Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Walaupun dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyinggung masalah kepailitan perusahaan asuransi, tetapi dalam pasal-pasal berikutnya tidak ditemukan satupun pasal yang menyinggung perihal kedudukan pemegang polis asuransi baik sebagai kreditur konkuren atau kreditur preferen. Bila ditelaah satu persatu, pasal-pasal Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memang lebih banyak berbicara mengenai kepentingan para kreditur. Dalam kaitannya dengan kepailitan perusahaan asuransi maka salah satu kreditur adalah
Satu hal yang tidak bisa disangkal bahwa materi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang banyak menyinggung masalah pengembalian atau pembayaran utang-utang debitur kepada para krediturnya, tetapi Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak secara eksplisit menyinggung kedudukan tertanggung atau pemegang polis asuransi. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mempertahankan konsep perlindungan hukum yang dianut oleh Pasal 13 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang menempatkan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan sebagai kreditur separatis yang pembayaran hak- haknya diutamakan, walaupun hak-hak tersebut baru bisa direalisasikan setelah masa penundaan kurang lebih sembilan puluh hari (Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang). Bila demikian halnya jelas bahwa tertanggung masih merupakan kreditur biasa atau konkuren yang harus mendapatkan pemenuhan tagihan atau haknya dengan kreditur-kreditur konkuren lainnya, namun setelah kurator menyelesaikan pembayaran kepada kreditur lainnya yang tergolong istimewa (privilege) dan separatis.
Bila Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ditelaah lebih dalam, kedudukan tertanggung sebagai kreditur konkuren bisa dipahami dari ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang kemudian dipertegas di dalam Pasal 137 ayat (1), (2), dan (3).
Pasal 55 ayat (2) menyebutkan sebagai berikut : “Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihannya tersebut”.
Sedangkan penegasannya tertuang di dalam Pasal 137 berikut : (1) “Piutang yang saat penagihannya belum jelas atau yang
memberikan hak untuk memperoleh pembayaran secara berkala, wajib dicocokkan nilainya pada tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
(2) Semua piutang yang dapat ditagih dalam waktu satu tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib diberlakukan sebagai piutang yang dapat ditagih pada tanggal tersebut.
(3) Semua piutang yang dapat ditagih setelah lewat satu tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, wajib dicocokkan untuk nilai yang berlaku satu tahun setelah tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.”
Menurut ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, piutang para pemegang polis asuransi tidak bisa dieksekusi langsung seperti layaknya piutang para kreditur separatis atau kreditur yang diistimewakan, melainkan piutang tersebut baru bisa dibayarkan setelah melalui proses pencocokan utang-piutang yang batas waktunya ditentukan oleh Hakim Pengawas. Dengan kata lain, pembayaran piutang kepada para tertanggung baru dibayarkan setelah kurator atau Balai Harta Peninggalan menuntaskan proses pembayaran kepada para kreditur yang diutamakan atau memiliki hak didahulukan. Menurut Pasal 137 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, piutang tertanggung tersebut bisa dikelompokkan sebagai jenis piutang yang saat penagihannya belum jelas atau piutang yang memberikan hak untuk Menurut ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, piutang para pemegang polis asuransi tidak bisa dieksekusi langsung seperti layaknya piutang para kreditur separatis atau kreditur yang diistimewakan, melainkan piutang tersebut baru bisa dibayarkan setelah melalui proses pencocokan utang-piutang yang batas waktunya ditentukan oleh Hakim Pengawas. Dengan kata lain, pembayaran piutang kepada para tertanggung baru dibayarkan setelah kurator atau Balai Harta Peninggalan menuntaskan proses pembayaran kepada para kreditur yang diutamakan atau memiliki hak didahulukan. Menurut Pasal 137 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, piutang tertanggung tersebut bisa dikelompokkan sebagai jenis piutang yang saat penagihannya belum jelas atau piutang yang memberikan hak untuk
Hal ini berkaitan dengan saat jatuh tempo polis yang dimiliki oleh tertanggung. Seorang tertanggung yang polis asuransinya belum jatuh tempo atau evenemennya belum terjadi ketika putusan pernyataan pailit diucapkan, maka piutangnya bisa dikelompokkan sebagai piutang yang saat penagihannya belum jelas, sedangkan tertanggung yang memegang polis asuransi pendidikan misalnya bisa dikelompokkan sebagai piutang yang pembayarannya dilakukan secara berkala, maka nilai tagihannya wajib dicocokkan pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan. Tetapi bisa juga piutang tertanggung asuransi termasuk kelompok piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bila polisnya memang baru jatuh tempo satu tahun atau setelah lewat satu tahun setelah putusan pernyataan pailit diucapkan. Namun yang jelas, hak-hak atau piutang tertanggung asuransi kedudukannya merupakan kreditur konkuren (bersaing).