www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia terkenal dengan semboʊan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Begitu juga dalam hal
kebahasaan, Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki beragam adat, budaya, serta bahasa yang beragam. Menurut data dari
www.ethnologue.com, Indonesia memiliki 719 bahasa yang terdiri atas 706 bahasa yang masih hidup dan 13 bahasa yang sudah mati atau punah. Dari
706 bahasa yang masih hidup, 19 bahasa di antaranya bersifat resmi atau kelembagaan, 86 bahasa yang sedang berkembang, 260 bahasa yang masih
kuat, 266 bahasa yang terancam kelangsungannya, serta 75 bahasa yang sedang „sekarat‟.
Bahasa Jawa selanjutnya disingkat BJ termasuk ke dalam kategori bahasa yang masih kuat. Namun pada saat yang bersamaan, BJ juga
termasuk ke dalam bahasa yang terancam. Hal tersebut dapat terjadi karena dalam BJ terdapat tingkatan-tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut antara
lain bahasa Jawa ngoko, krama, dan madya. BJ yang terancam keberlangsungannya adalah bahasa Jawa krama, karena penuturnya yang
semakin berkurang. Lain hal dengan bahasa Jawa ngoko dan madya yang
www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
2 masih kuat karena jumlah penuturnya yang masih banyak, bahkan makin
bertambah. Dengan melihat kedudukan BJ yang masih kuat, sangat terbuka
kemungkinan terjadinya interaksi antara BJ dengan bahasa asing. Jika dilihat dari faktor sejarah, BJ pernah mengalami interaksi bahasa dengan
beberapa bahasa asing seperti bahasa Arab, bahasa Mandarin, bahasa Jepang, bahasa Belanda, dan bahasa-bahasa lainnya. Namun, dari kesekian bahasa
yang pernah bersinggungan dengan BJ, penulis menganggap interaksi bahasa antara BJ dengan bahasa Belanda selanjutnya disingkat BB adalah
interaksi bahasa yang paling kuat, karena pada masa kolonial Belanda yang berlangsung selama kurang lebih 350 tahun, sehingga memaksa penutur asli
BJ untuk kerap berkomunikasi dengan penutur BB. Hal tersebut sangat memungkinkan adanya asimilasi antar kedua bahasa dalam beberapa aspek
seperti politik, hukum, bahkan hal-hal yang menyangkut sarana transportasi. Walaupun begitu, asimilasi tersebut tidaklah mudah karena adanya
perbedaan-perbedaan dari kedua bahasa baik itu dalam sistem fonologis, morfologis, maupun sistem gramatikal. Perbedaan-perbedaan tersebut
disinyalir dapat mengaki batkan adanʊa „pergesekan‟ antara kedua sistem
bahasa ketika terjadi kontak. Dengan adanʊa „pergesekan‟ tersebut, maka terjadilah perubahan-perubahan baik dari segi fonologis, morfologis
maupun semantik pada proses penyerapan BB ke dalam BJ.
www.eprints.undip.ac.id © Master Program in Linguistics, Diponegoro University
3
1.2. Rumusan Masalah