TINJAUAN PUSTAKA

E. Tinjauan Umum Denaturasi Protein

Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui Denaturasi protein meliputi gangguan dan kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein. Sejak diketahui

adalah proses presipitasi dan koagulasi protein (54). Denaturasi, koagulasi dan redenaturasi dapat dibedakan sebagai

berikut. Denaturasi protein adalah suatu keadaan telah terjadinya perubahan struktur protein yang mencakup perubahan bentuk dan lipatan molekul, tanpa menyebabkan pemutusan atau kerusakan lipatan antarasam amino dan struktur primer protein. Koagulasi adalah denaturasi protein

akibat panas dan alcohol (55). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan

interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Protein telur mengalami denaturasi dan terkoagulasi selama pemasakan. Beberapa makanan dimasak untuk mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan dalam mencerna

protein tersebut (54).

Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu

yang sempit (54). Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai

molekul protein menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan

H + , sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan

negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (55).

Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih Kelarutan protein akan berkurang bila ke dalam larutan protein ditambahkan garam-garam anorganik, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap. Pengendapan terus terjadi karena kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air. Karena garam anorganik lebih

Pada pH isoelektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4–4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun atau mengendap, dalam hal ini pH isolistrik albumin adalah 4,55-4,90. Pada temperatur

diatas 60 o

C kelarutan protein akan berkurang (koagulasi) karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur

sekunder, tersier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi (56).

F. Tinjauan Umum Kadar Garam

Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium klorida (>80%) serta senyawa lainnya seperti Magnesium klorida, Magnesium Sulfat, kalsium klorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat atau karakteristik yang mudah menyerap air, density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat

suhu 801 C (57).

Tabel 2.2

Sifat Fisis dan Kimia Natrium Klorida

Natrium klorida

Nama IUPAC

Natrium Klorida Nama lain Garam dapur; halit

Identifikasi

Nomor CAS [7647-14-5]

Sifat

Rumus molekul NaCl

Massa molar 58.44 g/mol Penampilan

Berbentuk kristal putih Densitas 2.16 g/cm 3 Titik leleh 801 °C (1074 K) Titik didih 1465 °C (1738 K) Kelarutan dalam air

35.9 g/100 mL (25 °C) Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)

Sangkalan dan referensi

Sumber : Wikipedia, 2010

Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur berfungsi sebagai bahan pengawet dapat mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya

simpannya (1).

G. Tinjauan Umum Hubungan Cara Pengolahan dan Penyimpanan Telur Asin terhadap Denaturasi Protein dan Kadar Garam

Telur memiliki beberapa kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis. Kelembaban relatif udara dan suhu ruang penyimpanan juga dapat mempengaruhi mutu telur dan dapat menyebabkan perubahan secara kimiawi dan mikrobiologis. Maka dari itu, usaha pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan

kualitas telur (3). Garam yang merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur

berfungsi sebagai bahan pengawet dapat mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang diberikan dalam proses pengasinan telur maka semakin meningkatkan daya

simpannya (1). Namun, penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat

menyebabkan tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan garam yang berlebihan. penambahan garam yang berlebihan juga dapat mengakibatkan protein mengelami denaturasi. Protein yang ada di dalam telur mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau menyebabkan tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan garam yang berlebihan. penambahan garam yang berlebihan juga dapat mengakibatkan protein mengelami denaturasi. Protein yang ada di dalam telur mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau

Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil penelitian oleh Sahat (1999) membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin

terutama kadar protein, kadar garam dan uji organoleptiknya (20). Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein.

Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa

dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi (21). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tri Rizki Miranty Gumay

(2009), menunjukkan proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang ditambahkan

berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (21, 22).

H. Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan

1. Higiene dan Sanitasi

2. Penyimpanan

3. Udara

4. Lamanya Waktu Pajan Buangan Asap Pabrik, Buangan

Asap Kendaraan Bermotor

Kontaminasi Mikroba

Udara

Pemasukan

Kontaminasi Logam

MASALAH

Berat (Pb, As, Cd,

Dosis yang

Pencampuran dan

Pajanan Dari Luar

Terabsorpsi

Pemalsuan

Dosis yang

Efek bagi Kesehatan

Masuk Dalam

(Subklinik, Kesakitan, dan

Jaringan Target

Pengawet, dan

Makanan Jajanan

Pewarna

Perilaku Personal

Mengalami Oksidasi,

atau Penjual

Hidrolisis, Polimerisasi

Gambar 2.3: Kerangka Teori Masalah Makanan Olahan Modifikasi (Sumber: Goldstein BD and HM Kipen, 1994 dalam Muntaha, 2011, Winarno Jilid 1, 2004, Palar. H.,2004, Ketaren, 2008, Chalid, dkk, 2008, Yuliawati, dkk,

2005, Volk, 1989, Priyana, 2007).

I. Kerangka Teori

Cara Pengolahan Makanan

Penyimpanan Makanan

Lama Penyimpanan

Kadar Air

Kandungan Zat Gizi

pH

Gambar 2.4: Kerangka Teori Proses Pengolahan dan Penyimpanan Telur Asin Modifikasi

(Sumber: Buckle et al, 1985)

J. Kerangka Konsep

Efek Biokimiawi

Pengolahan Telur dengan

Efek Klinis

Penambahan Garam:

a. 100 gr

b. 150 gr Kontaminasi

Mikroba Telur Asin Kandungan

c. 200 gr

Lama Penyimpanan:

Zat Gizi:

a. 3 Hari

- Protein

b. 5 Hari

- Garam

c. 7 Hari

Efek Biokimiawi

Keterangan:

= Variabel Dependen

Efek Klinis

= Variabel Independen

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.5: Kerangka Konsep

K. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Telur Asin

Definisi Operasional Telur asin didefinisikan sebagai makanan olahan yang diasinkan dengan garam dapur dalam upaya pengawetan.

2. Konsentrasi Garam

Definisi Operasional Konsentrasi garam adalah jumlah garam NaCl yang digunakan dalam proses pengasinan telur.

3. Waktu Simpan

Definisi Operasional Waktu simpan adalah periode antara proses pengasinan telur dan penggunaannya sebagai bahan makanan.

4. Kadar Protein

Definisi Operasional Kadar protein adalah jumlah protein total olahan telur asin yang diukur dengan menggunakan metode analisis Kjeldahl setelah penambahan konsentrasi garam yang berbeda dan lama waktu simpan yang berbeda pula.

5. Denaturasi Protein

Definisi operasional Denaturasi protein adalah pengurangan kadar protein pada telur asin dalam proses pengolahan dan penyimpanan akibat kadar garam dan lama penyimpanan.

% Denaturasi

X 100%

Jumlah Protein Terdenaturasi = Kadar Protein Awal – Kadar Protein Akhir Kriteria Objektif ˃ 0% = Protein terdenaturasi ≤ 0% = Protein tidak terdenaturasi

6. Kadar Garam

Definisi Operasional Kadar garam adalah total kandungan NaCl pada telur asin setelah mengalami proses penggaraman dan penyimpanan yang dianalisis dengan metode Kohman.