PERENCANAAN BETON STRUKTURAL

BAGIAN 6 PERENCANAAN BETON STRUKTURAL

COMMENTARY on BRIDGE DESIGN CODE SECTION 6 – STUCTURAL CONCRETE DESIGN

3 DECEMBER 1992

SECTION K6 BAGIAN 6 STRUCTURAL PERENCANAAN BETON CONCRETE DESIGN

STRUKTURAL K6.1

INTRODUCTION

K6.1

PENDAHULUAN

K6.1.1 SCOPE

K6.1.1

RUANG LINGKUP

This Section sets out the minimum requirements for the Bagian ini mencakup syarat-syarat minimum untuk design of safe, serviceable and durable concrete bridges

perencanaan jembatan beton dan struktur yang and associated structures. There may be other

berhubungan dengan jembatan beton yang aman, requirements, not covered by this Section, which also

mampu berfungsi dan awet. Syarat-syarat lain yang juga have to be considered.

harus dipertimbangkan mungkin tidak tercakup dalam bagian ini.

K6.1.2 APPLICATION

K6.1.2

PENGGUNAAN

A lower concrete strength limit of 20 MPa has been Batas kekuatan beton yang lebih rendah dari 20 MPa imposed because strength grades less than this are not

sudah dikesampingkan karena dipertimbangkan tidak considered suitable for concrete bridges.

cocok untuk jembatan beton.

An upper concrete strength limit of 50 Mpa has been Batas kekuatan beton sampai 50 MPa diambil karena adopted because much of the research on which this

sebagian besar penelitian yang mendasari bagian ini Section is based involved concrete strengths at or below

melibatkan beton dengan kekuatan 50 MPa atau lebih this value. This Section may be applied to higher

kecil. Bagian ini dapat digunakan untuk beton yang strength concretes provided that the appropriates

berkekuatan Iebih tinggi selama sifat-sifat fisik beton physical properties are used in design.

yang digunakan untuk perencanaan memenuhi syarat. Concrete with a saturated surface-dry density less than

Beton dengan berat isi jenuh kering permukaan yang 2,100 kg/ma is considered to be lightweight concrete.

kurang dari 2100 kg/cm3 dikategorikan sebagai beton The provisions of this Section do not fully cover the

ringan. Kelengkapan dari bagian ini tidak mencakup requirements for the use of this material in concrete

secara lengkap syarat-syarat untuk penggunaan bridges.

material in pada jembatan beton. The provisions of this Section may be used for the

Kelengkapan dari bagian in dapat digunakan untuk design of structures with unbonded tendons provided

perencanaan struktur dengan kabel yang tidak terikat, the designer recognises the inherent differences

selama perencana mengerti perbedaan yang nyata between the behaviour of these structures and those

antara sifat struktur in dan struktur dengan kabel yang with bonded tendons under both serviceability and

terikat pada keadaan tingkat kelayanan dan batas ultimate limit states.

ultimate.

In the preparation of this Section a certain level of Dalam persiapan bagian ini, tingkat tertentu dari knowledge and competence of the users has to be

pengetahuan dan kemampuan pemakai harus assumed. As specified in Section 1, the Design

dianggap. Seperti yang dispesifikasikan pada Bagian 1, Engineer should be a professionally qualified civil or

Perencana harus seorang Ahli Teknik Sipil atau Struktur structural engineer experienced in the design of

yang memenuhi syarat secara profesional dan concrete bridges, or equally qualified but less

berpengalaman atau Ahli Teknik dengan persyaratan experienced persons working under their guidance. It is

yang sama tapi kurang pengalaman yang bekeria therefore intended that the Section be applied and

dibawah arahan Ahli yang berpengalaman. Karena itu interpreted by such persons.

dimaksudkan bahwa bagian ini digunakan dan di- interpretasikan oleh tenaga-tenaga seperti diatas.

K6.1.3 ORGANISATION OF SECTION

K6.1.3

PENGATURAN BAGIAN

No commentary.

Tidak perlu penielasan.

K6.1.4 CONCRETE COMPRESSIVE STRENGTH

Although job-control of concrete strength in Indonesia is usually carried out using concrete cubes, most of the specifications used refer to cylinder strength.

Characteristic concrete strength specified in the Code are based on cylinder strength in order to maintain a correspondence to results of research carried out in Indonesia and other countries.

K6.1.5 INFORMATION TO BE SHOWN ON DRAWINGS

K6.1.5.1 Design Data

The information listed in this clause is required to comply with the quality assurance provisions of Section

1 of the Code.

K6.1.5.2 Design Details

No commentary.

K6.1.6 GLOSSARY K6.1.6.1 General

No commentary.

K6.1.6.2 Definitions

Characteristic strength: The concept o f characteristic strength removes some of the confusion regarding terms such as "minimum" strength, design strength, and target strength. The characteristic strength, as defined, is consistent with the "5 percent defective" probability.

Effective depth: For a cross-section with multiple layers of reinforcement, or a mixture of reinforcement and tendons, all the steel may not be at yield at the ultimate strength conditions. In such cases the resultant tensile force will not be at the centroid of the tensile steel area.

Where all the tensile reinforcements is effectively at its yield stress under ultimate strength conditions, the usual case for normal reinforced concrete beams, the resultant tensile force acts at the centroid of the tensile steel area.

K6.1.4

KUAT TEKAN BETON

Meskipun pengawasan pekerjaan dari kekuatan beton di Indonesia umumnya dilakukan dengan memakai benda uji kubus, sebagian besar spesifikasi yang digunakan berdasarkan kekuatan beton dengan benda uji silinder.

Kekuatan beton karakteristik yang dispesifikasikan dalam peraturan didasarkan pada kekuatan beton dengan benda uji silinder dalam usaha untuk mempertahankan keselarasan terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia dan negara lainnya.

K6.1.5

KETERANGAN YANG HARUS DICANTUMKAN DALAM GAMBAR

K6.1.5.1 Data Perencanaan

Informasi yang termasuk kedalam sub-bagian ini dibutuhkan untuk kelengkapan jaminan mutu dari Bagian 1 Peraturan ini.

K6.1.5.2 Detail Perencanaan

Tidak perlu penjelasan.

K6.1.6 ISTILAH K6.1.6.1 Umum

Tidak perlu penjelasan.

K6.1.6.2 Definisi-definisi

Kekuatan karakteristik : Konsep kekuatan karakteristik menghilangkan beberapa keraguan yang berhubungan dengan istilah-istilah seperti kekuatan minimum, kekuatan rencana, dan kekuatan yang hendak dicapai. Seperti yang dibatasi, kekuatan karakteristik konsisten dengan kemungkinan 5% kegagalan.

Tinggi efektif: Untuk penampang melintang dengan tulangan berlapis ganda, atau gabungan tulang dan kabel, tidak semua baja dapat mencapai leleh pada kondisi kekuatan ultimate. Untuk kondisi ini gaya tarik resultan tidak akan berada pada pusat bidang bagian tarik.

Bila mana semua tulangan tarik secara efektif berada dalam keadaan Ieleh saat kondisi kekuatan ultimate, kejadian yang umum pada balok bertulang, gaya tarik resultan bekerja pada pusat bidang baja tarik.

Lightweight concrete: For the purpose of this sub- Beton ringan : Untuk sub-bagian ini, istilah beton ringan section, the term "lightweight concrete" applies only to

hanya berlaku untuk beton struktur yang dibuat dengan structural concrete made with lightweight coarse

agregat kasar ringan dan agregat halus normal. Beton aggregate and normal-weight fine aggregate. Cellular

berongga, beton tanpa agregat halus dan beton dimana concrete, no-fines concrete and concrete in which the

semua agregat ringan digunakan tidak termasuk aggregates are entirely lightweight are excluded from

kedalam definisi ini.

this definition.

K6.1.7 SYMBOLS

K6.1.7

SYMBOL

The notation adopted in this Section follows "whenever Bilamana dan selama memungkinkan, notasi yang and as far as practicable" recommendations of the

digunakan mengikuti rekomendasi dari International International Organisation for Standardisation (ISO).

Organisation Standardisation (ISO). The notation is based on ISO Standard 3898 (1987),

Notasi didasarkan pada ISO standard 3898 (1987) which sets out rules for constructing a coherent and

dimana mencakup aturan-aturan untuk membangun consistent set of symbols applicable to the design of

suatu kumpulan yang konsisten dan baku dari simbol- structures. That Standard specifies only the general

simbol yang digunakan untuk perencanaan struktur. terms, so the particular terms relevant to concrete

Standar itu hanya mengspesifikasikan istilah umum, structures have been derived and included in this

karena itu istilah khusus yang berhubungan dengan Section.

struktur beton sudah diciptakan dan dimasukkan kedalam bagian ini.

K6.2 DESIGN REQUIREMENTS

K6.2

SYARAT-SYARAT PERENCANAAN

The design requirements apply to the complete structure Syarat-syarat perencanaan ini berlaku untuk struktur and its component members. During construction there

yang lengkap dan elemen-elemen komponennya. may be critical periods for the partially built structure

Selarna pelaksanaan mungkin ada saat kritis pada when unusual load paths are called into play. The

stn*tur yang dibangun secara terpisah dimana I*w Design Engineer should consider such conditions.

beban yang tidak normal terjadi. Perencana seharusnya mempertimbangkan kondisi yang demiian.

K6.2.1 DESIGN FOR STRENGTH

K6.2.1

PERENCANAAN UNTUK KEKUATAN

The design strength of a member may be computed Kekuatan rencana dari suatu elemen dapat dihitung using either traditional Working Stress Design methods

dengan menggtmakan metode rencana tegangan kerja or Limit State Design Methods.

yang traditionl atau metode rencana keadaan batas. This section strongly favours the use of the Limit State

Bagian ini secara tegas memilih penggunaan metode Design methods, as explained in Article 6.1.3. In this

rencana keadaan batas seperti yang diterangkan pada method the design ultimate strength is the strength

artikel 6.1.3. Pada metode ini kekuatan ultimate rencana calculated in accordance with the relevant clauses,

adalah kekuatan yang dihitung sesuai dengan sub-sub multiplied by the Strength Reduction Factor, K R , which

bagian yang tersangkut dikalikan dengan faktor

is always less than one. pengurang kekuatan, K c , yang mana selalu kecil dari

satu.

The rules for calculating the ultimate strength of a Aturan untuk menghitung kekuatan ultimate dari suatu member are based on predetermined limiting states of

elemen didasarkan pada keadaan batas tegangan, stress, strain, cracking or crushing, as appropriate, and

regangan. retak atau hancur yang ditetapkan terlebih conform to research data for each type of structural

dahulu, sebagai dapat diterima, dan sesuai dengan data action.

penelitian untuk masingmasing tipe dari aksi struktur.

The strength reduction factor K R

Faktor pengurangan kekuatan K c mempertimbangkan into account:

c takes the following

hal-hal berikut

i. variation in material strength, material properties,

variasi pada kekuatan material, sifat-sifat position of reinforcing or prestressing steel, size

i.

material, posisi tulangan atau kabel prategang, of members and homogeneity.

ukuran elemen struktur dan keseragaman. ii.

differences between the ultimate strength

perbedaan-perbedaan antara kekuatan ultimate obtained from tests and the ultimate strength of

ii.

yang diperoleh dari pengujian dan kekuatan the member in the structure.

ultimate dari elemen pada struktur. iii.

inaccuracies in the design equations related to

ketidak tepatan pada rumus perencanaan yang member design and an incomplete

iii.

berhubungan dengan perencanaan elemen dan understanding of internal actions;

pengertian yang tidak mendalam tentang aksiaksi internal.

iv. degree of ductility and required reliability of the

tingkat kelenturan dan keandalan yang member under the action effects being

iv.

dibutuhkan dari elemen terhadap pengaruh aksi considered; and

yang dipertimbangkan.

v. importance of the member in the structure.

v.

tingkat kepentingan elemen dalam struktur.

For example, the K R

c factor used for columns is lower Sebagai contoh, faktor K c yang digunakan pada kolom than that for beams because a column has less ductility,

lebih rendah dari yang digunakan untuk balok karena is more sensitive to variations in concrete strength, and

kolom kurang lentur, lebih peka terhadap variasi the consequences of failure are likely to be more

kekuatan beton, dan konsekuensi kegagalan cenderung serious.

lebih serius.

The overall factor of safety is dependent on the Strength Faktor keamanan secara keseluruhan tergantung pada Reduction Factor and the Load Factor given in Section

faktor pengurangan kekuatan dan faktor beban yang

2, and represents the source and magnitude of diberikan pada Bagian 2, dan mewakili sumber dan variability in the processes of design and construction.

jumlah dari tingkat variasi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan.

In most instances K R

Dalam banyak hal K c ditetapkan sebagai besaran between and including 0.75 and 0.6. For certain cases

c is assigned a single value

tunggal dan berkisar antara 0.75 dan 0.6. Untuk hal of bending without axial forces and for all cases of

khusus pada momen lentur tanpa gaya normal dan bending combined with axial forces, the value of K R

untuk semua hal pada kombinasi momen lentur dan

varies with the ductility of the section under gaya normal, besaran K c bervariasi terhadap consideration, fully ductile behaviour being assigned a

kelenturan elemen yang dipertimbangkan untuk sifat value of 0.75 and non-ductile behaviour, a value of 0.6.

lentur yang sempurna ditetapkan nilai 0.75 dan tidak lentur nilai 0.6.

K6.2.2 DESIGN FOR SERVICEABILITY

K6.2.2

PERENCANAAN UNTUK DAYA LAYAN

K6.2.2.1 General

K6.2.2.1 Umum

The important serviceability criteria are usually excessive deflection and cracking. Other criteria should

Kriteria daya layan yang penting biasanya adalah

be examined where required. lendutan yang berlebihan dan retakan. Kriteria lainnya bila mana diperlukan seharusnya dipertimbangkan.

K6.2.2.2 Cracking

K6.2.2.2 Retakan

The control of cracking under service conditions is Pengendalian retakan kondisi layan diperlukan untuk required for durability and long term performance. The

keawetan dan keadaan jangka panjang. Perencanaan detailed design requirements are set out in Article 6.6.6

secara seksama untuk balok diberikan pada Artikel 6.6.6 for beams, and Article 6.7.4 for slabs.

dan untuk pelat pada Artikel 6.7.4. Untuk pengendalian retakan karena susut dan pengaruh

To control cracking due to shrinkage and temperature temperatur, luas minimum tulangan untuk kedua arah effects, a minimum area of reinforcement in both

pada semua tampak dari elemen beton sudah directions on all faces of concrete members has been

ditetapkan.

specified. Tulangan yang diletakan dekat kepermukaan dari Reinforcement placed near the surface of a member to

sebuah elemen untuk memikul beban lainnya dapat carry other loads may be considered as fully effective in

dipertimbangkan efektif sempurna dalam memenuhi providing reinforcement for shrinkage and temperature.

tulangan untuk susut dan temperatur.

K6.2.2.3 Deflection Limits for Beams and

Pembatasan Lendutan untuk Balok Slabs

K6.2.2.3

dan Pelat

The total deflection is measured from the as-cast Lendutan total diukur dari posisi saat dicetak tapi tidak position but does not provide specific guidance on the

memberi arahan khusus untuk memperlakukan anti- treatment of camber which could be used to eliminate

lendutan yang dapat digunakan untuk menghilangkan the effect of part or all of the total deflection, and

pengaruh sebagian atau keseluruhan dari lendutan, dan possibly permit slender members, for longer spans. If

memungkinkan dapat mengizinkan elemen yang camber is used to significantly reduce the stiffness of the

ramping, untuk bentang yang lebih panjang. Jika anti- member then care should be taken to check the

lendutan digunakan untuk mengurangi secara berarti incremental deflection, support rotations and the

kekakuan elemen perhatian harus diambil untuk possibility of excessive vibration under transient loads.

mengecek lendutan tambahan, rotasi perletakan dan kemungkinan getaran yang berlebihan pada beban sesaat.

Details of the methods of calculating deflections are set Detail metode perhitungan lendutan untuk balok out in Article 6.6.5, for of Beams, and Article

diberikan pada Artikel 6.6.5 dan untuk pelat pada

6.7.3. for Slabs.

Artikel 6.7.3.

K6.2.2.4 Vibration

K6.2.2.4 Getaran

The design of structures subject to dynamic loads, so Perencanaan struktur yang ditujukan untuk beban that the vibrations generated do not exceed acceptable

dinamik, sehingga getaran yang ditimbulkan tidak levels, is a complex subject.

melebihi tingkat yang diizinkan, adalah masalah yang rumit.

A detailed understanding of the magnitude and nature of Pengertian secara seksama dari besaran dan asal dari the dynamic loads applied (harmonic, transient or

beban dinamik yang dipakai (harmonis, tiba-tiba atau random force), the acceptability criteria relevant to the

gaya acak), kriteria tingkat penerimaan yang sesuai type of structure under consideration and the nature of

dengan tipe struktur yang dipertimbangkan dan asal the loads are essential for obtaining a satisfactory

beban sangat penting untuk mendapatkan penyelesaian solution.

yang memuaskan.

Some Serviceability Limit States are: Beberapa keadaan batas tingkat layan adalah i.

pedestrian traffic on road bridges and footbridges

lalu lintas pejalan kaki pada jembatan jalan raya (Wheeler 1982);

i.

dan jembatan pejalan kaki (Wheeler 1982); ii.

beban angin pada struktur (Irwin 1978); and iii.

wind loads on structure (Irwin 1978); and

ii.

blasting (assuming a nearby quarry) (ACI 21574).

iii.

ledakan (anggapan dekat quarry) (ACI 215-74).

The Designer Engineer should be careful to use Perencana seharusnya hati-hati dalam menggunakan appropriate acceptability criteria in judging the adequacy

kriteria tingkat layan yang sesuai dalam memutuskan of the design.

tingkat memadai dari perencanaan. The Designer Engineer is unlikely to obtain solutions

Perencana mungkin menemui perbedaan dalam with similar confidence levels to static problems because

mendapatkan penyelesaian dengan derajat of the difficulties of obtaining precise information on the

kepercayaan yang sama dengan masalah-masalah dynamic loads and determining acceptability criteria.

statis karena tingkat kesulitan dalam memperoleh informasi yang teliti pada beban dinamik dan menetapkan kriterie tingkat penerimaan.

K6.2.3 DESIGN FOR STRENGTH AND

PERENCANAAN UNTUK KEKUATAN SERVICEABILITY BY LOAD

K6.2.3

DAN DAYA LAYAN DENGAN TESTING OF A PROTOTYPE PERCOBAAN PEMBEBANAN TERHADAP PROTOTIPE

The detailed requirements for load testing shall be Syarat-syarat secara seksama untuk pengujian beban determined for each particular case. Some guidance

seharusnya ditetapkan untuk masing-masing keadaan may be found in Section 9.

yang ditinjau. Beberapa arahan dapat ditemukan pada Bagian 9.

K6.2.4 DESIGN FOR DURABILITY K6.2.4 PERENCANAAN UNTUK KETAHANAN

Durability is an explicit design requirement as set out in Tingkat keawetan adalah syarat-syarat perencanaan Sub-section 6.3.

yang secara jelas dan lengkap diberikan pada Subbagian 6.3.

K6.2.5 DESIGN

FOR

EARTHQUAKE

MOTIONS

The earthquake forces on a structural are calculated in accordance with Section 2.

K6.2.6 OTHER DESIGN REQUIREMENTS

The ultimate strength of a member or structure subject to repetitive loading may be less than that when subject to static loading because of the phenomenon of fatigue failure (ACI 215-74 and ACI SP-75).

Fatigue is important only when a member or structure is subject to a large number of repetitive load cycles and/or is subject to extreme stress variations.

Fatigue should be considered where structures are subject to repeated application of heavy loads.

Generally fatigue will not be a problem provided the provisions of this Code are satisfied.

Progressive collapse means a continuous sequence of failures initiated by the local failure of one part of the structure.

Progressive collapse may be prevented by providing either:

i. adequate structural strength and continuity of the structure and its parts; or

ii. alternative load paths, whereby applied forces can be transmitted safely through the structure.

Structural continuity may rely upon, among other things, moment, shear, or tensile connections, depending on the kind of structural system used . The Design Engineer should note the importance of this consideration in precast or combinations of precast and in-situ construction.

During lifting of a beam, collapse or damage may occur due to rotation of the beam about a longitudinal axis through the lifting points. The rotation may be caused by bowing of the beam, inaccuracies in construction of the beam and/or placement of lifting points.

K6.2.5 PERENCANAAN UNTUI GERAKAN GEMPA

Gaya-gaya gempa pada suatu struktur dihitunf sesuai dengan Bagian 2.

K6.2.6 SYARAT-SYARAT PERENCANAAN LAINNYA

Kekuatan ultimate dari suatu elemen atau struktui yang ditujukan untuk beban berulang dapat lebit kecil dari elemen atau struktur yang ditujukan untuk beban statis karena penomena kegagalan kelelahar (ACI 215-74 and Cl SP-75).

Kelelahan hanya penting bila suatu elemen atal struktur ditujukan untuk suatu jumlah yang besai dari perputaran beban berulang dan/atau untuk variasi tegangan yang menyolok.

Kelelahan seharusnya dipertimbangkan bila struktur ditujukan untuk penggunaan berulang beban berat.

Secara umum kelelahan tidak akan menjadi masalah selama kelengkapan dari aturan ini dipenuhi.

Keruntuhan bertahap berarti kegagalan bertahap yang berlanjut dimulai dari kegagalan lokal suatu bagian struktur.

Keruntuhan bertahap dapat dihindari dengan melengkapi

i.

kekuatan struktur dan kontinuitas struktur dan bagiannya yang cukup; atau

ii.

lajur beban alternatif, dimana beban yang diberikan dapat disalurkan secara aman keseluruh struktur.

Kontinuitas struktur dapat menghandalkan antara lain hubungan momen, geser, atau tarik tergantung pada jenis sistem struktur yang digunakan. Perencana seharusnya memperhatikan kepentingan pertimbangan ini dalam pelaksanaan pracetak atau gabungan pracetak dan in-situ.

Selama pengangkatan sebuah balok, runtuh atau rusak dapat terjadi karena rotasi balok pada sumbu memanjang melalui titik-titik angkat. Rotasi dapat disebabkan oleh gerakan turun naik dari balok, ketidak- tepatan dalam pelaksanaan balok dan/atau penempatan titik-titik angkat.

K6.3 DESIGN FOR DURABILITY

K6.3

PERENCANAAN UNTUK KETAHANAN

In this Sub-section the requirements for durability design Pada sub-bagian ini syarat-syarat untuk perencanaan have been collected together, instead of being scattered

keawetan sudah dikumpulkan, daripada tersebat as detailing requirement throughout the"Code.

sebagai syarat yang mendetail pada setiap artikel Peraturan ini.

The importance of designing for durability is highlighted Pentingnya perencanaan untuk keawetan ditekankan in Beresford et al (1979).

dalam Beresford et al (1979).

In Article 6.1.1. durability of a structure is indirectly Dalam Artikel 6.1.1 keawetan dari suatu struktur secara defined as the ability to withstand the expected wear

tak langsung dibatasi sebagai kemampuan untuk and deterioration throughout its intended life without the

menahan keausan dan kerusakan yang dapat terjadi need for undue maintenance. The expected wear and

selama umur yang diinginkan tanpa membutuhkan deterioration may include the influences of weathering,

pemeliharaan yang tak perlu. Keausan dan kerusakan chemical attack and abrasion. It is a complex matter

yang diharapkan dapat meliputi pengaruh dari cuaca, large number of interrelated factors (Potter et al 1981),

serangan kimia dan pengerusan. Ini merupakan such as:

kumpulan masalah yang rumit dari faktor yang saling berkaitan, seperti

i. attention to design details, including

perhatian terhadap detail perencanaan, meliputi reinforcement layout, appropriate cover and

i.

penempatan penulangan, selimut beton yang provision for shedding of water from exposed

cukup dan kelengkapan untuk mengalirkan air surfaces;

dari permukaan yang ditampakkan; ii.

perencanaan campuran beton yang balk; dan iii.

good mix design; and

ii.

mempraktekkan pelaksanaan yang tepat meliputi adequate fixing of reinforcement and the placing,

correct construction

practices, including

iii.

pemasangan tulangan dan penempatan, compacting and curing of the concrete.

pemadatan dan perawatan beton. all of which are important.

semua faktor diatas adalah penting. This Code specifies requirements for only some of these

Peraturan ini mengspesifikasikan syarat-syarat hanya areas.

untuk beberapa bidang diatas.

K6.3.1 APPLICATION

K6.3.1

PENGGUNAAN BAGIAN TATA CARA

The fact that these requirements are minimum Kenyataan bahwa syarat-syarat ini adalah syaratsyarat requirements is emphasised in the concluding note.

minimum ditekankan dalam catatan kesimpulan ini. Provisions are formulated for only a limited range of

Kelengkapan dirumuskan hanya untuk suatu ruang yang environments, considering a limited number of types of

terbatas dari lingkungan, mempertimbangkan suatu attack, eg corrosion of reinforcement and abrasion.

jumlah yang terbatas dari tipe serangan, seperti korosi dari tulangan dan pengikisan.

Reactions between the alkalis in cement and reactive Reaksi antara alkali dalam semen dan silika yang reaktif silica or other alkali-reactive constituents in aggregates

atau pembentuk agregat Iainnya yang reaktif terhadap are also possible causes of deterioration. They are

alkali juga sebab-sebab yang memungkinkan terjadi collectively known as alkali aggregate reaction (ARR). In

kerusakan. Secara umum dikenal sebagai reaksi the presence of moisture the reaction products swell and

adanya cairan reaksi occupy a greater volume than the initial constituents.

agregat-alkali. Dengan

menghasilkan pengembangan dan menempati volume This leads to cracking and deterioration of the concrete.

yang lebih besar dari pembentuk awal. Ini menuntun Usually the reaction is slow, but the consequences may

kepada keretakan dan kerusakan beton. Umumnya involve the demolition of the structure. Three conditions

reaksi ini berlangsung lama, tetapi resikonya dapat must be fulfilled for AAR to occur, the presence of

melibatkan keruntuhan struktur. Tiga syarat harus reactive aggregates; a sufficient supply of alkalies;

dipenuhi untuk terjadinya reaksi agregat-alkali, tersedianya dipenuhi untuk terjadinya reaksi agregat-alkali, tersedianya

The problem can be avoided by not using reactive aggregates, limiting the available alkalies or keeping the member dry. While the occurrence of AAR in Indonesia has not been reported as a problem, the Design Engineer should be aware of the potential consequences. It was, however, believed that nothing particular in this regard need be specified in the Code. For further information see Guirguis (1980).

The current state of knowledge of durability design is not sufficiently advanced for design life to be used as an input parameter within the code. Therefore, the requirements have been formulated for bridges with a "normal" design life of 50 years in mind. For "temporary" structures less-rigorous requirements may be in order.

K6.3.2 DESIGN REQUIREMENTS K6.3.2.1 General

The Article sets out the procedure for design for durability, ie determination of the exposure classification followed by consideration of concrete quality, chemical content and cover.

The Code recognizes corrosion of reinforcement to be the most common and obvious form of durability failure. This can manifest itself as any one, or combination of, surface staining, cracking along reinforcement close to a surface and spalling of a surface.

The following simplified explanation of the corrosion process will assist the Design Engineer in understanding the basis of measures provided in the Code to prevent this type of failure.

For simplicity, the process of corrosion can be divided into two phases; initiation and propagation. Generally the reinforcement is protected against corrosion by the alkalinity of the concrete surrounding it. The initiation phase is considered to be the period over which this alkalinity is reduced to the level where active corrosion can commence. The propagation phase is considered to

be the period from commencement of corrosion to the stage where corrosion products cause a failure in the surrounding concrete.

In the initiation phase, the protection afforded by the alkalinity of the concrete can be reduced by two processes-carbonation (neutralization of the high Ph by infiltration of atmospheric carbon-dioxide: a slow, continuous process) and ionization (an increase in the concentration of reactive ions such as chlorides:

agregat yang reaktif; penyaluran alkali yang cukup dan tersedianya cairan yang cukup.

Masalah ini dapat dihindarkan dengan tidak menggunakan agregat yang reaktif, membatasi alkali yang tersedia, atau mempertahankan elemen tetap kering. Meskipun kejadian reaksi agregat-alkali belum dilaporkan sebagai masalah, perencana seharusnya menyadari akibat yang cenderung terjadi. Akan tetapi diyakini bahwa tidak ada hal khusus mengenai masalah ini yang perlu dispesifikasikan dalam Peraturan ini. Informasi lebih lanjut lihat Guirguis (1980).

Perkembangan terkakhir ilmu pengetahuan tentang perencanaan tingkat keawetan belum cukup maju untuk penggunaan umur rencana sebagai parameter masukan dalam peraturan ini. Karena itu syaratsyarat dirumuskan untuk jembatan dengan suatu umur rencana normal 50 tahun. Untuk struktur sementara syarat-syarat yang lebih longgar dapat digunakan.

K6.3.2 SYARAT-SYARAT PERENCANAAN K6.3.2.1 Umum

Artikel ini mencakup prosedur perencanaan keawetan, seperti penetapan klasifikasi ketampakan diikuti dengan pertimbangan mutu beton, kadar kimia dan selimut.

Peraturan ini mengakui korosi tulangan merupakan bentuk yang umum dan nyata dari kegagalan keawetan. Hal ini dapat terlihat pada salah satu atau gabungan dari pengotoran permukaan, keretakan sepanjang tulangan yang dekat kepermukaan dan kehancuran permukaan.

Keterangan tentang proses korosi yang disederhanakan sebagai berikut akan membantu perencana memahami dasar pengukuran yang dimuat dalam Peraturan untuk menghindari kegagalan tipe ini.

Untuk penyederhanaan, proses korosi dapat dibagi dalam dua tahap; tahap awal dan tahap lanjut. Umumnya tulangan dilindungi terhadap korosi oleh alkaliniti beton yang menyelimutinya. Tahap awal dipertimbangkan sebagai masa dimana tingkat alkaliniti ini berkurang sampai tingkat dimana korosi aktif dapat mulai terjadi. Tahap lanjut dipertimbangkan sebagai masa dari awal korosi hingga keadaan dimana hasil- hasil korosi menyebabkan suatu kegagalan pada beton sekelilingnya.

Pada tahap awal, perlindungan yang diberikan oleh alkaliniti beton dapat berkurang oleh dua proses; karbonasi (penetralan pH yang tinggi oleh masuknya karbon dioksida dari atmosfir; suatu proses yang lambat dan berlanjut) dan peng-ionan (peningkatan Pada tahap awal, perlindungan yang diberikan oleh alkaliniti beton dapat berkurang oleh dua proses; karbonasi (penetralan pH yang tinggi oleh masuknya karbon dioksida dari atmosfir; suatu proses yang lambat dan berlanjut) dan peng-ionan (peningkatan

In the propagation stage, the reinforcement will corrode Pada tahap lanjutan, tulangan akan berkarat pada laju at a rate which depends on the availability of oxygen

yang tergantung pada tersedianya oksigen dan cairan, and moisture, the temperature of the concrete, the

temperatur beton, adanya ion yang reaktif dan alkaliniti presence of reactive ions and residual alkalinity.

residu.

It follows from the above that the time to initiation and Berdasarkan keterangan diatas, waktu awal dan laju the subsequent rate of corrosion will depend to a large

korosi yang mengikutinya akan sangat bergantung pada extent on the environment to which a concrete surface is

Iingkungan dimana permukaan beton ditampakkan. exposed. For a given quality and thickness of cover, hot

Untuk suatu mutu dan ketebalan selimut, lingkungan humid seaside environments lead to more rapid

pantai yang lembab dan panas menimbulkan laju korosi corrosion rates than cooler, dry inland environments.

Iebih cepat dari lingkungan daratan yang kering dan Thus for a given durability level, exposure to the former

lebih dingin. Dengan demikian untuk suatu tingkat environment will require thicker covers and better quality

yang terdahulu akan concrete than exposure to the latter environment.

keawetan, lingkungan

membutuhkan selimut beton yang Iebih tebal dan mutu beton yang lebih baik dari lingkungan yang terakhir.

Chloride ions can be introduced into the concrete by Ion klorid dapat masuk kedalam beton melalui bahan way of admixtures, contaminated aggregates, salt

tambahan, agregat yang terkontaminasi, penumpukan depositions on reinforcement and formwork, or they can

garam pada tulangan dan acuan, atau merembes permeate into the hardened concrete during acid

kedalam beton keras ketika pengaliran asam atau dari etching or from salt spray deposited on the member

uap garam yang tertumpuk pada permukaan elemen. surface. Limitations therefore, are placed on the quantity

Karena itu pembatasan ditujukan pada jumlah klorid of chlorides which can be introduced into the fresh

yang dapat masuk kedalam beton muda dari sumber concrete from any source (Article 6.3.7).

apapun (Artikel 6.3.7).

The procedure given in the Code for durability design is, Prosedur yang diberikan dalam Peraturan untuk firstly, to classify the severity of the environment to

perencanaan keawetan adalah pertama, mengklasif which the concrete surfaces are exposed. For that

ikasikan tingkat korotif fingkungan dimana beton exposure classification, a minimum concrete quality is

ditampakkan. Untuk klasifikasi tampak ini, mutu beton specified by strength and where reinforcement is to be

minimum dispesifikasikan oleh kekuatan dan bila protected, a minimum cover is then required. Where

tulangan harus dilindungi, selimut beton minimum corrosion of the reinforcement, once initiated, is likely to

diperlukan. Bilaman sekali korosi tulangan terjadi dan

be fast, then higher levels of protection are required. diperkirakan akan berlangsung cepat, perlindungan More severe environments require increasingly better

dengan tingkat yang lebih tinggi diperlukan. Lingkungan protection and this is reflected by the requirement for

yang Iebih korosif memerlukan tambahan proteksi yang better quality concrete and larger covers.

lebih baik dan ini dituniukkan dengan syarat mutu beton yang Iebih tinggi dan selimut beton yang lebih tebal.

Because strength can be easily specified and measured, Karena kekuatan dapat dengan mudah dispesifikasikan f’ c has been adopted as the principal quality, criterion.

dan diukur, f’ c diambil sebagai kriteria dasar dari mutu.

Akan tetapi harus diingat bahwa f’ c . hanya sebagai an indirect measure of concrete quality from a durability

However it should be remembered that f’ c is at best only

ukuran tak langsung mutu beton dari sudut keawetan, viewpoint, (HO et al 1988), in reality reflecting the quality

(HO et al 1988), pada kenyataannya menggambarkan of concrete after 28-days curing in a fog room. This

mutu beton 28 hari yang dirawat dalam ruangan asap. amount of curing is seldom achieved on the site.

Lama perawatan ini jarang dicapai dilapangan. Research (HO et al, 1987) has shown the importance of

Penelitian (HO et al 1987) sudah menunjukkan early, continuous curing and this is the basis for the

pentingnya perawatan yang dimulai lebih awal dan curing requirements for concrete in the various exposure

berkelanjutan dan ini menjadi dasar dari syarat classifications (Articles 6.3.4. and 6.3.5). The findings

beton dalam klasifikasi berbagai also stressed that, after initial curing, further

perawatan

penampakkan (Artikel 6.3.4 dan 6.3.5). Penemuan juga improvement in concrete properties due to exposure to

menekankan bahwa setelah perawatan awal, the weather is doubtful, being highly dependant on the

peningkatan lebih lanjut pada sifat beton untuk orientation of the member and local climatic conditions.

ditampakkan pada cuaca meragukan, sangat tergantung dari orientasi elemen dan kondisi iklim setempat.

For more severe classifications, minimum cement Untuk klasifikasi yang lebih jelek, kadar semen minimum content is also to be specified.

juga dispesifikasikan.

Appropriate covers for the given exposure classification, Selimut beton yang sesuai untuk suatu klasifikasi depending on the chosen concrete quality, are specified

penampakkan yang tergantung pada mutu beton yang in Article 6.3.8.

ditentukan, dispesifikasikan pada Artikel 6.3.8.

K6.3.2.2 Additional Requirements K6.3.2.2 Syarat-syarat Tambahan

Requirements for abrasion resistance are additional to Syarat-syarat untuk ketahanan terhadap kikisan the general requirements of Article 6.3.2.1. For example,

merupakan tambahan untuk syarat-syarat umum pada

a bridge deck would have to satisfy the requirements for Artikel 6.3.2.1. Sebagai contoh, lantai jembatan akan abrasion resistance in addition to the requirements given

memenuhi syarat-syarat tahan kikisan bila dipenuhi in Articles 6.3.3 to 6.3.5.

syarat-syarat yang diberikan pada Artikel 6.3.3 sampai

KLASIFIKASI TIDAK TERLINDUNG K6.3.3.1 General

K6.3.3 EXPOSURE CLASSIFICATION

K6.3.3

K6.3.3.1 Umum

An important part of these provisions is the system of Suatu bagian yang penting dari kelengkapan ini adalah exposure classification. This classification focuses on

sistem klasifikasi tak terlindung. Klasifikasi ini menitik- conditions leading to corrosion of reinforcement.

beratkan pada kondisi yang mengarah pada korosi However, guidance is also given regarding the severity

tulangan. Akan tetapi, arahan juga diberikan pada yang of attack on the concrete itself.

berhubungan dengan tingkat pengaruh serangan pada beton itu sendiri.

The classification of environmental conditions may be Klasifikasi kondisi lingkungan dasar disimpulkan sebagai summarized as follows:

berikut

i. Exposure Classification A - relatively benign

Klasifikasi Tak Terlindung A - lingkungan yang environments, such as in the interior of most

i.

relatif bersih, seperti pada bagian dalam struktur structures, or in inland country locations, remote

umumnya, atau pada daerah pegunungan, jauh from the coast, where the provisions of adequate

dari pantai, dimana pemberian selimut beton cover will give satisfactory performance.

yang cukup akan memberikan kondisi yang memuaskan.

ii. Exposure Classification B 1 and B2 -moderately

Klasifikasi Tak Terlindung 131 dan B2 - aggressive environments, such as locations

ii.

lingkungan yang cukup agresif, seperti close to the coast, for which protection can be

tempattempat yang dekat pantai, untuk yang satisfactorily provided by a combination of

mana perlindungan dapat diberikan dengan appropriate concrete quality and associated

suatu kombinasi mutu beton dan tebal selimut cover.

beton yang memadai.

iii. Exposure Classification C - the most aggressive

Klasifikasi Tak Terlindung C - lingkungan yang environments for which guidance is given on

iii.

sangat agresif dimana arahan diberikan untuk concrete quality and cover.

mutu beton dan selimut beton. iv.

Klasifikasi Tak Terlindung U - lingkungan dimana environments for which the Code gives no

Exposure Classification U - these are

iv.

Peraturan ini tidak memberikan arahan. guidance. They may be more or less severe than

Lingkungan ini dapat lebih atau kurang exposure classification C. In this case Design

berbahaya dari klasifikasi C. Dalam hal ini Engineer has to quantify the severity of the

perencana harus mengukur tingkat ancaman dari exposure and choose methods of protection

penampakkan dan memilih metode perlindungan relevant to that exposure.

yang sesuai.

A conflict exists between the effect of climate on the rate Pertentangan terjadi antara pengaruh iklim pada laju of carbonation (and therefore, the time to initiation of

karbonasi (karena itu, waktu dari awal korosi) dan corrosion) and its effect on the rate of corrosion once

pengaruhnya pada laju korosi sekali terjadi. Untuk initiated. For the purpose of the code the rate of

tujuan peraturan in laju korosi baja (tahap lanjut) diambil corrosion of the steel (ie the propagation phase) has

sebagai faktor yang dominan dengan alasan sebagai been taken as the dominant

berikut : berikut :

a. In severe climates of high humidity or tropical

a. Pada iklim yang berbahaya dari kondisi conditions, although subsequent curing by

kelembaban tinggi atau tropis, meskipun weather may be better and carbonation might be

perawatan yang berlanjut oleh cuaca dapat lebih slower, the presence of moisture and probable

baik dan karbonasi dapat lebih lambat, hadirnya chlorides means that corrosion, once initiated,

cairan dan kemungkinan klorid berarti bahwa could proceed at a rapid rate.

sekali korosi terjadi dapat berkembang pada laju yang cepat.

b. For a dry climate, although the rate of

b. Pada iklim kering, meskipun laju karbonasi carbonation might be high, the propagation of the

mungkin tinggi, pembentukan korosi, sekali corrosion, once initiated, proceeds at a negligible

terjadi, berkembang pada laju yang dapat rate.

diabaikan.

In practical terms, the climatic conditions are less Pada kenyataan, kondisi iklim kurang berarti dibanding significant than proximity to the coast. The closer to the

dengan jarak ke pantai. Lebih dekat ke pantai, sea, the more severe the exposure tends to be, with

penampakkan cenderung Iebih berbahaya, karena uap wind-driven spray imposing a heavy load of chlorides on

yang dibawa angin menumpukkan klorid dengan kadar exposed concrete. In some circumstances the limit of

yang tinggi pada beton yang ditampakkan. Dalam one kilometre for B2 exposure classification should be

beberapa hal batasan satu kilometer klasifikasi tak increased and this is discussed in Note 5 to Table 6.2.

terlindung B seharusnya ditambah dan ini dibahas The protected conditions inside a reef do not seem to

dalam Catatan 5 Tabel 6.2. Kondisi yang terlindung dari lead to as severe conditions as experienced in areas

suatu penangkis gelombang kelihatannya tidak adjacent to exposed seas, but the one kilometre limit still

menimbulkan kondisi yang berbahaya seperti yang would be prudent in such cases.

dialami pada daerah yang berdekatan dengan laut terbuka. Tapi batasan satu kilometer tetap perlu dipertimbangkan pada hal seperti ini.

Exposure classification B2 should also apply to low Klasifikasi tak terlindung B2 seharusnya juga berlaku bridges over small tidal estuaries where the reach is

pada jembatan rendah yang melintas daerah muara sufficient under the effect of prevailing winds to give rise

dengan pasang yang kecil, dimana area terusan to "white caps", however small, and hence to local wind

mencukupi terhadap pengaruh angin yang paling sering driven salt spray.

terjadi untuk menaikan gelombang, akan tetapi kecil, sehingga menumpukkan uap garam yang ditiupkan angin.

Structures actually built in the water are covered in Struktur yang dibangun untuk selalu didalam air dicakup Table 6.2. Structures occasionally subject to direct

pada Tabel 6.2. Struktur yang ditujukan secara berkala contact by the sea should be assessed by the Design

laut seharusnya Engineer as to the appropriate classification of B2 or C.

kontak Iangsung dengan

dipertimbangkan oleh perencana sebagai klasifikasi yang sesuai antara B2 dan C.

The emission of certain pollutants by industry is known Pelepasan bahan polosi tertentu oleh pabrik diketahui to increase the risk of degradation of the concrete or

menambah resiko penurunan mutu beton atau korosi corrosion of reinforcement. Industrial plants burning fuel

tulangan. Pabrik yang menggunakan bahan bakar yang containing sulphide, or emitting acidic gases, may be

mengandung sulfid, atau melepaskan gas asam, dapat considered as severe risks and subject to the "industrial"

dipertimbangkan sebagai resiko yang berbahaya dan classification. The limit of 3 km given in the Code

dimasukkan kedalam klasifikasi industri. Batasan 3 represents a reasonable estimate, but engineering

kilometer yang diberikan oleh peraturan mewakili judgement should be used, depending on the scale of

perkiraan yang beralasan, tapi penilaian secara teknik the industrial pollutants and the prevailing wind

seharusnya digunakan, tergantung pada skala polusi directions.

industri dan arah angin yang dominan. Contact with liquids is a difficult area in which to provide

Kontak dengan cairan adalah suatu bidang yang sulit firm classifications. Fresh water can cause significant

dalam menetapkan klasifikasi yang tegas. Air tawar leaching of the partly-soluble concrete components as

secara berarti dapat menyebabkan pencucian can repeated exposure to condensation. Running water

komponen beton yang sebagian dapat mencair seperti and frequent wet-anddry cycles in water-retaining

juga dapat menimbulkan kondensasi pada bahagian structures can also cause physical and chemical

tampakan berulang. Air mengalir dan pergantian kering degradation. These problems become additive to those

dan basah yang berulang pada struktur penahan air associated with

dapat juga menimbulkan dapat juga menimbulkan

Exposure to tidal and splashing salt water is classified as C. The more moderate exposure of being permanently submerged in seawater is classified as B2. Despite the high content of sulphates and chlorides in seawater, an extra level of protection is provided by the formation of an impermeable surface layer of carbonates, and the lack of dissolved oxygen, particularly at depth.

The Code focuses on groundwater containing sulphates, or sulphides that may oxidize to sulphate, which can attack concrete in a rapid and destructive manner. Groundwater containing high levels of chlorides or organic matter can also be destructive. Higher quality concrete can provide some protection, but for groundwater containing more than one gram per litre of sulphates, special cements and other protective methods are needed. Sulphate attack is unlikely to be a problem in clay soils because of their low permeability.

The protection offered by an impermeable membrane under a slab on the surface of the ground should provide an environment equivalent in classification A.

For practical reasons only one grade of concrete will be used in any member, therefore the quality is determined by the most severe exposure classification for any of the surfaces.

Care should be exercised when assessing the ability of

a surface coating to protect the surface and to continue to do so during the life of the structure. Originally, it was hoped that a definition of impermeability could be produced to aid in this. However, it proved too difficult to firstly define an appropriate test method, and secondly to determine suitable limiting values.

The choice of a suitable coating is outside the scope of the Code, but the Design Engineer should be warned that an inadequate, poorly maintained coating may lead to more rapid degradation than no coating. Refer to HO et al (1982).

K6.3.3.2 Concession for Exterior of a Single Surface

This clause prevents the uneconomic use of a higher grade of concrete in large members when the durability risk is restricted to one surface.

penurunan secara fisik dan kimia. Masalah ini menjadi tambahan terhadap masalah yang berhubungan dengan korosi tulangan. Peraturan ini mengusulkan suatu tingkatan dari klasifikasi, didasarkan terutama pada pengalaman, yang tergantung dari tipe dari struktur.

Penampakkan terhadap pasang dan semburan air garam diklasifikasikan sebagai C. Penampakkan yang lebih lunak dimana cara tetap terendam dalam air laut, diklasifikasikan B2. Dikarenakan kadar yang tinggi dari sulfat dan khlorid dalam air laut, suatu tingkat perlindungan ekstra diberikan dengan pembentukan suatu lapisan permukaan karbonat yang kedap, dan kurangnya oksigen terlarut, terutama dibagian yang dalam.

Peraturan ini menitik-beratkan pada air tanah yang mengandung sulfat, atau sulfid yang dapat beroksidasi ke sulfat, dimana dapat menyerang beton dalam bentuk yang cepat dan merusak. Air tanah mengandung bahan khlorid dan organik berkadar tinggi dapat juga merusak. Beton bermutu tinggi dapat memberikan beberapa perlindungan, tapi untuk air tanah yang mengandung sulfat lebih dari satu gram per liter, semen khusus dan metode perlindungan lainnya diperlukan. Serangan sulfat kelihatannya bukan suatu masalah pada tanah liat karena peresapannya yang rendah.

Perlindungan yang ditawarkan suatu selaput yang kedap dibawah pelat pada permukaan tanah seharusnya memberikan kesetaraan lingkungan dengan klasifikasi A.

Untuk alasan praktis hanya satu mutu beton yang akan digunakan pada setiap elemen, karena itu mutu ditetapkan oleh klasifikasi tak terlindung yang paling berbahaya untuk setiap permukaan.

Perhatian harus diberikan ketika menetapkan kemampuan penutup permukaan untuk melindungi permukaan dan hal ini harus dilanjutkan selama umur struktur. Pada dasarnya diharapkan bahwa suatu batasan kekedapan dapat dihasilkan untuk membantu hal ini. Akan tetapi, terbukti sulit, pertama, dalam membatasi metode pengujian yang sesuai dan, kedua, dalam menetapkan nilai batas yang sesuai.

Pemilihan penutup yang tepat tidak termasuk dalam peraturan ini, tapai perencana seharusnya diingatkan bahwa penutup yang tak terpelihara dengan baik dapat menimbulkan penurunan yang lebih cepat dari tanpa penutup (HO et al 1982).

K6.3.3.2 Kelonggaran untuk permukaan

tunggal dibagian luar

Sub-bagian ini menghindari penggunaan yang tak ekonomis dari mutu beton yang lebih tinggi bila resiko keawetan terbatas pada satu sisi.

K6.3.4 REQUIREMENTS FOR CONCRETE

SYARAT-SYARAT BETON UNTUK FOR EXPOSURE CLASSIFICATIONS

K6.3.4

KLASIFIKASI TIDAK TERLINDUNG

A, 81, B2 AND C

A, B1, 82 DAN C

Durability can be significantly affected by selection of Keawetan secara berarti dapat dipengaruhi oleh cement type and curing, refer to Guirguis (1989). For the

pemilihan tipe semen dan perawatan (Guirguis 1988). most severe exposure conditions consideration should

Untuk kondisi tak terlindung sangat berat pertimbangan

be given to the use of cements containing slag and silica seharusnya diberikan terhadap penggunaan semen fume.

mengandung slag dan silica fume. Concrete containing slag, silica fume or fly ash may

Beton yang mengandung slag, silica fume atau abu require longer curing periods than the minimum

terbang dapat memerlukan perawatan yang lebih lama specified period of 7 days.

dari waktu 7 hari yang dispesifikasikan.

K6.3.5 REQUIREMENTS FOR CONCRETE K6.3.5 SYARAT-SYARAT BETON UNTUK FOR EXPOSURE CLASSIFICATION KLASIFIKASI TIDAK TERLINDUNG U U

Exposure classification U will include a range of Klasifikasi tak terlindung U meliputi tingkatan tak exposures from more severe than C, down to those as

terlindung dari yang lebih berbahaya dari C sampai benign as A. In many cases classifications ranging from

klasifikasi sebersih A. Dalam banyak hal klasifikasi yang

A to C may be selected, based on the principles of berkisar dari A ke C dapat dipilih didasarkan pada Article 6.3.3. Guidance on appropriate measures from

prinsip artikel 6.3.3. Penuntun untuk ukuran yang sesuai some severe exposures is given in the following

dari beberapa penampakkan yang berbahaya diberikan references. HO (1987) should also be consulted for

dalam rujukan berikut. HO (1987) seharusnya further information.

digunakan untuk informasi lebih lanjut. Durability in General: ACI 201, 2R-77 (1985)

Durability in General : ACI 201, 2R-77 (1985) Liquid-retaining Structures: BS 8007 (1987)

Liquid-Retaining Structure : BS 8007 (1987) Salt Water (Marine Exposure): FIP (1985)

Salt Water (Marine Exposure) : FIP (1985) Sulphates: BS 8110, (1985)

Sulphates: BS 8110, (1985)

Acids, Sulphuric Acid, Carbonic Acid and Soft Water: Acids, Sulphuric Acid, Carbonic acid and Soft Water : Guirguis (1980)

Guirguis (1980)

For Guidance on Coatings: ACI515R-66 (1985) For Guidance on Coatings : ACI, 515R-66 (1985)

K6.3.6 ADDITIONAL REQUIREMENTS FOR

SYARAT SYARAT TAMBAHAN ABRASION

K6.3.6

UNTUK KEAUSAN

The abrasion of industrial floors and bridge decks is a Keausan lantai pabrik dan lantai jembatan merupakan common cause of serviceability failure. This Article sets

sebab yang umum pada kegagalan tingkat layanan. out minimum requirements for the concrete in similar

Artikel ini meliputi kebutuhan minimum beton untuk situations. Compressive strength was selected as the

situasi yang serupa. Kekuatan tekan dipilih sebagai most important, readilyspecified parameter but

parameter yang paling penting dan dispesifikasikan consideration should also be given to methods of

secara langsung tapi pertimbangan juga harus diberikan construction and type of curing (Kettle et al 1987), since

pada metode pelaksanaan dan tipe perawatan (Kettle et abrasion resistance is strongly influenced by curing and

al 1987), karena ketahanan keausan sangat dipengaruhi surface finish.

oleh perawatan dan pekerjaan akhir permukaan. Artikel ini mengspefisikasikan syarat tambahan untuk

The Article specifies additional requirements for permukaan aus, selain beton juga harus memenuhi abrasion exposure, ie the concrete must also satisfy the

syarat-syarat untuk kriteria tak terlindung lainnya. requirements for other exposure criteria.

K6.3.7 RESTRICTIONS ON CHEMICAL CONTENT IN CONCRETE

K6.3.7.1 Restriction on Chloride-ion Content for Corrosion Protection

The protection of reinforcement by the provision of an adequate cover of dense concrete relies primarily on the protection afforded by the alkalinity of the concrete. This protection will prevent the initiation of corrosion until carbonation has advanced close to the steel surface, which usually takes decades. However, if chloride-ions are present, corrosion can be initiated even in an alkaline environment. Moreover, chloride-ions accelerate the corrosion process so their presence should be minimized.

When considering the effect of chlorides on corrosion it is necessary to distinguish between free chloride present in the pore water and chloride bound by the cement in the matrix. The bound chlorides do not take part directly in corrosion, whereas the free chlorides may rupture the passive protective film on the surface of the bars. Free chloride-ions increase the electrical conductivity of the pore water and the rate of dissolution of metallic-ions. Nevertheless, as the proportion of free to bound chlorides is subject to change, and bound chlorides may go into solution, it is considered desirable to place limits on the total chloride content rather than just the free chloride content. For this reason limits were placed on the acid soluble chlorides, as determined by the standard test, which are closely related to total chlorides.

Limits on chloride-ion content are quoted as mass per cubic metre of concrete which is consistent with the test method. To simplify the application of concrete containing material requiring protection, the one level of

0.8 kg/m3 is given for reinforced and prestressed concrete. This is greater than the value that and Ip (1987) have suggested is the chloridethreshold in concrete. However, a lower value in the Code would prevent the use of some materials which have been shown in practice to give rise to durability problems.

Attention is drawn to the fact that values are specified in terms of acid-soluble chloride content whereas ACI 318 specifies water-soluble chlorideion contents.

Admixtures used in normal-class concrete for exposure classifications B1, B2 and C will generally ensure that special class concrete required for these exposures will not need to further limit chloride-ion content.

K6.3.7 PEMBATASAN KADAR KIMIA DALAM BETON

K6.3.7.1 Pembatasan Kadar Ion-chlor untuk Perlindungan Korosi

Perlindungan tulangan dengan penutup beton padat yang cukup terutama mengandalkan pada perlindungan yang ditawarkan oleh alkaliniti beton. Perlindungan ini akan menghalangi korosi awal hingga karbonasi mencapai permukaan baja, dimana biasanya memerlukan waktu yang lama. Akan tetapi adanya ion khlor, korosi dapat diawali meskipun pada lingkungan ber-alkali. Apalagi ion khlor mempercepat proses korosi sehingga keberadaannya harus dibatasi.

Dalam mempertimbangkan pengaruh khlorid pada korosi perlu dibedakan antara khlorid bebas yang ada di air dan khlorid yang terikat oleh semen dalam matrik. Khlorid terikat tidak mengambil bagian secara langsung dalam korosi, sedangkan khlorid bebas dapat menghancurkan lapisan pelindung pasif pada permukaan tulangan. Ion khlorid bebas menambah konduksi listrik air pori dan laju penglarutan ion metal. Bagaimanapun, karena perbandingan khlorid bebas dan terikat dapat berubah dan khlorid terikat daripada hanya khlorid bebas. Dengan alasan ini batasan diberikan pada asam khlorid yang dapat terlarut, seperti yang ditetapkan oleh pengujian standar, dimana sangat berhubungan dengan khlorid keseluruhan.

Batasan pada kadar ion khlorid ditulis sebagai masa per meter kubik beton dimana konsisten dengan metode pengujian. Untuk memudahkan pemakaian beton yang mengandung material yang memerlukan perlindungan, satu tingkat 0.8 kg/m3 diberikan untuk beton pratekan dan beton bertulang. Ini lebih besar dari nilai batas khlorid yang diusulkan lp (1987). Akan tetapi, suatu nilai yang lebih rendah pada peraturan ini akan menghalangi penggunaan beberapa material yang sudah terbukti dalam praktek menambah problem keawetan.

Perhatian diberikan pada kenyataan bahwa nilai diatas dispesifikasikan dalam kadar asam khlorid yang dapat larut sedangkan ACI 318 mengspesifikasikan kadar ion khlorid yang dapat larut dalam air.

Bahan tambahan yang digunakan dalam beton normal untuk klasifikasi tak terlindung B1, B2, dan C secara umum akan menjamin bahwa beton dengan klas khusus yang diperlukan untuk spesifikasi tak terlindung diatas tak akan memerlukan batasan ion khlorid lebih lanjut.

K6.3.7.2 Restriction on Sulphate Content

K6.3.7.2

Pembatasan Kadar Sulfat

An upper limit of 5% of sulphur trioxide (S03) by mass of Suatu batas atas 5% dari sulfur trioksida (SO3) terhadap cement has been set to minimize the expansive

masa semen ditetapkan untuk meminumkan pengaruh influence of sulphate on the concrete. This includes the

pengembangan dari sulfat pada beton. Ini meliputi sulfat sulphate in the cement as well as aggregates and water.

dalam semen maupun agregat dan air. Perhatian yang Great care should be taken when rock waste from

besar seharusnya diambil bila sisa batu dari tambang mining is used as an aggregate. Many mineral ores

digunakan sebagai agregat. Banyak inti mineral include sulphides that oxidize to sulphates.

termasuk sulfid yang beroksidasi menjadi sulfat.

K6.3.7.3 Restriction on Other Salts K6.3.7.3 Pembatasan Garam-garam Lain

memperhatikan bahwa used in place of chloride accelerators may also cause

The Design Engineer should note that some admixtures

Perencana seharusnya

beberapa bahan tambahan yang digunakan sebagai problems. For example, concern has been expressed

pengganti akselerator yang mengandung khlorid dapat about the possible deleterious effects of nitrates used for

juga menimbulkan masalah. Sebagai contoh, this purpose.

kekhawatiran sudah diungkapkan tentang pengaruh kemungkinan perusakan oleh nitrat yang digunakan untuk maksud ini.

K6.3.8 REQUIREMENTS FOR COVER TO

SYARAT-SYARAT SELIMUT BETON REINFORCING STEEL AND

K6.3.8

UNTUK BAJA TULANGAN DAN TENDONS

TENDON

K6.3.8.1 General

K6.3.8.1 Umum

The provision of an adequate cover to steel embedded Pemberian selimut yang cukup untuk baja dalam beton in concrete fulfils various functions and this is reflected

memenuhi ftmgsi yang bervariasi dan ini digambarkan in this Article. The exposed ends may be sealed against

dalam artikel ini. Ujung yang ditampakkan dapat ditutup corrosion by application of epoxy resin.

terhadap korosi dengan penggunaan epoxy resin.

K6.3.8.2 Concrete

Selimut beton untuk keperluan Placement

Cover for Concrete

K6.3.8.2

pengecoran beton

The cover specified in accordance with the provision of

yang dispesifikasikan sesuai dengan this Sub-section should be such that it is possible to

Selimut

kelengkapan sub-bagian ini seharusnya sedemikian place and adequately compact the concrete. Attention is

sehingga memungkinkan untuk meletakkan dan cukup drawn to the fact that larger covers than those given in

untuk memadatkan beton. Perhatian diberikan pada the Code may need to be specified for other reasons, eg

kenyataan bahwa selimut yang lebih tebal dari yang achievement of required surface finish, the use of

diberikan oleh peraturan ini perlu dispesifikasikan untuk bundled bars, the congestion due to a number of

alasan lain, seperti pencapaian pekerjaan akhir reinforcement layers, or the configuration of narrow

permukaan yang diperlukan, penggunaan tulangan yang webs and large prestressing ducts.

diikat, terlalu rapat karena lapisan tulangan, atau pembentukan jaringan yang sempit dan selubunga pra- tegangan yang besar.

K6.3.8.3 Cover for Corrosion Protection

K6.3.8.3

Selimut untuk perlindungan terhadap karat

K6.3.8.3.1 General

K6.3.8.3.1

Umum

The protection of the reinforcement is provided by a Perlindungan tulangan terhadap karat diberikan dengan combination of concrete quality and thickness of

gabungan mutu beton dan ketebalan selimut gabungan mutu beton dan ketebalan selimut

situasi

i. Members constructed in standard formwork and

Elemen yang dibuat dengan acuan standar dan subject to standard compaction techniques, eg

i.

ditujukan untuk teknik pemadatan standar, internal vibrators sub-clause 6.3.8.3.2).

seperti penggetar internal (sub-bagian 6.3.8.3.2). ii.

Members cast against the ground and subject to

Elemen yang dicetak oleh tanah dan ditujukan standard compaction techniques (sub-clause

ii.

untuk pemadatan standar (sub-bagian 6.3.8.3.3). 6.3.8.3.3).

iii. Members cast in rigid formwork and subject to

Elemen yang dicetak dengan acuan yang kaku intense compaction, eg bridge beams, some

iii.

ditujukan untuk pemadatan intensif, seperti balok precast elements (sub-clause 6.3.8.3.4).

jembatan, beberapa elemen pracetak (sub- bagian 6.3.8.3.4).

iv. Structural members manufactured by spinning

Elemen struktur yang dibuat dengan pemutaran and rolling (sub-clause 6.3.8.3.5).

iv.

dan penggilingan (Sub-bagian 6.3.8.3.5). In the first three cases the covers quoted assume the

Dalam tiga hal pertama selimut yang ditulis placing tolerances specified in sub-clause 6.3.8.3.1. If it

menganggap toleransi penempatan yang is doubted that these can be complied with on the

dispesifikasikan dalam sub-bagian 6.3.8.3.1. Bila project, then larger covers should be specified to

diragukan dapat dipenuhi dalam pelaksanaan, selimut account for the increased tolerance. In the fourth case

yang lebih tebal seharusnya dispesifikasikan untuk no negative tolerance is specified and if this cannot be

memperhitungkan toleransi tambahan. Dalam hal complied with, increased covers should again be

keempat tidak ada toleransi negatif dispesifikasikan dan invoked.

jika tidak dapat dipenuhi, selimut tambahan seharusnya juga dipertimbangkan.

Standard Acuan dan Pemadatan In general, covers increase as the severity of the

K6.3.8.3.2 Standard Formwork and Compaction

K6.3.8.3.2

Secara umum. selimut bertambah bila tingkat bahaya exposure increases. Provision has been made to permit

dari penampakkan bertambah. Kelengkapan sudah reduced covers in situations where concrete grades

dibuat untuk mengizinkan selimut dikurangi dalam higher than the minimum specified for the exposure

situasi dimana mutu beton Iebih tinggi dari spesifikasi classifications are used. The table uses the approach

minimum untuk klasifikasi tak terlindung yang developed by Giurguis (1980).

digunakan. Tabel menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Giurguis (1980).

K6.3.8.3.3 Cast Against Ground

Dicor dalam tanah The increase in cover caters for the irregularity of such

K6.3.8.3.3

Ketidak-rataan permukaan harus dikoreksi dengan surfaces. A lower value is used where a damp-proof

penambahan selimut. Suatu nilai yang lebih rendah membrane is provided because of the protection

digunakan bilamana selaput tahan basah diberikan provided by this to the concrete.

karena perlindungan terhadap beton yang diberikan material ini.

K6.3.8.3.4 Rigid

Acuan Kaku dan Pemadatan Intensif Compaction

Formwork and Intense

K6.3.8.3.4

The reduced cover permitted applies to members such Selimut yang dikurangi diizinkan berlaku untuk elemen as precast bridge beams and to some precast

seperti balok jembatan pra-cetak dan beberapa construction. The format follows the same approach as

pelaksanaan pra-cetak. Formasinya mengikuti given in sub-clause 6.3.8.3.2. Lower values reflect the

pendekatan yang sama seperti yang diberikan dalam better concrete quality (better compaction) and better

yang lebih kecil construction tolerances on member dimensions and

sub-bagian 6.3.8.3.2. Nilai

menggambarkan mutu beton yang lebih baik reinforcement positioning usually achieved in these

(pemadatan lebih baik), dan toleransi pelaksanaan yang circumstances. For some concretes, it is possible to

lebih baik pada dimensi elemen dan penempatan achieve intense

tulangan biasanya dicapai dalam tulangan biasanya dicapai dalam

K6.3.8.3.5 Structural Members Manufactured by

Bagian Komponen Struktural yang Spinning and Rolling

K6.3.8.3.5

Dihasilkan dengan Cara Digiling dan Diputar

Cover requirements are given for structural applications Syarat-syarat selimut diberikan untuk pemakaian secara of spun or rolled concrete members. This sub-clause

struktur dari elemen yang diputar dan digiling. Sub- would apply to pipes used as permanent formwork or

bagian ini berlaku untuk pipa yang digunakan untuk piles made by spinning process. A significant reduction

acuan permanen atau tiang yang dibuat dengan proses is given to take into account the low water cement ratios

putaran. Pengurangan yang berarti diberikan untuk and uniformly high densities. Table 6.8 contains the

pengurangan faktor air semen dan berat isi yang tinggi minimum required (not nominal) values of cover, on

dan seragam. Tabel 6.8 mengandung nilai selimut account of small tolerances applicable in manufacture of

minimum yang dibutuhkan dalam mempertimbangkan such products.

toleransi kecil yang dapat digunakan dalam memproduksi.

K6.4 DESIGN PROPERTIES OF MATERIALS

Throughout Sub-section 6.4 provision is made for the particular design property to be either taken as the prescribed value, or be determined by testing the material. For bridge work test results are always preferable and should be obtained for similar local materials or, where it is considered particularly important for the design, tested specially for that project.

Prescribed values may be considered as average values (or median values if these are higher) taken over the whole of Indonesia. It should be recognised that there can be a wide variation from place to place and over time for many of these properties. For example, for concrete this can be caused by the cement because of variations in properties and changes in technology, variations in properties of different aggregates, and changes in the technology of manufacturing concrete. Current data should therefore always be sought for all material properties.

K6.4.1 PROPERTIES OF CONCRETE K6.4.1.1 Strength

K6.4.1.1.1 Characteristic Compressive Strength The design value of compressive strength may

frequently be controlled by considerations of serviceability and durability rather than by the strength required for the design.

The characteristic compressive strength must be indicated on the drawings.

Lower bound values for the two tensile strengths of concrete, ie flexural and indirect, are the specified two relationships. These should not be used to derive a relationship between the two tensile strengths.

Deformation under Sustained Load - For sustained load situations the "effective modulus" method is given. Calculation of long term effects by this method should not be confused with the 'aging' effect on the modulus described above. Situations of permanently sustained levels of stress eg dead load deflections for a monolithically cast un cracked beam, are "pure creep" where the "effective modulus" method is mathematically correct ie the extra deflection which gradually occurs over time is correctly calculated by the 'effective modulus'

K6.4 SIFAT SIFAT BAHAN UNTUK PERENCANAAN

Pada seluruh sub-bagian 6.4 kelengkapan dibuat untuk sifat perencanaan khusus untuk diambil sebagai nilai yang disarankan atau diperoleh melalui pengujian material. Untuk pekerjaan jembatan hasil pengujian selalu dapat dipilih, dan seharusnya diperoleh untuk material lokal yang bersamaan atau bilamana dipertimbangkan penting untuk perencanaan suatu proyek tertentu, diuji secara khusus untuk proyek itu.

Nilai yang disarankan dapat dipertimbangkan sebagai harga rata-rata (atau harga median bila nilainya lebih tinggi) yang diambil dari seluruh Indonesia. Harus diakui bahwa sifat ini dapat mempunyai variasi yang luas dari tempat ketempat dan terhadap waktu. Sebagai contoh, untuk beton variasi ini bisa disebabkan oleh semen karena sifatnya yang beragam dan perubahan teknologi, variasi sifat berbagai agregat, dan perubahan teknologi pada produksi beton. Karena itu data terakhir dari sifat seluruh material seharusnya selalu dicari.

K6.4.1

SIFAT SIFAT BETON

K6.4.1.1 Kekuatan

K6.4.1.1.1

Kuat Tekan Karakteristik

Nilai perencanaan kuat tekan dapat diawai secara berkala dengan pertimbangan tingkat layanan dan keawetan daripada kekuatan yang diperlukan untuk perencanaan.

Kuat tekan karakteristik harus ditunjukkan pada gambar.

Nilai batas bawah untuk kekuatan tarik lentur atau tak langsung adalah dua nilai yang dispesifikasikan. Nilai ini seharusnya tidak digunakan untuk menurunkan suatu hubungan antara kedua kekuatan tarik.

Deformasi oleh Beban yang Dipertahankan - Untuk situasi beban yang dipertahankan metode modulus efektif diberikan. Perhitungan pengaruh jangka panjang seharusnya tidak dicampur adukan dengan pengaruh penuaan modulus yang diterangkan diatas. Situasi tingkat tegangan yang dipertahankan secara permanen seperti lendutan pada balok tak retak yang dicor secara monolit adalah rangkak murni dimana metode modulus efektif tepat secara matematik, lendutan ekstra yang terjadi secara perlahan terhadap waktu dihtiung secara tepat dengan modulus efektif.

Change in Stress under Sustained Deformation -

Perubahan Tegangan oleh Deformasi yang

Situations where a permanently imposed constant Dipertahankan - Situasi dimana suatu deformasi deformation produces an initial level of stress which

konstan yang diberikan secara permanen menghasilkan reduces over time are "pure relaxation", eg a one off

tingkat tegangan awal yang berkurang terhadap waktu immediate support settlement. Relaxation reduces

adalah rileksasi murni, seperti penuruhan perletakan stress at a much faster rate than creep strains occur.

secara cepat dan sekaligus. Rileksasi mengurangi Relaxation is the inverse of creep being change in stress

tegangan pada laju yang jauh lebih cepat dari regangan under an imposed deformation, as opposed to change in

rangkak yang terjadi. Rlleksasi adalah kebalikan dari deformation under an imposed stress. A good

rangkak dimanan perubahan tegangan oleh deformasi approximation of the final value of stress after a

yang diberikan, sebagai lawan dari perubahan reduction due to relaxation is the initial stress divided by

deformasi oleh tegangan yang diberikan. Pendekatan (1 + I cc ) where I cc is the final creep factor (really the

yang bagus untuk nilai tegangan akhir setelah "effective modulus" method again), though this assumes

pengurangan akibat rileksasi adalah tegangan awal the concrete is mature by the time the stress is imposed.

dibagi dengan (1 + I cc ) dimana I cc adalah faktor rangkak akhir (lagi sesungguhnya metode modulus), meskipun dengan anggapan bahwa beton matang saat tegangan diberikan.

Other situations are either a series of superimposed Situasi lainnya adalah suatu seri dari rileksasi yang relaxations or creeps occurring at different times, or

diberikan secara gabungan atau rangkak yang terjadi even a mixture of creep and relaxation effects at

pada waktu yang berbeda, atau bahkan pengaruh different times, eg interaction of composite concrete

gabungan rangkak dan rileksasi pada waktu yang beams and slabs. For further reference consult Trost

berbeda, seperti interaksi plat dan balok komposit. (1967), Wyche (1984), and Wyche (1982). See also

Untuk rujukan lebih lanjut baca Trost (1967), Wyche Article K6.4.1.2 following.

(1982, 1984). Lihat juga Artikel K6.4.1.2 berikut.

A significant source of error in predicting strains or Sumber kesalahan yang berarti dalam meramal stresses using the "effective modulus" is that the creep

regangan atau tegangan dengan menggunakan factor must be used in conjunction with realistic E

modulus efektif adalah bahwa faktor rangkak harus values. When the "effective modulus" is used, any error

digunakan dalam hubungan dengan harga E yang here will be magnified by the creep factor. Particularly

realistis. Bilamana modulus efektif digunakan, suatu when an aggregate which may have inconsistent

kesalahan disini akan diperbesar oleh faktor rangkak. physical properties (see Article K6.4.1.8), care must be

Perhatian harus diberikan terutama bila suatu agregat taken.

yang dapat mempunyai sifat-sifat fisik yang tak tetap (lihat Artikel K6.4.1.8).

K6.4.1.2 Modulus of Elasticity K6.4.1.2 Modulus Elastisitas

The empirical formula given was proposed by Pauw Rumpus empiris yang diberikan diusulkan oleh Pouw (1960), and is said to apply to concrete with densities

(1960), dan dikatakan berlaku untuk beton dengan

densiti antara 1700 kg/cm3 dan 2600 kg/cm3. Note that the formula uses f cm , not f cm , which is a

ranging from 1700 kg/m 3 to 2600 kg/m 3 .

Perhatikan bahwa rumus menggunakan f cm cm, tidak common error in its application.

f cm , yang merupakan kesalahan umum dalam pemakaiannya.

Modulus of Rigidity - The modulus of rigidity may be Modulus Kekakuan - Modulus kekakuan dapat diambil taken as 0.4 E c .

0.4 E c .

"Aging" Effect on Modulus of Elasticity - This is Faktor Penuaan pada Modulus Elastis - Ini diakui recognized in the Pauw formula by use of the term f cm ,

dalam rumus Pouw dengan penggunaan f cm , yang which is the mean strength at the age in question which

mana adalah tegangan rata-rata pada umur therefore gives an instantaneous modulus for a load

bersangkutan karena itu memberikan modulus sesaat applied at that age of the concrete. In general with most

untuk beban yang diberikan pada umur beton saat itu. modern concrete, E c which is the 28 day modulus, is a

Umumnya pada kebanyakan beton mutakhir, E c pada good approximation of the modulus for any age after

umur 28 hari adalah pendekatan yang baik untuk about 14 to 28 days. This is because modern concrete

modulus elastis pada umur antara 14 hari dan 28 hari. matures fairly quickly.

Ini karena beton mutakhir matang relatif lebih cepat.

K6.4.1.3 Density

K6.4.1.3 Kepadatan

The density given refers to concrete alone. For the Kepadatan yang diberikan merujuk hanya pada beton. calculation of loads, the mass of concrete should include

Untuk perhitungan beban massa beton seharusnya an allowance of 150 to 250 kg/m3 for reinforcing and

memasukkan suatu nilai tambah antara 150 dan 250 prestressing steel.

kg/m3 untuk baja tulangan dan pratekan.

K6.4.1.4 Stress-strain Curves

K6.4.1.4 Lengkungan

Antara Regangan-

tegangan

Equations describing the curvilinear stress-strain curve for concrete are given in CEB (1973), Wang et al (1978),

Persamaan yang menerangkan lengkungan tegangan- and Warner and Brettle (1967). If ultimate design is

regangan untuk beton diberikan dalam CEB (1973), carried out to clauses 6.6.1.3. and 6.8.6.2., it is

Wang Et, al (1978) and Warner & Brettle (1967). Jika effectively assumed that the rectangular stress block

perencanaan ultimate dilakukan untuk sub-bagian represents the stress field at all levels of strain to an

6.6.1.3 dan 6.8.6.2, secara efektif dianggap bahwa blok upper limit of 0.003 in the extreme compression fibre

tegangan empat persegi panjang mewakili bidang (see also clauses K6.6.1.3 and K6.8.6.2.). For all

tegangan pada segala tingkat regangan sampai pada serviceability levels of analysis, one may assume a

suatu batas ata 0,003 pada serat tekan paling jauh (lihat linear relationship between compressive stress and

juga sub-bagian K6.6.1.3 dan K6.8.6.2). Untuk analisa strain, and that tensile stresses may range from zero to

pada semua tingkat layanan, hubungan antara full tensile strength at all levels of strain, depending on

tegangan tekan dan regangan dapat dianggap garis the purpose of the calculation (see Wyche 1984).

lurus dan tegangan tarik dapat berkisar antara nol dan kekuatan tarik penuh pada semua tingkat regangan, tergantung pada tujuan dari perhitungan (lihat Wyche 1984).

K6.4.1.5 Poisson's Ratio

K6.4.1.5 Poisson Rasio

The value 0.2 is widely accepted (CEB-FIP 1978). Also Nilai 0,2 diterima secara luas (CEB-FIP 1978). Juga based on this value a modulus of rigidity for shear

didasarkan pada nilai ini modulus kekakuan untuk deformation of 0.4 E c may be used (see NAASRA 1976).

lendutan geser 0.4 E c dapat digunakan (see NAASRA

K6.4.1.6 Coefficient of Thermal Expansion K6.4.1.6 Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu

For bridge works, the value given in the Code is on the Untuk pekerjaan jembatan, nilai rata 10 x 10 -6 per 11 °C conservative side of the general value 10 x 10 -6 per deg

yang diberikan dalam Peraturan ini berada pada sisi

C given in CEB-FIP (1978). However the coefficient yang aman. Nilai ini diambil dari CEB-FIP (1978). Akan varies over a wide range depending on the aggregate

tetapi koefisien ini sangat bervariasi tergantung pada type, the volume of the cement paste, and the degree of

tipe agregat, volume pasta semen, dan derajat saturation of the concrete.

kejenuhan beton.

The coefficient of thermal expansion for saturated

Koefisien muai untuk beton jenuh kira-kira 2 x 10 per 1

concrete will be about 2 x 10 -6

°C lebih rendah dari beton kering sebagian. partially dry concrete.

per deg C lower than for

K6.4.1.7 Shrinkage

K6.4.1.7 Penyusutan

Basic shrinkage strain  cs.b is material property which is Regangan susut dasar  cs.b adalah sifat material yang highly dependent on constituents, as will be discussed

sangat tergantung pada bahan pembentuknya, seperti later in the Commentary. Eight weeks is the test period

yang akan dibahas pada bagian komentar. Delapan chosen, as it is most commonly used, and it is the period

minggu adalah waktu pengujian yang dipilih, karena which relates to the curves in the Code. From this

paling umum digunakan, dan merupakan waktu yang parameter there is a number of methods or

berhubungan dengan lengkungan pada peraturan ini. mathematical models in the literature which can be used

Dari parameter ini banyak metode atau model to extrapolate  cs.b to the

matematik dalam literatur yang dapat matematik dalam literatur yang dapat

susut dari elemen beton tertentu pada lingkungan cs.b , of 700 x 10 is given, and a default

tertentu yang dipertimbangkan. Suatu nilai -6  cs.b dari 700 mathematical model (CEB-FIP 1970) is built into the

x 10 diberikan, dan model matematik (CEB-FIB 1970) curves given. Other 'acceptable' models will also

dibangun dalam bentuk lengkungan yang diberikan. discussed.

Model yang dapat diterima lainnya juga akan dibahas.

Effect of Aggregate and Other Material Factors on Pengaruh Faktor Agregat dan Material Lainnya pada

Shrinkage - It has been shown by Neville (1970) and Susut - Sudah ditunjukkan oleh Neville (1970) dan yang others that shrinkage is highly dependent on the

lainnya bahwa susut sangat tergantung pada material materials and their proportions in the concrete mix. In

dan proporsinya dalam campuran beton. Khususnya particular, a higher water content results in higher

kadar air lebih tinggi menghasilkan susut yang lebih shrinkage.

tinggi.

Non Material Factors: acceptable Mathematical Faktor Bukan Material : Model Matematik yang Dapat

Models for Extrapolation - The three non-material Diterima untuk Ekstrapolasi - Tiga faktor bukan factors which are generally agreed to influence

material yang secara umum disetujui dalam shrinkage are time, member thickness, and general

mempengaruhi susut adalah waktu, ketebalan elemen, diurnal ambient humidity. (Temperature may well also

kelembaban lingkungan secara umum. (Temperatur influence shrinkage and creep but within the range

dapat juga mempengaruhi susut dan rangkak tapi dalam normally expected for bridges, this should not be a

batasan yang umumnya diharapkan pada jembatan, hal major factor). There are various models which have

ini seharusnya bukanlah faktor yang penting). Banyak been proposed to take these into account most of which

model yang sudah diusulkan untuk memperhitungkan confuse the issue by taking into account the aggregate

hal ini, sebagain besar mencampur adukan masalah ini type. Before using one of these models, one should try

dengan memasukkan pertimbangan tipe agregat. to make some assessment of what improvement in

Sebelum menggunakan suatu model, perencana harus accuracy might be gained over the Code. Note that a

menguji perbaikan apa terhadap ketepatan yang dapat very complex looking model will not necessarily be as

diperoleh dibanding dengan peraturan ini. Perlu accurate as much simpler one.

diperhatikan bahwa model yang kelihatannya sangat rumit belum tentu lebih tepat dari model yang lebih sederhana.

Three mathematical models widely quoted in the Tiga model matematik yang paling umum ditemui literature area the CEB-FIP (1970) model, on which the

diliteratur adalah model CEB-FIP (1970) yang curves in the Code are based, the Rush model, which is

lengkungannya dipakai sebagai dasar dari peraturan ini, included in an appendix to CEB-FIP (1978), and the BP

model Rush yang dimasukkan kedalam appendix CEB- model (Bazant and Panula 1980). One specific criticism

FIP (1978), model BP (Bazant dan Panula 1980). Satu which has been made of the CEBFIP (1970) models. If

kritik spesifik yang sudah dibuat pada model CEB-FIP shrinkage is important in very large members, reference

(1970). Jika susut penting pada elemen yang sangat should be made to the most recent specialist literature

besar, acuan harus dibuat pada literatur khusus yang before extrapolating from test results. Some long

paling terakhir sebelum mengekstrapolasi dari hasil running relevant experimental data is available from

pengujian. Beberapa data percobaan yang L'Hermite (1973).

berhubungan dan sudah berlangsung lama terdapat pada L'Hermite (1973).

K6.4.1.8 Creep

K6.4.1.8 Rangkak

This Article should be read in conjunction with clause Artikel ini seharusnya dibaca dalam hubungan dengan K6.4.1.7 on shrinkage, and K6.4.1.2. on modulus of

sub-bagian K6.4.1.7 tentang susut dan K6.4.1.2 tentang elasticity. As with shrinkage, the basic creep factor ø cc.b

modulus elastis. Seperti pada susut, faktor rangkak is a material property highly dependent on constitutions.

dasar ø cc.b adalah suatu sifat material yang sangat For creep, Table 6.9 in the Code gives a range of default

tergantung pada pembentuknya. Untuk rangkak, Tabel ø cc.b values related to strength, as this is thought to have

6.9 pada Peraturan ini memberikan batas nilai ø cc.b yang an even stronger influence than for shrinkage. Again the

dihubungkan terhadap kekuatan, karena hal ini default predictive model built into the curves given is the

dianggap mempunyai pengaruh yang lebih besar CEB-FIP (1970) model.

dibanding untuk susut. Lagi model perkiraan yang dibangun dalam bentuk lengkungan yang diberikan adalah model CEB-FIP (1970).

The difference between pure creep and pure relaxation and their use with the 'effective modulus" is explained in clause K6.4.1.2. on modulus of elasticity. Note that creep can be reasonably assumed proportional to stress for levels up to 40% of compressive stress. Beyond that level or for tensile stress microcracking may cause an increase in creep.

As with shrinkage, real data greatly improves results and for some data and further references see Wyche (1983).

Effect of Aggregate and Other Material Factors on

Creep - See commentary on shrinkage, which is similar to creep in this regard.

Non Material Factors: Acceptable Mathematical Models for Extrapolation - Creep is strongly influenced by maturity of the concrete at the time of loading as well as the factors which influence shrinkage i.e. time, member thickness, and diurnal average humidity. The CEB-FIP (1970), Rusch and BP model are used for predicting creep as well as shrinkage, and similar criticisms can be made of them as were made for shrinkage in clause K6.4.1.7. A measure of the scatter of predictability against a real data set can be obtained from Muller and Hilsdorf (1982), which shows virtually all models show standard deviations of 20 to 30%.

There is very limited creep data world wide, especially in Indonesia, for thicker members and for lower strength concretes. This becomes even more of a problem when one realises that the properties of concretes are probably changing as technology changes. From the very limited amount of data available, mainly Wyche (1983), it appears that thickness has much less influence on creep than any of the models would predict (remembering that they were based on concrete made pre-1960) and that lower strength concretes may creep much more than predicted. Also the more rapidly maturing modern concrete is much less affected by earlier loading, unless it is very early. This Code makes some allowance for lower strength concrete in Table 6.2a, and the maturity coefficient in figure 6.2b has been modified to take into account the more rapidly maturing modern concrete. However it may underestimate creep for larger members, and the design should allow for this contingency.

The limitations on SO 3 content come from work carried out by Alexander et al (1979).

Perbedaan antara rangkak murni dan rileksasi murni dan penggunaannya

dengan modulus efektif diterangkan dalam sub-bagian K6.4.1.2 tentang modulus elastis. Perhatikan bahwa rangkak secara beralasan dapat dianggap proporsional terhadap tegangan untuk tingkatan sampai 40% tegangan tekan. Diluar tingkat itu atau untuk tegangan tarik retak rambut dapat menyebabkan tambahan pada rangkak.

Seperti pada susut, data nyata sangat memperbaiki hasil dan untuk beberapa data dan acuan lebih lanjut lihat Wyche (1983).

Pengaruh Agregat dan Faktor Material Lainnya pada

Rangkak - Lihat komentar tentang susut, yang mana dalam hal ini sama dengan rangkak.

Pengaruh Faktor Bukan Material : Model Matematik yang Dapat Diterima untuk Ekstrapolosi - Rangkak sangat dipengaruhi oleh kematangan beton pada saat dibebani maupun faktor yang mempengaruhi susut seperti waktu, ketebalan elemen, kelembaban rata-rata. CEB-FIP (1970), Model Rusch and BP digunakan untuk memperkirakan susut maupun retak, dan kritik yang sama dapat dibuat terhadap mereka sebagai yang dibuat untuk susut pada subbagian K6.4.1.7. Ukuran penyebaran perkiraan terhadap kumpulan data nyata dapat diperoleh dari Muller dan Hilsdorf 91982), yang menunjukkan standar deviasi 20% - 30% untuk semua model.

Untuk elemen yang lebih tebal dan untuk mutu beton yang lebih rendah, data rangkak yang tersedia sangat terbatas terutama di Indonesia. Permasalahan makin bertambah, bila disadari bahwa sifat beton mungkin berubah dengan perubahan teknologi. Dan jumlah data yang sangat terbatas, terutama Wyche (1983), kelihatan bahwa ketebalan mempunyai pengaruh yang jauh Iebih sedikit pada rangkak dari model apapun yang dapat memperkirakan (ingat bahwa ini didasarkan pada beton yang dibuat sebelum 1980) dan bahwa beton kekuatan lebih rendah dapat mengalami rangkak jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Juga beton mutakhir yang matang lebih cepat sangat sedikit dipengaruhi oleh beban yang lebih awal, kecuali sangat awal. Peraturan ini memberikan beberapa batasan untuk beton kekuatan lebih rendah pada Tabel 6.2a, dan koefisien kematangan pada Gambar 6.2b sudah disesuaikan dengan mempertimbangkan beton mutakhir yang matang lebih cepat. Akan tetapi itu dapat memberikan perkiraan yang lebih kecil untuk elemen yang lebih besar, dan perencanaan seharusnya mengizinkan untuk ketidakpastian ini.

Pembatasan kadar SO 3 berdasarkan hasil pekerjaan Alexander (1979).

K6.4.2 PROPERTIES OF REINFORCEMENT

SIFAT SIFAT TULANGAN K6.4.2.1 Strength

K6.4.2

K6.4.2.1 Kekuatan

The strength of reinforcement, to be used in design Kekuatan tulangan yang akan digunakan pada equations, is the minimum yield strength, F sy .

persamaan perencanaan, adalah tegangan leleh minimum, F sy .

A strength lower than F sy may be used for strength Suatu kekuatan yang lebih rendah dari F sy dapat design purpose, for instance in water-retaining

digunakan untuk tujuan perencanaan kekuatan, sebagai structures. The applicable detailing may require special

contoh pada strukur penahan air. Detail yang dapat attention. Note that for lap-splices, Article 6.11.2. still

digunakan mungkin memerlukan perhatian khusus. requires a full yield-strength lap.

Perhatikan bahwa untuk sambungan tulangan, Artikel

6.11.2 tetap mensyaratkan suatu lap dengan kekuatan leleh penuh.

K6.4.2.2 Modulus of Elasticity K6.4.2.2 Modulus Elastisitas

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.2.3 Stress-strain Curves K6.4.2.3 Lengkung ReganganTegangan

It is generally accepted that the stress-strain slope for Sudah diterima secara umum bahwa kemiringan steel is a straight line from zero-strain to the yield-strain

tegangan-regangan untuk baja adalah garis lurus dari at a slope defined by the modulus of elasticity. For

regangan 0 sampai regangan leleh pada suatu design purposes other than earthquake, the strain is

kemiringan yang dibatasi oleh modulus elastis. Untuk assumed to increase thereafter at constant stress (the

tujuan perencanaan selain gempa, setelah itu regangan yield-stress). The yield-stress and yield-strain are

dianggap bertambah pada tegangan tetap (tegangan assumed to be identical for both the tensile and

leleh). Tegangan dan regangan leleh dianggap sama compressive cases.

untuk kejadian tekan dan tarik.

K6.4.2.4 Coefficient of Thermal Expansion K6.4.2.4 Koefisien Perpanjangan Akibat Suhu

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

SIFAT SIFAT TENDON K6.4.3.1 Strength

K6.4.3 PROPERTIES OF TENDONS

K6.4.3

K6.4.3.1 Kekuatan

For wire, f p is the minimum of a range, for strand, f p is Untuk kawat, f p adalah nilai minimum dari suatu interval calculated from the minimum breaking force. For bar, f p

untuk tendon f p dihitung dari gaya putus minimum. is the specified minimum tensile strength.

Untuk baja, f p adalah kekuatan baja yang dispesifikasikan.

K6.4.3.2 Modulus of Elasticity K6.4.3.2 Modulus Elastisitas

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.3.3 Stress-strain Curves K6.4.3.3 Lengkung ReganganTegangan

For design purposes, the jacking and other forces are Untuk maksud perencanaan, gaya tarik dan gaya generally obtained from manufacturer's literature. For

lainnya umumnya diperoleh dari literatur pabrik. Untuk construction, the actual stress-strain curve of the

pelaksanaan, lengkungan tegangan-regangan nyata material supplied will form the basis of the calculations

dari material yang diberikan menjadi dasar perhitungan for the elongations during jacking.

untuk perpanjangan selama penarikan.

K6.4.3.4 Relaxation of Tendons K6.4.3.4 Relaksasi Tendon

A 'best estimate' of the prestressing force in a tendon is Perkiraan terbaik dari gaya pra-tegangan dalam tendon required for design. If the force is different from that

dibutuhkan dalam perencanaan. Bila gaya ini berbeda calculated, deflections may be quite different from those

dari perhitungan, penurunan dapat berbeda dari calculated Relaxation values given are maximum

perhitungan itu. Nilai rileksasi yang diberikan adalah permissible values for materials supply. Actual values

nilai maksimum yang diijinkan untuk suplai material. are normally less than these maximum values.

Nilai yang sebenarnya biasanya lebih kecil dari nilai maksimum itu.

Values used for relaxation are derived from unpublished Nilai yang digunakan untuk rileksasi diturunkan dari test results supplied by Australian Wire Industries and

hasil pengujian yang tidak dipublikasikan yang diberikan from recommendations of Pritchard and Koretsky (19).

oleh Australian Wire Indusries dan dari rekomendasi Pritchard dan Koretsky (19).

Pritchard and Koretsky have two results which show that Pritchard dan Koretsky memiliki dua hasil yang the relaxation at 0.5 fp is not zero. The value of zero at

menunjukkan bahwa rileksasi pada 0.5 fp adalah tidak

0.40 fp is assumed to reflect this experimental result. nol. Nilai 0 pada 0.40 fp dianggap menggambarkan hasil percobaan ini.

Data for the effect of temperature is adapted from Data untuk pengaruh temperatur disesuaikan dari acuan Reference (20).

K6.4.4 LOSS OF PRESTRESS IN TENDONS

K6.4.4

KEHILANGAN TEGANGAN DALAM TENDON

K6.4.4.1 General

K6.4.4.1 Umum

It is important that all losses be thoroughly investigated, Penyelidikan secara seksama semua kehilangan and that such factors as the effect of one loss on others

tegangan sangat penting, dan faktor seperti pengaruh and the stage at which each loss occurs be considered.

dari satu kehilangan dan lainnya, dan kondisi dimana masing-masing kehilangan terjadi harus dipertimbangkan.

K6.4.4.2 Immediate Loss of Prestress

K6.4.4.2

Kehilangan Tegangan Seketika

K6.4.4.2.1 General

K6.4.4.2.1

Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.4.2.2 Loss of Prestress due to Elastic

Kehilangan Tegangan Akibat Deformasi Deformation

K6.4.4.2.2

Elastis

In the estimation of the loss due to elastic deformation of Dalam memperkirakan kehilangan karena deformasi the concrete, it will usually be sufficient to assume that a

elastis beton, biasanya cukup dengan menganggap group of tendons is located at its centroid. In cases

bahwa satu grup tendon diletakan pada pusatnya. where tendons are widely divergent, calculations for

Dalam kejadian dimana tendon terlalu menyebar, individual tendons, or small groups of tendons, may be

perhitungan pra-tendon, atau grup kecil dari tendon necessary.

mungkin diperlukan.

For pretensioned members, the loss of stress in the Untuk elemen yang dipra-tegang dahulu, kehilangan tendons at transfer may be taken as the product of the

tegangan pada tendon pada saatpemindahan dapat modular ration (E s /E c ) and the stress in the adjacent

diambil sebagai hasil ratio modulus (E s /E c ) dan concrete.

tegangan pada beton yang berdekatan. For post-tensioned members, stressing of a tendon

Untuk elemen yang dipra-tegang kemudian, causes loss in all previously stressed tendons. For most

penegangan satu tendon menyebabkan kehilangan cases, the loss of stress in the tendons at transfer may

pada semua tendon yang ditarik lebih awal. Pada

be taken as half the product of the modular ratio and the umumnya, kehilangan tegangan pada tendon pada resulting stress in the adjacent concrete. More

pemindahan dapat diambil setengah dari hasil ratio accurately, the average loss of stress may be taken as

modulus dan tegangan yang dihasilkan pada beton

yang berdekatan. Lebih tepatnya, kehilangan modulus times the average concrete compressive stress, N being

(N-1)/2N times the product of the modular ratio (E s /E c )

(E s /E c ) kali tegangan tekan beton rata-rata, N adalah the number of tendons. The loss in individual tendons

jumlah tendon. Kehilangan pra-tendon dapat dihitung may be calculated by considering the sequence of

dengan mempertimbangkan urutan penegangan. stressing.

K6.4.4.2.3 Loss of Prestress due to Friction

Kehilangan Tegangan Akibat Gesekan i.

K6.4.4.2.3

Gesekan pada alat tarik dan anker. Kehilangan directly proportional to jack pressure but varies

Friction in the jack and anchorage. This loss is

i.

ini berbanding langsung dengan tekanan alat considerably between various system.

tarik tapi sangat bervariasi terhadap sisetm yang berbeda.

ii. Friction along the tendon. It is required that the

Gesekan sepanjang tendon. Diperlukan untuk magnitude of the friction due to duct curvature

ii.

mengetahui besar gesekan karena kelengkungan and wobble in the actual duct profile be assessed

selongsongan dan ketidakpastian pada propil at the design stage and verified during the

selongsongan pada tahap perencanaan dan stressing operation. The values to be used for

dibuktikan selam pelaksanaan the coefficient of friction depend basically on the

harus

penegangan. Nilai yang digunakan untuk condition of the surfaces in contact, their

koefisien tegangan pada dasarnya tergantung structure and their preparation. Frictional forces

dari keadaan permukaan kontak, struktur, dan do not depend on the anchorage, but only on the

persiapannya. Gaya gesek tidak tergantung pada way in which the prestressing tendon is formed

anker, tapi pada cara tendon prategang dibentuk and accommodated.

dan diperlengkapi.

The value of the friction curvature coefficient, P, may Nilai koefisien lengkungan gesek, P, dapat bervariasi vary appreciably with the amount of rust and the method

terhadap tingkat korosi dan metode pelaksanaan. of construction. With tendons showing a high but still

Karena tendon menunjukkan korosi yang tinggi tapi acceptable amount of rusting, the value may increase by

tetap dalam jumlah yang dapat diterima, nilai dapat

20 percent for bright and zinc-coated metal sheathing ditambah 20% untuk penutup metal yang terang dan and 10 percent for leadcoated metal sheeting.

dilapisi dengan seng dan 10% untuk penutup yang dilapisi metal berat.

If the wires or strand in contact in the one duct are Bilamana kawat atau kabel kontak dalam satu stressed separately, the values of P may be greater than

selongsongan ditegangkan secara terpisah, nilai P, given above and should therefore be checked by tests.

dapat lebih besar dari yang diberikan diatas dan karena itu seharusnya dicek dengan pengujian.

The value of P for external tendons over machined cast- Nilai P untuk eksternal tendon diatas dudukan baja steel saddles may increase markedly for large

cetak mekanik dapat bertambah karena gerakan tendon movements of tendons across saddles.

yang besar sepanjang dudukan.

The wobble effects in the straight or curved parts Pengaruh posisi yang tidak pasti pada bagian lurus atau depend on the rigidity of the sheaths, on the spacing

Iengkung tergantung pada kekakuan penutup, jarak dan and fixing of their supports, on the care taken in placing

kekakuan perletakan, kehati-hatian pada penempatan the prestressing tendons, on the clearance of tendons in

pra-tegang, kebebasan tendon dalam the duct, on the stiffness of the tendons, and on the

tendon

selongsongan, dan ketidak-hatian selama pembetonan. precautions taken during concreting. The most important

Parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi parameter affecting the rigidity of the sheaths is their

kekakuan penutup adalah diameternya. diameter.

Nilai penyimpangan sudut per meter ( E p ) dapat lebih higher in. the event of mismatching of ducts in

The value of the angular deviation per metre ( E p ) may be

pada kejadian ketidak-tepatan posisi segmental construction, and the designer should allow

besar

selongsongan, dan kehati-hatian selama pembetonan. for this possibility.

Parameter yang sangat penting dalam mempengaruhi kekakuan penutup adalah diameternya.

In the absence of other data, it is suggested that the Kekurangan data lainnya, diusulkan bahwa nilai E p following values of E p may be used for unlined ducts

berikut dapat digunakan untuk selongsongan tidak formed by:

segaris yang terbuat dari

a. bars ………………………………..………… 0.008

a. tulangan …………………………………….. 0.008

b. inflatable tube ………………………………. 0.024

b. tube yang dapat mengempis ………………0.024

K6.4.4.2.4 Loss of Prestress during Anchoring

K6.4.4.2.4

Kehilangan Tegangan Pada Waktu Pengangkeran

For pretensioned members with straight tendons, Untuk elemen dipra-tegang dahulu dengan tendon lurus, calculation of this loss is straightforward. For

perhitungan kehilangan tegangan adalah sederhana. posttensioned members, the following formula may be

Untuk elemen yang dipra-tegang kemudian, rumus used to calculated AP, the loss of force due to

berikut ini dapat digunakan untuk menghitung AP, anchorage slip and draw-in, assuming that the prestress

kehilangan gaya karena tertarik dan melesetnya anker, force P varies linearly with length along the tendon and

dengan menganggap tegangan pratekan P bervariasi that the friction values are the same for tensioning and

secara linear dengan panjang sepanjang tendon dan detensioning.

bahwa nilai gesekan sama untuk tarik dan tekan. P

' LEsAp

' LEsAp

z=

tan w

tan w

tan w = friction loss per unit length

tan w

kehilangan gesek per unit panjang

melesat dan tertariknya anker and E s and A p are as defined in the Code.

E s = anchored slip plus draw-in

dan E s and A p seperti yang dibatasi pada Peraturan ini.

The calibration curves for jacks allow direct reading of Lengkung kalibrasi untuk penarik memungkinkan the jacking force, P,, from jack pressures. If this

pembacaan langsung gaya tarik, Pi, dari tekanan information is not available P, may be calculated by jack

penarik. Bila informasi ini tidak tersedia Pi dapat dihitung pressure x ram area less the loss due to jack friction.

dengan tekanan tarik kali area penekan kurang kehilangan karena gesekan penarik.

K6.4.4.2.5 Loss of Prestress due to Other

Kehilangan Gaya Prategang Akibat Considerations

K6.4.4.2.5

Pengaruh Lainnya No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.4.3 Time-dependent Losses of Prestress

K6.4.4.3

Kehilangan Gaya Prategang Yang Tergantung Pada Waktu

K6.4.4.3.1 General

K6.4.4.3.1

Umum

Material properties have been included elsewhere Sifat-sifat material sudah dimasukkan pada bagian lain, leaving this clause straightforward. It is important to note

sehingga sub-bagian ini langsung mengarah ke tujuan. that these losses are interdependent and interaction

Penting untuk diperhatikan bahwa may need to be considered when calculating total

kehilangan itu sating tergantung dan inter-aksi perlu losses.

dipertimbangkan bila menghitung kehilangan total.

K6.4.4.3.2 Loss of Prestress due to Shrinkage of

Kehilangan Gaya Prategang Akibat the Concrete

K6.4.4.3.2

Penyusutan Beton Where reinforcement is distributed throughout a Dimana tulangan di-distribusikan ke sebuah elemen,

member, the loss of tensile stress in the tendon is kehilangan tegangan tarik pada tendon dikurangi, tapi reduced, but the loss of compressive stress in the

kehilangan tegangan tekan pada beton bertambah. concrete is increased.

K6.4.4.3.3 Loss of Prestress due to Creep of the

Kehilangan Gaya Prategang akibat Concrete

K6.4.4.3.3

Rangkak Pada Beton No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.4.3.4 Loss of Prestress due to Tendon

Kehilangan Gaya Prategang Akibat Relaxation

K6.4.4.3.4

Relaksasi Tendon No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.4.4.3.5 Loss of Prestress due to Other

Kehilangan Gaya Prategang Akibat Considerations

K6.4.4.3.5

Pengaruh Lainnya No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.5 ASSUMPTIONS TO BE MADE

ANGGAPAN - ANGGAPAN FOR STRUCTURAL ANALYSIS

K6.5

YANG DIBUAT UNTUK ANALISA STRUKTURAL

K6.5.1 GENERAL

K6.5.1

UMUM

This article only contains assumption which are Artikel ini hanya meliputi anggapan yang dapat specifically applicable to structural concrete. General

digunakan secara khusus untuk beton struktur. assumptions for structural analysis may be found in

Anggapan umum untuk analisa struktur dapat diperoleh Section 3.

pada Bagian 3.

K6.5.2 SECONDARY BENDING MOMENTS

MOMEN LENTUR SEKUNDER DAN AND SHEARS RESULTING FROM

K6.5.2

GESER AKIBAT PRATEGANGAN PRESTRESS

When prestress is applied in an indeterminate structure, Bila pra-tegangan diberikan pada struktur tak tentu, the resulting deformations are likely to be incompatible

deformasi yang diberikan cenderung tidak sesuai with the supports, in which case hyperstatic (parasitic)

dengan perletakan. Dalam kejadian ini reaksi parasit reactions are produced when compatibility is enforced.

dihasilkan bilamana ketidak-sesuaian diperbesar. These reactions produce secondary moments and

Reaksi ini menghasilkan momen sekunder dan geser shears (or parasitic moments and shears). These

(atau momen dan geser parasit). Momen sekunder ini secondary moments and shears must be taken into

harus diperhitungkan pada tingkat layan dan tingkat account in both the serviceability and strength ultimate

batas ultimate kekuatan, yang terakhir dengan faktor limit states, the latter with a load factor of 1.0 (see also

beban 1.0 (lihat juga Artikel K6.5.3). Article K6.5.3).

One load case which should be checked as strength Satu kasus beban yang seharusnya dicek sebagai condition is secondary effects due to prestress plus

kondisi kekuatan adalah efek sekunder karena dead load at transfer, with initial prestress (ie no losses)

prategangan tambah beban mati pada pemindahan, and in grouted ducts. Checking shear capacity is

dengan pra-tegangan awal (tidak ada kehilangan) dan important.

pada selongsongan yang diisi. Pengecekan kapasitas geser adalah penting.

In analysing for secondary moment due to prestress, Dalam menganalisa momen sekunder karena often the "equivalent load" method is used, but it can

prategangan, seringkali digunakan metode beban also be calculated by double integrating the local

ekuivalen, tapi itu juga bisa dihitung dengan curvatures to obtain ;the unrestrained deformed shape.

mengintegrasi-gandakan lengkung lokal untuk It is usually sufficiently accurate to assume the

memperoleh bentuk deformasi yang tak tertahan. Dalam eccentricity of the prestressing cable is measured in

menghitung lengkung lokal karena pra-tegangan, relation to the neutral axis of the uncracked section in

biasanya cukup tepat menganggap eksentrisitas kabel calculating local curvature due to prestress, and that the

pratekan diukur dalam hubungan dengan sumbu netral gross stiffness will determine the magnitude and

dari bagian yang tak retak, dan bahwa kekakuan total distribution of the prestress secondary effects. Note that

akan menetapkan besar dan penyebaran penaruh there is no reduction in these effects because of creep

sekunder pra-tegangan. Perhatikan bahwa tidak ada or relaxation of concrete stress, as there is for other

pengurangan pada pengaruh ini karena rangkak dan imposed deformations, such as settlements (see clause

rileksasi tegangan beton seperti pada deformasi yang K6.4.1.8). This is because the local curvatures which

diberikan lainnya, seperti penurunan (lihat sub-bagian produce the incompatibility are themselves also

K6.4.1.8). Hal ini karena lengkungan lokal yang

increased by creep, ie for a final creep factor of ø cc the

menghasilkan ketidak-sesuaian juga diperbesar oleh

rangkak, sebagai contoh, untuk faktor rangkak akhir ø c ,, in compatibility, but this is offset because the magnitude

long term incompatibility will be (1 + ø c ) times the initial

ketidak-sesuaian awal, tapi nilai ini kelebihan karena of the moment will be determined by the long term

besaran momen akan ditetapkan oleh modulus elastis

elastic modulus which will be 1 (1 + ø c ) times the

jangka panjang yang bernilai (1 + ø c ) kali modulus

elastis jangka panjang yang bernilai 1 (1 + ø c ) kali calculated secondary moment due to prestress always

instantaneous modulus E c . This means that the initially

modulus sementara E c. Ini berarti bahwa momen remains the same, except for the effects of creep,

sekunder karena pra-tegangan yang dihitung awal shrinkage and steel relaxation on the prestressing steel

selalu tetap sama, kecuali pengaruh rangkak, susut, forces.

rileksasi baja pada gaya baja prategangan.

When a bridge is curved in plan there will be secondary Bilamana suatu jembatan dilengkungkan pada bidang torques due to prestress induced which must be

datar, puntir sekunder akan terjadi karena pra-tegang analysed for, and taken into account in the design.

yang diberikan. Hal ini harus dianalisa dan Externally applied equivalent vertical loads will produce

dipertimbangkan pada perencanaan. Beban vertikal extraneous end torques, and it will probably be found

ekuivalen eksternal akan menghasilkan puntir akhir simpler to use the double integration of internal

yang besar, dan akan lebih sederhana bila curvature method. One must also allow for the radial

menggunakan integrasi ganda dari metode lengkung component of prestress which will tend to twist each

internal. Perencana juga harus mempertimbangkan section, and the eccentricity for this twisting effect will be

komponen radial dari pra-tegangan yang cenderung the distance from the cable centroid to the shear centre

untuk memutar masing-masing potongan, dan (it is assumed that vertical twist torque effects cancel out

eksentrisitas dari pengaruh putaran ini akan merupakan due to symmetry in most cases).

jarak dari pusat kabel ke pusat geser (itu dianggap bahwa pengaruh puntir putar vertikal tak terjadi karena simetri dalam banyak kasus).

K6.5.3 MOMENT

PENYEBARAN KEMBALI MOMEN STRUCTURAL CONCRETE

REDISTRIBUTION IN

K6.5.3

DALAM BETON STRUKTURAL MEMBERS AT THE ULTIMATE LIMIT

UNTUK PERENCANAAN PADA STATE

KEADAAN BATAS ULTIMATE

It should be noted that this Article is also to be used for Harus diperhatikan bahwa artikel ini juga untuk redistribution of bending moment in continuous

digunakan pada penyebaran kembali momen lentur prestressed concrete structures, and the following

dalam struktur beton pratekan menerus, dan catatan remarks also apply to prestressed concrete, except for

berikut juga berlaku untuk beton pra-tegangan, kecuali the qualifications with respect to the effect of secondary

untuk kualifikasi yang berhubungan dengan pengaruh moment due to prestress on ductility given below.

momen sekunder akibat pra-tegangan pada tingkat kekakuan yang diberikan dibawah.

If the load on an indeterminate structure is progressively Bila beban pada suatu struktur tak tentu ditambah increased into the overload, inelastic range, there is a

secara bertahap sampai kelebihan beban dan mencapai gradual change in the relative magnitude of the

tingkat tak elastis, akan terjadi perubahan berangsur- moments at critical sections i.e. a redistribution of

angsur dalam besaran relatif momen pada bagian yang internal moments occurs. If the structure has good

kritis, i.e. suatu penyebaran kembali momen internal ductility, the moments change from the initial elastic

terjadi. Bila struktur mempunyai kelenturan yang balk, distribution and approach the fully plastic distribution,

momen berubah dari penyebaran elastis awal dan with plastic hinges forming in the peak moment regions

platis penuh, dengan to produce a mechanism.

mendekati penyebaran

terbentuknya simpul plastis pada bagian momen puncak untuk menghasilkan suatu mekanisme.

Design economies can often be achieved if recognition Ekonomi perencanaan seringkali dapat dicapai jika is given to the phenomenon of moment redistribution.

penomena penyebaran momen diterima. Akan tetapi, However,moment redistribution can only be taken into

penyebaran momen kembali yang hanya dapat account is strength design calculations.

dipertimbangkan adalah perhitungan perencanaan kekuatan.

The extent to which moment redistribution can occur Batasan penyebaran kembali momen yang dapat terjadi depends on the ductility, or potential for plastic

tergantung pada kelenturan, atau potensi untuk deformation, in the critical peak-moment regions. In

deforamsi plastis, pada daerah momen puncak kritis. Article 6.5.3, the neutral axis parameter, k u , is used as

Pada Artikel 6.5.3, parameter sumbu netral, k,,, an approximate measure of section ductility. The larger

digunakan sebagai ukuran pendekatan dart kelenturan k u is in a section, the less potential there is for the

potongan. Lebih besar k u pada potongan, Iebih kecil section to deform plastically.

potensi potongan untuk berdeformasi secara plastis. For design purposes, redistribution means a percentage

Untuk maksud perencanaan, penyebaran kembali increase or decrease of the elastically determined

berarti suatu persentasi penambahan atau pengurangan bending moment in a particular cross section, with an

dari momen lentur yang ditetapkan secara elastis pada appropriate adjustment of the bending moment in all

potongan melintang tertentu, dengan penyesuaian yang other sections so that the resulting moment diagram is in

cukup dari momen lentur pada potongan lainnya equilibrium with the external load system.

sehingga diagram momen yang dihasilkan dalam keadaan seimbang dengan sistem beban luar.

In design, it is rarely necessary to change the peak Pada perencana, jarang diperlukan perubahan momen bending moment by as much as 30 per cent, although

lentur puncak sebanyak 30%, meskipun lebih dari 30% up to 30 per cent redistribution is allowed by Article

penyebaran kembali diijinkan oleh Artikel 6.5.3. Harga

6.5.3. The limiting values of k u were obtained from batas k„ diperoleh dari analisa teoritis dari sifat runtuh theoretical analyses of the collapse behaviour of

elemen dan portal beton bertulang dan pra-tegangan continuous reinforced and prestressed concrete

menerus. Metode untuk studi ini terdapat dalam Warner members and frames. Methodologies for these studies

(1984), Warner dan Yeo (1984) dan Wong dkk. (1987), are contained in Warner (1984), and Wong et al (1987),

dan hasil dari studi kasus yang sudah digunakan untuk and the results of case studies which have been used to

membatasi pertimbangan sehingga memenuhi fungsi define the deemed to comply ductility function in the

kelenturan dalam peraturan ini terkandung pada code are contained in Achmad and Warner (1984),

Achmad dan Warner (1984), Warner and Yeo (1984), Warner and Yeo (1984), and Kgboko et al (1990).

dan Kgboko dkk (1980).

The Code requirements are in broad agreement with the Persyaratan Peraturan ini secara garis besar sesuai Canadian and ACI requirements for values of k u

dengan persyaratan The Canadian dan ACI untuk harga between 0.2 and 0.4. For values of k u less than 0.2, the

k u antara 0.2 - 0.4. Untuk harga k u kurang dari 0.2, provisions are more liberal than most other codes.

kelengkapan lebih bebas dari peraturan lainnya. Before a redistribution is carried out for peak negative

Sebelum penyebaran kembali diselenggarakan untuk moments from a particular load pattern, the associated

momen negatif puncak dari suatu bentuk beban positive moments must be calculated. The redistribution

tertentu, momen positif yang berhubungan harus effects are then added to these positive moments, which

dihitung. Pengaruh penyebaran kembali kemudian may affect the positive moment envelope. Allowance

ditambahkan pada momen positif itu, yang mana dapat must also be made in this assessment for the influence

mempengaruhi daerah momen positif. Batasan untuk of trans verse distribution and shear lag. The process is

pengaruh penyebaran transversal dan daerah momen complicated and reference to specialist literature should

positif. Batasan untuk pengaruh penyebaran transversal

be made before it is attempted (see Uren 1989). dan daerah geser harus dibuat dalam masalah ini. Prosesnya sangat rumit dan acuan literatur khusus seharusnya dibuat sebelum hal ini dicoba (lihat Uren 1989).

Prestressed Concrete

Baton Pratekan

There often seems to be some confusion about whether Sering terlihat beberapa keraguan tentang apakah secondary effects due to prestress need to be included

pengaruh sekunder akibat pra-tegangan perlu at the strength ultimate state, so it is stated here

dimasukkan pada keadaan ultimate kekuatan, sehingga specifically that they must not be ignored.

secara khusus disini dijelaskan bahwa mereka tidak dapat diabaikan.

If the "deemed to comply" ductility rules of Article 6.5.3 Jika pertimbangan untuk memenuhi aturan kelenturan are used, the secondary moments due to prestress must

pada peraturan ini digunakan, momen sekunder akibat

be included as if they were a load effect at the strength pra-tegangan harus dimasukkan seakan-akan mereka ultimate limit state. That inclusion is an essential part of

adalah pengaruh beban pada keadaan batas ultimate the certainty that there is adequate ductility, and failure

kekuatan. Pemasukkan ini adalah suatu bagian panting to include them will result in unconservative design,

dari kepastian bahwa kelenturan cukup terpenuhi, dan even failure to include them will result in unconservative

untuk memasukkan mereka akan design, even where k u is less than 0.2. Note also that

kegagalan

menghasilkan perencanaan yang tidak konservatif, they are included where k u is greater than 0.4, although

meskipun pada k u lebih kecil dari 0.2. Perhatikan juga no redistribution of moment is then allowed. For a full

bahwa mereka dimasukkan bilamana k u lebih besar dari explanation of the logic of these rules see Uren et al

0.4, meskipun tidak ada penyebaran momen kembali (1990). The only alternative to these Code rules is to

yang diijinkan. Untuk keterangan lebih lengakp dari carry out a rigorous structural analysis in accordance

logika aturan ini lihat Uren dkk (1980). Pilihan lain with Section 3.

terhadap aturan peraturan in adalah melakukan analisa sturktur yang seksama sesuai dengan Bagian 3.

K6.5.4 ASSUMPTIONS FOR WORKING

ANGGAPAN ANGGAPAN UNTUK STRESS DESIGN

K6.5.4

PERENCANAAN BERDASARKAN TEGANGAN KERJA

These are the normal assumption for a linear elastic Ini adalah anggapan normal untuk analisa elastis linear. analysis. To he consistent with these assumptions, no

Untuk sesuai dengan anggapan ini, tidak ada moment redistribution or other non-linear effects are

penyebaran momen atau pengaruh non linear lainnya permitted in Working Stress Design, except for

dalam perencanaan tegangan kerja, kecuali untuk secondary bending moments as detailed in article 6.5.6.

momen lentur sekunder seperti yang diterangkan pada Artikel 6.5.6.

K6.5.5 CRITICAL SECTION FOR NEGATIVE

PENAMPANG KRITIS UNTUK MOMENTS

K6.5.5

MOMEN NEGATIF

This Article takes account of the finite size of supports. Artikel ini mempertimbangkan ukuran batas dari perletakan.

K6.5.6 ELASTIC ANALYSIS OF FRAMES

ANALISA ELASTIS PORTAL UNTUK INCORPORATING SECONDARY

K6.5.6

MENGHITUNG MOMEN LENTUR BENDING MOMENTS

SEKUNDER

This article applies to unbraced (sway) frames where the Artikel ini berlaku untuk portal yang tidak kaku change in geometry of the frame under loading cannot

(bergoyang) dimana perubahan pada geometri portal

be ignored as secondary load moments occur. It would akibat beban tidak dapat diabaikan saat momen beban

be an unusual situation for most bridge designs, but has sekunder terjadi. Ini adalah situasi yang tidak umum been included so that consideration will be given to any

untuk kebanyakan perencanaan jembatan, tapi situations which may be approaching this condition.

dimasukkan sehingga pertimbangan diberikan untuk berbagai situasi yang mungkin mendekati kondisi ini.

K6.5.7 PROPERTIES OF BEAMS

SIFAT SIFAT BALOK K6.5.7.1 General

K6.5.7

K6.5.7.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.5.7.2 Effective Flange Width

K6.5.7.2

Lebar Flens Efektip

The formulas for the calculation of effective width of Rumus untuk perhitungan lebar efektif dari sayap untuk flange for strength and serviceability have been adopted

kekuatan dan tingkat layan diambil dari CEB FIP (1978). from the CEB FIP (1978).

K6.5.8 SLENDERNESS LIMITS FOR BEAMS

K6.5.8

BATAS KELANGSINGAN BALOK

The limits on the distance between points lateral restrain Batasan jarak antara penahan lateral titik dilengkapi are provided to guard against Lateral buckling and

untuk menuntun terhadap tekuk lateral dan consequent premature failure. Lateral eccentricity of

kemungkinan kegagalan lebih cepat. Eksentrisitas loading causing torsion in slender laterally unbraced

lateral beban yang menyebabkan puntir pada balok tak beams may be a problem. However, tests (Hansell and

kaku yang ramping pada arah lateral dapat Winter, 1959, Sant and Bletzacker, 1961) indicate that

menimbulkan masalah. Akan tetapi, pengujian (Hansell lateral buckling is unlikely to be a problem in beams

dan Winter, 1959, Sant and Bletzaker, 1961) loaded with no lateral eccentricity.

menunjukkan bahwa tekuk lateral kelihatannya bukan masalah pada balok yang dibebani tanpa eksentrisitas lateral.

K6.5.9 MOMENT RESISTING WIDTH FOR

LEBAR PERLAWANAN MOMEN ONE-WAY SLABS SUPPORTING

K6.5.9

UNTUK PELAT SATU ARAH YANG CONCENTRATED LOADS

MEMIKUL BEBAN TERPUSAT

This article contains simplifying assumptions that may Artikel ini mengandung anggapan yang disederhanakn

be used instead of a more detailed analysis. yang dapat digunakan daripada analisa lebih detail.

K6.6 DESIGN OF BEAMS FOR

PERENCANAAN BALOK STRENGTH AND UNTUK KEKUATAN DAN SERVICEABILITY

K6.6

DAYA LAYAN

K6.6.1 STRENGTH OF BEAMS IN BENDING

K6.6.1

KEKUATAN BALOK TERHADAP LENTUR

K6.6.1.1 General

K6.6.1.1 Umum

Use of the Working Stress Design method with Penggunaan metode perencanaan tegangan kerja prestressed beams is not permitted because it can lead

dengan balok pra-tegangan tidak diijinkan karena dapat to overestimation of the design strength in some

menyebabkan over-estimate kekuatan perencanaan circumstances. If it is necessary to determine the

pada beberapa kasus. Jika diperlukan untuk "working" strength of a prestressed beam for use with

menetapkan kekuatan kerja balok pratekan untuk working (unfactored) loads, the strength to be used shall

penggunaan beban kerja (tidak difaktorkan), kekuatan

be 0.4 times the computed nominal Ultimate Limit State yang harus digunakan seharusnya 0.4 dari kekuataan strength.

keadaan batas ultimate yang dihitung.

K6.6.1.2 Basic Principles K6.6.1.2 Prinsip-prinsip Dasar

The two basic conditions of static equilibrium and strain Dua kondisi dasar dari kesesuaian keseimbangan dan compatibility must be satisfied.

regangan statis harus dipenuhi.

Tests have confirmed that the strain distribution, on Pengujian telah mengukuhkan bahwa distribusi average is essentially linear over the cross-section. The

regangan, secara rata-rata linerar untuk seluruh strain in both the reinforcement and the concrete are

potongan melintang. Regangan pada tulangan dan assumed to be directly proportional to the distance from

ebton dianggap secara langsung sebanding terhadap the neutral axis. This assumption enables the strain

jarak dari sumbu netral. Anggapan ini memungkinkan distribution to be defined. The stress distribution (and

untuk membatasi distribusi regangan. Distribusi hence actions) for the crosssection can be determined

tegangan (dan tentunya gaya) untuk potongan from the strain distribution by using appropriate stress-

melintang dapat ditetapkan dari distribusi regangan strain relationships for the steel and concrete.

dengan menggunakan hubungan regangan-tegangan yang sesuai untuk baja dan beton.

The concrete tensile strength has little influence on the Kekuatan tarik beton memiliki pengaruh yang kecil pada ultimate capacity in bending and in combined bending

kemampuan ultimate pada lentur dan gabungan lentur and axial compression.

dan tekan normal.

K6.6.1.3 Ultimate Limit State Design

K6.6.1.3

Perencanaan berdasarkan Keadaan Batas Ultimate

K6.6.1.3.1 Rectangular Stress Block

Balok tegangan Segi Empat While it is theoretically possible to develop concrete

K6.6.1.3.1

secara teori memungkinkan untuk strains greater than 0.003, particularly for the lower

Sementara

mengembangkan regangan beton lebih besar dari concrete grades, it is prudent to limit the maximum

0.003, terutama pada mutu beton lebih rendah, compressive concrete and steel strain to this value.

pembatasan regangan tekan beton dan baja sampai nilai ini adalah penting.

The equivalent rectangular stress block has been shown Blok tegangan segi-empat ekuivalen sudah ditunjukkan to produce predictions of ultimate strength in agreement

menghasilkan perkiraan kekuatan ultimate yang sesuai with test results. For the compression zone of non-

dengan hasil pengujian. Untuk daerah tekan rectangular cross sections, the resultant compression

penampang melintang yang tidak segiempat, gaya force and its location are determined by integrating the

tekan resultan dan lokasinya ditetapkan dengan meng- rectangular stress block over the compressed area of

integralkan blok tegangan segi empat keseluruh daerah the cross -section.

tekan dari penampang melintang.

Further comments are given in Articles K6.4.1.4. and Penjelasan lebih lanjut diberikan pada Artikel K6.4.1.4 K6.4.1.5.

dan K6.4.1.5.

Effective depth: For cross-sections with multiple layers Tinggi Efetkif: Untuk penampang melintang dengan of reinforcement, or mixtures of reinforcement and

tulangan berlapis atau gabungan tulangan dan kabel, tendons, all the steel may not be at yield at the ultimate

mungkin seluruh baja tidak leleh pada momen ultimate moment in pure bending and the resultant tensile force

akibat momen lentur dan gaya tarik resultan tidak akan will not be at the centroid of the tensile steel area.

berada pada pusat daerah baja tarik. Karena itu tinggi Hence the effective depth is taken to the resultant of the

efektif diambil terhadap resultan gaya tarik seluruh tensile forces in all the reinforcement and tendons in

tulangan dan kabel yang tertarik. tension.

K6.6.1.3.2 Design Strength in Bending

Kekuatan rencana dalam lentur There is general agreement that a structure should be

K6.6.1.3.2

Secara umum disetujui bahwa suatu struktur as ductile as possible so that adequate warning of

seharusnya selentur mungkin sehingga peringatan yang incipient collapse is given by large deflections and crack

cukup pada keruntuhan awal diberikan dengan lendutan widths. Furthermore, ductility also enables a redundant

dan lebar retak yang besar. Lebih lanjut, kelenturan juga structure to redistribute the bending moments under

memungkinkan suatu struktur yang tak berguna untuk external actions to the best advantage, as well as

men-distribusikan kembali momen lentur akibat aksi providing a safer structure under blast or earthquake

eksternal untuk keuntungan terbaik, maupun loading. Ductility in a beam can be directly related to the

memberikan struktur yang lebih aman akibat beban quantity of tensile reinforcement in the cross-section and

letusan dan gempa. Kelenturan dalam suatu balok hence the neutral axis depth (k u d). The concept of a

dapat secara langsung dihubungkan dengan jumlah "ductile" (under-reinforced) beam where the steel is at

tulangan tarik pada penampang melintang dan karena yield and an "over-reinforced" beam where the steel is

itu tinggi sumbu netral (k. d). Konsep dari balok lentur below yield under ultimate strength conditions is familiar.

(tulanganlemah) dimana baja leleh dan balok tulangan It can be shown that the curvature capability reduces as

kuat dimana baja dibawah leleh saat kondisi beban the amount of tensile steel, and hence k u increases

ultimate sudah cukup dikenal. Itu dapat ditunjukkan (Smith and Bridge 1984).

bahwa kemampuan lengkung berkurang sebanding dengan jumlah baja tarik dan karena itu k u bertambah (Smith dan Bridge 1984).

The limit of k u = 0.4 can be considered as the ductility Batasan k u = 0.4 dapat dipertimbangkan sebagai limit. For k u values below this limit, moment

batasan daktilitas. Untuk nilai k u dibawah batasan ini redistribution is permitted under the provisions of Article

pendistribusian momen diijinkan dibawah kelengkapan

Artikle 6.5.3.

Cross-sections with k u > 0.4 may be designed for certain Penampang melintang k„ = 0.4 dapat direncanakan types of structural elements, such as columns and

untuk tipe elemen struktur tertentu, seperti kolom, arches in reinforced concrete and some fully

pelengkung beton bertulang dan beberapa beton prestressed concrete beams (where the prevention of

prategang penuh (dimana penghindaran retak akibat cracking under serviceability conditions, or under

kondisi layan, atau kondisi pelaksanaan, membutuhkan construction conditions, requires amounts of

sejumlah tulangan pra-tegang yang menuntun kepada prestressing reinforcement that lead to over-reinforced

bagian tulangan berlebih pada kondisi kekuatan sections under ultimate strength conditions). If such

ultimate). Bila elemen yang demikian digunakan, hal-hal members are to be used, the following points should be

berikut seharusnya dipertimbangkan borne in mind:

yang disederhanakan i.

i.

Metode analisa

Simplified methods of analysis should not be seharusnya digunakan untuk menetapkan aksi used to determine the actions on the members

pada elemen karena perencanaan yang as designs based on such simple methods may

didasarkan pada metode yang sederhana rely on redistribution of moments in the structure.

demikian dapat mengandalkan pendistribusian kembali momen distruktur.

ii. The curvature capacity of cross-section is

Kapasitas lengkungan penampang melintang enhanced by the addition of compression

ii.

diperbesar oleh penambahan tulangan tekan dan reinforcement and it is prudent to provide a

ini nyata memberikan jumlah minimum untuk minimum amount to reduce the likelihood of the

mengurangi kemungkinan kehancuran getas "brittle" mode of failure usually associated

yang biasanya dihubungkan dengan yang biasanya dihubungkan dengan

bagian tulangan lebih.

iii. For cross-sections containing both tendons and

Untuk penampang melintang yang mengandung tensile reinforcement, where the depth to the

iii.

kabel dan tulangan tarik, dimana tinggi ke tensile reinforcement is greater than the depth to

tulangan tarik lebih besar dari tinggi ke kabel, the tendons, it is found that with large amounts of

ditemukan bahwa dengan jumlah yang besar dari prestress, the ultimate strength in bending may

pra-tegangan, kekuatan ultimate pada lentur actually decrease as the area of tendons is

dapat berkurang bila bidang kabel bertambah. increased. This occurs when the reinforcement is

Hal ini terjadi bila tulangan belum leleh. Untuk below yield. To prevent this reduction in strength,

menghindari pengurang kekuatan ini, the cross-section should be proportioned so that

penampang melintang seharusnya the strain in the tensile reinforcement is greater

disebandingkan sehingga regangan pada than the yield strain.

tulangan tarik lebih besar dari regangan leleh.

Bila k. melampaui 0.4 faktor pengurangan iv.

iv.

Where k„ exceeds 0.4 the Strength Reduction kekuatan dikurangi secara bertahap untuk Factor is progressively reduced to account for the

mempertimbangkan pengurangan kelenturan decrease in ductility as k. increases.

saat k„ bertambah.

K6.6.1.3.3 Minimum Strength Requirements

Syarat-syarat kekuatan minimum The ultimate strength in bending, M uo , is calculated

K6.6.1.3.3

Kekuatan ultimate pada lentur M uo , dihitung dengan assuming a fully cracked section. For small percentages

menganggap potongan retak penuh. Untuk persentasi

of steel, this moment could be less than the moment M cr

tulangan yang kecil, momen ini dapat lebih kecil dari to cause first cracking. Failure of such a member would

momen M cr untuk menyebabkan retak pertama.

be quite sudden. To prevent such a failure M cr , must be Kegagalan elemen yang demikian dapat terjadi cukup greater than M uo and a value of M cr > 1.2 M cr , has been

tiba-tiba. Untuk menghindari kegagalan yang demikian adopted. This requirement can be deemed to be

M,,, harus lebih besar dari M uo dan suatu nilai M cr , > 1.2 satisfied if:

M cr diambil. Syarat ini dapat dipertimbangkan memenuhi bila :

A st • 1.4 f y

A st • 1.4 f y

K6.6.1.3.4 Stress in Reinforcement and Bonded

Tegangan dalam Tulangan dan Tendon Tendons at the Ultimate Limit State

K6.6.1.3.4

Terlekat pada Keadaan Batas Ultimate The formula for V pu is taken from the revision made in

Rumus untuk V pu diambil dari perbaikan yang dibuat the ACI Code, and is based on the recommendations

oleh Peraturan ACI, dan didasarkan pada rekomendasi made by Mattock (1984). The equation gives an

yang dibuat Mattock (1984). Persamaan memberikan estimate of the maximum stress in the tendons for

perkiraan tegangan maksimum pada kabel dengan varying concrete strengths with or without additional

berbagai kekuatan beton dengan atau tanpa tulangan non-prestressed tensile and compressive reinforcement.

tekan dan tarik tanpa pra-tegangan tambahan. The formula is an approximation to the more accurate

Rumus ini adalah pendekatan terhadap perhitungan calculation based on strain compatibility and equilibrium.

yang lebih akurat yang didasarkan pada keseimbangan The formula is valid only if the effective prestress after

dan kompatibilitas regangan. Rumus hanya berlaku jika all losses, V pu.ef , is not less than 0.5 f p .

pra-tegangan efektif setelah semua kehilangan, V pu.ef ,

tidak lebih dari 0.5 f p .

K6.6.1.3.5 Stress in Tendons not yet Bonded

K6.6.1.3.5

Tegangan dalam tendon yang belum terlekat

Dua ekspresi untuk V pu diambil dari ACI 318-83. ACI 318-83.

The two expressions for V pu have been taken from the

The formula for V pu in equation (6.14a) is z conservative Rumus untuk V pu pada persamaan (6.14a) adalah estimate based on test results frorr Yamazaki et al

perkiraan konservatif yang didasarkan pada hasil (1969) and recommendations made by ACI 423 IR-69.

pengujian Yamasaki dkk. (1969) dan rekomendasi yang More recent test results from Motahedi and Gamble

dibuat oleh ACI 423 IR-69. Hasil pengujian yang Iebih (1978) indicate that the stress in unbonded tendons at

akhir dari Motahedi dan Gamble (1978) menunjukkan ultimate conditions is overestimated by equation (6.14a)

bahwa tegangan pada kabel tak terlekat pada kondisi for members with a span-to-depth ratio greater than 35

ultimate adalah over-estimate dengan persamaan (one-way slabs and two-way slabs) and equation (6.14b)

(6.14a) untuk elemen dengan ratio bentang terhadap is a better estimate for V pu for such members. The value

tinggi Iebih besar dari 35 (pelat satu arah atau pelat dua for V pu should not be taken to be greater that

arah) dan untuk elemen yang demikian persamaan

f py. (6.14b) memberikan perkiraan yang lebih tinggi untuk

a V pu Nilai untuk V pu seharusnya tidak diambil lebih besar

dari f py .

K6.6.1.4 Working Stress Design

K6.6.1.4

Perencanaan Berdasarkan Tegangan Kerja

K6.6.1.4.1 Stress-Strain Relationship

K6.6.1.4.1

Hubungan Regangantegangan

A factor of 2.0 in used to account for the increase of Hubungan faktor 2.0 digunakan untuk memperhitungkan stress in the compression reinforcement caused by

pertambahan tegangan pada tulangan tarik yang creep of the concrete . This factor shall be used for

disebabkan oleh-rangkak pada beton. Faktor ini stress computation only, not for calculation of section

seharusnya dipergunakan hanya untuk perhitungan properties, weights, etc.

tegangan, tidak untuk perhitungan sifat-sifat elemen, berat, dll.

Kekuatan Rencana dalam Lentur No commentary.

K6.6.1.4.2 Design Strength in Bending

K6.6.1.4.2

Tidak perlu penjelasan.

K6.6.1.4.3 Basic Allowable Stresses in Bending

Tegangan ljin Dasar dalam Lentur No commentary.

K6.6.1.4.3

Tidak perlu penjelasan.

K6.6.1.5 Dispersion Angle of Prestress

K6.6.1.5

Sudut Penyebaran Prategang

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.6.1.6 Spacing of Reinforcement, Tendons,

Jarak Tulangan, Kabel dan and Ducts

K6.6.1.6

Selongsongan

K6.6.1.6.1 General

K6.6.1.6.1

Umum

It is very important for strength and durability that Penempatan dan pemadatan beton secara penuh concrete be placed and fully compacted around

sekitar elemen tulangan sangat penting untuk kekuatan reinforcing elements. The details given in this clause are

dan keawetan. Detail yang diberikan dalam bagian ini to ensure account is taken when detailing reinforcing,

adalah untuk menjamin bahwa pertimbangan dilakukan tendons and duct positions, of the space required for the

posisi tulangan, kabel, dan possible use of internal vibrators and the movement of

bila mendetail

selongsongan, ruangan yang dibutuhkan untuk the concrete.

penggunaan yang memungkinkan penggetar internal dan pergerakan beton.

K6.6.1.6.2

Spacing of Reinforcement

This sub-clause gives minimum spacings to ensure the concrete can move between and around the reinforcing bars and tendons without the large aggregate becoming separated from the fines, and to ensure adequate bond between the reinforcement and the concrete.

K6.6.1.6.3

Grouping of Tendons and Ducts

Deflected tendons required to be grouped at certain locations in the member are separated as far apart as practical beyond these locations to achieve better distribution of force in the member and anchorage of each tendon.

Stressed tendons in curved ducts develop radial forces based on the degree of curvature of the duct. These forces can cause the tendon to burst through into an adjacent ungrouted duct or adjacent concrete surface. Account should be taken of this when deciding on stressing sequences of tendons, spacing between ducts, and distance to concrete surfaces from ducts. If necessary, reinforcement can be placed between adjacent ducts, or between the ducts and concrete surfaces, to resist these forces.

K6.6.1.7 Detailing of Flexural Reinforcement

As far as possible, each of the member design sections are self-contained. Because stress development is common to most sections, it is located separately in Sub-section 13.

K6.6.1.7.1 Distribution The width and distribution of flexural cracks in the top

flange of a beam subjected to negative bending moment is greatly influenced by the distribution of the tensile reinforcement. It has been shown to be undesirable to concentrate all of the tensile reinforcement within the web as the cracks in the flanges will be larger, and furthermore, compaction of the concrete within the web may be impeded by lack of clearance for a vibrator. A better arrangement is for a proportion of the flexural reinforcement to be spread into the flange. However, if heavy shear reinforcement is required, it is desirable to place the major part of the flexural reinforcement within the web, in which case additional bars should be placed in the flanges to control the flexural cracking.

K6.6.1.6.2

Jarak Penulangan Sub-bagian ini memberikan jarak minimum untuk

menjamin beton dapat bergerak antara dan sekitar tulangan dan kabel tanpa agregat yang besar terpisah dari yang halus, dan untuk menjamin lekatan yang cukup antara tulangan dan beton.

K6.6.1.6.3

Pengelompokkan Kabel dan Selongsongan

Kabel yang dibengkokkan yang perlu untuk dikelompokkan pada lokasi tertentu dalam elemen dipisahkan sejauh masih memungkinkan untuk mendapatkan yang terbaik dari distribusi beban dan peng-angkeran masing-masing kabel.

Kabel yang ditegangkan dalam selongsongan lengkung mengembangkan gaya melingkar yang didasarkan pada tingkat lengkungan selongsongan. Gaya-gaya ini dapat menyebabkan kabel menghancurkan selongsongan tak terlekat atau permukaan beton yang berdekatan. Hal ini harus

diperhitungkan saatmemutuskan urutan penegangan kabel, jarak antara selongsongan, dan jarak selongsongan kepermukaan beton. Jika perlu untuk menahan gaya ini tulangan dapat diletakkan antara selongsongan yang berdekatan, atau antara selongsongan dan permukaan beton.

K6.6.1.7

Detail Tulangan Lentur

Sejauh mungkin, setiap potongan perencanaan elemen dilakukan secara tersendiri. Karena pengembangan tegangan adalah biasa untuk kebanyakan potongan, hal ini diletakkan secara terpisah pada sub-bagian 13.

K6.6.1.7.1

Penyebaran

Lebar dan distribusi retak lentur pada sayap atas balok yang ditujukan untuk momen lentur negatif sangat dipengaruhi oleh distribusi tulangan tarik. Sudah ditujukan bahwa tidak diinginkan memusatkan seluruh tulangan tarik dalam badan karena retak pada sayap akan lebih besar, dan apalagi, pemdatan pada badan dapat dihalangi oleh kurangnya tempat untuk pengetar. Pengaturan yang lebih baik adalah proporsi tulangan lentur disebarkan pada sayap. Akan tetapi, jika tulangan geser yang berat dibutuhkan, lebih baik meletakkan bagian utama tulangan lentur pada badan, yang mana pada kasus ini tulangan tambahan seharusnya diletakkan pada sayap untuk mengontrol retak lentur.

K6.6.1.7.2 General Arrangement of Terminations

Bentuk Susunan dari Bagian Ujung dan and Anchorage

K6.6.1.7.2

Pengangkeran

To satisfy equilibrium of forces in the truss analogy for Untuk memenuhi keseimbangan gaya-gaya pada shear strength, an additional horizontal force is required

analogi rangka untuk kekuatan geser, suatu gaya beyond the position required for flexure and is provided

horisontal tambahan diperlukan diluar posisi yang by extending the bending moment diagram by a

diperlukan untuk lentur dan dilengkapi dengan distance D, the depth of the member.

memperluas diagram momen lentur dengan suatu jarak

D, tinggi dari elemen.

Anchorage of the reinforcement, calculated for this Pengangkeran tulangan yang dihitung untuk diagram extended bending moment diagram, is required beyond

momen lentur yang diperluas ini, diperlukan pada kahir the end of the diagram and is provided by the

diagram dan diberikan dengan panjang penyaluran reinforcement development length.

tulangan.

Pengangkeran tulangan momen positif Reinforcement Tulangan atau kabel yang diangkerkan yang cukup Anchored reinforcement or tendons sufficient to develop

K6.6.1.7.3 Anchorage

of Positive Moment

K6.6.1.7.3

untuk mengembangkan suatu gaya tarik 1.5 V' pada

a tensile force of 1.5 V' at the face of the supports is permukaan perletakan dihubungkan dengan mekanisme related to shear failure mechanism. The shear, V', is

kegagalan geser. Gaya geser, V', umumnya dihitung generally calculated at a distance d from the face of the

pada suatu jarak d dari permukaan perletakan dimana support, or at the face of the support where diagonal

retak diagonal yang dapat terjadi pada perletakan cracking can take place at the support extend into it.

meluas kesitu.

K6.6.1.7.4 Shear Strength Requirements near

Persyaratan Kekuatan Geser dekat Terminated Flexural Reinforcement

K6.6.1.7.4

Ujung Tulangan Lentur Longitudinal reinforcement is required in the shear zone

Tulangan memanjang dibutuhkan pada daerah geser for balancing forces in the truss analogy. Termination of

untuk mengimbangkan gaya dalam analogi rangka. the longitudinal reinforcement is restricted by the

Akhir tulangan memanjang dibatasi oleh persyaratan requirements of this Article.

dari Artikel ini.

K6.6.1.7.5 Deemed to Comply Arrangement

Anggapan Memenuhi Persyaratan This sub-clause in intended to apply to one-way slabs

K6.6.1.7.5

Sub-bagian ini dimaksudkan berlaku untuk pelat satu and secondary members. It is anticipated that the main

arah dan elemen sekunder. Sub-bagian ini structural concrete beams in a bridge will be

mengantisipasi bahwa balok beton struktur utama pada investigated in sufficient detail that the requirements of

suatu jembatan akan diselidiki dalam detail yang cukup sub-clauses 6.6.1.7.2. to 6.6.1.7.4 can be explicitly

sehingga persyaratan dari sub-bagian 6.6.1.7.2 hingga satisfied.

6.6.1.7.4 dapat secara seksama dipenuhi.

K6.6.1.7.6 Restraint of Compression

Pengekangan Tulangan Tekan Reinforcement

K6.6.1.7.6

This clause parallels the requirements of clause 6.8.7.3 Bagian ini mensejajari persyaratan dari bagian 6.8.7.3 for columns, to limit the possibility that longitudinal bars

untuk kolom untuk membatasi kemungkinan bahwa in compression will buckle outwards. The restriction of

tulangan memanjang pada daerah tekan akan menekuk

16 d, on tie spacing will generally be less than the keluar. Pembatasan 16 d, pada jarak pengikat secara spacing needed for shear reinforcement at midspan. If

umum akan lebih kecil dari jarak yang dibutuhkan untuk compression reinforcement is required for strength, then

tulangan geser ditengah bentang. Bila tulangan tekan the same restrain requirements as for columns apply.

diperlukan untuk kekuatan, persyaratan pengekangan yang sama seperti kolom berlaku.

K6.6.1.7.7 Bundled Bars

Tulangan yang Disatukan No commentary.

K6.6.1.7.7

Tidak perlu penjelasan.

K6.6.1.7.8 Displacement of Tendons in Ducts

K6.6.1.7.8

Perpindahan Kabel dalam Selongsongan

Depending on the size of the duct and the number of Tergantung pada ukuran selongsongan dan jumlah stands in the tendon, the centroid of the tendon may be

stand pada kabel, pusat kabel dapat keluar dari significantly offset from the centroid of a curved duct.

selongsongan yang dilengkung. Pengaruh ini dapat This effect can be substantiated in shallow members.

menjadi penting pada elemen yang tipis.

K6.6.2 STRENGTH OF BEAMS IN SHEAR

K6.6.2

KEKUATAN BALOK TERHADAP GESER K6.6.2.1 Penggunaan

K6.6.2.1 Application

Karena geser tanpa puntir adalah situasi perencanaan As shear without torsion is by far the most common

yang paling umum, persyaratan ditulis untuk situasi ini. design situation, the requirements have been written for

(ni menyederhanakan prosedur untuk perencanaan that situation. This simplifies the procedure for shear

geser. Bila puntir terdapat. persyaratan terpisah, yang design. Where torsion is present, separate

berinteraksi dengan persyaratan geser, harus requirements,

which interact with the shear

dipertimbangkan.

requirements, have to be taken into account. These requirements also cover one-way action for shear

Persyaratan ini juga meliputi aksi satu arah untuk geser in slabs.

di pelat.

K6.6.2.2 Design Method K6.6.2.2 Metoda Perencanaan

The Working Stress Design method is unable to provide Metode perencanaan tegangan kerja mampu untuk

a consistent margin of safety against shear failure memberikan kelebihan yang konsisten pada faktor because the classical elastic methods for calculating

keamanan karena metode elastis klasik untuk shear stress are inappropriate for cracked concrete

menghitung tegangan geser tidak sesuai untuk sections. Structural concrete resists shear by a potongan beton yang retak. Beton struktur menahan

combination of reinforcement dowel action, aggregate geser dengan kombinasi dad aksi tulangan, saling interlock and arching. None of these effects can be

mengunci agregat, dan peeengkung. Tak ada dari modelled using simple bending theory.

pengaruh itu yang dapat dimodel menggunakan teori lentur sederhana.

The factor 0.4 used to convent the nominal ultimate Faktor 0.4 yang digunakan untuk merubah kekuatan shear strength of a beam to an equivalent working

geser ultimate nominal sebuah balok ke kekuatan kerja strength has been obtained by dividing the Strength

ekuivalen diperoleh dengan membagi faktor Reduction Factor for shear (0.6) by an average value for

pengurangan kekuatan untuk geser (0.6) dengan harga the Ultimate Load Factor of 1.5. If the shear force in a

rata-rata untuk faktor beban ultimate 1.5. Jika gaya beam is caused predominantly by live load effects, for

geser pada balok disebabkan secara dominan oleh which the ultimate Load Factors are 1.5 or greater, it

pengaruh beban hidup, untuk yang mana faktor beban would be prudent to use a factor less than 0.4 to

ultimate adalah 1.5 atau lebih, akan lebih baik determine the working shear strength.

menggunakan suatu faktor yang kecil dari 0.4 untuk menetapkan kekuatan geser kerja.

K6.6.2.3 Design Ultimate Shear Strength of a

Kekuatan Geser Ultimate Rencana Beam

K6.6.2.3

dari Balok

The traditional approach, namely the sum of the Pendekatan tradisional, seperti jumlah komponen beton "concrete" and "steel" components, deals efficiently with

dan baja, secara efisien berlaku pada balok bertulang, reinforced, partially prestressed and fully prestressed

balok prategang sebagian atau penuh. Komponen bala beams. The steel component and detailing requirements

dan persyaratan pendetailan ditetapkan dari pendetakan are determined from a truss

analogi rangka.

analogy approach. In beams, minimum shear reinforcement must be

Pada balok, tulang geser minimum harus diberikan provided, except in circumstances specified in clause

kecuali pada kondisi yang dispesifikasikan pada

6.6.2.6. The existence of this minimum reinforcement is subbagian 6.6.2.6. Keberadaan dari tulangan minimum utilised to simplify the range over which shear

ini dimanfaatkan untuk menyederhanakan batasan reinforcement needs to be calculated. Although not

dimana tulangan geser perlu dihitung. Meskipun tidak stated, nominal top longitudinal bars would also be

dinyatakan, tulangan memanjang atas nominal juga required in the corners of the reinforcement. The

diperlukan disudut tulangan. Kekuatan yang diberikan strength stated is consistent with clause 6.6.2.9.

konsisten dengan sub-bagian 6.6.2.9.

A more refined method of calculating the shear strength Metode yang lebih baik untuk perhitungan kekuatan of a section is to use the variable angle, truss-analogy

geser pada suatu penampang adalah menggunakan method. (Collins and Mitchell 1980; Nielsen et al 1978).

sudut variable, metode analogi rangka (Collins dan Mitchell 1980; Nielsen dkk. 1978).

K6.6.2.4 Tapered Members

K6.6.2.4

Bagian komponen yang meruncing

Where prestressed tendons are inclined, significant Bilamana kabel pra-tegangan dimiringkan, penambahan increase in the shear resistance can sometimes be

yang berarti pada tahanan geser kadang-kadang dapat achieved. This contribution is added to the shear

dicapai. Kontribusi ini ditambahkan pada tahanan geser resistance in accordance with clause 6.6.2.7. and sub-

yang sesuai dengan sub-bagian 6.6.2.7 dan sub-bagian clause 6.6.2.8.2. Note that it is possible that the

6.6.2.8.2. Perhatikan bahwa pemiringan mungkin inclination could produce a reverse effect.

menghasilkan pengaruh kebalikan. In hunched beams, where the line of the centroid of the

Pada balok yang dilengkung, dimana garis pusat gaya compression force is inclined, the vertical component of

tekan dibengkokkan, komponen vertikal gaya dapat juga the force can also be treated in the same manner.

diperlakukan dengan cara yang sama.

K6.6.2.5 Maximum Transverse Shear near a

Geser melintang maksimum dekat Support

K6.6.2.5

tumpuan

This Article normally limits the position at which the Artikel ini umumnya membatasi posisi dimana gaya shear force is determined, to a distance, d, from the

geser ditetapkan terhadap suatu jarak d dari perletakan. support. This, means that any forces closer to the

IN berarti bahwa gaya apapun yang lebih dekat support can normally be disregarded. In some

ketumpuan umumnya dapat diabaikan. Dalam beberapa circumstances, where a failure surface can develop

hal, dimana permukaan gagal dapat berkembang dalam within the support area, the critical section must be

daerah tumpuan, potongan kritis harus diambil pada taken at the face of the support.

muka tumpuan.

K6.6.2.6 Requirements for Shear

Syarat-syarat untuk Tulangan Geser Reinforcement

K6.6.2.6

Concrete beams can possess considerable strength Balok beton dapat memiliki kekuatan yang besar tanpa without shear reinforcement. However, this strength will

tulangan geser. Akan tetapi, kekuatan ini akan dikurangi

be reduced by restrained and shrinkage stresses if they tegangan susut dan tertahan jika ada. Karena are present. Since shear failure can be quite sudden,

kegagalan geser dapat terjadi cukup tibatiba. Peraturan the Code adopts a conservative approach with a

ini mengambil pendetakan konservatif dengan suatu requirement for most beams to contain at least minimum

persyaratan untuk kebanyakan balok untuk shear reinforcement calculated in accordance with

mengandung sedikitnya tulangan geser minimum yang clause 6.6.2.9.

dihitung sesuai dengan sub-bagian 6.6.2.9. The value of V u.min is simply an assessment of the

Nilai V u.min semata-mata untuk mendapatkan kekuatan strength of

a beam containing minimum shear balok mengandung tulangan geser minimum. reinforcement.

For cases, especially at transfer, where P v > V*, P v Untuk kasus, terutama pada pemindahan dimana P v > becomes the dominant load. The Code treats P v as part

V*, P v menjadi beban yang dominan. Peraturan ini of the shear capacity though there is argument that it

memperlakukan P v sebagai sebagian dari kapasitas would be more logically treated as a load and

geser meskipun ada bantahan bahwa itu lebih masuk incorporated as part of V*.

akan diperlakukan sebagai suatu beban dan digabungkan sebagai bagian dari V*.

Treating P v , as adding to the capacity would be very Memperlakukan P v , sebagai tambahan kapasitas akan unconservative for cases where V* is small and P v is

menjadi sangat tidak konservatif untuk hal dimana P v large. The Code formulae applied literally would indicate

kecil dan P, besar. Rumus pada Peraturan ini bila

a very safe reserve of strength where there may be a digunakan secara langsung akan menunjukan lack of strength. This would be especially true for no

cadangan keamanan kekuatan yang besar. Hal ini prestress losses and ungrouted ducts, where P v is

terutama benar untuk selongsongan tanpa kehilangan maximum, b v is minimum, V* is minimum and the

pra-tegangan dan tak terlekat, dimana P v maksimum, b v concrete strength is minimum.

minimum, V' minimum dan kekuatan beton minimum. Hence P v in theses cases is converted to a load and is

Karena itu P v pada kasus ini dirubah menjadi sebuah deleted as contributing to the capacity.

beban dan dihilangkan sebagai penyumbang kapasitas.

K6.6.2.7 Shear Strength Limited by Web

Kekuatan Geser yang Dibatasi oleh Crushing

K6.6.2.7

Pecahnya Bagian Badan

This clause relates to the maximum shear capacity Sub-bagian ini berhubungan dengan kapasitas geser independent of the amount of reinforcement. This limit is

maksimum yang bebas terhadap jumlah tulangan. needed to avoid the possibility of a web crushing failure

Batasan ini diperlukan untuk menghindari kemungkinan prior to yield of the reinforcement.

runtuh dari pecahnya bagian badan sebelum tulangan leleh.

A reduction in the width of the stem, to allow for grouted Pengurangan pada lebar blok akhir untuk menempatkan ducts, is included. This was proposed by Leonhardt

selongsongan yang diisi, dimasukkan, Hal ini diusulkan (1971) and supported by tests by Clark and Taylor

oleh Leonhardt (1971) dan didukung oleh pengujian (1975). For ducts not yet grouted the reduction should

Clark dan Taylor (1975). Untuk selongsongan yang

be for the full diameter. belum diisi pengurangan seharusnya untuk diameter penuh.

For transfer the characteristic strength of the concrete is Untuk merubah kekuatan beton karakteristik diambil taken as 0.85 f cp .

0.85 f cp .

K6.6.2.8 Shear Strength of a Beam Excluding

Kekuatan Geser Balok dengan Shear Reinforcement

K6.6.2.8

Meniadakan Tulangan Geser

K6.6.2.8.1 Reinforced Beams

K6.6.2.8.1

alok Bertulang

This empirical formula is similar to that develop by Rumus empiris ini mirip dengan yang dikembangkan Zsutty (1968) and has been appropriately modified to

oleh Zsutty (1968) dan sudah dimodifikasi untuk suit this Code.

disesuaikan dengan Peraturan ini. The formula takes account of the following parameters

Rumus memperhitungkan parameter berikut yang that influence the strength of a beam without shear

mempengaruhi kekuatan balok tanpa tulangan geser reinforcement:

i. Proportion of Tension Steel (A st /b v d)

Proporsi Baja Tarik (A st /b v d) This parameter has been shown by many investigations

i.

Parameter ini sudah ditunjukkan oleh banyak penyelidik to be of major importance in the shear strength of

sebagai sangat penting pada kekuatan geser balok. beams. The Design Engineer should be aware that it is

Perencana seharusnya sadar bahwa tulangan tarik yang the tension steel provided in the shear zone that is

diberikan pada daerah gesee yang kritis dan tulangan critical diberikan pada daerah gesee yang kritis dan tulangan critical

dipertimbangkan.

ii. Concrete Strength

ii. Kekuatan Beton

The variation with concrete strength is better Variasi kekuatan beton diwakili oleh aturan akar pangkat represented by a cube root rule rather than the

tiga daripada pendetakan dengan aturan akar kuadrat approximation of a square root rule (Zsutty, 1968).

(Zsutty, 1968).

iii. Depth Factor

iii. Faktor Tinggi

The influence of the depth of the beam on the strength Pengaruh tinggi balok pada kekuatan telah dikenal sejak has been recognised for many years and is even

lama dan bahkan disinggung dalam komentar ACI 318- mentioned in the commentary on the ACI 318-71. An

71. Sebuah contoh diberikan oleh Chana (1981). example is given by Chana (1981).

This factor is based on experimental data relating the Faktor ini didasarkan pada data percobaan yang shear strength to the absolute depth of the member. The

menghubungkan kekuatan geser dengan kedalaman format of the factor is related to CEB proposals,

absolut dari elemen. Format dari faktor berhubungan although the absolute values of the constants were

dengan proposal CEB, walaupun nilai absolut dari suatu based on an analysis of test data.

konstan yang didasarkan pada analisa pengujian data.

iv. Axial Force

iv. Gaya Aksial

The Factor is normally unity, but for members subject to Faktor ini umumnya tergabung, tapi pada elemen yang significant axial tension, it reduces in line with ACI

ditujukan untuk tarik aksial yang berarti, ini berkurang recommendations. Beams restrained by "fixed"

segaris dengan rekomendasi ACI. Balok yang ditahan connection to supports may need special consideration

dengan hubungan kaku ke tumpuan dapat memerlukan of the likely restrain forces. If in doubt, V uc should be

pertimbangan khusus terhadap gaya tahan yang taken as zero.

mungkin terjadi. Bila diragukan, V uc seharusnya diambil nol.

v. Shear-span to Depth Effect

Pengaruh Bentang Geser Terhadap Tinggi The factor is usually unity but may increase up to a

v.

Faktor ini biasanya tergabung tapi dapat bertambah maximum of 2. It is an established parameter for the

sampai suatu nilai maksimum 2. Hal ini adalah suatu influence of proximity of the load to the support. This is a

parameter yang mapan untuk pengaruh kedekatan conservative factor and can be related to test results.

beban ke tumpuan. Ini adalah faktor yang konservatif Note that for loads within a distance, d, from the support,

dan dapat dihubungkan denga hasil-hasil pengujian. the factor becomes large. Alternatively a deep beam

Perhatikan bahwa untuk beban dalam suatu jarak, d, situation may be involved.

dari tumpuan, faktor ini menjadi Iebih besar. Sebagai alternatif suatu situasi balok tinggi dapat dilibatkan.

Balok Prategang The formula for V uc for flexure-shear cracking in

K6.6.2.8.2 Prestressed Beams

K6.6.2.8.2

Untuk pemudahan, rumus untuk V uc untuk keretakan prestressed beams has been kept similar to that for

geser-lentur pada balok dipertahankan mirip dengan reinforced beams for simplicity. For prestressed beams,

balok bertulang. Untuk balok pra-tegang, pendekatan the approach of flexure-shear and web-shear is used,

geser-lentur dan geser-badan digunakan, kecuali bahwa except that the flexure-shear strength is derived using

kekuatan geser-lentur diturunkan dengan menggunakan the shear strength formula given for reinforced beams,

rumus kekuatan geser yang diberikan untuk balok increased by V o the decompression shear. The formula

bertulang, ditambah dengan geser penekanan kembali has been checked against experimental data by Rangan

V o . Rumus sudah dicek terhadap data percobaan oleh (1979).

Rangan (1979).

In calculating V o the corresponding values of M' and V* Dalam perhitungan V o nilai yang bersesuaian dari M' can vary, depending upon the loads and load

dan V* dapat bervariasi, tergantung pada beban dan dan V* dapat bervariasi, tergantung pada beban dan

bersesuaian seharusnya dihitung dan nilai minimum V,

be calculated and the resulting minimum value of V,

yang dihasilkan digunakan.

used. K6.6.2.8.3

Secondary Effects on V uc

K6.6.2.8.3

Pengaruh sekunder pada V uc

This is a warning about the possible influence of Ini adalah suatu peringatan tentang akibat yang secondary effects. If the magnitude of the tensile forces

dimungkinkan oleh pengaruh sekunder. Bila besar gaya

tarik dapat diperkirakan, faktor E 2 dapat digunakan. Bila the value of V uc should be taken as zero.

can be estimated, the E 2 factor may be used. If in doubt,

meragukan, harga V uc , seharusnya diambil nol.

K6.6.2.9 Contribution to Shear Strength by the

Kontribusi Tulangan Geser Terhadap Shear Reinforcement

K6.6.2.9

Kekuatan Geser

The strength of a beam with shear reinforcement has Kekuatan suatu balok dengan tulangan geser sudah been the subject of extensive research. (ACIASCE

menjadi bahan penelitian yang intensif. (ACI-ASCE 1973). The main difficulty is that with low amounts of

1973). Kesulitan utama adalah bahwa dengan jumlah shear reinforcement, the strengths are much greater

tulangan geser yang sedikit, kekuatan jauh Iebih besar than a simple 45 degree truss predicts. Partly to

dari perkiraan rangka sudut 45°. Sebagian untuk compensate for this inadequacy, it is traditional to add a

mengganti ketidak cukupan ini, adalah tradisional untuk concrete component to the steel component of the

menambahkan tahanan komponen beton ke komponen resistance.

baja.

From a design convenience point of view, the sum of Dari sudut pandangan kemudahan perencanaan, jumlah steel and concrete contribution has practical

kontribusi beton dan baja memiliki keuntungan secara advantages, particularly in eliminating any discontinuity

praktis, terutama dalam menghilangkan ketidak in the design. In reality, the concrete contribution

menerus pada perencanaan. Pada kenyataan, decreases with higher shear forces and this effect is

kontribusi beton menurun terhadap gaya geser yang included in the CEB-FIP Model Code method.

Iebih besar dan pengaruh ini dimasukkan dalam metode CEB-Fip Model Code.

Truss theories usually give a range for the truss angle Teori rangka biasanya memberikan suatu interval untuk which becomes more restricted with higher shear forces,

sudut rangka yang menjadi lebih terbatas terhadap gaya and in the more severe cases is limited to about 45° so

geser yang Iebih besar, dan dalam kasus yang lebih that the general concept is consistent with truss theory.

jelek dibatasi kira-kira 45° sehingga konsep umum In the procedure selected, V uc is taken as constant but

konsisten dengan teori rangka. Pada prosedur yang the truss angle is explicitly stated and increases with

dipilih, V uc diambil konstan tapi sudut rangka secara increasing shear.

jelas diberikan dan bertambah dengan bertambahnya geser.

K6.6.2.10 Minimum Shear Reinforcement

K6.6.2.10

Tulangan geser minimum

The area of minimum shear reinforcement comes from Was tulangan geser minimum diambil dari ACI practice. ACI practice.

K6.6.2.11 Suspension Reinforcement K6.6.2.11 Tulangan Gantung

The standard theories for shear in beams are derived on Teori standar untuk geser di balok diturunkan dengan the basis of beams loaded on their top surfaces and

dasar balok yang dibebani pada permukaan atas dan supported on the bottom. Where the load is introduced

ditumpu pada bagian bawah. Bila beban diberikan by corbels or nibs or other methods into the lower

melalui korbel atau rib atau metode lainnya ke bagian portion of the beam, suitable transverse reinforcement

balok yang Iebih rendah, tulang penyebar yang cukup must be provided to transfer the force into the

harus diberikan untuk menyebarkan gaya ke daerah compression zone of the beam; similarly, for supports in

tekan balok; dengan cara yang sama, untuk tumpuan the upper portion of a beam. Full depth

pada bagian atas balok.

loading and support by intersecting members also Pembebanan dan penumpuan dengan kedalaman requires suspension reinforcement.

penuh dengan menyisipkan elemen juga memerlukan tulangan gantung.

K6.6.2.12 Detailing of Shear Reinforcement

K6.6.2.12

Pendetailan Tulangan Geser

K6.6.2.12.1 Types

K6.6.2.12.1

Tipe

The types of reinforcement that may be used are more Tipe tulangan yang dapat digunakan dalam subbagian restricted in this clause than in some other codes. Bent

ini lebih dibatasi dibanding beberapa peraturan lainnya. up bars are not allowed because of difficulties in

Tulangan bengkok keatas tidak diperbolehkan karena anchorage and the likelihood of the concrete splitting in

kesulitan dalam peng-angkeran dan kemungkinan the plane of the bends (Leonhardt 1971). Inclined

kepecahan beton pada bidang yang dibengkokkan stirrups have not been included as they are not used in

(Leonhardt 1971). Sengkang miring belum dimasukkan practice and some difficulties can be encountered in

karena tidak digunakan dan beberapa kesulitan dapat ensuring they are maintained at the correct angle in

dijumpai dalam menjamin mereka dipelihara pada sudut construction.

yang tepat pada pelaksanaan. Struktur kawat yang dilas sangat direkomendasikan oleh

Welded wire fabric has been strongly recommended by Leonhardt (1971) sebagai suatu bentuk dari tulangan Leonhardt (1971) as a form of shear reinforcement.

geser. Sengkang segi empat dapat memberikan Rectangular helices can provide a solution to the

pemecahan masalah pengangkeran pada balok yang problem of anchorage in shallow beams.

pendek.

K6.6.2.12.2 Spacing

K6.6.2.12.2

Jarak Antara

The requirement for maximum spacing remains 0.5D or Persyaratan jarak maksimum tetap 0.5 D atau 300 mm. 300 mm. This ensures that a potential failure surface

Ini menjamin bahwa suatu permukaan yang mungkin intersects one or more stirrups and reduces the

runtuh memotong satu atau lebih sengkang dan concentration of compression forces in the web strut.

mengurangi konsentrasi gaya tekan pada penguat badan.

K6.6.2.12.3 Extent

K6.6.2.12.3

Perpanjangan

This provides in part for possible inaccuracies in Ini mengatasi kemungkinan ketidak-tepatan pada analysis and non typical failure mechanisms as well as

analisa dan mekanisme runtuh yang tidak umum considerations arising from truss-analogy theory.

maupun pertimbangan yang timbul dari teori analogi rangka.

Pengangkeran ujung dari tulangan It is essential that shear reinforcement be adequately

K6.6.2.12.4 End Anchorage of Bars

K6.6.2.12.4

Adalah penting bahwa tulangan geser harus anchored. This states the minimum requirements for this

diangkerkan dengn cukup. Bagian ini memberikan purpose.

syarat minimum untuk tujuan ini.

K6.6.2.12.5 End Anchorage of Fabric

K6.6.2.12.5

Pengangkeran Ujung dari Tulangan Tersusun

See Sub-clause K6.6.2.12.4.

Lihat Sub-bagian K6.6.12.4.

K6.6.3 STRENGTH OF BEAMS IN TORSION K6.6.3 KEKUATAN BALOK TERHADAP PUNTIR K6.6.3.1 Application

K6.6.3.1 Penggunaan

This Article has been written to include the combination Artikel ini ditulis untuk memasukkan kombinasi geser of shear and torsion where the appropriate shear

dan puntir dimana kekuatan geser yang cukup tanpa strengths without torsion are calculated by Article 6.6.2.

puntir dihitung dengan Artikel 6.6.2.

K6.6.3.2 Design Method

K6.6.3.2

Metoda Perencanaan

See clause K6.6.2.2.

Lihat sub-bagian K6.6.2.2.

K6.6.3.3 Torsion Redistribution K6.6.3.3 Redistribusi Puntir

The concept behind this clause has been derived from Konsep yang mendasari sub-bagian ini diturunkan dari compatibility torsion proposed by Collins and Mitchell

puntir yang bersesuaian yang diusulkan oleh Collins dan (1980) and incorporated in AC1318-83.

Mitchel 91980) dan digabung dengan ACI 318-83. Dalam struktur statis tak tentu, dimana garis beban

In a statically indeterminate structure, where alternative alternatif berada dan kekuatan puntir elemen tak load paths exist and the torsional strength of a member

diperlukan untuk keseimbangan (puntir yang is not required for equilibrium (ie compatibility torsion),

bersesuaian), kekakuan puntir elemen dapat diabaikan the torsion stiffness of the members may be disregarded

dalam analisa dan puntir dapat diabaikan dalam in analysis and torsion may be ignored in design.

perencanaan.

However, minimum torsional reinforcement in Akan tetapi, tulangan puntir minimum yang sesuai accordance with clause 6.6.3.8 must still be provided to

dengan sub-bagian 6.6.3.8 harus tetap diberikan untuk avoid serviceability problems.

menghindari masalah tingkat layan.

K6.6.3.4 Torsional Strength Limited by Web

Kekuatan Terhadap Puntir yang Crushing

K6.6.3.4

Dibatasi oleh Hancurnya Bagian Badan

A simple upper limit, consistent with the shear limit, is Suatu batas atas yang sederhana, konsisten dengan placed on the torsional moment to avoid web crushing.

batas geser, diletakkan pada momen puntir untuk This limit is still conservative. For combined shear and

menghindari kehancuran badan. Batasan ini tetap torsion, a linear interaction is assumed.

konservatif. Untuk kombinasi geser dan puntir, suatu interaksi linear dianggap.

In box girders, as well as checking webs for crushing Pada kotak gelagar, selain pengecekan untuk under combined shear and torsion, top and bottom

kehancuran akibat kombinasi geser dan puntir, sayap flanges should be checked for crushing under torsion.

atas dan bawah seharusnya dicek untuk kehancuran akibat puntir.

K6.6.3.5 Requirements for Torsional

Persyaratan untuk Tulangan Puntir Reinforcement

K6.6.3.5

The terms T uc and T us are the strengths of the member Istilah T uc dan T us adalah kekuatan elemen untuk puntir in torsion without any shear force. Likewise, V uc and V us ,

tanpa suatu gaya geser. Juga seperti, V uc dan V us , are the strengths of the member in shear without any

adalah kekuatan elemen untuk geser tanpa puntir. Nilai torsion. The values are obtained from Article 6.6.2. for

ini diperoleh dari Artikel 6.6.2 untuk V uc dan V us dan dari

V uc and V us and from clause 6.6.3.6 for T us and T us sub-bagian 6.6.3.6 untuk T uc dan T us .

i. Where torsional reinforcement is not required:

Bila tulangan puntir tak dperlu kan The linear interaction given is more conservative

i.

Interaksi linear yang diberikan lebih konservatif than other theories.

dibanding teori lainnya.

ii. Where torsional reinforcement Is required:

Bile tulargen puntir diperlukan The linear interaction in this clause is a

ii.

Interkasi linear dalam sub-bagian ini adalah conservative assumption and expresses the

suatu anggapan konservatif dan menunjukkan concern that torsional cracking could

kekhawatiran bahwa retak puntir dapat substantially reduce the contribution of the

mengurangi kontribusi beton terhadap kekuatan concrete to the shear strength. Although this

geser. Meskipun hal ini akan terjadi, ada would occur, there is some doubt about whether

beberapa keraguan tentang apakah Vuc adalah

V uc is truly a concrete contribution or an empirical semata-mata kontribusi beton atau suatu koreksi correction. The ACI Code has been far less

empiris. ACI Code jauh kurang konservatif dan conservative and even permits significant amount

bahkan mengijinkan jumlah yang berarti dari of torsion without any reduction in shear strength.

puntir tanpa suatu pengurangan pada kekuatan geser.

Note that the implications are that if any torsion is Perhatikan bahwa pengaruh sampingannya present and the shear is such that fitments are

adalah bahwa bila puntir berada dan geser required, then V uc must be taken as zero, a

adalah sedemikian hingga diperlukan sengkang, substantial increase in the shear reinforcement is

maka Vuc harus diambil nol, penambahan yang required, and additional reinforcement is need to

berarti pada tulang geser diperlukan, dan resist the torsion.

tulangan tambahan diperlukan untuk menahan puntir.

The vertical component of prestress, P„ is Komponen vertikal pra-tegangan, P,, dimasukkan included in V uc as contributing to the concrete

dalam Vuc sebagai kontribusi untuk kekuatan strength sub-clause 6.6.2.8.2. Although the concrete

beton yang diberikan pada subbagian 6.6.2.8.2. contribution V uc is taken as zero, P, is considered

Meskipun kontribusi beton Vuc diambil nol, P, to act and is included in the formula as

dipertimbangkan bekerja dan dimasukkan contributing to the reinforcement contribution.

kedalam rumus sebagai penyokong kontribusi tulangan.

K6.6.3.6 Torsional Strength of a Beam

K6.6.3.6

Kekuatan Puntir Balok

i. Without closed ties: (Lampert 1971; Lampert &

Tanpa pengikat yang rapat: (L a m p e r t 1971; Collins 1972) The torsional strength of a concrete

i.

Lampert & Collins 1972) Kekuatan puntir dari beam without torsional reinforcement is largely

balok beton tanpa tulangan puntir sangat related to a maximum principal tensile stress

berhubungan dengan kegagalan tegangan tarik failure of the concrete, with the stress being

prinsipal maksimum beton, dengan tegangan determined more accurately by the plastic stress

ditetapkan lebihtepat dengan distribusi tegangan distribution than the elastic. The Code has a

plastis daripada elastis. Peraturan ini memiliki simplified version of the torsional modulus

versi yang disederhanakan dari modulus puntir (eg.0.4 x 2 y for a rectangular section). The last

(0.4 x 2 y untuk penampang segi empat). Bagian term in the formula allows for the influence of

terakhir dari r unus mengijinkan untuk pengaruh prestress on the maximum principle stress.

prategangan pada tegangan prinsipal

maksimum.

ii. With dosed ties: The method given is a variable

Dengan pengikat yang rapat: Metode yang angle truss formulation with the value of B, to

ii.

diberikan adalah formulasi rangka dengan sudut restricted to the values given. For further details,

bervariasi dengan nilai 6, untuk membatasi nilai see Walsh (1984).

yang diberikan. Untuk detail lebih lanjut lihat Walsh (1984).

K6.6.3.7 Longitudinal Torsional

Tulangan Puntir Memanjang Reinforcement

K6.6.3.7

Pernyataan yang diberikan pada Artikel ini sekali lagi The expressions given in this Article are once again

diperoleh dari formulasi rangka sudut variabel. obtained from variable angle truss formulation

(Collins and Mitchell 1980, Walsh 1984). (Collins and Mitchell 1980, Walsh 1984).

K6.6.3.8 Minimum Torsional Reinforcement

K6.6.3.8

Tulangan Puntir Minimum

The minimum torsional reinforcement consists of both Tulangan puntir minimum terdiri dari kedua pengikat closed ties and longitudinal reinforcement placed at the

yang rapat dan tulangan memanjang ditempatkan pada corners of the ties.

ujung pengikat.

K6.6.3.9 Detailing of Torsional Reinforcement

K6.6.3.9

Pendetailan Tulangan Puntir

These detailing provisions are similar to those used in Kelengkapan pendetailan ini mirip dengan yang the NAASRA Code (1976). In larger members such as

digunakan pada NAASRA Code (1976). Pada elemen box girders it is not practical to have single ties

yang lebih besar seperti gelagar boks tidak praktis untuk completely around the box section.

memiliki pengikat tunggal secara penuh disekitar potongan boks.

It is adequate to overlap the reinforcement from the Adalah memadai untuk melebihkan tulangan dari sayap flanges and webs at the intersecting corners to give a

dan badan pada sudut yang berpotongan untuk complete loop, provided all reinforcement is fully

memberikan bengkokan yang sempurna, dengan syarat anchored beyond the intersection point.

semua tulangan diangkerkan dengan penuh diluar titik perpotongan.

Alternatively the reinforcement can be anchored by cogs Cara lain, tulangan dapat diangkerkan dengan gerigi around corner longitudinal bars with the legs of the cogs

sekitar tulangan memanjang disudut dengan kaki dari deflected into the concrete away from the outer face and

gerigi dibengkokkan kedalam beton jauh dari terminated clear of the layer of outer face reinforcement.

permukaan luar dari gerigi dibengkokkan kedalam beton jauh dari permukaan luar dan diakhiri bebas dari lapisan tulangan bagian luar.

K6.6.3.10 Concrete Details

K6.6.3.10

Pendetailan Beton

Use of fillets on sharp re-entrant corners may help Penggunaan sirip pada sudut balik yang tajam dapat reduce spalling at ultimate conditions.

menolong mengurangi belah pada kondisi ultimate.

K6.6.4 LONGITUDINAL SHEAR IN BEAMS

GESER MEMANJANG PADA BALOK K6.6.4.1 Application

K6.6.4

K6.6.4.1 Penggunaan

This Article covers the design for interface shear in Artikel ini meliputi perencanaan untuk geser pada composite concrete flexural members and also the

pertemuan permukaan elemen lentur beton komposit requirements for transverse reinforcement in the flanges

untuk tulangan melintang disayap balok T dan L. of T and L beams. The approach adopted follows closely

Pendekatan yang diambil mengikuti FIP (1982). the FIP (1982).

K6.6.4.2 Design Method K6.6.4.2 Metoda Perencanaan

See clause K6.6.2.2.

Lihat bagian K6.6.2.2.

K6.6.4.3 Design Shear Force

K6.6.4.3

Gaya Geser Rencana

The longitudinal shear force per unit length along a Gaya geser memanjang per unit panjang sepanjang shear plane can be related directly to the vertical shear

bidanga geser dapat secara langsung dihubungkan force V* and the level arm d ct between the tensile and

dengan gaya geser vertikal V* dan lengan momen d ct compressive forces resulting from the

antara gaya tarik dan tekan yang dihasilkan momen antara gaya tarik dan tekan yang dihasilkan momen

= (F c1 - c )d ct = (Fn t1 -F t )d ct V*-a = (F c1 - c )d ct = (Fn t1 -F t )d ct

where:

dengan:

paniang dari bagian bebas (F c1 -F c )

a = length of free body

gaya tekan yang tak seimbang (F t1 -F t )

= out of balance compression force

(Fc1 -Fc)

= out of balance tension force

(F t1 - Ft) =

gaya tarik yang tak seimbang

d ct = distance between the centroids of the

jarak antara pusat gaya tarik dan tension and compression forces

d ct

tekan

and for horizontal equilibrium along a shear plane dan untuk keseimbangan horisontal sepanjang bidang through the web :

geser melalui badan :

For shear planes through the flanges, only a portion of Untuk bidang geser yang melalui sayap, hanya the out of balance compression force (or tension force)

sebagian dari gaya tekan yang tak seimbang (atau gaya has to be transmitted across the shear plane, this

tarik) yang harus dipindahkan sepanjang bidang geser, proportion being directly related to the area in

proporsinya secara langsung dihubungkan terhadap compression A, (or tension) outstanding beyond the

area didaerah tekan A, (atau tarik banding bidang geser shear plane to the total area A2 in compression (or

area total A2 pada tekan (atau tarik). Karena itu gaya tension). Hence the shear force across this plane is :

geser melalui bidang ini adalah :

For the purpose of this article, the design longitudinall Untuk tujuan artikel in, gaya geser memanjang rencana shear force acting on the shear plane is taken as V d ct

yang bekeria pada bidang geser diambil sebagai V d ct , hence eliminating the need to calculate the lever arm d ct.

sehingga menghilangkan keperluan untuk menghitung The longitudinal shear strength V ur in clause 6.6.4.4 is

lengan momen d ct . Kekuatan geser memaniang V,, pada expressed in a similar manner such that V* or V*A 1 /A 2 sub-bagian 6.6.4.4 diekspresikan dalam cara yang

serupa sehingga V* atau V*A 1 /A 2 dapat secara langsung

can be directly compared to the design strength K C V uf

dibandingkan dengan kekuatan rencana K *

C V uf .

K6.6.4.4 Design Shear Strength

K6.6.4.4

Kekuatan Geser Rencana

The formula for design strength is composed of two Formula untuk kekuatan rencana terdiri dari 2 bagian, parts, a strength related to the amount and yield

suatu kekuatan berhubungan dengan jumlah dan strength of the transverse steel crossing the shear

kekuatan leleh dari baia melintang melalui bidang geser; plane; and a strength related to the indirect tensile

dan suatu kekuatan berhubungan dengan kekuatan strength of the concrete.

regangan yang tak langsung dari beton.

K6.6.4.5 Shear Plane Surface Coefficients

K6.6.4.5

Koefisien Permukaan Bidang Geser

Koefisien b 4 dan b 5 memperhitungkan kondisi condition at the shear plane. The coefficient b4 is closely

The coefficients b 4 and b 5 account for the surface

permukaan pada bidang geser. Koefisien b, related to the coefficient of friction for the shear plane

dihubungkan secara dekat dengan gesekan untuk and b5 accounts for concrete related factors, such as

bidang geser dan b5 memperhitungkan faktor yang aggregate interlock, which are sensitive to changes in

berhubungan dengan beton, seperti saling mengunci the surface condition. The values have been obtained

agregat, yang mana sangat peka terhadap perubahan from an extensive test program (FIP 1982).

pada kondisi permukaan. Nilai mereka diperolah dari program penguiian yang ekstensif (FIP 1982).

K6.6.4.6 Shear Plane Reinforcement

The minimum requirements are identical to those required for conventional vertical shear reinforcement given in clause 6.6.2. except that A sy.min is the area of shear reinforcement at a spacing, s, that crosses the shear plane. This reinforcement must be anchored both sides of the shear plane to develop its full yield strength.

Where conventional shear reinforcement, as provided in clause 6.6.2.9, also crosses a shear plane, it can be counted as shear plane reinforcement for the purpose of determining the design strength in accordance with clause 6.6.4.4.

K6.6.4.7 Minimum Thickness of Structural Components

This clause is particularly important for toppings. Thin toppings require careful curing and variations in thickness should be minimised.

K6.6.5 DEFLECTION OF BEAMS

For all types of deflection calculations, a likely range of deflections should be produced which takes some account of the variability of the many parameters which affect deflections. The complexity of the calculations should be related to the importance of the deflections to the structure. However, very complex calculations may in some cases demonstrate only that a large range of deflections is possible, but any range so calculated could still fall within acceptable bounds for serviceability.

The loading, both in magnitude and time of application and duration, is highly variable. The effects of creep and shrinkage and early age cracking are also difficult to predict. Moreover, the approach of making a conservative assessment of each of these parameters can lead to a overly conservative design. To design effectively for serviceability, the designer must have an understanding of the non linear behaviour of concrete structures.

K6.6.5.1 General

Span to depth rations are given as a guide to reduce the likelihood of excessive deflections of beams. However, the use of these ratios without a critical assessment of the variables used may not eliminate serviceability problems.

K6.6.4.6 Penulangan Bidang Geser

Persyaratan minimum identik dengan yang dibutuhkan untuk tulangan geser vertikal konvensional yang diberikan pada sub-bagian 6.6.2, kecuali bahwa A sy.min adalah area tulangan geser pada suatu jarak, s, yang melintang bidang geser. Tulangan ini harus diangkerkan pada kedua sisi bidang geser untuk mengembangkan kekuatan leleh penuhnya.

Bila tulangan geser konvensional, seperti yang diberikan pada sub-bagian 6.6.2.9, juga melintang suatu bidang geser, itu bisa diperhitungkan sebagai tulangan bidang geser dalam menetapkan kekuatan rencana sesuai dengan sub-bagian 6.6.4.4.

K6.6.4.7 Ketebalan Minimum dari Komponen Struktural

Sub-bagian ini secara khusus penting untuk penutup. Penutup yang tipis membutuhkan perawatan yang hati- hati dan variasi pada ketebalan seharusnya ditekan.

K6.6.5

LENDUTAN DARI BALOK

Untuk semua tipe perhitungan lendutan, batas kemungkinan lendutan seharusnya dihasilkan dengan memperhitungkan variasi parameter

yang mempengaruhi lendutan. Kerumitan perhitungan seharusnya dihubungkan

terhadap kepentingan lendutan bagi struktur. Akan tetapi perhitungan yang sangat rumit dalam beberapa kasus hanya dapat menunjukkan bahwa suatu interval penurunan yang besar mungkin terjadi, tapi suatu interval yang begitu dihitung dapat tetap jatuh dalam batas yang dapat diterima untuk tingkat layan.

Beban, besaran dan waktu pemberian dan lamanya, sangat beragam. Pengaruh rangkak dan susut dan retak pada umur awal juga susah untuk diperkirakan. Apalagi, pendekatan dalam membuat suatu penyelidikan yang konservatif dari masing-masing parameter dapat menuntun ke perencanaan yang sangat konservatif. Untuk merencanakan secara efektif untuk tingkat layan, perencana harus memiliki pengertian perilaku non-linear dari struktur beton.

K6.6.5.1 Umum

Perbandingan bentang terhadap tebal diberikan sebagai arahan untuk mengurangi kemungkinan penurunan balok yang berlebih. Akan tetapi, penggunaan perbandingan itu tanpa pertimbangan yang kritis terhadap variabel yang digunakan tidak dapat menghilangkan problem tingkat layan.

K6.6.5.2 Beam Deflection by Refined

Penurunan Balok dengan Calculation

K6.6.5.2

Perhitungan yang Lebih Teliti

This clause is intended to provide for top tier methods Sub-bagian ini dimaksudkan untuk memberikan metode based on estimated creep and shrinkage properties and

pengikat atas yang didasarkan pada sifat susut dan the integration of curvatures to obtain the deflection. The

rangkak yang diperkirakan dan pengintegrasian Design Engineer is free to choose suitable procedures.

lengkungan untuk memperoleh lendutan. Perencana bebas untuk memilih prosedur yang sesuai.

i. Shrinkage and creep properties of concrete:

Sifat susut dan rangkak baton The effect of environmental influences on creep

i.

Pengaruh akibat lingkungan pada rangkak dan susut and shrinkage is often difficult to predict.

seringkali sulit untuk memperkirakan. Akan tetapi However, guidance is given in Subsection 6.4

arahan diberikan pada sub-bagian 6.4 sebagai untuk as to the expected shrinkage and creep

sifat susut dan rangkak beton yang diharapkan untuk properties of concrete for a range of

suatu batas antara kondisi lingkungan (Warner 1973 environmental conditions (Warner 1973 and

dan 1978; Wyche 1984).

1978; Wyche 1984). ii.

Expected load history:

Sejarah beban yang diharapkan The loading used in the analysis should receive

ii.

yang digunakan dalam analisa careful consideration.

Pembebanan

seharusnya mendapatkan pertimbangan yang hati-hati. An aspect of the loading that must be

pembebanan yang harus considered is the history or time sequence of

Suatu aspek

dari

dipertimbangkan adalah sejarah urutan waktu dari loads. For the purpose of calculating the extent

beban. Untuk maksud perhitungan perluasan retak, dan of cracking, and hence tension stiffevening,

karena itu pengkakuan tarik, pembebanan pelaksanaan construction loading and early temperature and

dan tekanan temperatur dan susut awal dapat menjadi shrinkage stresses may

penting. Secara umum, lebih awal struktur dibebani general, the earlier the structure is loaded the

be important. In

akan lebih besar penurunan jangka panjangnya. greater will be the long term deflection.

Two other load history factors which influence Dua faktor sejarah beban lainnya yang mempengaruhi the deflection are the duration of the load and

lendutan adalah lamanya pembebanan dan umur the age at first loading. Simple assumptions

pertama kali dibebani. Disini asumsi sederhana dapat here may lead to very conservative results.

menuntun kepada hasil yang sangat konservatif.

iii. Cracking and tension stiffening:

Kekakuan tank dan keretakan Cracking of reinforced and partially prestressed

iii.

Keretakan beton bertulang dan pratekan partial concrete reduces the stiffness of the section.

mengwangi kekakuan dari potongan. Akan tetapi, awal However, the onset and extent of cracking is

dan perluasan retak sulit untuk diramalkan. Beban difficult to predict. Construction loads may be

pelaksanaan dapat diberikan pada elemen lentur pada applied on flexural members at a time when the

saat kekuatan baton dibawah persyaratan rencana dan concrete strength is below design requirements

keretakan dapat terjadi. Karena itu dalam penggunaan and cracking may result. In the application of

metode perencanaan, direkomendasikan bahwa bila the design methods, it is therefore

tidak ada informasi yang lebih baik, momen inertia recommended that unless better information

efektif seharusnya didasarkan pada anggapan bahwa exists, the effective moment of inertia should be

elemen dibebani terhadap beban layan jangka pendek based on the assumption that the member has

maksimum atau beban pelaksanaan rencana bilamana been loaded to its maximum short-term service

lebih besar.

load or design construction load, whichever is greater.

There is also the possibility that significant Juga ada kemungkinan bahwa retak yang berarti dapat cracking may be caused by factors that are not

disebabkan oleh faktor yang tak tergantung beban load dependent such as shrinkage and

Problem retak berat temperature.

seperti susut dan temperatur.

Severe cracking problems

yang yang

yang dihubungkan dengan perawatan yang tak drying have been observed even where the

cukup dan pengeringan yang cepat sudat laboratory tests showed that the concrete did

diamati, dimana pengujian laboratorium not have a high ultimate shrinkage. In the

menunjukkan bahwa beton tidak memiliki susut design process, it is recommended that due

yang tinggi. Pada proses allowance be made for shrinkage, particularly

ultimate

perencanaan, disarankan bahwa batas ijin for lightly reinforced sections which would

dibuat untuk susut terutama pada bagian otherwise be uncracked at service loads.

dengan tulangan ringan meskipun tidak akan retak pada beban layan.

Tension stiffening is the phenomenon whereby the Pengkakuan tarik adalah penomena yang mana beton concrete between cracks contributes significantly to the

diantara retak menyokong secara berarti pada kekakuan stiffness of the section and any model for reinforced

potongan dan suatu model untuk beton bertulang harus concrete must allow for this effect. (Bridge and Smith

memperhitungkan pengaruh ini. (Bridge dan Smith 1982; Clark and Spiers 1978; Gilbert and Warner 1978;

1982; Clark dan Spiers 1978; Gilbert dan Warner 1978; Wyche 1984).

Wyche 1984).

Other secondary factors influencing deflection have Pengaruh faktor sekunder lainnya yang mempengaruhi been discussed by Beeby (1970). These are related to

lendutan sudah didiskusikan oleh Beeby (1970). Itu partial fixity of nominally simply supported members,

ditujukan untuk kekakuan sebagian dari elemen yang increase in modulus of elasticity over calculated values,

ditumpu sederhana secara nominal, penambahan and similar effects.

modulus elastisitas atas nilai yang dihitung dan pengaruh yang sama.

K6.6.5.3 Beam Deflection by Simplifie d

Lendutan Balok dengan Cara Calculation

K6.6.5.3

Perhitungan yang Disederhanakan

K6.6.5.3.1 Immediate Deflection K6.6.5.3.1 Lendutan Seketika The simplified rules for calculating deflections follows

Aturan yang disederhanakan untuk menghitung the Branson equation for effective second moment of

lendutan mengikuti persamaan Branson untuk momen area. (Branson 1968).

area kedua efektif. (Branson 1986). Below the cracking moment, the gross transformed

Dibawah momen retak, sifat potongan yang section properties govern the deflection, and for

ditransformasikan total menyebabkan penurunan, dan simplicity, the Code permits use of the gross concrete

untuk penyederhanaan, peraturan ini mengijinkan section properties in this range. For moments greater

penggunaan sifat potongan beton total pada tahap ini. than the cracking moment, an empirical transition for l ef Untuk momen lebih besar dari momen retak, transisi

empiris untuk l ef diberikan oleh persamaan Branson, l cr as the service moment increases.

is given by the Branson equation, where l ef approaches

dimana l ef mendetaki l cr untuk pertambahan momen

layan.

Conveniently, the Branson formula may conservatively Untuk memudahkan, rumus Branson dapat secara

be used for partially prestressed concrete (Warmer konservatif digunakan untuk beton pratekan partial 1978). The extra stiffness of this form of construction is

(Warmer 1978). Kekakuan lebih dari bentuk kontruksi ini reflected in the higher cracking moment.

digambarkan dalam momen retak yang lebih besar. The value of I l ef used in this sub-clause should relate to

Nilai l ef yang digunakan pada sub-bagian ini seharusnya the section of the member that most influences the

berhubungan dengan potongan elemen yang paling deflections.

mempengaruhi penurunan.

A further problem exists with the value of M s to be used Masalah selanjutnya adalah nilai M s yang harus in the calculation of l ef . In the simple laboratory tests on

digunakan pada perhitungan I l ef . Pada pengujian which this formula was based, M s represented the

laboratorim yang sederhana dimana formula ini service load at which the deflection was calculated. In

didasarkan, M s mewakili beban layan yang dipakai untuk practice, loads higher than the short-term service load

menghitung lendutan. Dalam pelaksanaan, beban yang may have been encountered during construction.

lebih besar dari beban Iayan jangka pendek dapat Consequently, the new clauses specify that M s be ditemui selama pelaksanaan. Sebagai akibat, sub-

calculated using the bagian yang baru meng-spesifikasikan calculated using the bagian yang baru meng-spesifikasikan

pendek atau beban pelaksanaan rencana manapun yang lebih besar.

It seems prudent to make some allowance for restrained Ternyata perlu untuk membuat beberapa batasan untuk shrinkage on the cracking moment. This allowance

susut tertahan pada momen retak. Batasan ini obviates the inconsistency of lightly reinforced sections

menghilangkan ketidak konsisten potongan bertulangan being regarded as uncracked for deflections, whereas

ringan yang dipertimbangkan sebagai tidak retak pada the combination of flexural and shrinkage stresses could

lendutan, yang mana kombinasi tegangan lentur dan induce cracking, thus significantly reducing the stiffness

susut dapat menyebabkan retak sehingga mengurangi of such sections.

kekakuan yang berarti pada potongan yang demikian. For heavily reinforced sections the problem is not so

Untuk potongon bertulangan berat masalah ini tidak significant, as the service loads are usually well in

terlalu berarti, karena beban layan biasanya cukup excess of the cracking load and the cracked stiffness is

untuk beban retak yang berlebih dan kekakuan retak closer to the gross stiffness. Therefore for lightly

Iebih dekat kekakuan keseluruhan. Karena itu untuk reinforced sections, some allowance should be made for

potongan bertulangan ringan, beberapa batasan shrinkage on the cracking moment. This approach may

seharusnya dibuat untuk susut pada momen retak.

be conservative as an allowance for shrinkage is already Pendekatan ini mungkin konservatif karena batasan included in the long term deflection multiplier. However,

untuk susut sudah termasuk dalam pengali lendutan experience has indicated initial cracking may be a more

jangka panjang. Akan tetapi, pengalaman menunjukan serious problem than would have been encountered in

retak awal dapat menjadi masalah lebih serius dari yang

dijumpai pada pengujian laboratorium. Karena itu suatu recommended for lightly reinforced sections (Gilbert

laboratory tests. Thus an upper limit on l ef of 0.6 I is

batas atas l ef sebesar 0.6 I disarankan untuk potongan 1983).

bertulangan ringan (Gilbert 1983).

K6.6.5.3.2 Long-term

Lendutan Jangka Panjang untuk Balok Uncracked Under Permanent Loads

Deflection for Beams

K6.6.5.3.2

Tidak Retak pada Beban Tetap The sub-clause applies primarily to prestressed concrete

Sub-bagian ini berlaku terutama pada balok beton beams. Long term deflections are calculated from

pratekan. Lendutan jangka panjang dihitung dari shrinkage effects and from creep of the concrete under

pengaruh susut dan rangkak beton pada beban tetap. permanent loads. Changes in permanent loads, time of

Perubahan pada beban tetap, perubahan waktu dan change and duration of loads will affect the long-term

lama pembebanan akan mempengaruhi lendutan jangka deflection and have to be taken into account when

panjang dan harus diperhitungkan saat menetapkan determining the creep coefficients.

koefisien susut.

K6.6.5.3.3 Multiplier Method for longterm Deflection

Metoda Pengali untuk Lendutan Jangka for Beams Cracked Under Permanent

K6.6.5.3.3

Panjang dari Balok Retak pada Beban Loads

Tetap

This sub-clause applies primarily to reinforced beams. Sub-bagian ini berlaku terutama pada balok bertulang. The long-term deflection multiplier for creep and

Pengali lendutan jangka panjang untuk rangkak dan

susut pada balok bertulang, k ca diturunkan dari laboratory tests which cannot take account of the

shrinkage in a reinforced beam, k ca is derived from

pengujian laboratorium yang tidak memperhitungkan variable conditions to which the structures are exposed

kondisi yang beragam dimana struktur diletakkan pada in service. The simple multiplier technique should,

pelayanan. Karena itu teknik pengali sederhana therefore, only be seen as an approximate predictor of

seharusnya hanya terlihat sebagai peramal yang final deflection and not as a complete guide to actual

mendekati dari lendutan akhir dan tidak sebagai behaviour.

pengarah yang lengkap terhadap perilaku nyata. For partially prestressed beams this multiplier method

Untuk balok pratekan parsial, metode pengali ini should be used with caution as shrinkage and creep can

seharusnya digunakan dengan hati-hati karena susut have a large effect on the deflection.

dan rangkak dapat memiliki pengaruh besar pada lendutan.

K6.6.5.4 Deemed to Comply Span-todepth Ratios

Anggapan untuk memenuhi for Reinforced Beams

K6.6.5.4

perbandingan enters bentang dengan tinggi untuk balok bertulang

This is a new approach (41,42) based on a model Ini adalah pendekatan baru (41, 42) yang didasarkan proposed by Rangan (43).

pada model yang diusulkan oleh Rangan (43). The maximum deflection of a beam under the action of a

Lendutan maksimum dan suatu balok terhadap aksi uniformly distributed load is usually expressed in the

beban terbagi rata biasanya diekspresikan dalam form:

bentuk:

where k 2 is the appropriate deflection constant derived dimana k 2 adalah konstan lendutan yang pantas yang from elementary principles. For example, for a simply

diturunkan dari prinsip dasar. Sebagai contoh, untuk supported beam k 2 is 5/384. For a continuous beam k 2 balok yang ditumpu sederhana k 2 adalah 5/384. Untuk depends on the relative stiffness of the spans and on

balok menerus k 2 tergantung pada kekakuan relatif the loading pattern but for more or less uniform spans,

bentang dan tipe pembebanan tapi untuk bentang yang where the loading is reasonably uniform, the values are

lebih kurang seragam, dimana beban mendekati assumed to be:

seragam, nilai ini dianggap menjadi k 2 = 1/185

in a end span (propped cantilever)

k 2 = 1/185

pada akhir bentang (kantilever tertumpu)

k 2 = 1/384 in an interior span (fully fixed ends)

k 2 = 1/384

pada tengah bentang (akhir yang terjepit penuh)

The code permits these values to be used where the live Peraturan ini mengijinkan harga diatas digunakan bila load does not exceed the dead load and where the ratio

beban hidup tidak melebihi beban mati dan dimana of longer to shorter spans does not exceed 1.2. For

perbandingan bentang yang lebih panjang terhadap other situations, an elastic analysis will produce the

yang lebih pendek tidak melebihi 1.2. Untuk situasi require coefficient.

lainnya, analisa elastis akan menghasilkan koefisien yang diinginkan.

In the above equation, if the effective moment of inertia Pada persamaan diatas, bila momen inersia efektif is replaced by:

diganti dengan:

then the design form of the equation becomes: lalu bentuk rencana persamaan menjadi:

Thus this equation involves no approximations other Dengan demikian persamaan ini tidak melibatkan

than those implicit in the values selected for k 1 and k 2 .

pendekatan selain yang terlihat dalam nilai yang dipilih

untuk k 1 dan k2.

Values for k2 can be obtained from an elastic analysis Nilai untuk k2 dapat diperoleh dari analisa elastis as noted above and values of k, can be obtained from

sebagai yang diterangkan diatas dan nilai k 1 dapat sub-clause 6.6.5.3.1. Thus the accuracy of the estimate

diperoleh dari sub-bagian 6.6.5.3.1. Dengan demikian of L s /d given by the equation depends only upon the

ketepatan dari perkiraan L e ./d yang diberikan oleh

persamaan hanya tergantung dari ketepatan dalam noted that the designer nominates a suitable value of 0

accuracy adopted in determining k, and k 2 . It should be

menetapkan k 1 dan k 2 . Harus diperhatikan bahwa for the member.

perencana mengusulkan nilai A yang tepat untuk suatu elemen.

K6.6.6 CRACK CONTROL OF BEAMS

The Code only gives specific detailing rules as a means of controlling cracking in beams. However, the calculation of crack widths can be used as an alternative procedure in controlling cracking. Accepted procedures would include the Gergely-Lutz formula adopted by the ACI 318 Code and the method given in BS 8110 Part 2.

The width of the flexural crack depends primarily on three factors: the proximity to the point considered of reinforcing bars perpendicular to the cracks; the surface strain at the point; and the proximity of the neutral axis to the point. The Design Engineer should therefore aim to minimise the cover and distance between bars to control flexural crack widths.

It is widely accepted that there is little correlation between calculated flexural crack width and durability. There is a stronger correlation between cracking due to 0+restraint and shrinkage, and durability.

K6.6.6.1 Crack Control for Flexure in Reinforced Beams

This clause is based on the work by Beeby (1970) and details maximum reinforcement spacing as a means of limiting width of cracks.

K6.6.6.2 Crack Control for Flexure in Prestressed Beams

K6.6.6.2.1 Monolithic Beams This sub-clause makes provision for both prestressed

and partially prestressed beams and includes simple alternatives.

If the tensile stress in the concrete is 0.25 f’ c the section

is considered uncracked and no further check is needed.

If the stress is above 0.25 f’ c then bonded reinforcement,

which can include tendons, must be provided near the tensile face. Since crack control is proportional to cover and spacing, the smaller the cover and closer the spacing of such reinforcement the better the control, although the Code provides no specific rule.

Further control of crack widths relies on limiting the concrete or steel stress. It is considered that a concrete

tensile stress of 0.5 — f’ c based on the uncracked

section, is the lower limit for significant

K6.6.6 PENGENDALIAN RETAK PADA BALOK

Peraturan ini hanya memberikan aturan pendetailan yang spesifik sebagai suatu alat untuk mengontrol retak pada balok. Akan tetapi, perhitungan lebar retak dapat digunakan sebagai prosedur alterantif dalam mengontrol retak. Prosedur yang diterima meliputi rumus Gergely- Lutz yang diambil oleh ACI 318 Code dan metode yang diberikan dalam BS 8110 Bagian 2.

Lebar retak lentur terutama tergantung pada tiga faktor: kedekatan ke titik yang dipertimbangkan dari tulangan yang tegak lurus terhadap retak; regangan permukaan pada titik itu; kedekatan sumbu netral ketitik itu. Karena itu perencana seharusnya meminimalkan selimut dan jarak antara tulangan untuk mengontrol lebar retak lentur.

Sudah diterima secara luas bahwa lebar retak lentur dan keawetan mempunyai hubungan yang kecil. Retak akibat tahanan dan susut dan keawetan mempunyai hubungan yang kuat.

K6.6.6.1 Pengendalian Retak pada Balok Beton Bertulang yang Terlentur

Sub-bagian ini didasarkan pada kerja Beeby (1970) dan mendetailkan jarak tulangan maksimum sebagai alat untuk membatasi lebar retak

K6.6.6.2 Pengendalian Retak untuk Balok Prategang yang Terlentur

K6.6.6.2.1 Balok Monolitik Sub-bagian ini memberikan kelengkapan untuk balok

pra-tegangan partial dan penuh dan meliputi alternatif sederhana.

Bila tegangan tarik pada beton adalah 0.25 f’ c potongan yang dipertimbangkan tidak retak dan tidak perlu pengecekan lebih lanjut.

Bila tegangan diatas 0.25 f’ c tulangan terlekat yang meliputi kabel, harus dilengkapi dekat permukaan tarik karena pengendalian retak sebanding dengan selimut dan jarak, lebih tipis selimut dan lebih dekat jarak tulangan lebih baik pengkontrolan, meskipun Peraturan ini tidak memberikan aturan khusus.

Kontrol lebih lanjut lebar retak mengandalkan pembatasan tegangan beton atau tulangan. Dipertimbangkan bahwa suatu tegangan beton 0.5 — f’ c yang didasarkan pada potongan tak retak Kontrol lebih lanjut lebar retak mengandalkan pembatasan tegangan beton atau tulangan. Dipertimbangkan bahwa suatu tegangan beton 0.5 — f’ c yang didasarkan pada potongan tak retak

Kelengkapan alternatif mengijinkan untuk suatu resulting from an increment of moment from the

tegangan 200 MPa yang dihasilkan dari pertambahan decompression moment. This requires that the

momen dari momen dekompresi. Itu memerlukan bahwa decompression moment for zero tensile stress be

momen dekompresi untuk tegangan tarik nol harus calculated. The steel stress caused by the excess of the

dihitung. Tegangan baja yang disebabkan oleh service moment over this decompression moment is

kelebihan momen dekompresi lalu dibatasi sampai 200 then limited to 200 Mpa. This gives rise to tensile strains

MPa. ini menaikkan regangan tarik baja sampai suatu at the level of the steel of 1,000 x 10-8 which requires a

tingkat 1,000 x 10'° yang memerlukan suatu tingkat higher level of crack control. This is provided by the

pengendalian retak yang lebih tinggi. Ini dilengkapi requirement that the reinforcement spacing be limited to

dengan persyaratan bahwa jarak tulangan harus that for a nonprestressed beam, thus giving "cover"

dibatasi seperti pada balok tanpa pra-tegang, dengan controlled cracks.

demikian memberikan retak yang dikontrol selimut.

K6.6.6.2.2 Segmental Members at Unrestrained

Unsur Segmental pada Hubungan Tidak Joints

K6.6.6.2.2

Tertahan

This sub-clause applies to prestressed segmental Sub-bagian ini berlaku untuk elemen segmental members with no unstressed reinforcement across the

prategang dengan tanpa tulangan tak ditegangkan tensile face of the joint. With no reinforcement to

melalui permukaan tarik dari hubungan. Dengan tidak distribute cracks, large crack widths can result at the

adanya tulangan untuk mendistribusikan retak, lebar joints which may affect the integrity of the structure at

retak yang lebih besar dapat terjadi pada hubungan the joint and affect shear transfer between segments.

yang mana dapat mempengaruhi kesatuan dari struktur pada hubungan dan mempengaruhi perpindahan geser antara segmen.

K6.6.6.3 Crack Control in the Side Face of

Pengendalian Retak pada Muka Sisi Beams

K6.6.6.3

dari Balok

Clause 6.2.2.2 provides minimum reinforcement for all Sub-bagian 6.2.2.2 memberikan tulangan minimum concrete surfaces to limit cracking due to shrinkage and

untuk semua permukaan beton untuk membatasi retak other causes.

akibat susut dan sebab lainnya.

K6.6.6.4 Crack Control at Openings and

Pengendalian Retak pada Bukaan Discontinuities

K6.6.6.4

dan Diskontinuitas

Openings and discontinuities can be the cause of stress Bukaan dan diskontinuitas dapat menyebabkan concentrations that may result in diagonal cracks

konsentrasi tegangan yang dapat menimbulkan retak emanating from re-entrant corners. Often, only nominal

diagonal yang mulai dari sudut masuk. Seringkali hanya reinforcement will be needed. A suitable method of

tulangan nominal yang diperlukan. Metode yang tepat estimating the size of the bars is to postulate a possible

untuk memperkirakan ukurang tulangan adalah untuk crack and to provide reinforcement at least equivalent to

menahan kemungkinan retak dan untuk memberikan the area of the crack multiplied by the tensile strength of

tulangan sedikitnya ekuivalen dengan area retak dikali the concrete. (Beeby 1970).

dengan kekuatan tank beton (Beeby 1970). Openings in the shear zone of beams should be treated

Bukaan pada daerah geser pada balok seharusnya with caution, as any contribution by the concrete to the

diperlalukan dengan hati-hati, karena suatu sokongan shear capacity may be considered dubious if openings

kapasitas geser dapat exist. Some guidance for reinforcement patterns may be

dari beton kepada

dipertimbangkan meragukan bila ada retak. Beberapa found from the force patterns of the truss analogy.

arahan untuk model tulangan dapat didapat dari model gaya dari analogi rangka.

K6.7 DESIGN OF SLABS FOR

PERENCANAAN PELAT STRENGTH AND

K6.7

LANTAI UNTUK KEKUATAN SERVICEABILITY

DAN DAYA LAYAN

K6.7.1 STRENGTH OF SLABS IN BENDING

K6.7.1

KEKUATAN PELAT LANTAI TERLENTUR

K6.7.1.1 General

K6.7.1.1 Umum

As most slabs bridge design are considered as oneway Karena sebagian besar perencanaan pelat Iantai slabs the clauses are generally limited to provisions for

jembatan dipertimbangkan sebagai pelat satu arah, sub- one-way slab design.

bagian ini secara umum dibatasi untuk kelengkapan perencanaan pelat satu arah.

K6.7.1.2 Minimum Thickness of Deck Slabs

K6.7.1.2

Tebal Minimum Pelat Lantai

The minimum thickness requirements are specified to Persyaratan ketebalan minimum dispesifikasikan untuk guard against failure under excessively heavy wheel

membantu terhadap kegagalan akibat tingkat kendaraan levels. Experience in Indonesia suggests that slabs less

berat yang berlebihan. Dari pengalamanan di Indonesia, than 200 mm are likely to be damaged by such loads,

ketebalan pelat kurang dari 200 mm dengan inspective of the amount of reinforcement provided.

penyelidikan tulangan yang diberikan, mempunyai kecenderungan untuk rusak akibat beban yang demikian.

Where the span of the slab is greater than 2.5 m, it is Pada bentang lebih dari 2.5 m, lebih baik membatasi desirable to limit the span to depth ratio to a maximum

perbandingan bentang terhadap ketebalan maksimum of about 16 to control live load deflection and vibrations.

16 untuk mengkontrol lendutan dan getaran beban hidup.

K6.7.1.3 Minimum Reinforcement K6.7.1.3 Tulangan Minimum

Shrinkage effects in slabs are difficult to predict because Pengaruh susut pada pelat sulit untuk diramalkan of the wide variety of construction conditions which may

karena variasi yang besar dari kondisi pelaksanaan, introduce unforeseen restraints. The minimum

yang mana dapat memberikan tahanan yang tak reinforcement requirements are intended to control the

diperkirakan. Persyaratan tulangan minimum cracking that will be caused by these effects. Slabs

dimaksudkan untuk mengkontrol retak yang dapat supported by columns are considered particularly

disebabkan oleh pengaruh diatas. Pelat yang ditumpu susceptible to shrinkage cracking because of the

oleh kolom dipertimbangkan sangat peka terhadap retak complex state of stress in the support regions.

susut karena keadaan tegangan yang rumit didaerah tumpuan.

Provisions are given for two way slabs because of the beneficial effect of the higher amount of transverse

Kelengkapan diberikan untuk dua arah karena pengaruh reinforcement.

yang menguntungkan dari jumlah tulangan melintang yang besar.

K6.7.1.4 Distribution Reinforcement for Slabs

K6.7.1.4

Penyebaran Tulangan untuk Pelat Lantai

Distribution reinforcement is required in all slabs for distribution of concentrated loads. If detailed analysis is

Tulangan menyebar dibutuhkan pada semua pelat untuk not carried out the amount of reinforcement to be used

menyebarkan beban terpusat. Bila perencanaan detail is stated as a percentage of the main reinforcement

tidak dilakukan, jumlah tulangan yang harus digunakan area. These values are taken from NAASRA (1976) and

dinyatakan sebagai persentasi luas tulangan utama. are almost identical to AASHTO (1989).

Nilai itu diambil dari NAASRA (1976) dan hampir sama dengan AASTHO (1988).

K6.7.1.5 Edge Stiffening

Pengaku Bagian Tepi At an edge or end of a slab, distribution of loads is

K6.7.1.5

Pada tepi atau akhir suatu pelat, penyebaran beban restricted by the discontinuity of the slab. Hence the

dibatasi oleh ketidak-menerusan pelat. Karena itu tepi edge or end of the slab has to carry a more

atau akhir dari pelat memikul beban terpusat yang lebih concentrated load than the slab section away from the

dibanding potongan pelat yang jauh dari tepi, dan balok edges, and an edge beam or diaphragm provides the

tepi atau diafragma memberikan kekuatan tambahan additional strength required.

yang diinginkan.

K6.7.2 STRENGTH OF SLABS IN SHEAR

K6.7.2

KEKUATAN PELAT LANTAI TERHADAP GESER

K6.7.2.1 General

K6.7.2.1 Umum

The definitions given hare are related to building Batasan yang diberikan disini berhubungan dengan construction. However, such details may occur in

bangunan gedung. Akan tetapi, detail yang demikian complex bridges, so they are included for completeness.

dapat terjadi pada jembatan yang rumit, dengan demikian dimasukkan untuk kelengkapan.

K6.7.2.2 Application

K6.7.2.2 Penerapan

Shear failure can occur in two difference modes. Kegagalan geser dapat terjadi dalam dua bentuk i.

Suatu pelat dapat berlaku sebagai balok luas dan beam-type shear.

A slab could act as a wide beam and fail in

i.

gagal dalam geser tipe balok. ii.

Suatu pelat dapat gagal dengan geser tipe pons truncated cone or pyramid around the support or

A slab could fail by "punching" type shear along a

ii.

sepanjang kerucut terpancung atau piramid loaded area. In this mode of failure, the extent of

sekitar daerah tumpuan atau daerah yang bending moment transferred from the slab to the

dibebani. Dalam bentuk kegagalan ini, besarnya support has an influence on the design.

momen lentur yang dipindahkan dari pelat ke tumpuan

mempunyai dampak pada

perencanaan.

K6.7.2.3 * Ultimate Shear Strength where M

v is

K6.7.2.3

Kekuatan Geser Ultimate Dimana M v

zero

adalah Nol

In most bridge designs, moments are not transferred Umumnya pada perencanaan jembatan, momen pada from slabs directly to the supports, and hence formulae

pelat tidak langsung dipindahkarr ketumpuan, karena itu are given in this clause for these cases.

rumus pada sub-bagian ini diberikan untuk kasus yang demikian.

i. The formula has been adopted from the ACI 318-

i.

Rumus diambil dari ACI 318-83 dan

83 and assumes shear stresses are distributed menganggap tegangan geser disebarkan uniformly around a critical perimeter and that

seragam sekitar keliling kritis dan bahwa failure occurs when these stresses reach a value

kegagalan terjadi bila tegangan itu mencapai equal to:

suatu nilai yang sama dengan (f cv + 0.3 Tcp )

(f cv + 0.3 Tcp ) ii.

Where shear reinforcement or a shear head is

Dimana tulangan geser atau kepala geser provided so that shear failure will not occur within

ii.

dilengkapi sehingga kegagalan geser tidak akan the shear head or the reinforced area. the value of

terjadi pada kepala geser atau daerah tulangan,

f cv is taken as 0.5 —f cv . The upper limit on V uo in nilai f cv diambil 0.5 —f cv Batasan atas V uo dalam this case avoids crushing failure.

kasus ini menghindari kegagalan hancur.

K6.7.2.4 * Ultimate Shear StrengtF where M

v is

K6.7.2.4

Kekuatan Geser Ultimate Dimana M v

not zero Tidak Sama Dengan Nol

Where the moment transfer to the support is not zero, Dimana pemindahan momen ketumpuan tidak nol, the "punching" shear strength is given by the formulas in

kekuatan geser pons diberikan oleh rumus dalam sub- this Clause. These formula are based or the results

bagian ini. Rumus itu berdasarkan pada hasil yang obtained from large scale tests conducted at the

skala besar yang University of New South Wales (2 to 6). To be consistent

diperoleh dar)

pengujian

diselenggarakan di University of New South Wales (2 with the model used in the calculation of V uo it is

sampai 6). Untuk konsisten dengan model yang assumed that the critical section for failure is at a

digunakan dalam perhitungan V,,,, dianggap bahwa distance d/2 away from the face of the column. Here M *

potongan kritis untuk kegagalan adalah pada jarak d/2

and V* are respectively the bending moment and the dari permukaan kolom. Disini M dan V* adalah momen v shear force transferred to the column centre at the

lentur dan gaya geser yang dipindahkan ke pusat kolom collapse limit state. The shear force is transferred partly

pada keadaaan limit runtuh. Gaya geser dipindahkan

sebagian oleh V 2 pada muka depan dan sisanya oleh V 1 side face. The moment transfer occurs partly as the

by V 2 at the front face and the remainder by V 1 at each

pada masing-masing muka sisi. Pemindahan momen yield moment, M 2 , of the slab reinforcement at the front

sebagian terjadi sebagai momen leleh M 2 tulangan pelat face of the critical section, some due to the eccentricity

pada muka depan potongan kristis, sebagian karena of the shear force V 2 and the remainder as torsional

eksentrisitas gaya geser V 2 dan sisanya sebagai moments T 1 at each side face.

momen puntir T 1 pada masing-masing muka sisi. At an interior column, transfer of forces also occurs at a

Pada kolom bagian dalam, pemindahan gaya juga back face of the critical section. At a corner column,

terjadi pada bagian belakang potongan kritis. Pada there is only one side face. At an edge column where

kolom sudut, hanya ada satu muka sisi. Pada kolom sisi

M acts parallel to the edge of the floor, there are front *

dimana M bekerja sejajar dengan sisi lantai, terdapat v and back faces and one side face.

muka depan dan belakang dan satu muka sisi.

A punching shear failure is caused either by the failure Kegagalan geser pons disebabkan oleh kegagalan jalur of the torsion strip (or the spandrel beam if any) at the

torsi (atau balok spandrel bila terdapat) pada muka sisi side face in combined torsion and shear, or by the

akibat gabungan puntir dan geser, atau oleh kegagalan failure of the slab strip at the front face (and the back

jalur pelat pada muka depan (dan bila terdapat muka face, if any) in shear.

belakang) akibat geser.

The strength of the torsion strip (or the spandrel beam if Kegagalan geser pons disebabkan oleh kegagalan jalur any) at the side face in combined torsion and shear is

torsi ( bila terdapat balok spndrel) pada muka sisi akibat many times the value calculated for isolated beams (2-

gabungan puntir dan geser, atau oleh kegagalan jalur 6). When subjected to torsion, an isolated beam

pada muka depan (dan bila terdapat muka undergoes an increase in length due to the warping of

belakang)akibat geser. Kekuatan jalur puntir (atau bila the cross-section and opening of inclined cracks. When

ada balak spandrel) pada muka sisi terhadap gabungan such a beam is part of a floor system, the monolithic

geser dan puntir beberapa kali harga yang dihitung slab provides considerable resistance to the beam

untuk balok yang dipisah (2-6). Bila ditujukan untuk expansion. The torsion strip at the side face is in a

puntir, balok yang dipisahkan menderita pertambahan situation similar to a beam in a integrated floor system.

panjang akibat pembengkokan potongan melintang dan The lest conducted at the University of New South

bukaan retak miring. Bila balok yang demikian Wales (3,4) showed that, because of the slab restraint,

merupakan bagian dari sistem lantai, pelat monolit the measure cracking torque of the torsion strip at the

yang besar terhadap side face of the critical section was approximately six

memberikan tahanan

pengembangan balok. Lajur puntir pada muka sisi times the value obtained for an isolated beam. At failure,

adalah dalam situasi yang sama dengan balok dalam the measured strength in combined torsion and shear of

sistem lantai terpadu. Pengujian yang dilakukan di the torsion strip at the side face which contained closed

University of New South Wales menunjukkan bahwa ties was about four times that of a similar isolated beam.

karena tahanan pelat, puntir retak yang terukur dari jalur These beneficial effects of slab restraint are included in

puntir pada muka sisi potongan kritis mendekati enam the strength equations given in this Clause. The

kali nilai yang diperoleh untuk balok terpisah. development of these equations are given in Reference

2. From the failure mechanism discussed above, it must be

Pada kegagalan, kekuatan yang diukur terhadap clear that one of the most important factors that governs

kombinasi puntir dan geser dari jalur puntir pada muka the punching shear strength is how the torsion strip (or

sisi yang mengandung ikatan rapat adalah kira-kira the spandrel beam if any), resists

empat kali kekuatan balok terisolasi yang empat kali kekuatan balok terisolasi yang

ini dimasukkan dalam persamaan yang diberikan dalam the spandrel beam), the torsion and shear must be

sub-bagian ini. Pengembangan persamaan ini diberikan resisted by the concrete alone. On the other hand,

dalam acuan 2. Dari mekanisme kegagalan diatas, where the torsion strip (or the spandrel beam) contains

harus jelas bahwa satu faktor yang terpenting yang closed ties, the load carrying mechanism and hence the

menyebabkan kekuatan geser pons adalah bagaiman strength equations are different. Strength equations are

jalur (atau bila ada balok spandrel), menahan pengaruh therefore given for four different cases.

gabungan dari puntir dan geser yang bekerja padanya. Bila tidak ada ikat yang rapat pada jalur puntir ini (atau balok spandrel), puntir dan geser harus ditahan oleh beton saja. Sebaliknya, dimana jalur puntir (atau balok spandrel) mengandung ikatan rapat, mekanisme pemikulan beban dan juga persamaan kekuatan adalah berbeda. Karena itu persamaan kekuatan diberikan untuk empat kasus yang berbeda.

The strength equations have been compared with test Persamaan kekuatan sudah dibandingkan dengan hasil results (2). The correlation between the test and the

pengujian (2). Hubungan antara pengujian dan kekuatan predicted strengths has been found to be conservative

yang diramalkan ditemukan konservatif dan secara and significantly influenced by the boundary conditions

berarti dipengaruhi oleh kondisi batas dari contoh balok. of the test specimens.

Was Minimum dari Sengkang K6.7.2.5

K6.7.2.5

Minimum Area of Closed Ties

Tertutup

See clause K6.6.3.8

Lihat sub-bagian K6.6.3.8

K6.7.2.6 Detailing of Shear Reinforcement

K6.7.2.6

Detail Tulangan Geser

No commentary.

Tidak memerlukan penjelasan

K6.7.3 DEFLECTION OF SLABS

LENDUTAN PELAT LANTAI K6.7.3.1 General

K6.7.3

K6.7.3.1 Umum

A two-tiered approach is adopted for deflection control of Dua pendekatan bertingkat diambil untuk pengendalian slabs. Deflections may be calculated by refined methods

lendutan pelat. Lendutan dapat dihitung dengan metode for all slabs or by simplified methods for one-way slabs.

yang teliti untuk semua pelat atau metode yang disederhanakan untuk pelat satu arah.

K6.7.3.2 Slab Deflection by Refined

Lendutan Pelat Lantai dengan Calculation

K6.7.3.2

Perhitungan Lebih Teliti

Metode untuk perhitungan lendutan pelat dengan Methods for the calculation of slab deflection by refined

metode yang teliti berkisar dari model finite element methods range from complex, non-linear, finite element

yang rumit dan nonlinear (Gilbert and Warner 1978, models (Gilbert and Warner 1978, Gilbert 1979, Scanlon

Gilbert 1979, Scanlon 1984) sampai metode yang lebih 1984) to more approximate methods (Nilson and

mendekati (Nilson and Walter 1975; Vanderbilt et al Walters 1975: Vanderbilt et al 1963; Rangan 1976).

1963; Rangan 1976).

Account must be taken of two-way action, the time Perhatian harus diberikan untuk aksi dua arah, dependent effects of creep and shrinkage, the expected

pengaruh ketergantungan terhadap waktu dari susut load history and cracking and tension stiffening. (See

dan rangkak, sejarah beban yang diharapkan dan also clause K6.6.5.2).

pengkakuan retak dan tarik (lihat juga sub-bagian K6.6.5.2).

K6.7.3.3 Slab Deflection by Simplified

Lendutan Pelat Lantai dengan Cara Calculation

K6.7.3.3

Perhitungan yang Disederhanakan

One-way slabs can be considered as wide beams and Pelat satu arah dapat dipertimbangkan sebagai balok deflections calculated by beam deflection methods of

lebar dan lendutan dihitung dengan metode lendutan clause 6.6.5.3.

balok pada sub-bagian K6.6.5.3).

K6.7.4 CRACK CONTROL OF SLABS

K6.7.4

PENGENDALIAN RETAK PADA

PELAT LANTAI

The Code gives only specific detailing rules as a means Peraturan ini hanya memberikan peraturan pendetailan of controlling cracking in slabs. However the calculation

yang khusus sebagai saran pengendalian retak pada of crack widths can be used as an alternative procedure

pelat. Akan tetapi perhitungan lebar retak dapat in controlling cracking (See also Article K6.6.6).

digunakan sebagai

prosedur pilihan dalam pengendalian retak (Lihat juga Artikel K6.6.6)

K6.7.4.1 Crack Control for Flexure in K6.7.4.1 Pengendalian Retak Pelat Bertulang Reinforced Slabs

yang Terlentur

Maximum spacing of reinforcement bars is detailed as a Jarak tulangan maksimum didetail sebagai sarana untuk means of limiting width of cracks.

membatasi lebar retak.

K6.7.4.2 Crack Control for Flexure in

Pengendalian Retakan Pelat Beton Prestressed Slabs

K6.7.4.2

Prategang yang Terlentur

See clause K6.6.6.2. Note that the limit on increment in Lihat bagian K6.6.2. Perhatikan bahwa batasan steel stress is 150 Mpa for slabs compared with 200

tambahan pada tegangan baja adalah 150 MPa untuk Mpa for beams, and reflects the different bond

pelat dibanding dengan 200 MPa untuk balok, dan resistance of slab ducts and beam ducts.

menggambarkan tahanan lekat yang berbeda dari selongsongan balok.

Where distribution reinforcement in a prestressed skew Bila tulangan penyebar pada suatu pelat menyudut slab in placed on the skew, the angle of skew in relation

prategang diletakkan menyudut, sudut kemiringan to the direction normal to he main reinforcement should

dalam hubungan dengan arah yang normal terhadap

be limited to 30 degrees to avoid concentration of tulangan utama seharusnya dibatasi sampai 30 derajat cracking, unless other measures are provided.

untuk menghindari pemusatan retak, jika tidak ada ukuran lain yang diberikan.

K6.7.4.3 Crack Control for Shrinkage and K6.7.4.3 Pengendalian Retakan Akibat Temperature Effects

Pengaruh Susut dan Suhu

No commentary.

Tidak memerlukan penjelasan.

K6.7.4.4 Reinforcement for Restrained Slabs

K6.7.4.4

Penulangan untuk Pelat Lantai yang Terkekang

Where slabs are restrained from expanding and Bila pelat dikekang dari pengembangan dan contracting a minimum area of reinforcement is required

penyusutan. luas tulangan minimum diperlukan untuk for crack control.

pengendalian retak.

K6.7.4.5 Crack Control in the Vicinity of

Pengendalian Retakan Disekitar yang Restraints

K6.7.4.5

Terkekang

Perhatian harus diberikan pada penyebaran tegangan Account has to be taken of the stress distribution in the

disekitar kekangan. Pertimbangan seharusnya diberikan vicinity of restrains. Consideration should be given to

terhadap kesesuain regangan untuk mmenjamin strain compatibility to ensure adequate reinforcement is

tulangan yang cukup untuk pengendalian retak. provided to control cracking.

Pengendalian Retakan pada Bukaan K6.7.4.6

K6.7.4.6

Crack Control at Openings and dan Pelat Tidak Menerus Discontinuities

Lihat bagian K6.6.6.4.

See clause K6.6.6.4.

K6.7.5 LONGITUDINAL SHEAR IN SLABS

K6.7.5

GESER MEMANJANG PADA PELAT

See Article K6.6.4

Lihat Artikel K.6.6.4.

K6.8 DESIGN OF COLUMNS AND TENSION MEMBERS FOR STRENGTH AND SERVICEABILITY

K6.8.1 GENERAL K6.8.1.1 Design Method

Although compression members (columns) may not be designed by Working Stress Design methods, this does not extend to tension members (ties). The behaviour of concrete ties is governed by the strength and ductility of the steel reinforcement and prestressing stands, so that linear elastic methods of design can provide an adequate margin of safety against failure.

For reinforced concrete ties, suitable allowable stresses for the reinforcing steel are given in clause 6.6.1.4. Prestressed ties should be designed so that no tension in the concrete is permitted under working loads.

K6.8.1.2 Minimum Bending Moment

The minimum eccentricity concept is used in both CP-1 10-1972 (11) and ACI 318-83 (3), the value of 0.5D coming directly from CP 110. Apart from providing for construction tolerances, material variations and the like, the minimum eccentricity is required in the determination of the strength of an 'axially' loaded member for which the end moments are theoretically zero.

K6.8.1.3 Definitions

Braced columns: For a braced structure the change in overall geometry (e.g. horizontal deflection of the floors) is negligible and only secondary moments due to lateral deflection between the ends of columns need be accounted for.

Short columns: Depending on the column length, distribution of bending moment and level of axial force, there is a considerable range of columns for which additional bending moments due to slenderness effects are negligible and can be taken as zero. These columns are deemed to be short (see Article 6.8.3).

K6.8 PERENCANAAN KOLOM DAN BAGIAN KOMPONEN TERTARIK UNTUK KEKUATAN DAN DAYA LAYAN

K6.8.1 UMUM K6.8.1.1 Metoda Perencanaan

Meskipun komponenyang tertekan (kolom) bisa tidak direncanakan dengan metode perencanaan tegangan kerja, hal ini tidak berlaku untuk komponen tertarik (ikatan). Perilaku ikatan beton ditentukan oleh kekuatan dan kelenturan tulangan dan kabel prategangan, sehingga perencanaan metode elastis linear dapat memberikan tambahan keamanan yang cukup terhadap kegagalan.

Untuk ikatan beton bertulang, tegangan izin yang cocok untuk tulangan diberikan dalam sub-bagian 6.6.1.4. Ikatan prategang seharusnya direncanakan sehingga tidak ada tarik dalam beton diizinkan akibat beban kerja.

K6.8.1.2

Momen Lentur Minimum

Konsep ekstentrisitas minimum digunakan dalam CP110-1972 (11) dan ACI 318-83 (3), nilai 0.5D diambil langsung dari CP110. Selain memberikan toleransi pelaksanaan, variasi material, dll, eksentrisitas minimum dibutuhkan dalam menetapkan kekuatan komponen yang dibebani secara normal dimana secara teoristis momen akhir adalah nol.

K6.8.1.3 Definisi-definisi

Kolom diperkaku : Untuk struktur yang diperkaku, perubahan pada geometri secara keseluruhan (seperti lendutan horizontal lantai) diabaikan dan hanya momen sekunder akibat lendutan lateral antara ujung kolom yang perlu diperhitungkan.

Kolom pendek : Tergantung pada panjang kolom, distribusi momen lentur dan level gaya aksial, kolom memiliki batasan yang luas dimana momen lentur tambahan akibat pengaruh kerampingan dapat diabaikan dan dapat diambil nol. Kolom ini dipertimbangkan sebagai kolom pendek (lihat Artikel 6.8.3).

K6.8.2 DESIGN PROCEDURES

PROSEDUR PERENCANAAN K6.8.2.1

K6.8.2

Design Procedure Using Linear

Prosedur Perencanaan dengan Elastic Analysis

K6.8.2.1

Menggunakan Analisa Elastis Linier

The majority of framed structures in reinforced and Umumnya struktur portal yang terbuat dari beton prestressed concrete are analysed by first-order linear

bertulang dan prategang dianalisa dengan analisa elastic analysis. This simply means that the change In

elastis linear tingkat pertama. IN semata-mata berarti geometry of the frame under loading is assumed to have

bahwa perubahan pada geometri portal akibat beban

a negligible effect on the magnitude and distribution of dianggap memiliki pengaruh yang dapat diabaikan axial forces, shear forces and bending moments. This

terhadap besar dan distribusi beban aksial, gaya geser would be reasonable for the majority of structures

dan momen lentur. Hal ini dapat diterima untuk sebagian constructed.

struktur yang dibangun.

K6.8.2.2 Design Procedure, Incorporating

Perencanaan, Momen Secondary Bending Moments

K6.8.2.2

Prosedur

Lentur Sekunder Tergabung

A second-order elastic analysis in accordance with Analisa elastis tingkat kedua yang sesuai dengan seksi Section 3 can be carried out to determine the secondary

3 dapat diselenggarakan untuk menetapkan momen bending moments due to changes in frame geometry.

lentur sekunder yang disebabkan oleh perubahan Most second-order analysis are iterative in nature and

geometri portal. Kebanyakan analisa tingkat kedua can be complex and timeconsuming.

dasarnya menggunakan metode cobacoba dan dapat menjadi rumit dan memakan waktu.

These methods determine the secondary moments at Metode diatas menetapkan momen sekunder pada the ends of the column. Secondary moments arising

ujung kolom. Momen sekunder yang timbul dari aksi from the action of the axial force on the lateral deflection

gaya aksial pada lendutan lateral antara ujung kolom between the ends of the column still have to be

harus tetap dihitung dengan menggunakan pelipat

accounted for using the moment magnifier, G b .

momen, G b .

K6.8.2.3 Design Procedure, Using Rigorous

Prosedur Perencanaan dengan Analysis

K6.8.2.3

Menggunakan Analisa yang Teliti

A rigorous structural analysis is required to take into Suatu analisa seksama diperlukan untuk memasukkan account all non-linear material properties and nonlinear

kedalam perhitungan seluruh sifat material non-linear geometric effects. While such analysis enable the axial

dan pengaruh geometri nonlinear. Sementara analisa force and bending moment, caused by the design

yang demikian membuat gaya aksial dan momen lentur, loading for the appropriate limit state, to be determined

disebabkan oleh beban rencana untuk keadaan batas for every section of the column, they are complex in

yang tepat, dapat untuk ditetapkan untuk setiap nature and suitable computer programs are not

potongan kolom, pada dasarnya perhitungan ini rumit generally available except for a very limited range of

dan program komputer pada umumnya tidak terdapat structures.

kecuali untuk batasan struktur yang paling terbatas.

K6.8.3 DESIGN OF SHORT COLUMNS

PERENCANAAN KOLOM PENDEK K6.8.3.1 General

K6.8.3

K6.8.3.1 Umum

For short columns, no moment magnification due to Untuk kolom pendek, dianggap tidak ada besaran slenderness is assumed to occur (i.e.

momen akibat kerampingan yang terjadi (misalnya G= interaction diagram defining the strength of a section

G = 1 ) and the

1) dan diagram interaksi yang membatasi kekuatan may be used directly. The majority of reinforced columns

suatu potongan dapat digunakan secara langsung. used in current practice will come into this category.

Tergantung pada perbandingan momen lentur akhir, Depending on the ratio of

perbandingan kerampingan (L c /r) perbandingan kerampingan (L c /r)

the end bending moments, a slenderness ratio (L c /r) as

dibengkokan dalam lengkungan tunggal (M 1 */M 2 * = - 1), curvature (M 1 */M 2 * = -1), or for unbraced columns, there

atau kolom tak diperkaku, selalu ada kekuatan yang tak is always some magnification irrespective of the column

diperhitungkan dari kerampingan kolom. Batas slenderness. The slenderness limit of 22 ensures that

kerampingan

22 menjamin bahwa momen lentur the additional bending moments are less than 5 % (i.e. G tambahan kurang dari 5% (misalnya

G < 1.05) dan dapat < 1.05) and can be neglected. Similar slenderness limits

diabaikan. Batasan kerampingan yang sama digunakan are used in ACI 318-83(3).

pada ACI 318-83 (3).

For columns with small bending moments, for which the Untuk kolom dengan momen lentur kecil, dimana nilai minimum value of 0.05 DN' has to be taken, a column

minimum 0.05 DN' harus diambil, suatu kolom yang bent in nominal double curvature can 'snap through' into

dilentur dalam lengkungan ganda minimal dapat tiba- the single curvature mode. It is conservative to assume

tiba berubah kecara lengkungan tunggal. Adalah the column is initially bent in single curvature by taking

konservatif untuk menggangap kolom awalnya dilentur (M 1 */M 2 * = -1).

dalam lengkung tunggal dengan mengambil (M 1 */M 2 *=

K6.8.3.2 Short Column With Small Axial Force

K6.8.3.2

Kolom Pendek Dengan Gaya Aksial Kecil

It is generally conservative to ignore the small axial force Secara umum konservatif untuk mengabaikan gaya of 0.1 f c A g and design the column for bending only (i.e.

aksial kecil f c A g dan merencanakan kolom untuk lentur as a beam) as small axial forces usually increase the

saja (seperti balok) karena gaya aksial kecil biasanya moment capacity of reinforced concrete sections.

menambah momen potongan beton bertulang.

K6.8.4 DESIGN OF SLENDER COLUMNS

K6.8.4

PERENCANAAN KOLOM RAMPING

The moment magnifier method is similar to the approach Metode pelipat momen adalah sama dengan used in ACI 318-77 (1) and modified in ACI 318-83. An

pendekatan yang digunakan dalam ACI 318-77 (1) dan alternative, though similar method in terms of additional

dimodifikasi dalam ACI 318-83. Suatu pilihan meskipun eccentricity, is proposed by the FIP Recommendations

metode yang sama dalam hal penambahan (14).

eksentrisitas, diusulkan oleh FIP Recommendation (14). It is a rational procedure that closely reflects the actual

Itu adalah suatu prosedur rasional yang behaviour of a column.

menggambarkan secara dekat prilaku yang sebenarnya dari kolom.

K6.8.5 SLENDERNESS

K6.8.5

KELANGSINGAN

K6.8.5.1 General

K6.8.5.1 Umum

The moment magnifier method should not be used for Metode pelipat momen seharusnya tidak digunakan

untuk kolom dengan rasio kerampingan L c /r melebihi Test results are not available in this range and the

columns with a slenderness ratio L c /r exceeding 120.

120. Hasil pengujian tidak tersedia dalam batasan itu prediction of the instability failure mode will depend on

dan ramalan cara kegagalan ketak-stabilan akan accurate estimates of the stiffness of the column. A

tergantung pada perkiraan yang tepat dari kekakuan rigorous analysis is the only method as yet available.

kolom. Analisa yang terbatas adalah satu-satunya Practical columns will be below this limit.

metode yang sekarang tersedia. Kolom praktis akan berada dibawah batasan ini.

K6.8.5.2 Radius of Gyration

K6.8.5.2 Radius Girasi

Although the radius of gyration of a cross-section Meskipun jari-jari girasi suatu potongan melintang yang consisting of two elastic materials can be calculated

terdiri dari dua material elastis dapat dihitung dari from their individual elastic moduli, second moment

modulus elastis masing-masing, perkiraan yang modulus elastis masing-masing, perkiraan yang

antara 10% dari nilai yang dihitung untuk potongan values for most practical crosssections and material

melintang yang umum digunakan dan perilaku material. properties.

K6.8.6 STRENGTH OF COLUMNS IN K6.8.6 KEKUATAN KOLOM DALAM COMBINED BENDING AND KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN COMPRESSION

K6.8.6.1 Basis of Strength Calculations

K6.8.6.1

Dasar Perhitungan Kekuatan

The two basic conditions of static equilibrium and Dua kondisi dasar dari keseimbangan dan kesesuaian compatibility of strains must be satisfied.

regangan harus dipenuhi

i. Tests have confirmed that the strain distribution,

Pengujian telah mengukuhkan bahwa distribusi on overage is essentially linear over the cross-

i.

regangan, secara rata-rata, dasarnya adalah section. The strain in both the reinforcement and

linear pada seluruh potongan melintang. the concrete are assumed to be directly

Regangan pada tulangan dan beton dianggap proportional to the distance y from the neutral

berbanding langsung terhadap jarak y dari axis where

sumbu netral dimana

İ = y (1/R)

İ = y (1/R)

and 1/R is the curvature. This assumption enable the dan 1 /R adalah lengkungan. Anggapan ini membuat strain distribution to be defined. With appropriate stress-

distribusi regangan dapat dibatasi. Dengan hubungan strain relationships for the steel and concrete, the stress

tegangan dan regangan yang pantas untuk beton dan distribution and hence actions on the cross-section can

tulangan, distribusi tegangan dan juga aksi pada

be determined. potongan melintang dapat ditetapkan. ii.

The concrete tensile strength has little influence

kekuatan tank beton memiliki pengaruh yang on the capacity in combined bending and

ii.

kecil pada kapasitas terhadap kombinasi lentur compression.

dan tekan.

iii.

hubungan tegangan dan regangan yang has been given by the Comite European du

A well authenticated stress-strain relationship

iii.

dibuktikan dengan baik diberikan oleh Committee Beton (10) as follows:

European du Beton (10) sebagai berikut:

a1 = 39000 (f o + 7) .0.953 a1 = 39000 (f o + 7) .0.953 a2 = 206000

a2 = 206000

a3 = 65600 (f o + 10) .1.085 - 850 a3 = 65600 (f o + 10) .1.085 - 850 = 0.856 f’ o

= 0.856 f’ o

The advantage of stress-strain relationships of Keuntungan dari hubungan tegangan-regangan the CEB type is that they are in closed form and

dari tipe CEB adalah bentuk tertutup dan dapat can be integrated, thereby enabling the ultimate

dipadukan, karena itu memungkinkan kekuatan strength of cross-section to be determined

ultimate dari potongan melintang ditetapkan directly (25).

langsung (25)

iv. While it is theoretically possible to develop

Sementara secara teori adalah mungkin untuk concrete strains much greater than 0.003,

iv.

mengembangkan regangan beton jauh lebih particularly for the lower concrete grades, it is

besar dari 0.003, terutama untuk beton mutu prudent to limit the maximum compressive steel

rendah, sangat penting untuk membatasi strain to this value, particularly in the absence of

regangan baja tekan maksimum sampai nilai ini, any special provisions for restraint of this

terutama dengan tidak adanya kelengkapan reinforcement.

khusus untuk menahan tulangan ini.

K6.8.6.2 Rectangular Stress Block

K6.8.6.2

Balok Tegangan Segi Empat

It is permitted to replace the more exact concrete stress Diizinkan untuk mengganti distribusi tegangan beton distribution by a rectangular concrete stress block. This

yang Iebih tepat dengan blok tegangan segi0empat. approximation is well documented. The extreme fibre

Pendekatan ini sudah didokumentasikan secara baik. strain of 0.003 is chosen to give the maximum value of

Regangan serat ekktrem 0.003 dipilih untuk memberikan load and moment on the interaction diagram (8).

nilai maksimum beban dan momen pada diagram interaksi (8).

If the neutral axis lies outside the cross-section, the Bila sumbu netral terletak diluar potongan melintang, extreme fibre strain corresponding to the maximum

regangan serat esktrem yang bersesuaian dengan nilai value of load and moment decreases. In the limit, where

maksimum beban dan momen berkurang. Dalam the neutral axis is at infinity (uniform axial compression),

batasan, dimana sumbu netral tak terhingga (tekan the concrete strain is 0.002 corresponding to the

aksial yang seragam), regangan beton adalah 0.002 maximum value of concrete stress (see clause 6.8.6.4.).

dimana sesuai dengan nilai maksimum tegangan beton (lihat sub-bagian 6.8.6.4).

For atypical interaction diagram, it is sufficiently accurate Untuk diagram interaksi yang tipikal, cukup tepat untuk to draw a straight line from the point of validity of the

menarik garis lurus dari titik berlakunya blok tegangan rectangular stress block to the point of axial

segiempat ketitik tekan aksial N uo . Dapat dilihatkan compression N uo . It can be shown that the rectangular

bahwa pendekatan blok tegangan segiempat tidak stress block approximation is not necessarily

harus konservatif dibanding dengan penggunaan conservative compared to the use of a more accurate

distribusi tegangan yang Iebih tepat. stress distribution.

For cross-sections with multiple layers of reinforcement, Untuk penampang melintang dengan tulangan berlapis, or mixtures of reinforcement and tendons, all the steel

atau gabungan tulangan dan tendon, seluruh baja may not be at yield at the ultimate moment in pure

mungkin tidak Ieleh pada momen ultimat akibat lentur bending and the resultant tensile force will not be at the

murni dan gaya tarik resultan tidak akan pada pusat centroid of the tensile steel area. The effective depth

daerah baja tarik. Definisi ketebalan efektif yang definition given in Clause 6.1.6.2 accommodates this.

diberikan dalam sub-bagian 6.1.6.2 memasukkan hal ini.

K6.8.6.3 Calculation of N uo K6.8.6.3 Perhitungan N uo

The maximum stress for concrete is reached at a strain Tegangan maksimum untuk beton dicapai pada of approximately 0.002 irrespective of the concrete

0.002 dengan tidak strength grade. By limiting the concrete strain (and

regangan mendekati

memperhitungkan mutu beton. Dengan membatasi hence the steel strain) to this value, it is assumed that

regangan beton (dan karena itu regangan baja) sampai the ultimate strength of a column in pure compression is

nilai ini, dianggap bahwa kekuatan ultimat kolom akibat reached when the maximum stress in the concrete is

tekan murni dicapai bila tegangan maksimum pada reached, taken as 0.85 times the characteristic strength.

beton yang diambil 0.85 kali kekuatan karakteristik This will be the case provided the steel yields at or

dicapai. Hal ini akan menjadi masalah bila baja meleleh below a strain of 0.002, i.e. steels with a yield stress less

pada atau dibawah regangan 0.002, misalnya baja than or equal to 400 Mpa.

dengan tegangan leleh kurang dari atau sama dengan 400 MPa.

For higher yield steel, the maximum value of N,,, will occur at strains higher than 0.002 and can be

Untuk baja dengan leleh yang Iebih tinggi, nilai determined provided the concrete stress-strain

maksimum N,,, akan terjadi pada regangan lebih besar relationship for strains greater than 0.002 is known (26).

dari 0.002 dan dapat ditetapkan bila hubungan Limiting the strain to 0.002 provides a lower bound

regangan-tegangan beton untuk regangan lebih besar estimate of N uol

dari 0.002 diketahui (26). Pembatasan regangan sampai 0.002 memberikan estimasi batasan bawah dari N uo .

K6.8.6.4 Design Based on Each Bending

Perencanaan Berdasarkan Pada Moment Acting Separately

K6.8.6.4

Masing-masing Momen Lentur Yang Bekerja Secara Terpisah

i. Where the end moments are less than the

i.

Bila momen akhir kecil dari momen minimum Bila momen akhir kecil dari momen minimum

dasarnya dibebani secara aksial dan hanya perlu need only be designed for the minimum moment

direncanakan untuk momen minimum yang considered separately for each axis.

dipertimbangkan secara terpisah untuk masing-masing sumbu.

ii. If the moments are relatively small about one

Bila momen relatif kecil pada sumbu prinsipal principal axis compared to the other, these small

ii.

dibanding dengan lainnya, momen yang kecil ini moments do not significantly reduce the strength

tidak mengurangi secara berarti kekuatan pada about the other axis and each axis can be treated

sumbu lainnya dan masing-masing sumbu dapat independently. The question is "How small is

diperlakukan secara terpisah. Masalahnya small?" The definition given in Figure 6.8 is

adalah menetapkan berapa harga yang disebut similar to that given in the 1978 German

kecil. Batasan yang diberikan dalam Gambar 6.8 Standard (13), and is equivalent to the axis of

sama dengan yang diberikan German Standard bending being rotated through an angle B of

1978 (13), dan ekivalen dengan sumbu lentur approximately 0.2 radians (12°) from the principal

yang diputar melalui sudutyang mendekati 0.2 axis.

radian (12°) dari sumbu prinsipal.

K6.8.6.5 Design for Biaxial Bending and

Perencanaan Untuk Lentur Biaksial Compression

K6.8.6.5

Dan Tekan

The empirical biaxial interaction formula is similar to that Rumus interaksi biaksial empiris sama dengan yang adopted in CP 110-1972 (11). This form of interaction

diambil dari CP 110-1972 (11). Bentuk dari persamaan equation has been used for concrete, structural steel

interaksi ini sudah digunakan untuk beton, baja struktur and composite columns (6,12,23). Much attention has

dan kolom komposit (6,12,23). Banyak perhatian sudah been given to varying the value of Į n to fit a wide range

diberikan untuk memvariasikan nilai Į n untuk of experimental or theoretical results. The expression

menyesuaikan dengan hasil percobaan dan teori yang adopted for Į n gives reasonable results for reinforced

sangat beragam. Ekspresi yang diambil untuk Į n concrete sections.

memberikan hasil yang diterima untuk potongan beton bertulang.

The design bending moments M* x and M* y should Momen lentur rencana M* x dan M* y seharusnya meliputi include the additional bending moments produced by

momen lentur tambahan yang dihasilkan oleh pengaruh slenderness effects. If only a linear elastic analysis has

kerampingan. Bila hanya analisa linear elastis yang been performed, the moments must be magnified by the

dilakukan momen harus dikalikan dengan pengali yang

appropriate magnifier, G b or G e , determined from section

sesuai, G b atau G e yang ditetapkan dari bagian 3.

K6.8.7 REINFORCEMENT

PERSYARATAN TULANGAN UNTUK REQUIREMENTS FOR COLUMNS

K6.8.7

KOLOM

K6.8.7.1 Limitations on Longitudinal Steel

K6.8.7.1

Pembatasan Pada Baja Tulangan Memanjang

i. The minimum requirement of 1 % reinforcement

Kebutuhan minimum tulangan 1 % diambil oleh has been adopted by most design codes. Apart

i.

kebanyakan peraturan perencanaan. Selain from providing resistance to accidental bending

memberikan tahanan untuk lentur yang tak where calculation may show no bending exists, it

dimana perhitungan mungkin guards against yielding of the reinforcement due

diharapkan

menunjukkan tidak terdapatnya lentur, hal ini to shrinkage and to creep under sustained

menolong terhadap leleh tulangan terhadap service loading (4).

susut dan rangkak akibat beban layan yang dipertahankan (4).

For a column with 1 % steel and Grade 20 Untuk kolom dengan 1 % tulangan dan mutu concrete, the steel provides 15 % of axial load

beton 20 MPa, baja memberikan 15% kapasitas capacity. It is logical that for columns which are

beban aksial. Hal ini masuk akal bahwa untuk made larger for reasons other than strength, the

kolom yang dibuat lebih besar untuk alasan steel percentage can be reduced to less than 1

selain kekuatan, persentasi baja dapat dikurangi % provided that the steel carries at least 15 % of

lebih kecil dari 1 % selama baja memikul the design axial force N'.

sedikitnya 155 gaya aksial rencana N.

This is similar to the requirement in CP Ini sama dengan persyaratan dalam CP 1101972(11).

ii. Tests have indicated that columns with more

Penguiian sudah menuniukkan bahwa kolom than 4 % steel can be perform satisfactorily.

ii.

dengan baia lebih dari 4% dapat bekerja dengan However, above this limit careful attention to the

memuaskan. Akan tetapi, diatas batas ini disposition of the steel is essential if proper

perhatian yang seksama terhadap penempatan placement and compaction of the concrete is to

tulangan adalah penting, karena penempatan

be achieved. dan pemadatan beton yang cukup harus dicapai.

K6.8.7.2 Bundled Bars K6.8.7.2 Tulangan Terkelompok

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.8.7.3 Restraint of Longitudinal

Pengekangan Tulangan Memanjang Reinforcement

K6.8.7.3

Persyaratan dari sub-bagian ini mewakili pelaksanaan The requirements of this clause represent good detailing

pendetailan yang baik yang sudah ditunjukkan dengan practice which has been shown to produce satisfactory

memberikan hasil yang memuaskan. results.

K6.8.7.4 Splicing of Longitudinal K6.8.7.4 Penyambungan Tulangan Memanjang Reinforcement

Sub-Clause 6.8.7.4.2. is required to ensure that at any Sub-Bagian 6.8.7.4.2 diperlukan untuk menjamin bahwa cross-section of a column there is always a minimum

pada suatu penampang melintang kolom selalu terdapat tensile strength provided by continuous reinforcement,

kekuatan tarik minimum yang diberikan oleh tulangan regardless of whether tension is calculated to occur or

yang menerus, tanpa memperhitungkan apakah tarik not.

dihitung akan terjadi atau tidak.

K6.8.8 DESIGN OF TENSION MEMBERS

PERENCANAAN BATANG TARIK K6.8.8.1 General

K6.8.8

K6.8.8.1 Umum

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.8.8.2 Basic Principles K6.8.8.2 Prinsip-prinsip Dasar

See clause K6.6.1.2.

Lihat bagian K6.6.1.2.

In tension members it is essential that the reinforcement Pada komponen tarik, adalah penting bahwa tulangan

be properly anchored so that the force in the member diangkerkan dengan baik sehingga gaya pada can be transmitted to the structure.

komponen dapat disalurkan ke struktur.

K6.9 DESIGN OF WALLS

K6.9

PERENCANAAN DINDING

K6.9.1 APPLICATION

K6.9.1

PENGGUNAAN

The simplified method given for axial load is based on Metoda sederhana yang diberikan untuk beban aksial that for plain concrete walls in CP1 10. Provision have

yang didasarkan untuk beton tanpa tulangan dalam been included for the design of shear walls.

CP110. Kelengkapan sudah termasuk untuk perencanaan dinding geser.

K6.9.2 DESIGN PROCEDURES

K6.9.2

PROSEDUR PERENCANAAN

No commentary

Tidak perlu penjelasan.

K6.9.3 BRACING OFWALLS

K6.9.3

PENGIKAT DINDING

This article sets out the requirements for bracing of the Artikel ini meliputi persyaratan untuk pengakuan dinding wall and the structure for walls designed in accordance

dan struktur untuk dinding yang direncanakan sesuai with Article 6.4.4.

dengan Artikel 6.4.4.

Paragraph (iv) imposes a design strength on the Paragraph (iv) menekankan kekuatan perencanaan connections to ensure that they have a reserve of

dalam hubungan untuk menjamin bahwa mereka strength above the required by the structure and

memiliki cadangan kekuatan diatas kebutuhan struktur members. These loads should not be applied as lateral

dan komponen. Beban seharusnya tidak diberikan loads to the structure.

sebagai beban lateral terhadap struktur.

K6.9.4 SIMPLIFIED DESIGN METHOD FOR

METODA PERENCANAAN BRACED WALLS SUBJECT TO

K6.9.4

DISEDERHANAKAN UNTUK VERTICAL FORCES ONLY DINDING TERIKAT YANG MENERIMA HANYA GAYA VERTIKAL

K6.9.4.1 Eccentricity of Vertical Load

K6.9.4. 1

Eksentrisitas Beban Vertikal

The minimum eccentricity for a wall is consistent with Eksentrisitas minimum untuk dinding konsisten dengan that required for a column.

yang dibutuhkan untuk kolom.

K6.9.4.2 Maximum Effective Height-to

Perbandingan Tinggi Efektip Thickness Ratio

K6.9.4.2

Maksimum Dengan Ketebalan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.9.4.3 Effective Height

K6.9.4.3

Tinggi Efektip

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.9.4.4 Design Axial Strength of a Wall

K6.9.4.4

Kekuatan Aksial Rencana dari Dinding

The design equations are similar to those given in CP Persamaan perencanaan adalah sama seperti yang 110: 1972 for short and slender, braced, plainconcrete

diberikan dalam CP1 10; 1972 untuk dinding pendek walls.

dan ramping, diperkaku, beton tanpa tulangan.

K6.9.5 DESIGN OF WALLS FOR INPLANE

PERENCANAAN DINDING UNTUI( HORIZONTAL FORCES

K6.9.5

GAYA HORISONTAL BIDANG K6.9.5.1 In-plane Bending

K6.9.5.1 Lentur Bidang

Shear in the plane of a wall is likely to be a controlling Geser pada bidang suatu dinding cenderung untuk criterion in walls with a small height-tolength ratio. For

menjadi kriteria pengendalian pada dinding dengar walls with H w /L w > 1, the controlling criterion is more

perbandingan tinggi dan panjang kecil. Untuk dinding likely to be flexure. Therefore, it is necessary to design

H w /L w > 1, kriteria pengendalian lebih cenderung untuk shear walls for flexure as well as shear.

lentur. Karena itu, perlu untuk merencanakan dinding geser untuk lentur maupur geser.

K6.9.5.2 Critical Section for Shear

K6.9.5.2

Penampang Kritis untuk Gesei

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.9.5.3 Strength in Shear

K6.9.5.3

Kekuatan dalam Geser

The design strength is the sum of the resistances Kekuatan rencana adalah jumlah tahanan yanc provided by the concrete and the shear reinforcement.

diberikan oleh beton dan tulangan geser. The upper limit on the ultimate shear strength has been

Batas atas untuk kekuatan ultimate geser dibual made consistent with that for beams (Clause 6.6.2.7.). It

konsisten dengan yang untuk balok (sub-bagiar 6.6.2.7).

Itu lebih tinggi dari harga 0.83 f’ c (0.8 L w t w ) yang ACI 318 (3).

is higher than the value of 0.83 f’ c (0.8 L w t w ) permitted by

diizinkan oleh ACI 318 (3)

K6.9.5.4 Shear Strength Without Shear

Kekuatan Geser tanpa Tulangan Reinforcement

K6.9.5.4

Geser

The second equation given in the code has been Persamaan kedua yang diberikan dalam peraturan in developed from those given in ACI 318 (3), which are

dikembangkan dari yang diberikan dalam ACI-31 E (3), based on tests of tall slender walls, by noting that for

yang mana didasarkan pada pengujian dindinc ramping most walls the axial load effect can be neglected and

tinggi, dengan catatan bahwa untuk kebanyakan dinding conservatively assuming that the shear force is

pengaruh beban aksial dapal diabaikan dan secara concentrated at the top of the wall. The equation in (ii)

konservatif menganggap bahwa gaya geser terpusat should not be used when H w /L w ” 1.

pada bagian ata., dinding. Persamaan pada (ii) seharusnya tidak digunakan bila H w /L w ”1

The equation in (i) has been developed considering Persamaan pada (i) dikembangkan berdasarkar tests done on short, squat walls (4). This equation is

pengujian yang dilakukan terhadap dinding pendek valid for walls with H w /L w ” 1.3

tertumpu (4). Persamaan ini berlaku untuk dinding dengan H w /L w ” 1.3.

K6.9.5.5 Contribution to Shear Strength by

Kontribusi Tegangan Gesei oleh Shear Reinforcement

K6.9.5.5

Tulangan Geser

Barda and others (4) showed that for short squat walls, Barda dan lainnya (4) menunjukkan bahwa untuk horizontal reinforcement is less effective than vertical

dinding pendek tertumpu, tulangan horizontal tidak reinforcement in resisting shear forces. Conversely, for

seefektif tulangan vertikal dalam menahan gayz geser. high walls the reverse is true. Thus, the requirements of

Untuk tembok tinggi hal yang sebaliknyz berlaku. this clause, which show how to determine the value of

Sehingga persyaratan dalam sub-bagian ini, yang P w given in paragraphs (i) and (ii), reflect this

menunjukkan bagaimana menetapkan nilai P w yang understanding.

diberikan dalam paragraph (1) dan (2), menggambarkan pengertian ini.

K6.9.6 REINFORCEMENT REQUIREMENTS

PERSYARATAN TULANGAN UNTUK FOR WALLS

K6.9.6

DINDING

These are detailing requirements applicable to both Persyaratan pendetailan yang berlaku untuk dinding axially-loaded and shear walls as noted. They specify a

yang dibebani secara aksial dan geser diberikan minimum amount of reinforcement in the wall in each

sebagai yang ditulis. Persyaratan menspesifikasikan direction. The reinforcement for crack control is similar

jumlah minimum tulangan pada dinding dalam masing- to that required for slabs.

masing arah. Tulangan untuk mengendalikan retak sama seperti yang diperlukan oleh pelat.

K6.10 DESIGN OF NOW FLEXURAL K6.10 PERENCANAAN BAGIAN MEMBERS, END ZONES AND YANG TIDAK TERLENTUR, BEARING SURFACES ZONA UJUNG, DAN PERMUKAAN PERLETAKAN K6.10.1 DESIGN OF NON-FLEXURAL K6.10.1 PERENCANAAN BAGIAN YANG MEMBERS

TIDAK TERLENTUR K6.10.1.1 General

K6.10.1.1

Umum

In general, the design requirements for non-flexural Secara umum, persyaratan perencanaan untuk elemen members, and zones bearing surfaces are based on

yang tak terlentur, daerah ujung dan permukaan research and theory of mechanics using idealised

perletakan didasarkan pada penelitian dan teori trusses. Special emphasis is placed on detailing of

mekanika yang menggunakan rangka yang diidelisasi. reinforcement to ensure that non-flexural actions, such a

Penekan khusus diberikan pada pendetailan tulangan bursting and spalling, due to load concentration effects,

untuk menjamin bahwa aksi yang bukan lentur, seperti are restrained and redistributed without causing local

pecah dan rengkah karena pengaruh beban terpusat, damage which could reduce the members, design

ditahan dan disebarkan tanpa menyebabkan kerusakan capacity.

lokal yang dapat mengurangi kapasitas elemen rencana.

K6.10.1.1.1 Application

K6.10.1.1.1

Penggunaan

The design of deep beams, pile caps, corbels, Perencanaan untuk balok tinggi, kepala tiang, korbel, rib continuous nibs and stepped joints differs from the

yang menerus, dan hubungan bertangga berbeda design of flexural members as the distribution of strains

dengan perencanaan untuk elemen terlentur karena across the section are not linear. The design methods

penyebaran regangan sepanjang potongan tidak linear. are set out in Reference (1) and attention should be

Metode perencanaan diberikan dalam leteratur (1) dan given to the detailing of the reinforcement to ensure that

perhatian seharusnya diberikan pada pendetailan the design intention can be realised.

tulangan untuk menjamin bahwa tujuan perencanaan dapat diujudkan.

The limits on clear-span to depth are similar to those Batasan untuk bentang bersih terhadap tinggi sama used in the CEB-FIP code. However, the Design

dengan yang digunakan dalam peraturan CEB-FIP. Engineer should exercise discretion and recognize that

Akan tetapi, perencana seharusnya memikirkan secara there is a gradual transition from full flexural action to

seksama dan mengetahui bahwa ada transisi perlahan- non-flexural action and the change from one action to

lahan dari aksi lentur penuh keaksi tanpa lentur dan the other is not abrupt.

perubahan dari aksi ke yang lainnya bukanlah kejadian tiba-tiba yang tak diharapkan.

K6.10.1.1.2 Design Basis

Dasar Perencanaan Three alternative design methods are allowed as no one

K6.10.1.1.2

Tiga metode perencanaan alternatif diizinkan karena method can cover the full range of design situation.

tidak satupun metode yang dapat meliputi keseluruhan situasi rencana.

K6.10.1.1.3 Spacing of Reinforcement

Jarak Penulangan The designer should, where necessary, make isometric

K6.10.1.1.3

Bila diperlukan perencana seharusnya membuat or large scale drawings to ensure that adequate space is

gambar isometrik dan berskala besar untuk menjamin provided to allow concrete to be placed and compacted.

bahwa ruangan yang cukup diberikan untuk Such drawings should show the true location of each bar

mengizinkan beton ditempatkan dan dipadatkan. and make any necessary allowance for bending or fixing

Gambar yang demikian seharusnya menunjukkan lokasi tolerances. Where high reinforcement density is

yang tepat dari masing-masing tulangan dan membuat batasan yang tepat dari yang tepat dari masing-masing tulangan dan membuat batasan yang tepat dari

diperlukan untuk lentur dan toleransi pemasangan. Bila jumlah tulangan berat diperlukan, adalah penting bahwa beton pada keadaan kontak yang rapat dengan tulangan untuk memberikan hubungan yang efektif.

K6.10.1.2 Design Based on Strut and Tie Action

K6.10.1.2

Perencanaan Berdasarkan Aksi Tarik dan Tekan

K6.10.1.2.1 Structural Idealization

Idealisasi Struktural The idealization of a structural member as a truss provides an understanding of possible load paths. This

K6.10.1.2.1

Pengidealisasian elemen struktur sebagai rangka can be used for simply supported, continuous or three

memberikan suatu pengertian dari jalur beban yang dimensional members. This latter may require a space

mungkin terjadi. Hal ini dapat digunakan untuk elemen truss analogy to be adopted and it may be necessary to

yang ditumpu sederhana, menerus atau tiga dimensi. consider different models to ensure that all probable

Yang terakhir mungkin memerukan pengambilan analogi load paths are considered.

mungkin perlu untuk Once the member's size is selected, the force in the

rangka ruang dan

mempertimbangkan model yang berbeda untuk members can be found using standard truss analysis

menjamin bahwa seluruh jalur beban yang mungkin methods.

terjadi dipertimbangkan. Sekali ukuran elemen dipilih, gaya pada elemen didapat

dengan menggunakan metode analisa rangka standar.

K6.10.1.2.2 Concrete Strut K6.10.1.2.2 Batang Tekan Beton The choice of b c for three dimensional trusses depends

Pemilihan b c untuk rangka tiga dimensi tergantung pada on the structure being analysed but should not exceed

struktur yang dianalisa tapi seharusnya tidak melampui the width of the support (e.g. in the case of a pile cap,

lebar tumpuan (seperti pada kasus kepala tiang, the effective diameter of the pile).

diameter efektif tiang).

Harga tinggi batang tekan (d c ) akan tergantung pada the geometry of the nodes needed to transfer the forces

The value of the depth of the strut (d c ) will depend on

geometri dari simpul yang diperlukan untuk between truss members.

memindahkan gaya-gaya diantara elemen rangka.

K6.10.1.2.3 Nodes

K6.10.1.2.3

Bagian Simpul

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.1.2.4 Tension Tie

K6.10.1.2.4 Batang Tarik

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.1.2.5 Additional Reinforcement K6.10.1.2.5 Tulangan Tambahan In many members, such as pile caps and deep beams,

Pada banyak elemen, seperti kepala tiang dan balok additional reinforcement will be required over the

dalam, tulangan tambahan akan diperlukan pada surface of the member to control cooling strains induced

permukaan elemen untuk mengendalikan regangan as heat of hydration is dispersed with time. This

pendinginan yang disebabkan oleh panas hidrasi reinforcement can be calculated as 0.004 times the

berkurang terhadap waktu. Tulangan ini dapat dihitung surface depth-taken as 250 mm and distributed

sebagai 0.004 kali tebal permukaan yang diambil 250 uniformly over the surface.

mm dan disebarkan secara merata keseluruh permukaan.

Additional reinforcement will also be required close Tulangan tambahan juga akan diperlukan pada Additional reinforcement will also be required close Tulangan tambahan juga akan diperlukan pada

Syarat-syarat Tambahan untuk Korbel The intent of the additional requirements is to ensure

K6.10.1.2.6 Additional requirements for Corbels

K6.10.1.2.6

Tujuan dari syarat tambahan adalah untuk menjamin that corbels are correctly detailed. The requirements

bahwa kabel didetail secara tepat. Persyaratan have been developed from tests at several different

dikembangkan dari pengujian pada beberapa laboratories (8). The steel area calculated to resist the

laboratorium yang berbeda (8). Luas tulangan yang tension force should be increased where outward

dihitung untuk menahan gaya tarik seharusnya horizontal forces act on the corbel.

ditambah dimana gaya horizontal kearah luar bekeria pada korbel.

K6.10.1.2.7 Additional Requirements for Continuous

Syarat-syarat Tambahan untuk Rib Concrete Nibs

K6.10.1.2.7

Beton Menerus

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.1.2.8 Additional Requirements for Stepped

Syarat-syarat Tambahan untuk Joints

K6.10.1.2.8

Hubungan Bertangga The design of stepped joints as short cantilevers results

Perencanaan hubungan tangga seperti kantilever in large amounts of reinforcement. In addition hanger

pendek menghasilkan jumlah tulangan yang besar. Juga reinforcement close to the step is required for the tie

tulangan gantung yang dekat ke tangga diperlukan between consecutive struts. End zone reinforcement

untuk ikatan antara dua sengkang yang berdekatan. would also be required if the member was prestressed.

Tulangan daerah ujung juga akan diperlukan jika elemen diprategang.

For these reasons detailing of such members must be carefully considered to ensure that the reinforcement

Untuk alasan itu, pendetailan elemen yang demikian can be correctly placed and anchored while still

harus dipertimbangkan secara hati-hati untuk menjamin permitting proper placement and compaction of the

bahwa tulangan dapat diletakkan secara tepat dan concrete.

diangkerkan sementara tetap mengizinkan penempatan dan pemadatan beton dengan baik.

K6.10.1.3 Design Based on Stress Analysis K6.10.1.3 Perencanaan Berdasarkan Analisa

Tegangan

The method depends on limiting compressive stresses in the concrete to a particular value and resisting all

Metode ini tergantung pada pembatasan tegangan tensile stresses by reinforcement. The required stress

tekan pada beton terhadap suatu harga tertentu dan analysis would usually be carried out by finite-element

penahanan seluruh tegangan tarik oleh tulangan. methods.

Analisa tegangan yang diinginkan biasanya dilakukan dengan metode finite elemen.

K6.10.1.4 Empirical Design Methods

Cara Perencanaan Empiris Methods based on extensive laboratory testing can be

K6.10.1.4

Metoda yang didasarkan pada pengujian laboratorium used with confidence provided that the results are not

yang ekstensif dapat digunakan dengan yakin selama extended beyond the limits of the research or applied to

hasil-hasilnya tidak melampui batasan penelitian dan situations no previously tested. One such method which

atau digunakan terhadap situasi tanpa penelitian is developed from extensive research is the CEB-FIB

sebelumnya. Salah satu metode tersebut yang method of design for deep beams (1).

dikembangkan dari penelitian yang eksentif adalah metode-metode CEB-FIB untuk perencanaan balok dalam (1).

K6.10.2 ANCHORAGE ZONES FOR K6.10.2 DAERAH PENGAngkerAN UNTUK PRESTRESSING ANCHORAGES

Angker PRATEGANG

This section is concerned with that region of a Bagian ini membahas daerah elemen prategang yang prestressed member adjacent to the tendon anchorages

berdekatan dengan pengangkeran tendon dimana in which the transition, from concentrated forces applied

perpindahan dari gaya terpusat yang diberikan pada at the anchorages, to the linear stress distribution

angker ke distribusi linear tegangan yang dianggap assumed in simple beam theory, occurs. In this

pada teori balok sederhana terjadi. Pada daerah "anchorage zone" transverse tensile stresses occur

pengangkeran ini tegangan tarik melintang yang terjadi giving rise to longitudinal cracks which must be

dan memperbesar retak memanjang harus dikendalikan controlled by transverse reinforcement.

dengan tulangan melintang.

K6.10.2.1 Application

K6.10.2.1 Penerapan

Article 6.10.2 is limited to end zones with rectangular Artikel 6.10.2 dibatasi untuk daerah ujung dengan cross-sections. No rules are given for more complex

potongan melintang segiempat. Tidak ada aturan sections.

diberikan untuk potongan melintang yang lebih rumit.

K6.10.2.2 General

K6.10.2.2

Umum

The analysis of stresses in an end zone is a complex Analisa tegangan pada daerah ujung adalah masalah three dimensional problem. for design, approximate

tiga dimensi yang rumit. Untuk perencanaan, metode methods are used which involve carrying out

pendekatan digunakan yang mana melibatkan twodimensional analyses in each longitudinal directions

pekerjaan analisa dua dimensi pada masing-masing in turn.

arah memanjang.

The approach is that reinforcement should be provided Pendekatan adalah bahwa tulangan seharusnya to carry the entire transverse tensile force in each

diberikan untuk memikul seluruh gaya tarik melintang direction, no rules are given for calculating stresses.

masing-masing arah. Tidak ada aturan yang diberikan untuk menghitung tegangan.

Transverse moment: Figure 6.9 shows the anchorage Momen melintang: Gambar 6.9 menunjukkan daerah zone of a post-tensioned beam with a single anchorage.

pengangkeran balok prategang awal dengan angker At the inner end of the anchorage zone the stresses

tunggal. Pada bagian dalam daerah angker, tegangan caused by prestress may be determined from simple

yang disebabkan oleh prategang dapat ditetapkan dari beam theory. On any longitudinal section there is a

teori balok sederhana. Pada potongan memanjang

transverse bending moment (M b ) whose magnitude may

terdapat suatu momen lentur melintang (M b ) yang

be calculated from the equilibrium requirements for the besarnya dapat dihitung dari persyaratan keseimbangan free body shown in Figure 6.9 (b). This moment is a

untuk bagian bebas seperti yang ditujukkan dalam resultant of transverse tensile and compressive stresses

Gambar 6.9 (b). Momen ini adalah resultan dari acting across section.

tegangan tarik dan tekan yang bekerja pada potongan.

Pengertian dari M b pada Gambar 6.9 menunjukkan the resultant of the transverse compressive stresses

The sense of the moment M b in Figure 6.9 indicates that

bahwa resultan tegangan tekan melintang bekerja lebih acts closer to the loaded than does the tensile stress-

dekat kebeban dibanding resultan tegangan tarik. resultant. A moment with this sense is defined as

Momen dengan pengertian ini dibatasi sebagai positif. positive.

The sense of the moment may be reversed at sections Pengertian momen dapat terbalik pada potongan antara between anchorages in end zone with two or more

pengankeran pada daerah ujung dengan dua atau lebih widely spaced anchorages, or at sections remote from

pengangkeran yang berjauhan, atau pada potongan the anchorage in end zones with a single eccentric

yang jauh dari pengangkeran pada daerah ujung anchorage. Transverse moments with this sense,

dengan pengangkeran tunggal eksentris. Momen implying that the resultant of the transverse tensile

melintang dengan pengertian begini, yang menerangkan stresses is closer to the loaded face than is the

bahwa resultan tegangan tarik melintang adalah lebih compressive stress resultant, are defined as negative.

dekat ke permukaan yang dibebani dari resultan tegangan tekan, dibatasi sebagai negatif.

Symmetrical prism: The concept o f the symmetrical Prisma Simetris: Konsep prisma simetris seringkali prism is often useful for estimating the magnitudes of the

berguna untuk memperkirakan besaran gaya tarik transverse tensile forces, and the lengths over which

melintang, dan panjang dimana tegangan tarik transverse tensile stresses occur, at sections

melintang bekerja, pada potongan yang langsung immediately behind anchorages. Figure 6.10 shows how

dibawah angker. Gambar 6.10 menunjukkan bagaimana the depth D e of the symmetrical prism is determined for

tinggi D, dari prisma simetris ditetapkan untuk beberapa some examples. Only the depth of the prism is used in

contoh. Hanya tinggi prisma digunakan pada design; other dimensions are defined merely to enable

perencanaan; dimensi lainnya dibatasi semata-mata the designer to visualise the notional prism.

untuk perencana mampu untuk memvisualkan prisma bayangan.

K6.10.2.3 Loading Cases to be Considered

K6.10.2.3

Pembebanan Yang Harus Diperhitungkan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.2.4 Calculation of Tensile Forces Along

Perhitungkan Gaya Tarik Sepanjang Line of an Anchorage Force

K6.10.2.4

Garis Kerja Gaya Angker

The equations of equilibrium enable the magnitudes of Persamaan keseimbangan membuat besaran momen the transverse moments to be determined, but give

melintang dapat dihitung, tapi untuk memberikan information on the magnitude of location of the tensile

informasi terhadap besaran lokasi tegangan tarik atau stresses or stress resultants, for which reference to

resultan tegangan, memerukan literatur hasil penelitian. research results is necessary.

In the distribution of transverse stresses in an end zone Pada distribusi tegangan melintang didaerah ujung with a single anchorage located at mid-depth, at the

dengan anker tunggal yang ditempatkan pada tengah mid-depth section, where the peak value of the

tinggi, pada potongan tengah tinggi, dimana nilai puncak transverse moment M, occurs, we have from statics:

momen melintang Mb terjadi, diperoleh dari statis M b = 0.125 PD (1 -h/D)

M b = 0.125 PD (1 -h/D) From research it has been found that significant

Dari penelitian telah ditemukan bahwa tegangan transverse stresses exist over a length of approximately

melintang yang berarti terdapat pada sepanjang kirakira 0.8D, commenting about 0.20 from the loaded face. The

0.8D, mulai kira-kira 0.2D dari muka yang dibebani. magnitudes of the tensile and compressive stress

Jumlah resultan tegangan tarik dan tekan, T dan C, resultants, T and C, depend on the concentration ration

tergantung pada perbandingan konsentrasi h/D yang h/D, i.e. the ration of the depth of the bearing plate to

mana adalah perbandingan tinggi plat tumpuan the depth of the end zone. Except for very small

terhadap ketinggian daerah ujung. Kecuali untuk concentration ratios (< 0.15), the value of T is given

perbandingan konsentrasi sangan kecil (<0.15), nilai T closely by:

mendekati

0.33 P (1-h/D) The lever arm distance between C and T is therefore

0.33 P (1 - h/D)

Karena itu jarak lengan momen antara C dan T sama equal to 0.50. For very small concentration ratios the

dengan 0.5D. Untuk perbandingan konsentrasi yang lever arm may decrease, and the magnitude of T

sangat kecil, lengan momen dapat berkurang, dan increase, by up to 20% from these values.

besaran T bertambah sampai 20% dari nilai ini. These relationships apply only to conditions at the mid-

Hubungan diatas hanya berlaku untuk kondisi pada depth section. The stress distributions are quite different

potongan tengah tinggi. Distribusi tegangan cukup at other longitudinal sections through the end zone.

berbeda pada potongan memanjang lainnya di daerah ujung.

K6.10.2.5 Calculation of Tensile Forces

Perhitungan Gaya Tarik Yang Tumbul Induced Near the Loaded Face

K6.10.2.5

Dekat Muka Yang Dibebani

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.2.6 Quantity

Jumlah dan Distribusi Tulangan Reinforcement

and Distribution of

K6.10.2.6

Penyelidikan suatu bidang tegak melalui daerah anker Examination of any vertical plane through the anchorage

menunjukkan bahwa kecuali untuk bidang yang dekat zone indicates that except for planes close to the loaded

pada muka yang dibebani, tegangan tarik melintang face, transverse tensile stresses at the mid-depth

pada potongan tengah tinggi melampui nilai pada section exceed those at other sections. This is the basis

potongan lainnya. Hal ini adalah dasar dari kelengkapan of the provision in clause 6.10.2.5 that design of

sub-bagian 6.10.2.5 bahwa perencanaan tulangan reinforcement be based on the longitudinal section

didasarkan pada potongan memanjang dimana momen where the peak moment occurs, and that the

puncak terjadi, dan bahwa tulangan meluas melalui reinforcement extend through the full depth of the end

tinggi penuh daerah ujung. Tulangan disebarkan zone. The reinforcement is spread over the length 0.1 D

sepanjang 0.1 D sampai 1.0D dari muka yang dibebani, to 1.0D from the loaded face, where significant tensile

dimana tegangan tarik yang berarti terjadi, untuk stresses occur, to cover the tensile stresses near the

meliputi tegangan tarik dekat muka yang dibebani jauh loaded face away from the anchorage, it is further

dari anker, lebih lanjut diperlukan bahwa tulang yang required that similar reinforcement be carried over the

sama dipasang pada daerah dari muka yang dibebani zone from the loaded face to 0.113.

ke 0.1 D.

K6.10.2.7 Anchorage Zones in Pretensioned

Daerah Pengangkeran Pada Members

K6.10.2.7

Komponen Pra-penegangan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.2.8 Special Reinforcement Details in

Detail Penulangan Khusus Pada Anchorage Zones

K6.10.2.8

Daerah Pengangkeran

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.10.3 BEARING SURFACES K6.10.3 PERMUKAAN PERLETAKAN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.11 STRESS DEVELOPMENT AND K6.11 PENYALURAN TEGANGAN SPLICING OF DAN PENYAMBUNGAN REINFORCEMENT AND TULANGAN DAN TENDON TENDONS

K6.11.1 STRESS DEVELOPMENT IN K6.11.1 PENYALURAN TEGANGAN DALAM REINFORCEMENT

TULANGAN

K6.11.1.1 General

K6.11.1.1

Umum

Reinforcement will not develop its strength without Tulangan tidak akan menyalurkan tegangannya tanpa proper anchorage and there must always be anchorage

pengangkeran yang baik dan itu selalu diangkerkan on both sides of the cross-section being designed.

pada kedua sisi potongan melintang yang direncanakan. Stress development can be obtained by embedment of

Penyaluran tegangan dapat diperoleh dengan the steel in concrete so that stress is transferred past

penanaman tulangan dalam beton sehingga tegangan the section by bond, or by some form of mechanical

dipindahkan melalui potongan oleh lekatan, atau oleh anchorage.

beberapa bentuk pengangkeran mekanis.

K6.1 1.1.2 Development Length for Bar in

Panjang Penyaluran untuk Tulangan Tension

K6.1 1.1.2

Tarik

Sub-clause 6.11.1.2.1 to 6.11.1.2.7. relate only to bars. Sub-bagian 6.11.1.2.1 sampai 6.11.1.2.7 hanya Refer to Reynolds (1978), Orangun et al (1977) and

membahas yang berhubungan dengan tulangan. Discussion on Orangun et al, and Ferguson (1988).

Merujuk ke Reynold (1978), Oragun et al (1977) dan Discussion on Orangun et al, dan Ferguso (1988).

K6.11.1.2.1 Development Length to Develop Yield

Panjang Penyaluran untuk Menyalurkan Strength

K6.11.1.2.1

Kuat Leleh

The concrete cover applies to the bar being analysed. Selimut beton berlaku untuk tulangan yang dianalisa. For a main bar in a slab, it is the cover to that bar. For a

Untuk tulangan utama pada pelat, adalah selimut longitudinal bar in a beam, the size of the enclosing

terhadap tulangan itu.. Untuk tulangan memanjang pada fitment is added to the cover to the fitment. The cover

balok, ukuran ikatan penutup ditambahkan keselimut. then is compared to the clear distance to the nearest

Lalu selimut dibandingkan terhadap jarak bersoh ke adjacent parallel bar to obtain the value of "a".

tulangan sejajar yang berdekatan paling dekat untuk memperoleh nilai "a".

The development length equation, includes the effect of Persamaan panjang penyaluran, meliputi pengaruh cover and bar spacing on the ability of concrete to

selimut dan jarak tulangan terhadap kemampuan beton develop stress in the bar without splitting the concrete.

menyalurkan tegangan pada tulangan tanpa Splitting can occur along the plane of the adjacent bars

memecahkan beton. Pemecahan dapat terjadi parallel to the soffit of the member, or through the cover

sepanjang bidang tulangan yang berdekatan yang perpendicular to the soffit. These effects are accounted

sejajar dengan soffit elemen, atau melalui selimut yang

for by three parameters, k 1 ,k 2 and (2a + d b ).

tegak lurus dengan soffit. Pengaruh ini dihitung dengan tiga parameter, k 1 ,k 2 dan (2a +d b ).

i. Factor k 1 : This factor relates to top bars. These

Faktor k 1 : Faktor ini berhubungan dengan bars are subjected to a reduction in bond

i.

tulangan atas. Tulangan ini ditujukan untuk suatu strength due to settlement of fresh concrete and

pengurangan pada kekuatan lekat karena an accumulation of bleed water. Both effects

penurunan beton segar dan penumpukan air occur along the underside of the bar. (ACI-31 8)

bleeding. Kedua pengaruh ini terjadi sepanjang sets the possible critical depth at 300 mm of cast

sisi bawah tulangan. (ACI-318) menentukan concrete. There is evidence that bond loss can

kedalaman kritis yang memungkinkan pada 300 occur with even shallower concrete depths. The

mm dari beton yang dicor. Terbukti bahwa factors

kehilangan lekatan dapat terjadi pada kehilangan lekatan dapat terjadi pada

berlaku pada tulangan memanjang pada pelat, dinding,

balok, dan pondasi, ini tidak berlaku pada tulangan reinforcement extension values in clause 6.6.1.7. and

to fabric, or to fitments. The factor k 1 is not applied to

miring dan tegak, anyaman dan ikatan. Faktor k,, tidak minimum tensile reinforcement provided in accordance

digunakan untuk nilai perpanjangan tulangan dalam with clause 6.7.1.3.

sub-bagian 6.6.1.7 dan tulangan tarik minimum yang sesuai dengan sub-bagian 6.7.1.3.

ii. Factor k 2 : This factor depends on the spacing of

Faktor k 2 : Faktor ini tergantung pada jarak bars and type of reinforced member. It is

ii.

tulangan dan tipe elemen yang ditulangi. Nilai ini obtained from an analysis of many different

diperoleh dari analisa berbagai penelitian pada research studies of slabs where pop-outs of thin

pelat dimana lepasnya selimut tipis terjadi covers occur beneath the bar. For beams,

dibawah tulangan. Untuk balok, pecah sepanjang splitting across the member width is also a

lebar elemen juga mungkin merupakan bentuk possible failure mode.

kegagalan.

The worst situation occurs in members which Situasi yang paling jelek terjadi pada elemen have least resistance to both splitting and popout

yang mempunyai tahanan yang kecil terhadap failures (eg narrow ribs or columns without

kegagalan pecah dan lepas (seperti rib sempit

stirrups or ties); for these cases k 2 is taken as

atau kolom tanpa sengkang atau ikatan); untuk

2.4. Where beams and columns are designed kasus ini k 2 diambil 2.4. Bila kolom dan balok with fitments, k 2 may be reduced from 2.4 to 2.2

direncanakan dengan ikatan, k 2 dapat dikurangi which would be the case in most designs.

dari 2.4 ke 2.2 yang mana merupakan kasus umum dalam perencanaan.

Where bars are closely spaced in slabs and Bila tulangan dipasang secara rapat pada pelat walls, there in a danger of splitting along the

dan dinding, bahaya pecah terdapat sepanjang plane of the reinforcement. A bar is considered to

bidang tulangan. Suatu tulangan develop its (yield) stress within the length L sy.t ,

dipertimbangkan menyalurkan tegangan lelehnya from its end. If this length is closer than 150 mm

sepanjang L sy.t dari ujungnya. Bila panjang ini to the anchorage length of an adjacent parallel

lebih pendek dari 150mm ke panjang bar, then k 2 = 2.4 as above. If adjacent

pengangkeran tulangan sejajar yang berdekatan, anchorage lengths are separated by more than

k 2 diambil 2.4 seperti diatas. Bila panjang 150 mm, k 2 = 1.7. This does not mean that all

pengankeran yang berdekatan dipisahkan lebih bars in slabs or walls must be 150 mm or more

dari 150mm, k 2 - 1.7. Ini tidak berarti bahwa apart with staggered ends. Anchoring bars in

seluruh tulang pada pelat atau dinding harus low-stress zones allows gradual stress

150mm atau lebih terpisah dari ujung yang development.

dikaitkan. Tulangan angker pada daerah tegangan yang rendah mengizinkan penyaluran tegangan perlahanIahan.

iii.

Ekspresi (2a + d b ) : Ekspresi (2a + d b ) defines the outside diameter of a concrete

Expression (2a + d b ): The expression (2a + d b )

iii.

membatasi diameter luar silinder beton cylinder of length L sy.t coaxial with and

sepanjang L sy.t ,, koaksial dengan mengelilingi surrounding, a bar of size db. This cylinder

tulangan dengan ukuran db. Silinder ini should not encroach on the relevant cylinder

seharusnya tidak membawahi silinder berkaitan surrounding an adjacent bar. To ensure that this

yang mengelilingi tulangan yang berdekatan. does not occur, the bars must be spaced further

Untuk menjamin bahwa hal ini tidak terjadi, apart than (2a + db).

tulangan harus diletakkan terpisah lebih jauh dari (2a + db).

iv. The minimum value of L sy.t (25 k, db) uses a steel

Nilai minimum L sy.t (25 k, db) menggunakan yield strength of 400 Mpa and is based on the

iv.

kekuatan Ieleh baja 400MPa dan didasarkan

formula 0.058 d b f c where f e is the steel tensile

pada rumus 0.058 d b f c dimana f e adalah strength (ACI 318). It is increased by the factor k 1 kekuatan tarik baja (ACI 318). Ini ditambah

dengan faktor k 1 .

K6.11.1.2.2 Deemed-to-comply

Anggapan yang Memenuhi Panjang Lengths

As practical alternative to calculating development Sebagai pilihan praktis untuk menghitung panjang lengths from the formula in sub-clause 6.11.1.2.1, Table

penyaluran dari rumus pada sub-bagian 6.11.1.2.1,

6.18 groups together combinations of concrete strength, Table 6.18 mengumpulkan kombinasi kekuatan beton, nominal cover, and calculated tensile development

selimut nominal dan panjang penyaluran tarik yang lengths.

dihitung.

The Table in the Code does not apply to beams and Tabel pada peraturan ini tidak berlaku untuk balok dan columns without fitments. The Table is subject to bar

kolom tanpa tulangan kait, dan pembatan penggunaan spacing restrictions. The cover/concrete strength

untuk balok dan kolom dengan tulangan kait, dan combination resemble, but are not restricted to those

pemisahan tulangan yang besar sepanjang dimana given in Tables 6.6. and 6.7.

mereka menyalurkan tegangannya.

For slabs and walls, values were calculated using k 2 =

Untuk slab dan dinding, nilai dihitung dengan

1.7. For beams and columns, the calculations used k 2 =

menggunakan k 2 = 1.7. Untuk balak dan kolom,

22, but an allowance was made for the size R6 fitments perhitungan yang digunakan k 2 = 22, tapi kelonggaran for bars < 20 mm, and R10 fitments for bars > 20 mm,

dibuat untuk ikatan ukuran R6 untuk tulangan < 20mm, the cover used being to the bar being anchored. In this

dan R10 untuk balok >20mm, selimut yang digunakan way it was possible to have a single table which covered

dihitung sampai ketulangan yang diangker. Pada cara both cases, with the restriction of application to beams

ini, memungkinkan untuk memiliki suatu tabel tunggal and columns with fitments, and a wide separation of

yang meliputi kedua kasus, dengan pembatasan bars over the length in which they develop their stress.

pemakaian terhadap balok dan kolom dengan ikatan, pemisahkan yang jauh tulangan sepanjang yang mana mereka menyalurkan tegangan.

The values in the Table are calculated from the formula Nilai pada tabel dihitung dari rumus yang diberikan given in sub-clause 6.11.1.2.1 (i) where the cover to the

dalam sub-bagian 6.11.1.2.1 (i) dimana selimut untuk deformed bar was obtained from the nominal cover to

baja berulir diperoleh dari selimut minimal terhadap the bar nearest to the concrete surface (Tables 6.6 and

tulangan yang paling dekat kepermukaan beton (Tabel 6.7), increased by the size of the fitment as appropriate,

6.6 dan 6.7), ditambah dengan ukuran kaitan, dan and reduced by 5 mm for negative steel fixing tolerance

dikurangi 5mm untuk toleransi pemasangan tulangan in accordance with sub-clause 6.3.8.3.1.

negatif sesuai dengan subbagian 6.3.8.3.1.

The Table may also be used for members with higher Tabel dapat juga digunakan untuk elemen dengan nilai values of negative steel fixing tolerances, eg piles

toleransi pemasangan tulangan negatif yang lebih without permanent casing, provided that the

besar, seperti tiang tanpa cetakan permanen, selama development length is obtained from the Table for the

panjang penyaluran diperoleh dari tabel untuk selimut appropriate nominal cover, not increased in accordance

nominal yang cukup, tidak ditambah sesuai dengan with provisions of sub-clause 6.3.8.3.2. This will produce

kelengkapan sub-bagian 6.3.8.3.2. Ini akan slightly conservative values of development length.

menghasilkan nilai panjang penyaluran yang sedikit konservatif.

For any concrete strength, only the stated cover or Untuk beton manapun, hanya selimut yang diberikan larger cover may be used.

atau selimut yang lebih tebal yang dapat digunakan. As will be seen in clause 6.1 1.2.3., Table 6.18 also

Sebagai yang terlihat dalam sub-bagian 6.11.2.3, Tabel applies to lap splices in members which satisfy the same

6.18 juga berlaku untuk sambungan tumpuk dalam conditions.

elemen yang memenuhi kondisi yang sama. The Table does not contain values for Y32 and Y36 bars

Tabel tidak mengandung nilai untuk tulangan Y32 dan for small covers. Use of large diameter bars in

Y36 untuk selimut tipis. Penggunaan diameter tulangan combination with small cover particularly with lower

yang tebih besar dengan kombinasi selimut yang lebih strength concrete is not recommended.

tipis terutama dengan mutu beton rendah tidak disarankan.

K6.11.1.2.3 Development Length to Develop Less

Panjang Penyaluran untuk Menyalurkan Than Yield Strength

K6.11.1.2.3

Kurang dari Kuat Leleh This sub-clause is not to be applied to the calculation of

Sub-bagian ini tidak membedakan antara lengkungan lap lengths. Only full-strength lap splices are permitted

dengan bengkokan. Nilai 10 d b adalah batas praktis in this Code (See clause 6.11.2.1.)

dimana panjang yang dilengkungkan berlaku seperti potongan lurus tanpa menyebabkan tegangan tumpuan yang berlebihan pada bagian dalam bengkokan pemisahan antara tulangan dan beton atau bagian luar dari bengkokan.

K6.11.1.2.4 Development Length Around a Curve

K6.11.1.2.4

Panjang

Penyaluran Disekitar

Dengkokan

This sub-clause distinguishes between a curve and a Sub-bagian ini membedakan antara lengkungan dengan

bengkokan. Nilai 10 d b adalah batas praktis dimana above which a curved length behaves like a straight

bend. The value of 10d b is a practical limit on curvature

panjang yang dilengkungkan berlaku seperti potongan piece without causing either excess bearing stress

lurus tanpa menyebabkan tegangan tumpuan yang inside the bend of separation between the bar and the

berlebihan pada bagian dalam bengkokan pemisahan concrete or the outside of the bend.

antara tulangan dan beton atau bagian luar dari bengkokan.

K6.11.1.2.5 Development Length of a Bar with a

Panjang Penyaluran Tulangan dengan Standard Hook

K6.11.1.2.5

Kaitan Standar

The values are close to those which have been used for Nilai-nilai disini dekat dengan nilai yang sudah many years.

digunakan bertahun-tahun.

i. Standard hooks: Standard 1800 and 1350 hooks,

Kaitan standar : Kaitan 180° dan 135° standar and 90° cogs require the steel lengths given in

i.

dan gerigi 90° memerlukan panjang baja yang Table K6.1. They are the minimum lengths which

diberikan dalam Tabel k6.1. Mereka adalah physically can be bent on a bending machine,

panjang minimum yang secara fisik dapat lengths shorter than these should be specified

dibengkokan pada mesin pembengkok, panjang with caution as they would not provide the

yang lebih pendek dari itu seharusnya necessary anchorage assumed in sub-clause

dispesifikasikan dengan hati-hati karena mereka

6.11.1.2.5. tidak memberikan anker yang diinginkan yang dianggap dalam sub-bagian 6.1 1.1.25.

The length of bar required to make a hook is Panjang tulangan yang dibutuhkan untuk generally less than the straight bar development

membuat kaitan umumnya kurang dari panjang length because a hook makes use of bearing

penyaluran tulangan lurus karena kaitan pressure inside the bend. The length of a 135°

memanfaatkan tekanan tumpuan pada bagian hook should be the same as for a 180° hook.

dalam bengkokan. Panjang kaitan 135° seharusnya sama dengan untuk kaitan 180°.

K6.11.1.2.6 Standard Hooks

K6.11.1.2.6

Kaitan Standar

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.11.1.2.7 Internal Diameter of Bends or Hooks

K6.11.1.2.7

Diameter Dalam dari Bengkokan atau Kaitan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

Minimum Length of Bar to form Standard Hooks

Type of Bar

d i (1)

Bar size mm

I. Normal Bends: Fitments bar grade 250

NOT RECOMMENDED Fitments

wire grade 450

270 300 340 Bars other than in (ii) and (iii)

bar grade 400

300 340 380 Ii. Bends Designed to be

Straightened or Rebent Later d b ” 16mm

NOT APPLICABLE d b =

330 380 430 iii. Bends in Epoxy-coated or

d b • 28mm

6d b NOT APPLICABLE

Galvanised Reinforcement d b ” 6mm

NOT APPLICABLE d b • 20 mm

8d b NOT APPLICABLE

K6.11.1.3 Development Length for a Bar

Panjang Penyaluran untuk Tulangan in Compression

K6.1 1.1.3

yang Tertekan

The development length of a bar in compression is Panjang penyaluran untuk tulangan yang tertekan given by the expression:

diberikan oleh persamaan:

where f 1 is the steel tensile strength (refer to ACI318). dimana: f 1 adalah kekuatan tarik baja (mengacu pada Using a concrete strength of 25 Mpa, this gives a length

ACI-318). Menggunakan kekuatan beton 25MPa, of 20 d b which was adopted for all concrete grades.

memberikan panjang 20 d b yang diambil untuk semua

mutu beton.

Hal ini seharusnya tidak dicampur-adukan dengan nilai compression Lap splicing as given in clause 6.11.2.5.

This is not to be confused with the value of 30 d b for

30 d b untuk sambungan tumpuk tertekan seperti yang diberikan dalam bagian 6.11.2.5.

Where a bar in compression is bent for construction Bila tulangan tekan dibengkokkan untuk tujuan purposes, such as a 90° bend for a starter bar within a

pelaksanaan, seperti pembengkokan 90° pada tulangan footing, the straight embedment into the footing must be

awal pada pondasi, penanaman lurus kedalam pondasi not less than 20 d b .

tidak boleh kurang dari 20d b .

K6.11.1.4 Development Length of Bundled Bars

K6.11.1.4

Panjang Penyaluran untuk Tulangan Terkelompok

Bundles are not limited to columns. The factors compensate for the reduced bar perimeter in contact

Pengelompokkan tidak dibatasi pada kolom. with the surrounding concrete. (See also sub-clause

Faktorfaktor disini menggantikan keliling tulangan yang 6.6.1.7.7. and clause 6.8.7.2.)

terkurangi pada kontrak dengan beton sekitarnya. What juga sub-bagian 6.6.1.7.7 dan 6.8.7.2).

K6.11.1.5 Development Length of Fabric in

Panjang Penyaluran dari Tulangan Tension

K6.11.1.5

yang Dianyam Akibat Tarik

The addition of 25 mm assumes that one full mesh Tambahan 251m menganggap bahwa satu jarak penuh spacing is embedded.

anyaman dtselimuti.

K6.11.1.6 Strength Development in

Penyaturan Kekuatan pada Tulangan Reinforcement by an Anchorage

K6.11.1.6

Akibat Pengangkeran

The strength of a welded or mechanical anchorage Kekuatan angker yang dilas atau mekanis seharusnya should be capable of being checked by a suitable tensile

mampu dicek dengan pengujian tarik yang sesuai. test. For example, if the anchorage is for a 400Y bar, the

Sebagai contoh, jika suatu anker untuk tulangan Y400. force to be sustained before failure would be 440 A b gaya yang harus ditahan sebelum gagal seharusnya

Newtons. The factor of 1.1 multiplied by the specified 440 A b Newtons. Faktor 1.1 yang dikali dengan minimum yield strength, f sy has been found from

kekuatan leleh minimum yang dispesifikasikan f sy , experience to be a realistic minimum.

didapat dari pengalaman sebagai minimum yang realistis.

K6.11.2 SPLICING OF REINFORCEMENT

PENYAMBUNGAN TULANGAN K6.11.2.1 General

K6.11.2

K6.11.2.1

Umum

All splices are to be based on the tensile yield strength Semua sambungan harus didasarkan pada kekuatan (f sy ) for bars and fabric. Reduced values are not

leleh tarik (f sy ) untuk tulangan dan anyaman. Nilai yang permitted for splices.

dikurangi tidak diizinkan untuk sambungan. Clause 6.1.5.2 requires designers to specify in the

6.1.5.2 menginginkan perencana untuk drawings the actual lap length. Lap lengths should

Bagian

menspesifikasikan pada gambar panjang tumpuk nyata. always be specified as that required for the smaller bar

Panjang tumpuk seharusnya selalu dispesifikasikan being spliced because this size controls the maximum

sebagai yang dibutuhkan untuk tulangan lebih kecil force which can be transmitted.

yang disambung karena ukuran ini mengendalkan gaya maksimum yang dapat dipindahkan.

Item 6.11.2.1 (iii) is retained because in years to come, Bagian 6.11.2.1 (ii) dipertahankan karena nantinya, renovation of existing structures will require knowledge

perbaikan struktur yang ada memerlukan pengetahuan of the steel type. Cold worked bars (as twisted square-

tipe tulangan. Tulang yang dikerjakan secara dingin bars, or twisted deformed bars), were manufactured

Iseperti tulangan segiempat yang diputar, atau baja ulir between 1957 and 1983 from Grade 230 bar. They had

yang diputar), diproduksi antara 1957-1983dari tulangan

a carbon content of 0.25% maximum, and a carbon grade 230. Mereka memiliki kadar karbon maksimum equivalent of 0.45% maximum based on C + Mn/6. This

0.25%, dan ukivalen karbon maksimum 0.45% yang material can be welded without preheat, although low-

didasarkan pada C + Mn/6. Material ini dapat hydrogen electrodes are preferred. The untwisted end

dipanaskan terlabih dahulu, meskipun elektroda portion, of approximately 150 mm, has not had its

hidrogen rendah digunakan. Bagian ujung yang tidak strength raised above the allowable basic strength of

terputar, kirakira 1 50mm, tegangannya tidak meningkat 230 Mpa, therefore bars of higher strength cannot

melebihi kekuatan dasar yang diizinkan 230MPa, develop full strength if welded on to the end.

karena itu tulangan berkekuatan lebih tinggi tidak dapat mengembangkan kekuatan penuh jika dilas sampai keujung.

Item 6.11.2.1 (iv) relates to member of a truss, or to Bagian 6.11.2.1 (iv) berhubungan dengan elemen hangers which rely only on the steel to carry tension.

sebuah rangka, atau penggantung yang hanya mengandalkan baja untuk memikul tarik.

Drawings should indicate very. clearly where the Gambar seharusnya menunjukkan dengan sangat jelas structural laps are needed. For steel fixing purposes, it

dimana tumpuan secara struktur diperlukan. Untuk is common practice to overlap and to tie together bars

maksud pemasangan baja, umum dalam pelaksanaan which are parallel but which are not

untuk melebihkan dan mengikat untuk melebihkan dan mengikat

memindahkan gaya dari yang satu ke yang lainnya. Ini bars supporting main negative steel in slabs, or the

meliputi tulangan atas balok dekat yang satu ke yang transverse wires of fabric in the top of slabs or as beam

Iainnya. Ini meliputi tulangan atas balok dekat tengah fitments. For such bars, perhaps only 150 mm of overlap

bentang, atau tulangan ikat yang mendukung tulangan is needed, and for the fabric the outermost main wires

negatif utama pada pelat, atau kawat melintang can be tied together without any overlap if cross-wires

anyaman pada bagian atas pelat atau sebagai pengikat are not used for crackcontrol, etc.

balok. Untuk tulangan yang demikian, barangkali hanya 150mm overlap yang dibutuhkan, dan untuk anyaman kawat utama paling luar dapat diikatkan tanpa iverlap jika kawat melintang dapat digunakan untuk pengendali retak, dll.

K6.1 1.2.2 Welded or Mechanical Splices

K6.11.2.2

Sambungan Mekanis atau Las

K6.11.2.2.1 General

K6.11.2.2.1

Umum

It may be cheaper to make and test prototype splices Mungkin lebih murah membuat dan menguji sambungan than to design them by analysis. Guidance is given on

prototype dari merencanakan mereka dengan analisa. the design of welded splices but additional references

Arahan diberikan untuk perencanaan sambungan las may be required. Patented devices should be tested

tapi literatur tambahan mungkin diperlukan. Alat yang using this Article. The reasons for the factor of 1.1 are

dipaten seharusnya diuji dengan menggunakan artikel the same as for Article K6.11.1.6.

ini. Alasan dari faktor 1.1 adalah sama seperti untuk Artikel K6.11.1.6.

Tegangan-tegangan Ijin dalam Las Reference should be made to relevant reinforcement

K6.11.2.2.2 Allowable Stresses in Welds

K6.11.2.2.2

Acuan seharusnya dibuat untuk standar tulangan yang standards for the appropriate value of f sy .

bersangkutan untuk nilai f sy yang sesuai.

K6.11.2.3 Lapped Splices for Bars in Tension

K6.11.2.3

Sambungan Tumpang untuk Tulangan Tarik

The splice length and the development length may be Panjang sambungan dan panjang penyaluran dapat taken as the same value. This is based on research

diambil sebagai nilai yang sama. Ini didasarkan pada explained in details by Reynolds (1978) and reports to

penelitian yang diterangkan secara seksama oleh the ACI Committee 408. Refer to Orangun et al (1977)

Reynold (1978) dan laporan untuk ACI committee 408. and Discussion. Note the requirement to separate

Mengacu pada Orangun et al (1977) and discussion. adjacent bars in slabs by 150 mm or more if spliced at

Perhatikan persyaratan untuk memisahkan tulangan one cross-section and k 2 = 1.7 is adopted. Otherwise k 2 yang berdekatan pada pelat dengan 150 mm atau lebih

= 2.4 must be used. The best solution is to stagger the jika disambung pada satu penampang melintang dan k 2 lap locations by at least L sy.t

= 1.7 diambil. Jika tidak k 2 = 2.4 harus digunakan. Penyelesaian terbaik adalah memisahkan lokasi tumpangan sedikitnya L sy.t

Sambungan Tumpang untuk Anyaman K6.11.2.4

K6.11.2.4

Lapped Splices for Fabric in Tension Tulangan yang Tertarik Pengujian pada anyaman telah menunjukkan bahwa

Tests on fabrics have shown that the strengths of cross kekuatan las kawat melintang dengan kawat polos wire welds with plain wire are well above the minimum

adalah baik diatas nilai minimum 250 MPa dan bila value of 250 Mpa and that, when embedded in concrete,

tertanam dalam beton dampak pengangkeran menjadi the anchorage effect is almost doubled. The additional

dua kali lipat. Akan tetapi pengikatan

25 mm overlap (ACI

348-83), has been omitted as a result. However, tying of tumpangan lebih dapat disarankan. the overlap is advisable.

K6.11.2.5 Lapped Splices for Bars in Compression

K6.11.2.5

Sambungan Tumpang untuk Tulangan yang Tertekan

A value of 30 db based on the smaller bar at the splice Nilai 30 db yang didasarkan pada tulang yang lebih kecil has been adopted. This is a rounded-off version of the

pada sambungan diambil. Ini bentuk yang dibulatkan expression 0.073 f.db mm where f, is the steel tensile

dari 0.073 f.db mm dimana f, adalah kekuatan tarik baja strength (Refer to ACI 318-83), for steel yield strength of

(mengacu pada ACI 318-83) untuk kuat leleh baja 400 400 Mpa.

MPa.

K6.11.2.6 Lapped Splices for Bundled Bars

K6.11.2.6

Sambungan Tumpang untuk Tulangan Terkelompok

All bundled-bar splices require careful planning to Seluruh sambungan tulangan terkelompok memerlukan ensure they do not all occur at one cross-section. See

perencanaan yang hati-hati untuk menjamin mereka clause 6.8.74 generally. See also sub-clause 6.6.1.7.7.

tidak sekali terjadi pada satu penampang melintang. clause 6.8.7.2.

Lihat juga sub-bagian 6.6.1.7.7 dan bagian 6.8.7.2.

K6.11.3 STRESS DEVELOPMENT IN K6.11.3 PENYALURAN TEGANGAN DALAM TENDONS

TENDON

K6.11.3.1 General No commentary.

K6.11.3.1

Umum Tidak perlu jawaban.

Panjang Penyaluran untuk Tendon Pra- K6.11.3.2

K6.11.3.2

Development Length of Pretensioned

penegangan

Tendons Bila suatu kabel yang tak ditarik digunakan sebagai When an untensioned strand is used as reinforcement,

tulangan, terjadi pengurangan pada seluruh diameter there is a reduction in overall diameter of a stand as it

kabel ketika kabel itu ditegangkan karena cara masing- becomes stressed because of the way the individual

masing kawat dibentangkan, karena itu faktor 1.5 wires are laid, hence the factor of 1.5 to increase the

digunakan untuk menambah panjang minimum. minimum length.

Penyaluran Tegangan pada Tendon K6.1 1.3.3

K6.11.3.3

Stress Development in Posttensioned Pasca-penegangan dengan Tendons by Anchorages

Pengangkeran

This clause is based on the tensile strength fp, not Bagian ini didasarkan pada kekuatan tarik fp, tidak yield strength fpy.

kekuatan leleh fpy.

K6.11.4 COUPLING OF TENDONS K6.11.4 PENGKOPELAN TENDON

The strength of the couplers is based on the tendon Kekuatan pengkopel didasarkan pada kekuatan tendon. strength. The method of test is not specified; the Design

Metode pengujian tidak dispesifikasikan; perencana Engineer must be satisfied that the strength of the

harus meyakinkan bahwa kekuatan pengkopel couplers meets the requirements of the Code, possibly

memenuhi persyaratan peraturan ini, mungkin based on tests carried out by reputable testing

didasarkan pengujian yang dilakukan oleh laboratorium laboratory, owing to the difficulty otherwise of testing

yang dipercaya, karena kesulitan pengujian pengkopel high capacity couplers.

dengan kapasitas tinggi.

K6.12 JOINTS, EMBEDDED ITEMS, K6.12 SAMBUNGAN, BENDA YANG FIXINGS AND CONNECTORS TERTANAM, PERLENGKAPAN DAN PENYAMBUNG

K6.12.1 DESIGN OF JOINTS K6.12.1 PERENCANAAN SAMBUNGAN K6.12.1.1 Construction Joints

K6.12.1.1

Sambungan Konstruksi

Only general performance requirements are given in this Hanya syarat-syarat keadaan umum yang diberikan clause.

dalam sub-bagian ini.

K6.12.1.2 Movement Joints

K6.12.1.2

Sambungan Gerakan

The provision of properly designed and located Kelengkapan sambungan gerakan yang direncanakan movement joints, to control shrinkage and thermal

dan ditempatkan dengan baik, untuk mengendalikan movements, in an important aspect of structural design.

susut dan gerakan termal, adalah aspek yang penting Clause 6.1.5.2 requires all such joints to be located and

pada perencanaan struktur. Sub-bagian 6.1.5.2 detailed in the structural plans.

membutuhkan sambungan yang demikian untuk ditempatkan dan didetail pada rencana struktur.

Like the previous clause, only general performance Seperti sub-bagian yang terdahulu, hanya persyaratan requirements are given. The magnitude of the expected

keadaan umum diberikan. Besaran gerakan yang movements will have to be assessed in accordance with

diharapkan harus ditentukan sesuai dengan Bagian 2 Sections 2 and 8 and Sub-Section 6.4. For structures in

dan 8 dan sub-bagian 6.4. Untuk struktur pada daerah seismic zones, the appropriate effects should also be

seismik, dampak yang sesuai seharusnya juga considered.

dipertimbangkan.

K6.12.2 EMBEDDED ITEMS AND HOLES IN K6.12.2 BENDA YANG TERTANAM DAN . CONCRETE

LOBANG DALAM BETON K6.12.2.1 General

K6.12.2.1

Umum

Some useful information is given in PCI (1985). Beberapa informasi yang berguna diberikan dalam PCI (1985).

K6.12.2.2 Limitation on Materials

K6.12.2.2

Syarat-syarat Bahan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.12.2.3 Pipes Containing Liquid, Gas or

Pipa yang Mengalirkan Cairan, Gas Vapour

K6.12.2.3

atau Asap

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.12.2.4 Spacing and Cover

K6.12.2.4

Jarak dan Selimut Seton

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.12.3 REQUIREMENTS FOR FIXINGS K6.12.3 PERSYARATAN UNTUK PERLENGKAPAN

Where the connections between members are not Bila hubungan antara elemen tidak monolit, monolithic, the requirements of this Article ensure that

syaratsyarat-syarat pada Artikel ini menjamin bahwa the general philosophy, of providing for the ductile

pilosofi umum, pemberian perilaku kelenturan dari behaviours of members at ultimate load conditions,

elemen pada kondisi beban ultimate, meluas ke masing- extends to each part of the connection.

masing bagian sambungan.

Reinforcement steel should not be used directly as a Tulangan seharusnya tidak digunakan secara langsung lifting device (SRIA 1989), particularly if it has already

sebagai suatu alat pengangkat (SRIA 1989), terutama been bent, hot or cold, int he zone where lifting hooks or

jika tulangan sudah dibengkokan, panas atau dingin, slings will be attached. Coldbending inherently implies

pada daerah dimana kait atau kabel pengangkat akan that the bar has been strained beyond its yield point

dipasang. Pembengkokan dingin secara nyata causing damage to the surface of the steel. Hot-bending

menunjukkan bahwa tulangan yang sudah ditarik will probably alter the crystal structure of the steel. Both

melebihi titik lelehnya menyebabkan kerusakan pada bending methods can have unpredictable results during

permukaan baja. Pembengkokan panas mungkin

a lifting operation where very heavy loads with impact merubah struktur kristal baja. Kedua metode are involved.

pembengkokan ini memiliki hasil yang tidak teramal selama operasi pengangkatan dimana beban yang sangat besar dengan tumbukan terlibat.

K6.12.4 CONNECTIONS

K6.12.4 SAMBUNGAN

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.13 PLAIN CONCRETE MEMBERS K6.13 BAGIAN KOMPONEN BETON TIDAK BERTULANG

K6.13.1 APPLICATION

K6.13.1 PENGGUNAAN

Plain concrete members include those where, in the Elemen beton tak bertulang termasuk elemen dimana structural design of the member, no account has been

pada perencanaan struktur elemen tidak memerlukan taken of any reinforcement which it may contain.

tulangan meskipun elemen itu mengandung tulangan.

K6.13.2 DESIGN K6.13.2 PERENCANAAN K6.13.2.1

Basic Principles of Strength Design

K6.13.2.1

Prinsip-prinsip Dasar dari Perencanaan Kekuatan

No commentary.

Tidak perlu penjelasan.

K6.13.2.2 Section Properties

K6.13.2.2

Sifat-sifat Penampang

The reduction in dimension for members cast against Pengurangan dimensi untuk elemen yang diletakkan soil, i.e. an excavated face, is to allow for the expected

pada tanah, seperti muka yang diangkat, adalah untuk deviations in that surface.

mengizinkan penyimpangan yang diharapkan pada permukaan itu.

K6.13.3 STRENGTH IN BENDING K6.13.3 KEKUATAN DALAM LENTUR

The gross sections properties should be used, reduced Sifat-sifat potongan total seharusnya digunakan, kurangi if required as Clause 6.13.2.2.

bila diperlukan seperti pada sub-bagian 6.13.2.2.

K6.13.4 STRENGTH IN SHEAR K6.13.4 KEKUATAN DALAM GESER

These equations for shear have been developed to be Persamaan-persamaan untuk geser dikembangkan consistent with the values used for beams and slabs in

untuk konsisten dengan harga yang digunakan untuk shear.

balok dan pelat dalam geser.

K6.13.5 STRENGTH IN

K6.13.5 KEKUATAN TERHADAP TEKAN COMPRESSION

AXIAL

AKSIAL

It is assumed that the surrounding soil supplies sufficient Dianggap bahwa soil disekitar memberikan tahanan restrain to an in-situ pile to prevent bucking.

yang cukup pada tiang cor ditempat untuk menghindari tekuk.

K6.13.6 STRENGTH IN COMBINED BENDING K6.13.6 KEKUATAN DALAM KOMBINASI AND COMPRESSION

LENTUR DENGAN TEKAN

This Article provides a simple interaction relation that Artikel ini memberikan hubungan interaksi yang has been shown in practice to be conservative.

sederhana yang sudah ditunjukkan konservatif dalam perlaksanaan.

REFERENCES GENERAL SOURCE DOCUMENTS

a. Austroads (for merly National of Australian State Road Authorities) " Draft Bridge Design Specification (in Limit State Format).” unpublished, 1991.

b. National Association of Australian State Road Authorities "NAASRA Bridge Design Specification.” Sy dney, 1976.

c. American Association of State Highway and Transportation Officials "Standard Specifications for Highway Bridges." 14th edition, W ashington DC, 198 8.

d. British Standards Institution, BS 5400, " Steel, Concrete and Composite Bridges", Part

4. Code of Practice for Design of Concrete Bridges, BSI, Londo n, 1982.

e. Directorate General of Bina Marga, De partment of Public Works, "Loading Specification for Highway Bridges No. 12/1970. "Jakarta, revise d Jan 1988.

f. AS 3600 "Conc rete Design Code', St andards Australia, S ydney 1988.

SELECTED REFERENCES References for Sub-section 6.1

ISO 3898 "Bases for design of structures - Notation - General Symbols", In ternational Organisation for Standarisation, 1987.

References for Sub-section 6.2

ACI 215-74 "Considerations for the Design of Concrete Structures Subjected to Fatigue Loadings", Journ al of the American Concrete Institute, Proc. Vol. 71, No.3, March 1 974

ACI SP-75 "Fatigue of Concrete Structures", American Concrete In stitute, Detroit, 198 2. AS 2674 "Vibration and Shock - Guide to Evaluation of Human Exposure to Whole Body Vibration", Standards

Australia, 1983. Irwin, A.W. " Human Response to Dynamic Motion of Structures", Struc tural Engineer, Vol. 56A No. 9, Septem ber

1978. Wheeler, J.E. " Prediction and Control of Pedestrian Induced Vibrations in Footbridges", Journ al of the Structural

Division, ASCE , Vol 108, No S T9, September 1982.

References for Sub-section 6.3

ACI 318 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete", America n Concrete Institute, 198 3. ACI 318R-83 "Commentary on Building Code Requirements for Reinforced Concrete (AC/318-83)",

AmericanConcrete Institute, 1983.. ACI 201, 2R- 77 "Guide to Durable Concrete", Manual for Concrete Practice, Part 1, American Concrete Institute,

1985. ACI 515R-66 "Guide for the Protection of Concrete Against Chemical Attack by Means of Coatings and Other

Corrosion-Resistance Materials", Manua l of Concrete Practice Part 5, American Concrete Institute, 198 5.

AS 2312 "Guide to the Protection of Iron and Steel against Atmospheric Corrosion", Standards Association of Australia, 1984.

Beresford, F .G. and Ho, D. W.S. "Repair of Concrete Structures -A Scientific Assessment", Concr ete Institute of Australia, Bien nial Conference, Canb erra, 1 979.

BS 8007 "Code of Practice for Design of Concrete for Retaining Aqueous Liquids", British Standar ds Institution, 19 81. BS 81 10 "Str uctural Use of Concrete, Pa rt-1 Code of Practice for Design and Construction", Bri tish Standards

Institution, 19 85. FIP "Design and Construction of Concrete Sea Structures", Commission on Concrete Sea Structures, F ourth Edition,

Thomas Telford Ltd, 198 5. Guirguis, S. " Durability of Concrete Structures", T N 37, Cement and Concrete Association of Australia, November,

1980. Guirguis, S. " Minimum cover Requirements", TR/F 97, C ement and Concrete Association of Australia, Novemb er,

1985. Guirguis, S. " Durable Concrete Structures", T N 57, Cement and Co ncrete Association of Australia, March, 1989. Guirguis, S. " Hydraulic Cements - Properties and Characteristics", T N 59, Ceme nt and Concrete Association of

Australia, March 1989. Ho, D.W .S. and Lewis, R.K. " Warning - Surface Treatment of Dry Reinforced Concrete", Concr ete Institute of Australia

News, Vol. 8, No.2, July 1982. Ho, D.W .S. and Lewis, R.K. " Concrete Quality After One Year of Outdoor Exposure", Du rability of Building Materials,

Vol. 5 pp 1 to 11, 1987 Ho, D.W .S. and Lewis, R.K. " The specification of concrete for reinforcement protection -performance criteria and

compliance by strength", Cem ent and Concrete Research, Vol. 18 No. 4 p p 584 to 594, 1 988. Hope, B.B. and Ip, A.K.C. " Chloride Corrosion Threshold in Concrete", A CI Materials Journals, Vol. 84, No. 4 pp 306-

314, Jul-A ug 1987. Kettle, R. and Sadgz adeh, M. (1987) " The Influence of Construction Procedures on Abrasion Resistance", Concr ete

Durability, Kath erine and Bryant Mather International Conference, ACI SP1 00, Vol. 2 pp 1 385-1410, 198 7. Potter, R.J. and G uirguis, S . "Concrete th e Durable Material", S ymposium on Concrete, 198 1 - Towards Better

Concrete Structures, The Institution of Engineers, Australia, Canberra, 19 81.

References for Sub-section 6.4

Alexander, K.M., W ardlaw, J. and Ivanusec, I. "The Influence of SOS, Content of Portland Cementation the Creep and other Physical Properties of Concrete", Cem ent and Concrete Research, Vol. 9, pp 45 1-459, 19 79.

AS 3600 Australian Standard 3600-1988, " Concrete Structures", Standar ds Australia, S ydney, 19 88. Bazant, Z .P. and Panula, L. " Creep and Shrinkage Characterisation for Analysing Prestressed Concrete Structures",

PCI Journal, Ma y-June 1980. CEB Comite Europeen du Beton, " Deformabi/ity of Concrete Structures - Basic Assumptions", Bu lletin D'Informatio n

No. 90, 19 73. CEB-FIP Comite European du Beton - Federation Internationale de la Precontrainte, " International Recommendations

for the Design and Construction of Concrete Structures: Principles and Recommendations.", 1970

CEB-FIP Comite Europeen du Beton - Federation Internationale de la Precontrainte, International System of Unified Codes of Practice for Structures, Vols I and II, 3rd Ed, 1978.

L'Hermite, R " Annales de L Institut Technique et des Travaux Publics", N o. 309/3 10, Se p-Oct 1973, pp 1-43, 197 3. Muller, H.S and Hilsdorf, H.K. " Comparison and Prediction Methods for Creep Coefficients of Structural Concrete with

Experimental Data", Re produced in Wittman, F .H., Fundamental Research on Creep and Shrinkage of Concrete, Martinus Nijhoff (T he Hague, Boston, Lo ndon), pp 269- 278, 1982

McDonald, D., Roper, H. a nd Samarin, A. " Prediction Accuracy of Creep and Shrinkage Models for Australian Concrete", Proceedings 14th ARRB Conference, Adel aide, Vol 14 Part 7, 198 8.

NAASRA National Association of State Road Authorities, " Bridge Design Specification", NA ASRA, S ydney, 1976. Neville, A.M. " Creep of Concrete: Plain, Reinforced and Prestressed", Nort h Holland (Amsterdam), 197 0. Neville, A.M. " Hardened Concrete: Physical and Mechanical Aspects", American Concrete Institute, Detroit,

Monograph No. 6, pp 126-1 29 for shrinkage; pp 14 8-152 for creep, 19 71. Pauw, A. " Static Modulus of Elasticity of Concrete as affected by Density", ACI Journ al, Proceedings, Vol 57 No. 6

December, pp 679-687, 1 960. Raphael J.M. "Tensile Strength in Concrete", ACI Journal, P roceedings, Vo l 81 No. 2, Mar ch-April, p p 158165, 198 4. Taylor, W.H. " Concrete Technology and Practice", T able 30.2, p. 555 McG raw Hill, S ydney, 4th Ed, 19 77. Trost, H. "The Consequences of the Principle of Superposition on Creep and Relaxation Problems in Concrete",

Beton u Stahlbeton bau, O ct-Nov (T ranslation by J.G. Marsh available MRD WA Library), 1967. Wang, P.T ., Shah, S.P. and Naaman, A.E . "High Strength Concrete in Ultimate Strength Design", Journ al of the

Structural Division, ASCE Vol 104, No ST11, Novem ber, pp 1761-1773, 19 78. Warner, R.F ., and Br ettle, H. J. "Strength of Reinforced Concrete in Bi-axial Bending and Compression", UNICIV

Report No. R-24, 1967. Wyche, P.J. " The Effects of Cyclic Temperature Loads on Concrete Bridges", Procee dings, 11th ARRB Conference,

Melbourne, Vol 11, Part 2, 1982. Wyche, P.J. " Creep and Shrinkage Measurements in Western Australia, Including Full Scale Bridge Results",

Technical Report No. 0032T, Main Roads Department, Perth, W estern Australia, 19 83. Wyche, P.J. " Serviceability Analysis of Concrete Sections", Procee dings, 1 2thARRB Conference, Hob art, Vol. 12, Part

REFERENCES FOR SUB-SECTION 6.5

Ahmad, A. an d Warner, R.F . "Ductility Requirements for Continuous Reinforced Concrete Structures", Report N o. R62, De partment of Civil Engineering, The University of Adelaide, 1 984.

Hillerborg, A. " Strip Method of Design", A Vie wpoint Publication, Cem ent and Concrete Association, Lo ndon, 197 5. Kgboko, K., Wyche, P.J. and W arner, R.F . "Collapse Behaviour and Ductility Requirements in Partially Prestressed

Concrete Bridge Girders", Pro ceedings 15th ARRB Conference, Dar win, Australi an Road Research Board, 1990 (Als o published as Report No. R79, Dep artment of Civil Engineering, T he University of Adelaide, 1988).

Rangan, B.V. "Limit States Design of Flat Plates and Slabs", IABSE Pro ceedings, Z ur ich, pp 2-77, 1 977. Standards Australia "Com mentary to AS 3600 (19 88)", Standards Australia, S ydney, 1990.

Uren, J.G . "Bridge Superstructure Design Optimised Through the use of Spreadsheets to calculate Serviceability and Ultimate Bending Moment Envelopes, Including Moment Redistribution", Research Report STR:89003, Department of Civil Engineering, Univ ersity of Western, Australia, 19 89.

Uren, J.G ., Wych e, P.J. an d Reynolds, G .C. "The Interaction between Prestress Secondary Moments, Moment Redistribution, and Ductility - a Treatise on AS3600 and the Draft 1988 NAASRA Bridge Code", Pro ceedings 2nd National Structural Engineering Conference, Adelaide, T he Institution of Engineers, Australia National Conference Publication 90/10, 19 90 (A lso published as Research Report STR:89002, Dep artment of Civil Engineering, Un iversity of Western Australia, 19 89).

Warner, R.F . "Computer Simulation of the Collapse Behaviour of Concrete Structures with Limited Ductility", Proceedings of the International Conference on Computer Aided Analysis and Design of Concrete Structures, Sp lit, Yugoslavia, 17 -21 Sept, pp 1 257-1270, 198 4.

Warner, R.F ., Rangan, B.V. and Ha ll, A.S. " Reinforced Concrete", Lo ngman, Australi a, 3 rd Ed. 1988. Warner, R.F ., and Y eo, M.F . "Ductility Requirements for Partially Prestressed Concrete", Proce edings, NAT O

Advanced Research Workshop, Partial Pr estressing from Theory to Practice, St-Rej y-les-Cheureuse, Ni hhof, pp 315- 326, 19 84 (Als o available as Research Report No. R61, D epartment of Civil Engineering, University of Adelaide).

Wong, K.W . Yeo, M.F . and Warner, R.F . "Analysis of Non-tinier Concrete Structures by Deformation Control", First National Structural Engineering Conference, Melb ourne, IE, Aust, pp 181- 185, 198 7.

References to Sub-section 6.6

ACI-ASCE "The Shear Strength of Reinforced Concrete Members", ACI-ASCE Committe e 426, ASCE, Journal of the Structural Division, Vol. 99, June 1973, pp 1 091-1187, 1 973.

ACI 318-83 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete", ACI Committee 318, American Concrete Institute, Detroit, 198 3.

ACS 423 IR-69 "Tentative Recommendations for Concrete Members Prestressed with Unbonded Tendons", ACI- ASCE Committee 423, ACI Journa l, Proc. Vol. 66, No. 2 F eb 1969.

Branson, D.E. "Design Procedures for Computing Deflection", ACI Journ al Proc. Vol. 5, No. 9 Sep 1 968, pp 73 0-742. Bridge, R.Q . and Smith, R. G. "Tension Stiffening Model for Reinforced Concrete Members", 8th Australasian

Conference on the Mechanics of Structures and Materials, U niversity of Newcastle, Aug ust 1982, pp 4.1- 4.6. CEB/FIP " Model Code for Concrete Structures", Comite International du Beton, Bulletin d'Informatio n N124/125 E,

April 1978. Chana, P. S. " Some Aspects of Modelling the Behaviour of Reinforced Concrete Under Shear Loading", Cement and

Concrete Assoc., Tech. Report 543, Jul y 1981. Clark, L.A. and Speirs, D.M. " Tension Stiffening In Reinforced Concrete Beams and Slabs under Short-term Loads",

Technical Report No. 42.521, 19pp, 1 978. Clarke, J.L. and Taylor, H.P. "Web Crushing-Review of Research", Technical Report 42.509, Cem ent and Concrete

Association, Lo ndon, 197 5. Collins, M. P. and Mitchell, D. "Shear and Torsion Design of Prestressed and Non prestressed Concrete Beams",

Prestressed Concrete Institute Journal, Vol. 25, No. 5, Sept /O ct 1980. Faulkes, K.A. " Strength at Transfer of prestressed Concrete Beams", Procee dings Second National Structural

Engineering National Conference, Publ ication No. 90/1 0, pp 270- 274, 199 0. FIP "Guide to Good Practice - Shear at the Interface of Precast and In situ Concrete", F ederation Internationale de la

Precontrainte, 198 2. Gilbert, R.I. " Deflection Control of Reinforced Concrete Slabs", Civil En gineering Transaction, IE Aust. Vol

CE25, No. 4, N ovember, pp 2 74-279, 19 83. Gilbert, R.I. and Warner, R.F. " Tension Stiffening in Reinforced Concrete Slabs", J ournal of the Struct Div ASCE, V ol

104, No ST 12, Dec 19 78. Hansell, W . and Winter, G . "Lateral Stability of Reinforced Concrete Beams", ACI Journal, Proc. V-56, No.

3, Sept 1959, pp 19 3-214, 195 9.

Lampert, P. " Torsion and Bending in Reinforced and Prestressed Concrete Members", The Institution of Engineers (Lon don), Proc eedings Vol 50, pp 487-5 05, Dec 1971.

Lampert, P. and Coll ins, M.P. " Torsion, Bending and Confusion - An Attempt to Establish the Facts", Journal of the American Concrete Institute, Procee dings Vol. 69, pp 5 00-504, Aug 1972.

Leonhardt, F . "Das Bewehren von Stahlbetontragwerken", Beton-ka lender, W. Ernst and Sohn, Berl in, Part II, pp 308- 398, 19 71.

Mattock, A.H. "Modification of ACI Code Equation for Stress in Bonded Prestressed Reinforcement at Flexural Ultimate", ACI Journ al, Jul y-August 1984.

Motahedi, S. and Gamble, W .L. "Ultimate Steel Stresses in Unbonded Prestressed Concrete", Pr oceedings ASCE, Vol. 104 ST7, July 1978.

NAASRA "Bridge Design Specification", Nati onal Association of Australia State Road Authorities, 19 76. Neilsen, M.P., Braestrup, M.N ., Jensen, B.C and Bach, F . "Concrete Plasticity", Dan ish Society for Structural Science

and Engineering, Tech. Uni of Denmark, Spe cial Publication, October 1978.

Rangan, B.V. " Shear Strength of Partially and Fully Prestressed Concrete Beams", Civi l Engineer Trans, IE Aust, Vol CE21, No. 2, p p 92-97 Sept 1979.

Sant, J.K. and Bletzacker, R. W. "Experimental Study of Lateral Stability of Reinforced Concrete Beams", ACI Journal Proc. V 58, No. 6, pp 713- 736, Dec 1961.

Smith, R.G . and Bridge, R.Q. "The Design of Concrete Columns", Lecture 2 Post-graduate Course, Schoo l of Civil and Mining Engineering, Un i of Sydney, pp 2.3-2.95, 1 984.

Walsh, P.F. "Shear and Torsion Design", Civil Eng T rans, I E Aust, Vol CE26, No. 4, pp 3 14-318, 19 73. Warner, R.F . "Simplified Model of Creep and Shrinkage Effects in Reinforced Concrete Flexural Members", Civil Eng

Trans, Inst Engrs Aust, Vol CE15, Nos 1 a nd 2, pp 69-7 3, 19 73. Warner, R.F . "Service Load Behaviour of Reinforced Concrete Members", Short C ourse on Design of Concrete

Structures for Serviceability, University of NSW and Concrete Institute of Australia, Jul y 1978. Wyche, P.J. " Deflection Computations Allowing for Shrinkage, Creep and Tension Stiffening", T echnical Report No.

0037T, Main Roads D epartment, Perth W A, 1984. Yamazaki, J., Kattula, B.T . and Mattock, A.H. "A Comparison of the Behaviour of Post-tensioned Prestressed

Concrete Beams With and Without Bond", Report SM69-3, Un iversity of Washington, Col lege of Engineering, Structures and Mechanics, De c 1969.

Z sutty , T .C. "Beam Shear Strength Prediction byAnalysis of Existing Data", ACI Jo urnal, Vol 65, pp 943-95 1, N ov 1968.

References to Sub-section 6.7

ACI 318-83 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete", ACI Committee 318, American Concrete Institute, Detroit, Michi gan, 198 3.

Gilbert, R.I. " Time-dependant Analysis of Reinforced and Prestressed Concrete Slabs", Procee dings of the Third International Conference in Australia on Finite Element Methods, University of New South Wales, pp 2 15-230, July 1979.

Gilbert, R.I. and Warner, R.F. " Time-dependent Behaviour of Reinforced Concrete Slabs", Procee dings, Internatio nal Association for Bridge and Structural Engineering, p-12/7 8, F ebruary 1978.

Nilson, A.H. an d Walters, D.B. " Deflection of Two-way Floor Systems by the Equivalent Frame Method", ACI Journal, Vol. 72, No. 5, pp 21 0-218, Ma y 1975.

Rangan, B.V. " Prediction of Long-term Deflections of Flat Plates and Slabs", ACI Jour nal, Vol. 73, No. 4, pp 223-229, April 1976.

Scanlon, A. a nd Murray, D.W. "Time Dependent Reinforced Concrete Slab Deflections", Journ als of the Structural Division, ASCE , Vol. 100, pp 1 911-1924, Sep tember 1984.

Vanderbilt, M.D., Sozen, M.A. and Stiess, C .P. "Deflections of Reinforced Concrete Floor Slabs", Struct ural Research Series No. 263, Dept of Civil Eng., Univers ity of Illinois, Apr il 1963.

References to Sub-section 6.8

ACI 318-77 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete", A merican Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1977.

ACI 318R-77 "Commentary on Building Code Requirements for Reinforced Concrete", A merican Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1977.

ACI 318-83 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete", A merican Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1983.

ACI 318R-83 "Commentary on ACI 318-83", America n Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1983. AS 1250-1982 "SAA Steel Structures Code", Standards Association of Australia, S ydney, Australia, 198 2. Bresler, B. " Design Criteria for Reinforced Concrete Columns Under Axial Load and Biaxial Bending", ACI Journal,

Proc. Vol. 57, No. 5, pp 48 1-490, 19 60. Bridge, R.Q. " Effective Lengths and Elastic Critical Buckling", T op Tier Design Methods in the Draft Unified Concrete

Code, Lecture 5, Postgrad uate Course, U niversity of Sydney, pp 5.1- 5.57, 1984. Bridge, R.Q . and Smith, R.G . "The Ultimate Strain of Concrete", Civil Engineer ing Transactions, I.E. Aust., Vol. CE26,

No. 3, pp 15 3-160, 19 84. Bridge, R.Q . and Trahair, N.S. "The Effects of Translational Restraint on Frame Buckling", Civi l Engineering

Transactions, I.E. Aust., Vol. CE19, No. 2, p p 176-183, 197 7. CEB "Deformability of Concrete Structures-Basic Assumptions", B ulletin D'Information No. 90, Comite Europeen du

Beton, 19 73. CP 110: Part I: 1972 " The Structural Use of Concrete", Briti sh Standards Institution, L ondon, 197 2. Chen, W .F. and Atsuta, T . "Interaction Equations for Biaxially Loaded Sections", J ournal of the Structural Division,

ASCE, Proc. Vol. 98, No. ST 7, pp 1035-1052, 1972. DIN 1045 "Concrete and Reinforced Concrete", Din De uthshes Institute fur Normung E.V. Beuth Verlag GMBH,

Berlin, 19 78. FIP Recommendations "Practical Design of Reinforced and Prestressed Concrete Structures", T homas Telford Ltd.,

London, 198 4. Fraser, D.J. " Evaluation of Effective Length Factors in Braced Frames", Canadian Journal of Civil Engineering, Vo l.

10, pp 1 8-26, 1 983. Horne, M. R. "A n Approximate Method for Calculation the Elastic Critical Buckling Loads of Multi-Storey Plane

Frames", T he Structural Engineer, Vol. 5 3, No. 6, pp 18- 26, 1975. Lai, S-M. A, MacG regor, J.G . and Hellesland, J. "Geometric Non-Linearities in Unbraced Multistorey Frames",

Journal of the Structural Division, ASCE, Vol. 109, No. ST 1 1, pp 25 28-2545, 1983. Lai, S-M. A, MacG regor, J.G . and Hellesland, J. " Geometric Non-Linearities in Non-Sway Frames", Journal c the

Structural Division, ASCE, Vol . 109, No. ST 12, pp 27 70-2785, 1983. MacGregor, J.G . and Hage, S.E. " Stability Analysis and the Design of Concrete Frames", Journ al of th Structural

Division, ASCE , Vol 103, No. ST 10, pp 1953 -1970, 197 7. MacGregor, J. G., O elhafen, U.H. and Hage, S.E. " A Re-Examination of the Ei Value for Slender Columns", AC

Special Publication SP 50, Detroit, U.S.A., 1 975. Menn, C. "Symposium on the Design and Safety of Reinforced Concrete Compression Members", I ABSE Quebec,

Canada, 1 974. Oelhafen, U.H . "Prestressed Concrete Compression Members", Prestr essed Concrete Lecture 14, PosGraduate

Course, Univer sity of Sydney, pp 14.1-14.39, 197 9. Rotter, J.M. " The Behaviour of Continuous Composite Columns', Ph.D. T hesis, Univ ersity of Sydney, 1977 Smith, R.G. " Simplified Analysis of the 'P-ti' Effect in Slender Buildings", T op-Tier Design Methods in the Draf Unified

Concrete Code, Lecture 6, Po stgraduate Course, Univ ersity of Sydney, p p 6.1-6.49, 1 984. Smith, R.G. " Flexural Deformation : Flexural Strength : Column Strength, Structural Concrete-Serviceability and

Strength", Lect ures 3, 6 an d 8, Postgraduate Course, Univer sity of Sydney, pp 3.1-3.71, 19 74. Smith, R.G . and Bridge, R. Q. "The Design of Concrete Columns", T op-Tier Design Methods in the Draft Unifies

Concrete Code, Lecture 2, Po stgraduate Course, Univ ersity of Sydney, p p 2.1-2.95, 1 984.

References to Sub-section 6.9

ACI 318-83 "B uilding Code Requirements for Reinforced Concrete", A merican Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1983.

ACI 318R-83 "Commentary on ACI 318-83", America n Concrete Institute, Detroit, U.S.A., 1983. CP 110: Part I: 1972 " The Structural Use of Concrete", Briti sh Standards Institution, L ondon, 197 2.

References to Sub-section 6.10

Rowe, R.E. et al. "Handbook on the Unified Code for Structural Concrete (CP 110: 1972)", Cement and Concrete Association, 19 74.

Seddon, A. E., "The Strength of Concrete Walls under Axial and Eccentric Loads", S ymposium on the Strength of Concrete Structures, Lond on, Cement and Concrete Association, 19 58 pp 445-486. Session D: Paper 1, Ma y 1956.

ACI 318M-83 "Building Code Requirements for Reinforced Concrete (metric version)", A merican Concrete Institute, 1984.

Barda, F ., Han son, J.M., and Corle y, W .G. "Shear Strength of Low-Rise Walls with Boundary Elements", Reinforc ed Concrete Structures in Seismic Zones, SP-5 3, America n Concrete Institute, Detroit 1977, pp 1 49202. Also, Res earch and Development Bulletin RD043.01 D Portland Cement Association.

References to Sub-section 6.11

ACI 318-83 "B uilding Code requirements for reinforced concrete", Detroit, America n Concrete Institute, 198 3. AS 1314 "Prestressing Anchorages", Standar ds Australia, Syd ney, 19 72. AS 1480 "Concrete Structures Code", Stan dards Australia, Syd ney, 19 82.

AS 1554 "Structural Steel We/ding, Part 3, Welding of Reinforcing Steel", Standards Australia, S ydney, 1983. Ferguson, B.J. "Reinforcem ent Detailing Hand-book", Conc rete Institute of Australia, S ydney, 1988.

Orangun, C.O ., Jirsa, J.O . and Breen, J.E. "A Re-evaluation of Test Data on Development Length and Splices", Journal of the American Concrete Institute, Proc. Vol. 74, No. 3, March p p 114-122 and Discussion on ORANGUN et al in Journal of the American Concrete Institute, Proc. Vol. 74, No. 9, Sept ember 1977, pp 470 475.

Reynolds, C.G . "Bond Strength of Deformed Bars in Tension", S ymposium on Concrete, Perth, 1983, Institution of Engineers, Aus tralia, NCP 8 3/12, pp 6 5-69, 1 978.

References to Sub-section 6.12

PCI "PCI Design Handbook: Precast and Prestressed", T hird Edition, Prestressed C oncrete Institute, Chi cago, 19 85. SRIA "Technical Policy Note No. 1", Ste el Reinforcement Institute of Australia, S ydney, 1 989 (Up dated version in

course of preparation).

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORATJENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT BINA PROGRAM JALAN PERATURAN PERENCANAAN TEKNIK JEMBATAN PENJELASAN