Syarat Dasar agar Terjalin Kerjasama
6.1 Syarat Dasar agar Terjalin Kerjasama
Seperti telah disebutkan sebelumnya bila hanya mengandalkan sumberdaya yang mereka miliki saat ini, apalagi kalau sendiri-sendiri, kapasitas warga Bona Pasogit untuk mewujudkan pengembangan usaha ternak seperti diharapkan adalah terbatas. Kondisinya akan tetap sama seperti yang sudah-sudah kecuali ada campur tangan pihak luar. Yang kami maksudkan dengan pihak luar di sini adalah orang-perorangan atau lembaga/badan yang concern terhadap peningkatan kesejahteraan kaum miskin dan tertinggal. Mereka-mereka ini bisa yang bermukim di luar namun bisa juga di Bona Pasogit.
Sebenarnya bukan tidak banyak bantuan yang telah diterima oleh warga Bona Pasogit baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri, oleh perorangan atau lembaga, bentuk narura atau tunai, kategori fisik atau nonfisik. Namun hasil yang dicapai masih jauh dari yang diharapkan. Akibatnya kedua belah pihak sama-sama kecewa. Memang kesalahan atau kelemahan yang menjadi penyebab kekurangberhasilan tadi terletak bukan hanya pada warga Bona Pasogit saja tetapi juga pihak luar. Namun kita tidak perlu mengungkit-ungkit kesalahan di masa lalu tadi tetapi mari mempersiapkan diri agar kesalahan serupa tidak terulang kembali.
Agar sukses menjalin kerjasama dengan pihak luar, menurut hemat kami, setidaknya ada dua syarat dasar yang perlu dipenuhi oleh warga Bona Pasogit yaitu kesiapan untuk berorganisasi atau berkelompok dan kemauan untuk mengubah persepsi terhadap bantuan luar.
6.1.1 Kesiapan untuk Berkelompok
Simbora pulguk … dst … dst….. mamora ma hita luhut alai … dst… dst…. adalah salah satu falsafah yang menunjukkan betapa egoisnya Halak Hita. Dari sudut kepentingan berkompetisi falsafah ini mungkin positif namun dari sisi kebutuhan untuk menjalin kerjasama dampaknya menjadi sangat menyulitkan karena setiap orang meminta lebih atau didahulukan. Pada hal tanpa mampu menjalin kerjasama, khususnya di antara sesama mereka, maka upaya-upaya pihak luar untuk membantu warga Bona Pasogit tidak akan efektif.
Ada banyak keuntungan bila warga Bona Pasogit mampu membentuk kelompok yang efektif, empat yang terpenting dalam kaitan kegiatan ini adalah sebagai berikut. Pertama, dengan adanya kelompok maka perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dampak penyaluran bantuan (fisik maupun nonfisik) akan mudah dilakukan tanpa harus menghambur-hamburkan waktu, biaya dan pikiran baik di sisi pemberi bantuan maupun di sisi warga itu sendiri. Kedua, dengan berkelompok warga Bona Pasogit sebagai produsen akan memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang kuat dalam sistim tataniaga yang mereka hadapi baik dalam rangka memasarkan produk-produk yang mereka hasilkan maupun untuk pengadaan atau pembelian sarana produksi yang mereka butuhkan. Ketiga, dengan berkelompok akses informasi oleh warga Bona Pasogit akan lebih mudah, murah, cepat dan luas cakupannya. Keempat, dengan berkelompok petani Bona Pasogit akan berpeluang menerapkan konsep corporate farming (ladang/kandang bersama) agar biaya produksi dan pemasaran lebih efisien dengan keamanan yang lebih terjamin.
Atas dasar alasan di atas maka harapan kami yang menjadi kegiatan pertama dari para peserta sepulang dari pelatihan ini adalah mengorganisir warga dalam wadah kelompok. Cikal bakal untuk itu sudah tersedia antara lain kelompok-kelompok pelayanan kategorial (Ama, Ina, Naposobulung, Remaja) dan kelompok kebaktian wijk/lunggu.
6.1.2 Persepsi Tentang Bantuan
Menurut pengamatan kami, di benak warga Bona Pasogit selama ini ada persepsi atau pandangan yang kurang tepat tentang prinsip saling menolong. Ada anggapan bahwa perantau wajib membantu keluarga di kampung dan warga Bona Pasogit berhak menerima bantuan dari perantau. Dalam relasi yang tidak adil ini perantau diberi label wajib memberi sedangkan warga Bona Pasogit memiliki “hak menerima”. Hal tersebut misalnya terlihat pada kejadian sebagai berikut. Kalau perantau pulang ke kampung maka mereka wajib membawa oleh-oleh dan tidak jarang juga harus manggalang warga sekampung atau kembali ke kota hanya dengan baju yang melekat di badan karena baju yang lain sudah dibagi-bagi. Sebaliknya kalau famili dari kampung berkunjung ke kota maka ketika pulang mereka harus diongkosi dan dibekali dengan bawaan yang berlipat ganta dibanding ketika datang.
Kalau pola interaksi seperti ini terjadi antara anak dan orangtua itu adalah wajar, akan tetapi kalau wajib berlaku juga bagi kerabat lain itu rasanya kurang adil. Dugaan kami persepsi seperti inilah yang membuat hubungan banyak perantau dengan kampung halamannya menjadi kurang sehat. Banyak di antara mereka menjadi enggan mengunjungi kampung halaman kalau Kalau pola interaksi seperti ini terjadi antara anak dan orangtua itu adalah wajar, akan tetapi kalau wajib berlaku juga bagi kerabat lain itu rasanya kurang adil. Dugaan kami persepsi seperti inilah yang membuat hubungan banyak perantau dengan kampung halamannya menjadi kurang sehat. Banyak di antara mereka menjadi enggan mengunjungi kampung halaman kalau
Karena alasan-alasan seperti di atas maka kami berharap para peserta latihan ini akan berupaya secara sungguh-sungguh untuk mengkoreksi persepsi yang kurang sehat tersebut. Lebih dari pada itu kami berharap bahwa alumni pelatihan ini mampu membalikkan persepsi tadi sehingga interaksi antara perantau dengan warga Bona Pasogit tidak lagi diwarnai dengan label
wajib memberi, berhak menerima dan bentuk konsumtif melainkan menjadi kegiatan produktif
dan saling menguntungkan. Kami sendiri sudah lama berharap bisa merasakan nikmatnya pulang kampung tanpa modal; cukup hanya memikirkan biaya perjalanan ke kampung sedangkan untuk pulang menggunakan hasil usaha kerjasama dengan sanak saudara. Ketika niat ini dilontarkan kepada beberapa orang kerabat ternyata sambutan mereka sangat menggembirakan, malah justru kami sendiri yang tidak mampu memenuhi permintaan.