuat dengan the methods of analysis in Ref. 3, and solutions for some

cara analisis dalam Pustaka 3, dan solusi untuk particular cases are given in Ref. 31. A computer method

beberapa kasus khusus diberikan dalam Pustaka 31. of determining elastic shear stresses is given in Ref. 32.

Cara komputer dalam penentuan tegangan geser elastis diberikan dalam Pustaka 32.

K7.5.12.6 Shear Buckling Strength

K7.5.12.6

Kekuatan Geser Tekuk

K7.5.12.6.1 Unstiffened Web K7.5.12.6.1 Badan Tidak Diperkaku The shear buckling capacity of an unstiffened web

Kapasitas geser tekuk dari pelat badan yang tidak assumes no post local buckling capacity in shear, and is

diperkaku menganggap bahwa tidak ada kapasitas based on elastic buckling analyses such as those cited in

pasca-tekuk setempat dalam geser, dan adalah Ref. 3.

berdasarkan analisis tekuk elastis seperti yang disebut dalam Pustaka 3.

K7.5.12.6.2 Stiffened Web K7.5.12.6.2 Badan Diperkaku The favourable effect of tension field action may be

Pengaruh menguntungkan dari aksi bidang tarik dapat utilized when the web is provided with intermediate

dimanfaatkan bila pelat badan diperlengkapi dengan transverse stiffeners. In tension field design, the factor

pengaku melintang antara. Dalam perencanaan bidang O y , allows for the elastic buckling resistance, while the

tarik, faktor 0, mengijinkan ketahanan tekuk elastis, factor O d allows for the tension field component. For

sedang faktor Od mengijinkan untuk komponen bidang slender webs, the provision of transverse stiffeners

tarik. Untuk pelat badan langsing, pengadaan pengaku significantly enhances the shear capacity of the web.

melintang sangat mempertahankan kapasitas geser pelat badan.

The capacity of the web may be further enhanced by the Kapasitas pelat badan dapat kemudian dipertahankan rigidity of the flanges. The is allowed for by the

oleh kekakuan flens. Ini diijinkan dengan memasukan introduction of the factor a, which depends on the ration

faktor a, , yang tergantung pada rasio kapasitas momen

2 of the plastic moment capacity of the flange (f 2

plastis flens (f y d 1 t f ,/4) terhadap rasio pelat badan that of the web (f y d 1 t w /4). Ref 25 gives some guidance on

y d 1 t f ,/4) to

((f y d 1 t w /4). Pustaka 25 memberikan petunjuk untuk

a rational analysis that can be used as an alternative to analisis rasional yang dapat digunakan sebagai alternatif

the provisions of Sub-clause 7.5.12.6.2. to calculate a f .

terhadap pengadaan ayat 7.5.12.6.2 untuk menghitung

The presence in a web of compression stresses caused Terdapatnya tegangan tekan dalam pelat badan akibat by axial load decreases the shear capacity.

beban aksial mengurangi kapasitas geser. The design of intermediate transverse stiffeners is

Perencanaan pengaku melintang antara ditentukan oleh governed by Article 7.5.16.

Artikel 7.5.16.

K7.5.13 INTERACTION OF SHEAR AND K7.5.13 INTERAKSI GESER DAN LENTUR BENDING

K7.5.13.1 General

K7.5.13.1

Umum

When substantial bending actions are present, the shear Bila terdapat aksi lentur yang besar, kapasitas geser capacity may be reduced, as for example at the interior

dapat berkurang, sebagai contoh pada perletakan antara supports of continuous beams. While the designer may

dari balok menerus. Sedang perencana dapat use either the proportioning method of Clause 7.5.13.2,

menggunakan cara pembagian kekuatan dari ayat or the shear and bending interaction method of Clause

7.5.13.2, atau cara interaksi geser dan lentur dari ayat

7.5.13.3, the proportioning method is more suitable for

7.5.13.3, cara pembagian kekuatan lebih sesuai untuk

unsur dengan pelat badan Iangsing [(d 1 /t w )] (f y /250) > the interaction method more suitable for members with

members with slender webs [(d 1 /t w )] (f y /250) > 82], and

82] dan cara interaksi lebih sesuai untuk unsur dengan stocky webs (Ref.6).

pelat badan kokoh (Pustaka 6).

K7.5.13.2 Proportioning Method

K7.5.13.2

Cara Pembagian Kekuatan

The proportioning method is based on the assumption Cara pembagian kekuatan adalah berdasarkan that the web shear capacity remains unchanged while

anggapan bahwa kapasitas geser pelat badan tetap tidak the bending moment is less than the value which is

berubah sedang momen lentur adalah lebih kecil dari sufficient to fully yield the flanges if they alone resisted

nilai yang cukup untuk sepenuhnya melelehkan flens- the bending moment. In this case, the flanges, are

flens bila mereka hanya menahan momen lentur. Dalam designed of carry all of the bending moment, leaving the

hal ini, flens direncanakan agar memikul seluruh momen web free to carry all of the shear force. It is therefore

lentur, meninggalkan pelat badan bebas untuk memikul necessary to base the member moment capacity on the

semua gaya geser. Dengan demikian perlu untuk nominal capacity of the lesser flange. In order to allow for

mendasarkan kapasitas momen unsur pada kapasitas the effects of flange local buckling, the compression

nominal dari flens yang lebih kecil. Agar mengijinkan flange area is reduced to the effective area while the

untuk pengaruh tekuk flens setempat, luas flens tekan tension flange area may be reduced by holes.

dikurangi sampai luas efektif sedang luas flens tarik dapat dikurangi oleh lubang.

K7.5.13.3 Shear and Bending Interaction

Cara Interaksi Geser dan Method

K7.5.13.3

Lentur

This clause provides a semi-empirical equation which Pasal ini menyediakan rumus semi-empirik yang reduces the shear capacity V vm when the design bending

mengurangi kapasitas geser V vm bila momen lentur

moment M* is greater than 0.75 M b .

rencana M* adalah lebih besar dari 0.75 M b .

K7.5.14 COMPRESSIVE BEARING ACTION K7.5.14 AKSI TEKANAN TUMPUAN PADA ON THE EDGE OF A WEB

UJUNG BADAN

K7.5.14.1 Dispersion of Force to Web

K7.5.14.1

Penyebaran Gaya pada Badan

Pasal ini menetapkan panjang b G dari bagian kaku flens flange under a bearing action R* (Figure 7.7), and the

This clause defines the length b G of the stiff portion of

pada aksi tumpuan R* (Gambar 7.7), dan laju rate of dispersion of the bearing force through the flange

penyebaran gaya tumpuan melalui flens sampai to the flange-web junction (Figure 7.8).

pertemuan flens-pelat badan (Gambar 7.8).

K7.5.14.2 Bearing Strength

K7.5.14.2

Kekuatan Tumpuan

K7.5.14.2.1 Ultimate Limit State Design K7.5.14.2.1 Rencana Keadaan Batas Ultimate This clause presents the general design inequality for

Pasal ini mengadakan ketidaksamaan rencana yang bearing capacity. The two bearing limit states of yielding

umum untuk kapasitas tumpuan. Kedua keadaan batas and buckling need to be checked separately. Yielding is

leleh dan tekuk tumpuan perlu diperiksa secara terpisah. considered in Sub-clause 7.5.14.2.2 and buckling is

Pelelehan dipertimbangkan dalam ayat 7.5.14.2.2 dan considered in Clause 7.5.14.3.

tekuk dipertimbangkan dalam ayat 7.5.14.3.

K7.5.14.2.2 Bearing Yield Strength K7.5.14.2.2 Kekuatan Leleh Tumpuan

Lebar leleh tumpuan b bf pada pertemuan flens-pelat obtained by the dispersion of Clause 7.5.14.1 and is

The yield bearing width b bf at the flange-web junction is

badan diperoleh dengan penyebaran dari Pasal 7.5.14.1 shown in figure 7.7. The factor of 1.25 has been

dan ditunjukan dalam Gambar 7.7. Faktor 1.25 telah introduced because of the favourable redistribution of

digunakan karena keuntungan penyebaran ulang dari bearing stress in the web which takes place after

tegangan tumpuan dalam pelat badan yang terjadi yielding, and because of the benign nature of bearing

setelah pelelehan, dan karena sifat menguntungkan dari failure which leads to local thickening in areas of high

keruntuhan tumpuan yang menyebabkan penebalan bearing stress.

setempat dalam daerah tegangan tumpuan tinggi.

K7.5.14.2.3 Working Stress Design K7.5.14.2.3 Rencana Tegangan Kerja No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.14.3 Bearing Buckling Strength

K7.5.14.3

Kekuatan Tekuk Tumpuan

For this clause, the web is considered as a compression Untuk pasal ini, pelat badan dianggap sebagai unsur

tekan dengan tinggi d 1 lebar b b dan tebal t w . Nilai bb value of bb is obtained by a further dispersion at a slope

member of height d 1 , breadth b b and thickness t w . The

diperoleh dengan penyebaran lebih lanjut pada of 1:1 of the bearing force through the web to the neutral

kelandaian 1:1 dari gaya tumpuan melalui pelat badan axis.

sampai sumbu netral.

In calculating the slenderness ratio, it is assumed that Dalam perhitungan rasio kelangsingan, dianggap bahwa

the effective length factor k c is approximately equal to

faktor panjang efektif k c adalah kurang lebih sama

0.7, which allows for the restraining effects of the dengan 0.7, yang mengijinkan untuk pengaruh penahan flanges. The assumption leads to the slenderness ratio of

dari flens. Anggapan menuju pada rasio kelangsingan

2.5 d 1 /t w given in the clause. sebesar 2.5 d 1 /t w yang diberikan dalam 2.5 d 1 /t w given in the clause. sebesar 2.5 d 1 /t w yang diberikan dalam

K7.5.15 DESIGN OF LOAD BEARING K7.5.15 PERENCANAAN PENGAKU STIFFENERS

PENAHAN BEBAN TUMPUAN K7.5.15.1 Requirements for Ultimate

Persyaratan Rencana Keadaan Limit State Design

K7.5.15.1

Batas Ultimate

If the web alone does not meet the provisions of Clause Bila pelat badan sendiri tidak memenuhi syarat Pasal

7.5.14.2, maka pengaku penahan beban tumpuan harus The stiffened web is then designed for the yield (Clause

7.5.14.2, then load bearing stiffeners must be provided.

diadakan. Pelat badan

diperkaku kemudian

7.5.15.3) and the buckling (Clause 7.5.15.4) limit states. direncanakan untuk keadaan batas leleh (pasal 7.5.15.3) dan tekuk (Pasal 7.5.15.4).

K7.5.15.2 Requirements for Working

Rencana Stress Design

K7.5.15.2

Persyaratan

Tegangan Kerja

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.15.3 Yield Strength K7.5.15.3 Kekuatan Leleh

The total yield capacity is obtained by adding the Kapasitas leleh total diperoleh dengan menambah

kapasitas leleh pengaku A s f ys pada kapasitas leleh web alone given in Clause 7.5.14.3.

stiffener yield capacity A s f ys to the yield capacity of the

badan sendiri yang diberikan dalam Pasal 7.5.14.3.

K7.5.15.4 Buckling Strength

K7.5.15.4

Kekuatan Tekuk

The clause requires the web-stiffener combination to be Pasal ini mensyaratkan agar kombinasi pengakupelat designed as a compression member. The effective

badan direncanakan sebagai unsur tekan. Penampang section of this combination consists of the stiffener, plus

efektif dari kombinasi ini terdiri dari pengaku, ditambah

a length of web on either side of the stiffener centreline suatu panjang pelat badan pada tiap sisi garis pusat equal to the lesser of 17.5t w / —(f y /250) and s/2, if

pengaku yang sama dengan nilai terkecil dari available. If the stiffener is close to the end of the beam,

17.5t w / —(f y /250) dan s/2, bila ada. Bila pengaku berada then a reduced length of web should be used. The radius

dekat pada ujung balok, maka panjang pelat badan of gyration of the web-stiffener combination is obtained

terkurangi harus digunakan. Jari-jari girasi dari kombinasi from its area and second moment of area about the web

pengaku-pelat badan diperoleh dari luasnya dan momen midplane.

kedua dari luas terhadap bidang tengah pelat badan. The effective length for calculating the slenderness ratio

Panjang efektif untuk perhitungan rasio kelangsingan is taken as 0.7d 1 when both flanges are restrained

diambil sebesar 0.7 d 1 bila kedua flens tertahan terhadap against rotation in the stiffener plane. If either flange is

rotasi dalam bidang pengaku. Bila salah satu flens tidak not so restrained, the effective length is taken

tertahan demikian, panjang efektif diambil konservatif conservatively as 1.0 d 1 . In calculating the axial capacity,

sebesar 1.0 d 1 . Dalam perhitungan kapasitas aksial,

lengkung kolom (Bagian 3) yang berkaitan dengan D b = should be used when the stiffener is welded to the web.

the column curve (Section 3) corresponding to D b = 0.5

0.5 harus digunakan bila pengaku dilas pada pelat badan.

K7.5.15.5 Outstand of Stiffeners

K7.5.15.5

Lebar Pengaku

This clause provides a limit to the stiffener outstand in Pasal ini mengadakan batas pada lebar bebas pengaku order to ensure that the stiffener does not buckle locally

agar menjamin bahwa pengaku tidak menekuk setempat before it can transmit its full squash load. This limit is the

sebelum dapat menyalurkan beban tertekan same as the local buckling yield limit given in Table 7.3.

sepenuhnya. Batas ini adalah sama seperti batas leleh tekuk setempat yang diberikan dalam Tabel 7.3.

K7.5.15.6 Fitting of Load Bearing

Pemasangan Pengaku Stiffeners

K7.5.15.6

Penahan Beban Tumpuan

Because the web is designed to carry some of the Karena pelat badan direncanakan untuk memikul bearing load, the stiffener connections need only to be

sebagian beban tumpuan, hubungan pengaku hanya able to transmit the stiffener's share of the design

perlu mampu menyalurkan bagian pengaku.dari gaya bearing force R*. This share may be approximated by

tumpuan rencana R*. Bagian tersebut dapat diperkirakan multiplying R* by the ratio of the stiffener area to the area

dengan mengalikan R* dengan rasio dari luas pengaku of the effective section of the web and stiffener.

terhadap luas penampang efektif pelat badan dan pengaku.

K7.5.15.7 Design for Torsional End

Perencanaan Penahan Ujung Restraint

K7.5.15.7

untuk Puntir

When required to provide effective torsional restraint Bila perlu untuk mengadakan penahan puntir efektif (Clause 7.5.5.3.2) at the support of a beam (so that the

(Pasal 7.5.5.3.2) pada perletakan balok (sehingga faktor effective length factor K r given in Table 7.8 can be taken

panjang efektif K r yang diberikan dalam Tabel 7.8 dapat as unity), then the load bearing stiffeners must possess a

diambil sebesar satu), maka pengaku penahan beban minimum stiffness. This clause requires that the load

tumpuan harus memiliki kekakuan minimum. Pasal ini bearing stiffeners satisfy a stiffness limit as well as being

mensyaratkan bahwa pengaku penahan beban tumpuan designed for the yielding and buckling limit states of the

memenuhi batas kekakuan dan juga direncanakan untuk webstiffener combination.

keadaaan batas leleh dan tekuk dari kombinasi pengaku- pelat badan.

K7.5.16 DESIGN OF INTERMEDIATE K7.5.16 PERENCANAAN PENGAKU BADAN TRANSVERSE WEB STIFFENERS

MELINTANG ANTARA

Intermediate transverse web stiffeners may be provided Pengaku badan melintang antara dapat diadakan untuk to prevent local buckling of the web in shear, and must

mencegah tekuk setempat dari pelat badan dalam geser,

dan harus diadakan bila faktor a v ,a 2 digunakan untuk the shear capacity. In order to be effective, they require

be provided when the factors a v ,a 2 are used to calculate

menghitung kapasitas geser. Agar menjadi efektif, stiffness as well as strength.

mereka memerlukan kekakuan selain kekuatan.

K7.5.16.1 General

K7.5.16.1

Umum

Intermediate web stiffeners are often not connected to Pengaku badan antara sering tidak dihubungkan pada the tension flange, and need not be connected to the

flens tarik, dan tidak perlu dihubungkan pada flens tekan. compression flange. It is permissible to provide stiffeners

Adalah diperbolehkan untuk mengadakan pengaku pada on one side of the web only, as long as the stiffness and

hanya satu sisi badan, selama kriteria kekakuan dan strength criteria are met.

kekuatan dipenuhi.

K7.5.16.2 Spacing

K7.5.16.2

Jarak Antara

K7.5.16.2.1 Interior Panels

K7.5.16.2.1 Panel Tengah

This clause refers to the maximum requirements of Pasal ini menunjuk pada persyaratan maksimum dari Clauses 7.5.11.5 and 7.5.11.6. Clause 7.5.11.5 requires

Pasal 7.5.11.5 dan 7.5.11.6. Pasal 7.5.11.5 that effective web stiffeners must be spaced closer than

mensyaratkan bahwa pengaku badan efektif harus 3d 1 . When spaced farther apart, then the tension field on

berjarak lebih dekat dari 3d 1 . Bila jarak tersebut Iebih which the increased shear resistance of the web is based

besar, maka bidang tarik padamana tahanan geser is ineffective.

badan yang meningkat didasarkan adalah tidak efektif.

K7.5.16.2.2 End Panels

K7.5.16.2.2 Panel Ujung

An end post is required to anchor any unbalanced Penahan ujung diperlukan untuk menjangkar tiap bidang adjacent tension field in an end panel. The design of

tarik berdekatan yang tidak seimbang tarik berdekatan yang tidak seimbang

be avoided by reducing the length s of the end panel so (lihat Pasal 7.5.16.9) dalam suatu panel ujung dapat that the tension field action is not required. In this case

dihindari dengan mengurangi panjang s dari panel ujung

D d = 1.0. sehingga aksi bidang tarik tidak diperlukan. Dalam hal ini

D d = 1.0.

K7.5.16.3 Minimum Area

K7.5.16.3

Luas Minimum

This clause ensure that the stiffener has a yield capacity Pasal ini menjamin bahwa pengaku mempunyai sufficient to transmit the force actions induced by the

kapasitas leleh memadai untuk menyalurkan aksi gaya tension field. This minimum area rule must be used in

yang timbul oleh lapangan tarik. Aturan luas minimum conjunction with the buckling rule of Clause 7.5.16.4 and

tersebut harus digunakan bersama dengan aturan tekuk the minimum stiffness rule of Clause 7.5.16.5 for

dari Pasal 7.5.16.4 dan aturan kekakuan minimum dari adequate stiffener design.

Pasal 7.5.16.5 untuk perencanaan pengaku yang memadai.

K7.5.16.4 Buckling Strength

K7.5.16.4

Kekuatan Tekuk

K7.5.16.4.1 Ultimate Limit State Design Method K7.5.16.4.1 Cara Rencana Keadaan Batas

Ultimate

Because part of the applied shear is resisted by the Karena bagian dari geser yang bekerja ditahan oleh

kapasitas tekuk elastis badan V b perencanaan tekuk design of the stiffener need only be carried out for the net

elastic buckling capacity V b of the web, the buckling

pengaku hanya perlu dilakukan untuk komponen

tension field component (V* - R R

S sV b ). The design

lapangan tarik netto (V* - R S sV b ). Perencanaan

K S R sb ditentukan dengan bearing stiffener provisions of Clause 7.5.15.2, but with

stiffener capacity K R S R sb is determined using the load

kapasitas pengaku

menggunakan syarat pengaku penahan beban tumpuan an effective length of d 1 .

dari Pasal 7.5.15.2, tetapi dengan panjang efektif

sebesar d 1 .

K7.5.16.4.2 Working Stress Design Method K7.5.16.4.2 Cara Rencana Tegangan Kerja No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.5.16.5 Minimum Stiffness

K7.5.16.5

Kekakuan Minimum

The intermediate stiffeners must have sufficient stiffness Pengaku antara harus mempunyai kekakuan memadai to ensure that a web buckling node is maintained at the

agar menjamin bahwa titik buhul tekuk badan terpelihara stiffener-web junction. This is deemed to be achieved by

pada pertemuan pengaku-pelat badan. Hal ini dianggap satisfying the appropriate limit on the second moment of

tercapai dengan memenuhi batas sesuai untuk momen area of the stiffener about the web centreline.

kedua dari luas pengaku terhadap garis pusat badan.

K7.5.16.6 Outstand of Stiffeners

K7.5.16.6

Lebar Pengaku

The outstand width should be limited so that the stiffener Lebar bebas harus dibatasi sedemikian agar pengaku will not buckle locally when it is required to carry the

tidak menekuk setempat bila harus memikul bagian tension field contribution, which may be close to its

lapangan tarik, yang mendekati beban tertekannya. squash load. The limit of Clause 7.5.15.3 for load bearing

Batas Pasal 7.5.15.3 untk pengaku penahan beban stiffeners is used, which is the same as the yield limit of

tumpuan digunakan, yang sama dengan batas leleh dari Table 7.3.

Tabel 7.3.

K7.5.16.7 External Forces

K7.5.16.7 Gaya Luar

Intermediate stiffeners are often used as connection Pengaku antara sering digunakan sebagai pelat plates for incoming beams, and this clause provides

penghubung untuk balok yang bersambung, dan penghubung untuk balok yang bersambung, dan

pengurangan pengaruh perkakuan yang diharapkan Undesirable performance is guarded against by

akibat gaya luar yang disalurkan. Perilaku yang tidak satisfying both the stiffness and the strength

diinginkan diamankan dengan memenuhi persyaratan requirements of the following clauses.

kekakuan dan kekuatan dari pasal-pasal berikut.

K7.5.16.7.1 Increase in Stiffness K7.5.16.7.1 Peningkatan Kekakuan The stiffness provision requires an increase in the

Pengadaan kekakuan memerlukan kenaikan dalam second moment of area when the actions produce

momen kedua dari luas bila aksi menghasilkan geser shears and moments in the plane of the stiffener.

dan momen dalam bidang pengaku.

K7.5.16.7.2 Increase in Strength K7.5.16.7.2 Peningkatan Kekuatan The strength provision requires that the stiffener be

Pengadaan kekuatan memerlukan bahwa pengaku designed as a load bearing stiffener, using Article 7.5.15.

direncanakan sebagai pengaku penahan beban tumpuan dengan menggunakan Artikel 7.5.15.

K7.5.16.8 Connection of Intermediate

Hubungan Pengaku Antara Stiffeners to Web

K7.5.16.8

Pada Badan

The shear flow calculated from this clause is used in the Aliran geser yang dihitung dengan pasal ini digunakan design for the connectors according to Subsection 12.

dalam perencanaan untuk penghubung sesuai Bab 12.

K7.5.16.9 End Posts

K7.5.16.9

Penahan Ujung

The requirement of an end post consisting of an end Keperluan penahan ujung yang terdiri dari pelat ujung plate and adjacent load bearing stiffener is included in

dan pengaku penahan beban tumpuan berdekatan order. to anchor any unbalanced tension field action in

termasuk agar menjangkar tiap aksi lapangan tarik yang the panel. The dimensions of the end plate are obtained

tidak seimbang kedalam panel. Dimensi pelat ujung from the area provision of the clause, and the load

diperoleh dari syarat luas dalam pasal, dan pengaku bearing stiffener must be designed in accordance with

penahan beban tumpuan harus direncanakan sesuai the requirements in Article 7.5.15 for load bearing

syarat Artikel 7.5.15. untuk pengaku penahan beban stiffeners.

tumpuan.

K7.5.17 DESIGN OF LONGITUDINAL WEB K7.5.17 PERENCANAAN PENGAKU BADAN STIFFENERS

MEMANJANG

The main function of longitudinal stiffeners is to allow Fungsi utama dari pengaku memanjang adalah untuk increased web depths or decreased web thicknesses.

mengijinkan tinggi pelat badan yang meningkat atau However, the savings resulting from this may be offset by

mengurangi tebal pelat badan. Bagaimanapun, increased fabrication costs.

penghematan yang dihasilkan dari ini dapat hilang karena biaya pabrikasi meningkat.

A full treatment of longitudinal web stiffeners is not given. Uraian lengkap untuk pengaku memanjang pelat badan Designers are referred to Refs 25, 26, and 33 for a

tidak diberikan. Perencana dapat melihat Pustaka 25, 26, discussion of the effects of longitudinal stiffeners on web

dan 33 untuk membahas pengaruh pengaku memanjang bending capacity.

pada kapasitas lentur pelat badan.

K7.5.17.1 General

K7.5.17.1

Umum

The clause requires that webs stiffened longitudinal have Pasal ini mensyaratkan bahwa pelat badan yang transverse stiffeners. If these are not necessary to

diperkaku memanjang memiliki pengaku melintang. Bila increase the shear capacity, then they may be spaced at

ini tidak perlu untuk menaikan kapasitas geser, maka 3d p .

mereka dapat berjarak antara sebesar 3 d p .

K7.5.17.2 Minimum Stiffness

K7.5.17.2

Kekakuan Minimum

The requirements for the positioning of the longitudinal Persyaratan untuk penempatan pengaku memanjang stiffeners and their stiff nesses are based on local

dan kekakuannya adalah berdasarkan studi tekuk buckling studies, as discussed in Refs 3,7, and 35.

setempat, seperti dibahas dalam Pustaka 3,7, dan 35.

K7.6 COMPOSITE BEAMS K7.6 GELAGAR KOMPOSIT

The text of Sub-section 7.6 has been taken directly from Uraian dalam Bab 7.6 telah diambil langsung dari Bagian Part 5 of British Standard BS 5400 "Design of Steel,

5 British Standard BS 5400 "Design of Steel, Concrete Concrete and Composite Bridges". That publication

and Composite Bridges". Publikasi tersebut harus dilihat should be referred to for any explanation or further

untuk tiap penjelasan atau petunjuk lebih lanjut. reference.

K7.7 TRANSVERSE MEMBERS AND K7.7 UNSUR DAN PENAHAN RESTRAINTS

MELINTANG

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.8 COMPRESSION MEMBERS K7.8 UNSUR TEKAN

Further information on the basis of the clauses is given Keterangan lebih lanjut berdasarkan pasal-pasal Refs 1 to 5. The behaviour on which these clauses is

diberikan dalam Pustaka 1 sampai 5. Perilaku padamana based is described in textbooks such as Ref. 6. This

pasal ini didasarkan dijelaskan dalam buku seperti commentary should be read in conjunction with such a

Pustaka 6. Penjelasan ini harus dibaca sehubungan textbook.

buku tersebut.

K7.8.1 DESIGN METHOD K7.8.1 Cara Perencanaan

Compression members have been traditionally designed Unsur tekan telah umum direncanakan untuk keadaan for the stability (buckling) limit state. The Ultimate Limit

batas stabilitas (tekuk). Cara rencana keadaan batas State design method for compression members is merely

ultimate untuk unsur tekan merupakan suatu perumusan

a reformulation of this traditional method.

ulang dari cara umum tersebut.

K7.8.2 DESIGN FOR AXIAL K7.8.2 PERENCANAAN UNTUK TEKANAN COMPRESSION

AKSIAL

No comment.

Tidak perlu penjelasan.

K7.8.3 NOMINAL SECTION STRENGTH K7.8.3 KEKUATAN NOMINAL PENAMPANG

K7.8.3.1 General

K7.8.3.1 Umum

Kapasitas penampang nominal N G adalah kekuatan or stub column which cannot undergo overall member

The nominal section capacity N G is the strength of a short

kolom pendek yang tidak dapat mengalami tekuk buckling. If such a column does not buckle locally before

keseluruhan unsur. Bila kolom tersebut tidak menekuk

setempat sebelum tertekan penuh, kapasitas momennya net area of the section. Provided that unfilled holes or

squashing, its nominal capacity is A n y f , where A n is the

adalah A n y , dimana A f n adalah luas penampang bersih. penetrations on the crosssection are significantly small,

Dengan syarat bahwa lubang tidak terisi atau penetrasi the gross area may be used instead of the net area.

pada penampang cukup kecil, luas penuh boleh digunakan sebagai luas terhitung.

There is a significant class of columns composed of Terdapat kelas kolom berarti yang tersusun dari elemen slender plate elements, and these will buckle locally

pelat langsing, dan mereka akan menekuk setempat before the squash load is reached. Because of this, the

sebelum beban tertekan penuh dicapai. Karena hal squash capacity A n y f is modified by the local buckling

tersebut, kapasitas tertekan penuh A n f y dimodifikasi oleh form factor k f calculated according to Clause 7.8.3.2.

faktor bentuk tekuk setempat k f yang dihitung sesuai

Pasal 7.8.3.2.

K7.8.3.2 Form Factor K7.8.3.2 Faktor Bentuk

The concept of using a form factor k f is discussed in Ref.

Konsep penggunaan faktor bentuk k f dibahas dalam

10. In order to calculate the form factor, it is necessary to Pustaka 10. Untuk menghitung faktor bentuk, perlu

diperoleh luas efektif A e . Ini dilakukan dengan effective areas of each of the elements which comprise

obtain the effective area A e . This is done by summing the

menjumlahkan luas efektif dari tiap elemen yang the cross-section. Each of these elements has an

menyusun penampang melintang. Tiap elemen tersebut effective width b e which is calculated according to Clause

mempunyai lebar efektif b e yang dihitung sesuai Pasal

7.8.3.3 dan tebal yang sama dengan tebal aktual the element.

7.8.3.3, and a thickness equal to the actual thickness of

elemen.

K7.8.3.3 Effective Width K7.8.3.3 Lebar Efektip

The concept of using an effective width to calculate the Konsep penggunaan lebar efektif untuk menghitung section capacity incorporating local buckling is well-

kapasitas penampang termasuk tekuk setempat telah

diketahui, dan diuraikan dalam Pustaka 6. Lebar efektif of a plate element of width b is obtained by multiplying b

known, and is described in Ref. 6. The effective width b e ,

b, dari elemen pelat dengan lebar b diperoleh dengan by a reduction factor O Ty / O T . Values of the yield

mengalikan b dengan faktor reduksi O Ty / O T . Nilai batas slenderness limit O Ty are given in Table 7.1 1, and are the

kelangsingan leleh O Ty diberikan dalam Tabel 7.1 1, dan same as the values given in Table 7.3, except for circular

adalah sama seperti nilai yang diberikan dalam Tabel hollow sections. The values of O Ty for flat elements

7.3, kecuali untuk penampang bulat berongga. Nilai O Ty depend on the number of supported edges, and on the

untuk elemen rata tergantung pada jumlah ujung residual stress category. A discussion of their derivation

terdukung, dan pada kategori tegangan sisa. is given in publications such as Refs 11-13. For a circular

Pembahasan penurunannya diberikan dalam publikasi

seperti Pustaka 11-13. Untuk penampang bulat the effective area is obtained by reducing the outside

hollow section, the effective diameter d e used to obtain

berongga, diameter efektif d e yang digunakan untuk

diameter d e by the factor or (3 O Ty / O T ) 2 .

memperoleh luas efektif diperoleh dengan mengurangi O

diameter luar d 2

e dengan faktor (3 Ty / O T ) .

Pasal ini memperbolehkan agar digunakan lebar efektif used, which is dependent on the local buckling

The clause allows an enhanced effective width b e to be

tetap b e yang tergantung pada koefisien tekuk setempat

kb untuk elemen pelat. Nilai k b dapat diperoleh dari obtained from computer programs such as that described

coefficient k b for the plate element. Values of k b may be

program komputer seperti yang diuraikan dalam Pustaka in Ref. 14, or from tabulations or diagrams in texts such a

14, atau dari tabel atau diagram dalam buku seperti Refs 3,6, and 15.

Pustaka 3,6, dan 15.

A plate element supported along both edges with simple Elemen pelat yang didukung sepanjang kedua ujung supports has a theoretical elastic local buckling

dengan perletakan sederhana mempunyai koefisien coefficient k bo of 4.0 (Ref. 15). When a plate element is

tekuk setempat elastis teoritik k bo sebesar 4.0 (Pust.15). connected along its supported edges to other plate

Bila elemen pelat dihubungkan sepanjang ujung

elements, its local buckling coefficient k b is greater than

terdukung pada elemen pelat lain, koefisien tekuk

4.0, then the effective width may be increased in setempat k b adalah lebih besar dari 4.0, demikian lebar

accordance with this clause by multiplying by —(k b /4.0).

efektif boleh dinaikan sesuai dengan pasal ini dengan

mengalikan dengan —(k b /4.0). Bagaimanapun, bila kb is b( O Ty / O T ).

However, if kb is less than 4.0, the value of b e to be used

lebih kecil dari 4.0, nilai b, yang digunakan adalah b( O Ty / O T ).

A similar analysis is made for outstands, using k bo = Analisis serupa dibuat untuk pelat bebas diluar, dengan 0,425, as described in Ref. 6.

menggunakan k b = 0.425, seperti dijelaskan dalam

Pustaka 6.

K7.8.3.4 Plate Element Slenderness

K7.8.3.4

Kelangsingan Elemen Pelat

The calculation of the plate element slenderness O is Perhitungan kelangsingan pelat O adalah analog dengan analogous to that for elements of members in bending

elemen unsur dalam lentur (Bab 7.5), dan mencakup (Sub-section 7.5), and incorporates the effect of the yield

pengaruh tegangan leleh melalui besaran —(f y /250) untuk stress through the terms —(f y /250) for circular hollow

penampang bulat berongga. Kelangsingan dihitung untuk sections. The slendernesses are calculated for all plate

semua elemen pelat dalam penampang melintang, dan elements in the cross-section, and these are then used

mereka kemudian digunakan untuk menentukan lebar to determine the effective widths of the plate elements

efektif elemen pelat yang digunakan dalam perhitungan

used in the calculation of the effective area A e . For

luas efektif A e . Untuk penampang bulat berongga,

kelangsingan O e adalah berdasarkan diameter luar the outside diameter d o of the section.

circular hollow sections, the slenderness O e is based on

penampang d o .

K7.8.4 NOMINAL MEMBER STRENGTH K7.8.4 KEKUATAN NOMINAL UNSUR K7.8.4. 1

Definitions

K7.8.4.1 Definisi

A definition of the actual length of the compression Definisi panjang aktual dari unsur tekan diberikan agar member is given in order to calculate the effective length

menghitung panjang efektif L T yang digunakan dalam L T which is used in the capacity calculations.

perhitungan kapasitas.

The geometrical slenderness ratio L T /r is used to Rasio kelangsingan geometrik L T /r digunakan untuk

menghitung kapasitas nominal N c dari unsur tekan member based on buckling. For most structural members

calculate the nominal capacity N c of the compression

berdasarkan tekuk. Untuk kebanyakan unsur struktural loaded in axial compression, buckling may take place

yang dibebani dalam tekan aksial, tekuk dapat terjadi about either principal axis, and it is therefore necessary

terhadap salah satu sumbu dasar, dan dengan demikian to calculate the geometrical slenderness ratios (L T /r) y ,

perlu untuk menghitung rasio kelangsingan geometrik about the principal x and y axes respectively. Note that

(L T /r) y terhadap masingmasing sumbu dasar x dan y. for angle sections loaded in uniform compression, the

Perhatikan bahwa untuk penampang siku yang dibebani radii of gyration r x and r y are taken about the principal

dalam tekanan merata, jari-jari girasi r x dan r y diambil axes, which are those inclined to the angle legs and not

terhadap sumbu dasar, yang adalah dengan kemiringan the axes parallel to the legs.

terhadap kaki siku dan tidak terhadap sumbu yang sejajar kaki.

K7.8.4.2 Effective Length K7.8.4.2 Panjang Efektip

The effective length L T is used to calculate the Panjang efektif L T digunakan untuk menghitung rasio geometrical slenderness ratio L T /r. This is found from

kelangsingan geometrik L T /r. Ini dicari dari Bagian 3. Section 3. The effective length will generally be different

Panjang efektif umumnya akan berbeda terhadap kedua about both principal axes, and values of both (L T ) x and

sumbu dasar, dan kedua nilai (L T ) x dan (L G ) y sering harus (L G ) y will often have to be calculated.

dihitung.

K7.8.4.3 Nominal Strength of a Member

Kekuatan Nominal Unsur of Constant CrossSection

K7.8.4.3

dengan Penampang Melintang Tetap

Kapasitas nominal N c memperhitungkan pengaruh tekuk flexural buckling (Ref.6) and is calculated by multiplying

The nominal capacity N c accounts for the effects of

lentur (Pust.6) dan dihitung dengan mengalikan

the nominal section capacity N G by a geometric

kapasitas momen penampang N G dengan faktor reduksi

kelangsingan geometrik D c . Nilai D c . tidak hanya depends not only on the geometrical slenderness ratio

slenderness reduction factor D c . The value of D c ,

tergantung pada rasio kelangsingan geometrik L T /r,tetapi L T /r, but also on the yield stress and on the section type,

juga pada tegangan leleh dan pada jenis penampang, which are represented by the member section constant

yang diwakili oleh konstanta penampang unsur D b . Lima

D b . Five values of D b are given, reflecting the various nilai D b diberikan, yang mencerminkan berbagai jenis section types and distributions and magnitudes of the

penampang dan pembagian serta besaran tegangan

sisa. Pertimbangan pemilihan D b untuk penampang the ranges of Australian sections is given in Refs 1618.

residual stresses. Justification for the selections of D b for

Australia diberikan dalam Pustaka 16-18.

When the nominal capacity N c is plotted against the

Bila kapasitas nominal N. digambar terhadap rasio

kelangsingan nominal O n = (L T /r)j —(k f f y /250), lima section constants D b produce five strength curves. The

nominal slenderness ratio O n = (L T /r)j —(k f f y /250), the five

konstanta penampang D b menghasilkan lima lengkung concept of using multiple column curves more correctly

kekuatan. Konsep penggunaan lengkung kolom reflects the strength of compression members, and their

majemuk lebih tepat mencerminkan kekuatan unsur derivation and application is discussed in Ref. 4.

tekan, dan penurunannya serta penggunaan dibahas dalam Pustaka 4.

The clause presents a set of equations which may be Pasal ini memberikan rumus-rumus yang dapat used to calculate the geometrical slenderness reduction

digunakan untuk menghitung faktor reduksi kelangsingan factor D c , based on the derivations in Ref. 4. These

geometrik D c , berdasarkan penurunan dalam Pustaka 4. equations may

be programmed simply on a Rumus tersebut dapat diprogram secara sederhana programmable calculator or on a microcomputer. In lieu

pada program kalkulator atau komputer mikro. Sebagai of using these formulae, the tabulations in Table 7.13

alternatif penggunaan rumus tersebut , Tabel 7.13 dapat

digunakan. Tahapan untuk menghitung N. adalah follows

may be used. the procedure used to calculate N c is as

sebagai berikut:

(i)

Hitung rasio kelangsingan nominal D n = (L T /r) —(f y /250) about the relevant axis;

calculate the nominal slenderness ratio D n =

(i)

(L T /r) —(f y /250) terhadap sumbu relevan

(ii) calculate the nominal slenderness ratio O n =

Hitung rasio kelangsingan nominal O n = (L T /r)j —(k f (L T /r)j —(k f f y /250) about the relevant axis;

(ii)

f y /250) terhadap sumbu relevan (iii)

select the appropriate member section constant

(iii)

Pilih konstanta penampang unsur sesuai D b dari

D b from Table 7.12a or 7.12b;

Tabel 7.12a atau 7.12b.

(iv)

(iv) Baca nilai D c dari Tabel 7.13. Dapat digunakan interpolation may be used;

read the value of D c from Table 7.13. Linear

interpolasi linier

(v) calculate the design capacity Ks No about the

(v)

Hitung kapasitas rencana KS Nc terhadap sumbu

relevant axis from K R

S No = N C ; and

relevan dari K S No = N C dan

(vi) R select the lower value of K

S N c and N G .

(vi)

Pilih nilai terkecil dari K S N c dan N G.

The provisions of this clause are for members which Syarat pasal ini adalah untuk unsur yang menekuk buckle flexurally. Some members, such as short

secara lentur. Beberapa unsur, seperti salib pendek, T cruciforms, tees and concentrically loaded angles, buckle

dan siku yang dibebani konsentrik, menekuk dalam in a torsional or flexural-torsional mode before flexural

bentuk puntir atau lenturan puntir sebelum menekuk buckling. For these, the modified slenderness may be

secara lentur. Untuk hal tersebut, kelangsingan yang calculated as O n =90 —(N G /N om ), in which N om is the elastic

dimodifikasi dapat dihitung sebagai O n =90 —(N G /N om ), torsional or flexuraltorsional buckling load. The nominal

dimana N om , adalah beban puntir elastis atau beban capacity N C may then be determined in the usual way.

tekuk lenturan puntir. Kapasitas nominal No kemudian The method of "design by buckling analysis" is

dapat ditentukan dengan cara biasa. Cara 'Perencanaan documented in Ref. 6 Refs 3,6 and 19 describe the

Analisis Tekuk' didokumentasi dalam Pustaka 6. Pustaka calculation of N om .

3,6,19 menguraikan perhitungan N om .

K7.8.4.4 Nominal Strength of a Member

Kekuatan Nominal Unsur of Varying CrossSection

K7.8.4.4

dengan Penampang Melintang Tidak Tetap

This clause also uses the method of "design by buckling Pasal ini juga menggunakan cara 'perencanaan elastis analysis" documented in Ref. 6. For this, it is assumed

tekuk' yang terdapat dalam Pustaka 6. Untuk ini, that the interaction between yielding, elastic buckling,

dianggap bahwa interaksi antara leleh, tekuk elastis, dan and geometric imperfection in compression members of

kurang kesempurnaan geometrik dalam unsur tekan varying cross-section is the same as that for members of

dengan penampang bervariasi adalah sama seperti uniform crosssection. Tabulations of elastic buckling

untuk unsur dengan penampang seragam. Tabel beban loads N om exist for a range of non-uniform members

tekuk elastis N om diberikan untuk rangkaian unsur tidak (Refs 20-22), and a general computer program has been

seragam (Pustaka 2022), dan program umum komputer described in Ref. 23.

dijelaskan dalam Pustaka 23.

K7.8.5 LACED AND BATTENED K7.8.5 UNSUR TEKAN DENGAN IKATAN COMPRESSION MEMBERS

DIAGONAL DAN PELAT K7.8.5.1 Design Forces

K7.8.5.1 Gaya Rencana

To ensure that a compression member acts as a single Untuk menjamin bahwa unsur tekan bekerja sebagai member without premature failure of the shear resisting

unsur tunggal tanpa keruntuhan terlalu cepat dari elemen elements (battens or lacing), the member must be

penahan geser (kopel atau diagonal pengikat), unsur designed for a transverse shear force V* applied where it

harus direncanakan untuk gaya geser melintang V* yang will have the most unfavourable effect. The expression

dikerjakan dimana akan berpengaruh paling buruk. for the design transverse shear force V*, which the main

Rumus gaya geser melintang rencana V*, terhadap components connecting elements and connections are

mana komponen utama, elemen penghubung dan designed to resist, was obtained from Ref. 5, with the

sambungan direncanakan cukup kuat, diperoleh dari addition of a minimum value of 0.01 N* for low

Pustaka 5, dengan tambahan nilai minimum sebesar slenderness members to account for initial imperfections

0.01 N* untuk unsur dengan kelangsingan rendah agar and eccentricities.

ikut memperhitungkan ketidaksempurnaan awal dan eksentrisitas.

K7.8.5.2 Laced Compression Members

K7.8.5.2

Unsur Tekan dengan Ikatan Diagonal

This clause sets out the proportions and details for the Pasal ini meliputi besaran dan detail untuk komponen main components and connecting elements to ensure

utama dan elemen penghubung agar menjamin bahwa that they act together as an integral member. These

mereka bekerja bersama sebagai unsur kesatuan. Detail details are based on past experience (Ref.24) and

tersebut berdasarkan pengalaman terdahulu (Pust.24) modifications that have been made in line with the

dan telah dimodifikasi sesuai persyaratan Pustaka 25. requirements of Ref. 25.

K7.8.5.2.1 Slenderness Ratio of a Main

Nilai Perbandingan Kelangsingan Component

K7.8.5.2.1

Komponen Utama The slenderness limit of 50 ensures that each main

Batas kelangsingan sebesar 50 menjamin bahwa tiap component is a relatively stocky member irrespective of

komponen utama adalah unsur relatif kokoh yang tidak the slenderness of the whole member. The slenderness

tergantung pada kelangsingan seluruh unsur. Batas limit of 0.6 times the slenderness ratio of the whole

kelangsingan sebesar 0.6 dikali raslo kelangsingan member not only ensures that each main component is

seluruh unsur tidak hanya menjamin bahwa tiap less slender than the whole member, but also results in

komponen utama adalah lebih langsing dari seluruh lacing being attached to at least two intermediate points

unsur, tetapi juga menghasilkan agar diagonal pengikat within the length of the member.

dipasang pada paling sedikit dua titik antara didalam panjang unsur.

K7.8.5.2.2 Slenderness Ratio of a Laced

Nilai Perbandingan Kelangsingan Compression Member

K7.8.5.2.2

Unsur Tekan dengan Ikatan Diagonal

The limit of 1 .4 (L c /r) c is to prevent the possibility of a Batas sebesar 1.4 (L c /r) c adalah untuk mencegah main component failing between consecutive lacing

kemungkinan keruntuhan komponen utama antara titik points.

diagonal pengikat berurutan.

K7.8.5.2.3 Lacing Angle

Sudut Ikatan Diagonal Studies have shown these angles to be the most

K7.8.5.2.3

Penelitian telah menunjukan bahwa sudut tersebut paling effective for lacing members (Ref. 5).

efektif untuk unsur diagonal pengikat (Pust. 5).

K7.8.5.2.4 Effective Length of a Lacing Element

K7.8.5.2.4

Panjang Efektip Elemen Ikatan Diagonal

The different effective length values reflect the difference Nilai panjang efektif berbeda mencerminkan perbedaan in the restraint provided by single and double lacing

dalam tahanan yang diadakan oleh sistim diagonal systems.

pengikat tunggal dan ganda.

K7.8.5.2.5 Slenderness Ratio Limits of a

K7.8.5.2.5 Batas

Nilai Perbandingan Kelangsingan Elemen Ikatan Diagonal

Lacing Element

A nominal value is provided to ensure a reasonable Nilai nominal diadakan untuk menjamin kekakuan dan stiffness and capacity for the lacing.

kekuatan yang wajar untuk diagonal pengikat.

K7.8.5.2.6 Mutually Opposed Lacing

Ikatan Diagonal Berlawanan The asymmetry' of two single lacing systems opposed in

K7.8.5.2.6

Asimetri dari dua sistim diagonal pengikat tunggal dalam direction on opposite sides of a main

arah berlawanan pada sisi berlawanan dari arah berlawanan pada sisi berlawanan dari

aksial.

Significant second-order effects can arise if additional Pengaruh tingkat kedua yang berarti akan terjadi bila lacing elements (except tie plates specified in Clause

elemen diagonal pengikat tambahan (kecuali pelat 7.8.5.2.7) are provided at 90° to the longitudinal axis of

pengikat yang dispesifikasi dalam Pasal 7.8.5.2.7) the member, and these effects cannot be neglected.

diadakan tegak lurus pada sumbu memanjang unsur, dan pengaruh tersebut tidak dapat diabaikan.

K7.8.5.2.7 Tie Plates

K7.8.5.2.7

Pelat Pengikat

These are used to anchor the lacing system at points Mereka digunakan untuk menjangkar sistim diagonal where it is interrupted, such as at the member ends.

pengikat pada titik dimana mereka terputus, seperti pada They are designed as battens (Clause 7.8.5.3.).

ujung unsur. Mereka direncanakan sebagai pelat kopel (Pasal 7.8.5.3).

K7.8.5.3 Battened Compression

Unsur Tekan Yang Dikopel Member

K7.8.5.3

The details in this clause are based on past experience Detail dalam pasal ini berdasarkan pengalaman (Ref. 24), with modifications in line with Ref. 25.

terdahulu (Pust.24), dengan modifikasi sesuai Pustaka

K7.8.5.3.1 Slenderness Ratio of a Main Component

K7.8.5.3.1

Nilai Perbandingan Kelangsingan Komponen Utama

The slenderness limit of 50 ensures that each main component is a relatively stocky member irrespective of

Batas kelangsingan sebesar 50 menjamin bahwa tiap the slenderness of the whole member. The slenderness

komponen utama adalah unsur relatif kokoh yang tidak limit of 0.6 times the slenderness ratio of the whole

tergantung pada kelangsingan seluruh unsur. Batas member not only ensures that each main component is

kelangsingan sebesar 0.6 dikali rasio kelangsingan less slender than the whole member, but also results in

seluruh unsur tidak hanya menjamin bahwa tiap two intermediate battens being provided within the length

komponen utama adalah lebih langsing dari seluruh of the member in addition to the end battens.

unsur, tetapi juga menghasilkan pengadaan dua kopel antara didalam panjang unsur sebagai tambahan pada kopel ujung.

K7.8.5.3.2 Slenderness Ratios of Battened

Nilai Perbandingan Kelangsingan Compression Member

K7.8.5.3.2

dari Unsur Tekan yang Dikopel For a member with diagonal lacing with geometries and

Untuk unsur dengan diagonal pengikat dengan geometri proportions in accordance with Clause 7.8.5.2, shear

dan besaran sesuai Pasal 7.8.5.2, deformasi geser deformations are small and do not significantly reduce

adalah kecil dan tidak banyak mengurangi kekuatan the strength below that for a similar member with a solid

dibawah kekuatan unsur serupa dengan badan penuh. web. However, there are no webs or diagonals in

Bagaimanapun, tidak terdapat pelat badan atau diagonal battened columns to resist transverse shear, and hence

dalam kolom terkopel untuk menahan geser melintang, the main components and battens act together as a

dan demikian komponen utama dan kopel bekerja Vierendeel truss.

bersama sebagai rangka Vierendeel. To account for the reduction in the strength of a battened

Untuk memperhitungkan pengurangan kekuatan dari member due to shear deformation, an increased

unsur terkopel akibat deformasi geser, rasio slenderness ratio (L T /r) bn is used which depends on the

kelangsingan (L T /r) bn yang lebih besar digunakan yang relative values of the slenderness of the member as a

tergantung pada nilai kelangsingan relatif unsur sebagai whole, assuming the main components act together as

keseluruhan, menganggap komponen utama bekerja an integral member, and the slenderness of a single

bersama sebagai unsur kesatuan, dan kelangsinagn main component between consecutive points where

komponen utama tunggal antara titik berurutan dimana battens are

kopel terpasang.

attached.

Panjang Efektip Kopel The reduction in effective in effective length for an

K7.8.5.3.3 Effective Length of a Batten

K7.8.5.3.3

Pengurangan dalam panjang efektif untuk kopel antara intermediate batten reflects the degree of restraint

mencerminkan tingkat tahanan yang diadakan oleh provided by the main components.

komponen utama.

K7.8.5.3.4 Maximum Slenderness Ratio of a

Nilai Perbandingan Kelangsingan Batten

K7.8.5.3.4

Maksimum Kopel

A nominal value is provided to ensure a reasonable Nilai nominal diadakan untuk menjamin kapasitas dan capacity and stiffness for the batten.

kekakuan yang wajar untuk kopel.

K7.8.5.3.5 Width of a Batten

K7.8.5.3.5 Lebar Kopel

This width of batten is required so that it will be stiff and Lebar kopel perlu demikian sehingga akan kaku dan

be able to provide adequate connection to the main mampu untuk mengadakan hubungan memadai pada components, so as to ensure adequate Vierendeel

komponen utama, sehingga menjamin aksi Vierendeel action.

yang memadai.

K7.8.5.3.6 Thickness of a Batten

K7.8.5.3.6

Tebal Kopel

Where plate slenderness could reduce capacity, Dimana kelangsingan pelat dapat mengurangi kapasitas, provision is made for stiffener.

diadakan pengaku.

Beban pada Kopel The transverse shear force V* in the main components

K7.8.5.3.7 Loads on Battens

K7.8.5.3.7

Gaya geser melintang V* dalam komponen utama

results in a design longitudinal shear force V and a *

1 menghasilkan gaya geser memanjang rencana V 1 dan design bending moment M* which must be resisted by

momen lentur rencana M* yang harus ditahan oleh

the battens. V and M* are determined from statics *

1 kopel. V 1 dan M* ditentukan dari statika dengan assuming points of inflection in the main components

menganggap titik perubahan dalam komponen utama midway between the battens and at the midspan of each

ditengah antara kopel dan pada tengah bentang tiap batten (Ref.5).

kopel (Pust. 5).

K7.8.6 COMPRESSION MEMBERS BACK K7.8.6 UNSUR TEKAN YANG TO BACK DIHUBUNGKAN PADA SISI BELAKANG

The details in this clause are based on past experience Detail dalam pasal ini adalah berdasarkan pengalaman (Ref. 24), with modifications in line with Ref. 25.

terdahulu (Pust.24), dengan modifikasi sesuai Pustaka

K7.8.6.1 Components Separated K7.8.6.1 Komponen Terpisah

K7.8.6.1 .1 Application

K7.8.6.1.1

Penggunaan

This clause is limited to double angels, channels or tees Pasal ini dibatasi pada siku ganda, kanal atau T terpisah separated by no more than that required for end gusset

oleh tidak lebih dari yang diperlukan untuk hubungan titik connection in normal practice.

buhul ujung dalam praktek biasa.

K7.8.6.1.2 Configuration

K7.8.6.1.2

Konfigurasi

The arrangement must be symmetric.

Susunan harus simetrik.

K7.8.6.1.3 Slenderness

K7.8.6.1.3

Kelangsingan

The member is treated is treated as an equivalent Unsur dianggap sebagai unsur terkopel ekivalen (ayat battened member (sub-clause 7.8.5.3.2).

K7.8.6.1.4 Connections

K7.8.6.1.4

Hubungan

The member is treated as an equivalent battened Unsur dianggap sebagai unsur terkopel ekivalen (ayat member (sub-clause 7.8.5.4.3). A minimum of two

7.8.5.4.3). Minimum dua pengencang atau ekivalennya fasteners or the equivalent is required at the ends of

diperlukan pada ujung-ujung tiap komponen utama. each main component.

K7.8.6.1.5 Design Forces K7.8.6.1.5 Gaya Rencana

The design longitudinal shear force V is a close *

1 Gaya geser memanjang rencana V adalah perkiraan 1 approximation to that which can be derived from statics

dekat pada yang dapat diturunkan dari statika, assuming points of inflection in the main components

menganngap titik perubahan dalam komponen utama midway between the connections and at the connections.

ditengah antara hubungan dan pada hubungan.

K7.8.6.2 Components in Contact

K7.8.6.2

Komponen Berdampingan

K7.8.6.2.1 Application

K7.8.6.2.1 Penggunaan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.8.6.2.2

Konfigurasi

K7.8.6.2.2 Configuration

Susunan harus simetrik.

The arrangement must be symmetric.

K7.8.6.2.3 Kelangsingan

K7.8.6.2.3 Slenderness Unsur dianggap sebagai unsur terkopel ekivalen (ayat

The member is treated as an equivalent battened

member (sub-clause 7.8.5.3.2).

K7.8.6.2.4

Hubungan

K7.8.6.2.4 Connection Unsur dianggap sebagai unsur terkopel ekivalen.

The member is treated as an equivalent battened Minimum dua pengencang diperlukan pada ujung- . member. A minimum of two fasteners or the equivalent is

ujung tiap komponen utama.

required at the ends of each main component.

Gaya Rencana K7.8.6.2.5

K7.8.6.2.5

Design Forces

Tidak perlu penjelasan.

No commentary.

K7.8.7 RESTRAINTS

K7.8.7 PENAHAN

K7.8.7.1 General

K7.8.7.1 Umum

The design loads, including any notional horizontal Beban rencana, termasuk tiap gaya horisontal berarti, forces, can result in forces being induced in restraining

dapat menghasilkan gaya dalam unsur menahan atau members and connections, which must be designed for.

hub.ungan, yang harus diperhitungkan.

K7.8.7.2 Restraining Members and

Unsur dan Hubungan Penahan Connections

K7.8.7.2

The restraint is required to be able to transfer 2.5% of the Penahan harus mampu menyalurkan 2.5% dari gaya axial compression force in the member being restrained,

tekan aksial dalam unsur yang ditahan, dimana ini lebih where this is greater than the force specified in Clause

besar dari gaya yang dispesifikasi dalam Pasal 7.8.7.1.

7.8.7.1. A stiffness requirement is not given even though Persyaratan kekakuan tidak diberikan walaupun terdapat there is a theoretical solution (Ref. 26). This follows the

solusi teoritik (Pust. 26). Ini mengikuti penemuan (Pust finding (Ref.27) that the requirements for centrally braced

27) bahwa persyaratan untuk kolom terikat terpusat columns are satisfied by practical braces which satisfy

terpenuhi oleh pengikat praktis yang menuruti aturan the 2.5% rule.

When the restraints are more closely spaced than is just Bila penahan berjarak lebih dekat dari yang diperlukan required for the compression member to attain its full

untuk unsur tekan agar mencapai kapsitas penampang section capacity, then an appropriate group of restraints

penuh, maka kelompok penahan sesuai diperlukan is required as a whole to be able to transfer 2.5% of the

sebagai kesatuan yang mampu menyalurkan 2.5% dari force in the compression member, rather than each

gaya dalam unsur tekan, dan bukan tiap penahan secara individual restraint.

tersendiri.

When the restraints are less closely spaced than is Bila penahan berjarak kurang dekat dari yang diperlukan required for the compression member to attain its full

untuk unsur tekan agar mencapai kapasitas penampang section capacity, then each restrain must be designed to

penuh, maka tiap penahan harus direncanakan agar transfer the 2.5% of the force in the compression

menyalurkan 2.5% dari gaya dalam unsur tekan. member.

K7.8.7.3 Parallel Braced Compression

Unsur Tekan Terikat Sejajar Members

K7.8.7.3

This clause provides for a reduction in the rate of Pasal ini mengadakan pengurangan dalam laju accumulation of the restraint forces for parallel members

akumulasi gaya penahan untuk unsur sejajar melewati beyond the connected member from 2.5% to 1.25%. This

unsur tersambung dari 2.5% sampai 1.25%. reduction reflects the possibility that the crookedness or

Pengurangan tersebut mencerminkan kemungkinan load eccentricity of any other parallel member may act in

bahwa kurang kesempurnaan atau eksentrisitas beban the opposite sense, and reduce the total restraint force.

dari tiap unsur sejajar lain dapat bekerja dalam bentuk berlawanan, dan mengurangi gaya penahan total.

K7.9 TENSION MEMBERS

K7.9 UNSUR TARIK

K7.9.1 DESIGN FOR AXIAL TENSION K7.9.1 Perencanaan Tank Aksial

The section covers the design of members subject to Bagian ini meliputi perencanaan unsur yang memikul axial tension forces which are statically loaded. Members

gaya tarik aksial yang dibebani statis. Unsur yang subject to fatigue loading should also be assessed in

memikul beban fatik harus diperkirakan sesuai Bagian II. accordance with Section II. A general coverage of the

Uraian umum dari perencanaan unsur tarik terdapat design of tension members may be found in Ref. 1.

dalam Pustaka 1.

K7.9.1.1 Design Method

K7.9.1.1

Cara Perencanaan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.1.2 Ultimate Limit State Design

K7.9.1.2

Rencana Keadaan Batas Ultimate

The failure criteria on which the expressions for nominal Kriteria keruntuhan padamana rumus kapasitas nominal section capacity are based, are yielding of the gross

penampang didasarkan, adalah pelelehan penampang

penuh (A g f y ) dan patahan melalui penampang bersih Because of strain hardening, a ductile steel member

section (A g f y ) and fracture through the net section (A n f u ).

(A n f u ). Karena pengerasan ulur, unsur baja daktail yang loaded in axial tension can resist without fracture a force

dibebani dalam tarik aksial dapat menahan tanpa patah greater than the product of the gross area times the yield

suatu gaya lebih besar dari perkalian luas penuh kali stress. Depending upon the ratio of the net are to the

tegangan leleh. Tergantung pada rasio penampang gross area, the member can fail by fracture through the

bersih terhadap penampang penuh, unsur dapat runtuh net area at a load smaller than the load required to yield

oleh patahan melalui luas bersih pada beban lebih kecil the gross area (Refs 2,7 and 8).

dari beban yang diperlukan untuk melelehkan luas penuh (Pust. 2,7 dan 8).

Unsur padamana A n f u >A g f y meleleh pada penampang before net section fracture occurs, and such a member

Members for which A n f u >A g f y yield on the gross section

penuh sebelum patahan penampang bersih terjadi, dan has a considerable reserve of ductility evidenced by

unsur demikian mempunyai cadangan daktilitas besar significant deformation. Alternatively, members for which

yang ditandai oleh deformasi besar. Sebagai alternatif

A n f u <A g f y . strain-harden at the net section and then fail unsur padamana A n f u <A g f y mengeras-ulur pada luas by fracture before any significant yielding of the gross

bersih dan kemudian runtuh oleh patahan sebelum section occurs.

terjadi pelelehan besar dari penampang penuh. Hence, yielding of the gross area and fracture through

Jadi, pelelehan luas penuh dan patahan melalui the net area both constitute strength limit states. The

penampang bersih keduanya membentuk keadaan batas

0.85 factor in the expression for net section fracture is kekuatan. Faktor 0.85 dalam rumus patahan penampang intended to account for sudden failure by local brittle

bersih dimaksudkan untuk memperhitungkan keruntuhan behaviour at the net section. The part of the member

serentak oleh perilaku getas pada penampang bersih. occupied by the net area at a bolted connection usually

Bagian unsur yang dicakup oleh penampang bersih pada has a negligible length compared to the total member

sambungan baut umumnya mempunyai panjang yang length. As a result, strain hardening at the net section is

diabaikan terhadap panjang total unsur. Sebagai hasil, readily achieved and yielding of the net section does not

pengerasan ulur pada penampang bersih cepat tercapai constitute a strength limit state of practical significance.

dan pelelehan penampang bersih tidak membentuk keadaan batas kekuatan yang praktis berarti.

A discussion of the effect of self weight on simple tension Pembahasan pengaruh berat sendiri pada unsur tarik members (rods, angles, hollow sections) may be found in

sederhana (batang, siku, penampang berongga) dapat Ref. 5.

diperoleh dalam Pustaka 5.

K7.9.1.3 Working Stress Design

K7.9.1.3

Rencana Tegangan Kerja

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.2 DISTRIBUTION OF FORCES K7.9.2 PENYEBARAN GAYA K7.9.2.1

End Connections Providing

Hubungan Ujung yang Uniform Force Distribution

K7.9.2.1

Mengadakan Penyebaran Gaya Merata

Where a connection is made by bolting or welding to all Bila hubungan dibuat dengan baut atau las untuk semua elements of the member cross-section, the member may

elemen unsur penampang melintang, unsur dapat

be assumed to have a uniform stress distribution across dianggap mempunyai pembagian tegangan merata pada the cross-section, and the correction factor (k,) is taken

penampang melintang, dan faktor koreksi k, diambil as 1.0. The clause specifies the requirements of the end

sebesar 1.0. Pasal menspesifikasi bahwa persyaratan connection for the assumption to be valid. The behaviour

hubungan akhir beriaku untuk anggapan tersebut. of these types of members is discussed in Ref. 2.

Perilaku jenis unsur tersebut dibahas dalam Pustaka 2.

K7.9.2.2 End Connections Providing

Hubungan Ujung yang Non-Uniform Force

K7.9.2.2

Mengadakan Penyebaran Gaya Distribution

Tidak Merata

Where the ends of members are connected in such a Bila ujung unsur dihubungkan demikian sehingga tidak way that not all elements of the member crosssection are

semua elemen penampang unsur ditumpu ke perletakan, attached to the support, then additional stresses resulting

maka terjadi tegangan tambahan yang dihasilkan oleh from shear lag or eccentricity are induced and should be

perlambatan geser atau eksentrisitas dan harus ikut accounted for in the design. The behaviour of members

diperhitungkan dalam perencanaan. Perilaku unsur with these types of end connections is also discussed in

dengan jenis hubungan akhir tersebut juga dibahas Ref. 2. Various methods for empirically adjusting for the

dalam Pustaka 2. Berbagai cara untuk penyesuaian above effects have been investigated, and the use of the

empirik dari pengaruh diatas telah diselidiki, dan simple correction factor k, given in Table 7.14 was

penggunaan faktor koreksi sederhana k, yang diberikan suggested as being sufficiently accurate in Ref. 2. These

dalam Tabel 7.14 disarankan cukup tepat menurut correction factors are applied to the expression for the

Pustaka 2. Faktor koreksi tersebut digunakan dalam nominal capacity in clause 7.9.1.2 for net section fracture

rumus kapasitas nominal dalam pasal 7.9.1.2. untuk at the connection, because the non-unif orm distribution

patahan penampang bersih pada hubungan, karena of force is local to the connection. The correction factor is

penyebaran gaya tidak merata adalah setempat not applied to the equation for gross-section yielding in

terhadap hubungan. Faktor koreksi tidak digunakan pada clause 7.9.1.2, in recognition of the fact that the non-

rumus pelelehan penampang penuh dalam pasal 7.9.1.2, uniformities decrease with distance from the connection

mengingat fakta bahwa ketidakrataan berkurang dengan and are further reduced by redistribution after yielding.

jarak terhadap hubungan dan lebih lanjut dikurangi oleh penyebaran ulang setelah pelelehan.

K7.9.3 TENSION MEMBER WITH TWO OR K7.9.3 UNSUR TARIK DENGAN DUA MORE MAIN COMPONENTS

ATAU LEBIH KOMPONEN UTAMA K7.9.3.1 General

K7.9.3.1 Umum

The provisions are intended to prevent tearingthrough at Persyaratan dimaksud untuk mencegah tersobeknya the end of the eye-bar and dishing of the plate around

ujung batang -mata dan keausan pelat keliling pen. the pin. The requirements are empirically based and

Persyaratan berdasarkan percobaan dan diturunkan dari derive from BS 5950, Part 1 and successful past

BS 5950, Part 1 serta pengalaman berhasil yang lalu. practice.

K7.9.3.2 Design Forces for Connections K7.9.3.2 Gaya Rencana untuk

Hubungan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.3.3 Tension Member Composed

Unsur Tarik yang Tersusun for Two components Back-

K7.9.3.3

untuk Dua Komponen Sisi- toBack

keSisi

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.3.4 Laced Tension Member

K7.9.3.4

Unsur Tarik dengan Ikatan Diagonal

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.3.5 Battened Tension Member

K7.9.3.5

Unsur Tarik yang Dikopel

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.9.4 MEMBERS WITH PIN K7.9.4 UNSUR DENGAN HUBUNGAN PEN CONNECTIONS

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.10 COMBINED AXIAL FORCE AND

KOMBINASI GAYA BENDING

K7.10

AKSIAL DAN LENTUR

K7.10.1 GENERAL

K7.10.1 UMUM

The members of steel structures are often subjected to Unsur struktur baja sering memikul aksi puntir sekunder secondary torsional actions in addition to the primary

sebagai tambahan pada aksi-aksi aksial dan lentur axial and bending actions. In the past these actions were

utama. Dalam masa lalu aksi tersebut umumnya usually ignored, but designers who use three-

diabaikan, tetapi Perencana yang menggunakan dimensional analysis programs are becoming more

program analisis tiga dimensi telah mulai menyadari hal aware of them. Because the Code provides no guidance

tersebut. Karena Peraturan tidak menyediakan petunjuk on designing against torsion (and neither do many other

untuk merencanakan terhadap puntir (dan tidak ada steel design standards around the world), there are no

standar perencanaan baja lain di dunia yang provisions for designing against combined torsion, axial

membahasnya), tidak terdapat persyaratan untuk and bending actions. This subject is discussed further in

perencanaan terhadap kombinasi aksi puntir, aksial dan Ref. 3, and in Paragraph K7.10.5.

lentur. Pokok ini dibahas lebih lanjut dalam Pustaka 3, dan dalam Paragrap K7.10.5.

K7.10.2 DESIGN METHOD K7.10.2 CARA PERENCANAAN

The Limit State design method is specified because of Cara rencana keadaan batas telah dispesifikasi karena the similar requirement for compression members.

syarat serupa untuk unsur tekan.

K7.10.3 DESIGN ACTIONS

K7.10.3 AKSI RENCANA

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.10.4 SECTION STRENGTH K7.10.4 KEKUATAN PENAMPANG K7.10.4.1 General

K7.10.4.1

Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.10.4.2 Uniaxial Bending About the

Lentur Uniaksial Terhadap Major Principal x -Axis

K7.10.4.2

Sumbu Dasar Utama X

The nominal section capacity of a member subjected to Kapasitas penampang unsur nominal yang hanya bending alone is reduced by the presence of axial force.

memikul lentur dikurangi oleh terdapatnya gaya aksial. Axial compression and tension both reduce the yield

Tekan dan tarik aksial keduanya mengurangi kapasitas capacity of the section, while axial compression also

leleh penampang, sedang tekan aksial juga mengurangi reduces the local buckling capacity.

kapasitas tekuk setempat.

A simple straight line approximation is given for the Perkiraan garis lurus sederhana diberikan untuk reduction in the section moment capacity caused by axial

pengurangan kapasitas momen penampang yang dapat force which can be applied to any type of member cross-

digunakan pada tiap jenis penampang unsur. Dengan section. Substituting the approximation into the design

substitusi perkiraan kedalam ketidaksamaan rencana inequality leads to the equivalent formulation.

diperoleh rumus ekivalen.

The approximation is conservative for compact doubly- Perkiraan adalah konservatif untuk unsur penampang I symmetric I-section members, and so a more accurate

simetrik ganda kompak, dan demikian diadakan alternatif alternative is provided.

yang lebih tepat.

K7.10.4.3 Uniaxial bending About the

Lentur Uniaksial Terhadap Minor Principal y -Axis

K7.10.4.3

Sumbu Dasar Tidak Utama Y

This clause is similar to the previous one for bending Pasal ini serupa dengan yang sebelumnya untuk lentur about the x-axis, in that

terhadap sumbu X, didalam mana perkiraan garis lurus approximation for the reduction in the section moment

a simple straight line

sederhana untuk pengurangan kapasitas momen capacity is given for general use, and also a more

penampang diberikan untuk penggunaan umum, dan accurate and economical alternative for compact doubly-

juga alternatif lebih tepat dan ekonomis untuk symmetric I-section members.

penampang I simetrik ganda kompak.

K7.10.4.4 Biaxial Bending K7.10.4.4 Lentur Biaksial

This clause gives a simple a simple linear approximation Pasal ini memberikan perkiraan linier sederhana untuk for the section capacity of members subjected to biaxial

kapasitas penampang unsur yang memikul lentur bending about both principal axes, which reduces to the

biaksial terhadap kedua sumbu dasar, yang mengurangi earlier linear approximations for uniaxial bending.

sampai perkiraan linier sebelumnya untuk lentur uniaksial.

This is often very conservative, and so a more accurate Ini sering sangat konservatif, dan demikian diijinkan and economical law approximation is permitted for

perkiraan sah yang lebih tepat dan ekonomis untuk compact doubly-symmetric members of I-section. This

unsur penampang I simetrik ganda kompak. Perkiraan power law approximation will be over-ridden by the

sah akan ditindih oleh perkiraan sah yang berkaitan corresponding power law approximations for the member

untuk kapasitas unsur yang diberikan dalam Pasal capacity given in Clause 7.10.5.4, except when there is a

7.10.5.4, kecuali bila terdapat pengurangan setempat significant local reduction in section geometry at a

yang berarti dalam geometri penampang pada heavily loaded cross-section.

penampang yang dibebani berat.

K7.10.5 MEMBER STRENGTH K7.10.5 KEKUATAN UNSUR K7.10.5.1 General

K7.10.5.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.10.5.2 In-Plane Strength

Analisis Elastis Kekuatan Analysis

Elastic

K7.10.5.2

Dalam Bidang

This clause governs the in-plane capacity of members Pasal ini menentukan kapasitas unsur dalam bidang which are bent in one principal plane, and which fail in

yang dilentur dalam satu bidang dasar, dan yang runtuh that plane. Members which are bent about the major

dalam bidang tersebut. Unsur yang dilentur terhadap principal x-axis and which do not have sufficient lateral

sumbu dasar X-utama dan yang tidak mempunyai cukup restraint to prevent buckling out of the plane of bending

penahan lateral untuk mencegah tekuk keluar bidang must also be checked for their out-of-plane member

lentur harus diperiksa untk kapasitas unsur diluar bidang capacity using Clause 7.10.5.3.

dengan menggunakan Pasal 7.10.5.3.

K7.10.5.2.1 Application

K7.10.5.2.1 Penggunaan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.10.5.2.2 Compression Members

K7.10.5.2.2 Unsur Tekan

The destabilizing effects of axial compression reduce the Pengaruh destabilisasi dari tekan aksial mengurangi member in-plane moment capacity. This clause gives a

kapasitas momen unsur dalam bidang. Pasal ini simple linear approximation for the reduced member

memberikan perkiraan linier sederhana untuk kapasitas capacity.

unsur yang terkurangi.

This approximation is often conservative, and so a more Perkiraan ini sering konservatif, dan demikian perkiraan accurate approximation is permitted for compact doubly-

lebih tepat diijinkan untuk unsur penampang I simetrik symmetric I-section member. The economy produced by

ganda kompak. Penghematan yang dihasilkan oleh the use of this more accurate approximation instead of

penggunaan perkiraan lebih tepat tersebut sebagai the linear approximation is most marked for members

alternatif dari perkiraan linier terutama berarti pada unsur

dengan gradien momen tinggi (nilai E m tinggi). The effective length factor K T used in this clause to

with high moment gradient (high values of E m ).

Faktor panjang efektif K T yang digunakan dalam pasal ini determine the in-plane compression member capacity N c untuk menentukan kapasitas unsur tekan dalam bidang

is taken as unity for a sway member, because the effects N c diambil sebagai satu untuk unsur tidak terikat, karena of end restraints which influence member buckling have

pengaruh penahan ujung terhadap tekuk unsur telah already been taken into account, either in amplifying the

diperhitungkan, dengan amplifikasi pada pembagian first order moment distribution, or in carrying out a

momen tingkat pertama atau dalam melakukan analisis second order analysis.

tingkat kedua.

K7.10.5.2.3 Tension Members

K7.10.5.2.3 Unsur Tarik

Axial tension does not reduce the member in-plane Tarik aksial tidak mengurangi kapasitas momen unsur moment capacity, and so the design of these members

dalam bidang dan demikian perencanaan unsur tersebut will be governed by their section capacities, determined

ditetapkan oleh kapasitas penampangnya, yang using Article 7.10.4.

ditentukan dengan menggunakan Artikel 7.10.4.

K7.10.5.3 Out-of-Plane Strength

K7.10.5.3

Kekuatan Diluar Bidang

This clause governs the design of members which are Pasal ini menentukan perencanaan unsur yang dilentur bent about the major principal x-axis and fail by buckling

terhadap sumbu dasar X-utama dan runtuh dengan laterally out of the plane of bending. The in-plane

menekuk lateral diluar bidang lentur. Kapasitas unsur capacity of these members must also be checked using

dalam bidang tersebut harus juga diperiksa dengan Clause 7.10.5.2. Members which are bent about the

menggunakan Pasal 7.10.5.2. Unsur yang dilentur minor principal y-axis do not normally fail by buckling out

terhadap sumbu dasar Y-tidak utama umumnya tidak of the plane of bending unless there are transverse loads

runtuh oleh tekuk diluar bidang lentur kecuali terdapat acting far above the critical flange, and their design is

beban melintang yang bekerja jauh diatas flens kritik, rarely governed by this clause

dan perencanaannya jarang ditentukan oleh pasal ini.

K7.10.5.3.1 Compression Members

K7.10.5.3.1 Unsur Tekan

The destabilizing effects of axial compression reduce the Pengaruh destabilisasi dari tekan aksial mengurangi member lateral buckling moment capacity Mbx. this

kapasitas tekuk lateral unsur Mb%. Pasal ini memberikan clause gives a simple linear approximation for the

perkiraan linier sederhana untuk kapasitas unsur reduced member capacity which uses the out-ofplane

terkurangi yang menggunakan kapasitas unsur tekan compression member capacity N cy .

diluar bidang N cy .

This approximation is often conservative, and so a more Perkiraan tersebut sering konservatif, dan demikian accurate approximation is permitted for compact doubly-

perkiraan lebih tepat diijinkan untuk unsur penampang I symmetric 1 -section members. The economy produced

simetrik ganda kompak. Penghematan yang dihasilkan by the use of this instead of the linear approximation is

oleh penggunaan ini sebagai alternatif dari perkiraan most marked for members with high moment gradient

linier terutama berarti untuk unsur dengan gradien (high values of E m ).

momen tinggi (nilai E m tinggi).

K7.10.5.3.2 Tension Members

K7.10.5.3.2 Unsur Tarik

Axial tension increases the member lateral buckling Tarik aksial meningkatkan kapasitas momen tekuk lateral moment capacity M bx . This clause gives a simple linear

unsur M bx . Pasal ini memberikan perkiraan linier approximation for the increased moment capacity which

sederhana untuk kapasitas momen meningkat yang is conservative for small to moderate axial tensions. The

konservatif untuk tank aksial kecil sampai sedang. design of members with high axial tensions will be

Perencanaan unsur dengan tank aksial tinggi akan governed by the section capacity requirements of Clause

ditentukan oleh persyaratan kapasitas penampang dari

Pasal 7.10.5.2.

K7.10.5.4 Biaxial Bending Strength

K7.10.5.4

Kekuatan Lentur Biaksial

K7.10.5.4.1 Compression Members

K7.10.5.4.1 Unsur Tekan

This clause gives a power law approximation for the Pasal ini memberikan perkiraan sah untuk kapasitas biaxial bending capacities of members with axial

lentur biaksial unsur dengan tekan aksial. Untuk bagian compression. For the term M cx associated with bending

M cx yang berkaitan dengan lentur terhadap sumbu dasar about the major principal x-axis, the lesser of the in-plane

X-utama, nilai terkecil dari kapasitas unsur dalam bidang member capacity M ix and the out-ofplane member

M ix dan kapasitas unsur diluar bidang M ox digunakan, capacity M ox is used, while for the term associated with

sedang untuk bagian berkaitan dengan lentur terhadap bending about the minor principal y-axis, the in-plane

sumbu dasar Ytidak utama, kapasitas dalam bidang Mi,, capacity M iy is used.

yang digunakan.

The power law inequality can be conservatively Ketidaksamaan sah dapat diperkirakan secara approximated by a linear relationship obtained by setting

konservatif dengan hubungan linier yang diperoleh the index equal to 1.0, but often at the expense of

dengan menetapkan indeks sama dengan 1.0, tetapi significant economy.

sering mengorbankan segi ekonomisnya.

K7.10.5.4.2 Tension Members

K7.10.5.4.2 Unsur Tarik

This clause gives a power law approximation for the Pasal ini memberikan perkiraan sah untuk kapasitas biaxial bending capacities of members with axial tension,

lentur biaksial unsur dengan tank aksial, yang serupa which is similar to that of the previous clause for

dengan pasal sebelumnya untuk unsur dengan tekan members with axial compression, except that the term

aksial, kecuali bahwa bagian M tx yang berkaitan dengan M tx associated with bending about the major principal x-

lentur terhadap sumbu dasar X-utama diambil sebagai axis is taken as the lower of the inplane reduced section

nilai terkecil dari kapasitas penampang terkurangi dalam capacity M rx and the out-ofplane member capacity M ox.

bidang M rx dan kapasitas unsur diluar bidang M ox . The power law inequality can again be conservatively

Ketidaksamaan sah dapat pula menjadi perkiraan approximated by a linear relationship obtained by setting

konservatif oleh hubungan linier yang diperoleh dengan the index equal to 1.0, but often at the expense of

menetapkan indeks sama dengan 1.0, tetapi sering significant economy.

mengorbankan segi ekonomisnya.

K7.10.5.5 Eccentrically Loaded Double

Profil Siku Tunggal Dibaut Bolted or Welded Single

K7.10.5.5

Rangkap atau Dilas yang Angles in Trusses

Dibebani Eksentris dalam Rangka

This clause provides a special design method for single Pasal ini menyediakan cara perencanaan khusus untuk angle web compression members in trusses which are

unsur tekan siku tunggal dalam rangka yang connected by at least two bolts or welded at each end

dihubungkan dengan paling sedikit dua baut atau dilas and loaded through one leg (eccentrically connected

pada tiap ujung serta dibebani melalui satu kaki (unsur single angle tension members may be designed using

tarik siku tunggal yang dihubungkan eksentris dapat Clause 7.3.2(a)). The method is an adaptation to limit

direncanakan dengan menggunakan Pasal 7.3.2.(a)). states design of the working stress method proposed in

Cara tersebut diambil dari perencanaan keadaan batas Ref.2.

dari cara tegangan kerja yang disarankan dalam Pustaka

The behaviour of a single angle web compression Perilaku unsur tekan siku tunggal adalah rumit karena member is complicated by the eccentricity effect caused

pengaruh eksentris yang disebabkan di hubungannya at its connection with a web tension member to the truss

dengan unsur tarik badan pada batang rangka. Pertama, chord. First of all, the eccentricity is greater when the

eksentrisitas lebih besar bila unsur tarik dihubungkan tension member is connected to the opposite side of the

pada sisi berlawanan dari batang dibanding bila cord than when connected to the same side as the

dihubungkan pada sisi sama seperti unsur tekan, seperti compression member, as indicated in Figure 7.13.

dalam Gambar 7.13. Kedua, eksentrisitas menyebabkan Secondly, the eccentricity causes bending perpendicular

lenturan tegak lurus pada bidang rangka, dan bersudut tot he plane of the truss, and at an angle to the weaker

terhadap bidang dasar Iebih lemah dari bidang dasar principal plane of the angle compression member, in

unsur tekan siku, dalam mana tekuk cenderung terjadi. which buckling tends to occur.

The method proposed in Ref. 2 provides a way of Cara yang disarankan dalam Pustaka 2 menyediakan combining the effects of buckling in the minor principal

cara kombinasi pengaruh tekuk dalam bidang dasar tidak plane with that of bending perpendicular to the plane of

utama dengan pengaruh lenturan tegak lurus bidang the truss caused by the eccentricity. The method uses a

rangka yang disebabkan oleh eksentrisitas. Cara modified interaction equation for failure in the plane

tersebut menggunakan modifikasi rumus interaksi untuk perpendicular to the truss. Thus the member capacity

keruntuhan dalam bidang tegak lurus pada rangka. Jadi interaction equation is expressed in terms of the ration of

rumus kapasitas interaksi unsur dinyatakan dalam the design compression force N* to the design

besaran rasio gaya tekan rencana N* terhadap kapasitas

compression capacity K R

tekan rencana K S N ch untuk tekuk diluar bidang rangka, plane of the truss, and the ratio of the design bending

S N ch for buckling out of the

dan rasio momen lentur rencana M h yang bekerja diluar moment M h acting out of the plane of the truss to the

bidang rangka terhadap kapasitas rencana berkaitan

corresponding design bending capacity K R

K S N bx M sh /M sx . Kapasitas unsur ini diperoleh dengan This member capacity is obtained by multiplying the

S N bx M sh /M sx .

mengalikan kapasitas unsur rencana K S N b , untuk lentur

terhadap sumbu dasar X-utama dengan rasio kapasitas major (x) principal axis by the ratio of the nominal section

design member capacity K S N b for bending about the

penampang nominal untuk lentur terhadap sumbu sejajar capacities for bending about the axis (h) parallel to the

(h) terhadap kaki terbebani (M sh ) dan lentur terhadap loaded leg (M sh ) and for bending about the major (x)

sumbu dasar X-utama (M sx ). Kapasitas nominal principal axis (M sx ). The nominal section capacity Msh is

penampng Msh diperoleh dengan menggunakan rumus obtained by using a linear equation for the interaction

linier untuk interaksi antara kapasitas penampang sumbu between the principal axis section capacities M sx and

dasar M sx dan M sy , dan dinyatakan sebagai fungsi sudut M sy , and is expressed as a function of the angle a

a antara sumbu X dan h.

between the x-and h-axes. For an equal leg angle whose length-thickness ratio L/t is

Untuk siku berkaki sama dengan rasio panjangketebalan less than the stated limit, lateral buckling effects may be

L/t kurang dari batas yang ditentukan, pengaruh tekuk ignored, and the member capacity M bx may be taken as

lateral boleh diabaikan, dan kapasitas unsur M bx dapat the section capacity. For other equal leg angles, a simple

diambil sebagai kapasitas penampang untuk siku berkaki approximation is given for the elastic buckling moment

sama lain, perkiraan sederhana diberikan untuk momen M o which can then be used in Clause 5.6.1.1. to obtain

tekuk elastis M o yang kemudian dapat digunakan dalam the member buckling capacity M bx .

Pasal 5.6.1.1 untuk memperoleh kapasitas tekuk unsur M bx .

K7.10.6 TORSION

K7.10.6 PUNTIR

K7.10.6.1 General

K7.10.6.1 Umum

There are no rules given in the Code for designing Tidak ada aturan dalam Peraturan untuk perencanaan against torsion, which reflects a similar situation in most

terhadap puntir, yang mencerminkan keadaan serupa overseas steel design codes. In the past, torsion was

dalam Tata Cara perencanaan baja diluar negeri. Dalam probably ignored because it was thought to occur only

masa lalu puntir mungkin diabaikan karena dianggap rarely, and when it did, it ws considered to be

jarang terjadi, dan bila ada, dipertimbangkan sebagai unimportant.

kurang penting.

The difficulties of predicting torsional effects and of Kesulitan dalam perkiraan pengaruh puntir dan providing recommendations for designing against torsion

pengadaan saran untuk perencanaan terhadap puntir have also probably discouraged attempts to provide

mungkin telah melemahkan usaha untuk mengadakan design guidance. At the same time, the

petunjuk perencanaan. Pada waktu petunjuk perencanaan. Pada waktu

However, the growing use of three dimensional computer analysis programs has made many designers aware of the presence of torsional effects in their structures, and has led them to ask about their significance and how to design for them. In addition, there may be circumstances when designers would wish to transfer loads by primary torsion actions, but have been prevented from doing so by the lack of information on how to predict and design for torsion effects in steel structures.

This paragraph briefly discusses the occurrence and significance of torsion in steel structures, and makes suggestions for the analysis of and design against torsion. It should be read in conjunction with a textbook which covers this subject, such as Ref. 3.

K7.10.6.2 Occurrence

Torsion may occur as pure torsion, or in combination with other actions, such as bending. Pure torsion, for which only torsion is present and there are no other actions, occurs very rarely in steel structures. When it does occur, it is likely to be of little or no significance, as in the case of secondary torsion of otherwise unloaded members. An example of this type of torsion occurs when differential rotations of the joints of primary frames cause corresponding (compatible) twisting of unloaded bracing members which are perpendicular to the primary frame.

Most commonly, torsion occurs in combination with bending actions. The torsion actions may be classified as primary or secondary, depending on whether the torsion action is required to transfer the load (primary torsion), or whether it arises as a secondary action, as in the case of twist rotations compatible with the joint rotations in primary frames. For example, the use of three- dimensional analysis programs commonly leads to the prediction of small torques in the minor members running between the main frames. These secondary torques are not unlike the secondary bending moments predicted in rigid-jointed trusses, but usually ignored in the design of the members (a procedure justified by many years of satisfactory experience based on the long-standing practice of analyzing trusses as if pin-jointed). Secondary torques are usually small when there are alternative load paths of high stiffness, such as those through the planes of shear walls and floors, in which case they may be ignored.

Primary torsion actions may be classified as being restrained, free, or destabilizing. For restrained torsion, the member applying the torsion action also applies a restraining action to the member resisting the torsion. In this case, the structure is redundant,

sama, keterangan yang dapat diadakan oleh jumlah keruntuhan yang mungkin terjadi akibat puntir tidak tersedia.

Bagaimanapun, penggunaan berkembang dari program komputer tiga dimensi telah membuat banyak Perencana sadar akan adanya pengaruh puntir dalam struktur mereka, dan telah membuat mereka bertanya mengenai kepentingannya dan cara perencanaannya. Sebagai tambahan, mungkin

terdapat keadaan dimana Perencana ingin menyalurkan gaya oleh aksi puntir utama, tetapi telah dicegah untuk melaksanakannya karena kekurangan keterangan untuk cara perkiraan dan perencanaan pengaruh puntir dalam struktur baja.

Paragrap ini secara singkat membahas terjadinya serta kepentingan puntir dalam struktur baja, dan membuat saran analisis dan perencanaan terhadap puntir. Ini harus dibaca bersama dengan buku yang mencakup pokok ini seperti Pustaka 3.

K7.10.6.2 Terjadinya

Puntir dapat terjadi sebagai puntir murni, atau dalam kombinasi dengan aksi lain, seperti lentur. Puntir murni, dimana hanya terdapat puntir dan tidak ada aksi lain, sangat jarang terjadi dalam struktur baja. Bila ini terjadi, umumnya tidak berarti, seperti dalam hal puntir sekunder pada unsur yang bebas beban. Contoh jenis puntir tersebut terjadi bila perbedaan puntir antara titik pertemuan rangka utama menyebabkan puntir (terjadi, bersama) pada unsur ikatan yang bebas beban yang berada tegak lurus pada rangka utama.

Paling umum, puntir terjadi dalam kombinasi aksi lentur. Aksi puntir dapat diklasifikasi sebagai utama atau sekunder, tergantung apakah aksi puntir diperlukan untuk menyalurkan beban (puntir utama), atau apakah ia timbul sebagai aksi sekunder, seperti dalam hal rotasi puntir yang terjadi bersama dengan rotasi titik pertemuan dalam rangka utama. Sebagai contoh, penggunaan program analisis tiga dimensi umumnya menuju pada perkiraan puntiran kecil dalam unsur sekunder yang berada antara rangka utama. Puntiran sekunder tersebut bukan tidak serupa momen lentur sekunder yang diperkirakan dalam rangka dengan titik pertemuan kaku, tetapi umumnya diabaikan dalam perencanaan unsur (cara yang dibenarkan oleh pengalaman berhasil selama bertahun-tahun berdasarkan praktek analisis rangka dengan hubungan pen). Puntiran sekunder umumnya kecil bila tidak terdapat lintasan beban alternatif dengan kekakuan tinggi, seperti yang melalui bidang dinding geser dan lantai, dalam hal mana mereka boleh diabaikan.

Aksi puntir utama dapat diklasifikasi sebagai tertahan, bebas, atau destabilisasi. Untuk puntir tertahan, unsur yang mengerjakan aksi puntir juga mengerjakan aksi penahan pada unsur yang menahan puntir. Dalam hal ini, struktur tidak aktif, Aksi puntir utama dapat diklasifikasi sebagai tertahan, bebas, atau destabilisasi. Untuk puntir tertahan, unsur yang mengerjakan aksi puntir juga mengerjakan aksi penahan pada unsur yang menahan puntir. Dalam hal ini, struktur tidak aktif,

analisis bila besaran puntiran dan aksi lain akan and other actions are to be determined correctly.

ditentukan secara tepat.

Free torsion occurs when the member applying the Puntir bebas terjadi bila unsur yang mengerjakan puntir torsion does not restrain the twisting of the torsion

tidak menahan terpuntirnya unsur puntir, tetapi member, but does prevent its lateral deflection and any

mencegah lendutan lateralnya dan setiap aksi destabilizing actions between the torsion action and the

destabilisasi antara aksi puntir dan aksi lentur pada bending actions on the torsion member.

unsur puntir.

Destabilizing torsion may occur when the member Puntir destabilisasi dapat terjadi bila unsur yang applying the torsion action does not restrain either the

mengerjakan aksi puntir tidak menahan terpuntirnya atau twisting or the lateral deflection of the torsion member. In

lendutan lateral dari unsur puntir. Dalam hal ini, aksi this case, buckling actions caused by the in-plane

tekuk yang disebabkan oleh pembebanan dalam bidang loading of the torsion member amplify the torsion and

unsur puntir membesarkan puntir dan aksi lentur diluar out-of-plane bending actions.

bidang.

K7.10.6.3 Types of Pure Torsion

K7.10.6.3

Jenis Puntir Murni

K7.10.6.3.1 Uniform Torsion

K7.10.6.3.1 Puntir Merata

In uniform torsion, there is no warping torque present, Pada puntir nerata, tidak terdapat puntiran melentur, either because the rate of change of the twist rotation

karena laju perubahan rotasi puntir sepanjang unsur along the member is constant (which happens

adalah tetap (yang tidak sering terjadi), atau karena infrequently), or else because the warping section

konstanta pelenturan penampang adalah kecil dan constant is negligibly small (as in the case of angles,

diabaikan (seperti dalam hal siku, T, salib dan tees, cruciforms, and hollow sections).

penampang berongga).

In open sections, the uniform torque is the resultant of Pada penampang terbuka, puntiran merata adalah components arising from shear stresses which vary

resultanta komponen yang timbul dari tegangan geser almost linearly across the thickness of the section wall,

yang bervariasi hampir linier melalui ketebalan dinding and have lever arms of the order of the wall thickness.

penampang, dan mempunyai lengan dalam sekitar tebal These small lever arms are responsible for the

dinding. Lengan dalam yang kecil adalah yang comparatively high shear stresses and the comparatively

menyebabkan perbandingan tegangan geser tinggi dan low torsional stiffness.

perbandingan kekakuan puntir rendah. In closed sections, the uniform toque is the resultant of

Pada penampang tertutup, puntiran merata adalah shear stresses which are almost constant across the

resultanta dari tegangan geser yang hampir tetap melalui thickness of the section wall, and which have lever arms

ketebalan dinding penampang, dan yang mempunyai of the order of the section width or depth. Because of

lengan dalam sekitar lebar atau tinggi penampang. these large lever arms, the shear stresses are

Karena lengan dalam besar tersebut, perbandinagn comparatively small and the torsional stiffness is usually

tegangan geser adalah kecil dan kekakuan puntir very high.

umumnya sangat tinngi.

K7.10.6.3.2 Warping Torsion K7.10.6.3.2 Puntir Melentur In warping torsion, there is no significant uniform torque

Pada puntir melentur, tidak terdapat puntiran merata present because the torsion section constant is negligibly

yang berarti karena konstanta puntir penampang sangat small (as it is for very thin-walled open sections).

kecil (seperti untuk penampang terbuka berdinding sangat tipis).

In the warping torsion of open section members with Pada puntir melentur dari unsur penampang terbuka parallel flanges, the torque is resisted by equal and

dengan flens sejajar, puntiran ditahan oleh geser flens opposite flange shears which arise from differential

sama dan berlawanan yang disebabkan oleh perbedaan bending of the flanges, and which have a lever arm equal

lenturan flens, dan yang mempunyai lengan dalam sama to the distance between the flanges. Because of this

dengan jarak antara flens. Karena lengan dalam besar large lever arm, the shear stresses are comparatively

tersebut, tegangan geser adalah relatif kecil. small. However, the complementary (warping) normal

Bagaimanapun, tegangan normal tambahan (melentur) stresses resulting from flange bending are usually quite

yang dihasilkan oleh lenturan flens umumnya cukup significant, and

besar, dan tidak boleh besar, dan tidak boleh

diabaikan.

In some open section members, all the plate elements of Pada beberapa unsur penampang terbuka, semua the cross-section meet at a common point (as in the case

elemen pelat penampang melintang bertemu pada titik of angles, tees, cruciforms and narrow rectangular

umum (seperti dalam kasus siku, T, salib dan sections), so that there can be no torque resultant of any

penampang persegi sempit), sehingga tidak dapat terjadi warping shear stresses in the elements. In such a case,

resultanta puntiran dari tegangan geser melentur dalam the warping torque is negligibly small, and all the torque

elemen. Dalam hal demikian, puntiran melentur adalah must be resisted by the uniform torque.

sangat kecil, dan semua puntiran harus ditahan oleh puntiran merata.

The warping torsion of closed section members is often Puntiran melentur dari unsur penampang tertutup sering ignored because the uniform torsional stiffness is very

diabaikan karena kekakuan puntir merata adalah sangat high.

tinggi.

K7.10.6.3.3 Non-uniform Torsion K7.10.6.3.3 PuntirTidak Merata In non-uniform torsion, both uniform and warping torsion

Pada puntir tidak merata, terdapat puntir merata dan are present, and the applied torque is resisted by a

melentur, dan puntiran yang bekerja tertahan oleh combination of these two torque components. Non

kombinasi dua komponen puntiran tersebut. Puntiran uniform torsion is the general case for open section

tidak merata adalah kasus umum untuk unsur members, and particularly so for hot-rolled and welded

penampang terbuka, dan khususnya juga untuk unsur members with parallel flanges, such as I-section and

yang dicanai panas atau unsur yang dilas dengan flens channels.

sejajar, seperti penampang I dan kanal.

K7.10.6.4 Analysis of Torsion

K7.10.6.4

Analisis Puntir

K7.10.6.4.1 Pure Torsion

K7.10.6.4.1 Puntir Murni

i. Section properties

i. Besaran penampang

The analytical determination of the uniform torsion Penentuan analitik dari konstanta puntir merata section constant J and the warping torsion constant I w is

penampang J dan konstanta puntir melentur I w dibahas discussed in Ref. 3. Computer methods of section

dalam Pustaka 3. Cara komputer dari analisis analysis are given in Refs 8 and 9. Summaries of

penampang diberikan dalam Pustaka 8 dan 9. equations for these properties are given in Refs 10-12.

Ringkasan rumus untuk besaran tersebut diberikan dalam Pustaka 10-12.

ii. Member analysis

ii. Analisis unsur

The distributions of the uniform and warping torques Penyebaran puntiran merata dan melentur sepanjang along both determinate and statically indeterminate

unsur statik tertentu dan tidak tertentu dapat ditentukan members may be determined by the analytical methods

dengan cara analitik yang diberikan dalam Pustaka 3, given in Ref. 3, or by the computer method given in

atau dengan cara komputer yang diberikan dalam Ref.13. Solutions for a number of loading cases are

Pustaka 13. Solusi untuk beberapa kasus pembebanan given in Ref. 10.

diberikan dalam Pustaka 10.

iii. Section stress distribution

iii. Penyebaran tegangan penampang

The stresses caused by the uniform and warping torques Tegangan yang disebabkan oleh puntiran merata dan acting on a member crosssection may be determined by

melentur yang bekerja pada penampang melintang unsur the analytical methods given in Ref. 3 or by the computer

dapat ditentukan dengan cara analitik yang diberikan method given in Refs 8 and 9. Summaries of the stress

dalam Pustaka 3 atau dengan cara komputer yang distributions are given in Refs 10 and 11.

diberikan dalam Pustaka 8 dan 9. Ringkasan penyebaran tegangan diberikan dalam Pustaka 10 dan

K7.10.6.4.2 Combined Bending and Torsion K7.10.6.4.2 Kombinasi Lentur Dan Puntir

i. First-order elastic analysis

i.

Analisis elastis tingkat pertama

The first-order analysis of combined bending and torsion Analisis tigkat pertama dari kombinasi lentur dan puntir may be accomplished by the superposition of the results

dapat dilakukan dengan superposisi hasil analisis tingkat of first-order analyses of the separate effects of bending

pertama dari pengaruh terpisah dari lentur dan puntir. and of torsion. Thus the deformations and the stresses

Jadi perubahan bentuk dan tegangan diperoleh dengan are obtained by appropriate additions of the values

pertambahan nilai sesuai dari nilai yang diperoleh obtained from the separate analyses.

dengan analisis terpisah.

ii. Approximate second-order analysis

ii.

Analisis pendekatan tingkat kedua

The first-order method of elastic analysis discussed Cara analisis elastis tingkat pertama yang dibahas diatas above superposes the results of independent analyses of

mempertambahkan hasil analisis terpisah dari lentur dan bending and torsion. It therefore ignores any second-

puntir. Dengan demikian diabaikan tiap komponen order components which arise from products of the first-

tingkat kedua yang terjadi dari perkalian aksi tingkat order actions with the deflections or twists, such as the

pertama dengan lendutan atau puntir, seperti momen moment M x ‡ which is the minor axis component of the

M x ‡ yang merupakan komponen sumbu tidak utama dari major axis moment M x and which results from the twist

momen sumbu utama M x dan yang dihasilkan oleh rotasi rotation ‡ of the member.

puntir ‡ dari unsur.

One simple approximate method of second order Salah satu cara perkiraan sederhana dari analisis tingkat analysis of combined bending and torsion is to add the

kedua untuk kombinasi lentur dan puntir adalah dengan term M x ‡ to any first-order minor axis moment M y . Other

menambah besaran M x ‡ pada tiap momen sumbu tidak second-order components which should be considered

utama tingkat pertama M y . Komponen tingkat kedua lain include the major axis component M x ‡, and the torque

yang harus dipertimbangkan mencakup komponen components M x u and M y v. This approximate method is of

sumbu utama M x ‡ dan komponen puntiran M%u dan reasonable accuracy while the major axis moment M x is

M y v. Cara perkiraan ini adalah cukup tepat karena small compared with the flexural-torsional buckling

momen sumbu utama M x adalah kecil dibanding momen moment at which the member becomes laterally

tekuk puntir-lentur padamana unsur menjadi tidak stabil unstable. When this is not the case, then the

dalam arah lateral. Bila ini bukan kasusnya, maka cara amplification method discussed in the next section will

amplifikasi yang dibahas dalam bagian berikut akan provide more accurate estimates of the second-order

menyediakan perkiraan lebih tepat untuk pengaruh effects.

tingkat kedua.

iii. Amplification of the first-order effects

iii.

Amplifikasi pengaruh tingkat pertama

When the major axis moment M x is not small compared Bila momen sumbu utama M x tidak kecil dibanding with the flexural-torsional buckling moment at which the

momen tekuk puntir-lentur padamana unsur menjadi member becomes laterally unstable, then the first-order

tidak .stabil dalam arah lateral, maka lendutan sumbu minor axis deflections and the twists are amplified. These

tidak utama dan puntir tingkat pertama mengalami amplified deformations may be approximated by

amplifikasi. Perubahan bentuk yang diamplifikasi multiplying the first-order values by the amplification

tersebut dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai

tingkat pertama dengan faktor amplifikasi 1 (1-M x /M c ),, buckling moment. Similarly, the second-order minor axis

factor 1 (1-M x /M c ), in which M c is the elastic lateral

dimana M c adalah momen tekuk elastis lateral. Dengan bending moments and torques may be approximated by

cara sama, momen lentur dalam sumbu tidak utama dan multiplying the first-order values by the same

puntir tingkat kedua dapat diperkirakan dengan amplification factor.

mengalikan nilai tingkat pertama dengan faktor amplifikasi yang sama .

K7.10.6.5 Design for Torsion

K7.10.6.5

Rencana Puntir

K7.10.6.5.1 Pure Torsion

K7.10.6.5.1 Puntir Murni

i. Uniform torsion

i. Puntir merata

When the only action is that of uniform torsion, the Bila aksi hanya dari puntir merata, perencanaan unsur design of an open section member is likely to be

penampang terbuka umumnya ditentukan oleh governed by deformation considerations, since the twist

pertimbangan perubahan bentuk, karena rotasi puntir 0 rotations ‡ are likely to be large. For strength design, a

umumnya besar. Untuk perencanaan kekuatan, cara conservative method is to limit the maximum shear

adalah membatasi tegangan geser stress T * predicted by elastic analysis under the design

konservatif

maksimum T u yang diperkirakan oleh analisis elastis

untuk beban rencana pada K R S (0.6 f y ) dengan K S = 0.9. to be oversafe for compact 1-sections, which have plastic

loads to K R

(0.6 f y ) with K S = 0.9. This method is likely

Cara ini rupanya terlalu aman untuk penampang I shape factors equal to 1.5. For compact 1-sections, it is

kompak, yang mempunyai faktor bentuk plastis sama therefore suggested that the 0.6 factor above be

dengan 1.5. Untuk penampang I kompak, disarankan increased by 25% to 0.75.

bahwa faktor 0.6 tersebut dinaikan 25% sampai 0.75. When the member is of closed section, the twist rotations

Bila unsur adalah penampang tertutup, rotasi puntir are likely to be small. For strength design, it is suggested

umumnya kecil. Untuk perencanaan kekuatan, that the maximum shear stress T *

disarankan agar tegangan geser maksimum T u yang analysis under the design loads should be limited to

u predicted by elastic

diperkirakan dengan analisis elastis untuk beban K R

rencana R harus dibatasi pada K S (0.6 f y ) untuk significant distortions of the cross-section may occur, and

S (0.6 f y ) for compact sections. For slender sections,

penampang kompak. Untuk penampang langsing, the effects of these should be allowed for in the analysis

gangguan cukup besar dari penampang melentur dapat of the member. Designing for distortion is beyond the

terjadi, dan pengaruhnya harus diijinkan dalam analisis scope of the Code.

unsur. Perencanaan untuk gangguan perubahan bentuk adalah diluar lingkup Peraturan.

ii. Warping torsion

ii. Puntir melentur

When only action is that of warping torsion, the strength Bila aksi hanya dari puntir melentur, perencanaan design of an open section member is usually governed

kekuatan unsur penampang terbuka umumnya by the warping normal stresses f w developed by

ditentukan oleh tegangan normal melentur f * w yang differential flange bending, since these are usually much

dikembangkan oleh perbedaan lenturan flens, karena ini larger than the warping shear stresses T w A umumnya jauh lebih besar dari tegangan geser melentur

conservative method of strength design is to limit the * T w Cara konservatif untuk perencanaan kekuatan warping normal stresses f *

w predicted by elastic analysis

adalah membatasi tegangan normal melentur f * w yang

under the design loads to K R

S f y with K S = 0.9. This

diperkirakan dengan analisis elastis untuk beban

method is likely to be over-safe for the flanges of R rencana pada K S f y dengan K S = 0.9. Cara ini rupanya compact I-sections which have plastic shape factors

terlalu aman untuk flens penampang I kompak yang equal to 1.5. For compact I-sections, it is therefore

suggested that f y

be increased by 25% to 1.25 f mempunyai faktor bentuk plastis sama dengan 1.5.

Untuk penampang I kompak, disarankan bahwa f y , dinaikan 25% sampai 1.25 f y .

iii. Non-uniform torsion

iii.

Puntir tidak merata

Pada puntir tidak merata, umumnya terdapat tegangan In non-uniform torsion, there are usually significant shear

stresses T * geser cukup besar T u akibat puntiran merata dan u arising from the uniform torque and

tegangan normal cukup besar f significant normal stresses f u arising from the warping

u akibat puntiran melentur. Bagaimanapun nilai maksimum dari yang

torque. However the maximum values of these usually occur at different cross-sections along the member, and

tersebut umumnya terjadi pada potongan berbeda sepanjang unsur dan pada lokasi berbeda dalam

at different locations in the cross-section. Because of this penampang melintang. Karena hal tersebut, sering , it is often sufficient to ignore any interaction between

the shear and normal stresses and to design separately memadai untuk mengabaikan tiap interaksi antara tegangan geser dan normal dan untuk

for these for these

When it is found that there are significant stresses of Bila diketemukan bahwa terdapat tegangan cukup besar both kinds occurring at the same point, then a circular

dari kedua jenis yang terjadi pada titik sama, maka

interaction curve of the type (f R

1.25 K S f y )+

lengkung interaksi melingkar dengan jenis (f w

1.25 K S f y )

(T R u /0.75K S f y )2 ” 1.0 might be used for compact I- + (T u /0.75K S f y )2 ” 1.0 dapat digunakan untuk unsur section members. For other members, this should be

penampang I kompak. Untuk unsur lain, ini harus diganti

replaced by (f R w K S f y )2 ” 1.0

oleh (f K w S f y )2 ” 1.0.

K7.10.6.5.2 Combine Bending and Torsion K7.10.6.5.2 Kombinasi Lentur dan Puntir For the strength design of members subjected to

Untuk perencanaan kekuatan unsur yang memikul combined bending and torsion, the occurrence of

kombinasi lentur dan puntir, terjadinya tegangan normal coincident normal stresses due to bending and warping

bersamaan akibat lentur dan pelenturan dapat diijinkan may be allowed for by replacing the design moment M*

dengan mengganti momen lentur M* pada penampang

at the section by an equivalent moment M = M* + (f *

dengan momen ekivalen M c = M* + (f w M G /1.25 f y ) M G /1.25 f y ) for compact I-section members, and by

untuk unsur penampang I kompak, dan dengan reducing the value of 1.25 to 1.0 for other members.

mengurangi nilai 1.25 sampai 1.0 untuk unsur lain. similarly, the occurrence of coincident shear stresses

Dengan cara sama, teriadinya geser bersamaan akibat due to uniform torsion and bending may be allowed for

lentur dan puntir merata dapat diijinkan dengan by replacing the design shear V* on the cross-section

mengganti geser rencana V* pada elemen penampang

element by an equivalent shear V *

melintang dengan geser ekivalen V = V* + (T c u V w /0.75 for compact 1-section members, and by reducing the

c = V* + (T V u w /0.75 f y )

f y ) untuk unsur penampang I kompak, dan mengurangi value of 0.75 to 0.6 for other members.

nilai 0.75 sampai 0.6 untuk unsur lain.

K7.11 TRUSSES

K7.11 RANGKA

The text of Sub-section 7.11 has been taken directly from Uraian Bab 7.11 diambil Iangsung dari Bagian 3.12 Part 3.12 of British Standard BS 5400 "Design of Steel,

British Standard BS 5400 "Design of Steel, Concrete and Concrete and Composite Bridges". That publication

Composite Bridges". Publikasi tersebut harus dilihat should be referred to for any explanation or further

untuk setiap penjelasan atau pustaka lebih lanjut. reference.

K7.12 CONNECTIONS

K7.12 HUBUNGAN

K7.12.1 GENERAL

K7.12.1 UMUM

K7.12.1.1 Requirements For Connections K7.12.1.1 Persyaratan Hubungan

The Clause draws the distinction between connection Pasal ini menggambarkan perbedaan antara komponen components and connectors because the strength

hubungan dan penghubung karena faktor reduksi reduction factors for each are different (see Table 7.1).

kekuatan untuk masing-masing adalah berbeda (lihat Only Clause 7.12.1.10 mentions connection components.

Tabel 7.1). Hanya pasal 7.12.1.10 menyebut komponen It is essential that the connection design be consistent

hubungan. Penting bahwa perencanaan hubungan with the assumptions made in the method of analysis

sesuai dengan anggapan yang diambil dalam cara selected from Section 3.

analisis terpilih dari Bagian

The basic requirement is that the design method demonstrate that the connections have the capacities to

Persyaratan dasar adalah bahwa cara perencanaan transmit the design action effects calculated from the

menunjukan bahwa hubungan mempunyai kapasitas analysis performed.

untuk menyalurkan pengaruh aksi rencana yang dihitung dari analisis yang dilakukan.

K7.12.1.2 Classification of Connections K7.12.1.2 Klasifikasi Hubungan

It is important to note that practical connections are Penting untuk memperhatikan bahwa hubungan praktis neither fully rigid nor fully flexible, and that the onus is

tidak kaku penuh maupun fleksibel penuh, dan placed on the designer of a connection to ensure that the

perencana hubungan bertanggung jawab untuk true behaviour of the connection does not have a

menjamin bahwa perilaku benar dari hubungan tidak deleterious effect on the members of the frame.

mempunyai pengaruh buruk pada unsur rangka.

K7.12.1.3 Connections in Main Members

K7.12.1.3

Hubungan dalam Unsur Utama

The purpose of this clause is to make sure that Maksud pasal ini adalah untuk meyakinkan bahwa connections is main members do not move or slip at

hubungan dalam unsur utama tidak bergerak atau serviceability loads.

menggelincir pada beban layan.

K7.12.1.4 Design of Connections

K7.12.1.4

Perencanaan Hubungan

The Clause nominates the basic requirements that any Pasal ini menetapkan persyaratan dasar bahwa tiap design model for any connection ought to satisfy if the

model rencana untuk tiap hubungan harus memenuhi model is to be acceptable. Not all published design

bila model dapat disetujui. Tidak semua model rencana models for connections satisfy all of these requirements.

hubungan yang dipublikasi memenuhi semua

persyaratan ini.

The reference to residual actions due to bolt installation Aksi sisa akibat pemasangan baut yang tidak perlu not requiring consideration refers to tensioned bolts,

dipertimbangkan menunjuk pada baut tertarik, yang which introduce local clamping actions in steel frames

mengadakan aksi kelem setempat dalam rangka baja and may result in some local actions in individual

dan dapat menghasilkan beberapa aksi lokal dalam members. The resulting actions throughout the frame

unsur tersendiri. Aksi yang dihasilkan dalam rangka due to local actions or distortions are not significant nor

akibat aksi lokal atau gangguan perubahan bentuk readily amenable to calculation, and may be ignored.

adalah tidak berarti dan tidak langsung terhitung, dan dapat diabaikan.

K7.12.1.5 Minimum Design Actions on Connections

The design actions nominated in the Clause are the actions for the ultimate strength limit state.

The provisions are intended to ensure that, even for a lightly loaded member, each connection has at least a minimum capacity.

The action to be designed for is the greater of the calculated design action or the minimum specified in (a) to (e), as appropriate. The minimum is generally expressed as a factor or times the design capacity for the minimum size of member required by the ultimate strength limit state. Hence, if a member is increased in size above the minimum size for whatever reason (rationalization of member sizes, slenderness consideration), it is only necessary to use the design capacity of the minimum size for the purposes of the Clause. For columns which may be subject to large compressive forces and only minor tensile forces, any splice has to be designed both for the specified value for the minimum member size required to resist the compression, and for the specified value for the minimum member size required to resist the tension.

The provisions for splices are covered by Items (d) to (e) of the Clause. The provisions, and those for compression members, are to prevent the situation of small splice elements being used to connect relatively thick plates. In the event of an excessive load, the weak splice elements will form a potential region of high deformation.

The full member design capacity required as the minimum design action at the end connection of a threaded rod with turnbuckle used as tension member comes from Ref. 3, which cites experiments where the pretensioning induced by the turnbuckle exceed the nominal yield capacity at the threaded section.

K7.12.1.6 Intersections

The Clause states what is accepted good practice in detailing, and indicates what is to be done if the ideal situation cannot be achieved.

Slight eccentricities between the centroidal axes of members and the centroidal axes of end connections have long been ignored as having negligible effect on the static strength of members, but it is known that these eccentricities can have deleterious effects on the fatigue strength (Ref. 18).

Three points should be made i.

Consideration should be given to the

K7.12.1.5 Aksi Rencana Minimum pada Hubungan

Aksi rencana yang ditetapkan dalam pasal adalah aksi untuk keadaan batas kekuatan ultimate.

Persyaratan dimaksud untuk menjamin bahwa, juga untuk unsur yang dibebani ringan, tiap hubungan paling sedikit mempunyai kapasitas minimum.

Aksi untuk mana direncanakan adalah lebih besar dari aksi rencana terhitung atau nilai minimum yang dispesifikasi dalam (a) sampai (e), yang sesuai. Nilai minimum umumnya dinyatakan sebagai faktor atau dikali kapasitas rencana untuk ukuran unsur minimum yang diperlukan oleh keadaan batas kekuatan ultimate. Jadi, bila unsur meningkat dalam ukuran diatas ukuran minimum karena alasan apapun (rasionalisai ukuran unsur, pertimbangan kelangsingan), hanya perlu untuk menggunakan kapasitas rencana dari ukuran minimum untuk maksud pasal ini. Untuk kolom yang mungkin memikul gaya tekan besar dan hanya menerima gaya tarik kecil, tiap sambungan harus direncanakan untuk nilai yang dispesifikasi untuk ukuran unsur minimum yang diperlukan dalam menahan tekanan, dan untuk nilai yang dispesifikasi untuk ukuran unsur minimum dalam menahan tarikan.

Persyaratan untuk sambungan tercakup oleh butir (d) sampai (e) dalam pasal. Persyaratan , dan yang untuk unsur tekan, adalah untuk mencegah keadaan elemen sambungan kecil yang digunakan untuk menghubungkan pelat relatif tebal. Dalam hal beban lebih, elemen sambungan lemah akan membentuk daerah yang potensial untuk perubahan bentuk tinggi.

Kapasitas penuh rencana dari unsur yang diperlukan sebagai aksi minimum rencana pada ujung hubungan batang berbenang dengan wartel yang digunakan sebagai unsur tarik berasal dari Pustaka 3, yang menunjuk pada percobaan dimana prapenarikan oleh wartel melebihi kapasitas leleh nominal pada potongan berbenang.

K7.12.1.6 Pertemuan

Pasal ini menetapkan apa yang diharapkan sebagai praktek baik dalam pendetailan, dan mengatakan apa yang harus dilakukan bila keadaan ideal tidak dapat tercapai.

Sedikit eksentrisitas antara sumbu pusat unsur dan sumbu pusat hubungan akhir telah lama diabaikan karena mempunyai pengaruh kecil pada kekuatan statik unsur, tetapi diketahui bahwa eksentrisitas tersebut dapat mempunyai pengaruh buruk pada kekuatan fatik (Pust. 18).

Tiga butir harus dilakukan: i.

Pertimbangan diberikan pada kemudahan Pertimbangan diberikan pada kemudahan

semua detail hubungan

ii. Some eccentricity of centroid axes may be

Sedikit eksentrisitas dari sumbu-sumbu pusat desirable in achieving a practical connection

ii.

dapat diperlukan dalam mencapai detail detail.

hubungan yang praktis

iii. Some strength and doubtful connections are

kuat dan sulit sometimes constructed due to too much

iii.

Beberapa sambungan

kadangkadang dilaksanakan karena terlalu emphasis being placed on centroidal

banyak penekanan pada konsentrisnya pusat concentricity, to the detriment of providing proper

sumbu, dengan merusak pengadaan lintasan paths for the actions. This should be discouraged.

tepat untuk aksi. Hal ini harus dihindari.

K7.12.1.7 Non-slip Fasteners

K7.12.1.7

Pengencang Tidak Gelincir

K7.12.1.7.1 General

K7.12.1.7.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.1.7.2 Friction at Contact Surfaces K7.12.1.7.2 Gesek pada Permukaan Kontak The performance of friction joints is directly dependent

Perilaku hubungan gesek langsung tergantung pada on the slip factor achieved between the contact surfaces.

faktor gelincir yang dicapai antara bidang kontak. The values of Slip Factor given in Table 7.16 are based

Nilai faktor gelincir yang diberikan dalam Tabel 7.16 on research reported in Reference (1), except that the

adalah berdasarkan laporan penelitian dalam Pustaka lower values of the measured ranges have been

(1), kecuali bahwa nilai lebih rendah dari batas terukur adopted.

telah diambil.

When the Code slip factor of 0.35 has been assumed in Bila faktor gelincir sebesar 0.35 dari Peraturan telah design, painted members normally need to be masked at

dianggap dalam perencanaan, unsur yang dicat the joints, unless there is test evidence that the paint

umumnya perlu ditutup pada pertemuan, kecuali bahwa system to be used achieved at least this slip factor.

terdapat bukti uji bahwa sistim pengecatan yang Masking adds to the fabrication cost and is to be avoided

digunakan mencapai paling sedikit faktor gelincir if possible. One of the attractions of inorganic zinc

tersebut. Penutupan menambah biaya pabrikasi dan silicate paint is its high slip factor, which means that no

sedapat mungkin harus dihindari. Salah satu keuntungan masking of faying surfaces is required.

dari cat seng silikat tidak organik adalah faktor gelincirnya yang tinggi, yang berarti bahwa tidak diperlukan penutupan permukaan gelincir.

Fisher and Struik (16) report on available test data Fisher dan Struik (16) melaporkan berdasarkan data related to the slip factor associated with faying surface

pengujian tersedia yang berkaitan dengan faktor gelincir finishes. Among the conclusions reported are:

sehubungan perawatan permukaan gelincir. Dalam kesimpulan yang dilaporkan terdapat:

i. Hot-dip galvanizing generally results in a low slip

Galvanisasi celup panas umumnya menghasilkan factor (typically 0.09-0.36, average 0.18) due to

i.

faktor gelincir rendah (tipikal 0.09-0.36, rata-rata the soft zinc layer that acts as a lubricant. The slip

0.18) karena lapis seng lunak yang bekerja factor in influenced by the method of pre-

sebagai pelumas. Faktor gelincir dipengaruhi oleh treatment prior to galvanizing, with abrasive

cara perawatan mula sebelum galvanisasi, blasting giving the highest slip factors and pickling

pembersihan abrasif memberikan faktor gelincir the lowest.

tertinggi dan tanpa yang paling rendah. ii.

Peningkatan berarti dalam tahanan gelincir galvanized surfaces can be achieved by pre-

A significant improvement in the slip resistance of

ii.

permukaaan galvanis dapat dicapai oleh assembly treatment of the faying surfaces (e.g.

perawatan sebelum pemasangan dari permukaan wire brushing,light

gelincir (misal dengan sikat kawat, gelincir (misal dengan sikat kawat,

Perawatan pasca galvanis dari permukaan surfaces can also achieve a slip factor

galvanis celup panas dapat juga mencapai faktor comparable to that for clean bare steel surfaces.

gelincir sebanding dengan permukaan baja asli However, it is important to note that any post-

bersih. Bagaimanapun, penting agar diingat galvanizing treatment is labour intensive and

bahwa tiap perawatan pasca galvanis therefore costly.

memerlukan tenaga pekerja dan menjadi mahal.

Faktor gelincir yang dicapai dengan cat kaya iii.

v.

The slip factors achievable with zinc rich paints seng organik rupanya bervariasi besar dari satu with organic vehicles would appear to vary

campuran ke lain, dengan beberapa nilai yang markedly from one commercial mix to another,

hanya sebanding dengan permukaan yang with some values comparable only to hot-dip

digalvanis celup panas.

galvanized surfaces.

Cat kaya seng tidak organik mengadakan iv.

vi.

Inorganic zinc rich paints provide a better slip tahanan gelincir lebih baik dibanding cat seng resistance that zinc paints with organic vehicles.

organik. Khususnya , lapis cat seng silikat pada In particular, zinc silicate coatings on blast

permukaan yang dibersihkan secara abrasif cleaned surfaces are likely to yield a slip

umumnya mencapai koefisien gelincir kurang coefficient which is about the same as that

lebih sama dengan yang diadakan oleh baja asli provided by blast cleaned base metal (approx.

yang dibersihkan secara abrasif (kurang lebih 0.50). Generally, an increase in coating thickness

0.50). Umumnya , peningkatan dalam tebal lapis increases the slip resistance.

cat meningkatkan tahanan gelincir. All the above moments relate to the short-term loading

Semua cara diatas berkaitan dengan kasus pembebanan case. Under sustained loading, galvanized , members

jangka pendek. Pada pembebanan jangka panjang, have a tendency to continue to slip (to creep) and this is

unsur yang digalvanis cenderung untuk menggelincir not significantly improved by preassembly treatment.

terus (merangkak) dan ini tidak bertambah baik dengan Joints treated with organic zinc rich paint show

perawatan sebelum pemasangan. Pertemuan yang essentially the same behaviour, while inorganic zinc rich

dirawat dengan cat kaya seng organik menunjukan paints perform better, generally exhibiting similar slip

perilaku sama, sedang cat kaya seng tidak organik factors for sustained as for short-term loading.

berperilaku lebih balk, umumnya menunjukan faktor gelincir serupa untuk pembebanan jangka panjang maupun jangka pendek.

Also of interest is the fact that the fatigue strength of Juga menjadi perhatian adalah fakta bahwa kekuatan coated joints is equal to or greater than the fatigue

fatik dari pertemuan yang dicat adalah sama dengan resistance of uncoated joints of similar dimensions (16).

atau lebih besar dari tahanan fatik pada pertemuan tidak dicat dengan dimensi serupa (Pust. 16)

K7.12.1.8 Combined Connections

K7.12.1.8

Hubungan Kombinasi

The requirements of the Clause are based on the fact Persyaratan pasal adalah berdasarkan fakta bahwa that the load tends to be transferred by the stiffest

beban cenderung tersalurkan oleh pengencang paling fastener in the connection. Further discussion may be

kaku dalam hubungan. Pembahasan lebih lanjut found in Refs 4 and 18. The following comments come

diperoleh dalam Pustaka 4 dan 18. Keterangan berikut from Ref. 18.

berasal dari Pustaka 18.

Welds will not share the load equally with mechanical Las tidak akan membagi beban secara sama dengan fasteners in bearing-type connections. Before ultimate

pengencang mekanik dalam hubungan jenis tumpuan. loading occurs, the fastener will slip and the weld will

Sebelum pembebanan ultimate terjadi, pengencang akan carry an indeterminately larger share of the load.

menggelincir dan las akan memikul bagian beban yang lebih besar dan tidak tentu.

Accordingly, the sharing of load between welds and bolts Sesuai ini, pembagian beban antara las dan baut dalam in a bearing-type connection is not recommended. For

hubungan jenis tumpuan tidak dianjurkan. Untuk alasan similar reasons, bolts and rivets should not be assumed

serupa, baut dan keling tidak boleh dianggap membagi to share loads in a single group of fasteners.

beban dalam kelompok pengencang tunggal.

For high-strength bolts in slip-resistant connections to share the load with welds, it is advisable to properly tension the bolt before the weld is made. Were the weld to be placed first, angular distortion from the heat of the weld might prevent the faying action required for development of the slip-resistant force. When the bolts are properly tensioned before the welds is made, the slip-resistant bolts and the weld may be assumed to share the load on a common shear plane. The heat of welding near bolts will not alter the mechanical properties of the bolt.

It should be noted that combination of fasteners as defined herein does not refer to connections such as shear plates for beam-to-column connections which are welded to the column and bolted to the beam flange or web and other comparable connections.

K7.12.1.9 Prying Forces

The concept of prying forces and methods of allowing for them in design are discussed in detail in Refs 1 and 4.

K7.12.1.10 Connection Components

The connection components other than connectors are treated in design as members subject to tension, compression, bending and shear as appropriate, using the strength reduction factor for connection components given in Table 7.1 and the nominal capacities given in sub-sections 7.5 to 7.10.

K7.12.1.11 Deductions for Fastener Holes

The Clause applies to tension members, compression members, beams and connection components.

The requirements for staggered holes have been in many other standards for a number of years and are due to work by Cochrane in 1922 (Ref.5). The method specified in the Clause was originally based on research on holes in rivetted members subject to tension.

K7.12.1.12 Hollow Section Connections

Suitable methods for designing hollow section connection in compliance with the Clause may be found in Refs 6 to 8 inclusive.

Untuk baut kekuatan tinggi dalam hubungan tahan gelincir agar membagi beban dengan [as, dianjurkan agar menegangkan baut dengan baik sebelum las dibuat. Bila [as ditempatkan lebih dahulu, gangguan sudut dari panas las dapat mencegah aksi permukaan yang diperlukan untuk mengembangkan gaya tahan gelincir. Bila baut telah ditegangkan secara baik sebelum [as dibuat, baut tahan gelincir dan las dapat dianggap membagi beban pada bidang geser umum. Panas pengelasan dekat baut tidak akan mengubah sifat mekanik dari baut.

Perlu diperhatikan bahwa kombinasi pengencang yang ditentukan disini tidak menunjuk pada hubungan seperti pelat geser untuk hubungan balok ke kolom yang dilas ke kolom dan dibaut ke flens balok atau pelat badan dan hubungan serupa yang lain.

K7.12.1.9

Gaya Melenting

Konsep gaya melenting dan cara mengijinkan mereka dalam perencanaan dibahas secara rinci dalam Pustaka

1 dan 4.

K7.12.1.10 Komponen Hubungan

Komponen hubungan selain penghubung dianggap dalam perencanaan sebagai unsur yang memikul tarik, tekan, lentur dan geser yang sesuai, menggunakan faktor reduksi kekuatan untuk komponen hubungan yang diberikan dalam Tabel 7.1 dan kapasitas nominal yang diberikan dalam Bab 7.5 sampai 7.10.

K7.12.1.11 Pengurangan untuk Lubang Pengencang

Pasal berlaku untuk unsur tarik, unsur tekan, balok dan komponen hubungan.

Persyaratan untuk lubang selang seling telah terdapat dalam standar lain sejak bertahun-tahun dan merupakan hasil kerja Cochrane dalam 1922 (Pust.5). Cara yang dispesifikasi dalam pasal secara asli berdasarkan penelitian lubang dalam unsur dikeling yang memikul tarik.

K7.12.1.12 Hubungan Penampang Berongga

Cara sesuai untuk perencanaan hubungan penampang berongga menurut pasal dapat diperoleh dalam Pustaka

6 sampai dengan 8.

K7.12.2 DEFINITIONS

K7.12.2 DEFINISI

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3 DESIGN OF BOLTS

PERENCANAAN BAUT K7.12.3.1 Bolts and Bolting Category

K7.12.3

K7.12.3.1

Kategori Baut dan Pembautan

The bolting categories have been in use for some years Kategori baut telah digunakan selama beberapa tahun di in Australia. They clearly identify both the type and grade

Australia. Mereka jelas menerangkan jenis dan mutu of bolt to be used and the method of installation in one

baut yang akan digunakan serta cara pemasangan label.

dalam satu label.

K7.12.3.2 Bolt Areas and Minimum

Was Baut dan Tarikan Tensions

K7.12.3.2

Minimum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.3 Design Method

K7.12.3.3

Cara Perencanaan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.4 Nominal Strengths of a Bolt

K7.12.3.4

Kekuatan Nominal Baut

Kekuatan Geser Nominal Baut Specifications for bolt manufacture do not usually require

K 7.12.3.4.1 Nominal Shear Strength of a Bolt

K7.12.3.4.1

Spesifikasi untuk pembuatan baut umumnya tidak that the bolt be tested in shear as part of the quality

mensyaratkan bahwa baut harus diuji terhadap geser control tests carried out by the manufacturer. Bolt shear

sebagai bagian dalam pengujian pengendalian mutu strength is not normally stated in bolt standards.

yang'dilaksanakan oleh pabrik. Kekuatan geser baut umumnya tidak tercantum dalam standar baut

The shear strengths of bolts have been obtained by a Kekuatan geser baut telah diperoleh oleh beberapa number of different investigators who have subjected

penyelidik berbeda yang menguji baut terhadap geser bolts to double shear induced through plates subjected

ganda yang terjadi melalui pelat yang memikul tarik atau either to tension or compression. Kulak, Fisher and

tekan. Kulak, Fisher dan Struik (Pustaka 4) telah Struik (Ref.4) have examined the available data and

mengolah data yang tersedia dan menyimpulkan bahwa, concluded that, for ASTM A325 and A490 bolts (Grade

untuk baut ASTM 325 dan A 490 (baut mutu 8.8 sampai

8.8 bolts to AS 1252 are equivalent to ASTM A 325 AS 1252 adalah ekivalen dengan baut ASTM A 325), bolts), the average shear strength (f vf ) was 60% of the

kekuatan geser rata-rata (f vf ) adalah 60% dari kekuatan tensile strength of the bolt (f uf ), so that f vt = 0.62 f uf .

tarik baut (f uf ), sehingga f vt = 0.62 f uf . Tests on bolted joints have also indicated that the level of

Pengujian pada pertemuan yang dibuat juga menunjukan any initial tension in the bolt has no significant effect on

bahwa tingkat setiap tarik permulaan dalam baut tidak the ultimate shear strength. The factors responsible for

mempunyai pengaruh besar pada kekuatan geser this are canvassed in Ref.4. Consequently, the shear

ultimate Faktor yang menyebabkan ini tercantum dalam strength of a bolt which is snug tight (Categories/S) is the

Pustaka 4. Sebagai kesimpulan, kekuatan geser baut same as that of the same grade of bolt which is fully

yang kencang tangan (Kategori/S) adalah sama dengan tensioned (Categories/T).

kekuatan baut bermutu sama yang ditegangkan penuh (Kategori/T).

The shear strength of a bolt is also directly proportional Kekuatan geser baut adalah juga langsung sebanding to the available shear area of the bolt, this being taken as

dengan luas geser tersedia dari baut, yang diambil the core area (A c ) when threads intercept the shear

sebagai luas inti (A c ) bila benang memotong bidang plane, and the plain shank area (A o ) when the plain

geser, dan luas batang polos (A o ) bila batang polos shank intercepts the shear plane.

memotong bidang geser.

Demikian, kapasitas geser nominal baut tunggal (V,) given by:

Hence, the nominal shear capacity of a single bolt (V f ) is

diberikan oleh:

V fn =

0.62 A c f uf untuk benang yang shear plane; and

0.62 A c f uf for threads intercepting one

V fn =

memotong satu bidang geser;dan

V fx =

0.62 A o f uf untuk batang polos yang intercepting one shear plane.

0.62 A o f uf , for a plain shank

V fx

memotong satu bidang geser

Rumus kapasitas geser nominal (V f ) yang diberikan in the Clause allows the capacity of a bolt intercepting a

The expression for the nominal shear cap-city (V f ) given

dalam pasal mengijinkan kapasitas baut yang memotong number of shear planes of e : ch type to be determined.

sejumlah bidang geser dari setiap jenis menjadi tertentu. Typically, n n and n x will a either 0 or 1, depending on the

Nilai tipikal n n dan n x akan menjadi 0 atau 1, tergantung application.

pada penggunaan.

For bolted lap splice connections which ar: subject to Untuk baut dalam sambungan lebih atau menindih, yang applied force which gives rise to shear farces on the

memikul gaya yang menyebabkan gaya geser pada bolts, both theoretical and experiment. I studies have

baut, penyelidikan teoritik dan eksperimen telah shown that the length of the joi t is an important

menunjukan bahwa panjang pertemuan adalah parameter influencing the total st ength of the joint (Refs

parameter penting yang mempengaruhi kekuatan total

4 and 10).

pertemuan (Pust.4 dan 10).

Depending on a number of factors re ated to connection Tergantung pada jumlah faktor sehubungan geometri geometry (including joint len,.th) and material properties,

hubungan (termasuk panjang pertemuan) dan besaran either a simultaneous shearing of all bolts occurs or a

bahan, apakah terjadi pergeseran bersama dari semua sequential failure characterized by progressive unbuttoni

baut atau keruntuhan beruntun yang mempunyai ciri

g takes place at failure of a lap joint, provided ne section terjadinya pelepasan bertahap pada keruntuhan failure is avoided. In general, short lap join -s exhibit the

kecuali bila keruntuhan former failure mode, while for longer la joints a decrease

pertemuan menindih,

penampang bersih dicegah. Pada umumnya, pertemuan in the average bolt shear force at failure is detected. The

menindih pendek menunjukan bentuk keruntuhan occurs because the end bo is in the joint are more

sebelumnya, sedang untuk pertemuan menindih panjang heavily loaded than the cen ral bolts and these end bolts

telah diketemukan suatu penurunan dalam gaya geser may fail befor; a full redistribution of bolt forces occurs.

rata-rata pada keruntuhan. Hal ini terjadi karena baut ujung dalam pertemuan lebih berat terbebani dibanding baut tengah dan baut ujung tersebut dapat runtuh sebelum terjadi penyebaran ulang sepenuhnya dari gaya-gaya baut.

Ref. 4 proposes using a reduction factor ( ) for lap splice Pustaka 4 menyarankan penggunaan faktor reduksi k, joints as follows:

untuk pertemuan sambungan menindih sebagai berikut: k r

1.0 for L j < 1250 mm =

1.0 for L j < 1250 mm

0.8 for L j > 1250 mm Where L j is the joint length.

0.8 for L j > 1250 mm

dengan L j adalah panjang pertemuan. This is a very simplistic approach with obvious

Ini merupakan pendekatan sangat sederhana dengan limitations, and has a very sharp cut-off with no

pembatasan nyata, dan mempunyai pemotongan sangat transition.

tajam tanpa peralihan.

The ECCS (Ref. 11) has proposed the ollowing ECCS (Pust.1 1) telah menyarankan hubungan berikut relationship between the reduction factor (k r ) and the

antara faktor reduksi (k r ) dan panjang pertemuan (L 1 ): joint length (L 1 ):

1.0 for L j < 15d f (d f = bolt diameter)

1.0 for L j < 15d f (d f = bolt diameter) = 1.075 L j /(200 d f ) for 15df < L j < 65 d f = 1.075 L j /(200 d f ) for 15df < L j < 65 d f

0.75 L j for 65 d f <L j

0.75 L j for 65 d f <L j

A simplified version of the ECCS relatio hip has been Versi sederhana dari hubungan ECCS telah dipilih untuk

chosen for use in the Clause by taking d f =

penggunaan dalam pasal dengan mengambil penggunaan dalam pasal dengan mengambil

20 mm, as being a reasonable approximation to the

teoritik tanpa kerumitan yang tidak perlu. Note that the nominal shear capacity of a bolt (V r ) may

Perhatikan bahwa kapasitas geser nominal baut (V r ) have to be reduced by the presence of packing plates in

mungkin perlu dikurangi oleh adanya pelat paking sesuai accordance with Clause 7.12.3.8.

Pasal 7.12.3.8.

No allowance need be made for long grips however, as a Tidak perlu diadakan toleransi untuk panjang pegangan result of research summarized by Kulak, Fisher and

bagaimanapun, sebagai hasil dari penelitian yang Struik in Ref. 4. For the bearing-type joints covered by

diringkas oleh Kulak, Fisher dan Struik dalam Pustaka 4. sub-clause 7.12.3.4.1., they note that "for joints with up

Untuk pertemuan jenis tumpuan yang dicakup oleh ayat to 150 mm of grip, test results are in close agreement

7.12.3.4.1, tercantum bahwa "untuk pertemuan sampai with the analytical solution. Joints with larger grips and

pegangan 150 mm, hasil percobaan mendekati pada longer bolts tend to give higher ultimate loads than

solusi analitik. Pertemuan dengan pegangan lebih predicted."

panjang dan baut lebih panjang cenderung memberikan beban ultimate lebih tinggi dari yang diperkirakan".

Longer grips could be expected to giver lower ultimate Pegangan lebih panjang dapat diharapkan memberikan loads due to bending of the bolts, but the bending

beban ultimate lebih rendah akibat dari lenturan baut, deformation which occurs causes failure along an

tetapi perubahan bentuk lentur yang terjadi inclined shear plane of larger area, thus increasing the

menyebabkan keruntuhan sepanjang bidang geser ultimate load and deformation capacity of the bolt.

miring dengan luas lebih besar, jadi menaikan beban ultimate dan kapasitas perubahan bentuk dari baut.

K7.12.3.4.2 Nominal Tension Strength of a Bolt K7.12.3.4.2 Kekuatan Tarik Nominal Baut The behaviour and strength of a bolt subject to an axial

Perilaku dan kekuatan baut yang memikul tarik aksial tension is governed by the performance of the threaded

ditentukan oleh bagian baut yang berbenang. Standar part of the bolt. Typical Standards specify as part of their

tipikal menspesifikasi sebagai bagian dari requirements for the mechanical properties of the bolt:

persyaratannya untuk besaran mekanik baut: i.

minimum tensile strength;

i.

kekuatan tarik minimum

ii. minimum yield stress; and

ii.

kekuatan leleh minimum; dan

iii. proof stress.

iii. kekuatan uji

In order to determine whether the specified mechanical Dalam usaha menentukan apakah besaran mekanik properties are met, these Standards require direct

dispesifikasi terpenuhi, standar tersebut tension tests on full size bolts as a quality control

yang

memerlukan pengujian tarik langsung pada baut ukuran mechanism. The tensile capacity of a bolt (N tf ) is

penuh sebagai mekanisme pengendalian mutu. specified therein to be equal to

Kapasitas tarik baut (N,) dispesifikasi disini agar sama dengan:

N tf = A G f uf

N tf = A G f uf

This expression is used in the Clause for the nominal Rumus tersebut digunakan dalam pasal untuk kapasitas capacity of a bolt under tension.

nominal baut dalam tarik.

Loading a bolt in tension, after preloading, by tightening Pembebanan baut dalam tarik, setelah prapembebanan, the nut (8.8/T categories), does not significantly

dengan pengencangan mur (8.8 Kategori T), tidak decrease the ultimate tensile strength of the bolt (Ref.4).

banyak menurunkan kekuatan tarik ultimate baut Apparently, the torsional stresses induced by turning the

(Pust.4). Rupanya, tegangan puntir yang timbul oleh nut have a negligible effect on the tensile strength, and

pemutaran mur mempunyai pengaruh sangat kecil pada Kulak, Fisher and Struik (Ref 4) argue that tensioned

kekuatan tarik, dan Kulak, Fisher dan Struik (Pustaka 4) bolts can sustain direct tension loads without any

memperbincangkan bahwa baut bertegangan dapat significant apparent reduction in their tensile strength.

menahan teban tarik langsung tanpa pengurangan menahan teban tarik langsung tanpa pengurangan

K7.12.3.4.3 Nominal Bearing Strength of Ply K7.12.3.4.3 Kekuatan Tumpuan Nominal Pelat

Lapis

The bearing stress and edge distance requirements for Persyaratan tegangan tumpuan dan jarak tepi untuk plies in bolted joints have been discussed in detail in

sambungan dalam pertemuan yang dibaut telah dibahas Refs 4 and 12.

secara rinci dalam Pustaka 4 dan 12. Research generally indicates that shearing-tearing failure

Penelitian umumnya menunjukan bahwa keruntuhan with considerable 'piling-up' of the ply material in front of

sobek-geser dengan penebalan cukup besar dari bahan

a bolt (commonly referred to as a local bearing failure) pelat didepan baut (umumnya keruntuhan tumpuan occurs at a nominal bearing stress within the range 4.5

setempat) terjadi pada tegangan lentur nominal dalam

f YP to 4.9 f YP . Hence, using the lower limit and the batas 4.5 fYP sampai 4.9 f,P . Dengan demikian,

conventional nominal bearing area (d f xf p ) leads to:

penggunaan batas lebih rendah dan luas tumpuan nominal konvensional (d f xf p ) menuju pada:

where V bu is the ultimate bearing capacity of a ply. dengan Vb„ adalah kapasitas tumpuan ultimate dari pelat lapis.

For most structural steel, f yp = 0.7 f up so that this limit is Untuk kebanyakan baja struktural, f yp = 0.7 f up sehingga

batas tersebut ekivalen dengan kapsitas tumpuan given by:

equivalent to a nominal bearing capacity of a ply (V b )

nominal pelat lapis (V b ) yang diberikan oleh:

Vb = 3.2 f„P d, tP , seperti yang digunakan dalam pasal. Such a failure mode only occurs for relatively long end

up 3.2 f d ft p, as used in the Clause.

Bentuk keruntuhan demikian hanya terjadi untuk jarak distances (a T ) in the direction of the applied force

tepi relatif panjang (a,) dalam arah gaya yang bekerja (generally a T > 3.5 d f ).

(umumnya a, > 3.5 d,).

For relatively short end distances (a T ) in the direction of Untuk jarak tepi relatif pendek (a T ) dalam arah gaya yang the applied force, failure occurs by longitudinal shearing

bekerja, keruntuhan terjadi oleh pergeseran memanjang of the connected ply along two practically parallel planes

dari pelat lapis tersambung sepanjang bidang-bidang separated by a distance equal to the hole diameter. This

hampir sejajar yang dipisah oleh jarak sama dengan type of failure is commonly referred to as plate tearout

diameter lubang. Jenis keruntuhan ini umumnya disebut failure. An important criterion in determining the nominal

sebagai keruntuhan tersobeknya pelat. Kriteria penting

bearing stress for such a failure is the ration a T /d f .

dalam penentuan tegangan tumpuan nominal untuk keruntuhan demikian adalah rasio a T /d f .

Kulak, Fisher and Struik (Ref.4) proposed the following Kulak, Fisher dan Struik (Pust. 4) menyarankan rumus lower bound equation:

batas bawah berikut:

1.40 a T /d f - 0.70 or the simpler form:

f pu =

1.40 a T /d f - 0.70

f pu =

atau bentuk lebih sederhana:

f pu /f up = a T /d f

f pu /f up = a T /d f

The simpler form has been adopted as the design Bentuk sederhana telah diambil sebagai kriteria criterion.

perencanaan.

K7.12.3.4.4 Nominal Shear Strength of a Bolt in K7.12.3.4.4 Kekuatan Geser Nominal Baut

a Friction Connection dalam Hubungan Gesek This sub-clause gives the simple mechanical strength of

Ayat ini memberikan kekuatan mekanik sederhana dari

a friction connection. For comments on the slip factor, hubungan gesek. Untuk penjelasan faktor gelincir, lihat see sub-clause K7.12.1.7.2.

ayat K7.12.1.7.2.

No correction is required for long grips as a result of Tidak diperlukan koreksi untuk panjang pegangan research reported by Kulak, Fisher and Struik in Ref. 4,

sebagai hasil penelitian oleh Kulak, Fisher dan Struik who note that "the grip length of bolts does not have a

dalam Pustaka 4, yang mengatakan bahwa:"panjang noticeable influence on the behaviour of friction-type

pegangan baut tidak mempunyai pengaruh berarti pada joints." The only point of concern is the attainment of the

perilaku hubungan baut jenis gesek". Satunya butir yang desired clamping force. The attainment of the specified

dipikirkan adalah pencapaian gaya kelem yang perlu. initial bolt tension is ensured by increasing the amount of

Pencapaian penegangan permulaan baut yang turn required in the part-turn of nut method (see sub-

dispesifikasi terjamin oleh kenaikan jumlah putaran yang clause 7.12.7.2.2.).

diperlukan dalam bagian- cara pengencangan fraksi putaran (lihat ayat 7.12.7.2.2).

No correction is required for the presence of a packer Tidak perlu diadakan koreksi untuk terdapatnya pelat plate, again as a result of research reported by Kulak,

pengisi, juga sebagai hasil laporan penelitian oleh Kulak, Fisher and Struik in Ref. 4, who note that "For slip-

Fisher dan Struik dalam Pustaka 4, yang mengatakan resistant joints, loose fillers with surface conditions

bahwa "Untuk pertemuan tahan gelincir, pengisi lepas comparable to other joint components are capable of

permukaan sebanding dengan developing the required slip resistance." Slip-resistant

dengan kondisi

komponen pertemuan lain adalah mampu joints do not require additional fasteners when packer

mengembangkan tahanan gelincir yang diperlukan." plates are used. The packers become integral

Pertemuan tahan gelincir tidak memerlukan pengencang components of the joint, and packer thickness does not

tambahan bila digunakan pelat pengisi. Pelat pengisi significantly affect the joint behaviour.

menjadi komponen kesatuan dengan pertemuan, dan tebal pelat pengisi tidak banyak berpengaruh pada perilaku pertemuan.

The k h factor for different hole types has been introduced Nilai k h untuk jenis lubang berbeda telah diambil untuk to compensate for the loss of clamping area in the

merigimbangi kehilangan luas kelem sekitar lubang bila vicinity of the hole when other than a standard hole is

digunakan lain dari lubang standar. Aksi kelem, employed. The clamping action, on which the frictional

padamana tahanan gesek tergantung, adalah terpusat resistance is dependent, is highly localized around the

sekitar baut, dan kehilangan luas dalam daerah gaya bolt, and a loss of area in the zone of high clamping force

kelem tinggi mempengaruhi tahanan gelincir pada affects the slip resistance at the interface. The values for

permukaan antara. Nilai k h adalah berdasarkan saran k h are based on recommendations contained in Ref. 4.

dalam Pustaka 4. Jenis lubang berbeda yang diijinkan The different hole types permitted in the code are defined

dalam Peraturan ditetapkan dalam Pasal 7.12.6.5. in Clause 7.12.6.5.

K7.12.3.5 Bolt Ultimate Limit States

K7.12.3.5

Keadaan Batas Ultimate Baut

K7.12.3.5.1 Bolt in Shear K7.12.3.5.1 Baut dalam Geser No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.5.2 Bolt In Tension K7.12.3.5.2 Baut dalam Tarik No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.5.3 Bolt Subject to Combined Shear and K7.12.3.5.3 Baut yang Memikul Kombinasi Geser Tension

dan Tarik

Test conducted on bolts subject to simultaneous shear Percobaan yang dilakukan pada baut yang memikul and tension forces indicate that neither bolt diameter,

gaya geser dan tarik bersama menunjukan bahwa bolt type nor ply material type have a significant effect on

diameter baut, jenis baut dan bahan pelat lapis tidak the ultimate load capacity of the bolt.

mempunyai pengaruh berarti pada kapasitas beban ultimate baut.

Test results are best approximated by an elliptical interaction relationship (after Kulak, Fisher and Struik,

Hasil pengujian paling baik diperkirakan oleh hubungan Ref. 4), as adopted in the Clause. The nominal tension

interaksi ellips (menurut Kulak, Fisher dan Struik, capacity and the nominal shear capacity used in the

Pust.4), seperti yang diambil dalam pasal. Kapasitas denominators of the interaction equation are the

tarik nominal dan kapasitas geser nominal yang respective nominal capacities of the

digunakan dalam pembagi rumus interaksi adalah masing-masing kapasitas nominal baut pada digunakan dalam pembagi rumus interaksi adalah masing-masing kapasitas nominal baut pada

K7.12.3.5.4 Ply in Bearing No commentary.

K7.12.3.6 Bolt Serviceability Limit State

K7.12.3.6.1 Bolt in Shear

A limited range of bolted connections need to be designed in such a manner that slip is limited under the serviceability loads. Such a design criterion has been reviewed elsewhere (Refs 13 to 15) and has long been a design condition for 8.8/TF category bolts.

The maximum amount of slip that can occur in connections that are not classified as slip-critical is limited theoretically to 2 mm to 3 mm. In most practical cases, however, the real magnitude of any slip would probably be much less because the inaccuracies in the location of holes within a pattern of bolts would usually cause one or more bolts to be in bearing in the initial unloaded condition. Furthermore, in statically loaded structures, even with perfectly positioned holes, the usual method of erection would cause the weight of the connected elements to put the bolts into direct bearing at the time the member is supported on loose bolts and the lifting crane is unhooked. Subsequent additional gravity loading could not cause additional vertical connection slip.

Connections classified as needing slip to be limited include those cases where slip could theoretically exceed

2 mm to 3 mm, and thus, possibly affect the serviceability of the structure by excessive distortion or reduction in strength or stability, even though the resistance to fracture of the connection may be adequate. Also included are those cases where slip of any magnitude should be prevented, as for example in joints subject to fatigue loading.

At the ultimate Limit State, friction connections will slip until they act wholly in hearing .

K7.12.3.6.2 Combined Shear and Tension When tensioned high-strength structural bolts of 8.8/TF

category are subjected to applied tensile forces, the clamping forces are reduced, and a

beban tersendiri terpisah, dengan kapasitas geser nominal yang tergantung pada lokasi bidang-bidang geser, seperti untuk baut yang hanya memikul gaya geser.

K7.12.3.5.4 Pelat Lapis dalam Tumpuan Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.6 Keadaan Batas Kelayanan Baut

K7.12.3.6.1 Baut dalam Geser Variasi terbatas dari hubungan baut perlu direncanakan

dengan cara agar gelincir dibatasi pada beban layan. Kriteria perencanaan demikian telah ditinjau ditempat lain (Pust. 13 sampai 15) dan telah lama nenjadi keadaan rencana unuk baut 8.8/kategori TF.

Jumlah gelincir maksimum yang dapat terjadi dalam hubungan yang tidak diklasifikasi sebagai kritikgelincir dibatasi secara teoritik pada 2mm sampai 3mm. Pada kebanyakan kasus praktis, bagaimanapun, besaran aktual dari tiap gelincir akan mungkin jauh lebih kecil karena kurang tepatnya lokasi lubang dalam pola baut akan umumnya menyebabkan satu atau lebih baut berada dalam tumpuan pada kondisi bebas beban permulaan. Lebih lanjut, dalam struktur yang dibebani statik, maupun dengan lubang berkedudukan tepat, cara pemasangan umum akan menyebabkan bahwa berat elemen tersambung membuat baut berada dalam tumpuan langsung pada saat unsur didukung oleh baut lepas dan keran pengangkat tidak terkait. Pembebanan gravitas tambahan selanjutnya tidak dapat menyebabkan penambahan gelincir vertikal pada pertemuan.

Hubungan yang diklasifikasi sebagai memerlukan pembatasan gelincir mencakup kasus dimana gelincir secara teoritik dapat melampaui 2mm sampai 3 mm, dan demikian, mungkin mempengaruhi kelayanan struktur oleh gangguan perubahan bentuk atau pengurangan kekuatan atau stabilitas, walaupun tahanan terhadap patahan hubungan mungkin memadai. Juga termasuk adalah kasus dimana gelincir dengan tiap besaran harus dicegah, sebagai contoh dalam pertemuan yang memikul pembebanan fatik.

Pada keadaan batas ultimate, pertemuan gesek akan menggelincir sampai mereka bekerja penuh dalam tumpuan.

K7.12.3.6.2 Kombinasi Geser dan Tarik Bila baut struktural kekuatan tinggi bertegangan memikul

gaya tarik yang bekerja, gaya kelem terkurangi, dan pengurangan sebanding dengan gaya tarik yang bekerja, gaya kelem terkurangi, dan pengurangan sebanding dengan

A linear interaction equation is used in this case rather Rumus interaksi linier digunakan dalam kasus ini dan than the parabolic relationship used for the strength limit

bukan hubungan parabolik yang digunakan untuk state (see sub-clause 7.12.3.5.3.), following the

keadaan batas kekuatan (lihat ayat 7.12.3.5.3), recommendations in Ref.17.

mengikuti saran dalam Pustaka 17.

K7.12.3.7 Working Stress Design

K7.12.3.7

Rencana Tegangan Kerja

K7.12.3.7.1 Design Loads K7.12.3.7.1 Beban Rencana No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.7.2 Bolts in a Friction Joint K7.12.3.7.2 Baut dalam Sambungan Gesek

The factor of 0.6 is less than the value of K R

Faktor 0.6 adalah kurang dari nilai K S yang diberikan Table 7.1 because of the likely presence of permitted

S s given in

dalam Tabel 7.1 karena kemungkinan terdapatnya overstress.

tegangan Iebih yang diijinkan.

It should be noted that permitted overstress for some Perlu diperhatikan bahwa tegangan lebih yang diijinkan load combinations given in section 2 will result in a

untuk beberapa kombinasi beban yang diberikan dalam connection that will slip under the design loads. The

Bagian 2 akan menghasilkan pertemuan yang design Engineer should be aware of this possibility and

menggelincir pada beban rencana. Perencana harus should increase the strength of the connection if he

menyadari kemungkinan tersebut dan harus menaikan considers such slippage undesirable.

kekuatan hubungan bila ia mempertimbangkan bahwa gelincir demikian tidak diinginkan.

K7.12.3.7.3 Bolt in Shear K7.12.3.7.3 Baut dalam Geser The factor of 0.4 corresponds to the working stress level

Faktor 0.4 sehubungan dengan tingkat tegangan kerja adopted in existing codes.

yang diambil dalam peraturan yang ada.

K7.12.3.7.4 Bolt in Tension K7.12.3.7.4 Baut dalam Tarik The factor of 0.25 corresponds to the working stress

Faktor 0.25 sehubungan dengan tingkat tegangan kerja level adopted in existing codes.

yang diambil dalam peraturan yang ada.

K7.12.3.7.5 Bolt Subject to Combined Shear and K7.12.3.7.5 Baut yang Memikul Kombinasi Tension

Geser dan Tarik No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.3.7.6 Ply in Bearing K7.12.3.7.6 Pelat Lapis dalam Tumpuan The factor of 0.4 corresponds to the working stress level

Faktor 0.4 sehubungan dengan tingkat tegangan kerja adopted in existing codes.

yang diambil dalam peraturan yang ada.

K7.12.3.8 Packing Plates

K7.12.3.8 Pelat Pengisi

The provisions of the Clause come directly from research Persyaratan pasal ini berasal langsung dari laporan reported by Kulak, Fisher and Struik in Ref. 4. They

penelitian oleh Kulak, Fisher dan Struik dalam Pustaka 4. report in Chapter 10.3 the following:

Mereka melaporkan dalam bab 10.3 sebagai berikut:

"For bearing type joints, where the load is transmitted by "Untuk pertemuan jenis tumpuan, dimana beban shear and bearing of the bolts, loose fillers can be used

disalurkan oleh geser dan tumpuan baut, pelat pengisi as long as excessive bending of the bolts does not occur.

lepas dapat digunakan selama tidak terjadi lenturan It is suggested that single loose fillers up to 1 /4 inch (6

berlebih dari baut. Disarankan agar plat pengisi tunggal mm) thick can be used without considering a reduction in

sampai tebal 1/4"(6 mm) dapat digunakan tanpa bolt shear strength. If the loose filler thickness exceeds

mempertimbangkan pengurangan dalam kekuatan geser this, the bolt shear strength capacity should reduced. A

baut. Bila tebal pelat pengisi lepas melebihi ini, kapasitas reduction of 15% would be appropriate for a loose filler

geser baut harus dikurangi. Pengurangan sebesar 15% thickness of 3/4 inch (19 mm)."

akan mencukupi untuk ketebalan pelat pengisi sebesar 3/4"(19 mm)."

K7.12.4 ASSESSMENT OF THE

PENDEKATAN KEKUATAN STRENGTH OF A BOLT

K7.12.4

KELOMPOK BAUT GROUP

K7.12.4.1 Bolt Groups Subject to Inplane

Kelompok Baut yang Memikul Loading

K7.12.4.1

Pembebanan dalam Bidang

The design assumptions listed in the Clause are the Anggapan perencanaan yang terdapat dalam pasal conventional assumptions which are made for the

adalah anggapan konvensional yang dibuat untuk analysis of bolt groups loaded by in-plane eccentric

analisis kelompok baut yang dibebani dalam bidang oleh shear forces in order to derive equations of equilibrium

geser eksentris agar menurunkan rumus keseimbangan which can be solved for the bolt forces.

yang dapat diselesaikan untuk gaya baut. Consideration of force and moment equilibrium leads to

Pertimbangan keseimbangan gaya dan momen menuju three equations. A further equation is needed in order to

pada tiga rumus. Rumus lebih lanjut diperlukan untuk evaluate the design shear capacity of the connection.

evaluasi kapasitas geser rencana dari hubungan. Rumus The required equation depends on the analysis method

yang diperlukan tergantung pada cara analisis yang used, which may be either:

digunakan, yang dapat menjadi salah satu dari:

i. Elastic analysis:

i. Analisis elastis:

In this analysis it assumed that the relationship Dalam analisis dianggap bahwa korelasi antara

between the force V *

gaya V n pada tiap baut adalah berkaitan linier related to its distance (r n ) from the centre of

n on any bolt is linearly

terhadap jarak (r n ) dari pusat rotasi, dan juga

rotation, and also to the force V *

terhadap gaya V of pada baut terjauh dari pusat furthest from the centre of rotation

of

on the bolt

rotasi.

The Clause permits the design actions to be Pasal mengijinkan agar aksi rencana considered separately and then superposed.

dipertimbangkan secara terpisah dan kemudian disuperposisi.

ii. Plastic analysis:

ii. Analisis plastis:

In the plastic analysis method, it is assumed that Dalam analisis plastis, dianggap bahwa semua all bolts not at the centre of rotation are deformed

baut yang tidak di pusat rotasi telah cukup sufficiently to become fully plastic, and that all

berubah bentuk agar menjadi plastis penuh, dan transmit the same force at failure. In this case it is

bahwa semua menyalurkan gaya sama pada not possible to solve the equations explicitly, and

keruntuhan. Dalam hal ini tidak mungkin untuk an iterative method must be used to evaluate

menyelesaikan rumus secara tepat, dan harus these variables. This generally requires the use of

digunakan cara uji coba untuk evaluasi variabel

a computer to obtain a solution. tersebut. Ini umumnya memerlukan penggunaan komputer untuk memperoleh hasil.

iii. Other methods:

iii. Cara lain:

Several authors have attempted to measure the Beberapa penulis telah berusaha mengukur relationship between the relative displacement of

korelasi antara simpangan relatif dari komponen the connected components and the force

tersambung dan gaya yang dikembangkan oleh developed by the bolt. They then use this

baut. Kemudian mereka menggunakan korelasi relationship in solving the

tersebut untuk tersebut untuk

a solution is again an interactive one, generally digunakan untuk memperoleh hasil adalah juga requiring the use of a computer to provide a

suatu interaksi, umumnya memerlukan satisfactory solution. Unfortunately, the

penggunaan komputer untuk memperoleh hasil relationship referred to above between the

yang memuaskan. Adalah tidak menguntungkan relative displacement and the bolt force is

bahwa korelasi tersebut diatas antara simpangan dependent on a number of factors including.

relatif dan gaya baut bergantung pada sejumlah faktor termasuk:

x the thickness of the connected components;

tebal komponen yang dihubungkan; dan and x

tegangan leleh komponen tersebut Because much of the deformation which occurs in

the yield strengths of these components

Karena sejumlah besar dari perubahan bentuk realistic cases is due to bearing failure of the

yang terjadi dalam kasus aktual adalah karena connected material, no simple relationship or

tumpuan dari bahan yang single definition of this relationship is available.

keruntuhan

dihubungkan, tidak terdapat korelasi yang sederhana atau ketentuan tunggal untuk korelasi tersebut.

Traditionally, design has been done using the Umumnya, perencanaan telah dilakukan dengan elastic method of analysis which is readily

menggunakan cara analisis elastis yang langsung amenable to hand solution. More modern

dapat dihitung tangan. Cara lebih baru telah methods have become popular, especially in Refs

menjadi populer, terutama dalam Pustaka 4 dan

18. Tinjauan dari hasil pengujian yang tersedia methods of analysis used for bolt groups,

4 and 18. A review of available test results and

dan cara analisis yang digunakan untuk kelompok eccentrically loaded in-plane (Ref. 16), has shown

baut, yang dibebani eksentris dalam bidang that elastic analysis, with its ease of calculation,

(Pustaka 16), telah menunjukan bahwa analisis provides a practical approach to the evaluation of

elastis dengan kemudahan perhitungan, the strength of bolt groups, and that there is little

menyediakan pendekatan praktis untuk evaluasi benefit arising from the use of the more

kekuatan kelompok baut, dan bahwa terdapat complicated plastic analysis.

sedikit keuntungan bila digunakan analisis plastis yang lebih rumit.

K7.12.4.2 Bolt Groups Subject to Out of-

Kelompok Baut yang Memikul plane Loading

K7.12.4.2

Pembebanan Luar Bidang

Recognised methods of analysis for individual bolts in Cara analisis yang berlaku untuk baut tersendiri dalam tension and bolts in simple hanging type tension

tarikan dan baut dalam jenis hubungan tarik connections may be found in Refs and 10. Recognised

menggantung sederhana dapat diperoleh dalam Pustaka methods of analysis for bolt groups subject to bending

10. Cara analisis yang berlaku untuk kelompok baut moments causing bolt tensions may be found in Ref. 1

yang memikul momen lentur yang menyebabkan tarikan (for specific connection types) and Ref. 10 (for general

baut dapat diperoleh dalam Pustaka 1 (untuk jenis bolt groups).

hubungan spesifik) dan Pustaka 10 (untuk kelompok baut umum).

K7.12.4.3 Bolt Groups Subject to

Kelompok Baut yang Memikul Combinations of In-plane and

K7.12.4.3

Kombinasi Pembebanan Dalam Out-of-plane Loadings

dan Luar Bidang

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5 DESIGN OF A PIN

RENCANA HUBUNGAN PEN CONNECTION

K7.12.5

K7.12.5.1 Design Method

K7.12.5.1

Cara Perencanaan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.2 Nominal Strengths of a Pin

K7.12.5.2

Kekuatan Nominal Pen

K7.12.5.2.1 Nominal Shear Strength of a Pin K7.12.5.2.1 Kekuatan Geser Nominal Pen The nominal shear strength is based on a shear stress at

Kekuatan geser nominal adalah berdasarkan tegangan failure of 62% of the yield stress of the pin material.

geser pada keruntuhan sebesar 62% tegangan leleh dari bahan pen.

K7.12.5.2.2 Nominal Bearing Strength of a Pin K7.12.5.2.2 Kekuatan Tumpuan Nominal Pen The approach here is different to that for a bolt in

Pendekatan ini adalah berbeda dengan yang bearing. Failure of a bolt in bearing is not considered as

diperuntukan baut dalam tumpuan. Keruntuhan baut

a possible failure mode, as the bolt is usually equal to or dalam tumpuan tidak dipertimbangkan sebagai bentuk greater in strength than the ply. Accordingly, attention is

keruntuhan yang mungkin, karena baut umumnya sama concentrated on bearing failure of the ply. In contrast, in

atau lebih besar dalam kekuatan dibanding pelat lapis. this clause the relatively low failure stress of 1.4 times

Sesuai ini , perhatian dipusatkan pada keruntuhan the yield stress of the pin material reflects the critical

tumpuan dari pelat lapis. Sebaliknya, dalam pasal ini nature of this load on a single pin.

tegangan runtuh relatif rendah sebesar 1.4 kali tegangan leleh bahan pen mencerminkan sifat kritik beban tersebut pada pen tunggal.

The factor kp of 0.5 for a pin that allows rotation reflects Faktor kp sebesar 0.5 untuk pen yang mengijinkan rotasi the fact that continual movement of the pin plates around

mencerminkan fakta bahwa gerakan menerus dari pelat the pin circumference creates a wearing effect.

pen sekeliling pen menyebabkan keausan.

K7.12.5.2.3 Nominal Bending Strength of a Pin K7.12.5.2.3 Kekuatan Lentur Nominal Pen

A pin is treated as a compact member under subsection Pen dianggap sebagai unsur kompak sesuai bab 7.5,

7.5, subject only to plastic yielding. yang hanya memikul pelelehan plastis.

K7.12.5.3 Ultimate Limit State Design

K7.12.5.3

Rencana Keadaan Batas Ultimate

K7.12.5.3.1 Pin in Shear

Pen dalam Geser No commentary.

K7.12.5.3.1

Tidak perlu penjelasan.

Pen dalam Tumpuan No commentary.

K7.12.5.3.2 Pin In Bearing

K7.12.5.3.2

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.3.3 Pin in Bending

Pen dalam Lentur No commentary.

K7.12.5.3.3

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.3.4 Ply in Bearing

Pelat Lapis dalam Tumpuan No commentary.

K7.12.5.3.4

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.4 Working Stress Design

K7.12.5.4

Rencana Tegangan Kerja

K7.12.5.4.1 Pin in Shear K7.12.5.4.1 Pen dalam Gese r No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.4.2 Pin in Bearing K7.12.5.4.2 Pen dalam Tumpuan No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.4.3 Pin in Bending K7.12.5.4.3 Pen dalam Lentur No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.5.4.4 Ply in Bearing K7.12.5.4.4 Pelat Lapis dalam Tumpuan No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.6 DESIGN DETAILS FOR BOLTS

DETAIL PERENCANAAN BAUT AND PINS

K7.12.6

DAN PEN

K7.12.6.1 Minimum Pitch K7.12.6.1 Jarak Minimum

The minimum pitch of 2.5 bolt diameters relates primarily Jarak minimum sebesar 2.5 diameter baut terutama to the tools required to install a bolt, and compares with a

berkaitan dengan peralatan yang diperlukan untuk minimum of 2.67 bolt diameters in Ref. 18. Most practical

pemasangan baut, dan sebanding dengan minimum pitches are larger than this (Ref. 2 uses 3.5 bolt

sebesar 2.67 diameter baut dalam Pustaka 18. diameters for M20 bolts). The reference to sub-clauses

Kebanyakan jarak praktis adalah lebih besar dari ini 7.12.3.5.4. and 7.12.3.7.6. relates to the possibility of

(Pustaka 2 menggunakan 3.5 diameter baut untuk baut plate tearout between the bolt holes.

M20). Pustaka untuk ayat 7.12.3.5.4. dan 7.12.3.7.6. berkaitan dengan kemungkinan tersobeknya pelat antara lubang baut.

K7.12.6.2 Minimum Edge Distance

K7.12.6.2

Jarak Tepi Minimum

The minima specified are based on past successful Minimum yang dispesifikasi adalah berdasarkan praktek practice and relate to the expected edge roughness.

berhasil yang lampau dan berkaitan dengan kekasaran They are similar to those in comparable specifications,

tepi yang diharapkan. Mereka serupa dengan yang such as Ref. 18.' The end distance may also be

terdapat dalam spesifikasi sebanding, seperti Pustaka controlled by end plate tearout.

18. Jarak tepi dapat juga ditentukan oleh tersobeknya pelat tepi.

K7.12.6.3 Maximum Pitch

K7.12.6.3

Jarak Maksimum

The values specified are empirically based on successful Nilai yang dispesifikasi adalah berdasarkan percobaaan past practice. Smaller pitches than the maximum may be

dan praktek berhasil dalam masa lalu. Jarak lebih kecil preferred if corrosion between the connected plies may

dari maksimum dapat diutamakan bila korosi antara pelat

be a problem. lapis yang dihubungkan dapat menjadi masalah.

K7.12.6.4 Maximum Edge Distance

K7.12.6.4

Jarak Tepi Maksimum

The values specified are empirically based on successful Nilai yang dispesifikasi adalah berdasarkan percobaan past practice, and are intended to provide for the

dan praktek berhasil dalam masa lalu dan dimaksudkan exclusion of moisture between connected plies, thus

agar mengadakan pencegahan kelembaban antara pelat preventing, corrosion between the plies

lapis yang dihubungkan, lapis yang dihubungkan,

berkumpul dam memaksa terpisahnya pelat. Nilai lebih The provisions are also intended to prevent any potential

kecil harus dipertimbangkan untuk penggunaan korosif. curling-up of plate edges.

Persyaratan juga dimaksud untuk mencegah tiap potensial terlenturnya keluar dari tepi pelat.

K7.12.6.5 Holes

K7.12.6.5

Lubang-Iubang

The holes size is generally 2 mm or 3 mm larger than the Ukuran lubang adalah umumnya 2mm atau 3mm lebih bolt diameter, the greater value for larger bolt diameters

besar dari diameter baut, nilai besar untuk diameter baut recognizing the greater difficulty and larger tolerance

besar menunjukan kesulitan yang lebih besar dan required to get such a bolt into the hole.

toleransi lebih besar yang diperlukan untuk memasang The use of oversize and slotted holes American and

baut tersebut kedalam lubang.

Australian practice based on research reported in Ref. 9. Penggunaan lubang yang kebesaran atau bersela dalam Larger oversize holes in column base plates are

praktek Amerika dan Australia adalah berdasarkan permitted in order to assist in the erection of columns.

laporan penelitian dalam Pustaka 9. Lubang yang kebesaran dalam pelat dasar kolom

diijinkan agar membantu pemasangan kolom.

K7.12.6.6 Locking of Nuts

K7.12.6.6

Penguncian Mur

Locking may be carried out using propriety lock-out or by Penguncian dapat dilaksanakan dengan menggunakan tightening a second nut down onto the first. When two

pengunci atau mengencangkan mur kedua diatas yang nuts are used, the second nut (lock-nut) may be thin to

pertama. Bila digunakan dua mur, mur kedua (mur reduce the required bolt projection.

pengunci) boleh tipis agar mengurangi proyeksi baut yang diperlukan.

K7.12.6.7 Minimum Number of Bolts

K7.12.6.7

Jumlah Baut Minimum

This clause represents good practice.

Pasal ini mewakili praktek baik.

K7.12.6.8 Size of Bolts K7.12.6.8 Ukuran Baut

This clause represents good practice.

Pasal ini mewakili praktek baik.

HUBUNGAN GESEK K7.12.7.1 Assembly

K7.12.7 FRICTION CONNECTIONS

K7.12.7

K7.12.7.1 Pemasangan

The friction surfaces should be planar across their full Permukaan gesek harus sebidang pada panjang extent. Where members of different thicknesses are to

penuhnya. Bila unsur dengan tebal berbeda akan

be connected, packing plates are required to achieve a dihubungkan, diperlukan pelat pengisi untuk mencapai uniform thickness between the actual plates.

tebal merata antara pelat sebenarnya.

K7.12.7.2 Methods of Tensioning

K7.12.7.2

Cara Pengencangan

K7.12.7.2.1 General

K7.12.7.2.1 Umum

It is accepted practice that the bolts will often be Adalah pelaksanaan yang disetujui bahwa baut sering tensioned beyond their proof loads, as the minimum bolt

dikencangkan melewati beban ujinya, karena tarikan tension specified in Table 7.19 is approximately equal to

minimum baut yang dispesifikasi dalam Tabel 7.19 the minimum proof load of the bolts.

adalah kurang lebih sama dengan beban uji minimum dari baut.

If M30 or M36 bolts are specified, tensioning may be Bila dispesifikasikan baut M30 atau M36, pengencangan difficult depending on the capacity of the available

dapat menjadi sulit, tergantung pada kapasitas peralatan equipment on site.

yang tersedia di lapangan.

Hot-dip galvanized and zinc electroplated bolt-nut Susunan baut-mur yang digalvanis panas dan digalvanis assemblies show a more variable torque-tension

listrik menunjukan korelasi torsipenegangan yang lebih relationship than plain bolts, as the friction between the

variabel dibanding baut polos, karena gesek antara nut thread and the coated bolt is increased. The nuts of

benang mur dan baut yang dicat akan meningkat. Mur hot-dip galvanized and zinc electroplated bolts should be

dari baut yang digalvanis panas dan digalvanis listrik provided with supplementary lubrication.

harus diberikan pelumasan tambahan. The toque-control method of tensioning is not permitted.

Cara pengencangan dengan pengendalian torsi tidak The reason for this is that experience since the

diijinkan. Alasan untuk ini adalah bahwa pengalaman introduction of high-strength bolting has shown that this

sejak diperkenalkan baut kekuatan tinggi telah method of achieving bolt tension is extremely unreliable

menunjukan bahwa cara tersebut untuk pencapaian in general structural application.

penegangan baut adalah sangat kurang tepat dalam penerapan struktur umum.

Torque-control tensioning has its origin in the mechanical Pengencangan dengan pengendalian torsi berasal dari engineering industry where bolts of higher quality surface

industri teknik mekanik dimana digunakan baut dengan finish are used. In addition, in these situations, bolts are

kualitas permukaan lebih halus. Sebagai tambahan, normally stored under protected conditions and not

dalam keadaan tersebut, baut umumnya tersimpan exposed to weather. In these applications, therefore, the

dalam keadaan terlindung dan tidak terbuka terhadap relationship between torque and tension is fairly constant

cuaca. Pada penggunaan tersebut, dengan demikian, and easily measured.

korelasi antara torsi dan penegangan adalah seragam dan mudah terukur.

In the structural industry these conditions are rarely Dalam industri struktural keadaan tersebut jarang terjadi. present. The bolts used very often are exposed to

Baut yang digunakan sering terbuka terhadap cuaca dan weather and general site contamination before being

pencemaran lapangan sebelum dipasang dalam installed in structural connections. This leads to an

hubungan struktural. Ini menuju pada korelasi sangat extremely variable relationship between torque and

variabel antara torsi dan penegangan batang akibat induced shank tension due to the variable friction

gesek yang variabel antara mur dan benang baut, dan between the nut and the bolt threads, and the nut and

permukaan mur dan cincin. Juga, pengalaman the washer faces. Also, experience shows that torque

menunjukan bahwa torsi-meter dengan kapasitas wrenches of suitable capacity are not readily available on

memadai tidak selalu tersedia di lapangan, dan kalibrasi many sites, and load calibration to be carried out once

beban harus dilakukan sekali pada tiap tahap. per shift.

Torque control as a method may only be used as an Cara pengendalian torsi hanya boleh digunakan sebagai inspection method for the detection of gross

cara pemeriksaan untuk menemukan pengencangan undertensioning.

yang sangat kurang.

A general review of bolt tensioning procedures may be Pandangan umum dari cara pengencangan baut dapat found in Ref.4.

diperoleh dalam Pustaka 4.

K7.12.7.2.2 Part-turn Method of Tensioning K7.12.7.2.2 Cara Pengencangan Fraksiputaran The objective is to draw the load-transmitting plies into

Tujuannya adalah untuk membawa pelat penyalur beban effective contact, and to achieve this, all bolts in the joint

kedalam kontak efektif, dan untuk mencapai ini, semua should be brought to the snug-tight condition first. When

baut dalam pertemuan dibuat mula-mula dalan keadaan snug-tightening by hand, the full effort of a person on a

kencang tangan. Bila pengencangan permulaan dengan standard podger spanner is expected. Podger spanner

tangan, diperlukan tenaga penuh dari satu orang pada have handles ranging from 400 mm in length, depending

alat pengencang standar. Alat pengencang mempunyai on the size of the bolt head. Where a pneumatic impact

lengan yang bervariasi mulai dari panjang 400 mm, wrench is used for snug-tightening, the achievement of

tergantung pada ukuran kepala baut. Bila pengencang close contact between the plies is normally detectable as

pneumatik digunakan untuk pengencangan permulaan,

a distinct change in note as the wrench ceases to rotate pencapaian kontak dekat antara pelat umumnya terlihat freely and starts impacting.

sebagai perubahan nyata karena pengencang berhenti berputar bebas dan mulai menekan.

With larger connections, two runs over the bolts to check the snug-tight condition is suggested, as the load- transmitting plies will be drawn in gradually, tending to loosen those bolts which were snugtightened first.

In the final tensioning, the non-rotating part should be held by a hand spanner to prevent it from turning.

The use of marked wrench sockets is a desirable visuall aid for the operator to control nut rotation, whether or not the inspection procedure calls for permanent location marks. Where permanent location marks are required, they should remain visible until inspection is completed.

Part-turn tensioning may occasionally induce too high a bolt tension in very short bolts used in thin grips. The occurrence of this condition will be indicated by an abnormal number of bolt breakages during tensioning. If such a condition arises, it may be necessary to establish

a reduced nut rotation from snug-tight by carrying out nut rotation-bolt tension tests.

The nut rotation values given in Table 7.22 are based on AISC(US) values in Ref. 6, and reflect reduced rotation requirements in thin grips.

K7.12.7.2.3 Tensioning by Use of Direct Tension Indicator

In making provision for this method of control of tensioning, note was taken of the marketing of devices for providing direct indications of bolt tension. It was noted that the capability of such devices for indicating the achievement of minimum bolt tension could be checked by carrying out tensioning of sample bolts and nuts against a load cell or similar apparatus.

The Design Engineer should satisfy himself that the direct-tension indicators do actually indicate the correct bolt tensions, preferably by carrying out, or having available the results of, tests of the device in a load cell. American practice is to require that such devices indicate

a tension not less than 105% of the minimum bolt tension required by Table 7.19 (Commentary to Ref. 6).

Direct tension indicators must satisfy two conflicting criteria:

i. they must show that the minimum bolt tension has been achieved, and

ii. they must prevent over-tightening that results in breaking of the bolt.

Pada hubungan lebih besar, disarankan dua lintasan melalui baut untuk pemeriksaan keadaan kencang tangan, karena pelat penyalur beban akan bertahap berada dalam kontak, yang cenderung melepaskan baut yang sudah kencang tangan terlebih dahulu.

Dalam pengencangan akhir, bagian tidak berputar harus ditahan oleh pengencang tangan untuk mencegahnya terhadap putaran.

Penggunaan soket pengencang bertanda adalah penolong visual yang diperlukan oleh operator agar mengendalikan putaran mur, meskipun perlu atau tidak perlu untuk pemberian tanda lokasi tetap dalam tahapan pemeriksaan. Bila tanda lokasi tetap diperlukan, mereka harus tetap terlihat sampai seluruh pemeriksaan selesai.

Pengencangan fraksi putaran dapat kadang-kadang menyebabkan penegangan baut terlalu tinggi dalam baut sangat pendek yang digunakan dalam pegangan tipis. Terjadinya keadaan ini akan terlihat dengan sejumlah baut yang putus selama pengencangan. Bila keadaan tersebut terjadi, perlu ditetapkan putaran mur yang dikurangi terhadap kencang tangan dengan melakukan pengujian tegangan baut terhadap putaran.

Nilai putaran mur yang diberikan dalam Tabel 7.22 adalah berdasarkan nilai AISC(US) dalam Pustaka 6, dan mencerminkan persyaratan putaran yang dikurangi dalam pegangan tipis.

K7.12.7.2.3 Pengencangan dengan Penggunaan

Indikator Tarik Langsung

Dalam membuat persyaratan untuk cara pengendalian mutu dengan tarik langsung, telah diperhatikan bahwa alat indikator tarik langsung untuk baut tersedia di pasaran. Perlu diperhatikan bahwa kemampuan alat tersebut sebagai indikator pencapaian tarikan minimum baut dapat diperiksa dengan melakukan tarikan baut dan mur contoh terhadap sel beban atau alat serupa.

Ahli Teknik Perencana harus yakin sendiri bahwa indikator tarik langsung benar menunjuk tarikan baut yang tepat, dengan sebaiknya melakukan, atau mempunyai hasil yang tersedia dari, pengujian alat dalam sel beban. Cara Amerika adalah mensyaratkan agar alat tersebut menunjuk tarikan tidak kurang dari 105% dari tarikan baut minimum yang diperlukan sesuai Tabel 7.19 (Penjelasan Pust.6).

Indikator tarik langsung harus memenuhi dua kriteria yang berlawanan:

i.

mereka harus memperlihatkan bahwa tarikan baut minimum telah tercapai dan

ii.

mereka harus mencegah pengencangan berlebih yang menyebabkan putusnya baut

The criteria provide a relatively narrow "window" for the Kriteria mengadakan 'jalur' relatif sempit untuk operasi correct operation of the direct tension indicators and it is

tepat dari indikator tank langsung dan tidak dapat inevitable that some samples from a batch will test

dihindari bahwa beberapa contoh uji dari satu kelompok outside these limits. The approach taken in this sub-

akan berada diluar batas tersebut. Pendekatan yang clause is to ensure that the average bolt tension in group

diambil dalam ayat ini adalah menjamin bahwa tarikan is unlikely to be less than the minimum specified value.

baut rata-rata dalam kelompok jarang kurang dari nilai For this purpose, the minimum size of a bolt group has

spesifikasi minimum. Untuk maksud ini, ukuran kelompok been assumed to be 4 bolts. In almost every practical

baut minimum telah dianggap sebagai empat baut. case this number will be exceeded and the acceptance

Dalam hampir setiap kasus praktis, jumlah tersebut akan criteria will become more conservative.

dilampaui dan kriteria persetujuan akan menjadi lebih konservatif.

It is importance to note that the use of directtension Adalah penting agar memperhatikan bahwa penggunaan indication devices still requires the observance of the two

alat indikator tank langsung tetap memerlukan stage procedure, namely initial snug-tightening to bring

pengamatan dengan dua tahap, yaitu kencang tangan the plies into effective contact, followed by full tensioning.

permulaan untuk membawa pelat kedalam kontak efektif, Observance of this procedure is imperative to ensure

diikuti oleh pengencangan penuh. Pengamatan tahapan that the tensioning of subsequent bolts does not result in

tersebut adalah sangat membantu untuk menjamin

a loss of tension in those bolts tensioned previously. It bahwa pengencangan baut berurutan tidak should also be noted that incorporation of a tension

menyebabkan kehilangan tarikan dalam baut yang indication device in the bolt nut-washer assembly may

dikencangkan terdahulu. Juga harus diperhatikan bahwa require some slight addition to the bolt length allowance.

penggunaan alat indikator langsung dalam susunan baut-mur-cincin dapat memerlukan sedikit penambahan panjang baut.

K7.12.8 DESIGN OF WELDS

RENCANA PENGELASAN K7.12.8.1 Scope

K7.12.8

K7.12.8.1 Lingkup

K7.12.8.1.1 General

K7.12.8.1.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.1.2 Weld Types

K7.12.8.1.2 Jenis Las

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.1.3 Design Method K7.12.8.1.3 Cara Perencanaan No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.2 Complete and Incomplete

Las Tumpul Penetrasi Penuh Penetration Butt Welds

K7.12.8.2

dan Sebagian

K7.12.8.2.1 Definitions

K7.12.8.2.1 Definisi

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.2.2 Size of Weld

K7.12.8.2.2 Ukuran Las

The Code requires the size of weld to be specified in the Peraturan mensyaratkan agar ukuran las dispesifikasi drawings. This presents no problem in respect of

dalam gambar. Ini tidak menjadi masalah untuk las complete penetration butt welds where the term

tumpul penetrasi penuh dimana istilah 'las tumpul "complete penetration butt weld" or the appropriate

penetrasi penuh' atau simbol sesuai menjelaskan hasil symbol describe the desired result.

yang diinginkan.

However, for incomplete penetration butt welds, the Bagaimanapun, untuk las tumpul penetrasi sebagian, Design Engineer determines the design throat thickness

perencana menentukan tebal leher dengan perhitungan by calculation using Clause 7.12.8.2., while the size is

sesuai Pasal 7.12.8.2, sedang ukuran adalah fungsi dari: function of:

i. the design throat thickness;

i.

tebal rencana leher

ii. the welding process; and

ii.

cara pengelasan; dan

iii. the details of the weld preparation.

iii.

detail persiapan las

Rather than specifying the size of an incomplete Selain dari menspesifikasi ukuran las penetrasi penetration butt weld, the drawings should show the

sebagian, gambar harus memperlihatkan tebal rencana required design throat thickness. This then allows the

leher. Ini kemudian mengijinkan pihak pabrik untuk fabricator to procedure the required design throat

melaksanakan tebal rencana leher dengan memilih thickness by selecting a suitable weld preparation,

persiapan las sesuai, cara pengelasan dan kedudukan welding process and welding position. This is particularly

pengelasan. Ini khususnya penting dalam hal dimana important in the case where a fully automatic welding

cara pengelasan otomatik akan digunakan, seperti ayat process is to be used, as sub-clause 7.12.8.2.3. (iii)

7.12.8.2.3(iii) mengijinkan suatu keuntungan yang permits some advantage to be gained due to the deep

diperoleh akibat penetrasi dalam yang umumnya dapat penetration usually achievable.

dicapai.

K7.12.8.2.3 Design Throat Thickness K7.12.8.2.3 Tebal Rencana Leher The design throat thickness is the minimum dimension of

Tebal rencana leher adalah dimensi minimum dari leher the weld throat used for purpose of strength assessment

las yang digunakan untuk maksud pendekatan kekuatan in Sub-clause 7.12.8.2.7.

dalam ayat 7.12.8.2.7.

For fully-automatic are welding processes sub-clause (iii) Untuk cara pengelasan otomatik penuh ayat (iii) permits advantage to be taken of the penetration

mengijinkan keuntungan dari penetrasi yang dapat achievable with such processes to reduce the size of the

dicapai dengan cara demikian untuk mengurangi ukuran weld deposited, provided a macro test demonstrates the

las, dengan syarat pengujian makro memperlihatkan viability of the procedure.

kemampuan cara tersebut.

K7.12.8.2.4 Effective Length K7.12.8.2.4 Panjang Efektip The length of a continuous full size weld is not

Panjang las ukuran penuh menerus tidak perlu necessarily the actual weld length. In certain cases, it is

merupakan panjang las aktual. Dalam hal tersebut, perlu necessary to use run-off tabs to ensure that a full size

digunakan penahan sementara agar menjamin bahwa weld is present at the ends of a weld. Otherwise the

las ukuran penuh terwujud pada ujung-ujung las. Bila effective length may be reduced below the actual length.

tidak, panjang efektif dapat dikurangi dibawah panjang aktual.

K7.12.8.2.5 Effective Area

K7.12.8.2.5 Was Efektip

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.2.6 Transition of Thickness or Width K7.12.8.2.6 Peralihan Tebal atau Lebar Where parts subject to tension are varied in thickness or

Bila bagian yang memikul tarik bervariasi dalam tebal width or both, the required smooth transition can be

atau lebar atau keduanya, peralihan bertahap yang made by the methods given in Figure 719. The maximum

diperlukan dapat dibuat dengan cara yang diberikan taper of 1:1 is a mandatory upper limit for either

dalam Gambar 7.19. Kelandaian maksimum sebesar 1:1 thickness or width transitions of parts in tension, although

adalah mutlak batas atas untuk peralihan tebal atau smaller tapers may be chosen, usually at some cost

lebar dari bagian tertarik, walaupun kelandaian lebih penalty. Some welded detail categories in Section 13

kecil boleh dipilih, umumnya dengan biaya lebih besar. (Fatigue) require tapers no greater than 1:2.5, and

Beberapa kategori detail las dalam Bagian 13 (fatik) memerlukan kelandaian yang tidak melebihi

Clause 12.8.2.6. makes clear that this lesser taper should be observed in such cases. In parts subject to compression, there is no need for a gradual transition, while for those subject to shear, a 1:1 maximum tapes is recommended.

It is recommended that a taper less than 1:2.5 not be used, especially for thickness transitions, since in general the lesser the taper the greater the cost due to difficulties in preparation. Excessively low tapers on thickness transitions may need to be machined, which can be very costly.

The rationale for the 1:1 transition is related to the equivalent stress effect of weld defects and reinforcement. A more gradual transition is of little practical use if notches and stress concentration effects prevail adjacent to and in the weld.

Figure 7.19 (a) of the code illustrates the various methods of achieving the required thickness transition depending on whether the adjoining parts have centreline or offset alignment. When a large difference in thickness exists, there is little option but to prepare the parts to be joined with a special edge preparation. This will usually require a flame cut or machined edge with multiple faces.

Where the offset or thickness differential is less than the thickness of the thinner part connected, the transitions may be achieved by tapering the, weld to the top surface of the thinner part.

Alternatively, the weld may be tapered to the chamfered face of the thicker part with subsequent tapering of the unfused top edge.

The recommended method for width transitions of butt joints in parts of unequal width is by chamfering the wider part with the taper of the chamfer not being steeper than 1:1 (see Figure 7.19).

K7.12.8.2.7 Strength Assessment of a Butt Weld In a complete penetration butt weld, the throat thickness

of the weld is equal to that of the thinner part joined, and since there is significant mixing of parent material and deposited weld metal, the design capacity is taken as that of the parts being joined.

Incomplete penetration butt welds are treated as fillet welds for design purposes, and accordingly the strength assessment is made using sub-clause 7.12.8.3.10.

1:2.5, dan Pasal 12.8.2.6 menjelaskan bahwa kelandaian lebih kecil harus ditempuh dalam hal demikian. Pada bagian yang memikul tekan, tidak ada keperluan untuk peralihan bertahap, sedang untuk yang memikul geser, dianjurkan kelandaian maksimum 1:1.

Dianjurkan bahwa kelandaian kurang dari 1:2.5 jangan digunakan, khusus untuk peralihan tebal, karena umumnya kelandaian Iebih kecil menaikan biaya karena kesulitan pengerjaannya. Kelandaian terlalu kecil pada peralihan tebal perlu digerinda, yang dapat menjadi sangat mahal.

Kewajaran peralihan 1:1 adalah berkaitan dengan pengaruh tegangan ekivalen dari cacat las dan perkuatan. Peralihan lebih berangsur adalah kurang bermanfaat bila cacat celah dan pemusatan tegangan berperan dekat dan didalam las.

Gambar 7.19 (a) dari Peraturan memperlihatkan berbagai cara untuk mencapai peralihan tebal yang diperlukan yang tergantung apakah bagian bersambung mempunyai garis pusat atau penyimpangan alinemen. Bila terdapat perbedaan besar dalam tebal, tidak ada pilihan selain mempersiapkan bagian yang akan disambung dengan pengerjaan tepi secara khusus. Ini akan umumnya memerlukan pemotongan dengan api atau tepi yang digerinda.

Bila penyimpangan atau perbedaan tebal adalah kurang dari tebal bagian lebih tipis yang dihubungkan, peralihan dapat dicapai dengan melandaikan las sampai permukaan atas dari bagian lebih tipis.

Sebagai alternatif, las dapat dilandaikan sampai permukaan landai dari bagian Iebih tebal dengan kemudian melandaikan tepi atas yang tidak terleleh.

Cara yang dianjurkan untuk peralihan lebar dari pertemuan las tumpul dalam bagian yang tidak sama lebar adalah dengan melandaikan bagian lebih lebar dengan kelandaian dari landai tidak lebih tajam dari 1:1 (lihat Gambar 7.19).

K7.12.8.2.7 Pendekatan Kekuatan Las Tumpul Pada las tumpul penetrasi penuh, tebal las adalah sama

dengan tebal bagian lebih tipis yang dihubungkan, dan karena terjadi cukup perpaduan antara bahan induk dan logam las yang ditempatkan, kapasitas rencana diambil seperti kapasitas bagian yang dihubungkan.

Las tumpul penetrasi sebagian dianggap sebagai las sudut untuk maksud perencanaan, dan demikian pendekatan kekuatan dibuat dengan menggunakan ayat

K7.12.8.3 Fillet Welds

K7.12.8.3

Las Sudut

K7.12.8.3.1 Size of a Fillet Weld K7.12.8.3.1 Ukuran Las Sudut The definition of fillet weld size is illustrated in Figure

Ketentuan las sudut diperlihatkan dalam Gambar 7.20

7.20 wherein t w is the size (the leg length). Usual practice dimana t w adalah ukurannya (panjang kaki). Kebiasaan is to denote the size of a fillet weld by leg length, while

umum adalah untuk menyatakan ukuran las sudut European practice is to use the throat dimension(t t ).

dengan panjang kaki, sedang kebiasaan Eropa adalah untuk menggunakan ukuran leher (t t ).

Preferred fillet weld sizes have the advantage of setting a Ukuran las sudut yang diutamakan mempunyai standard size range for design engineers to work to, and

keuntungan dalam menetapkan batas variasi ukuran are sizes measurable with the available fixed fillet weld

standar untuk Perencana yang bekerja dengannya, dan gauges. There is no restriction implied on using non-

adalah ukuran yang terukur dengan alat pengukur las preferred sizes.

sudut yang tersedia. Tidak terdapat pembatasan pada penggunaan ukuran lain dari yang diutamakan.

K7.12.8.3.2 Minimum Size of a Fillet Weld K7.12.8.3.2 Ukuran Minimum Las Sudut The minimum sizes of fillet welds given in Table 7.24 can

Ukuran minimum las sudut yang diberikan dalam Tabel all be made as a single run welds. It is recommended

7.24 dapat semua dibuat sebagai lintasan las tunggal. that the provisions of Table 7.24 also be used for the root

Dianjurkan bahwa persyaratan Tabel 7.24 juga run of multi-run welds, even though the code is not

digunakan untuk lintasan akar dari lintasan majemuk las, explicit in this regard.

walaupun Peraturan tidak menjelaskan hal tersebut. Persyaratan pasal dimaksud untuk menjamin bahwa

The provisions of the Clause are intended to ensure that pemasukan panas yang cukup diadakan agar sufficient heat input is provided in order to reduce the

mengurangi kemungkinan retakan yang terjadi dalam possibility of cracking occurring in either the heat-

daerah yang dipengaruhi oleh panas atau dalam las affected zone or in the fillet weld itself, especially in

sudut sendiri, khususnya dalam pertemuan tertahan. restrained joints. Thick material and small welds may

Bahan yang tebal dan las kecil dapat menyebabkan result in a rapid cooling of the weld metal, due to the

pendinginan cepat dari logam [as, akibat bahan tebal thick material acting as a heat sink, and this may result in

yang bekerja sebagai penurun panas, dan cara ini dapat

a loss of ductility or cracking. menghasilkan kehilangan daktilitas atau keretakan.

K7.12.8.3.3 Maximum Size of a Fillet Weld Along K7.12.8.3.3 Ukuran Maksimum Las Sudut an Edge

Sepanjang Tepi Note that in Case (b) of Figure 7.21, the design throat

Perhatikan bahwa dalam kasus (b) dari Gambar 7.21, thickness must be based on the size t w which is less than

tebal rencana dari leher harus berdasarkan ukuran t w , t, while for Cases (a) and (c), the size t w equals the

yang lebih kecil dari t, sedang untuk kasus (a) dan (c), thickness t. The reason for the difference in Case (b) is

ukuran t w sama dengan tebal t. Alasan untuk perbedaan that, if top edge melting occurs, it is difficult to determine

dalam kasus (b) adalah, karena sulit untuk menentukan the true size of the fillet welds.

ukuran benar dari las sudut.

K7.12.8.3.4 Design Throat Thickness

Tebal Rencana Lehe r In similar manner to butt welds, advantage may be taken

K7.12.8.3.4

Dengan cara sama seperti las tumpul, keuntungan dapat of the increase penetration achievable with a fully

diperoleh dari peningkatan penetrasi yang tercapai automatic welding process, in order to reduce the size

dengan cara pengelasan otomatik penuh, agar (but not the design throat thickness) of a fillet weld-85%

mengurangi ukuran (tetapi tidak tebal rencana leher) dari of the penetration being considered as part of the design

las sudut sampai 85% penetrasi yang dipertimbangkan throat thickness. The viability of the procedure must be

sebagai bagian dari tebal rencana leher. Kebenaran cara demonstrated by means of a macro test.

harus diperlihatkan melalui pengujian makro.

K7.12.8.3.5 Effective Length K7.12.8.3.5 Panjang Efektip It is important to note that the effective length is the

Penting untuk memperhatikan bahwa panjang efektif overall length of the full-size fillet weld. Previous editions

adalah panjang dari keseluruhan las sudut ukuran of the Standard up until the 1 970's required a deduction

penuh. Edisi standar sebelumnya sampai dengan 1970 of twice the weld size from the actual length, but

mensyaratkan pengurangan sebesar dua kali ukuran las experience has proved that this provision is

dari panjang aktual, tetapi pengalaman membuktikan unnecessary.

bahwa syarat tersebut tidak perlu.

K7.12.8.3.6 Effective Area

K7.12.8.3.6 Luas Efektip

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.8.3.7 Transverse Spacing of Fillet Welds K7.12.8.3.7 Jarak Melintang antar Las Sudut The provisions of this sub-clause are empirical, based on

ayat adalah empirik, berdasarkan successful past practice.

Persyaratan

pengalaman berhasil di masa lampau.

K7.12.8.3.8 Spacing of Intermittent Fillet Welds K7.12.8.3.8 Jarak antar Las Sudut Tidak

Menerus

The provisions specified are empirically based on

ayat adalah empirik, berdasarkan successful past practice.

Persyaratan

pengalaman berhasil di masa lampau.

K7.12.8.3.9 Built-up Members - Intermittent Fillet K7.12.8.3.9 Unsur Tersusun - Las Sudut Tidak Welds

Menerus

ayat adalah empirik, berdasarkan successful past practice.

The provisions specified are empirically based on

Persyaratan

pengalaman berhasil di masa lampau.

K7.12.8.3.10 Ultimate Limit State for Fillet Welds K7.1 2.8.3.10 Keadaan Batas Ultimate untuk Las

Sudut

The nominal strength is based on a failure stress of 0.6 Kekuatan nominal adalah berdasarkan tegangan runtuh

f uw in shear on the weld throat (t t ) which is assumed to be sebesar 0.6 f uw dalam geser leher las (t t ) yang dianggap the failure plane. Considering the design actions (v , *

menjadi bidang runtuh. Mempertimbangkan aksi rencana

(v n ,v vt ,v v 1 ) pada leher las sudut, bentuk umum dari v vt ,v v 1 ) on the fillet weld throat, a general form of a

kriteria runtuh dapat ditulis sebagai (Pust. 19 dan 20): failure criterion may be written as (Refs 19 and 20):

Where:

dengan:

= design force per unit length of weld

gaya rencana persatuan panjang las normal to the plane of the fillet weld

tegak lurus bidang leher las sudut throat

v * = design shear force per unit length of

gaya geser rencana per satuan weld longitudinal to the plane of the

panjang las memanjang bidang leher fillet weld throat.

las sudut

= design shear force per unit length of

gaya geser rencana per satuan weld transverse to the plane of the fillet

panjang las melintang bidang leher las weld throat.

sudut

For Clause 7.12.8.3.10, values of k v = 1.0 and k w = 1.0 Untuk pasal 7.12.8.3.10, nilai k v = 1.0 dan k w = 1.0 were adopted based on the studies reported in Refs 19

diambil berdasarkan laporan studi dalam Pustaka 19 dan and 20.

An alternative approach is to use a load-deformation Pendekatan alternatif adalah menggunakan cara method which recognises that the weld has a finite

deformasi-beban yang menganggap las mempunyai deformation capacity, and attempts to obtain the load-

kapasitas deformasi hingga, dan berusaha memperoleh deformation curve for fillet welds by test. This data is

lengkung deformasi-beban untuk las sudut melalui then used to predict the failure load of any fillet weld (see

pengujian. Data tersebut kemudian digunakan untuk for example Ref. 23).

memperkirakan beban runtuh dari tiap las sudut (lihat contoh dalam Pust.23).

The influence of bending moments at the faces of the Pengaruh momen lentur pada permukaan [as dan dari weld and of normal forces applied longitudinally to the

gaya normal yang bekerja memanjang terhadap weld cross-section have been shown to have little

penampang las telah menunjukan mempunyai pengaruh influence on the weld strength (Refs 21 and 22).

kecil pada kekuatan las (Pustaka 21 dan 22). The reduction factor (k r ) essentially reduces the effective

Faktor reduksi (k r ) sangat mengurangi panjang las efektif weld length (L w ) determined in accordance with Clause

(L w ) yang ditentukan sesuai Pasal 7.12.8.3.5. 7.12.8.3.5. The reduction in effective length applies to lap

Pengurangan panjang efektif berlaku untuk pertemuan joints with long weld elements to account for non-

menindih dengan elemen las panjang untuk uniformity in the stress distribution along the weld.

memperhitungkan tidak meratanya pembagian tegangan sepanjang las.

For fillet lap connections, there is no minimum length Untuk las sudut dalam hubungan menindih, tidak beyond that required by Clause 7.12.8.3.5. Where

terdapat panjang minimum melebihi yang disyaratkan longitudinal fillet welds are used alone in a connection,

oleh Pasal 7.12.8.3.5. Dimana las sudut memanjang Ref. 18 requires the length of each weld to be at least

digunakan sendiri dalam hubungan, Pustaka 18 equal to the width of the connecting material, because of

mensyaratkan bahwa panjang tiap las paling sedikit shear lag. By providing a minimum lap of five times the

sama dengan lebar dari bahan yang dihubungkan, thickness of the thinner part of a lap joint, the resulting

karena perlambatan geser. Dengan mengadakan rotation of the joint when pulled will not be excessive.

panjang lebih sebesar minimum lima kali tebal bagian lebih tipis dalam pertemuan menindih, rotasi yang dihasilkan oleh pertemuan bila tertarik tidak akan berlebih.

K7.12.8.4 Plug and Slot Welds

K7.12.8.4

Las Pengisi

Typical uses for plug and slot welds are to transmit shear Penggunaan tipikal untuk las pengisi adalah in a lap joint or to prevent the buckling or separation of

menyalurkan geser dalam pelat menindih atau untuk the plates in a lap joint. Their use is not extensive for

mencegah tekuk atau pemisahan pelat dalam hubungan structural application.

menindih. Penggunaan mereka tidak luas dalam penerapan struktural.

The provisions of Clause 7.12.8.4.2 are based on Persyaratan Pasal 7.12.8.4.2 adalah berdasarkan research reported in Ref. 25, which concluded that the

penelitian yang dilaporkan dalam Pustaka 25, yang traditional approach of using an average shear failure

menyimpulkan bahwa pendekatan tradisional dengan stress over the hole area is an acceptable design

menggunakan tegangan geser runtuh rata-rata pada luas approach. The following detailing provisions are based

lubang adalah pendekatan perencanaan yang disetujui. on the provisions of the AWS Structural Welding Code

Persyaratan rinci berikut adalah berdasarkan (Ref. 26) AISC (US) provisions are identical (Ref. 18).

persyaratan AWS Structural Welding Code (Pust.26). Persyaratan AISC(US) adalah identik (Pust.18 ).

The diameter of the hole for a plug weld should be not Diameter lubang untuk las pengisi tidak boleh kurang less than the thickness of the part containing it plus 8

dari tebal bagian yang memuatnya ditambah 8 mm. mm. the diameter should not exceed either the minimum

Diameter tidak boleh melebihi diameter minimum diameter plus 3 mm, or 2.25 times the thickness of the

ditambah 3 mm, atau 2.25 kali tebal bagian, yang mana part, whichever is the greater.

lebih besar.

The minimum centre-to-centre spacing of plug welds should be 4 times the diameter of the hole.

The depth of the filling of plug welds in material 16 mm or less should be equal to the thickness of the material. For thicknesses over 16 mm, the depth should be at least one-half the thickness of the material, but not less than

16 mm. The length of the slot for a slot weld should not exceed

10 times the thickness of the part containing it. The width of the slot should be not less than the thickness of the part containing it plus 8 mm. The width should not exceed either the minimum width plus 3 mm, or 2.25 times the thickness of the part, whichever is the greater.

The ends of the slot should be semicircular or should have the corners rounded to a radius not less than the thickness of the part containing it, except those ends which extend to the edge of the part.

The minimum spacing of lines of slot welds in a direction transverse to their length should be 4 times the width of the slot. The minimum centre-to-centre spacing in a longitudinal direction on any line should be 2 times the length of the slot.

K7.12.8.5 Compound weld

No commentary.

K7.12.9 ASSESSMENT OF THE STRENGTH OF A WELD GROUP

K7.12.9.1 Weld Group Subject to Inplane Loading

K7.12.9.1.1 General Method of Analysis In the general method of analysis, the nominal capacity

of a welded connection with a constant thickness weld group is assessed by treating that connection as a weld group of unit thickness in isolation from the attached elements or members.

In connection at the end of a member is viewed as a weld group in isolation from that member, then the nominal capacity of the weld group may be determined by either an elastic or an ultimate strength approach. Both methods are based upon assumptions (i) and (ii) of the Clause, rotation being assumed about an instantaneous centre.

The elastic or linear method is the traditional approach to the assessment of the load capacity of a weld group. The force per unit length of welds is considered to be proportional to the distance from the instantaneous centre.

Jarak minimum dari pusat-pusat las pengisi harus sebesar empat kali diameter lubang.

Kedalaman pengisian las pengisi dalam bahan 16 mm atau lebih kecil harus sama dengan tebal bahan. Untuk tebal diatas 16 mm, kedalaman harus paling sedikit setengah dari tebal bahan, tetapi tidak kurang dari 16 mm.

Panjang sela untuk las pengisi tidak boleh melebihi sepuluh kali tebal bagian yang memuatnya. Lebar sela tidak boleh kurang dari tebal bagian yang memuatnya ditambah 8 mm. Lebar tidak boleh melebihi lebar minimum ditambah 3 mm, atau 2.25 kali tebal bagian, yang mana lebih besar.

Ujung-ujung sela harus semi-lingkaran atau harus mempunyai pembulatan sudut sampai jari-jari tidak kurang dari tebal bagian yang memuatnya, kecuali ujung-ujung yang meluas sampai ujung bagian.

Jarak antara minimum dari garis las sela dalam arah melintang terhadap panjangnya harus empat kali lebar dari sela. Jarak pusat-pusat minimum dalam arah memanjang pada tiap garis harus dua kali panjang sela.

K7.12.8.5

Las Tersusun

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.9 PENDEKATAN KEKUATAN KELOMPOK LAS

K7.12.9.1 Kelompok Las yang Memikul Pembebanan dalam Bidang

K7.12.9.1.1 Cara Analisis Umum Pada cara analisis umum, kapasitas nominal hubungan

yang dilas dengan kelompok las tebal tetap, diperkirakan dengan menganggap hubungan sebagai kelompok las dengan satuan tebal dan terpisah dari elemen atau unsur yang ditambahkan.

Pada hubungan di ujung unsur ditinjau sebagai kelompok las terpisah dari unsur tersebut, kemudian kapasitas nominal dari kelompok las dapat ditentukan oleh perkiraan elastis atau kekuatan ultimate. Kedua cara adalah berdasarkan anggapan (i) dan (ii) dari pasal, rotasi dianggap terhadap pusat langsung.

Cara elastis atau linier adalah pendekatan tradisional untuk perkiraan kapasitas beban dari kelompok las. Gaya per satuan panjang las dipertimbangkan sebanding dengan jarak dari pusat langsung.

Derivations of the fundamental equations have been Penurunan rumus dasar telah diberikan dalam Pustaka given in Refs 23 and 24.

23 dan 24.

Once the forces per unit length have been determined, Sekali gaya per satuan panjang telah ditentukan, the nominal capacity may be determined using the failure

momen dapat ditentukan dengan criteria of sub-clause 7.12.8.3.10.

kapasitas

menggunakan kriteria runtuh dari ayat 7.12.8.3.10. This method has been adopted in the Code because

Cara ini telah diambil dalam Peraturan karena laporan reliability studies reported in Refs 19 and 20 have

studi dalam Pustaka 19 dan 20 telah menunjukan bahwa indicated that the method is sufficiently reliable, while

caranya cukup tepat, sedang lebih sederhana untuk having the virtue of being simpler to apply than the

digunakan dibanding cara alternatif dan mudah untuk alternative methods and being amenable to hand

dihitung tangan.

calculation. The ultimate strength analysis of a fillet weld group has

Analisis kekuatan ultimate dari kelompok las sudut telah been described in Refs 21 and 23. For this type of

dijelaskan dalam Pustaka 21 dan 23. Untuk jenis analisis analysis, the weld group is discretized into short

tersebut, kelompok las dianggap dalam elemen-elemen elements of fillet weld. The load-deformation

pendek dari las sudut. Korelasi deformasi-beban yang relationships determined by testing are considered to

dtentukan melalui pengujian dipertimbangkan describe the behaviour of each element. Although the

menjelaskan perilaku tiap elemen. Walaupun gaya las weld forces are still considered to act normal to the

tetap dianggap bekerja normal terhadap jari-jari dari radius from the instantaneous centre, the magnitude of

pusat langsung, besaran gaya adalah sebanding dengan the force is not proportional to the radius. The

jari-jari. Pusat langsung dengan demikian harus instantaneous centre should therefore be determined by

ditentukan dengan uji coba. kapasitas beban ultimate trial and error. The ultimate load capacity corresponding

sesuai dengan pencapaian keadaan simpangan ultimate to the achievement of an ultimate displacement condition

pada suatu titik dalam kelompok las dapat ditentukan at some point in the weld group can then be determined.

kemudian.

K7.12.9.1.2 Alternative Analysis K7.12.9.1.2 Analisis Alternatip An alternative approach is offered in which a fillet weld

Pendekatan alternatif disajikan padamana kelompok las group is designed as an extension of the connected

sudut direncanakan sebagai perluasan dari unsur yang member by maintaining a consistent distribution of forces

dihubungkan dengan mempertahankan pembagian gaya so that equilibrium is satisfied at the interface between

yang tetap sehingga keseimbangan terpenuhi pada the weld element and the parent plate. For example, in a

permukaan antara dari elemen las dan pelat induk. commonly adopted theory, only the web of the beam is

Sebagai contoh, pada teori yang umum dianut, hanya assumed to resist vertical shear force whereas in weld

pelat badan unsur dianggap menahan gaya geser group theory, the shear force may be considered to be

vertikal sedang dalam teori kelompok las, gaya geser uniformly distributed over the length of the weld. A similar

dapat dianggap terbagi rata sepanjang las. Perbedaan difference in the assumed force distribution exists for a

serupa dalam pembagian gaya yang dianggap terdapat beam subjected to torsion. This alternative analysis

pada balok yang memikul puntir. Analisis alternatif allows the assumptions made in member design also to

mengijinkan dibuatnya anggapan dalam perencanaan

be used for the design of the fillet weld group. unsur yang juga digunakan untuk perencanaan kelompok las sudut.

K7.12.9.2 Weld Group Subject to Out of-

Kelompok Las yang Memikul plane Loading

K7.12.9.2

Pembebanan Luar Bidang

K7.12.9.2.1 General Method of Analysis K7.12.9.2.1 Cara Analisis Umum The same comments made in Clause K7.12.9.1.1 apply.

Penjelasan sama sesuai Pasal K7.12.9.1.1 berlaku. References containing analysis procedures within the

Pustaka yang memuat cara analisis dalam lingkup provisions of the Clause are outlined in Refs 1 and 24.

persyaratan pasal terdapat dalam Pustaka 1 dan 24.

K7.12.9.2.2 Alternative Analysis K7.12.9.2.2 Analisis Alternatip See sub-clause 7.12.9.1.2.

Lihat ayat 7.12.9.1.2.

K7.12.9.3 Weld Group Subject to Inplane

Kelompok Las yang Memikul and Out-of-plane Loading

K7.12.9.3

Pembebanan Dalam dan Luar Bidang

General expressions for such weld groups of constant Rumus umum untuk kelompok las dengan tebal tetap thickness may be found in Refs 1 and 24.

dapat diperoleh dalam Pustaka 1 dan 24.

K7.12.9.4 Combination of Weld Types

K7.12.9.4

Kombinasi Jenis Las

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.12.10 PACKING IN CONSTRUCTION

K7.12.10

PELAT PENGISI DALAM PELAKSANAAN

The Clause is based on successful past practice. Pasal ini adalah berdasarkan pekerjaan berhasil terdahulu.

K7.13 DESIGN FOR FATIGUE K7.13 RENCANA UNTUK FATIK

K7.13.1 GENERAL

K7.13.1

UMUM

K7.13.1.1 Requirements

K7.13.1.1 Persyaratan

The fatigue assessment method of this Sub-section is Cara perkiraan fatik dalam bab ini adalah berdasarkan based on the assumption that the structure is otherwise

anggapan bahwa struktur biasanya direncanakan sesuai designed in accordance with the stability, and

stabilitas, dan persyaratan batas kelayanan. Pasal fatik serviceability limit state requirements. The fatigue

adalah tambahan untuk persyaratan lain dalam standar clauses are additional to the other requirements of the

dan tidak dimaksudkan untuk menggantikan kondisi Standard and are not intended to replace any other limit

keadaan batas.

state condition. The following effects are not covered by this Subsection:

Pengaruh berikut tidak dicakup oleh bab ini: i.

Reduction of fatigue life due to corrosion or immersion. In corrosive environments the fatigue

Pengurangan umur fatik akibat korosi atau strength may be significantly reduced. Data

i.

perendaman. Dalam lingkungan korosif kekuatan appropriate to these environments is required to

fatik dapat sangat berkurang. Data yang sesuai enable design to proceed However, the S-N

dengan lingkungan tersebut diperlukan untuk curves given in Article 7.13.6 are applicable to

perencanaan lebih lanjut. Bagaimanapun, structures in mildly corrosive environments, such

lengkung S-N dalam Artikel 7.13.6 adalah sesuai as normal atmospheric conditions, with suitable

dengan struktur dalam lingkungan korosif ringan, corrosion protection. The data on which this Sub-

seperti kondisi atmosferik biasa dengan section is based is also not appropriate to

perlindungan korosi yang sesuai. Data padamana structures or structural elements which are

Bab ini didasarkan adalah juga tidak sesuai untuk immersed, whether permanently or periodically.

struktur atau elemen struktur yang berada dalam air, apakah secara menerus atau periodik.

ii. High stress-low cycle fatigue. If stress is

Fatik tegangan tinggi - siklus rendah. Bila sufficiently high or if the stress range is such that

ii.

tegangan cukup tinggi atau bila batas variasi the number of cycles necessary to produce

tegangan sedemikian sehingga jumlah siklus cracking is less than approximately 105, the

yang diperlukan untuk menghasilkan retakan assessment procedures in this Section are not

adalah kurang dari sekitar 10 cara perkiraan applicable.

dalam Bab ini tidak sesuai. iii.

Thermal fatigue. The S-N curves are not

Fatik suhu. Lengkung S-N tidak dapat digunakan applicable to structures which are subject to

iii.

pada struktur yang memikul suhu diatas 150'C. temperatures above 150°C.

iv. Stress corrosion cracking. Stress corrosion

Retakan korosi tegangan. Retakan korosi cracking is a phenomenon which occurs in

iv.

tegangan adalah kejadian yang terjadi dalam conditions of high stress and

kondisi tegangan tinggi dan lingkungan korosif. environment.

a corrosive

The fatigue assessment of existing structures may also Perkiraan fatik dari struktur lama dapat juga

be carried out using the provisions of this Subsection, but dilaksanakan dengan menggunakan persyaratan Bab ini, the fatigue loading must consist of the actual service

tetapi pembebanan fatik harus terdiri dari pembebanan loading for the entire design life of the structure (past and

kelayanan aktual untuk seluruh umur rencana struktur future).

(yang lalu dan akan datang).

In the fatigue assessment, it is important to check every Dalam perkiraan fatik, penting agar memeriksa tiap titik point of the structure at which fatigue cracking may

struktur padamana retakan fatik dapat terjadi, karena occur, because the structure may be damaged by

struktur dapat rusak oleh retakan pada tiap titik yang cracking at any point which is not designed and detailed

tidak direncanakan dan didetail untuk batas variasi for the applied stress range.

tegangan yang bekerja.

K7.13.1.2 Definitions

No commentary.

K7.13.1.3 Symbols

No commentary.

K7.13.1.4 Limitation

The S-N curves given in Article 7.13.6 are applicable to structural steel grades up to a maximum yield stress of 700 MPa, but are limited by Clause 7.1.2 of the Code to an upper limit of 450 MPa. The S-N curves are applicable for bolt grades up to a maximum yield stress of 1000 MPa.

The fatigue assessment procedure in this Subsection is not applicable if points in the structure are required to yield or if the stress range exceeds 1.5 f y .

K7.13.2 FATIGUE LOADING

The loading used for the fatigue assessment should resemble, as closely as possible, the actual service loading envisaged throughout the life of the structure. Factored loads are not appropriate.

In determining the fatigue loading, dynamic effects should be taken into account and in some types of structures, loads due to induced oscillations. For example, a study of the oscillations due to the structural response to moving loads of lightly damped structures is necessary for an accurate evaluation of the fatigue strength. Wind induced oscillations should also be investigated.

Measured load histories may not reflect accurately the future fatigue loading. In bridges consideration should be given to possible changes in usage, such as the growth of traffic or changes in the most severe loading.

Ref. 1 provides more detailed information relating to modern concepts of fatigue loading. The fatigue loading may be composed of different load cases, each defined by the distribution and magnitude of the loads as well as well as their relative frequently of occurrence.

A loading event is a well defined loading sequence of the entire structure or structural element. This may be approach, passage and departure of one train, or of a single bogie or axle in the case is best described by its stress history, which is the stress variation at a point in the structure during the loading event.

K7.13.1.2 Definisi

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.1.3 Notasi

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.1.4 Pembatasan

Lengkung S-N yang diberikan dalam Artikel 7.13.6 digunakan untuk mutu baja tipikal sampai tegangan leleh maksimum 700 Mpa, tetapi dibatasi oleh pasal 7.1.2 dari Peraturan sampai batas atas sebesar 450 MPa. Lengkung S-N adalah sesuai untuk mutu baut sampai tegangan leleh maksimum sebesar 1000 MPa.

Cara perkiraan fatik dalam bab ini tidak dapat digunakan bila diperlukan pelelehan titik dalam struktur atau bila batas variasi tegangan melebihi 1.5 f y .

K7.13.2

PEMBEBANAN FATIK

Pembebanan yang digunakan untuk perkiraan fatik harus mewakili, sedekat mungkin, pembebanan kelayanan aktual yang terjadi sepanjang umur struktur. beban terfaktor tidak boleh digunakan.

Dalam menentukan pembebanan fatik, pengaruh dinamik harus diperhitungkan dan dalam berbagai jenis struktur, beban akibat getaran. Untuk contoh, penyelidikan getaran akibat respon struktural terhadap beban bergerak dari struktur dengan redaman kecil adalah perlu untuk evaluasi tepat dari kekuatan fatik. Getaran yang terjadi akibat angin harus diselidiki.

Riwayat beban terukur tidak dapat mencerminkan secara tepat pembebanan fatik yang akan datang. Pada jembatan harus diberikan pertimbangan untuk perubahan yang mungkin selama penggunaan, seperti perkembangan lalu lintas atau perubahan dalam pembebanan paling buruk.

Pustaka 1 menyediakan keterangan lebih rinci berkaitan dengan konsep baru mengenai pembebanan fatik. Pembebanan fatik dapat terdiri dari beberapa kasus beban, tiap ditetapkan oleh pembagian dan besaran beban dan juga jumlah perulangan relatifnya.

Kejadian pembebanan adalah urutan pembebanan yang ditetapkan dari seluruh struktur atau elemen struktur. Ini dapat menjadi satu rangkaian yang masuk, melewati atau meninggalkan, atau dari gandar tunggal dalam kasus yang paling jelas oleh rwayat tegangannya, yang merupakan variasi tegangan pada titik dalam struktur selama kejadian pembebanan.

The effect of impact may be very important. Measured average impact factor values should be used whenever possible. In the absence of more accurate information, the generally applied impact factors used for the strength limit state should be employed. In many cases, these impact factors over-estimate the effect of impact on fatigue loading.

Simplified design calculations may be based on an equivalent fatigue loading which represents the fatigue effects of all loading events.

The equivalent fatigue loading should be obtained analytically from the summation of the cumulative damage of the design spectrum using design fatigue loads and an appropriate load cycle counting method. The equivalent fatigue loading may vary with the size and location of the structural element. For example, main bridge girders may not experience stress cycles due to individual axles, but these cycles may cause failure in smaller elements closer to the point of load contact.

The stress cycle counting method should be suitable for the analysis of the stress spectrum. Rainflow counting can be used together with Miner's summation.

K7.13.3 DESIGN SPECTRUM K7.13.3.1 Stress Determination

The detail category allows for the effects of local stress concentrations due to weld shape, discontinuities and triaxiatity. An evaluation of the stresses using the results of an elastic analysis generally provides the necessary information. Alternatively, measured strains can be used to derive stresses. Generally, the arrow on each detail in Tables 7.29 to 7.32 indicates where the stress is to be calculated, the plane on which the stress is calculated being normal to the arrow.

The effect of stress concentrations due to effects not already included, such as holes, cut-outs and reentrant corners, which are not natural characteristics of the detail category itself, should betaken into account separately by the application of appropriate stress concentration factors.

The effect of stresses arising from other effects, such as joint eccentricity, deformations, secondary bending moments, or partial joint stiffness, should be calculated and taken into account when determining the stress at the detail.

When the plane on which the stress range is calculated is subject to combination of normal and shear stresses, the assessment should consider their combined effects. When normal and shear stresses

Pengaruh kejut dapat menjadi sangat penting. Nilai faktor kejut terukur rata-rata harus digunakan dimana mungkin. Bila tidak tersedia keterangan lebih tepat, faktor kejut yang umum digunakan untuk keadaan batas tegangan harus digunakan. Dalam banyak hal, faktor kejut tersebut memperkirakan pengaruh berlebih dari kejut pada pembebanan fatik.

Perhitungan perencanaan sederhana dapat berdasarkan pembebanan fatik ekivalen yang mewakili pengaruh fatik dari semua kejadian pembebanan.

Pembebanan fatik ekivalen harus diperoleh secara analitik dari penjumlahan kerusakan kumulatif dari spektra rencana dengan menggunakan beban fatik rencana dan cara perhitungan siklus beban yang sesuai. Pembebanan fatik ekivalen dapat bervariasi dengan ukuran dan lokasi elemen struktural. Sebagai contoh, gelagar utama jembatan tidak boleh mengalami siklus tegangan akibat gandar tersendiri, tetapi siklus tersebut dapat menyebabkan keruntuhan dalam elemen lebih kecil yang lebih dekat pada titik kontak beban.

Cara perhitungan siklus tegangan harus sesuai untuk analisis spektra tegangan. Cara perhitungan curah hujan dapat digunakan bersama dengan penjumlahan Miner.

K7.13.3

SPEKTRUM RENCANA

K7.13.3.1 Penentuan Tegangan

Kategori detail mengijinkan untuk pengaruh pemusatan tegangan setempat akibat bentuk las, terputusnya dan triaksialnya. Evaluasi tegangan yang menggunakan hasil analisis elastis umumnya menyediakan keterangan yang diperlukan. Sebagai alternatif, regangan terukur dapat digunakan untuk menurunkan tegangan. Umumnya, panah pada tiap detail dalam Tabel 7.29 sampai 7.32 menunjukan dimana tegangan harus dihitung, bidang padamana tegangan dihitung yang normal terhadap panah.

Pengaruh pemusatan tegangan akibat pengaruh yang belum termasuk, seperti lubang, pemotongan dan sudut masuk, yang tidak merupakan karakteristik alam dari kategori detail sendiri, harus diperhitungkan terpisah dengan penggunaan faktor pemusatan tegangan sesuai.

Pengaruh tegangan yang terjadi oleh pengaruh lain, seperti eksentrisitas pertemuan, perubahan bentuk, momen lentur sekunder, atau kekakuan sebagian pertemuan, harus diperhitungkan bila menentukan tegangan pada detail.

Bila bidang padamana variasi tegangan dihitung memikul kombinasi tegangan normal dan geser, pendekatan harus mempertimbangkan kombinasi pengaruhnya. Bila tegangan normal dan geser Bila bidang padamana variasi tegangan dihitung memikul kombinasi tegangan normal dan geser, pendekatan harus mempertimbangkan kombinasi pengaruhnya. Bila tegangan normal dan geser

lokasi berbeda, tidak diperlukan kombinasi tegangan. Otherwise, the assessment should consider the

Atau, pendekatan harus mempertimbangkan yang following:

berikut:

i. Principal stresses should be calculated when the

Tegangan induk utama harus dihitung bila fatigue loading originates from simple load cases.

i.

pembebanan fatik berasal dari kasus beban However, principal stresses should be calculated

sederhana. Bagaimanapun, tegangan induk only when normal and shear stresses occur

utama harus dihitung hanya bila tegangan normal simultaneously (and at the same location) during

dan geser terjadi bersama (dan pada lokasi the stress cycle or loading event.

sama) selama siklus tegangan atau kejadian pembebanan.

ii. * If normal (f

Bila batas variasi tegangan normal (f ) dan geser n occur simultaneously at the same location, the

n ) and shear (f ) stress ranges do not G ii.

(f ) tidak terjadi bersama pada lokasi sama, * components of damage should be added using

Miner's rule according to the following equation: komponen kerusakan harus ditambah dengan menggunakan aturan Miner sesuai dengan rumus berikut:

where K R S is given by Clause 7.13.9.1. dengan K S diberikan oleh Pasal 7.13.9.1.

K7.13.3.2 Design Spectrum Calculation

K7.13.3.2

Perhitungan Spektrum Rencana

The various stress spectra and their relative frequencies Berbagai spektra tegangan dan jumlah perulangan of occurrence for each of the fatigue loading cases

relatifnya untuk tiap kasus pembebanan fatik harus should be compiled. This compilation gives the design

dikumpulkan. Kumpulan tersebut memberikan spektra spectrum to be used for the fatigue assessment.

rencana yang akan digunakan dalam perkiraan fatik.

Batas amplitude fatik tetap (f 3 ) tidak boleh digunakan used in the fatigue assessment unless it is certain that

The constant amplitude fatigue limit (f 3 ) should not be

dalam perkiraan fatik kecuali sudah pasti bahwa tidak there will be no stress ranges which exceed it. The

terdapat batas variasi tegangan yang melampauinya. fatigue assessment procedure may not allow for a small

Cara perkiraan fatik mungkin tidak memperhitungkan number of high stress ranges which may occur during

jumlah kecil dari batas variasi tegangan tinggi yang fabrication, transportation, erection or service of the

dapat terjadi selama pembuatan, pengangkutan, structure, and so caution should be exercised in the use

pemasangan atau pelayanan struktur, dan demikian of the constant amplitude fatigue limit.

harus berhati-hati dalam penggunaan batas amplitude fatik tetap tersebut.

Compressive stress ranges should be considered to be Batas variasi tegangan tekan harus dipertimbangkan as damaging as tensile stress ranges unless it can be

sama merusak seperti batas variasi tegangan tarik shown to be otherwise.

kecuali dapat ditunjukan sebaliknya.

K7.13.4 EXEMPTION FROM

PENGECUALIAN UNTUK ASSESSMENT

K7.13.4

PENDEKATAN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.5 DETAIL CATEGORY

Kategori Detail K7.13.5.1 Detail Categories for Normal

K7.13.5

Kategori Detail untuk Stress

K7.13.5.1

Tegangan Biasa

The S-N curves for normal stress for the various detail Lengkung S-N untuk tegangan normal pada berbagai categories are parallel and approximately equidistant

kategori detail adalah sejajar dan kurang lebih berjarak from each other when examined on a log-log scale (see

sama satu terhadap yang lain bila dipelajari pada skala Figure 7.24). Each curve corresponds to a detail 6 log (lihat Gambar 7.24). Tiap lengkung berkaitan dengan

category defined by the fatigue strength at 2 x 10 kategori detail yang ditetapkan oleh kekuatan fatik pada 6 cycles. The physical characteristics which correspond to

2x 10 siklus . Karakteristik fisik yang berhubungan each detail category are shown in Tables 7.29 to 7.32.

dengan tiap kategori detail ditunjukan dalam Tabel 7.29 sampai 7.32.

Some details do not behave exactly as categorized in the Beberapa detail tidak berperilaku tepat seperti dikategori Tables, but in order to ensure that unconservative

dalam Tabel, tetapi agar menjamin bahwa kondisi tidak conditions are avoided, some details are located in detail

aman dihindari, beberapa detail ditempatkan dalam categories slightly lower than

kategori detail yang agak lebih rendah dari yang

diperlukan oleh kekuatan fatiknya 6 require.

their fatigue strength at 2 x 10 6 cycles would

pada 2 x 10 siklus.

All physical characteristics of details must be defined by Semua karakteristik fisik dari detail harus ditetapkan oleh the design engineer and must not be altered in any way

Perencana dan tidak boleh diubah dengan cara apapun during fabrication or erection without the design

selama pembuatan atau pemasangan tanpa persetujuan engineer's approval. No attachments or cut-outs should

Perencana. Tidak boleh diadakan tambahan atau

be added to any part of the structure without notifying the pemotongan pada tiap bagian struktur tanpa ijin dari design engineer.

Perencana.

K7.13.5.2 Detail Categories for Shear

Kategori Detail untuk Stress

K7.13.5.2

Tegangan Geser

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.6 FATIGUE STRENGTH

KEKUATAN FATIK K7.13.6.1 Definition of Fatigue Strength

K7.13.6

Definisi Kekuatan Fatik untuk for Normal Stress

K7.13.6.1

Tegangan Normal

Batas variasi tegangan tetap (f 3 ) diambil sebagai strength at 5 x 10 cycles. However, if any

The constant stress range limit (f 6 3 ) is taken as the fatigue

kekuatan fatik pada 5 x 10 6 siklus. Bagaimanapun, stress range in the spectrum exceeds the constant

bila suatu batas variasi dalam spektra melebihi batas amplitude fatigue limit, the stress ranges below the

amplitude fatik tetap, batas variasi tegangan dibawah constant amplitude limit must also be considered in the

batas amplitude tetap harus juga dipertimbangkan dalam assessment. The constant stress range fatigue limit is

perkiraan. Batas variasi tegangan fatik tetap adalah titik

padamana kelandaian ( D G ) dari lengkung S-N bervariasi changes from 3 to 5 for normal stress.

the point at which the slope ( D G ) of the S-N curve

dari 3 sampai 5 untuk tegangan normal. The cut-off limit (f 5 ) is taken as the fatigue strength at 10 6 Batas bebas fatik (f 5 ) diambil sebagai kekuatan fatik

cycles, and all stress cycles in the spectrum pada 10 6 siklus, dan semua siklus tegangan dalam below the cut-off limit may be ignored in the fatigue

spektra dibawah batas bebas fatik dapat diabaikan assessment.

dalam perkiraan fatik.

The S-N curves are based on a conservative Lengkung S-N adalah berdasarkan interpretasi interpretation of data taken mostly from tests of structural

konservatif dari data yang kebanyakan diambil dari elements containing high tensile stresses at fatigue crack

pengujian elemen struktur yang mengalami tegangan locations. Therefore, they apply to

tarik tinggi pada lokasi retakan fatik. Dengan demikian, mereka berlaku untuk:

i. elements with high residual stresses;

i.

elemen dengan tegangan sisa tinggi elemen dengan tegangan sisa tinggi

ii.

elemen dengan nilai tinggi dari rasio tegangan

f min */f max * or

f min */f max *; atau

iii. all elements, whether the level of mean stress,

semua elemen, apakah tingkat tegangan due to effects such as temperature, support

iii.

menengah, akibat pengaruh seperti suhu, settlements , erection, or misfit is known or not.

penurunan perletakan, pemasangan atau kurang tepatnya diketahui atau tidak.

The curves are based on the mean experimental values

adalah berdasarkan nilai menengah minus two standard deviations. The vertical spacing

Lengkung

eksperimental dikurangi dua standar deviasi. Jarak between detail categories represents approximately a

vertikal antara kategori detail mewakili kurang lebih 10% variation in fatigue strength.

variasi 10% dalam kekuatan fatik.

K7.13.6.2 Definition of Fatigue Strength

Definisi Kekuatan Fatik untuk for Shear Stress

K7.13.6.2

Tegangan Geser

The S-N curve for cracking due to applied shear stresses Lengkung S-N untuk retakan akibat tegangan geser yang is given in Figure 7.25. The S-N curve for shear stress

bekerja diberikan dalam Gambar 7.25. Lengkung S-N provides the relationship for a fatigue assessment of

untuk tegangan geser menyediakan korelasi untuk shear stress applied to weld throats or base material.

perkiraan fatik dari tegangan geser yang bekerja pada Fatigue failure in these details occurs usually by crack

leher las atau bahan induk. Keruntuhan fatik dalam detail propagation across the weld throat.

tersebut umumnya terjadi oleh perambatan retakan melalui leher las.

Calculations should be performed in a similar way to those for normal stress. The cut off limit (f5) is as defined

Perhitungan harus dilakukan dengan cara sama seperti above. However, no constant amplitude fatigue limit

untuk tegangan normal. Batas bebas fatik (f5) adalah should be assumed.

seperti yang ditetapkan diatas. Bagaimanapun, batas amplitude fatik tetap tidak boleh diperkirakan.

K7.13.7 EXEMPTION FROM FURTHER K7.13.7 PENGECUALIAN DARI ASSESSMENT

PENDEKATAN LANJUTAN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.8 THICKNESS EFFECT

K7.13.8

PENGARUH TEBAL

The S-N curves were derived from experimental results Lengkung S-N telah diturunkan dari hasil percobaan dari of details involving plate thickness (and corresponding

detail yang mencakup tebal pelat (dan ukuran las yang weld sizes) of approximately 15 mm. Testing of

berhubungan) dari kurang lebih 15 mm. Pengujian transverse butt welded connections involving plate

hubungan las tumpul melintang yang mencakup tebal thickness up to 100 mm has shown that these curves

pelat sampai 100 mm telah menunjukan bahwa lengkung may be unsafe when plate thicknesses exceed 25 mm.

tersebut dapat menjadi kurang aman bila tebal pelat melebihi 25 mm.

The equation for deriving f.. has been verified only for welded details oriented transverse tot the direction of

Rumus untuk menurunkan f. hanya diverifikasi untuk applied stress and for details which connect equal plate

detail las yang memusat melintang terhadap arah thicknesses. Ref. 2 provides guidance which may assist

tegangan yang bekerja dan untuk detail yang the fatigue assessment of details which contain unequal

menghubungkan tebal pelat yang sama. Pustaka 2 plate thicknesses above 25 mm.

menyediakan pedoman yang dapat membantu perkiraan fatik dari detail yang mengandung pelat dengan tebal tidak sama diatas 25 mm.

K7.13.9 FATIGUE ASSESSMENT

PENDEKATAN FATIK K7.13.9.1 Method

K7.13.9

K7.13.9.1 Cara

The fatigue assessment is intended to verify that the Perkiraan fatik dimaksud untuk membuktikan bahwa required probability of survival for the structure is

kemungkinan selamat yang diperlukan oleh struktur i kemungkinan selamat yang diperlukan oleh struktur i

The strength reduction factor should in no case be taken as greater than 1.0. A value below 0.70 should be used if any of the points (i) to (iii) do not occur in addition to a non-redundant load path. The design engineer must assess the particular situation and assign an appropriate value. That is, if the load path is not redundant the strength reduction factor should be a maximum of 0.7, and if the estimation of stress history is not by conventional methods, the load cycles are highly irregular, or the detail is not accessible for and subject to regular inspection, then the capacity factor should be less than 0.7. It is not practical to prescribe values of the capacity factor for the very wide range of possible circumstances, and it is the responsibility of the designer to determine suitable values for the particular circumstances under consideration.

K7.13.9.2 Constant Stress Range

No commentary.

K7.13.10 PUNCHING LIMITATION

No commentary.

dicapai dengan spektra beban yang bekerja. Suatu perkiraan harus dibuat untuk tiap lokasi retakan fatik potensial. Ini harus ditentukan agar keruntuhan tidak terjadi selama umur rencana struktur dengan menggunakan Artikel 7.13.2 atau Artikel 7.13.3 yang sesuai.

Faktor reduksi kekuatan dalam tiap hal tidak boleh diambil lebih dari 1.0. Suatu nilai dibawah 0.70 harus digunakan bila tiap butir (i) sampai (iii) tidak terjadi, sebagai tambahan untuk lintasan beban tidak pasif. Perencana harus memperkirakan kondisi khusus dan menetapkan nilai yang sesuai. Yaitu, bila lintasan beban tidak pasif, maka faktor reduksi kekuatan harus diambil maksimum 0.70, dan bila perkiraan riwayat tegangan tidak oleh cara konvensional, siklus beban sangat tidak teratur, atau detail tidak terjangkau untuk pemeriksaaan teratur, maka faktor reduksi kekuatan harus diambil kurang dari 0.70. Adalah tidak praktis untuk menetapkan nilai faktor kapasitas untuk variasi luas dari keadaan yang mungkin, dan adalah tanggung jawab Perencana untuk menetapkan nilai sesuai untuk kondisi khusus yang dipertimbangkan.

K7.13.9.2 Batas Variasi Tegangan Tetap

Tidak perlu penjelasan.

K7.13.10

PEMBATASAN PONS

Tidak perlu penjelasan.

REFERENCES GENERAL SOURCE DOCUMENTS

a. Austroads (formerly National of Australian State Road Authorities) "Draft Bridge Design Specification (in Limit State Format)." unpublished, 1991.

b. National Association of Australian State Road Authorities "NAASRA Bridge Design Specification.” Sydney, 1976.

c. American Association of State Highway and Transportation Officials "Standard Specifications for Highway Bridges." 14th edition, Washington DC, 1988.'

d. British Standards Institution, BS 5400, "Steel, Concrete and Composite Bridges", Part 3. Code of Practice for Design of Steel Bridges, BSI, London, 1982.

e. Directorate General of Bina Marga, Department of Public Works, "Loading Specification for Highway Bridges No. 12/1970. " Jakarta, revised Jan 1988.

f. Australian Standard AS 4100-1990 "Steel Design Code", Standards Australia, Sydney, 1990. g. Commentary on AS 4100, Standards Australia, Sydney, 1991.

SELECTED REFERENCES References to Sub-section K7.4

1. Proe, D.J., Bennetts, I.D., and Thomas, I.R., "Simulation of the Fire Testing of Structural Steel Elements by Calculation - Mechanical Response", Steel Construction, Australian Institute of Steel Construction, Vol.19, No.4, February 1986, pp. 2-18.

2. "Methode de Previson par le Calcul du Comportement au Feu des Strutures en Acier", (DTU), Construction Metallique, Vol. 19, No 3, September 1982, pp. 39-79.

References to Sub-section K7.5

1. Trahair, N.S., "Lateral Buckling Design Strength of Steel Beams", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE26, No. 4, 1984, pp. 319-326.

2. Evans, H.R., "Longitudinally and Transversely Reinforced Plate Girders” Plated Structures : Stability and Strength, ed. Narayanan, R., Applied Science Publishers, London, 1983, pp. 1-37.

3. Trahair, N.S., and Bradford, M.A., "The Behaviour and Design of Steel Structures", 2nd ed., Chapman and Hall, London, 1988.

4. Bradford, M.A., Bridge, R.Q., and Trahair, N.S., "Worked Examples for Steel Members Designed for Strength Limit States According to AS 4100-1990", Australian Institute of Steel Construction, Sydney, 1990.

5. Papangelis, J.P. and Trahair, N.S., "A User-Friendly Program for the Limit State Design of Steel Structures", Proceedings, 2nd Pacific Structural Steel Conference, Surfers Paradise, Australian Institute of Steel Construction, May 1989, pp. 155-169.

6. Papangelis, J.P. and Trahair, N.S., "Computer Design of Welded Steel Beams for Strength Limit States", Proceedings, Second National Structural Engineering Conference, Institution of Engineers, Australia, Adelaide, 1990.

7. Bradford, M.A., "Buckling of Longitudinally Stiffened Plates in Bending and compression”, Canadian Journal of Civil Engineering, Vol. 16, No. 5, Oct. 1989, pp. 607-614.

8. Bradford, M.A., "Inelastic Local Buckling of Fabricated 1-Beams, Journal of Constructional Steel Reseach", Vol

7, 1987, pp. 317-334.

9. Dwight, J.B. and White, J.D., "Prediction of Weld Shrinkage Stresses in Plated Structures", Preliminary Report, 2nd International Colloquium on Stability of Steel Structures, ECCS-IABSE, Liege, 1977, pp. 31 - 37.

10. Bradford, M.A., "Local and Post-Local Buckling of Fabricated Box Members", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE27, No. 4, 1985, pp. 391-396.

11. Kulak, G.L., Fisher, J.W., and Struik, J.H.A., "Guide to design Criteria for Bolted and Rivetted Joints", 2nd ed., John Wiley and Sons, New York, 1987.

12. Trahair, N.S., and Nethercot, D.A., "Bracing Requirements in Thin-walled Structures, Chapter 3 in Developments in Thin-Walled Structures-2", Applied Science Publishers, 1984, pp! 93-130.

13. Mutton, B.R., and Trahair, N.S., "Stiffness Requirements for Lateral Bracing", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 99, No. ST10, Oct. 1973, pp. 2167-2182.

14. Mutton, B.R., and Trahair, N.S., "Design Requirements for Column Braces", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE17, No.1, 1975, pp. 30-36.

15. Nethercot, D.A., and Trahair, N.S., "Design of Laterally Unsupported Beams, Beams and Beam columns. Stability and Strength", ed. Narayanan, R., Applied Science Publishers, 1983, pp. 71-94.

16. Trahair, N.S., and Kitipornchai, S., "Elastic Lateral Buckling of Stepped I-Beams", Journal of the Structural Division, ASCE , Vol.97, No. ST10, October 1971, pp. 2535-2548.

17. Kitipornchai, S., and Trahair, N.S., "Elastic Stability of Tapered I-Beams", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 98, No. ST3, March 1972, pp.713-728.

18. Bradford, M.A., "Stability of Tapered I-Beams", Journal of Constructional Steel Reseach, Vol. 9, 1988, pp. 195- 216.

19. Kitipornchai, S., and Trahair, N.S., "Buckling Properties of Monosymmetric I-Beams", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 106, No. ST5, May 1980, pp. 941-957.

20. Trahair, N.S., "Lateral Buckling of Overhanging Beams", Instability and Plastic Collapse of Steel Structures, ed. Morris, L.J., Granada, London, 1983, pp. 503-518.

21. Bradford, M.A., and Trahair, N.S., "Lateral Stability of Beam on Seats", Journal of Structural Engineering ASCE, Vol. 109, No. 9, September 1983, pp. 2212-2215.

22. Hancock, G.J., and Trahair, N.S., "Finite Element Lateral Buckling of Continuously Restrained BeamColumns", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE20, No.2, 1978, pp. 120-127.

23. Bradford, M.A., and Cuk, P.E., "Elastic Buckling of Tapered Monosymmetric I-Beams", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No.5, May 1988, pp. 977-996.

24. Ings, N.L., and Trahair, N.S., "Lateral Buckling of Restrained Roof Purlins", Thin-Walled Structures, Vol. 2, No.

4, 1984, pp. 285-306.

25. Department of the Environment, "Inquiry into the Basis of Design and Method of Erection of Steel Box Girder Bridges", H. M.S.O., 1983.

26. Bradford, M.A., "Elastic Buckling Modes in Steel Tee-Beams", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE30, No. 1, 1988, pp. 36-38.

27. Cooper, P.B., Galambos, T.V., and Ravindra, M.K., "LRFD Criteria for Plate Girders", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 104, No. ST9, 1978, pp. 1389-1407.

28. Redwood, R.G., and Shrinvastava, S.C., "Design Recommendations for Steel Beams with Web Holes", Canadian Journal of Civil Engineering, Vol. 7, No. 4, 1980, pp. 642-650.

29. Redwood, R.G., "Design of Beams with Web Holes", Canadian Steel Industries Construction Council, contario, Canada, 1973.

30. Pham, L., and Bradford, M.A., "Safety Index Analysis of the Design Rules for Webs and Steel Members Under Shear", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE30, No. 1, 1988, pp. 10-14.

31. Bridge, R.Q., and Trahair, N.S., "Bending, Shear and Torsion of Thin-Walled Beams", Steel Construction, Australian Institute of Steel Construction, Vol. 15, No.1, 1981, pp. 2-18.

32. Hancock, G.J., and Harrison, H.B., "A General Method of Analysis of Streses in Thin-Walled Sections with Open and Closed Parts", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE14, No. 2, 1972, pp. 181-188.

33. British Standards Institution, BS 5400, "Steel, Concrete and Composite Bridges", Part 3. Code of Practice for Design of Steel Bridges, BSI, London, 1982.

34. Bradford, M.A., "Elastic Local Buckling of Trough Girders", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 116, No. 6, June 1990, pp. 1594-1610.

35. Allen, H.G., and Bulson, P.S., "Background to Buckling", McGraw Hill, U.K., 1980.

REFERENCES TO SECTION K7.8

1. Bridge, R.Q., and Trahair, N. S., "Limit State Design Rules for Steel Beam-Columns", Steel Construction, Australian Institute of Steel Construction, Vol. 21, No. 2, September 1987, pp. 2-11.

2. Woolcock, S.T., and Kitipornchai, S., "Design of Single Web Struts in Trusses", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 112, No. 6 June 1986, pp. 1327-45.

3. Trahair, N.S., and Bradford, M.A., "The Behaviour and Design of Steel Structures", 2nd ed., Chapman and Hall, London, 1988.

4. Bridge, R.Q., "Design Examples Using Tiers in Draft Limit States Codes", Papers Supplement, 2nd Pacific Structural Steel Conference, Surfers Paradise, Australian Institute Construction, May 1989, pp. 51-64.

5. Bradford, M.A. Bridge, R.Q., and Trahair, N.S., "Worked Examples for Steel Members Designed for Strength Limit States According to AS 4100-1990", Australian Institute of Steel Construction, Sydney, 1990.

6. Papangelis, J.P., and Trahair, N.S., "A User-Friendly Program for the Limit State Design of Steel Structures", Proceedings, 2nd Pacific Structural Steel Conference, Surface Pardise, Australian Institute of Steel Construction, May 1989, pp. 155-169.

7. Papangelis, J.P., and Trahair, N.S., "Computer Design of Welded Steel Beams for Strength Limit State", Proceedings, 2nd National Structural Engineering Conference, Adelaide, Institution of Engineers, Australia, October 1990.

8. Hancock, G.J., and Harrison, H.B., "A General Method of Analysis of Stresses in Thin-Walled Sections with Open and Closed Parts", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol CE 14, No. 2, 1972, pp. 181-8.

9. Hancock, G.J., and Harrison, H.B., "A General Method of Analysis of Stresses in Open and Closed ThinWalled Sections", Conference on Metal Structures-Research and its Applications, Institution of Engineers, Australia, Nov.- 1972, 97-104.

10. Heins, C.P., and Seaberg, P.A., "Torsional Analysis of Steel Members", American Institute of Steel Construction, Chicago, 1983.

11. Bridge, R.Q., and Trahair, N.S., "Bending, Shear and Torsion of Thin-Walled Beams", Steel Construction, Australian Institute of Steel Construction, Vol. 15, No. 1, 1981, pp. 2-18.

12. Standards Association of Australia, AS 1538-1988 Cold-Formed Steel Structures Code, Standards Association of Australia, Sydney, 1988.

13. Baigent, A.H., and Hancock, G.J., "Structural Analysis of Assemblages of Thin-walled Members", Engineering Structures, Vol. 4, No. 3, July 1982, pp. 207-216.

REFERENCES TO SUB-SECTION K7.9

1. Trahair, N.S., and Bradford, M.A., "The Behaviour and Design of Steel Structures", 2nd Edition, Chapman and Hall, London, 1988.

2. Bennetts, 1.D., thomas, 1.R. and Hogan, T.J., "Design of Statically Loaded Tension Members", Civil Engineering Transactions, 1.E. Aust., Vol. CE28, No.4, Nov. 1986, pp. 318-327.

3. Nelson, H. M., "Angles in Tension-Summary of a Report of Tests Carried Out for the British Constructional Steelwork Association", BCSA Publication, No. 7, 1953.

4. Munse, W.H., and Chesson, E., "Rivetted and Bolted Joints: Net Section Design", Journal of Structural Division, ASCE, Vol. 89, No. STI, Feb. 1963, pp. 107-126.

5. Woolcock, S.T., and Kitipornchai, S., "Tension Members and Self Weight", Steel Construction, Australian Institute of Steel Construction, Vol 19, No. 1, 1985, pp. 2-16.

6. Regan, P.E., and Salter, P.R., "Test on Welded-Angle Tension Members", The Structural Engineer, Vol. 62B, No.2, June 1984, pp. 25-30.

7. Dhalla, A.K., and Winter, G., "Steel Ductility Measurements", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 100, No. ST2, Feb. 1974, pp.427.

8. Dhalla, A.K., and Winter, G., "Suggested Steel Ductility Requirements", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol.100, No. ST2, Feb. 1974, pp.445-462

9. Madugula, M.K.S., and Mahon, S., "Angles in Eccentric Tension", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No. 10, Oct. 1988, pp. 2387-2396.

REFERENCES TO SUB-SECTION K7.10

1. Hancock, G.J., "Design Methods for Interaction Buckling in Box and I-section Columns", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol, CE24, No.2, 1982, pp. 183-186.

2. Hancock, G.J., Davids A.J., Keys, P.W., and Rasmussen, K., "Strength Tests on Thin-walled High Tensile Steel Columns' Steel Structures", Advances in Design and Construction, Elsevier Applied Science, 1987, pp. 475-486.

3. Structural Stability Reseach Council, "Guide to Stability Design Criteria for Metal Structures", T.V. Galambos ed., 4th ed., John wiley and Sons, New York, 1988.

4. Rotter, J.M., "Multiple Column Curves by Modifying Factors", journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 108, No. ST7, July 1982, pp. 1665-1669.

5. McGuire, W., "Steel Structures", Prentice Hall, New Jersey, 1968.

6. Trahair, N.S., and Bradford, M.A., "The Behaviour and Design of Steel Structures", 2nd ed., Chapman and Hall, London, 1988.

7. Bradford, M.A. Bridge, R.Q., and Trahair, N.S., "Worked Examples for Steel Members Designed for Strength Limit States According to AS 4100-1990", Australian Institute of Steel Construction, Sydney, 1990.

8. Papangelis, J.P., and Trahair, N.S. "A user-Friendly Program for the Limit State Design of Steel Structures", Proceedings, 2nd Pacific Structural Steel Conference, Surfer Paradise, Australian Institute of Steel Construction, May 1989, pp. 155-169.

9. Pham, L., Bridge, R.Q., and Bradford,M.A., "Calibration of the Proposed Limit State Design Rules for Steel Beams and Columns", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE27, No. 3, 1985, pp. 268-274.

10. Rasmussen, K.J.R, Hancock, G.J., and Davids, A.J., "Limit State Design of Columns Fabricated from Slender Plates", Proceedings, 2nd Pacific Structural Steel Conference, Surfers Paradise, Australian Institute of Steel Construction, May 1989, pp. 215-229.

11. Badford, M.A., "Local and Post-Local Buckling of Fabricated Box Members", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE27, No.4, 1985, pp. 391-396.

12. Bradford, M.A., Bridge, R.Q., Hancock, G.J., Rotter, J.M., and Trahair, N.S., "Australian Limit State Design Rules for the Stability of Steel Structures", Steel Structures - Advances in Design and Construction, Elsevier Applied Science, 1987, pp. 11-23.

13. Bradford, M.A., "Inelastic Local Buckling of Fabricated I-Beams", Journal of Constructional Steel Research, Vol. 7, No.5, 1987, pp. 317-334.

14. Hancock, G.J., "Local, Distortional, and Lateral Buckling of I-Beams", Journal of Structural Division, ASCE, Vol. 104, No. ST11, November 1978, pp. 1787-1798.

15. Bulson, P.S., "The Stability of F/at Plates", Chatto and Windus, London, 1970.

16. Davids, A.J., and Hancock, G.J., "The Strength of Long-Length 1-Section Columns Fabricated from Slender Plates", Civil Engineering transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE 27, No. 4 Oct. 1985, pp. 347-352.

17. Rasmussen, K.J.R., and Hancock, G.J., "Compression Tests of Welded Channel Section Columns", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 115, No. ST4, April 1989, pp. 789-808.

18. Key, P.W., Hasan, S.W., and Hancock, G.J., "Column Behaviour of Cold-formed Hollow Sections", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No. ST2, Feb.1988, pp. 390-407.

19. Lee, G.C., Morrell, M.L., and Ketter, R.L., "Design of Tapered Members", Bulletin No. 173, Welding Reseach Council, 1972.

20. Column Research Committee of Japan, "Handbook of Structural Stability", Corona, Tokyo, 1971. 21. Bleich, F., "Buckling Strength of Metal Structures", McGraw-Hill, New York, 1952.

21. Bradford, M.A., and Cuk, P.E., "Elastic Buckling of Tapered Monosymmetric I-Beams", Journal of Structural Engineering, ASCE, Vol. 114, No. 5, May 1988, pp. 977-996.

22. Standards Association of Australia, AS 1250-1981 SAA "Steel Structures Code", Standards Association of Australia, Sydney, 1981.

23. Mutton, B.R., and Trahair, N.S., "Stiffness Requirements for Lateral Bracing", Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 99, No. ST10, Oct. 1973 , pp. 2167-2182.

24. Mutton, B.R., and Trahair, N.S., "Design Requirements for Column Braces", Civil Engineering Transactions, Institution of Engineers, Australia, Vol. CE17, No. 1, 1975, pp. 30-36.

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORATJENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA PROGRAM JALAN PERATURAN PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN PENJELASAN

BAGIAN 9 PENILAIAN BEBAN

COMMENTARY on BRIDGE DESIGN CODE SECTION 9 – LOAD RATING

11 MAY 1992

LIST OF TABLES DAFTAR TABEL

Ta ble K9.1 Relation Between Condition Mark and Condition Factors Tabel K9. 1

Kondisi dan Hubungan antara Tanda Faktor Kondisi ....................................................... K9 - 16 Table K9.2

Suggested Criteria for Dynamic Testing of Bridge Superstructures Tabel K9.2

Saran Kriteria untuk Fercobaan Dinamik pada Bangunan Atas Jembatan......................... K9 - 1 9

LIST OF FIGURES DAFTAR GAMBAR

Figure K9.1 Variation of Superstructure Condition Factor With Span Length Gam bar K9.1

Variasi Faktor Kondisi Bangunan Atas Sesuai Panjang Bentang ..................................... K9 - 18

SECTION K9 LOAD RATING K9.1 INTRODUCTION K9.1.1 SCOPE

This Section considers the action of permanent loads, superimposed dead loads and traffic loads at the Ultimate Limit State only. Existing bridges which may be at risk from environmental actions (wind, earthquake, stream forces, scour, etc) should be subject to a special investigation.

K9.1.2 PURPOSE

The Safety Factor is determined on the basis of Standard Loads and simple comparisons of load effects.

In the case of Normal Traffic Loads, a safety Factor less than one indicates that the probability of failure under normal heavy traffic loads is greater than the acceptable design probability of failure. The Design Engineer may consider this satisfactory for routes with low traffic volumes and where the bridge is planned for replacement in the foreseeable future. However, a bridge with a reduced Safety Factor will require a higher level of maintenance to keep it operating satisfactorily.

In the case of an Exceptional Traffic Load, a Safety Factor less than one indicates a significant, and unacceptable, possibility of failure.

K9.1.3 HOW TO USE THIS SECTION

K9.1.3.1 General

No comment required.

K9.1.3.2 Load Rating

Bridges may be load rated by simple comparison of design loads or by detailed analysis. In either case, the rating calculation is only done once for each bridge, although the rating will be revised regularly as the condition of the bridge changes. The capacity of the bridge to carry other loads (Safety Factor) is determined by comparing the effects of -the Standard Loads to the effects of the actual

BAGIAN K9 PENILAIAN BEBAN K9.1 PENDAHULUAN K9.1.1 RUANG LINGKUP

Bagian ini mempertimbangkan aksi beban tetap, beban mati tambahan dan beban lalu lintas pada keadaan putus ultimate saja. Jembatan lama yang dapat mengalami risiko dari aksi lingkungan (angin, gempa, gaya aliran, gerusan dll) harus diberikan pemeriksaan khusus.

K9.1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Faktor keamanan ditentukan berdasarkan beban standar dan perbandingan sederhana dari pengaruhpengaruh beban.

Dalam hal Beban Lalu Lintas Biasa, suatu faktor keamanan lebih kecil dari satu, menunjukan bahwa kemungkinan keruntuhan akibat Beban Lalu Lintas Berat biasa adalah lebih besar dari rencana kemungkinan keruntuhan yang wajar. Akhli Teknik Perencana boleh mempertimbangkan apakah faktor tersebut memenuhi untuk jaringan jalan dengan volume lalu lintas rendah dan kapan penggantian jembatan direncanakan dalam waktu mendatang. Bagaimanapun suatu jembatan dengan faktor keamanan yang kurang akan memerlukan tingkat pemeliharaan yang lebih tinggi untuk mempertahankan kegunaan jembatan tersebut.

Dalam hal Beban Lalu Lintas Luar Biasa, suatu faktor keamanan lebih kecil dari satu, menunjukan suatu kemungkinan keruntuhan yang tiba-tiba.

K9.1.3 PENGGUNAAN BAGIAN TATA CARA

K9.1.3.1 Umum

Tidak perlu penjelasan

K9.1.3.2 Penilaian Beban

Penilaian Beban Jembatan dapat dilakukan dengan perbandingan sederhana antara beban-beban rencana atau dengan analisa terperinci. Dalam setiap kasus, perhitungan penilaian hanya dilakukan satu kali untuk tiap jembatan, walaupun demikian penilaian akan selalu diperbaharui secara periodik mengingat kondisi jembatan yang berubah. Kapasitasjembatan dalam memikul beban-beban lain Penilaian Beban Jembatan dapat dilakukan dengan perbandingan sederhana antara beban-beban rencana atau dengan analisa terperinci. Dalam setiap kasus, perhitungan penilaian hanya dilakukan satu kali untuk tiap jembatan, walaupun demikian penilaian akan selalu diperbaharui secara periodik mengingat kondisi jembatan yang berubah. Kapasitasjembatan dalam memikul beban-beban lain

Differences in design loadings and rates of deterioration Perbedaan dalam rencana pembebanan dan nilai-nilai will result in different capacities for the main components

kerusakan akan menghasilkan kapasitas yang berbeda of a bridge- foundation, substructure, superstructure and

untuk komponen-komponen utama jembatan - pondasi, deck. The foundation and substructure are rated together

bangunan bawah, bangunan atas dan lantai. Penilaian because it is not practical to consider them separately.

untuk pondasi dan bangunan bawah dibuat bersama, The effect of traffic loads on the substructure is

karena sulit dipertimbangkan secara terpisah. Pengaruh proportionally much less than on the superstructure, so

beban lalu lintas pada bangunan bawah adalah relatip the substructure is considered to have at least the same

lebih kecil dibanding pada bangunan atas, dengan capacity as the superstructure unless the Design

demikian bangunan bawah dipertimbangkan mempunyai Engineer has reason to suspect otherwise.

kapasitas yang paling sedikit sama dengan bangunan atas, kecuali Akhli Teknik Perencana mempunyai alasan untuk kurang yakin.

The Design Engineer should be careful to distinguish Akhli Teknik Perencana harus berhati-hati dalam between the final Load Rating and the Nominal Load

memisahkan antara Penilaian Beban Akhir dan Penilaian Rating. The Nominal Load rating can usually be

Beban Nominal. Penilaian Beban Nominal umumnya calculated without actually inspecting the bridge.

dapat dihitung tanpa mengadakan pemeriksaan However, the effects of damage and deterioration on the

jembatan. Bagaimanapun, pengaruh kerusakan dan bridge strength will usually be significant and it is

kehancuran kekuatan jembatan akan umumnya berperan essential that the Design Engineer obtains a reliable and

dan sangat penting bahwa Akhli Teknik Perencana objective inspection report before completing the rating

memperoleh laporan pemeriksaan yang dapat dipercaya process.

dan obyektip, sebelum menyelesaikan tahap-tahap penilaian.

K9.1.3.3 Equivalent Load Factor

K9.1.3.3

Faktor Beban Ekuivalen

The Equivalent Load Factor is determined by comparing Faktor Beban Ekuivalen ditentukan dengan the maximum bending moments and shear forces

membandingkan Momen Lentur dan Gaya Lintang produced in a simple span. This comparison is not valid

maksimum yang dihasilkan pada suatu bentang for the negative moment regions of continuous spans

sederhana. Perbandingan ini tidak berlaku untuk daerah and care should be exercised with heavy vehicle loads

momen negatip pada bentang menerus dan harus that are likely to cause critical stresses in these areas.

berhati-hati terhadap beban-beban kendaraan berat yang dapat mengakibatkan tegangan kritikal dalam daerah-daerah tersebut.

K9.1.3.4 Safety Factor

K9.1.3.4

Faktor Keamanan

See comments for Article 9.1.1. Lihat penjelasan untuk artikel 9.11.

K9.1.4 GLOSSARY

K9.1.4 IKHTISAR

K9.1.4.1 Definitions

K9.1.4.1 Definisi

No comment required.

Tidak perlu penjelasan.

K9.1.4.2 Symbols

K9.1.4.2 Daftar Notasi

No comment required.

Tidak perlu penjelasan.

K9.2 CALCULATION OF BRIDGE K9.2 PERHITUNGAN FAKTOR SAFETY FACTORS

KEAMANAN JEMBATAN

K9.2.1 GENERAL

K9.2.1 UMUM

See comments for Article 9.1.2. Lihat penjelasan untuk Artikel 9.12.

K9.2.2 TRAFFIC LOADS K9.2.2 BEBAN LALU LINTAS K9.2.2.1 General

K9.2.2.1 Umum

A string of vehicles may also be designated as a traffic Rangkaian kendaraan dapat juga diartikan sebagai load. Such a load is still adequately defined by its axle

beban lalu lintas. Beban tersebut cukup ditetapkan oleh weights and spacings.

berat gandar dan jarak antara.

The individual axle weights of an Exceptional Traffic Masing-masing berat gandar dari suatu Beban Lalu Load will normally not exceed the legal maximum (8

Lintas Luar Biasa, umumnya tidak melebihi batas legal tonne existing, but proposed to be increased to 10 tonne

maksimum ( 8 ton selama ini, tetapi diusulkan akan - Ref.1), but cases may occur where heavier axles may

dinaikan sampai 10 ton - Pustaka 1), tetapi mungkin

be proposed. The design weight of the heavier of the "T” terjadi kasus dimana dapat diusulkan gandar-gandar Truck axles (200 kN) represents the absolute upper limit

lebih berat. Berat rencana gandar terberat pada susunan for an individual axle load, irrespective of the number of

gandar truk "T" (200 kN) mewakili batas atas absolut wheels on the axle. Greater loads will cause damage to

untuk suatu beban gandar tersendiri, yang tidak concrete deck slabs.

tergantung dari jumlah roda pada gandar tersebut. Beban-beban yang lebih besar akan menimbulkan kerusakan pada lantai beton jembatan.

K9.2.2.2 Normal Traffic Loads

K9.2.2.2

Beban Lalu Lintas Biasa

It is anticipated that the Standard Loads will be the Diharapkan bahwa beban standar akan menjadi Beban Normal Traffic Loads for the majority of routes.

Lalu Lintas Biasa untuk bagian terbesar dari jaringan jalan.

For lightly-trafficked roads in remote areas, however, the Untuk jalan dengan lalu lintas ringan didaerah terpencil, Authority may define a Normal Traffic Load that is more

bagaimanapun, yang berwenang dapat menentukan representative of the local traffic. In this case the Normal

suatu Beban Lalu Lintas Biasa yang lebih mewakili lalu

lintas setempat. Dalam hal irii, Beban Lalu Lintas Biasa measurements or vehicle type surveys. If axle weight

Traffic Load may be based on axle weight

dapat didasarkan atas pengukuran berat gandar atau measurements are used, it is recommended that the axle

survai jenis kendaraan. Bila digunakan pengukuran berat weights of the Normal Traffic Load be at least 25%

gandar, dianjurkan agar berat-beat gandar dari Beban greater than the maximum measured values. If a survey

Lalu Lintas Biasa tersebut diambil paling sedikit 25% of vehicle types is used, it is recommended that the axle

lebih besar dari nilai terukur maksimum. Bila digunakan, weights of the Normal Traffic Load be two times the

survai jenis kendaraan, dianjurkan agar berat-berat nominal axle weights of the heaviest vehicle surveyed.

gandar dari Beban Lalu Lintas Biasa tersebut diambil dua kali terhadap beban-beban gandar nominal yang diperoleh pada kendaraan terberat dalam survai.

For routes with Normal Traffic Loads less than the Untuk jaringan dengan Beban Lalu Lintas Biasa lebih Standard Loads, it is expected that the Normal Traffic

kecil dari Beban Standar, diharapkan bahwa Beban Lalu Loads will be upgraded in the future as traffic volumes

Lintas Biasa akan ditingkatkan dalam waktu mendatang and vehicle weights increase.

mengingat volume lalu lintas dan berat kendaraan meningkat.

K9.2.2.3 Exceptional Traffic Loads

K9.2.2.3

Beban Lalu Lintas Luar Biasa

The axle weights and spacings of an Exceptional Traffic Berat dan jarak gandar dari suatu Beban Lalu Lintas Load should be determined by actual measurement.

Luar Biasa harus ditentukan dengan pengukuran aktual. Exceptional Traffic Loads should not be permitted to

Beban Lalu Lintas Luar Biasa tidak boleh berjalan tanpa operate without the restrictions listed in this clause.

urutan pembatasan dalam Sub-artikel ini. `

K9.2.3 SAFETY FACTOR FOR NORMAL K9.2.3 FAKTOR KEAMANAN UNTUK TRAFFIC LOADS

BEBAN LALU LINTAS BIASA

By definition, a bridge designed for the traffic loads set Menurut ketentuan, suatu jembatan dengan rencana out in Section 2 of the Code has a Safety Factor of at

sesuai beban lalu lintas dalam Tata Cara Bagian 2, least 1.0. A higher Safety Factor is possible because

mempunyai faktor keamanan yang paling sedikit sebesar such bridges are also designed to resist the effects of

1.0. Faktor keamanan lebih besar adalah mungkin, wind, temperature, stream flow, etc. in combination with

karena jembatan tersebut juga direncana terhadap traffic loads.

pengaruh angin, suhu, aliran air dll, yang dikombinasi dengan beban lalu lintas.

A bridge designed for lesser loads, such as Bina Marga Jembatan yang direncana untuk beban lebih kecil, Loading BM70 (Ref.A), or a deteriorated bridge may also

seperti Pembebanan Bina Marga BM70 (Pustaka A), have a Safety Factor greater than 1.0 if the Normal

atau suatu jembatan rusak dapat juga mempunyai faktor Traffic Load for the route is specified at a low enough

keamanan lebih besar dari 1.0, bila Beban Lalu Lintas level (Ref. Appendix CB). This provides a rational

Biasa untuk jaringan tersebut telah dispesifikasikan pada mechanism for retaining a low strength bridge in service

tingkat cukup rendah (Pustaka, Lampiran CB). Hal ini without compromising traffic safety.

memberikan suatu mekasisma nyata untuk mempertahankan pelayanan jembatan berkekuatan rendah tanpa merugikan keamanan lalu lintas.

The Safety Factor of a bridge will decrease if the Normal Faktor keamanan suatu jembatan akan menurun bila Traffic Load is increased in accordance with clause

Beban Lalu Lintas Biasa ditingkatkan sesuai pasal

C9.2.2.2.

K9.2.4 SAFETY FACTOR FOR AN K9.2.4 FAKTOR KEAMANAN UNTUK EXCEPTIONAL TRAFFIC LOAD

BEBAN LALU LINTAS LUAR BIASA

The Safety Factor for an Exceptional Traffic Load is the Faktor keamanan untuk Beban Lalu Lintas Luar Biasa same in concept as the Safety Factor for Normal traffic

adalah dengan konsep sama seperti Faktor keamanan Loads. In this case, however, the Equivalent Load Factor

untuk Beban Lalu Lintas Biasa. Dalam hal ini, for the Exceptional Traffic Load includes an allowance for

bagaimanapun, Faktor Beban Ekuivalen untuk Beban the controlled conditions set out in clause 9.2.2.3 that is

Lalu Lintas Luar Biasa mencakup beban lebih yang not included in the Equivalent Load Factor for the Normal

diizinkan mengingat ketentuan pengawasan kondisi Traffic Load.

dalam pasal 9.2.2.3, hal mana tidak dicakup oleh Faktor Beban Ekuivalen untuk Beban Lalu Lintas Biasa.

Exceptionally heavy vehicles are not standardised, so it Kendaraan sangat berat tidak distandarisir, sehingga is expected that each Exceptional Traffic Load will have

diharapkan bahwa setiap Beban Lalu Lintas Luar Biasa

a different Equivalent load factor. This will result in akan mempunyai Faktor Beban Ekuivalen yang different Safety Factors for the bridges.

berlainan. Hal ini menyebabkan faktor-faktor keamanan yang berlainan untuk jembatan.

If an Exceptional Traffic Load is permitted to cross a Bila suatu Beban Lalu Lintas Luar Biasa diizinkan untuk bridge with a Safety Factor less than one, the bridge is

melintasi suatu jembatan dengan faktor keamanan likely to be damaged. If the Safety Factor is less than

kurang dari satu, jembatan mungkin akan rusak. Bila

0.7, the bridge is likely to collapse. faktor keamanan kurang dari 0.7, jembatan mungkin akan runtuh.

K9.3 RATING REQUIREMENTS K9.3 PERSYARATAN PENILAIAN

K9.3.1 GENERAL

K9.3.1 UMUM

Load rating a bridge requires at least as much Penilaian Beban Jembatan menuntut paling sedikit engineering experience and judgement than design

sebanyak pengalaman teknik dan penilaian mendalam because of the need to assess the strength and condition

dibanding perencanaan, mengingat diperlukan of the existing structure. For this reason it is necessary to

pendekatan untuk kekuatan dan kondisi struktur yang set out minimum qualifications for the Design Engineer

ada. Sebab ini, perlu ditentukan kwalifikasi minimum responsible.

untuk Akhli Teknik Perencana yang bertanggung jawab.

K9.3.2 STANDARD LOADS K9.3.2 BEBAN STANDAR

Standard Loads must be specified so that all bridges are Beban Standar harus dispesifikasi sedemikian rupa rated to the same scale. The choice of the rating load

sehingga semua jembatan dinilai terhadap skala sama. can be arbitrary, but there are significant advantages in

Pemilihan beban penilaian dapat dibuat sembarang, using the actual design traffic loadings.

tetapi penggunaan pembebanan lalu lintas rencana aktual akan memberi keuntungan yang berarti.

K9.3.3 NEW BRIDGES K9.3.3 JEMBATAN BARU

The Code does not permit a reduction in the "T" Truck Tata cara ini tidak mengizinkan reduksi Pembebanan Loading so that deck slabs and short spans will always

Truk "T", sehingga lantai atas dan bentang pendek akan

be rated at 100 %.

selalu dinilai pada 100 %.

K9.3.4 EXISTING BRIDGES K9.3.4 JEMBATAN LAMA

It is essential that the actual condition of a bridge be Kondisi aktual jembatan adalah penting untuk diperiksa, inspected before it is rated. The two objects of this

sebelum diadakan penilaian. Dua pokok dalam inspection are to assess the extent of deterioration of the

pemeriksaan tersebut adalah untuk pendekatan bridge, and to identify any differences between the actual

besarnya kerusakan jembatan, dan untuk menyatakan construction details of the bridge and the design

apakah terdapat perbedaan antara detail konstruksi drawings.

jembatan aktual dan gambar rencana. Mengingat Penilaian Beban tergantung pada kondisi

Since the Load Rating depends on the bridge condition, jembatan, maka adalah penting bahwa jembatan it is important that the bridge is inspected on a regular

diperiksa secara periodik untuk memperbaharui basis to update the rating.

penilaian.

K9.3.5 CALCULATION OF BRIDGE LOAD K9.3.5 PERHITUNGAN PENILAIAN BEBAN RATINGS

JEMBATAN

No comment required.

Tidak perlu penjelasan.

K9.4 NOMINAL LOAD RATING FOR K9.4 PENILAIAN BEBAN NOMINAL BRIDGE SUBSTRUCTURES UNTUK BANGUNAN BAWAH JEMBATAN

K9.4.1 GENERAL

K9.4.1 UMUM

For the majority of bridges, it is considered impractical to Pada sebagian besar jembatan, penilaian beban pondasi separately load rate the foundation and the substructure.

dan bangunan bawah secara terpisah adalah kurang praktis.

The substructure usually has a higher capacity for traffic Bangunan bawah umumnya mempunyai kapasitas lebih loads than the superstructure unless it has been

tinggi untuk beban lalu lintas dibanding bangunan atas, weakened by undermining or settlement. In these cases

kecuali telah terjadi perlemahan akibat penggerusan dan the Design Engineer must decide whether a special

penurunan pondasi. Dalam hal tersebut, Akhli Teknik investigation into the strength of the substructure is

Perencana harus menentukan apakah mutlak diperlukan warranted.

pemeriksaan khusus terhadap kekuatan bangunan bawah.

K9.4.2 ARTICULATED SUBSTRUCTURES K9.4.2 BANGUNAN BAWAH YANG TERPISAH DARI BANGUNAN ATAS

Although no bending moment can be transferred to an Walaupun momen lentur tidak dapat disalurkan ke articulated substructure, the Design Engineer should

bangunan bawah yang terpisah, Akhli Teknik Perencana consider any possible horizontal forces caused by friction

harus mempertimbangkan setiap kemungkinan gaya or frozen bearings. These horizontal forces may cause

horisontal akibat gesekan atau perletakan yang macet. substantial bending in tall piers.

Gaya-gaya horisontal tersebut dapat menyebabkan lenturan berarti pada pilar tinggi.

K9.4.3 FRAMED SUBSTRUCTURES K9.4.3 BANGUNAN BAWAH YANG BERSATU DENGAN BANGUNAN ATAS

In a bridge with a framed substructure, the structural Pada jembatan dengan bangunan bawah yang bersatu responses of the superstructure and substructure cannot

secara monolitik, respon struktural bangunan atas dan

be determined by separate analyses. bangunan bawah tidak dapat ditentukan melalui analisa terpisah.

K9.5 NOMINAL LOAD RATING FOR K9.5 PENILAIAN BEBAN NOMINAL BRIDGE SUPERSTRUCTURES UNTUK BANGUNAN ATAS JEMBATAN

K9.5.1 GENERAL

K9.5.1 UMUM

The deck support system may consist of longitudinal Konstruksi pendukung lantai dapat terdiri dari gelagar stringers, cross girders, or both. The basis of distinction

memanjang, gelagar melintang, atau keduanya. Batas between the deck support system and the deck itself is

perbedaan antara sistim pendukung lantai dan lantai span length. Of the two Standard loads, the "T" Truck

sendiri adalah panjang bentang. Dari antara dua Beban loading predominates up to a span of about 7 m. Deck

Standar, Pembebanan Truck "T" adalah yang slabs are unlikely to have spans approaching this figure,

menentukan sampai bentang kurang lebih 7 m. Lantai but the support systems may. It is therefore necessary to

atas jarang mempunyai bentang yang mendekati batas check the deck support system for the effects of both

tersebut, tetapi bentang konstruksi pendukung mungkin Standard loads.

mencapai batas. Sebab ini perlu diadakan pengecekan sistim pendukung lantai terhadap pengaruh dari kedua Beban Standar.

K9.5.2 BRIDGES DESIGNED TO THIS K9.5.2 JEMBATAN DENGAN RENCANA CODE

SESUAI PERATURAN INI

No comment required.

Tidak perlu penjelasan.

K9.5.3 BRIDGES DESIGNED FOR BINA K9.5.3 JEMBATAN DENGAN RENCANA MARGA LOADING 1970 SESUAI PEMBEBANAN - BINA MARGA 1970

This Article assumes that bridges designed to the Bina Artikel ini menganggap bahwa jembatan dengan rencana Marga Loading Specification for Highway Bridges 1970

sesuai Spesifikasi Pembebanan Bina Marga untuk (Ref.A) have been designed by the Working Stress

jembatan jalan raya 1970 (Pustaka A) telah Design method.

direncanakan dengan Metoda Tegangan Kerja. Figures 9.2 and 9.3 have been obtained by comparing

Gambar-gambar 9.2 dan 9.3 telah diperoleh dengan the maximum total shear forces and bending moments

membandingkan gaya lintang dan momen total produced in a simple span by the Bina Marga loading

dalam bentang sederhana akibat and the Standard Loads. The major differences between

maksimum

pembebanan Bina Marga terhadap Beban Standar. the two loadings are the provision of Dynamic Load

Perbedaan utama antara kedua pembebanan adalah Allowance for the "T" Truck Load and the application of

pengadaan Fraksi Beban Dinamik untuk Beban Truk "T" the "T" Truck loading to superstructures.

dan penggunaan Pembebanan Truk "T" pada bangunan atas.

The maximum bending moment M uk and shear force V uk

Momen lentur maksimum M uk dan gaya lintang due to a combined UDL and KEL are given by:

maksimum V uk akibat kombinasi UDL dan KEL adalah sebagai berikut:

(K9.1a)

and:

dan:

(K9.1a)

where:

dengan: dengan:

b e = lebar ekuivalen dari jalan kendaraan pada

jembatan (m)

UDL = uniformly distributed load (kPa); UDL = beban terbagi rata (kPa) KEL = knife edge load (kN);

KEL = beban terpusat RN)

S= span length;

= panjang bentang (m)

DLA = Dynamic Load Allowance, or impact. DLA = fraksi beban dinamik, atau kejut (impakt)

Lebar ekuivalen b e menyediakan distribusi lateral dari distribution of the intensity of the UDL and KEL, and, for

The equivalent width b e provides for the lateral

intensitas beban UDL dan KEL, dan untuk Pembebanan both the Bina Marga 1970 loading and the "D" Lane

Bina Marga 1970 maupun Pembebanan Jalur "D", Loading, is given by:

adalah sebagai berikut:

(K9.1c)

where:

dengan:

b = actual width of the bridge roadway.

b = lebar aktual dari jalan kendaraan pada

jembatan

The maximum bending moment M t and shear force V t Momen lentur maksimum M t dan gaya lintang maksimum due to the "T" Truck Loading are given by:

V t akibat Pembebanan Truk "T" adalah sebagai berikut::

(K9.1c)

(K9.1d)

and:

dan

(K9.1e)

where:

dengan:

= the number of Design Traffic Lanes in

= jumlah rencana jalur lalu lintas sesuai Artikel accordance with Article 2.3.

Equations (K9.1 d) and (K9.1 e) include the effects of the Rumus (K9.1 d) dan (K9.1 e) mencakup pengaruh faktor

30 % Dynamic Load Allowance for the "T" Truck Load. kejut 30 % untuk Beban Truk "T". The Nominal Load Rating for bridges designed to Bina

Penilaian Beban Nominal untuk jembatan dengan Marga Loading 1970 is given by:

rencana sesuai Pembebanan Bina Marga 1970 adalah sebagai berikut:

(K9.1f)

where:

dengan:

M BM = maximum bending moment due to the Bina M BM = Momen lentur maksimum akibat Pembebanan Marga loading 1970 using Equation (K9.1a)

Bina Marga 1970 dengan menggunakan and thee appropriate values from Ref. A;

Rumus (9.1) dan nilai-nilai yang sesuai dari Pustaka A.

K D = overdesign coefficient - see Appendix KA9. K D = Koefisien rencana lebih - lihat Lampiran KA9. For spans greater than 40 m, the "D" Lane Load gives a

Untuk bentang lebih besar dari 40 m, Beban Jalur "D" greater effect than the "T" Truck Load for all roadway

memberikan pengaruh lebih besar dari Beban Truk "T" widths. For lesser spans, The "T" Truck Load has a

untuk semua lebar jalan kendaraan. Untuk bentang lebih greater effect, depending on the roadway width. This is

kecil, Beban Truk "T" mempunyai pengaruh lebih besar, shown in Figures 9.2 and 9.3.

tergantung pada lebar jalan kendaraan. Hal ini dijelaskan dalam Gambar 9.2 dan 9.3.

K9.5.4 BRIDGES WITH DESIGN LOADING K9.5.4 JEMBATAN DENGAN OTHER THAN BINA MARGA 1970 PEMBEBANAN RENCANA DILUAR BINA MARGA 1970

The same principles apply in this case as the previous Dalam hal ini diterapkan dasar-dasar sama seperti Article, although the analysis is carried out in accordance

Artikel sebelumnya, walaupun analisa dilaksanakan with Sub-section 9.7. Particular care is required to

sesuai dengan Bab 9.7. Perhatian khusus diperlukan ensure that all relevant modifying factors contained in the

untuk menjamin bahwa semua faktor modifikasi relevan other code are taken into account.

dalam Tata Cara lain tersebut, telah ikut diperhitungkan. It is important to determine such factors as:

Adalah penting untuk menentukan faktor-faktor demikian seperti:

x whether the code loading is applied in lanes or as a

apakah Pembebanan Tata Cara diterapkan dalam lateral UDL;

jalur-jalur atau sebagai beban terbagi rata arah lateral

x dynamic load allowance;

fraksi Beban Dinamik (kejut atau impakt) x

reduksi beban untuk jalur majemuk x alternative loadings.

load reduction for multiple loaded lanes;

x pembebanan alternatip

K9.5.5 BRIDGES WITH UNKNOWN K9.5.5 JEMBATAN DENGAN RENCANA DESIGN LOADING

PEMBEBANAN YANG TIDAK

DIKETAHUI

If the design loading of a bridge is unknown, its load Bila rencana pembebanan suatu jembatan tidak capacity can only be determined in two ways:

diketahui, kapasitas bebannya hanya dapat ditentukan melalui 2 cara:

i. complete structural analysis from first principles;

struktural lengkap berdasarkan or

i.

analisa

prinsipprinsip semula atau ii.

percobaan Pembebanan Skala Penuh Test loading is not recommended in this case because:

full scale load testing.

ii.

Dalam hal ini percobaan pembebanan tidak dianjurkan karena: Dalam hal ini percobaan pembebanan tidak dianjurkan karena:

dalam setiap hal, diperlukan suatu analisa untuk determine the maximum safe value of the test load;

menentukan nilai aman maksimum dari beban percobaan

x the test load effect must be at least 40 % greater

pengaruh beban percobaan harus minimal 40 % than the effect of the desired Normal Traffic Load

lebih besar dari pengaruh Beban Lalu Lintas Biasa (see Article 9.9.5), requiring very heavy loads for

yang diinginkan (lihat Artikel 9.9.5), yang medium and long spans;

memerlukan beban-beban sangat berat untuk bentang sedang dan panjang

x there is some risk that a sound bridge could be

ada suatu risiko bahwa jembatan utuh dapyt badly damaged by the test.

mengalami kerusakan akibat percobaan Equation 9.4 is derived from the Ultimate Limit State

Rumus 9.4 diturunkan dari keadaan rencana batas putus design condition:

ultimate:

(K9.2a)

which may be expressed as: yang dapat ditanyakan sebagai berikut:

(K9.2b)

where:

dengan:

= ultimate design action of permanent loads;

aksi beban tetap pada rencana putus ultimate

aksi beban hidup pada rencana putus ultimate R* =

= ultimate design action of live loads;

design ultimate strength of the member.

R* =

kekuatan ultimate rencana unsur.

The maximum value of S *

Nilai maksimum S mewakili kapasitas yang tersedia L capacity for traffic loads, giving the following expression

L represents the available

untuk beban lalu lintas, yang memberi Rumus berikut for the Nominal Load Rating Q S :

untuk Penilaian Beban Nominal Q S :

(K9.2c)

where:

dengan:

S = the Ultimate Load Factor for the Standard

Faktor Beban Putus Ultimate untuk Beban Loads;

S S = nominal effect of the Standard Loads.

pengaruh nominal dari Beban Standar.

K9.5.6 REDUCTION OF LOAD RATING K9.5.6 REDUKSI PENILAIAN BEBAN FOR EXCESS ASPHALT

UNTUK KELEBIHAN ASPAL

On many existing bridges in Indonesia an excessive Pada banyak jembatan lama di Indonesia suatu kelibihan thickness of asphalt has built up because of

tebal aspal telah terbentuk karena kurang kecermatan carelessness during road resheeting. This excessive

selama pelapisan ulang jalan. Kelebihan aspal tersebut asphalt increases the dead load on a bridge, thus

meningkatkan beban mati pada jembatan, maka causing a corresponding decrease in the live load

menyebabkan pengurangan sebanding dalam kapasitas capacity. The reduction in live load capacity, 'Q S , is

beban hidup. Reduksi dalam kapasitas beban hidup, given by:

'Q S , diberikan oleh: 'Q S , diberikan oleh:

the effect of the excessive thickness of asphalt. This value is not factored because the actual thickness and density of the overlay can be measured accurately.

K9.6 NOMINAL LOAD RATING FOR BRIDGE DECKS K9.6.1 STANDARD LOAD

The span length of a bridge deck will invariably be less than the span at which the "D" Lane Loading governs.

In slab and stringer decks the effect of the individual wheel loads is likely to govern.

K9.6.2 CONCRETE BRIDGE DECKS

The Bina Marga 1970 truck load is only 77 % of the new "T" Truck Loading because of the addition of 30 % Dynamic Load Allowance. This has been rounded off to give a Nominal load rating of 80 %.

Short deck slabs spanning in the direction of the traffic flow are basically designed for a single axle load in each traffic lane. This loading is the same in principle as the "T" Truck Loading and the Load Rating can be calculated from the Equivalent Load Factor of the design load (Ref. Article 9.7.2).

Decks supported on longitudinal stringers are more sensitive to the axle spacing of the design loading than decks supported on cross girders. Unless there is a good degree of correspondence between the design loading and the configuration of the Standard Loads, these decks should be load rated by analysis. For an approximate method, see Appendix CB9.

K9.6.3 WOODEN BRIDGE DECKS

It is assumed that there is no shear connection between deck planks apart from a limited connection provided by any longitudinal sheeting. It is also assumed that the relative stiffnesses of the planks and girders are such that the planks behave as if they are on rigid supports.

(K9.3)

dengan: S EA =

pengaruh kelebihan tebal aspal. Nilai ini tidak difaktor karena tebal aktual dan berat isi lapis perkerasan dapat diukur dengan tepat.

K9.6 PENILAIAN BEBAN NOMINAL UNTUK LANTAI JEMBATAN K9.6.1 BEBAN STANDAR

Panjang bentang suatu lantai jembatan akan selalu lebih kecil dari bentang padamana Pembebanan Jalur "D" menentukan.

Pada lantai pelat dan gelagar, pengaruh beban-beban roda tersendiri umumnya menentukan.

K9.6.2 LANTAI BETON JEMBATAN

Beban truk Bina Marga 1970 adalah hanya 77% terhadap Pembebanan Truk "T" baru, karena ada penambahan Fraksi Beban Dinamik 30% (kejut). Nilai ini telah dibulatkan sehingga memberi Penilaian beban Nominal sebesar 80%.

Lantai atas dengan bentang pendek dalam arah arus lalu lintas, pada dasarnya direncana untuk beban gandar tunggal dalam setiap jalur lalu lintas. Pembebanan ini adalah dengan prinsip sama seperti Pembebanan Truk "T" dan Penilaian Beban dapat diperhitungkan berdasarkan Faktor Beban Ekuivalen dari beban rencana (lihat artikel 9.7.2).

Lantai yang didukung pada gelagar-gelagar memanjang adalah lebih sensitip terhadap jarak gandar dari pembebanan rencana, dibanding Iantai yang didukung pada gelagar-gelagar melintang. Kecuali terdapat tingkat kesamaan yang baik antara pembebanan rencana dari konfigurasi Beban Standar, lantai tersebut harus dinilai melalui analisa. Untuk suatu cara perkiraan, lihat Lampiran CB9.

K9.6.3 LANTAI KAYU JEMBATAN

Dianggap bahwa tidak terdapat hubungan geser antara papan-papan lantai, kecuali suatu hubungan terbatas yang diberikan oleh pelapisan arah memanjang. Juga dianggap bahwa kekakuan relatip dari papan-papan dan gelagar-gelagar adalah sedemikian rupa, sehingga papan-papan dianggap terletak pada tumpuan kaku.

K9.7 EQUIVALENT LOAD FACTORS K9.7 FAKTOR BEBAN EKUIVALEN FOR VEHICLE LOADS

UNTUK BEBAN KENDARAAN

K9.7.1 EQUIVALENT BASE LENGTH OF A K9.7.1 PANJANG DASAR EKUIVALEN GROUP OF AXLE LOADS

UNTUK RANGKAIAN BEBAN

GANDAR

The concept of Equivalent Base Length has been used Konsep Panjang Dasar Ekuivalen telah digunakan successfully in Ontario, Canada for assessing the effects

dengan berhasil di Ontario, Canada untuk pendekatan of heavy vehicles (Ref.2). The Equivalent Base Length

pengaruh kendaraan berat (Pustaka 2). Panjang Dasar provides a mathematically exact expression for the

Ekuivalen menyediakan suatu ekspresi matematik tepat maximum bending moment from a group of concentrated

untuk momen lentur maksimum akibat rangkaian beban loads on a simple span. It can not be used for

terpusat pada bentang sederhana. Ekspresi tersebut determining intermediate bending moments in simple

tidak dapat digunakan untuk penentuan momen lentur spans (at the quarter points, for example) or negative

antara pada bentang sederhana (pada seperempat moments in continuous spans. Despite these limitations,

bentang, sebagai contoh) atau momen negatip pada the Equivalent Base Length is an extremely effective way

bentang menerus. Meskipun ada batas-batas tersebut, of comparing the effects of different vehicles.

Panjang Dasar Ekuivalen adalah suatu cara sangat efektip untuk membandingkan pengaruh dari kendaraan- kendaraan yang berbeda.

K9.7.2 EQUIVALENT LOAD FACTOR K9.7.2 FAKTOR BEBAN EKUIVALEN

The Equivalent Load Factor compares the maximum Faktor Beban Ekuivalen membandingkan momen lentur bending moment caused by a vehicle M v , given by:

maksimum akibat suatu kendaraan, M v dalam rumus:

(K9.4a)

with the maximum bending moment caused by the dengan momen lentur maksimum akibat Beban Standar Standard Loads M UK , given by Equation (K9.1 a).

MUK, dalam Rumus (9.1)

The Equivalent Normal Load W N is obtained by Beban Biasa Ekuivalen W N diperoleh dengan multiplying M UK or M t as appropriate (Ref. Article K9.5.3),

mengalikan M UK atau M t yang sesuai (lihat Artikel by the following factors:

K9.5.3), dengan faktor-faktor berikut: 1/N

to convert the load effect to a single traffic lane

untuk konversi pengaruh beban ke suatu jalur lalu (for Normal Traffic Loads, it is assumed that all

1/N

lintas tunggal (untuk Beban Lalu Lintas Biasa, lanes are occupied);

dianggap bahwa semua jalur penuh) 4/S

to remove a common factor with the expression

untuk menghilangkan suatu faktor sama dengan for MP;

4/S

rumus untuk MP

1/1.3 to account for the 30 % Dynamic Load Factor 1/1.3 untuk memperhitungkan Fraksi Beban Dinamik applicable to truck loads;

(kejut) 30 % yang digunakan pada beban truk.

0.9 Ini adalah faktor pengurangan nilai yang

0.9 - this is a de-rating factor to take into account memperhitungkan kurang ketelitian dalam inaccuracies in determining the weight of the axle

penentuan berat rangkaian gandar dan group and the possibility of other actions

kemungkinan dari aksi lain yang terjadi occurring simultaneously with the traffic load.

bersamaan dengan beban lalu lintas Beban Luar Biasa Ekuivalen W E diperoleh dengan

mengalikan M UK atau M t yang sesuai (lihat Artikel multiplying M UK or M t as appropriate (Ref. Article K9.5.3),

The Equivalent Exceptional Load W E is obtained by

K9.5.3), dengan faktor-faktor berikut. by the following factors:

4/S to remove a common factor with the expression for 4/S untuk menghilangkan suatu faktor sama dengan M P ;

rumus untuk M P

1/1.1 to account for a Dynamic Load Factor of 10 % 1/1.1 untuk memperhitungkan Faktor Beban Dinamik which is considered applicable to a very heavy

(kejut) 10 % yang dipertimbangkan sesuai untuk vehicle under controlled operation;

kendaraan sangat berat dengan pengawasan selama melintasi jembatan

0.9 de-rating factor, as for the Normal Traffic Load.

0.9 faktor pengurangan nilai, seperti pada beban Lalu Lintas Biasa

For the same axle group, it can be seen that the Untuk rangkaian gandar yang sama, dapat dilihat bahwa following relationship exists between F LN and F LE :

hubungan antara F LN dan F LE adalah sebagai berikut:

(K9.4b)

K9.7.3 BINA MARGA DESIGN LOADING K9.7.3 RENCANA PEMBEBANAN BINA 1970

MARGA 1970

For the purpose of load rating, the Equivalent Load Untuk maksud penilaian beban, Faktor Beban Ekuivalen Factor of the Bina Marga Design Loading 1970 is

dari Rencana Pembebanan Bina Marga 1970 adalah implicitly contained in the graphs in Figures 9.2 and 9.3.

tercakup dalam Grafik pada Gambar 9.2 dan 9.3. However, it may be desired to compare a traffic load to

Bagaimanapun, dapat diminta untuk membandingkan the Bina Marga loading for some other reason. This

suatu beban lalu lintas terhadap Pembebanan Bina comparison is done most easily by using the Equivalent

Marga dengan suatu alasan lain. Perbandingan Load Factors of the two loads. The Equivalent Load

dilakukan paling mudah dengan menggunakan Faktor Factor for the Bina Marga Loading can be determined

Beban Ekuivalen untuk dua beban tersebut. Faktor using Equation (K9.1 b).

Beban Ekuivalen untuk Pembebanan Bina Marga dapat ditentukan dengan Rumus 9.2.

K9.7.4 OTHER DESIGN LOADINGS K9.7.4 RENCANA PEMBEBANAN LAIN

Since other loadings are completely defined in their Mengingat pembebanan lain telah ditentukan secara relevant codes, there is a need to compensate for the 30

lengkap dalam peraturan relevannya, terdapat keperluan % Dynamic Load Allowance for truck loading which is

agar mengimbangi untuk fraksi beban dinamik (kejut) 30 included in the calculation of W N . See Article K9.5.4.

% pada pembebanan truk yang tercakup dalam perhitung W N . Lihat Artikel K9.5.4.

K9.8 CALCULATION OF THE LOAD CAPACITY OF BRIDGES K9.8.1 GENERAL

Load rating is carried out using limit state methods so it is essential that the appropriate Strength Reduction Factors be used. The strength Reduction Factors are independent from the Condition factors defined in Sub- section 9.9.

K9.8.2 MATERIAL PROPERTIES K9.8.2.1 General

The materials used in a bridge, and their strengths, must

be correctly identified. Some materials may be difficult to differentiate, such as wrought iron and steel, and proper sampling and testing will be necessary for reliable strength assessment.

The most reliable method for determining material properties for load rating is to test the actual materials used in the critical elements. Some nondestructive methods are available, but the most precise method is remove specimens from the bridge for testing.

Destructive testing should be carried out with the approval of all parties involved. The bridge member, which may have been weakened by the cutting of specimens, must be repaired to as-new condition as soon as possible.

K9.8.2.2 Concrete Bridges

Concrete components cannot be readily assessed without the use of special equipment and/or destructive examination.

Strength results obtained from ultrasonic pulse velocity or surface hardness methods should not be used by themselves but should be used in conjunction with strength results from concrete core tests. Cores should

be taken from critical elements. The compressive strength of concrete derived from cores should take into account the size of the core.

The specified strength of reinforcement and prestressing steel given in Table 9.1 is based on Ref.B and Ref.3, on the assumption that all steel reinforcement used before 1970, and all prestressing steel of any age, were imported from countries with adequate standards of manufacture.

K9.8 PERHITUNGAN KAPASITAS BEBAN JEMBATAN

K9.8.1 UMUM

Penilaian beban dilaksanakan dengan ynenggunakan metoda keadaan batas-limit, sehingga adalah penting bahwa digunakan Faktor-faktor reduksi kekuatan yang sesuai. Faktor-faktor reduksi kekuatan tidak tergantung pada faktor-faktor kondisi yang ditentukan dalam Bab

K9.8.2 BESARAN BEBAN K9.8.2.1 Umum

Bahan-bahan yang digunakan dalam suatu jembatan, serta kekuatan-kekuatannya, harus dinyatakan secara tepat. Beberapa bahan mungkin sulit ditelusuri, seperti besi tuang dan baja, dan pengambilan benda contoh serta pengujian akan diperlukan untuk pendekatan kekuatan secara baik.

Cara terbaik untuk penentuan besaran bahan dalam penilaian beban adalah pengujian bahan aktual yang digunakan dalam elemen kritikal. Terdapat beberapa cara tidak merusak, tetapi cara paling teliti adalah pengambilan benda contoh dari jembatan untuk pengujian.

Pengujian dengan cara merusak harus mendapat persetujuan dari semua pihak yang berkepentingan. Elemen jembatan yang diperlemah karena pemotongan benda contoh, harus segera diperbaiki kembali ke kondisi aslinya.

K9.8.2.2 Jembatan Beton

Komponen beton tidak dapat langsung diperkirakan tanpa penggunaan peralatan khusus dan/atau pengujian dengan cara merusak.

Hasil kekuatan yang diperoleh dari metoda kecepatan rambat ultrasonic atau kekerasan permukaan, sebaiknya tidak digunakan tersendiri tetapi harus digunakan dalam kombinasi dengan hasil kekuatan dari pengujian bor inti. Bor inti harus diambil pada elemen kritikal. Kuat tekan beton yang diturunkan berdasarkan bor inti, harus ikut memperhitungkan dimensi bor inti tersebut.

Kekuatan tulangan dan baja pratekan sesuai spesifikasi dalam Tabel 9.1, adalah berdasarkan Pustaka B dan Pustaka 3, dengan anggapan bahwa semua baja tulangan yang digunakan sebelum 1970, dan semua baja pratekan dari setiap umur, telah diimpor dari negara-negara dengan

standar pabrikasi yang memenuhi syarat.

K9.8.2.3 Steel Bridges K9.8.2.3 Jembatan Baja

The strength of steel as related to yield point depends Kekuatan baja sehubungan titik leleh, sebagian partly on the thickness of material, with the thinner

tergantung pada ketebalan bahan, dengan elemen lebih elements having the higher yield points. Thus, the steel

tipis yang mempunyai titik leleh lebih tinggi. Dengan in the webs of rolled beams has ahigher yield point than

demikian, baja dalam badan gelagar yang digiling, that in the flanges. It is standard practice to take mill

mempunyai titik leleh lebih tinggi dibanding flens.Dalam certificate coupons from the thinnest element of a

standar praktek diambil kupon sertifikat dari elemen member, the res ting yield points of the samples being

tertipis dalam suatu komponen, yang menghasilkan titik generally w %.* bove the minimum guaranteed yield

leleh benda contoh yang umumnya diatas titik leleh points for any particular grade of steel.

minimum yang disyaratkan untuk tiap mutu baja tertentu. When a bridge is composed of different structural

Bila jembatan terdiri dari susunan bagian-bagian sections, such as channels, angles and I beams, the

struktural berbeda, seperti kanal, siku dan gelagar I, Design Engineer should not assume that all sections are

Akhli Teknik Perencana tidak boleh menganggap bahwa of the same grade of steel.

semua bagian adalah dari mutu baja yang sama. Steel bolted or riveted sections have historically been

Bagian baja yang dibaut atau dikeling, secara historik overdesigned; however, these are often in locations

direncanakan lebih aman, bagaimanapun, bagianbagian where deterioration is more prevalent. Bolt slip and rivet

tersebut sering berada dalam lokasi dimana kerusakan head micro-cracking should be checked

terjadi lebih dulu. Slip pada baut dan mikro retak pada kepala keying perlu diperiksa.

K9.8.2.4 Composite Bridges K9.8.2.4 Jembatan Komposit

Many steel girder bridges with reinforced concrete decks Banyak jembatan gelagar baja dengan lantai beton exhibit composite behaviour although there is no positive

bertulang, memperlihatkan perilaku komposit walaupun shear connection between the deck and girders. This

tidak terdapat hubungan geser positip antara lantai dan behaviour cannot be relied upon at high load levels

gelagar-gelagar. Perilaku ini tidak dapat diandalkan pada because of the risk of a sudden slip as the deck

tingkat beban tinggi, karena resiko slip tiba-tiba debonds. A bridge deck shall only be regarded as

mengingat ikatan lantai berkurang. Suatu lantai jembatan composite if there is positive evidence of shear

hanya boleh diperlakukan sebagai komposit, bila connectors between the deck and the girders.

terdapat bukti positip dari hubungan-hubungan geser antara lantai dan gelagar-gelagar.

K9.8.2.5 Wooden Bridges K9.8.2.5 Jembatan Kayu

The characteristic strength of sound wood depends on Kekuatan karakteristik kayu utuh tergantung pada jenis the wood species. Unless the species of wood used in a

kayu. Kecuali bila jenis-jenis kayu yang digunakan pada particular bridge can be positively identified, the strength

suatu jembatan tertentu dapat positip ditentukan, of the bridge components shall be based on the

kekuatan komponen jembatan harus berdasarkan berat measured oven-dry density of actual samples, as given

jenis kering oven dari benda contoh aktual, seperti dalam in Section 5.

Bagian 5.

K9.8.3 SELF WEIGHT AND K9.8.3 BERAT SENDIRI DAN BEGAN MATI SUPERIMPOSED DEAD LOADS

TAMBAHAN

For some bridges it may be practical to measure the Untuk beberapa jembatan adalah mungkin lebih praktis dead load of a bridge directly by jacking up the

untuk mengukur berat mati jembatan secara langsung superstructure. In this case a lower Load Factor, greater

dengan mendongkrak bangunan atas. Dalam hal ini, than unity, may be adopted by the Design Engineer with

faktor beban lebih rendah yang lebih besar dari satu, the approval of the Authority.

dapat diambil oleh Akhli Teknik Perencana dengan persetujuan dari yang berwenang.

K9.9 BRIDGE CONDITION K9.9 EVALUASI KONDISI EVALUATION

JEMBATAN

K9.9.1 GENERAL

K9.9.1 UMUM

Guidelines for inspection procedures and inspection Petunjuk untuk prosedur pemeriksaan dan jangka waktu intervals for bridges are set out in Ref.C. This document

antara pemeriksaan untuk jembatanjembatan, dijelaskan also catalogues typical bridge defects into different

dalam Pustaka C. Dokumen ini juga memperinci classes of severity and provides options for remedial

kerusakan tipikal jembatan dalam berbagai kelas berat treatment.

dan memberi pertimbangan dalam memilih cara pemeliharaan.

K9.9.2 SUBSTRUCTURE

K9.9.2 FAKTOR KONDISI BANGUNAN FACTOR

CONDITION

BAWAH

The most common form of substructure failure is Bentuk keruntuhan paling umum pada bangunan bawah undermining and settlement due to erosion and scour.

adalah penggerusan pondasi dan penurunan akibat erosi Unless this type of deterioration is evident, it can usually

dan gerusan. Kecuali bila jenis kerusakan tersebut nyata,

be assumed that the substructure is at least as strong as umumnya dapat dianggap bahwa bangunan bawah the superstructure for carrying traffic loads. Care is

adalah paling sedikit sekuat bangunan atas untuk daya required, however, in the case of wood substructures

pikul beban lalu lintas. Bagaimanapun harus berhati-hati where extensive deterioration can be expected at the

dalam kasus bangunan bawah kayu, dimanan kerusakan ground line or in the tidal zone.

berat dapat terjadi pada dasar tanah atau dalam daerah pasang surut.

If the Design Engineer suspects that the substructure Bila Akhli Teknik Perencana memperkirakan bahwa telah has been weakened, he should carry out a special

terjadi perlemahan bangunan bawah, maka harus investigation to determine the remaining strength of the

diadakan pemeriksaan khusus untuk menentukan substructure.

kekuatan sisa bangunan bawah.

K9.9.3 SUPERSTRUCTURE

K9.9.3 FAKTOR KONDISI BANGUNAN FACTOR

CONDITION

ATAS

Table 9.3 is based on the general condition definitions Tabel 9.3 adalah berdasarkan ketentuan kondisi umum contained in Ref.C, and work done by COWlconsult

dalam Pustaka C, dan pekerjaan yang pernah dilakukan (Ref.7). The relationship between FKS and the Condition

oleh COWlconsult (Pustaka 7). Hubungan antara Fk, dan Mark of the superstructure is given in Table K9.1.

tanda kondisi bangunan atas adalah sesuai Tabel K9.1.

Table K9.1

Relation Between Condition Mark and Condition Factors

Tabel K9.1

Kondisi dan Hubungan antara Tanda Faktor Kondisi

F KD Tanda Kondisi dari Pustaka C

Condition Mark from Ref.C

F KS

Theoretically, the Condition Factor for the superstructure Secara teoritis, Faktor Kondisi bangunan atas should depend on span length because of the variation

seharusnya tergantung pada panjang bentang, karena with span of the ratio of permanent load effects to total

variasi dengan bentang perbandingan pengaruh beban ultimate resistance (see Kpu in Appendix CA). The

tetap terhadap ketahanan runtuh total (lihat Kp„ dalam Ultimate Limit State condition is given by:

Lampiran CA). Kondisi batas runtuh ultimate adalah sebagai berikut:

= representative Ultimate Load factor for all

= Faktor beban runtuh-ultimate yang mewakili combined permanent actions;

semua kombinasi aksi beban tetap S p

= total effects of permanent actions;

= Pengaruh total dari aksi beban tetap

= Ultimate Load Factor for live load;

= Faktor beban runtuh-ultimate untuk beban

hidup

S L = effects of live load;

= Pengaruh dari beban hidup K R

= Faktor reduksi kekuatan R

= Strength Reduction Factor;

= nominal ultimate resistance of the

= Ketahanan runtuh-ultimate nominal dari superstructure.

bangunan atas

Substituting K pu =S p /R and rearranging terms gives: Dengan Kpu = Sp/R dan penyusunan kembali dalam parameter, diperoleh:

P K pu ·

¨ (K9.6)

from which it can be seen that F KS depends on the darimana dapat dilihat bahwa F KS tergantung pada bracketted term in which K pu varies with span length.

parameter dalam kurung dimana Kpu bervariasi sesuai This dependancy is shown in Figure K9.1 for various

panjang bentang. Ketergantungan ini dijelaskan dalam condition marks M c .

Gambar K9.1 untuk berbagai tanda kondisi M c.

For convenience, a constant value of condition factor has Untuk kemudahan, suatu nilai tetap untuk faktor kondisi been chosen for each condition mark for all span lengths.

telah dipilih untuk setiap tanda kondisi untuk semua The approximation in doing this is outweighed by the

paniang bentang. Perkiraan dalam melakukan ini inaccuracies in assessing the bridge condition.

terhapus oleh kurang ketelitian dalam pendekatan kondisi jembatan.

K9.9.4 DECK CONDITION FACTOR K9.9.4 FAKTOR KONDISI LANTAI

Experience in other countries shows that a properly Pengalaman negara-negara lain menunjukan bahwa constructed concrete deck can have an actual strength

lantai beton jembatan yang dilaksanakan secara tepat, many times its design strength (Refs.5 and 6).

dapat mempunyai kekuatan aktual yang jauh diatas kekuatan rencana (Pustaka 5 & 6).

Table 9.4 is based on the general condition definitions Tabel 9.4 adalah berdasarkan ketentuan kondisi umum contained in Ref.C. The relationship between F Kd and the

dalam Pustaka C. Hubungan antara F Kd dan tanda Condition Mark of the deck is also given in Table K9.1.

kondisi lantai juga diberikan dalam Tabel K9.1.

Figure K9.1 Variation of Superstructure Condition Factor With Span Length Gambar K9.1

Variasi Faktor Kondisi Bangunan Atas Sesuai Panjang Bentang

K9.9.5 FULL SCALE TEST LOADING

K9.9.5 PERCOBAAN

PEMBEBANAN

SKALA PENUH

K9.9.5.1 General

K9.9.5.1 Umum

Full scale test loading of bridges in Canada indicates that

pembebanan skala penuh pada most bridges possess strength far in excess of that

Percobaan

jembatanjembatan di Canada, menunjukan bahwa predicted by conventional theory (Ref.4). Nevertheless, a

sebagian besar dari jembatan-jembatan mempunyai test load in excess of the bridge capacity will cause

kekuatan jauh diatas prediksi teori konvensional permanent, weakening damage to a bridge which might

(Pustaka 4). Bagaimanapun, beban percobaan yang otherwise have been satisfactory.

melebihi kapasitas jembatan akan menyebabkan perlemahan dan kerusakan tetap pada jembatan, yang tanpa ini mungkin utuh dan baik.

Test loading is a specialised and risky operation which Percobaan pembebanan adalah pekerjaan khusus requires personal with proven experience and expertise.

dengan risiko, yang memerlukan pegawai-pegawai The costs of test loading are high, but are usually more

dengan pengalaman dan keahlian terbukti. Biaya than offset by the savings gained from keeping bridges in

percobaan pembebanan adalah tinggi, tetapi umumnya service that would otherwise require replacement.

lebih dari terhapus oleh penghematan yang diperoleh dengan mempertahankan jembatan yang seharusnya perlu penggantian.

K9.9.5.2 Static Test Loading K9.9.5.2 Percobaan Pembebanan Statik

Static test loading normally consists of a proof test which Percobaan pembebanan statik umumnya terdiri dari establishes a lower bound on the strength of the bridge.

suatu pengujian yang menetapkan suatu batas bawah It is essential that future traffic loads do not exceed this

pada kekuatan jembatan. Adalah penting bahwa beban limit.

lalu lintas dalam waktu akan datang, tidak melebihi batas tersebut.

Static testing does not provide any knowledge of the remaining strength or fatigue life of the bridge. For this

Percobaan statik tidak memberikan keterangan apapun reason the Load Rating determined by static

mengenai kekuatan sisa atau umur lelah jembatan. Sebab ini, Penilaian beban yang mengenai kekuatan sisa atau umur lelah jembatan. Sebab ini, Penilaian beban yang

sampai 70% Faktor Beban Ekuivalen dari pembebanan reduced by any condition factor because the condition of

maksimum yang digunakan. Bagaimanapun penilaian ini the bridge is automatically accounted for in the test load.

tidak direduksi oleh faktor kondisi manapun, karena kondisi jembatan secara otomatik tercakup dalam beban percobaan.

K9.9.5.3 Dynamic Test Loading K9.9.5.3 Percobaan Pembebanan Dinamik

The most meaningful data for a dynamic test on a bridge Data yang paling berarti untuk percobaan dinamik pada are obtained by recording its selected responses over a

jembatan, diperoleh dengan merekam respon terpilih representative long period of time under the action of

pada suatu jangka waktu panjang akibat aksi lalu lintas normal, uncontrolled traffic (Ref. 4). An alternative

biasa dan berat (Pustaka 4). Suatu prosedur alternatip procedure is to suddenly release a load attached to the

adalah dengan pemberian beban seketika pada bridge. The response of the bridge in the longitudinal

jembatan. Respon jembatan dalam arah longitudinal direction can be determined by braking a heavy vehicle

dapat ditentukan dengan mengerem kendaraan berat on the bridge.

diatas jembatan.

To date, most dynamic testing of bridges has been Sampai sekarang, sebagian besar percobaan dinamik directed toward determining a relationship between the

jembatan diarahkan untuk menentukan suatu hubungan bridge response and the dynamic characteristics of

antara respon jembatan dan karakteristik dinamik heavy vehicles. There has been little research into using

kendaraan berat. Sedikit penelitian diadakan dalam the measured response of the bridge as a diagnostic

penggunaan respon terukur dari jembatan sebagai tolak tool. However, fief.8 suggests that the condition of a

ukur kondisi. Bagaimanapun, dalam Pustaka 8 terdapat bridge superstructure can be differentiated between "fair"

saran bahwa kondisi bangunan atas jembatan dapat and "poor" based on the criteria in Table K9.2.

dibedakan antara "cukup" dan "kurang" berdasarkan kriteria dalam Tabel K9.2.

Table K9.2 Suggested Criteria for Dynamic Testing of Bridge Superstructures Tabel K9.2

Saran Kriteria untuk Percobaan Dinamik pada Bangunan Atas Jembatan

Condition

Probable Max. frequency Kondisi

Frequency Difference

Beda Frekwensl

Frekwensi Maksimum Munkin

If 1 -f 2 l

• 125/S Poor

Fair

Cukup ( F KS = 1)

” 1 Hz

Kurang (F KS ” 0.7)

> 1 Hz

< 125/S

where: f 1 = measured flexural frequency of superstructure

frekwensi lentur terukur pada bangunan atas under maximum traffic loads;

dengan:

akibat beban lalu lintas maksimum; f 2 =

measured flexural frequency of superstructure

frekwensi lentur terukur pads bangunan atas under minimum traffic loads.

akibat beban lau lintas minimum.

K9.9.5.4 Test Loading of Decks K9.9.5.4 Percobaan Pembebanan Lantai

Decks are easier to test load than superstructures Lantai lebih mudah diuji terhadap beban percobaan because the magnitude of the required loading is much

dibanding bangunan atas, karena besarnya pembebanan less. The preferred method is to use a single axle trailer

yang diperlukan adalah lebih sedikit. Cara yang with moveable concrete weights. The trailer can be

dianjurkan adalah penggunaan trailer gandar tunggal towed or winched across the deck, and the loading can

dengan beban blok beton yang dapat dipindahkan.

be progressively increased until a limiting deflection is Trailer tersebut dapat diikat atau ditarik melalui lantai, reached.

dan pembebanan dapat ditingkatkan bertahap sampaii mencapai suatu batas lendutan.

If a deck fails during a test, the result is usually not catastrophic and the damage can be repaired. In such a case it can be said that the deck was deficient and should be replaced anyway.

K9.10 RESTRICTIONS POSTED ON BRIDGES

The posting of load restrictions is a policy matter to be determined jointly by several government departments and the police. This Article provides guidelines only, based on safety factors for normal traffic loads.

K9.10.1 GENERAL

Normal Traffic Loads should preferrably be the Standard Loads. If a lower level of loading is considered desireable on a lightly-trafficked route, a comprehensive traffic survey should be carried out to confidently define the upper limits of the traffic load profile. Sufficient allowance must be made for illegal overloading, typically about 10 t (Ref.9).

Care should be exercised in carrying out statistical analysis of traffic weight data. In particular, the frequency distributions of gross vehicle weights and axle weights do not usually correspond to any of the common statistical functions (Ref.10).

K9.10.2 METHOD OF POSTING

More than one level of posting should be considered because a single posting load cannot effectively represent the variability of traffic configurations, and is particularly restrictive for long vehicles on shortspan bridges (Ref.B).

In this Article, posting loads are assumed to have configurations defined by the following values of

Equivalent Base Length L E :

a. Spans ”7m -

single axle configuration: L E = 0 m;

b. Spans • 27 m -

multi-axle configuration: L E = 17.5 m;

c. Spans 7 to 27 m - multi-axle configuration:

L E varies linearly with span from 0 m to

17.5 m. These Equivalent Base Lengths correspond to actual

Bila suatu lantai runtuh selama percobaan, hasil tersebut umumnya tidak mengejutkan dan kerusakan dapat diperbaiki. Dalam hal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa lantai kurang kuat dan harus segera diganti.

K9.10 TANDA PEMBATASAN BEBAN JEMBATAN

Penempatan tanda pembatasan beban adalah wewenang yang ditentukan secara bersama oleh beberapa departemen pemerintah dan pihak polisi. Artikel ini hanya memberi petunjuk, berdasarkan Faktor keamanan untuk Beban Lalu Lintas Biasa.

K9.10.1 UMUM

Beban Lalu Lintas Biasa sebaiknya adalah Beban Standar. Bila suatu tingkat pembebanan lebih rendah dipertimbangkan sesuai untuk jaringan lalu lintas ringan, maka harus dilaksanakan survai lalu lintas lengkap untuk tegas menentukan batas-batas atas dari bentuk beban lalu lintas. Harus diadakan fraksi tambahan untuk mengizinkan beban lebih tidak legal, sekitar 10t tipikal (Pustaka 9).

Analisa statistik dari data berat lalu lintas harus dilaksanakan dengan sangat berhati-hati. Khususnya, pembagian frekwensi dari berat bruto kendaraan dan berat gandar umumnya tidak sesuai dengan fungsi statistik biasa manapun (Pustaka 10).

K9.10.2 CARA PEMBERIAN TANDA

Lebih dari satu tingkat pembatasan harus dipertimbangkan karena tanda tunggal

untuk pembatasan beban tidak efektip mewakili variabilitas konfigurasi lalu lintas, dan adalah pembatasan khusus untuk kendaraan panjang pada bentang jembatan pendek (Pustaka B).

Dalam Artikel ini, pembatasan beban dianggap mempunyai konfigurasi yang ditentukan oleh nilainilai

Panjang Dasar Ekuivalen L E berikut:

a. Bentang ”7m - Konfigurasi gandar tunggal: L E = 0m

b. Bentang •27 m - Konfigurasi gandar majemuk: L E = 17.5 m

c. Bentang 7 m - 27 m - Konfigurasi gandar majemuk:

L E bervariasi linier dengan bentang dari 0 m sampai 17.5 m

Panjang-panjang Dasar Ekuivalen tersebut sesuai Panjang-panjang Dasar Ekuivalen tersebut sesuai

diharapkan mempunyai pengaruh terbesar untuk and 1 m cannot occur in practice but a uniform function

masing-masing panjang bentang. Nilai LE antara 0 m has been adopted for convenience.

dan 1 m tidak dapat terjadi dalam praktek, tetapi suatu fungsi merata telah diambil untuk kemudahan.

K9.10.3 CALCULATION OF LOAD K9.10.3 PERHITUNGAN PEMBATASAN RESTRICTIONS

BEBAN

For a deficient bridge, the Safety Factor for Normal Untuk jembatan rusak, faktor keamanan untuk beban lalu Traffic Loads FN is less than 1.0, as given below:

lintas biasa FN adalah kurang dari 1.0, seperti berikut:

F N 1 . 0 (K9.7)

F LN

where:

dengan:

Q* = bridge Load Rating;

Q*

= Penilaian Beban Jembatan

F LN = Equivalent Load Factor of the Normal Traffic

= Faktor Beban Ekuivalen dari Beban Lalu Load

FIN

Lintas Biasa

= 100 % if the Standard Loads have been used. = 100% bila telah digunakan Beban Standar In principle, the posted load should give a Safety Factor

Pada dasarnya, pembatasan beban harus memberi of 1.0 for the bridge:

suatu faktor keamanan sebesar 1 untuk jembatan:

1 . 0 (K9.8)

1 . 4 F LP

where:

dengan:

1.4 = allowance for 30 % impact, associated with a

1.4 = Fraksi lebih untuk kejut 30%, sehubungan single vehicle load, and 10 % to allow for

beban kendaraan tunggal, dan 10% untuk inaccuracies in vehicle weight;

mengizinkan kurang ketelitian dalam berat kendaraan.

F LP = the Equivalent Load Factor of the posting load, given by:

F LP

= Faktor Beban Ekuivalen untuk pembatasan beban, seperti berikut:

F LP 100

W P = total weight of the posting load;

= Berat total dari pembatasan beban L E = Equivalent base Length of the posting load.

L E = Panjang Dasar Ekuivalen dari pembatasan

beban

W N = Equivalent Normal Load from clause 9.7.2

= Beban Biasa Ekuivalen dari Sub-artikel 9.7.2. Combining equations (K9.7), (K9.8) and (K9.9) and

Dengan kombinasi rumus (K9.7), (K9.8) dan (K9.9) dan rearranging gives the following:

penyusunan kembali, diperoleh sebagai berikut:

W p WN

F LN

F LN

(K9.10)

100

100

where:

dengan:

K P = the posting load coefficient plotted in Figure

= koefisien pembatasan beban dalam Gambar

9.7.

9.7

K9.10.4 SPEED RESTRICTIONS K9.10.4 PEMBATASAN KECEPATAN

No comment required.

Tidak perlu penjelasan.

REFERENCES PUSTAKA GENERAL SOURCE DOCUMENTS DOKUMEN SUMBER UMUM

A. A.Directorate General of Highways (Bina Marga), R.I. Ministry of Public Works: "Loading Specification for Highway Bridges No 12/1970, Rev Jan. 1988. "Jakarta, 1988.

B. Ministry of Transport and Communications, Ontario: "Ontario Highway Bridge Design Code and Commentary - 1983. " Ontario, 1983.

C. Directorate General of Highways (Bina Marga), R.I. Ministry of Public Works: “Bridge Management System - Bridge Inspection Manual.” R eport prepared by SMEC-Kinhill, Jakarta 1991.

D. American Association of State Highway and Transportation Officials: "Manual for Maintenance Inspection of Bridges. " Washington D.C. 1983.

SELECTED REFERENCES PUSTAKA TERPILIH

1. Directorate General of Land Transport and Inland Waterways, R.I. Ministry of Communications, Halcrow Fox and Associates: "Vehicle Weights and Dimensions - Proposals and Draft Legislation for New Limits. " Jakarta, October 1990.

2. Agarwal, A.C. ”Permit Vehicle Control in Ontario.” Proc. Canadian Society for Civil Engineering Conference, Montreal, Quebec, May 1987.

3. American Association of State Highway and Transportation Officials: "Manual for maintenance Inspection of Bridges 1983. " Washington,D.C. 1984.

4. Ministry of Transport and Communications, Ontario: "Bridge Testing." Bakht, B. and Csagoly, PF., Research and development Branch. Ontario, August 1979.

5. Csagoly, P, Holowka, M. and Dorton, R.: "The true behaviour of Thin Concrete Bridge Slabs.' Transportation Research Record 664, Transportation research Board, Washington D.C. 1978.

6. Beal, D.B.: "Load Capacity of Concrete Bridge descks. "Journal of the Structural Division, ASCE, V ol 108 No ST4, April 1982.

7. DANBRO Bridge Management System: "Load Capacity Rating of Highway Bridges. " information paper prepared by COWIconsult in association with the Danish Road Directorate and the Danish State Railways, Copenhagen, Denmark 1990.

8. Tristanto, L.: "Suggested Criteria for Dynamic Load Testing" private communication to B.Bourne, Bandung 1990.

9. Agarwal, A.C. and Csagoly, RE: "Evaluation and Posting of Bridges in Ontario. "Transportation Research Record 664, Transportation Research Board, Washington D.C. 1978.

10. Brameld, G.H.: "Probability Models for Highway Bridge Live Loads. " Australian Road Research Board Internal Report AIR 1114-1, July 1982.

APPENDIX KA

LAMPIRAN KA

KA.1 OVERDESIGN COEFFICIENT - Ref. KA.1 KOEFISIEN RENCANA LEBIH AMAN ARTICLE 9.5.4

WHAT ARTIKEL 9.5.4)

The overdesign coefficient accounts for the difference Koefisien rencana lebih aman memperhitungkan between the Working Stress design method of Ref. A

perbedaan antara cara rencana tegangan kerja dalam and the Ultimate Limit State design method used for the

Pustaka A dan cara rencana keadaan batas load rating. This coefficient i

runtuhultimate yang digunakan dalam penilaian beban. s calculated as follows:

Koefisien tersebut dihitung sebagai berikut: If:

Bila:

M P = the bending moment due to all permanent M P = Momen lentur akibat semua aksi tetap (beban actions (dead Load);

mati)

R w = the nominal resistance (strength) of the bridge R w = Ketahanan (kekuatan) nominal jembatan assuming linear stress distribution (working

dengan menganggap pembagian tegangan stress method);

linier (cara tegangan kerja) R u = the nominal resistance of the bridge assuming

= Ketahanan nominal jembatan dengan non-linear stress distribution (ultimate limit state

menganggap pembagian tegangan tidak linier method);

(cara keadaan batas runtuhultimate) then the design condition for Working Stress Design is

maka keadaan rencana untuk rencana tegangan kerja given by:

adalah sebagai berikut:

M BM d F W R w

W = the strength reduction factor for obtaining the

F W = Faktor reduksi kekuatan untuk memperoleh

Allowable Working Stress; tegangan kerja yang diijinkan. The similar design condition for Ultimate Strength Design

Keadaan rencana serupa untuk rencana kekuatan may be rearranged to give the following relationship for

ultimate dapat disusun untuk memberikan hubungan the Ultimate Load Factor of the Working Stress live load:

berikut untuk faktor beban runtuh-ultimate dari beban hidup tegangan kerja:

T M M K R u 1 . 25 M p

T = the available ultimate load factor for the Bina

K T = faktor beban runtuh-ultimate yang tersedia

Marga loading; untuk pembebanan Bina Marga KR = Strength Reduction factor for the Ultimate Limit

KR = faktor reduksi kekuatan untuk keadaan batas State;

runtuh-ultimate

1.25 = nilai yang mewakili faktor beban runtuhultimate factor for dead loads.

a representative value for the ultimate load

untuk beban-beban mati

The overdesign coefficient K D is calculated by comparing

Koefisien rencana lebih aman K D dihitung dengan

the calculated value of R K

(obtained by rearranging

membandingkan nilai K W terhitung (diperoleh dengan

Equations (KA.1) and (KA.2)) with the target value of 2.0. menyusun kembali Rumus (KA.1) dan (KA.2)) dengan This gives the following equation:

nilai target sebesar 2.0. Dengan demikian diperoleh rumus berikut:

(KA.3)

If it is assumed that:

Bila dianggap bahwa:

R U /R W

1.1 kurang lebih (perbandingan ini between 1.0 for steel and 1.3 for

1.1 approximately (this ratio may vary

R U /R W

dapat bervariasi antara 1.0 untuk baja reinforced concrete);

dan 1.3 untuk beton bertulang)

K R = 0.8 approximately (0.75 for concrete K

0.8 kurang lebih (0.75 untuk beton dan and 0.9 for steel, in bending);

0.9 untuk baja, dalam lentur)

0.5 (0.4 untuk beton dan 0.55 untuk in bending);

0.5 (0.4 for concrete and 0.55 for steel,

baja, dalam lentur) then Equation (KA.3) reduces to the following

maka Rumus (KA.3) disederhanakan menjadi perkiraan approximation:

Kpu = the ratio of the permanent load effects to

perbandingan pengaruh beban tetap the nominal ultimate resistance of the

KPu =

terhadap ketahanan runtuh-ultimate bridge;

nominal jembatan

= M P /R U

= M P /R U

The maximum possible value for K p using Working Nilai maksimum yang mungkin untuk K p dengan

Stress Design is R K

W /1.1 (0.45), obtained from Equation

menggunakan Rencana Tegangan Kerja, adalah

(KA.1) by setting M BM to zero. The minimum value is

K W //1.1 (0.45), yang diperoleh dari rumus (KA.1) estimated to be approximately R K /3.3 (0.15), obtained

dengan menetapkan M BM pada nol. Nilai minimum

from Equation (KA.1) by

diperkirakan kurang lebih K W /3.3 (0.15), yang diperoleh

setting M BM to 2.0 M P . dari rumus (KA.1) dengan menetapkan M BM pada 2.0 M P .

The following equation is considered suitable for relating Rumus berikut dipertimbangkan sesuai untuk hubungan Kpu to S, and is based on setting K PU = 0.5 at S = 100 m:

Kpu terhadap S, dan adalah berdasarkan penetapan K PU = 0.5 pada S = 100 m:

(KA.5)

APPENDIX KB LAMPIRAN KB EXAMPLES OF SAFETY FACTOR

CONTOH PERHITUNGAN FAKTOR CALCULATION

KEAMANAN

KB.1 DESCRIPTION

KB.1 DESKRIPSI

It is proposed to check the safety factors of four bridges Disarankan untuk mengecek faktor keamanan untuk on a route. The bridge dimensions and design loadings

empat jembatan pada suatu jaringan. Dimensi jembatan are given in the following table:

dan rencana pembebanan diberikan dalam Tabel berikut:

Bridge Number

Bridge Type

Design Loading

Roadway Width

4.5 m 'B' Class Prestressed I

1 'C' Class Steel Truss

6.0 m 2 Girder

AASHTO HS20

20.0 m

+ 1.8 m

3 Reinforced Concrete Slab

4 Steel I Girder, Concrete Deck

Not known

Notes: (1) The deck span is the distance between the stringers or cross beams that support to the the reinforced concrete deck (2)

A + in the deck span column indicates that the span is perpendicular direction of traffic. .

Lobar Jalan Jembatan

Nomor

Tipe Jembatan

1 Rangka baja kelas

2 Gelagar I Pratekan

AASHTO

kelas 'B'

3 Pelat Beton

tidak ada

6.5 m

4 Gelagar I baja, lantai

Keterangan: (1) Bentang lantaio adalah jarak antara gelagar atau balok melintang yang memikul lantai beton bertulang (2)

Suatu lantai dalam lajur bentang lantai menunjukan bahwa bentang adalah tegak lurus terhadap arah lalu lintas

All the bridges have been recently inspected and the Semua jembatan tersebut baru diperiksa dan respective condition factors are as follows:

masingmasing faktor kondisi adalah sebagai berikut:

Deck F KD Nomor Jembatan

Bridge Number

Superstructure F KS

Bangunan Atas F KS

Lantal F KD

3 0.9 sama seperti bangunan atas same as superstructure

The route is lightly trafficked. A traffic survey has Jaringan jalan adalah dengan lalu lintas ringan. Survai established that the largest truck type in the district is a

lalu lintas telah menetapkan bahwa jenis truk terbesar two-axle rigid vehicle with a maximum axle spacing of

dalam daerah tersebut adalah kendaraan dua gandar

4.5 m. It is calculated that the maximum possible load on kaku dengan jarak gandar maksimum 4.5 m. Telah this truck configuration results in a total axle weights of

diperhitungkan bahwa beban maksimum mungkin pada

8.5 t (83 kN) on the front axle and 16 t (157 kN) on the konfigurasi truk tersebut menghasilkan berat gandar rear axle. Any larger loading will damage the vehicle

total sebesar 8.5t (83 kN) pada gandar depan dan 16t suspension and is most unlikely to occur. This load

(157 kN) pada gandar belakang. Setiap pembebanan configuration is adopted as the Normal traffic Loading for

lebih besar akan merusak suspensi kendaraan dan the route.

diharapkan tidak akan terjadi. Konfigurasi beban tersebut diambil sebagai Pembebanan Lalu Lintas Biasa untuk jaringan jalan ini.

However, a contractor is carrying out road construction Bagaimanapun, seorang kontraktor sedang at the end of the road and wishes to transport a

melaksanakan konstruksi jalan pada ujung jaringan bulldozer on a transporter across the bridges. The gross

jalan dan ingin mengangkut suatu bulldozer pada axle weights and spacings of the transporter are:

kendaraan pengangkut melintasi jembatan-jembatan tersebut. Berat gandar bruto dan jarak kendaraan pengangkut adalah:

Axle No

Weight

Spacing

Gandar No

Berat

Jarak

1 6.5t(64kN)

4.0m

2 13.0t(127kN)

1.2m

3 13.0t(127kN)

5.8m

4 11.5t(113kN)

1.2m

5 11.5t(113kN) Total Weight; Berat Total

55.5 t (544 kN)

B.2 LOAD RATING OF BRIDGES KB.2 PENILAIAN BEBAN JEMBATAN KB.2.1 GENERAL

KB.2.1 UMUM

It is assumed that the load rating of the substructure is Dianggap bahwa penilaian beban bangunan bawah the same as the superstructure for all bridges (Ref

adalah sama seperti bangunan atas untuk semua Article 9.4.1).

jembatan (lihat artikel 9.4.1)

KB.2.2 BRIDGE No 1

KB.2.2 JEMBATAN NO. 1

KB.2.2.1 Superstructure Load Rating

KB.2.2.1

Penilaian Beban Bangunan Atas

From Figure 9.2, the Nominal Load Rating for a 40 m Dari Gambar 9.2, diperoleh Penilaian Beban Nominal long bridge with a 4.5 m roadway width is 103 %.

untuk panjang jembatan 40 m dengan lebar jalan Since this bridge has been designed for only 70

kendaraan 4.5 m adalah 103%.

Mengingat

% of the Bina Marga 1970 loading, the load rating must jembatan ini direncana untuk hanya 70% Pembebanan

be reduced accordingly (Ref clause 9.5.3). The Nominal Bina Marga 1970, penilaian beban harus direduksi (lihat Load Rating of the superstructure is:

Sub artikel 9.5.3). Penilaian Beban Nominal dari bangunan atas adalah:

Q S 0 . 7 x 103 72 %

and the final Load Rating (Ref. Article 9.5.3) is: dan Penilaian Beban Akhir (lihat artikel 9.5.3) adalah:

S F KS Q S 0 . 9 x 72 64 %

KB.2.2.2 Deck Load Rating

KB.2.2.2

Penilaian Beban Lantai

Clause 9.6.2 states that decks of bridges designed to Sub-artikel 9.6.2 menyatakan bahwa lantai jembatan Bina Marga Loading 1970 shall have a Nominal Load

dengan rencana sesuai Pembebanan Bina Marga 1970 Rating of 80 %. The final Load Rating for the deck is

harus mempunyai Penilaian Beban Nominal sebesar 80 then:

%. Penilaian Beban Akhir untuk lantai adalah kemudian:

D 0 . 7 x 80 56 %

KB.2.3 BRIDGE No 2

KB.2.3 JEMBATAN NO. 2

KB.2.3.1 Superstructure Load Rating

KB.2.3.1

Penilaian Beban Bangunan Atas

Before this bridge can be rated, it is necessary to Sebelum jembatan dapat dinilai, perlu ditentukan Faktor determine the Equivalent Load Factor of the AASHTO

Beban Ekuivalen dari Rencana Truk AASHTO HS20. HS20 design truck. Truk HS-20 mempunyai konfigurasi berikut: The HS20 truck has the following configuration:

Axle No

Weight

Spacing

Gandar No

In addition an impact factor of 26 % must be added to Dengan tambahan suatu faktor kejut sebesar 26 % these weights.

diatas berat-berat tersebut.

The bridge span is 20 m so it is obvious that the worst

20 m, sehingga jelas bahwa effect will be produced by the whole truck on the bridge

Bentang jembatan

pengaruh terburuk akan dihasilkan oleh seluruh truk and not any other sub-group of axles. The total weight of

pada jembatan dan tidak sebagian susunan gandar. the axles, including impact, is:

Berat total gandar-gandar, termasuk kejut, adalah:

W G 403 kN

The centre of gravity of the axle loads, measured from Titik berat beban-beban gandar, diukur dari gandai the first axle, is:

pertama, adalah:

179 x 4 . 27 x 179 x 8 . 54

X o 5 . 69 m

so that the axle nearest the centre of gravity of the group Sehingga gandar terdekat pada titik berat susunan is axle 2. The Equivalent Base Length (Ref Equation 9.5)

adalah gandar 2. Panjang Dasar Ekuivalen (lihat Rumus is:

9.5) adalah:

4 ^ 45 x 4 . 27 179 39 x 4 . 27 2 3 1 2

L E 5 . 69 4 . 27 9 . 2 m

8354 x 3

From Article 9.7.2, the Equivalent Normal Load (Figure Dari artikel 9.7.2, Beban Biasa Ekuivalen (Gambar 9.5a) 9.5a) for a 20 m span is 312.3 kN. The Equivalent Load

untuk bentang 20 m adalah 312.3 kN. Faktor Beban Factor for Normal Traffic Loads (Equation 9.7a) is:

Ekuivalen untuk Beban Lalu Lintas Biasa (Rumus 9.7a) adalah:

F LN 100 ©

2 x 20 . 0

This gives the following value for the final Load Rating of Dengan demikian diperoleh nilai berikut untuk penilaian the superstructure (see Article 9.5.4):

beban akhir dari bangunan atas (lihat Artikel 9.5.4):

KB.2.3.2 Deck Load Rating

KB.2.3.2

Penilaian Beban Lantai

The Deck Load Rating should be determined by a Penilaian Beban Lantai harus ditentukan dengan analisa detailed analysis. However, in this case it can be

terperinci. Bagaimanapun, dalam hal ini dapat ditentukan determined simply by comparing design loads.

dengan sederhana melalui perbandingan beban-beban rencana.

It is assumed that the critical design loading is a single Dianggap bahwa rencana pembebanan kritikal adalah wheel load placed to give the worst effect. Because of

suatu beban roda tunggal agar memberikan pengaruh the similarity of the AASHTO HS20 truck and the "T"

terburuk. Mengingat kesamaan antara Truk AASHTO Loading, it is sufficient to compare the respective values

HS20 dan Pembebanan Truk "T", maka cukup diadakan of the wheel loads. The wheel load of the HS20 truck is

perbandingan antara masingmasing nilai beban roda.

89.5 kN, including impact, and the wheel load of the "T" Beban roda dari truk HS20 adalah 89.5 kN, termasuk Truck loading is 130 kN, including Dynamic Load

kejut, dan beban roda dari Pembebanan Truk "T" adalah Allowance. The Nominal Load Rating is:

130 kN, termasuk Fraksi Beban Dinamik. Penilaian Beban Nominal adalah:

F LN

and the final Load Rating is: dan Penilaian Beban akhir adalah:

D F KD Q D 1 . 0 x 70 70 %

KB.2.4 BRIDGE No 3

KB.2.4 JEMBATAN NO. 3

KB.2.4.1 Superstructure Load Rating

KB.2.4.1

Penilaian Beban Bangunan Atas

From Figure 9.2, the Nominal Load Rating for a 6.0 m Dari Gambar 9.2, Penilaian Beban Nominal untuk long bridge with a 6.5 m wide roadway is 92 %

panjang jembatan 6.0 m dengan lebar jalan kendaraan (interpolating between 6.0 m and 7.0 m widths). The final

6.5 m, adalah 92% (interpolasi antara lebar 6.0 m dan Load Rating is:

7.0 m). Penilaian Beban Akhir adalah:

S F KS Q S 0 . 9 x 92 83 %

KB.2.4.2 Deck Load Rating KB.2.4.2 Penilaian Beban Lantai

The deck of this bridge is also the superstructure. Lantai jembatan adalah juga bangunan atas. Dengan Therefore the deck does not have a separate rating.

demikian lantai tidak mempunyai penilaian terpisah.

KB.2.5 BRIDGE No 4

KB.2.5 JEMBATAN NO. 4

KB.2.5.1 Superstructure Load Rating

KB.2.5.1

Penilaian Beban Bangunan Atas

The design loading of this bridge is unknown so it is Rencana pembebanan jembatan ini tidak diketahui, necessary to analyze the bridge to determine its load

sehingga diperlukan analisa jembatan untuk menentukan rating.

penilaian bebannya.

Inspection and measurement of the bridge gives the Pemeriksaan dan pengukuran jembatan memberikan following details:

perincian detail berikut:

deck thickness

0.20 m kerb width

0.20 m

tebal Iantai

0.30 m kerb height

0.30 m

lebar kerb

0.25 m no. of girders

0.25 m

tinggi kerb

= 5 girder spacing

= 5 jumlah gelagar

1.40 m “ top flange

1.40 m

jarak gelagar

0.35 x 0.024 m flens “ bottom flange = 0.35 x 0.024 m

= 0.35 x 0.024 m

flens atas gelagar

0.35 x 0.024 m “ web

bawah gelagar

= 0.012 x 1.00 m There is no evidence of positive shear connection

= 0.012 x 1.00 m

badan gelagar

Tidak ada bukti mengenai hubungan geser positip antara between the deck and the girders so it must be assumed

lantai dan gelagar-gelagar, sehingga harus dianggap that the deck is not composite. This assumption is

bahwa Iantai tidak komposit. Anggapan tersebut supported by the equal top and bottom flanges of the

didukung oleh flens atas dan bawah yang sama pada girders.

gelagar-gelagar.

Structural calculations give the following design details: Perhitungan struktural memberikan perincian rencana yang berikut:

Girder self weight =

Berat sendiri gelagar = 2.23 kN/m (Ref. Table 2.2, Section 2)

2.23 kNfn

(lihat Tabel 2.2, Bagian 2) Superimposed dead load on girders:

Beban mati tambahan pada gelagar-gelagar: inside girders

6.72 kN/m outside girders

6.72 kNfn

gelagar dalam

7.56 kN/m Section properties of girders (all girders

7.56 kNfn

gelagar luar

Besaran penampang gelagar (semua gelagar identical):

identik):

Area

luas = 0.029 m2 section modulus = 0.0103 m3

= 0.029 m2

= 0.013 m3 The yield stress of the steel in the girders is assumed to

modulus penampang

Tegangan leleh baja dalam gelagar-gelagar dianggap

be 230 MPa based on the age of the bridge (Ref. clause 230 MPa berdasarkan umur jembatan (lihat pasal 9.8.2.3).

The ultimate bending capacity of the girders, based on Kapasitas lentur runtuh-ultimate gelagar, first yield, is:

berdasarkan titik leleh pertama, adalah: R B 230 x 0 . 0103 x 1000 kNm

2370 kNm

The design resistance is : Rencana ketahanan lentur adalah :

b 0 . 9 xR B K S from sec tion 7 ; K S daribagian 7

2130 kNm

The design dead load bending moments are: Rencana Momen lentur beban mati adalah: outside girders - gelagar luar: * S

= 500 kNm inside girders - gelagar dalam: * S

= (1.1 x 2.23 + 1.3 x 7.56) x 18 P 2 /8

= 450 kNm The total ultimate design bending moment for the "D"

= (1.1 x 2.23 + 1.3 x 6.72) x 18 /8

Rencana Momen lentur runtuh-ultimate total untuk Loading on a 18 m long span 6.5 m wide is:

Pembebanan "D" pada panjang bentang 18 m dan lebar jalan kendaraan 6.5 m, adalah:

= 7220 ¦ kNm S

S 2 . 0 x 3610

A simple analysis based on the AASHTO distribution Analisa sederhana berdasarkan faktor distribusi factors for traffic loads gives the following ultimate design

AASHTO untuk beban lalu lintas, memberikan rencana bending moment for a single girder:

momen lentur runtuh-ultimate berikut untuk gelagar tunggal:

0 . 21 x 7220

= 1520 kNm

The Nominal Load Rating (Ref. Equation 9.4) is then: Penilaian Beban Nominal (lihat Rumus 9.4) adalah kemudian :

Q 100

and the final Load Rating is: dan penilaian Beban akhir adalah:

K ks Q S 0 . 7 x 107 75 %

KB.2.5.2 Deck Load Rating

KB.2.5.2

Penilaian Beban Lantai

No design details of the concrete deck are available, but Tidak terdapat detail rencana lantai beton jembatan, it is in good condition. As a lower-bound approximation, it

tetapi lantai berada dalam kondisi baik. Sebagai can be safely assumed that the deck has a Safety factor

perkiraan batas bawah, dapat dianggap secara aman of 1.0 for the existing traffic. This means that the deck

bahwa lantai mempunyai faktor keamanan 1.0 untuk lalu has a final load rating at least as great as the Equivalent

lintas yang ada. Ini berarti bahwa lantai mempunyai Load Factor of the Normal traffic loads. Referring to

penilaian beban akhir paling sedikit sama besar seperti Article CB9.3.1 below, the Load Rating of the deck is:

Faktor Beban Ekuivalen dari Beban Lalu Lintas Biasa. Menunjuk pada artikel CB9.3.1 dibawah, Penilaian Beban lantai adalah:

D F LN 67%

KB.3 EQUIVALENT LOAD FACTORS KB.3 FAKTOR BEBAN EKUIVALEN KB.3.1 NORMAL TRAFFIC LOAD

KB.3.1 BEBAN LALU LINTAS BIASA

The total weight and Equivalent Base Length of the Berat total dan Panjang Dasar Ekuivalen dari Beban Lalu Normal Traffic Load are:

Lintas Biasa adalah:

W G = 24.5 t

240 kN

L E = 5.7 m

(Ref. Article CB9.2.3.1 for example calculation) (lihat artikel CB9.2.3.1 untuk contoh perhitungan)

The Equivalent Load Factor (Ref. Equation 9.7a) for Faktor Beban Ekuivalen (lihat Rumus 9.7a) untuk setiap each bridge is given in the following table:

jembatan diberikan dalam tabel berikut:

Roadway Width

Equivalent Load

Factor Bridge No

Span

Equivalent Normal load

Jembatan No

Bentang

Leber Man

Kendaraan

Beban Mesa Ekuivalen

Factor Beban

Ekuivalen

F LN

1: Sup. B. Atas

35 % Deck Lantai

2: Sup. 8. Atas

66% Deck Lantai

3: Sup. B. Atas

87 % (1) Deck Lantai

4: Sup. B. Atas Deck Lantai

Notes: (1) for spans Iess than about 10 m the single axis

Untuk bentang lebih kecil den kurang kbih 10 m, component of the load governs and

Catatan:

komponen gander tunggal dari beban adalah W G - 157 kN; L5 - 0; W N = 180 kN.

menentukan dan

W G - 157 kN; L5 - 0; W N = 180 kN. (2)

in this case the Equivalent Normal Load for the single

Dalam hal ini Beban Biasa Ekuivalen untuk beban wheel load - 0.5 x the value for a single axle.

rods tunggal - 0.5 x nilai gander tunggal

KB.3.2 EXCEPTIONAL TRAFFIC LOAD KB.3.2 BEBAN LALU LINTAS LUAR BIASA

For this loading it is necessary to calculate the Untuk pembebanan ini, perlu dihitung Faktor Beban Equivalent Load Factor for three axle groups. Each axle

Ekuivalen untuk tiga susunan gander. Setiap susunan group is applicable to a range of spans, as shown:

gandar dapat diterapkan pada batasan bentang, seperti berikut:

Ax les

Span Range

Gandar

W G L E Batasan Bentang

The Equivalent Load Factor for the Exceptional Load for Faktor Beban Ekuivalen untuk Beban Luar Biasa pada each bridge is:

setiap jembatan adalah:

Equivalent Load Factor Jembatan No

Bridge No.

Span

Number of

Equiv. Exceptional Load

Bentang

Lanes

Beban Luar Biasa

Factor Beban Ekuivalen

Jumlah Jalur

Ekuivalen W E F LE

61 % Atas Deck Lantai

1: Sup. B.

48% Atas Deck Lantai

Sup. B.

3: Sup. B.

Deck Lantai

N.A.

47 % Atas

Sup. B.

18 m

2 714 kN

Deck Lantai

1.4m

Notes: (1) in this case the value for a single wheel load may be

(1) Dalam hal ini nilai untuk beban roda tunggal dapat taken as half the value for a single axle in one traffic

K eterangan:

diambil sebagai satengah nilai untuk beban lane.

gandar tunggal dalam satu jalur lalu lintas (2) Berat satu roda poda gandar torberat adalah 63.7

(2) the weight of one wheel on the heaviest axle is 63.7

kN

kN. (3) Dalam hal ini Faktor Beban Ekuivalen untuk (3) in this case the Equivalent load factor for Exceptional

Beban-beban Luar Biasa dapat diambil sebagai Loads can be taken as 1. 18 x F LN (Ref. Article

1.18 x F LN (lihat Artikel K9.7.2) K9.7.2.

KB.4 SAFETY FACTORS KB.4 FAKTOR-FAKTOR KEAMANAN

The Safety Factors for each bridge calculated from the Faktor-faktor ikeamanan untuk setiap jembatan dihitung Load Ratings and Equivalent Load Factors (Ref.

dari Penilaian-penilaian Beban dan Faktorfaktor Beban Equations 9.1 and 9.2) as follows:

Ekuivalen (lihat Rumus 9.1 dan 9.2) seperti berikut:

Sup. B. Atas

Deck Lantai

Sup. B. Atas

Deck Lantai

Sup. B. Atas

Deck Lantai

N.A.

Sup. S. Atas

Deck Lantai

Notes: (1) All numerical values are rounded to two significant

(1) Semue nilai numerik dibulatkan sompa 2 angka figures - the uncertainties and approximations

Catatan:

utama-ketidakpastian dan perkiraan yang tardapat inherent in load rating cannot support any greater

dalam penilaian baban tidak dapat mendukung accuracy.

katelitian lebih besar

KB.5 CONCLUSIONS

KB.5 KESIMPULAN

1. It can be seen that the superstructures of all

1. Terlihat bahwa bangunan atas dari semua bridges on the route have a Safety Factor for the

jembatan pada jaringan jalan tersebut mempunyai defined Normal Traffic Load greater or equal to

Faktor keamanan lebih besar atau sama dengan one. However, the decks of Bridges 1 and 2 have

satu untuk Beban Lalu Lintas Biasa yang Safety Factors significantly less than one.

ditentukan. Bagaimanapun, lantai dari jembatan 1 & 2 mempunyai faktor keamanan yang nyata kurang dari satu.

Bridge 2 is probably adequate for the load Jembatan 2 adalah mungkin memadai untuk because its deck is still in good condition. Bridge 1

beban tersebut karena lantai masih berada dalam will require repairs to its deck, however, before it

kondisi baik. Jembatan 1 akan memerlukan is adequate.

perbaikan lantai, bagaimanapun, sebelum dapat memadai.

2. The Safety Factors for the Exceptional Traffic

2. Faktor-faktor keamanan untuk Beban Lalu Lintas Load indicate that all bridges are able to carry the

Luar Biasa menunjukan bahwa semua jembatan weight of the transporter, although some damage

mampu memikul berat kendaraan pengangkut, could occur to the deck of Bridge 4.

walaupun dapat terjadi kerusakan pada lantai Jembatan 4.

The Deck Load Rating of Bridge 4 is a lower Penilaian Beban Lantai dari Jembatan 4 adalah bound approximation and its actual strength is

perkiraan batas bawah dan kekuatan sebenarnya probably much higher. The transporter could be

mungkin jauh lebih tinggi. Kendaraan pengangkut allowed to cross this bridge at very low speed with

dapat diijinkan untuk melintasi jembatan ini pada little risk of damage.

kecepatan sangat rendah dengan sedikit risiko kerusakan.

3. All the bridges have Load Ratings less than 100

3. Semua jembatan tersebut mempunyai Penilaian %. This means that they would require posting of

Beban kurang dari 100 %. Ini berarti bahwa load restrictions if the Normal Traffic Load for the

diperlukan tanda pembatasan beban bila Beban route is increased to the Standard Loads (the

Lalu Lintas Biasa untuk jaringan tersebut Standard Loads are the preferred Normal Traffic

dinaikkan sampai Beban Standar (Beban Standar Loads - Ref. clause 9.2.2.2).

adalah Beban Lalu Lintas Biasa yang diutamakan - lihat pasal 9.2.2.2)

4. In all cases (except Bridge No. 3 where the deck

4. Dalam semua kasus (kecuali Jembatan no.3 and superstructure cannot be separated) the Deck

dimana lantai dan bangunan atas tidak dapat Load Rating is significantly less than the

dipisah), Penilaian Beban lantai adalah kurang Superstructure Load Rating. Although these

cukup dibanding Penilaian Beban Bangunan Atas. examples are hypothetical, they are

Meskipun contoh-contoh tersebut adalah representative of real bridges where it can

hypotetik, mereka mewakili jembatanjembatan generally

be seen that the main area of sesungguhnya dimana umumnya terlihat bahwa deterioration is in the deck.

daerah kerusakan utama adalah dalam lantai.