Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Peny (1)

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN KADAR GARAM TELUR ASIN SAFRULLAH AMIR K211 10 908

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN KADAR GARAM TELUR ASIN SAFRULLAH AMIR K211 10 908 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014

RINGKASAN

Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Gizi Skripsi, Mei 2014 Safrullah Amir “Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam Telur Asin” (xv + 86 Halaman + 18 Tabel + 15 Gambar + 8 Lampiran)

Telur memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Telur dikonsomsi secara luas di masyarakat, oleh karena telur mudah diperoleh dan harga pasarannya relatif terjangkau. Namun, telur memiliki kelemahan disebabkan telur mudah rusak dan memiliki masa simpan yang pendek. Berbagai upaya pengawetan dilakukan untuk memperpanjang masa simpan telur. Metode yang paling banyak dijumpai adalah melalui proses pengasinan atau penggaraman.

Dalam proses pengasinan, telur ditambahkan adonan garam dengan berbagai konsentrasi. Penambahan garam dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar garam NaCl dalam telur. Selain itu, interaksi garam dengan protein menyebabkan koagulasi pada isi telur dan secara nyata menurunkan kadar protein yang terkandung pada telur.

Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kandungan protein dan kadar garam NaCl pada proses pengolahan hingga periode penyimpanan telur asin. Perubahan yang terjadi dikaitkan dengan pengaruh konsentrasi garam yang berbeda dalam proses pengolahan dan lama masa simpan telur asin setelah proses pengasinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan desain one group pretest-posttest design. Penelitian ini menggunakan tiga formulasi telur asin dengan masa simpan masing-masing formula selama 3 hari, 5 hari, dan 7 hari. Penelitian dilakukan pada lima tahap analisis kandungan protein dan kadar garam NaCl secara duplo.

Hasil penelitian menunjukkan proses pengolahan dan penyimpanan menyebabkan penurunan kadar protein Pada formula A 25,58%, Formula B 30,62%, dan Formula C 28,04%. Sementara kadar garam NaCl pada tiap formula mengalami peningkatan. Pada Formula A meningkat 2,23%, Formula B 2,27%, dan Formula C meningkat hingga 2,65%. Formula A pada masa simpan 3 hari merupakan formula yang paling rendah tingkat denaturasi proteinnya dan kadar garam NaCl-nya relatif masih terkendali.

Penelitian ini merekomendasikan kepada masyarakat agar mengolah telur asin dengan konsentrasi garam 100 gram dengan masa simpan yang tidak terlalu lama. Selain itu, diharapkan kepada praktisi kesehatan atau peneliti yang lain agar menciptakan inovasi baru dalam proses pengolahan telur asin yang dapat mempertahankan dan mengontrol kandungan zat gizi serta meminimalisir kontaminasi mikroba.

Daftar Pustaka : 73 (1963-2012) Kata Kunci : Telur Asin, Garam, Protein, Konsentrasi Garam, Lama

Penyimpanan, Kandungan Protein, Kadar Garam

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Berhasilnya penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Konsentrasi

Garam dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Protein dan Garam

Telur Asin” menandai berakhirnya suatu dimensi perjuangan yang penuh dengan makna dan kenangan dalam menimba ilmu di Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Kesehaan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan selanjutnya akan menjadi tiik awal bagi penulis untuk dapat berbuat yang terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Keberhasilan penulis sampai ke tahap penulisan skripsi ini tak lepas dari bantuan, baik berupa materi, motivasi dan do’a dari orang-orang di lingkungan penulis. Karena itu, perkenankanlah penulis unuk menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta stafnya yang telah memberikan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung perkuliahan selama menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, seluruh staf yang telah memberikan bantuan berarti kepada penulis 2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, seluruh staf yang telah memberikan bantuan berarti kepada penulis

3. Bapak Dr. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku pembimbing I sekaligus Kepala Laboratorium Terpadu FKM Unhas dan Ibu Dr. Dra. Nurhaedar Jafar Apt., M.Kes selaku pembimbing II sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Gizi FKM Unhas, yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan penulis dari awal perkuliahan dan dari awal penulisan hinggga terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu DR. dr. Citra Kesumasari, M.Kes, Ulfah Najamuddin, S.Si, M.Kes dan Bapak Zakaria, STP, M.Kes sebagai penguji yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini.

5. Dosen dan seluruh staf Fakultas Kesehatan Masyarakat, khususnya Program Studi Ilmu Gizi yang dengan tulus dan ikhlas memberikan pengetahuan, berbagi pengalaman, dan tak lelah membimbing dan mengarahkan penulis ke arah yang lebih baik.

6. Teman-teman tim penelitian, Wahyudi Eka Putra dan Armenia Eka Putriana yang telah menunjuukkan solidaritas, rasa simpati, kerjasama, dan kontribusi yang begitu berarti selama penelitian ini dilaksanakan hingga tahap akhir penyelesaian studi.

7. Bapak Sahrul selaku penenggung jawab Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang telah banyak membantu, tak pernah lelah membimbing dan memberikan arahannya kepada penulis selama proses penelitian.

8. Kakak-kakak Laboran di Laboratorium Terpadu FKM Unhas, Kak Ria, Kak Alfi, Kak Ian, dan Kak Mira yang tak henti-hentinya memberikan bantuan dan saran kepada penulis.

9. Kakak-kakak senior, Kak Bohari, Kak Guruh, Kak Ratna, Kak Mutiah, Kak Arul atas sumbangsih pemikiran yang menjadi landasan berarti bagi penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

10. Teman-teman asisten laboratorium yang banyak berperan dan berbagi ilmu selama penulis menempuh jenjang pendidikan.

11. Teman-teman FKM angkatan 2010 “KANIBAL” atas proses panjang yang telah dilalui bersama dalam keadaan suka maupun duka.

12. Teman-teman Gizi Angkatan 2010 “G010K” atas bantuan, kebersamaan, kekompakan yang tak hingga nilainya, serta canda tawa yang tak akan pernah terlupakan dalam bingkai kenangan penulis.

13. Seluruh keluarga yang telah memberikan pendidikan, dukungan, motivasi, dan do’a kepada penulis jauh sebelum proses ini sehingga dapat menjadi pribadi seperti sekarang ini.

14. Kepada Ros yang telah memberikan banyak hal berarti bagi penulis, bantuan dan jasa-jasamu tak akan pernah terlupakan.

Akhirnya, Skripsi ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua tercinta dan terkasih Ayahanda Muh. Amir Mustari dan Ibunda Mutiara, terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pemberian, pengorbanan, perhatian, dan do’a tulus yang senantiasa mengiringi perjalanan penulis dalam menuntut ilmu serta sekaligus permohonan maaf atas segala kesalahan yang pernah saya lakukan.

Manusia tak pernah luput dari kekhilafan, karena itu penulis sangat menghargai bila ada kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bernilai ibadah di sisi Allah SWT dan dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin

Makassar, Juni 2014

Penulis

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran :

1. Foto Alat dan Bahan

2. Bagan Alir Proses Pembuatan Telur Asin, Analisis Kadar Protein, dan Analisis Kadar Garam NaCl

3. Foto Ruangan Penelitian

4. Surat Izin Penelitian

5. Surat Bukti Penelitian

6. Hasil Analisis Data

7. Spesifikasi Alat

8. Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan yang dicapai bidang peternakan unggas telah memberikan hasil panen yang berlimpah. Hasil utama yang diperoleh dari usaha ini selain daging adalah telur (1).

Telur merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam-asam amino lengkap. Selain itu, telur juga mengandung lemak tak jenuh, vitamin, dan mineral yang diperlukan tubuh dan sangat mudah dicerna. Rasa yang enak, harga yang relatif murah serta dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan, menyebabkan telur banyak

dikonsumsi oleh masyarakat (2). Ketersediaan telur tidak mengenal musim, namun telur juga memiliki

beberapa kelemahan, antara lain kulit telur mudah pecah atau retak dan tidak dapat menahan tekanan mekanis yang besar sehingga telur tidak dapat diperlakukan secara kasar pada suatu wadah, kelembaban relatif udara dan suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi mutu telur dan dapat menyebabkan perubahan secara kimiawi dan mikrobiologis. Maka dari itu,

usaha pengawetan perlu dilakukan untuk mempertahankan kualitas telur (3).

Konsumsi telur lebih besar daripada konsumsi hasil ternak lain, karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah sehingga terjangkau bagi

anggota masyarakat yang mempunyai daya beli rendah (4).

Konsumsi telur yang besar dibarengi oleh tingkat produksi yang semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan produksi telur itik segar di Indonesia tahun 2000 sampai dengan 2005 secara nasional terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 6,42% setiap tahun. Secara agregat tingkat partisipasi masyarakat terhadap konsumsi telur itik segar di wilayah pedesaan lebih tinggi dibandingkan wilayah perkotaan dengan perbandingan presentase 6,8% dan 68% pada tahun 2005 dengan tingkat konsumsi yang sama yaitu 0,28 kg/kapita/tahun. Secara agregat pada tahun 2005 rumah tangga yang mengonsumsi telur itik segar meningkat seiring dengan bertambahnya tingkat pendapatan, yaitu 2,94% untuk rumah tangga berpenghasilan rendah, 4,65% penghasilan sedang, dan 5,56% pada penghasilan tinggi, dengan konsumsi berturut-turut 0,20, 037, dan 0,52 kg/kapita/tahun. Pada komoditas telur asin, tingkat partisipasi masyarakat kota dalam mengonsumsi telur asin lebih tinggi dibandingkan masyarakat

pedesaan (5). Bentuk olahan telur itik yang sampai sekarang paling dikenal dan

paling digemari oleh masyarakat Indonesia adalah telur asin. Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara penggaraman. Tujuan utama dari proses pengasinan telur ini selain membuang rasa amis dan menciptakan

rasa yang khas adalah untuk memperpanjang masa simpan telur (6). Garam merupakan faktor utama dalam proses pengasinan telur

berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang berfungsi sebagai bahan pengawet untuk mencegah pembusukan telur, sehingga meningkatkan daya simpannya. Semakin tinggi kadar garam yang

Namun, penggunaan kadar garam yang tinggi selain dapat menyebabkan tingkat keasinan meningkat juga berkontribusi secara nyata terhadap prevalensi kejadian hipertensi. WHO mengumumkan dalam proses pengasinan dibutuhkan penambahan garam secara signifikan yang dapat mengakibatkan kandungan garam dalam makanan melewati ambang batas dan menambah berat beban ginjal. Bagi konsumen yang gemar mengonsumsi makanan asinan, bahaya hipertensi akan meningkat seiring dengan penggunaan

garam yang berlebihan (7). Dalam bentuk garam, WHO (2003) menganjurkan konsumsi garam

kurang dari 5 g/kapita/hari untuk hidup sehat. Ini menunjukkan bahwa konsumsi garam penduduk Indonesia sudah melebihi batas anjuran WHO. Hal ini berkaitan langsung dengan slogan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang memiliki batasan konsumsi garam sebanyak 6 gram setiap hari dan tidak sejalan dengan anjuran WHO. Kebijakan dalam PUGS perlu dikaji ulang dan disinkronkan dengan anjuran WHO mengingat prevalensi hipertensi di

Indonesia semakin meningkat (7). Natrium memiliki hubungan yang sebanding dengan timbulnya

hipertensi. Semakin banyak jumlah natrium dalam tubuh, maka akan terjadi peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah (8).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan asin akan Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan asin akan

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di

antaranya meninggal setiap tahunnya (7, 10). Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004 (11).

Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6% dan MONICA Jakarta tahun

2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban 31,7% (12, 13). Data Riskesdas (2007) dalam Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi

di Indonesia menunjukkan prevalensi hipertensi di daerah Sulawesi-Selatan sebanyak 20,3% (14).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian tertinggi adalah Penyakit Tidak Menular (PTM), yaitu penyakit kardiovaskuler (31,9%)

termasuk hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%) (14). Sementara hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit

kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi

Berdasarkan penelitian NHANES III (The Third National Health and Nutrition Examination Survey), hipertensi mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan resiko stroke sebesar 24%. Karena tidak menunjukkan gejala dan tanda – tanda manifestasi penyakit,

hipertensi juga dikenal sebagai the silent killer (17). Selain meningkatkan kejadian hipertensi, penambahan garam yang

berlebihan juga dapat mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Protein yang ada di dalam telur mengalami denaturasi disebabkan adanya gangguan atau perubahan pada struktur sekunder dan tersier akibat terjadinya interaksi

dengan garam (18). Beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan

lingkungannya. Suatu protein mempunyai arti bagi tubuh apabila protein tersebut mampu melakukan aktivitas biokimiawinya di dalam tubuh. Aktivitas ini sangat bergantung pada struktur dan konformasi molekul protein yang tepat. Apabila konformasi molekul protein berubah akibat adanya perubahan lingkungan atau bereaksi dengan senyawa lain, maka aktivitas atau manfaatnya dalam tubuh akan berkurang. Perubahan konformasi alamiah menjadi konformasi yang tidak menentu merupakan suatu proses yang disebut dengan

denaturasi (19). Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi

garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil penelitian oleh

Sahat (1999) membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin

terutama kadar protein, kadar garam dan uji organoleptiknya (20). Bahan penyusun terbesar dari putih telur setelah air adalah protein.

Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Protein globular larut dalam larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsenterasi garam, pelarut asam dan basa

dibandingkan protein serabut. Protein ini juga mudah terdenaturasi (21). Protein dalam putih telur sangat rentan mengalami denaturasi akibat

pengaruh lingkungan. Putih telur merupakan komponen utama dan terbesar yang menyusun sebuah telur. Menurut Suprapti (2002), presentasi putih telur

sekitar 57% dari berat total telur (1). Hasil penelitian yang dilakukan Tri Rizki Miranty Gumay (2009),

menunjukkan proses pengasinan menurunkan secara nyata kadar protein telur asin dibandingkan dalam telur segar. Hal tersebut dapat dikarenakan penambahan garam mengurangi daya larut protein, sehingga ketika diuji terlihat nilainya berkurang akibat proteinnya terpisah menjadi endapan karena

pada pengujian dengan cara Kjeldahl sampelnya dilarutkan (22). Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan Winarno (1997) yang

mengatakan bahwa bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan ini disebut salting out. Bila garam netral yang

ditambahkan berkonsentrasi tinggi, maka protein akan mengendap (21).

Penelitian Elly Maya Ramdani (2008), keadaan putih telur yang telah encer akibat penyimpanan mempengaruhi kuning telur. Kondisi putih telur yang encer tersebut menyebabkan larutan garam mudah masuk ke dalam telur.

Akibatnya kadar garam dalam telur mengalami peningkatan yang berarti (23).

Sementara itu penelitian yang dilakukan Astri Damayanti (2008), menunjukkan semakin lama umur simpan telur maka akan menyebabkan putih telur menjadi encer. Kondisi putih telur yang encer akan mengakibatkan larutan garam mudah masuk ke dalam telur pada saat pengasinan. Jumlah larutan garam yang masuk akan menentukan rasa asin telur serta kemasiran kuning telur. Rasa asin pada telur selanjutnya dijadikan indikator untuk menilai tingginya kadar garam yang berpenetrasi ke dalam isi telur. Jumlah garam yang

berpenetrasi ke dalam telur sebanding dengan tingkat denaturasi yang terjadi (24).

Berdasarkan kajian berbagai referensi, jumlah konsentrasi garam yang digunakan dalam proses pengawetan dan lama waktu simpan berpengaruh terhadap kandungan protein dan kadar garam pada telur asin. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengajukan judul “Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Penyimpanan terhadap Kandungan Protein dan Kadar Garam Telur Asin”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terjadi perubahan kandungan protein dan kadar garam pada proses pengolahan telur asin?

2. Apakah perlakuan dengan konsentrasi garam yang berbeda dalam proses pengawetan memengaruhi kandungan protein dan kadar garam pada telur asin?

3. Apakah lama waktu penyimpanan memengaruhi kandungan protein dan kadar garam pada telur asin?

4. Manakah konsentrasi garam dan lama penyimpanan yang paling tepat untuk mempertahankan kandungan protein dan mengontrol kadar garam pada telur asin?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan lama penyimpanan terhadap kandungan zat gizi pada telur asin.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui perubahan kandungan protein dan kadar garam pada pengolahan dan penyimpanan telur asin.

b. Mengetahui kandungan protein dan kadar garam dengan perlakuan penambahan konsentrasi garam yang berbeda dalam proses pengolahan telur asin.

c. Mengetahui kandungan protein dan kadar garam dengan perlakuan lama waktu simpan yang berbeda pada telur asin.

d. Mengetahui cara pengolahan dan penyimpanan yang paling tepat untuk mempertahankan kandungan protein dan mengontrol kadar garam pada telur asin.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi semua pihak, diantaranya:

1. Manfaat Ilmiah

Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan memberi kontribusi dalam pengetahuan, khususnya Gizi Keamanan Pangan (Makanan Olahan Tradisional) sehingga dapat menjadi acuan dalam penentuan kebijakan program gizi.

2. Manfaat Institusi

Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi penting bagi civitas akademika FKM Unhas untuk melakukan pengkajian dan penelitian berkelanjutan mengenai keamanan bahan pangan.

3. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini secara praktis dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi khayalak dan sebagai bahan informasi kepada peneliti lainnya dalam penyusunan suatu karya ilmiah dan pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh yang terkait dengan penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L. Tinjauan Umum Telur

Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki kandungan gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani di samping daging, ikan, dan susu. Secara umum, telur terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu kulit telur (11% dari berat total telur), putih telur (57% dari berat total telur), dan kuning telur (32% dari

berat total telur) (1). Struktur dari telur secara detail, yaitu (25):

a. Kulit

b. Membran sel (luar & dalam)

c. Kantong udara

d. Lapisan albumen encer luar

e. Lapisan albumen encer dalam

f. Lapisan albumen kental dalam

g. Chalaza

h. Membran vitelline

i. Yolk j. Blastoderm

Gambar 2.1: Bagian-bagian Telur

Telur sebagai sumber protein mempunyai banyak keunggulan antara lain, kandungan asam amino paling lengkap dibandingkan bahan makanan lain seperti ikan, daging, ayam, tahu, dan tempe. Telur mempunyai citarasa yang enak sehingga digemari oleh banyak orang. Telur juga berfungsi dalam aneka ragam pengolahan bahan makanan. Selain itu, telur termasuk bahan makanan sumber protein yang relatif murah dan mudah ditemukan. Hampir

semua orang membutuhkan telur (27). Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung

zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Protein telur memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan standar untuk menentukan mutu protein dari bahan lain. Keunggulan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi, juga merupakan

suatu kendala karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak (28). Telur terdiri dari protein 13%, lemak 12%, serta vitamin, dan mineral.

Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral, seperti besi, Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral, seperti besi,

karbohidrat (29). Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31% kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram, lemak 5 gram, vitamin dan mineral di

dalam 50 gram telur (30). Secara umum kandungan zat gizi pada telur adalah (30):

a. Protein Protein disusun dari asam-asam amino yang terikat satu dengan lainnya. Mutu protein ditentukan oleh asam-asam amino dan jumlah masing- masing asam amino. Protein telur merupakan protein yang bermutu tinggi dan mudah dicerna. Dalam telur, protein lebih banyak terdapat pada kuning telur, yaitu sebanyak 16,5%, sedangkan pada putih telur sebanyak 10,9%. Dari sebutir telur yang berbobot sekitar 50 gram, kandungan total proteinnya adalah 6 gram.

b. Lemak Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur . Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi b. Lemak Kandungan lemak pada telur sekitar 5 gram. Lemak pada telur terdapat pada kuning telur, sekitar 32%, sedangkan lemak yang lain terdapat pada putih telur . Zat gizi ini mudah dicerna oleh manusia. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida dan kolesterol. Fungsi

c. Vitamin dan Mineral Telur mengandung semua vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, telur juga merupakan bahan pangan sumber mineral. Beberapa mineral yang terkandung dalam telur di antaranya besi, fosfor, kalsium, tembaga, yodium, magnesium, mangan, potasium, sodium, zink, klorida dan sulfur.

Sebutir telur berisi enam sampai tujuh gram protein. Protein telur mempunyai kualitas yang tinggi untuk pangan manusia. Protein telur berisi semua asam amino essensial yang berkualitas sangat baik sehingga digunakan sebagai standar untuk mengevaluasi protein pangan lain. Telur juga mengandung enam gram lemak yang mudah dicerna. Jumlah asam lemak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat produk hewani yang

lain (31). Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat

dibutuhkan, kecuali vitamin C. Vitamin larut lemal (A, D, E, dan K). Vitamin yang larut air (thiamin, riboflavin, asam pantotenat, niasin, asam folat, dan vitamin B 12) dan faktor pertumbuhan yang lain juga ditemukan dalam telur.

Kuning telur cukup tinggi kandungan kolesterolnya (31). Kandungan kolesterol telur lebih tinggi daripada kandungan

kolesterol daging dan susu. Kolesterol dalam tubuh berfungsi sebagai prekursor beberapa hormon steroid, seperti testosteron, progesteron, estrogen, estron, estradiol, endogen, kortikosterol, aldosterol, dan adenokortikol kolesterol daging dan susu. Kolesterol dalam tubuh berfungsi sebagai prekursor beberapa hormon steroid, seperti testosteron, progesteron, estrogen, estron, estradiol, endogen, kortikosterol, aldosterol, dan adenokortikol

Manfaat telur bagi tubuh manusia selain dikonsumsi sebagai ramuan obat, lauk pauk juga digunakan sebagai bahan untuk membuat kue, puding, dan produk industri pangan lainnya seperti makaroni, mie, biskuit, roti, dan lain-lain. Telur juga digunakan sebagai bahan untuk industri lainnya seperti

industri penyamaan kulit, industri kosmetik dan sebagai bahan perekat (32).

Selain manfaat telur yang sedemikian banyak, telur juga mempunyai kelemahan yaitu tidak dapat mempertahankan kesegarannya dalam waktu yang lama. Kesegaran telur ditandai oleh keadaan fisik dan kimiawi, selama proses penyimpanan keadaan ini akan terus mengalami perubahan dan

menjadi tanda kesegaran telur semakin menurun (32). Telur akan lebih bermanfaat bila direbus setengah matang dari pada

direbus matang atau dimakan mentah. Telur yang digoreng kering juga kurang baik, karena protein telur mengalami denaturasi atau rusak, hal ini

berarti mutu protein dalam telur akan menurun (33). Manfaat mengkonsumsi telur sedikitnya 1 butir perhari sangat

dianjurkan, mengingat telur adalah sumber protein dengan nilai biologis paling tinggi. Hal ini berarti protein telur mudah diserap oleh tubuh. Telur memiliki nilai biologi 93,7%. Sementara susu hanya sekitar 83%, ikan sekitar 76%, dan daging 74,3%. Sebutir telur mengandung berbagai vitamin dan mineral esensial yang penting bagi tubuh seperti tiamin dan riboflavin. Semuanya lengkap karena ada 13 jenis vitamin, termasuk vitamin A, D, E, dianjurkan, mengingat telur adalah sumber protein dengan nilai biologis paling tinggi. Hal ini berarti protein telur mudah diserap oleh tubuh. Telur memiliki nilai biologi 93,7%. Sementara susu hanya sekitar 83%, ikan sekitar 76%, dan daging 74,3%. Sebutir telur mengandung berbagai vitamin dan mineral esensial yang penting bagi tubuh seperti tiamin dan riboflavin. Semuanya lengkap karena ada 13 jenis vitamin, termasuk vitamin A, D, E,

Kualitas telur ditentukan oleh (33):

a. Kualitas bagian dalam (kekentalan putih dan kuning telur, posisi kuning telur, dan ada tidaknya noda atau bintik darah pada putih atau kuning telur).

b. Kualitas bagian luar (bentuk dan warna kulit, permukaan telur, keutuhan, dan kebersihan kulit telur).

Sifat spesifik dari telur, antara lain (25):

a. Kulit mudah pecah

b. Bentuk atau ukuran tidak sama

c. Telur sangat sensitif terhadap temperatur dan kelembapan

d. Performans telur mempengaruhi harga. Jika telur terlalu lama disimpan tanpa mengalami proses pengawetan, maka telur tersebut dapat mengalami perubahan pada isi telurnya. Adapun

bentuk perubahan tersebut adalah (25):

a. Penurunan Berat : Penguapan air, CO 2 ,H 2 S, NH 3

b. Pembesaran Kantong Udara

c. Berat Jenis Menurun

d. Terdapat motling (bintik–bintik ) pada kulit telur

e. Terjadi Liquefaction (Albumin tebal mencair), hal ini terjadi karena glikoprotein terdenaturasi e. Terjadi Liquefaction (Albumin tebal mencair), hal ini terjadi karena glikoprotein terdenaturasi

g. pH albumen meningkat dari pH 7 menjadi pH 10-11. Kerusakan pertama pada telur berupa kerusakan alami (pecah atau retak). Udara yang keluar dari dalam telur membuat derajat keasaman naik serta keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroorganisme ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama

disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit telur (34).

B. Tinjauan Umum Pengawetan Telur

Kesehatan RI nomor 1168/MenKes/Per/X/1999 tentang bahan tambahan makanan, yang dimaksud bahan pengawet adalah bahan tambahan pada makanan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap

bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (35). Untuk mendapatkan telur yang tetap berkualitas tinggi hingga sampai

ke tangan konsumen maka perlu diterapkan suatu cara untuk memperpanjang daya tahan telur selama penyimpanan, yaitu dengan proses pengawetan. Salah satu metode untuk mengawetkan telur adalah dengan merendam telur pada ekstrak kulit akasia, sebuah cara pengawetan yang sederhana dan tidak

memerlukan biaya besar (36).

Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang

diasinkan dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na - dan Cl . Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat

mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba, yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel

terhadap CO 2 . Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim, dan menurunkan aktivitas air (a w atau kandungan air bebas dalam bahan pangan). Proses pengasinan yang berhasil dengan baik ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan

kuning telurnya baik (28). Salah satu cara pengawetan telur yang sudah banyak dilakukan oleh

masyarakat sejak lama adalah pengasinan telur. Usaha pengawetan dengan cara ini lebih populer di masyarakat daripada usaha pengawetan telur jenis lain, seperti pengeringan (pembuatan tepung telur) dan pembekuan (telur beku), karena selain teknologinya yang tergolong sangat sederhana (dapat dikerjakan secara tradisional), telur asin juga banyak digemari dan sudah biasa dilidah konsumen Indonesia. Bagi konsumen telur asin banyak digemari karena lebih tahan lama disimpan dengan mutu dan gizi yang tetap baik dan

sangat praktis dihidangkan (6). Tujuan utama dari pengawetan telur adalah (25):

a. Mencegah penguapan air a. Mencegah penguapan air

c. Menghambat aktivitas dan perkembangbiakan mikroba Adapun komposisi kimia telur segar dan telur asin tercantum pada

tabel berikut (37):

Tabel 2.1

Komposisi Kimia Telur Segar dan Telur Asin dalam 100 gram Bahan

Vit.A Vit.B 1 Air Telur

Jenis Energi Protein

(Kal) (gr)

(gr)

(gr) (mg) (mg) (mg) (S.I) (mg) (gr)

Telur Itik

Telur Itik

Sumber: Margono, dkk, 2010 Pengawetan untuk telur utuh dapat dilakukan dengan 5 cara, yaitu (25):

1. Dry Packing Menyusun telur–telur segar dalam kulit gabah, pasir, serbuk gergaji. Hanya menghambat penguapan air & CO 2 tapi tidak menghambat aktifitas mikroba.

2. Perendaman (Dipping) Teknik perendaman biasanya diikuti dengan penyimpanan pada suhu rendah. Misalnya direndam dalam lime water atau Ca(OH) 2 jenuh . Aktivitas mikroorganisme terhambat karena pH larutan tinggi dan pori– pori tertutup oleh larutan.

3. Chilling Teknik chilling merupakan penyimpanan pada suhu rendah,

misalnya pada suhu -2 o

C dan kelembapan 80–90%, diikuti kadar CO 2 ruangan 3%. Metode ini akan menghambat kehilangan CO 2 dan menghambat pertumbuhan jamur. Prinsip pengawetan chilling adalah:

a. Aktivitas mikroorganisme dihambat

b. Kehilangan CO 2 dan H 2 O dihambat

c. Pergerakan air dari albumen ke yolk diperlambat

d. Mempertahankan ruang udara tetap kecil

4. Shell Sealing Treatment Pada teknik penyimpanan ini telur direndam dalam agar–agar,

gelatin, dan parafin cair pada suhu -10 o

C. Setelah perlakuan ini, telur dapat disimpan dalam kurun waktu 6 bulan.

5. Flash Heat Treatment Teknik penyimpanan ini dilakukan dengan cara merendam telur dalam air mendidih selama 30 detik sampai terbentuk lapisan albumen yang terkoagulasi.

Pembuatan telur dengan cara perendaman merupakan cara yang sangat sederhana yaitu hanya menyangkut kegiatan perendaman telur dalam larutan garam. Menurut Suprapti (2002) untuk membuat 30 butir telur asin, diperlukan 1 kg garam yang dilarutkan pada 1,6 liter air bersih. Telur

kemudian direndam selama 7-10 hari (1).

Selain direndam, pembuatan telur asin dengan larutan garam dapat dilakukan dengan meletakkan telur dalam tumpukan kemudian diguyur dengan larutan garam secara terus-menerus. Dengan cara ini diharapkan telur asin dapat diproduksi secara massal dengan waktu yang lebih singkat. Namun

dengan cara ini, rasa asin dari telur asin yang dihasilkan kurang merata (38).

Keunggulan pembuatan telur asin dengan cara perendaman adalah prosesnya lebih singkat, sangat mudah dan praktis dilakukan, namun kualitas telur asin yang yang dihasilkan kurang bagus (Astawan, 2005). Menurut Suprapti (2002) telur asin yang dibuat dengan perendaman dalam larutan garam jenuh akan memiliki putih telur yang berlubang-lubang (keropos). Kesulitan teknis juga dapat terjadi dalam pembuatan telur asin dengan metode

ini karena telur akan terapung dalam larutan garam (39, 1, 40). Menurut Margono dkk. (2000), telur asin dapat dibuat dengan adonan

pengasin yang terdiri dari campuran abu gosok dan garam dengan perbandingan 1:1. Dapat pula digunakan adonan yang terdiri dari serbuk batu- bata dan garam. Telur kemudian diperam selama 15-20 hari. Telur asin

matang yang dibuat dengan cara ini dapat bertahan selama 2-3 minggu (37).

Pembuatan telur dengan cara pemeraman adalah dengan membungkus telur dalam adonan garam. Ada beberapa macam adonan garam yang digunakan oleh pembuat telur asin. Adanya variasi bahan tersebut membuat cara pengasinan lebih beragam, diantaranya yang terkenal adalah cara

pengasinan pidan dan cara pengasinan telur halidan (6).

Cara ini menggunakan bahan pembungkus telur yang terbuat dari campuran serbuk gergaji, kapur dan garam dengan perbandingan 1:1:1. Cara pengasinan halidan menggunakan bahan pembungkus dari campuran tanah liat atau batu bata dan garam dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur

akan mampu bertahan selama 30 hari (6).

C. Tinjauan Umum Daya Simpan

Umur simpan adalah selang waktu sejak bahan pangan diproduksi hingga produk tersebut tidak layak diterima atau telah kehilangan sifat khususnya. Umur simpan dapat didefinisikan juga sebagai waktu yang dibutuhkan oleh suatu produk pangan menjadi tidak layak dikonsumsi jika ditinjau dari segi keamanan, nutrisi, sifat fisik, dan organoleptik setelah

disimpan dalam kondisi yang direkomendasikan (41).

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah (41):

1. Jenis dan karakteristik produk pangan Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibanding produk segar. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami rancidity , sedang produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna coklat).

2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan Permeabilitas bahan kemasan terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, dan oksigen).

3. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan meliputi suhu penyimpanan, lama penyimpanan, kadar air, kelembapan, dan aspek lainnya. Menurut Arpah (2001), penentuan umur simpan dari produk pangan

dilakukan dengan salah satu cara diantara tiga kategori yaitu (42):

1. Percobaan dirancang dengan cara menentukan umur simpan produk yang ada.

2. Percobaan dirancang dengan mempelajari pengaruh faktor-faktor spesifik dan kombinasi dari berbagai faktor seperti suhu penyimpanan, bahan pengemas atau bahan tambahan makanan.

3. Percobaan dilakukan untuk menentukan umur simpan dari produk yang sedang dikembangkan. Selain itu, pendugaan umur simpan makanan ini juga dapat diketahui melalui metode yang dilakukan. Terdapat 2 metode yang dapat dilakukan untuk mengetahui umur simpan suatu bahan atau produk pangan, antara lain:

a. Metode Konvensional Sistem penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena penetapan kadaluarsa pangan metode EES (Extended Storage Studies) dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya sehingga tercapai mutu kadaluarsa.

b. Metode Akselerasi Untuk mempercepat waktu penentuan umur simpan dapat digunakan metode ASLT (Accelerated shelf Life Testing) atau metode akselerasi. Pada metode ini kondisi penyimpanan diatur diluar kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan umur simpan dapat ditentukan. Penggunaan metode akselerasi harus disesuaikan dengan keadaan dan faktor yang mempercepat kerusakan produk yang bersangkutan. Jenis parameter atau atribut mutu yang diuji tergantung pada jenis

produknya. Produk berlemak biasanya menggunakan parameter ketengikan. Produk yang disimpan dingin atau beku menggunakan parameter pertumbuhan mikroba. Produk berwujud bubuk atau kering yang diukur

adalah kadar airnya (42). Ketersediaan telur sering kali tidak diikuti dengan cara penyimpanan

yang kurang baik. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis. Seperti yang kita ketahui kandungan gizi yang tinggi pada telur, bila tidak ditangani dengan baik dalam penyimpanan akan cepat rusak sehingga mengakibatkan penurunan kualitas interior telur. Masyarakat umumnya menyimpan telur pada suhu kamar dan sebagian kecil masyarakat menyimpan telur ayam kampung di suhu chilling. Sebagian masyarakat berpendapat jika sudah disimpan di dalam suhu chilling maka kualitasnya tetap terjaga dibanding pada suhu kamar. Penyimpanan pada suhu chilling dan suhu kamar terkadang memiliki batas waktu sehingga yang kurang baik. Hal ini dikarenakan kebiasaan masyarakat yang menyimpan telur yang tidak higienis. Seperti yang kita ketahui kandungan gizi yang tinggi pada telur, bila tidak ditangani dengan baik dalam penyimpanan akan cepat rusak sehingga mengakibatkan penurunan kualitas interior telur. Masyarakat umumnya menyimpan telur pada suhu kamar dan sebagian kecil masyarakat menyimpan telur ayam kampung di suhu chilling. Sebagian masyarakat berpendapat jika sudah disimpan di dalam suhu chilling maka kualitasnya tetap terjaga dibanding pada suhu kamar. Penyimpanan pada suhu chilling dan suhu kamar terkadang memiliki batas waktu sehingga

bahan pangan pada 5 o C-65

C, dimana pada zona tersebut bahan makanan mudah terkontaminasi oleh bakteri (43).

Menurut Bobyda (2009), pada suhu kamar telur mempunyai masa simpan lebih pendek yaitu delapan hari sedangkan pada suhu chilling bisa bertahan sampai tiga minggu, menurut Fardiaz (1993) hal ini disebabkan Karena penyimpan telur pada suhu chilling dapat memperlambat reaksi metabolisme dan pertumbuhan bakteri dibanding di suhu kamar kecepatan metabolisme dan pertumbuhan bakteri dipercepat. Berdasarkan hubungan antara suhu diatas, bakteri digolongkan menjadi bakteri psikrofilik dan bakteri-bakteri mesofil. Bakteri psikrofilik adalah bakteri yang mempunyai

suhu optimum pertumbuhan 5-15 o

C, dengan suhu minimum pertumbuhan -5 sampai 0 o

C. Bakteri yang tergolong mesofil adalah bakteri yang mempunyai

suhu pertumbuhan 20-40 o C dengan suhu minimum pertumbuhan 10-20 C, dan suhu maksimum 40-45 o

C. Bakteri termofil adalah bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan 45-60 o

C dengan suhu minimum

pertumbuhan 25-45 C dan suhu maksimal 60- 80 C (44, 45). Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi.

Produk pangan mengalami deteriorasi segera setelah diproduksi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk dengan udara, oksigen, uap air, cahaya, atau akibat perubahan suhu. Reaksi ini dapat pula diawali oleh

hentakan mekanis seperti vibrasi, kompresi dan abrasi (42).

Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan. Umur simpan adalah waktu hingga produk mengalami suatu tingkat deteriorasi tertentu. Reaksi deteriorasi pada produk pangan dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang selanjutnya akan memicu reaksi di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau lainnya seperti proses fisik dalam bentuk penyerapan uap air atau gas dari sekeliling. Ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor warna, penampakan fisik, nilai gizi, mikrobiologis

maupun makrobiologis (42). Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih

dari 2 minggu di ruang terbuka. Kerusakkan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama berupa kerusakan alami (pecah atau retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh kotoran yang menempel pada kulit

telur (33). Cara mengatasi kerusakan dengan pencucian telur sebenarnya hanya

akan mempercepat kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan akan mempercepat kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor akan

Berbagai perubahan fisik maupun kimiawi dapat terjadi pada telur selama penyimpanan (42):

1. Ukuran rongga udara meningkat. Ini disebabkan karena keluarnya air melalui kulit telur yang berpori dan penggantian air tersebut oleh udara.

2. Air bergerak dari putih ke kuning telur sebagai akibat dari tekanan osmotik kuning telur. Kuning telur tersebut akan membesar dan membran yang mengelilinginya melemah.

3. Putih telur kental berubah menjadi encer oleh reaksi enzim lisozim.

4. Nilai pH putih maupun kuning telur meningkat. Ini terjadi karena hilangnya karbon dioksida melalui kulit telur. Larutan karbon dioksida dalam air merupakan asam lemah dan karenanya kehilangan karbon dioksida akan meningkatkan kebasaan.

5. Bila telur disimpan lama, maka akan terjadi kerusakan oleh bakteri. Bakteri memasuki telur melalui kulit telur yang berpori. Salah satu pengaruh yang paling nyata adalah timbulnya hidrogen sulfida hasil pemecahan protein oleh bakteri, ini menimbulkan bau ”telur busuk” yang khas.

D. Tinjauan Tentang Protein

Protein terdapat di dalam semua sistem kehidupan dan merupakan suatu komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat Protein terdapat di dalam semua sistem kehidupan dan merupakan suatu komponen seluler utama yang menyusun sekitar setengah dari berat

lainnya, sedangkan sisanya terdapat dalam darah (47). Istilah protein yang dikemukakan pertama kali oleh pakar kimia

Belanda, G.J. Mulder pada tahun 1939, berasal dari bahasa Yunani ‘proteios’. Proteios sendiri mempunyai arti “yang pertama” atau “yang paling utama” . protein ternyata memegang peranan sangat penting pada organisme, yaitu

dalam struktur, fungsi, dan reproduksi (47). Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup, baik

tumbuhan maupun hewan. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen terbesar setelah air. Kira-kira dari 50% berat yang terdiri atas unsur-unsur karbon (50-55%), hidrogen (±7%), oksigen (±13%), dan nitrogen (±16%). Banyak pula yang mengandung belerang (S) dan fosfor (P) dalam jumlah sedikit (1-2%). Ada beberapa protein lainnya mengandung

unsur logam seperti tembaga dan besi (48). Protein adalah komponen yang terdiri atas karbon, hidrogen, oksigen,

nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu berkisar 8.000 sampai 10.000. Protein yang tersusun dari hanya asam amino disebut protein sederhana. Adapun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Secara biokimiawi, 20 persen dari susunan tubuh orang dewasa nitrogen, dan beberapa ada yang mengandung sulfur. Tersusun dari serangkaian asam amino dengan berat molekul yang relatif sangat besar, yaitu berkisar 8.000 sampai 10.000. Protein yang tersusun dari hanya asam amino disebut protein sederhana. Adapun yang mengandung bahan selain asam amino, seperti turunan vitamin, lemak, dan karbohidrat disebut protein kompleks. Secara biokimiawi, 20 persen dari susunan tubuh orang dewasa

Pada umumnya, terdapat 20 macam asam amino yang diperlukan tubuh. Sebanyak sepuluh diantaranya sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Asam amino demikian disebut asam amino esensial. Jika tubuh mengandung cukup nitrogen, maka tubuh mampu membentuk asam amino lainnya. Asam amino yang dapat dibuat di dalam tubuh disebut asam amino nonesensial. Asam amino esensial diantaranya adalah leusin, isoleusin, valin, triptofan, fenilalanin, metionin, treotin, lisin, histidin, dan arginin. Sedangkan asam amino nonesensial diantaranya yaitu prolin, serin, tirosin, sistein, asam aspartat, aspargin, glisin, asam glutamat, alanin, dan

glutamine (50). Asam amino adalah bahan dasar pembentuk protein. Asam amino ini

juga dapat dioksidasi untuk menghasilkan bahan bakar dan berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis senyawa yang mengandung nitrogen lainnya, misalnya neurotransmiter, hem, serta basa purin dan pirimidin. α-Karbon pada asam amino mengandung sebuah gugus karboksil, sebuah gugus amino, dan sebuah rantai sisi. Struktur rantai sisi asam amino berbeda-beda. Protein disintesis dari asam amino yang disatukan bersama oleh ikatan peptida untuk membentuk rantai linear. Rantai ini berlipat-lipat melalui berbagai cara untuk

membentuk struktur tiga-dimensi dari protein (51). Secara kimiawi, protein merupakan senyawa polimer yang tersusun