Menurut Pope 2003 mekanisme pengendapan partikel debu di paru berlangsung dengan berbagai cara sebagai berikut:
a. Gravitation, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas karena gaya gravitasi.
b. Impaction yaitu terbenturnya di percabangan bronkus dan jatuh pada percabangan
yang kecil. c.
Brown Difusion yang mengendapnya partikel yang diameter lebih besar dari dua mikron yang disebabkan oleh terjadinya gerakan keliling gerakan Brown dari
partikel oleh energi kinetik. d.
Elektrostatic terjadi karena saluran napas dilapisi mukus, yang merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik.
e. Interception yaitu pengendapan yang berhubungan dengan sifat fisik partikel
berupa ukuran panjangbesar partikel hal ini penting untuk mengetahui dimana terjadi pengendapan.
2.2.7. Pengaruh Debu terhadap Pernafasan
Debu terinhalasi akan memberikan efek terhadap saluran pernapasan. Efek tersebut dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut Robbin Cotran, 2006 :
1. Banyaknya debu yang tertahan. Keadaan ini menggambarkan konsentrasi awal,
lamanya pajanan dan keefektifan mekanisme untuk membersihkannya. 2.
Ukuran, bentuk dan keterapungan partikel. Partikel yang berukuran 1-5 µm cenderung mengendap di dalam alveoli dan merupakan partikel yang secara
patologik paling signifikan.
Universitas Sumatera Utara
3. Reaktifitas fisika kimiawi dan kelarutan partikel. Partikel yang bersifat sangat larut
dapat menimbulkan toksisitas dengan cepat. Partikel lainnya mungkin tidak bisa bisa dilarutkan dan dengan bertahan dalam keadaan tak larut, partikel tersebut
berpotensi untuk menimbulkan reaksi fibrotik yang kronik. Dari hasil penelitian ukuran partikel debu dapat mencapai target organ sebagai
berikut Depkes RI, 2001 : 1.
Partikel diameter 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan. Ini dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.
2. Partikel diameter 0,5–5,0 mikron terkumpul di paru-paru hingga alveoli. Ini dapat
menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma. 3.
Partikel diameter 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.
Paparan debu yang sama baik jenis, ukuran partikel, konsentrasi maupun lamanya paparan berlangsung, tidak selalu menunjukkan akibat yang sama. Sebagian
ada yang mengalami gangguan paru berat, namun ada yang ringan bahkan mungkin ada yang tidak mengalami gangguan sama sekali. Menurut Miller 1989 hal ini
diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kemampuan sistem pertahanan tubuh terhadap paparan partikel debu terinhalasi sebagai berikut Mangkunegoro, 2003 :
1. Secara Mekanik
Pertahanan tubuh secara mekanik yaitu pertahanan yang dilakukan dengan menyaring partikel yang ikut terinhalasi bersama udara dan masuk saluran
pernafasan. Penyaringan berlangsung dihidung, nasofaring dan saluran nafas
Universitas Sumatera Utara
bagian bawah yaitu bronkus dan bronkiolus. Di hidung penyaringan dilakukan oleh bulu-bulu silia yang terdapat di lubang hidung, sedangkan di bronkus
dilakukan reseptor yang terdapat pada otot polos dapat berkonstraksi apabila ada iritasi. Apabila rangsangan yang terjadi berlebihan, maka tubuh akan memberikan
reaksi berupa bersin atau batuk yang dapat mengeluarkan benda asing termasuk partikel debu dari saluran nafas bagian atas maupun bronkus.
2. Secara Kimia
Pertahanan tubuh secara kimia yaitu cairan dan silia dalam saluran nafas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran nafas, dengan gerakan
silia yang “mucociliary escalator” ke laring. Cairan tersebut bersifat detoksifikasi dan bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan secara terus
menerus dan perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui limfatik. Selanjutnya makrofag alveolar menfagosit partikel yang ada di permukaan alveoli.
3. Secara Imunitas
Pertahanan tubuh secara imunitas adalah melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler.
Ketiga sistem tersebut saling berkait dan berkoordinasi dengan baik sehingga partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan kemudian terjadi
mekanisme rekasi atau perpindahan partikel. Debu yang masuk ke dalam saluan napas menyebabkan timbulnya reaksi
mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat
Universitas Sumatera Utara
terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan
dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga
resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan
berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas
menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas
tadi sehingga terjadi lagi autolisis. Keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan
jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial.
Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru Pope, 2003.
2.3. Sistem Pernafasan