Tingkat Produksi Rumput Laut di Kalimantan Timur Tahun 2011

Rebutan Lahan

Harga rumput laut di Nunukan yang bagus ternyata memunculkan permasalahan baru, yaitu timbulnya perebutan lahan budidaya.

Satu bentang pasang bibit mendapat upah @Rp5.000. Bila satu hari dapat mema­ sang 20 bentang, berapa upah yang didapat oleh ibu tersebut?

Para pembudidaya yang se­ belumnya beralih ke sektor lain, kembali lagi tertarik dengan budidaya rumput laut. Selain itu, para pembudidaya baru juga berdatangan ma­ suk ke sektor ini. Karena lahan yang digunakan berupa laut, kepemilikan sulit ditentukan. Beberapa kalangan meng­ anggap pemerintah setem­ pat belum siap menangani pengelolaan budidaya rumput laut yang cukup fenomenal di Nunukan.

Perebutan lahan bukan hanya terjadi antar pembudidaya rumput laut, tetapi juga dengan nelayan tangkap. Menurut nelayan, para pembudidaya telah mengambil lahan pencarian nafkah mereka. Tapi faktanya, kehadiran rumput laut sebenarnya justru malah membantu usaha para nelayan. Di area yang ditanami rumput laut, ikan­ikannya di sana relatif lebih banyak. Penghasilan nelayan pun seharusnya terbantu karenanya. Namun masalahnya proses pemahaman kepada para nelayan itu tidak mudah. Rapat dan diskusi kerap digelar untuk mencari jalan tengah solusi terbaik.

Menjaga Kualitas

Gapokan secara bersama terus berusaha menjaga bahkan meningkatkan kualitas rumput laut. Banyak hal yang sudah dilakukan, mulai dari pemilihan bibit hingga proses budidayanya. Penyuluhan kepada para pembudidaya juga tidak henti dilakukan. Mereka disadarkan untuk tidak mementingkan ego semata, melainkan juga kepentingan sesama pembudidaya lainnya.

Bersama­sama harus menjaga kualitas. Terlebih lagi, standardisasi kualitas produksi rumput laut juga perlu dilakukan. Jika kualitas tidak

dapat dijaga, kepercayaan pembeli terhadap pembudidaya rumput laut di Nunukan lambat laun bisa turun. Jika ini terjadi, pembeli akan berpindah ke penjual lain dengan harga yang lebih murah atau kualitas yang lebih baik.

Apalagi para pembudidaya kini sudah memiliki hubungan langsung dengan pabrik. Artinya hasil budidaya rumput laut sudah memiliki jalur penjualan yang jelas. Pembudidaya tidak lagi khawatir rumput lautnya tidak laku.

Hanya saja, pabrik pengolahan yang bekerja sama tersebut memiliki standar tertentu. Pihak pabrik tentu tidak menginginkan hasil pengolahannya berkualitas lebih rendah karena turunnya mutu rumput laut, padahal harga beli mereka tetap.

Untuk menjaga standar kualitas ini, Gapokan sebagai pembudidaya, biasanya menawarkan beberapa sampel rumput laut. Pihak pabrik lalu memilih rumput laut yang cocok untuk diolah di sana. Sampel yang dipilih itu kemudian menjadi acuan kualitas rumput laut yang harus dihasilkan.

Dengan kata lain, para pembudidaya sudah terikat kontrak dengan pihak pabrik untuk memasok rumput laut berdasarkan standar kualitas tertentu. Hal inilah yang menjadi salah satu tantangan Gapokan. Para pembudidaya anggota Gapokan harus dilatih agar dapat menghasilkan rumput laut dengan standar kualitas tinggi.

Terhadap pihak­pihak di luar Nunukan, Gapokan berusaha menjaga nama baik. Pihak luar tidak melihat Gapokan secara khusus, tetapi Nunukan secara umum. Mereka tidak membedakan produk dari anggota Gapokan dengan dari luar Gapokan.

Jadi menjaga kualitas produk Gapokan saja tidak cukup. Produk budidaya rumput laut dari luar anggota Gapokan juga seharusnya dikontrol. Karena melibatkan para pembudidaya di luar Gapokan, hal ini sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah setempat.

Dalam pembibitan, pembudidaya harus mengetahui ciri­ciri bibit yang baik, seperti muda, bersih, dan segar. Bibit dengan ciri­ciri seperti itu didapatkan dari stek ujung tanaman rumput laut yang sudah dibudidayakan. Tanaman untuk bibit unggul biasanya memiliki banyak cabang. Tumbuhnya pun relatif cepat.

Metode Penanaman

Dalam penanaman, salah satu metode yang dapat dipilih, mengikatkan bibit pada batu karang. Bibit disebarkan di dasar perairan. Metode ini relatif mudah dilakukan dan tidak memerlukan sarana yang besar. Tapi keberhasilan metode ini belum banyak diyakini.

Metode ini mensyaratkan adanya lokasi yang terbuka terhadap ombak dan arus. Selain itu, batu karang yang ada di lokasi tersebut juga harus tidak mudah terbawa arus. Lokasi seperti ini cenderung sulit untuk ditemukan. Selain itu, metode ini juga jarang digunakan karena hasil produksinya relaif rendah. Bahkan timbul risiko banyaknya bibit yang hilang karena terbawa ombak.

Metode penanaman lainnya yaitu rakit apung. Rakit terbuat dari bambu dengan jangkar sebagai penahannya. Jangkar dapat diikatkan ke Metode penanaman lainnya yaitu rakit apung. Rakit terbuat dari bambu dengan jangkar sebagai penahannya. Jangkar dapat diikatkan ke

Selain metode rakit apung, budidaya rumput laut di kedalaman kurang dari 1,5 meter juga cocok dengan metode tali gantung. Dengan metode ini, tali yang berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama. Ikatan dibuat tidak terlalu kencang agar dapat dibuka kembali dengan mudah.

Sama seperti metode rakit apung, metode tali gantung ini juga cocok di lokasi yang berdasar pasir atau pasir berlumpur. Kerangka penanaman rumput laut dengan metode tali gantung diletakkan dengan kedalaman sekitar 30­40 cm. Sebagai pijakan, sebelumnya ditancapkan patok ke dasar laut. Rumput laut lalu digantung pada patok tersebut.

Dengan metode gantung, rumput laut dijemur dengan digantung langsung bersama tali­talinya. Teknik ini dinilai lebih menguntungkan. Dengan cara digantung, rumput laut tidak akan luka, apalagi patah. Selain itu tingkat berat kering juga meningkat hampir 30%. Dikarenakan rumput laut kering lebih berisi. Teknik ini membuat banyak pembudidaya meninggalkan teknik penjemuran konvensional.

Senangnya panen rumput laut.

Sebelum menggunakan teknik gantung ini, pemanenan rumput laut langsung dipatahkan dari talinya lalu dijemur. Akibatnya, getah rumput laut menetes. Padahal getah inilah yang memberikan nilai jual tinggi bagi rumput laut. Terbuangnya getah rumput laut ini menjadikan rendemen dan karagenan rumput laut berkualitas rendah. Dengan teknik penggantungan ini, Gapokan meyakini pihak pabrik akan senang.

Para pembudidaya pada dasarnya sudah terbiasa dengan teknik lama. Mengubah kebiasaan ini pada awalnya sangat sulit. Terlebih lagi, pembudidaya harus mengeluarkan biaya tambahan. Kebiasaan ini baru dapat diubah setelah pembudidaya tahu dan membuktikan sendiri bahwa teknik gantung tersebut dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Tambahan keuntungan itu dapat menutup biaya investasi tambahan yang harus dikeluarkan tadi. Keuntungan yang lebih besar didapatkan karena bobot rumput laut dari metode gantung relatif lebih berat daripada metode lamanya. Kini tanpa dibina, para pembudidaya di Nunukan sudah dengan sendirinya memilih metode gantung tersebut.

Dalam pemeliharaan, budidaya rumput laut sebenarnya relatif mudah dibandingkan dengan tanaman lainnya. Tapi untuk mempertahankan kualitas hasil budidaya, pemantauan harus terus­menerus dilakukan. Jika diabaikan, bukannya tidak mungkin hasil panen rumput laut tidak sebaik yang diharapkan.

Perubahan kondisi ombak dan arus air laut misalnya, dapat meng ­ ganggu proses budidayanya. Kotoran air yang melekat juga dapat mengganggu tanaman, terutama pada proses metabolismenya. Belum lagi dengan adanya tumbuhan parasit yang merusak.

Beberapa tumbuhan juga dapat merusak rumput laut. Beberapa spesies hewan juga dapat mengancam keberadaan budidaya rumput laut. Contohnya seperti bulu babi dan penyu. Untuk mengatasi hal tersebut, pembudidaya dapat memasang jaring lumut sebagai pagar di sekitar lokasi budidaya.

Bagaimana dengan lumut? Lumut juga sebaiknya tidak terlalu rapat karena dapat menghalangi masuknya sinar matahari. Jika intensitas sinar matahari yang masuk sangat sedikit, pertumbuhan rumput laut dapat terganggu.

Beberapa rumput laut biasanya ikut terbawa ketika nelayan menjaring atau memukat. Rumput laut yang terbawa ini tentu tidak seragam kualitasnya. Kadang rumput laut yang terjaring ini masih terlalu muda. Kadang juga, rumput laut yang terjaring terlalu tua.

Beberapa pembudidaya masih suka mencampur rumput laut hasil Beberapa pembudidaya masih suka mencampur rumput laut hasil

Giliran Panen

Setelah menjalani proses penanaman dan pemeliharaan, pem­ budidaya dapat melakukan pemanenan. Rumput laut di Nunukan umumnya dapat dipanen pada usia 6­8 minggu setelah ditanam. Pada saat air laut surut, pemanenan dapat dilakukan langsung di lokasi penanaman. Ketika air laut pasang, seluruh tanaman harus diangkat terlebih dahulu ke darat, baru setelah itu tali pengikatnya dipotong.

Untuk menghasilkan rumput laut kering, pembudidaya harus menjalani serangkaian proses. Pertama, rumput laut yang dibersihkan dari kotoran seperti pasir atau batu­batuan yang sering ikut terbawa saat panen. Kotoran­kotoran itu harus dibersihkan agar kualitas rumput laut terjaga.

Kedua, rumput laut dijemur hingga kering. Rumput laut kering berkualitas tinggi biasanya dihasilkan dari proses penjemuran yang tidak berdebu. Karena berasal dari laut, penjemuran akan menghasilkan garam. Hal ini menandakan bahwa rumput laut sudah kering.

Ketiga, rumput laut dicuci. Pencucian ini disesuaikan dengan tujuan pengolahan rumput laut berikutnya. Untuk bahan baku karagenan, pencucian dilakukan dengan air laut. Sedangkan untuk bahan baku makanan olahan industri rumah tangga (bahan dodol, manisan es campur, puding, dll), pencucian dapat dilakukan dengan air tawar. Hal ini karena air tawar dapat melarutkan karagenan. Setelah dicuci bersih, rumput laut dikeringkan kembali selama kurang lebih satu hari.

Keempat, setelah melalui pengeringan kedua, rumput laut diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal. Rumput laut kering lalu menjalani proses pengepakan dan penyimpanan. Pengepakan dapat dibuat padat ataupun tidak, tergantung kebutuhannya. Pengepakan yang padat dapat me ning­ katkan eisiensi dalam hal pengiriman.

Jadi dengan biaya pengiriman yang sama, pembudidaya dapat mengirim rumput laut dalam jumlah lebih banyak. Pembudidaya dapat menggunakan mesin press untuk pengepakan sehingga kepadatannya bisa optimum.

Rumput Laut Basah

TREN pembelian rumput laut basah sering dijadikan solusi alternatif dalam hal tersedianya uang tunai yang cepat bagi para petani rumput laut di Kabupaten Nunukan. Sebab dengan menjualnya dalam bentuk rumput laut basah, pembudidaya tidak perlu bersusah­payah lagi melakukan penjemuran.

Sebaliknya para petani dapat segera mendapatkan uang tunai beberapa saat setelah panen rumput laut dilakukan. Namun ada juga petani rumput laut yang mengatakan bahwa rumput laut dijual secara basah karena tidak ada waktu untuk menjemur.

Rumput laut kering siap dijual.

Proses menjemur memakan waktu yang lama. Untuk mengeringkan rumput laut dalam kondisi normal bisa menghabiskan waktu tiga sampai empat hari. Sebaliknya jika cuaca buruk, para petani membutuhkan waktu lebih lama lagi, bisa mencapai sampai tujuh hari.

Banyak petani yang merasa sangat senang dengan adanya alternatif usaha pembelian rumput laut basah. Jika hasil panen rumput laut terlalu banyak dan melebihi kapasitas lantai penjemuran, maka otomatis tumpukan jemuran menjadi lebih tebal. Dan ini artinya, proses penjemurannya akan memerlukan waktu lebih lama.

Proses penjemuran yang semakin lama akan menyebabkan penyusutan semakin besar. Belum lagi jika ada hujan atau gerimis berkepanjangan. Waktu proses pengeringan rumput laut juga akan semakin lebih lama lagi. Perbandingan rumput laut basah dan kering umumnya sebesar enam berbanding satu.

Artinya jika rumput laut basah yang dipanen sebesar 6 kg, rumput laut tersebut setelah dikeringkan menjadi seberat 1 kg. Kalangan industri biasanya menginginkan rumput laut dalam keadaan kering agar dapat segera diolah menjadi barang jadi.

Harga rumput laut kering dan basah tidak berbeda. Bahkan rumput laut basah lebih berat dibandingkan yang kering. Menjual rumput laut basah memang menggiurkan bagi sejumlah pembudidaya. Namun sayangnya, keuntungan itu diperoleh bukan tanpa pengorbanan.

Kualitas yang akan dikorbankan. Dengan memanen sebelum waktunya, mutu relatif jauh lebih rendah. Meskipun tindakan seperti di atas dilakukan tidak oleh seluruh pembudidaya, namun citra kualitas produk rumput laut di Nunukan secara umum dapat ikut terpengaruh

SALAH SATU pihak yang tidak dapat dipisahkan dari suksesi pemberdayaan rumput laut di Nunukan adalah peran penyuluh dan LSM. Dengan penuh keikhlasan, para penyuluh mendampingi pembudidaya rumput laut di Nunukan setiap hari. Seolah­olah pengorbanan telah menjadi denyut nadi jantungnya. Tanpa merasa lelah para penyuluh itu melakukan penyuluhan, pelatihan, dan kontrol terhadap proses budidaya rumput laut di Nunukan

Yakub, ketua Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia (IPKANI) Kabupaten Nunukan, menjalani profesi penyuluh sebagai jalan hidupnya. Ia biasa melakukan pelatihan kepada puluhan kelompok masyarakat yang membudidayakan rumput laut di Nunukan. Bersama sekretarisnya, Faisal, yang juga merupakan penyuluh lapangan, ia berusaha agar kelompok masyarakat budidaya rumput laut bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas rumput laut. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan penyuluh lapangan ini merupakan upaya nyata untuk meningkatkan kesejahteraan daerah perbatasan.

Pelatihan produk olahan rumput laut untuk industri rumahan.

Para penyuluh tergabung dalam organisasi kelompok penyuluh yang dinamakan IPKANI. Visinya adalah membantu kelompok masyarakat budidaya rumput laut dan perikanan agar terus maju dan berkembang. Tidak hanya itu, IPKANI juga membantu memecahkan masalah dalam proses budidaya rumput laut di Nunukan.

Tepatnya tahun 2010, IPKANI Kabupaten Nunukan ini terbentuk. Kini telah 3 tahun berjalan, selama kurun waktu itu IPKANI berusaha untuk menjadi mitra kerja kelompok masyarakat budidaya. Sebenarnya, IPKANI adalah organisasi nasional penyuluh, dengan semakin berkembangannya rumput laut di Nunukan, atas saran dari pusat, IPKANI berinisiatif untuk turun tangan dalam membantu para pembudidaya di Nunukan. Berkat kesatuan visi dan tugas pokok penyuluh akhirnya IPKANI Nunukan dapat berjalan.

Faisal mengatakan “selama kurun waktu 3 tahun terakhir banyak yang sudah kami lakukan untuk kemajuan pengembangan rumput laut di Nunukan” ujarnya. Diantara kegiatan besar yang dilakukan oleh IPKANI telah membuahkan hasil. Pada tahun 2011, IPKANI bekerjasama dengan

Para penyuluh atau BI melakukan pengembangan pembina menginginkan kapasitas kelompok sebanyak 3 usaha budidaya rumput kali, pelatihan kedisiplinan dan

laut ini dapat memberi kepemimpinan, dan penyuluhan manfaat bukan hanya masal. Di tahun­tahun berikutnya

bagi pembudidaya, kegiatan itu dijalankan secara

tetapi juga pihak berkesinambungan. Tidak ja­

rang beberapa kegiatan pem­

yang terlibat dalam

binaan atau pelatihan untuk

pemasaran, hingga pembudidaya atau nelayan juga dapat meningkatkan sempat mengambil kocek pribadi pendapatan asli daerah dari anggota IPKANI.

setempat.

IPKANI juga membantu ke­ lompok budidaya rumput laut untuk memasarkan produknya ke beberapa daerah diantaranya Jakarta, dan Surabaya untuk pabrikan olah, dan Makassar untuk keperluan ekspor.

Sebagai daerah yang tergolong baru dalam sektor budidaya rumput laut, dinamika umumnya sering terjadi antara lain, ge­ sekan antara pihak­pihak yang berkepentingan merupakan hal wajar bagi daerah ini. Pembinaan pun tidak bisa berjalan mulus begitu saja. Para pembina mengakui banyaknya kendala yang harus dihadapi dalam mengembangkan budidaya rum put laut di Nunukan. Para Sebagai daerah yang tergolong baru dalam sektor budidaya rumput laut, dinamika umumnya sering terjadi antara lain, ge­ sekan antara pihak­pihak yang berkepentingan merupakan hal wajar bagi daerah ini. Pembinaan pun tidak bisa berjalan mulus begitu saja. Para pembina mengakui banyaknya kendala yang harus dihadapi dalam mengembangkan budidaya rum put laut di Nunukan. Para

Kendala yang harus dihadapi di Nunukan antara lain adalah kondisi geograis. Karena terdiri dari pulau­pulau, moda transportasi yang dibutuhkan para penyuluh bukan hanya moda transportasi darat. Jika kebutuhan sarana transportasi laut terpenuhi, para penyuluh di Nunukan dapat lebih eisien berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Kegunaan moda transportasi sebagai pendukung mobilitas manusia pun dapat dicapai.

Selama ini, penyuluh dalam berpindah­pindah tempat menumpang kepada petani atau nelayan. Padahal sarana transportasi milik pembu­ didaya juga belum memadai. Para penyuluh kemudian harus menye­ suaikan waktunya dengan kegiatan petani atau nelayan tersebut. Jika

Peninjauan Departemen Pusat Riset dan Kebanksentralan Bank Indonesia ke kampung nelayan di Nunukan, terkait pengem- bangan ekonomi di perbatasan.

terjadi permasalahan antar pembudidaya di pulau seberang, penyuluh terpaksa tidak dapat dengan cepat mengetahui permasalahannya de­ ngan jelas dan mengambil sikap atas permasalahan itu.

Bukan hanya antar pulau, kondisi di darat juga memberikan kendala. Jalan­jalan di Nunukan belum seluruhnya beraspal. Meskipun menggunakan kendaraan bemotor, kondisi jalan ini tetap menghambat perjalanan para pembina atau penyuluh. Belum lagi jarak lokasi­lokasi pembinaan yang cenderung saling berjauhan. Pembinaan mungkin dapat tetap dilakukan, tetapi pembinaan yang intensif sepertinya sulit dicapai.

Kendala lain yang dihadapi para penyuluh yaitu waktu pembinaan. Penyuluh menginginkan pembinaan dapat dilakukan pada pagi atau siang hari. Tapi pembudidaya memiliki kepentingan lain. Siang hari bagi mereka merupakan saatnya bekerja. Jika harus mendatangi diskusi, musyawarah, atau kegiatan pembinaan lain pada siang hari, mereka harus meninggalkan usahanya. Mengorbankan usaha atau potensi pendapatan untuk mendapatkan pengetahuan melalui kegiatan pembinaan masih menjadi hal yang sulit dilakukan oleh mereka.

Kendala ini lebih besar dihadapi di Pulau Nunukan. Di pulau ini, sebagian besar pembina adalah perempuan. Karena itu, malam hari menjadi relatif lebih sulit bagi mereka. Ini karena penerangan dan jalan di sana tidak seperti di perkotaan. Kondisi yang temaram dan

Keunggulan Jemur Gantung adalah mempertahankan tingkat kandungan karagen rumput laut.

berbatu menyulitkan para pembina di sana. Jadi antara pembina dan pembudidaya harus berkorban. Jika pembinaan dilakukan pada siang hari, pembudidaya yang berkorban. Sebaliknya, jika pembinaan dilakukan pada malam hari, pihak penyuluh yang harus berkorban. Seringkali, para penyuluh harus bermalam di suatu daerah. Dan jika menginap, biaya yang dikeluarkan lalu menjadi lebih besar.

Peraturan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) kendaraan pelat merah juga ikut menjadi kendala proses pembinaan budidaya rumput laut di Nunukan. Pasalnya tidak semua Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) di Nunukan menyediakan pertamax. Sementara itu, SPBU di Nunukan tidak sebanyak di kota­kota besar. Hal ini menambah permasalahan mobilitas penyuluh, di samping kondisi jalan yang rusak dan jauhnya jarak antar lokasi pembinaan.

Penganggaran biaya operasional penyuluh juga memberikan ken­ dala. Biaya tersebut diplotkan ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Hal ini menurut para penyuluh cukup memberatkan. Biaya yang diang­ garkan termasuk relatif kecil. Penambahan biaya pun tidak leksibel Penganggaran biaya operasional penyuluh juga memberikan ken­ dala. Biaya tersebut diplotkan ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Hal ini menurut para penyuluh cukup memberatkan. Biaya yang diang­ garkan termasuk relatif kecil. Penambahan biaya pun tidak leksibel

M. Yacub, PPL senior di Badan Ketahanan

saat ini diakui penyuluh sudah

Pangan Nunukan sekaligus ketua Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia (IPKANI) di

makin membaik, meskipun belum

Kabupaten Nunukan.

signiikan.

Selain masalah dari luar, kendala internal penyuluh juga tidak bisa diabaikan. Penyuluh seharusnya memiliki kapasitas tidak hanya mengenai budidaya rumput laut, tetapi juga sebagai motivator, ini dibutuhkan para pembudidaya agar semakin semangat dalam berusaha, selain hal­hal teknis yang juga harus dikuasai. Percuma jika pembudidaya memiliki informasi teknis budidaya rumput laut, tetapi tidak memiliki motivasi yang cukup.

Karena itu, para penyuluh sebelumnya juga perlu diberikan pelatihan­pelatihan mengenai motivasi. Bekal ini penting dimiliki agar para penyuluh dapat memahami psikologi dan karakter masing­ masing pembudidaya. Dengan begitu, penyuluh dapat memberikan perlakukan yang tepat secara individu dan tidak menyamakan perlakuannya kepada semua pembudidaya.

Persepsi masyarakat, terutama pembudidaya, juga perlu diluruskan. Persepsi yang dimaksud ini yaitu terhadap koperasi yang menurut masyarakat Nunukan tidak sebaik yang seharusnya. Koperasi dipandang tidak dapat memberikan manfaat yang jelas bagi peningkatan usaha budidaya. Padahal kesalahan sebenarnya bukan pada lembaganya, melainkan orang­orang yang ada di dalamnya. Jika tidak memberikan manfaat secara optimum, orang­orang di balik koperasi yang perlu Persepsi masyarakat, terutama pembudidaya, juga perlu diluruskan. Persepsi yang dimaksud ini yaitu terhadap koperasi yang menurut masyarakat Nunukan tidak sebaik yang seharusnya. Koperasi dipandang tidak dapat memberikan manfaat yang jelas bagi peningkatan usaha budidaya. Padahal kesalahan sebenarnya bukan pada lembaganya, melainkan orang­orang yang ada di dalamnya. Jika tidak memberikan manfaat secara optimum, orang­orang di balik koperasi yang perlu

Koperasi menjadi dilematis. Di satu sisi, fungsi lembaga itu sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi di sisi lain, masyarakat sudah terlanjur antipati kepada koperasi. Oleh karena itu, para penyuluh menggunakan istilah lain. Bukan koperasi, melainkan lembaga keuangan mikro. Penyuluh berharap penggunaan istilah lembaga keuangan mikro tidak membuat masyarakat takut dan antipati dengan manfaat yang diberikan lembaga ini. Penyuluh meyakini, peran kelembagaan diperlukan bagi pembudidaya, terutama dalam hal permodalan dan akses pasar.

Selain terhadap koperasi, persepsi terhadap penyuluh juga perlu diluruskan. Pembinaan kepada penyuluh yang seharusnya penting dilakukan, dipandang kurang bermanfaat. Pembinaan kepada penyuluh memang tidak memberikan dampak langsung sehingga dinilai kurang bermanfaat. Peningkatan kompetensi penyuluh seharusnya penting untuk meningkatkan kompetensi pembudidaya. Jadi dampak yang muncul bersifat jangka panjang. Penyuluh memang tidak terjun langsung dalam meningkatkan produksi. Tapi peningkatan kompetensi pembudidaya karena penyuluhan yang lebih baik pada gilirannya dapat meningkatkan proit pembudidaya. Pembudidaya bisa semakin ahli, ulet, tinggi wawasannya, dan dewasa mentalnya.

Jumlah penyuluh di Nunukan juga tidak banyak. Sementara itu, masyarakat Nunukan cukup dinamis. Para pembudidaya terus berusaha mengejar target maksimal volume produksi budidaya rumput laut. Jika penyuluh yang sedikit ini tidak bisa menganalisis keinginan masyarakat, penyuluh juga yang akan disalahkan. Mereka akan dinilai tidak dapat memberikan pembinaan yang dapat mengimbangi keinginan pembudidaya.

Dinamika tersebut juga muncul karena berbagai permasalahan terus menghadang budidaya ini. Beda halnya dengan guru yang cenderung memiliki target statis, sedangkan penyuluh harus siap dengan

“Kita ini sebagai pembina-pembina nelayan, kelompok usaha perikanan, inginnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi semua. Termasuk di dalamnya adalah nelayan sebagai pengusaha rumput laut dan pengusaha yang terlibat dalam pemasaran. Selain itu kita juga ingin meningkatkan pendapatan asli daerah.”

Eddy Afrios, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) permasalahan yang beragam. Jika satu masalah sudah diatasi, masalah

lain bisa saja muncul. Penyuluh dalam hal ini harus tanggap karena fokus pembinaan adalah pada pemecahan masalah.

Tugas penyuluh terasa semakin berat. Selain harus bisa memotivasi, penyuluh juga harus menghadapi konlik kewenangan dan tanggung jawab. Konlik ini terjadi karena pembagian kewenangan dan tanggung jawab antar instansi dianggap kurang sesuai. Seakan, semua tanggung jawab berada di Dinas Perikanan, padahal kewenangannya tersebar di berbagai instansi. Misalnya, masalah perdagangan dan hukum. Kedua hal ini seharusnya tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab Dinas Perikanan. Seluruh lembaga atau instansi harus ikut memberikan kontribusi dan pemahaman kepada masyarakat. Pernah terjadi mercusuar di Nunukan digunakan sebagai lokasi mengikat rumput laut. Kasus itu menunjukkan kurangnya pemahaman masyarakat. Area mercusuar seharusnya tidak digunakan untuk hal­hal seperti itu. Dengan kata lain, kepentingan publik dari fungsi mercusuar diabaikan atas nama kepentingan pribadi pembudidaya.

Jadi masalah pembudidaya rumput laut lebih ke arah mentalitasnya, bukan teknis budidaya. Para pembudidaya dinilai belum bermental pengusaha. Aturan­aturan yang ada belum semuanya dipatuhi.

Jangan sampai pembudidaya mudah terbawa pengaruh­pengaruh dari luar yang sebenarnya tidak menguntungkan. Seringkali perjanjian yang dibuat lalu dilanggar sendiri oleh pembudidaya. Mental para pembudidaya dinilai belum cukup dewasa. Pembudidaya belum dapat berpikir jangka panjang. Ketika harga naik, rumput laut buru­buru dijual tanpa memperhatikan kualitasnya. Padahal setelah itu, karena kualitas tidak dijaga, harga kembali turun. Alhasil, proit pun turun.

Persoalan teknis dinilai penyuluh tidak terlalu signiikan. Para pembudidaya telah memahami bagaimana teknis budidaya rumput laut yang baik. Ditambah lagi, informasi antar pembudidaya tidak terputus. Melalui Gapokan, para pembudidaya cenderung kooperatif mengenai pengetahuan teknis budidaya rumput laut.

Tentu tidak ada jalan yang sepenuhnya mulus. Pasti ada sejumlah kendala yang dihadapi oleh para penyuluh di lapangan. Di antaranya adalah soal persepsi. Kadang persepsi dari pemerintah pusat, seolah­ olah semua daerah dianggapnya sama. Nunukan dianggap sama seperti Samarinda atau Balikpapan, semua tempat dianggap bisa dijangkau dengan mengendarai sepeda motor.

Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Nunukan ini terdiri dari beberapa pulau. Selain sepeda motor, penyuluh di Nunukan juga sangat memerlukan sarana transportasi laut yang cepat.

Jika ada persoalan yang timbul antar pembudidaya rumput laut, bagaimana penyuluh bisa mencarikan solusi dengan segera jika tidak didukung adanya sarana transportasi laut yang cepat?

Kini penyuluh hanya bergantung kepada petani atau nelayan yang membawa mereka ke sana. Kondisi ini memberikan kesan seolah­ olah pemerintah lemah. Jika penyuluh dilengkapi dengan sarana transportasi laut yang seperti itu, akan menimbulkan kewibawaaan juga bagi penyuluh.

Kendala lain yang dihadapi oleh penyuluh adalah soal waktu. Membina petani rumput laut di Nunukan pada siang hari cenderung sulit. Jika ingin mengadakan musyawarah, diskusi, atau rembukan, Kendala lain yang dihadapi oleh penyuluh adalah soal waktu. Membina petani rumput laut di Nunukan pada siang hari cenderung sulit. Jika ingin mengadakan musyawarah, diskusi, atau rembukan,

Jumlah penyuluh sangat terbatas di Nunukan. Penyuluh laki­laki banyak ditugaskan di pulau­pulau besar, seperti Sebatik, Tepian, dan sebagainya. Lokasi para petani rumput laut sangat berjauhan. Tidak semua jalan ke sana kondisi aspalnya mulus. Tidak mengherankan jika akhirnya penyuluh mengalami kesulitan untuk melakukan pembinaan secara intensif.

Selain itu, bahan bakar juga menjadi kendala di Nunukan. Saat ini, motor atau mobil plat merah tidak boleh membeli bensin yang bersubsidi. Pom bensin di Nunukan kadang tidak ada pertamax. Hal ini tentunya berdampak pada operasional penyuluh sehari­hari.

Seharusnya dalam satu bulan, paling tidak penyuluh mampu mengunjungi setidaknya separuh kecamatan. Nunukan saat ini ada 16 kecamatan. Tapi yang bisa didatangi dengan pasti baru dua kecamatan. Untuk bisa mendatangi kecamatan yang lain diperlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.

Penyuluh itu harus siaga 24 jam. Banyak waktu untuk keluarga yang sudah dikorbankan oleh mereka. Tidak ada alasan apapun untuk menghindar jika petani rumput laut meminta penyuluh untuk hadir. Untuk bisa mendukung kondisi seperti itu, penyuluh sudah sepantasnya didukung oleh biaya operasional yang memadai.

Belum lagi bicara soal kapasitas penyuluh yang harus bisa lebih tanggap dan profesional dalam bekerja. Mereka masih sangat memerlukan pembekalan berupa pemberian pelatihan­pelatihan. Selain itu, penyuluh sebagai pendidik juga harus bisa memberikan semangat, dorongan, atau motivasi kepada petani rumput laut agar kualitas produksinya semakin meningkat.

“Kita ini sebagai pembina­pembina nelayan, kelompok usaha perikanan, inginnya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi semua. Termasuk di dalamnya adalah nelayan sebagai pengusaha rumput laut dan pengusaha yang terlibat dalam pemasaran. Selain itu kita juga ingin meningkatkan pendapatan asli daerah,” ujar Eddy Afrios, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) yang menjadi pembina nelayan di Kampung Tanjung Harapan, Nunukan.

INDONESIA mempunyai potensi sumber daya alam atau rumput laut yang cukup besar, khususnya di Indonesia bagian tengah dan timur. Namun sayangnya sebagian besar rumput laut masih berorientasi ke pasar ekspor. Penyerapan rumput laut oleh industri pengolahan rumput laut di dalam negeri masih kecil. Pasar utama rumput laut adalah ke luar negeri. Contohnya saja adalah rumput laut jenis euchema cottoni yang 80%­nya ditujukan untuk pasar ekspor sementara untuk pasar domestik hanya 20%.

Indonesia merupakan penguasa 50% pangsa pasar produsen rumput laut jenis eucheuma cottoni yang merupakan rumput laut yang sebagian besar hasilnya digunakan untuk bahan baku industri. Rumput laut eucheuma cottoni dibudidayakan untuk memenuhi permintaan pasar ekspor dari industri kosmetik atau farmasi.

Sebenarnya Indonesia mempunyai beberapa industri pengolahan rumput laut dalam negeri. Namun permasalahan dan tantangan dalam mengembangkan industri laut di dalam negeri saat ini terjadi, di

Wakil Gubernur Kaltim H. Farid Wadjdy sedang meng- amati dan mencoba produk olahan rumah tangga berbahan rumput laut di Stan Bank Indonesia pada Kaltim Expo

antaranya kualitas rumput laut yang memenuhi standar industri. Kondisi ini erat kaitannya dengan ketersediaan bibit unggul, pengembangan kebun bibit, cara budidaya rumput yang baik dan terbatasnya sarana budidaya dan akses permodalan. Sektor rumput laut menjadi salah satu primadona yang diperhitungkan dalam penciptaan lapangan kerja, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

Selain itu, penguasaan teknologi yang masih rendah menjadi kendala Indonesia untuk mengembangkan rumput laut. Perbandingan antara rumput laut yang diserap lokal lebih kecil dibanding yang diekspor. Alhasil

Sektor rumput laut menjadi salah satu primadona yang diperhitungkan dalam penciptaan lapangan kerja, khususnya di bidang kelautan dan perikanan.

harga jual rumput laut Indonesia ditentukan oleh Cina yang merupakan negara tujuan ekspor utama. Tidak mengherankan jika akhirnya Cina yang menentukan nasib rumput laut Indonesia. Sangat ironis.

Selain Cina, kini Indonesia juga sudah mulai membidik Jepang yang menjadi pasar penting bagi komoditas rumput laut Indonesia. Kebutuhan rumput laut, terutama untuk makanan dan kosmetik, sangat tinggi. Selain untuk bahan baku kosmetik, permintaan rumput laut untuk industri makanan di Jepang juga tergolong tinggi. Rumput laut jadi bagian tidak terpisahkan dalam sajian masakan Jepang. Karena Selain Cina, kini Indonesia juga sudah mulai membidik Jepang yang menjadi pasar penting bagi komoditas rumput laut Indonesia. Kebutuhan rumput laut, terutama untuk makanan dan kosmetik, sangat tinggi. Selain untuk bahan baku kosmetik, permintaan rumput laut untuk industri makanan di Jepang juga tergolong tinggi. Rumput laut jadi bagian tidak terpisahkan dalam sajian masakan Jepang. Karena

Pemerintah diharapkan dapat mendorong menciptakan pasar produk olahan rumput laut di dalam negeri, sehingga produksi rumput laut dapat diserap oleh industri pengolahan. Di mana persoalan utamanya ada pada pasar produk rumput laut olahan di dalam negeri relatif jenuh, sehingga kurang menarik bagi investor untuk membuat pabrik pengolahan rumput laut. Padahal investasi pabrik­pabrik pengolahan harus tetap terus didorong untuk merespon pembatasan ekspor rumput laut mentah.

Pemerintah sebaiknya membuat blueprint industri rumput laut. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menerapkan model klaster bisnis untuk mendukung rumput laut, komoditas yang dapat berperan dalam pergerakan kemajuan ekonomi nasional. Saat ini baru untuk rumput laut jenis euchema cottoni saja yang telah membuat Indonesia menjadi produsen utama dengan menguasai 50% produksi rumput laut di dunia.

Persiapan stan untuk pameran produk olahan rumahan berbahan rumput laut Nunukan di Kaltim Expo.

Dodol rumput laut dengan aneka rasa pilihan.

Dalam hal sertiikasi, penanganan rumput laut dijadikan satu dengan pengolahan ikan. Namun kini sudah tidak lagi. Penanganan sertiikasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan ada pembedaan perlakuan antara ikan dan rumput laut, yakni ada Unit Pengolahan Ikan (UPI) dan ada Unit Pengolahan Rumput Laut (UPRL). Sebelumnya, bagi pelaku usaha rumput laut nasional jika melakukan ekspor rumput laut ke Cina harus memenuhi kewajiban Health Certiicate (HC). Atas dasar itu, Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) mewajibkan seluruh anggotanya untuk memiliki Surat Kelayakan Pengolahan (SKP) dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).

SKP dan HACCP sebagai kesiapan dalam menghadapi persaingan global, meningkatkan daya saing dan mendorong industri perikanan. Adapun SKP rumput laut diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pengolahan SKP dan HACCP sebagai kesiapan dalam menghadapi persaingan global, meningkatkan daya saing dan mendorong industri perikanan. Adapun SKP rumput laut diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pengolahan

se dangkan HACCP di terbitkan oleh Badan Karantina Ikan dan Pengolahan Ma kan­ an (BKIPM) KKP.

Pengembangan bu­

Stik balado terbuat dari rumput laut Nunuk an.

didaya rumput laut akan menjadi lokomotif indus­ trialisasi sektor perikanan dan kelaut an di Indonesia. Pen capaian target pro duksi rumput laut akan menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar rumput laut di dunia. Budidaya rumput laut, juga akan memberikan nilai tambah bagi industri perikanan serta mening katkan pendapatan masyarakat pesisir. Revitalisasi budidaya rumput laut akan mendorong pengusaha mengembangkan sejum­ lah bisnis baik melalui pengolahan sederhana sebagai bahan kon­ sumsi maupun sebagai komoditas bagi industri hilir.

Pencapaian target peningkatan produksi rumput laut selama ini bukan berarti tidak mengalami kendala, pada kenyataanya, hal tersebut seringkali muncul dan berpotensi menghambat proses pengembangan rumput laut Indonesia. Permasalahan utama yang saat ini dihadapi terkait: 1) ketersediaan bibit bermutu di mana saat ini mulai terjadi degradasi kualitas bibit pada beberapa kawasan budidaya; 2) jaminan mutu hasil produksi budidaya yang berpotensi mengganggu rantai pasok (supply chain) rumput laut; 3) penerapan teknologi belum sepenuhnya menerapkan terwujudnya quality assurance, apalagi food safety, dan traceability; 4) permasalahan terhadap pengendalian hama penyakit maupun dampak lingkungan perairan yang luktuatif.

Dalam upaya menjawab permasalahan teknologi budidaya di atas, Ditjen Perikanan Budidaya telah melakukan langkah kebijakan konkrit

DKP Nunukan sudah banyak merintis program-program untuk mengangkat kesejahteraan petani rumput laut di Nunukan. Dengan menggandeng Bank Indonesia (BI), kini kualitas rumput laut dan harganya di Nunukan juga meningkat. Para petani yang tergabung pada Gabungan Kelompok Perikanan (Gapokan) Rumput Laut Nunukan sudah tidak kesulitan lagi mencari pasaran. “Kerjasama seperti ini, di kementerian dijadikan model. Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas rumput laut,” ujar Suedi, Kepala Bidang Perikanan dan Budidaya pada DKP Nunukan.

yang secara langsung menopang terhadap peningkatan produksi rumput laut, antara lain:

Pertama, penerapan teknologi budidaya berkelanjutan melalui penerapan prinsip­prinsip Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) pada setiap proses produksi. Direktorat Produksi Tahun 2010 telah membuat acuan penerapan pelaksanaan CBIB serta petunjuk teknis penilaian sertiikasi CBIB budidaya rumput laut, sehingga diharapkan ke depan telah mulai berkembang unit usaha budidaya rumput laut yang tersertiikasi.

Kedua, Penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas, melalui pengembangan kebun bibit rumput laut di kawasan sentral budidaya rumput laut serta kebijakan alokasi subsidi bibit rumput laut.

Ketiga, Pembinaan intensif secara berkelanjutan baik teknis maupun non teknis. Upaya tersebut dalam bentuk monitoring, evaluasi, kegiatan temu lapang, serta kegiatan lain yang secara langsung mendukung aktivitas usaha budidaya.

Keempat, dukungan dana penguatan modal, upaya tersebut melalui alokasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat (DPM), Paket Wirausaha, subsidi benih, Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), peluncuran skema kredit semisal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Di mana upaya Keempat, dukungan dana penguatan modal, upaya tersebut melalui alokasi Dinas Pemberdayaan Masyarakat (DPM), Paket Wirausaha, subsidi benih, Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP), peluncuran skema kredit semisal Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Di mana upaya

Kelima, pengembangan kawasan pembudidayaan secara bertahap melalui pengembangan kawasan minapolitan budidaya, membangun pendekatan akuabisnis serta mendorong terbangunnya pola kemitraan usaha yang berkelanjutan.

Keenam, membangun kerjasama, sinergisitas, persamaan persepsi dan tanggung jawab bersama antara seluruh stakeholders dalam upaya pengembangan rumput laut nasional melalui kegiatan Forum Budidaya Rumput Laut. Direktorat Produksi telah menetapkan kegiatan “Forum Rumput Laut Nasional” sebagai agenda tahunan. Di mana hasil rumusan kegiatan tersebut diharapkan akan menjadi bahan acuan dan rekomendasi dalam menentukan langkah kebijakan strategis bagi pengembangan rumput laut nasional.

MEMANG rumput laut saat ini telah menjadi berkah di Nunukan. Tapi ini bisa menjadi sia­sia jika aspek jangka panjang tidak dipikirkan. Masing­masing pihak yang terkait harus mengoptimalkan perannya dalam membangun budidaya rumput laut ini. Pembudidaya, penyuluh, pemerintah daerah, Bank Indonesia, hingga pihak­pihak swasta dapat memberikan kontribusinya.

Membangun sebuah masa depan memang harus bermula dari mimpi besar. Sejatinya, itulah yang saat ini sudah mulai dibangun pemerintah Indonesia untuk pembangunan sumberdaya lokal di wilayah pesisir.

Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki visi menjadikan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar dunia tahun 2015. Visi ini oleh beberapa kalangan dianggap terlalu ambisius. Mungkin itu hanya persepsi dari sebagian masyarakat awam yang memandang hal itu mustahil mampu dicapai. Tapi bagi kalangan yang optimis, tidak ada kata mustahil.

Jika mengacu pada visi dan misi Kementerian Kelautan dan Per­ ikanan, hal yang paling mungkin untuk didorong peningkatannya dalam upaya pencapaian target tersebut adalah sub sektor perikanan budidaya. Inilah yang saat ini menjadi “pekerjaan rumah” bagi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam upaya menopang terwujudnya mimpi besar Indonesia sebagai penghasil produk budidaya perikanan terbesar dunia.

Ditjen Perikanan Budidaya telah menetapkan adanya target pencapaian produksi sebesar 353% sampai dengan tahun 2014 khususnya bagi komoditas yang menjadi unggulan saat ini, di mana rumput laut menjadi penyumbang terbesar target pencapaian produksi tersebut, yaitu sebesar 10 juta ton pada 2014.

Dalam upaya pencapaian visi dan misi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan komoditas unggulan yang menjadi Dalam upaya pencapaian visi dan misi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan komoditas unggulan yang menjadi

Indonesia diyakini akan mampu meng­

“Harapan saya ke geser pesaing utamanya, Filipina, sebagai

depan, Nunukan

produsen rumput laut terbesar dunia.

bukan hanya

Pada 2010, total produksi rumput laut

menghasilkan

Filipina mencapai 3.082.113 ton atau

bahan baku saja,

menguasai sekitar 50% produk rumput

tetapi nanti juga

laut hasil budidaya di dunia. Angka ini

bisa olahannya,” yaitu untuk jenis eucheuma, gracilaria,

tutur Basri, dan kappaphycus. Harapan masa depan

rumput laut Indonesia sedikit banyak

Bupati Nunukan

diletakkan di pundak Kementerian Ke­ lautan dan Perikanan.

Bupati Nunukan Basri juga menyam paikan harapannya terhadap perkem bangan rumput laut Nunukan. “Harapan saya ke depan, Nunukan bukan hanya menghasilkan bahan baku saja, tetapi nanti juga bisa olahannya,” tutur Basri. Dia juga mengharapkan semua pihak bisa bahu­membahu membina kelembagaan, keterampilannya, serta meningkatkan mutunya.

Bicara peluang terhadap pasar perdagangan rumput laut dunia, Indonesia mempunyai peluang besar dalam memasok kebutuhan bahan baku rumput laut. Sebagai gambaran, tahun 2010 peluang kebutuhan rumput laut eucheuma cottonii dunia mencapai 274.100 ton, di mana Indonesia mempunyai peluang memberikan kontribusi ekspor sebesar 80.000 ton atau sekitar 29,19%. Sementara peluang kebutuhan dunia akan rumput laut jenis gracilaria sp mencapai 116.000 ton,

Ada sekitar 550-an jenis rumput laut, tetapi sayangnya baru tiga yang dibudidayakan.

di mana Indonesia mempunyai peluang kontribusi sebesar 57.500 atau sekitar 49,57%.

Rumput laut sebagai subsektor perikanan budidaya bisa menjadi barometer pergerakan ekonomi nasional jika dikelola secara optimal. Seiring dengan target pencapaian peningkatan produksi perikanan budidaya yang dicanangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 353%, banyak kalangan kurang yakin dengan angka itu.

Tapi melihat potensi yang ada di Indonesia, bukan tidak mungkin Indonesia akan mampu mencapai target tersebut. Bahkan Indonesia bisa menjadi produsen perikanan terbesar di dunia.

Potensi rumput laut Indonesia ini sebenarnya sangat melimpah. Bisnis rumput laut membawa secercah harapan baru. Potensi rumput laut seluruh dunia sangat menjanjikan. Ada sekitar 550­an jenis rumput laut, tetapi sayangnya baru tiga yang dibudidayakan. Turunan produk yang dihasilkan juga banyak.

Bisnis ini diharapkan menjadi bisnis

Peran Asosiasi

yang prospektif dan sehat. Indonesia

Rumput Laut

perlu melakukan penataan pola dan

Indonesia (ARLI)

strategi pengembangan rumput

juga tidak bisa

laut nasional mulai dari penyegaran pengetahuan jenis dan penanganan

dianggap remeh,

kerja sama antar

bibit rumput laut sampai pada

pemilihan dan pengaturan lokasi

pengusaha rumput

budidaya.

laut akan menambah

Selain itu, aspek pascapanen juga

peningkatan

perlu diperhatikan. Baik teknik bu­

produktivitas dan

didaya maupun pengolahan pas­

penetrasi terhadap

ca panennya ikut mempengaruhi

pasar dalam hal

hasil yang optimal. Kualitas rumput

kemitraan usaha.

laut bisa dinikmati jika pengolahan pascapanen baik. Hal lain yang juga penting yaitu diversiikasi produk, yaitu untuk memperluas jangkauan pasar dan selera konsumen.

Pengetahuan tentang fungsi dan manfaat hasil ekstraksi rumput laut kepada masyarakat, petugas penyuluh, dan aparat pemerintah daerah yang sering berganti­ganti pada era otonomi daerah, juga perlu ditingkatkan dengan pembinaan secara periodik.

Apabila semua hal tersebut di­ lakukan dengan baik, Indonesia di­ harapkan akan menjadi negara terkemuka di bidang rumput laut. Selain memerlukan Peta Jalan Rumput

Laut Nasional, sinergi antara pembudidaya, pengolah, eksportir, peneliti, dan pemerintah juga sangat dibutuhkan guna menentukan strategi pengembangan rumput laut nasional. Selain itu perlu ada campur tangan pemerintah dengan pihak swasta dalam hal pengembangannya. Pemerintah dan pelaku usaha di harapkan memiliki arah yang tepat demi perkembangan rumput laut nasional.

Peran Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) juga tidak bisa dianggap remeh, kerja sama antar pengusaha rumput laut akan menambah peningkatan produktivitas dan penetrasi terhadap pasar dalam hal kemitraan usaha.

Dengan potensi yang sangat besar, pasar rumput laut harusnya bisa semakin luas. Dengan target produksi tahun 2013 sebesar 200 ribu ton, angka ini diproyeksikan naik dibanding pencapaian tahun lalu sekitar 160 ribu ton rumput laut kering.

Ketua Umum Asosiasi Rumput Laut Indonesia Safari Azis mengatakan dari produksi tersebut, sebanyak 75­80% untuk diekspor dan sisanya diolah di dalam negeri. Menurutnya, Indonesia bukan pengkonsumsi rumput laut. Pabrik industri dalam negeri disebut baru menyerap 20% produksi rumput laut, dan pasar konsumsi hanya 5%. Hal ini membuktikan bahwa potensi rumput laut dari aspek sumber daya dan pasar masih perlu penetrasi.

Untuk memperluas dan menunjang pemasaran, perlu dibangun jaringan pemasaran, informasi pasar tentang harga, pemesanan dan standar. Hal itu harus dimulai dari sisi supply pelaku usaha dan pemerintah. Keduanya merupakan faktor dominan bagi majunya pemasaran rumput laut. Jaringan rumput laut bisa difasilitasi dengan teknologi informasi ataupun media sosial. Di samping itu dapat juga dilakukan sosialisasi lewat biro informasi khusus.

Tak lupa, perlu juga dibangun lembaga atau badan untuk mengukur kualitas rumput laut yang diperdagangkan. Hal ini juga termasuk masalah sertiikasi. Agar memaksimalkan kewenangan itu, seharusnya lembaga berada di bawah pemerintah daerah.

Dengan wewenang yang lebih otonom dan melekat, lembaga ini memiliki tugas pemberdayaan pengusaha rumput laut dengan pendekat an yang langsung pada kebutuhan pengusaha demi pe­ ningkatan kualitas.

Untuk memaksimalkan kualitas produksi, operasionalisasi pelatihan, demplot (demonstration plot), dan fasilitasi kerja sama antara pembu­ didaya, perbankan, dan pembeli perlu diperluas dan ditingkatkan. Jika pembudidaya tidak dapat mengakses modal usaha, maka mereka ke­ tinggalan kesempatan untuk memaksimalkan potensi kuantitas dan kualitas produksinya. Pihak perbankan harus dapat menyesuaikan de­ ngan aksesibilitas petani untuk mendapatkan modal.

Perbankan perlu memanfaatkan tokoh lokal untuk menjadi fasilitator dan pembina kegiatan pendanaan. Aspek sosial dan budaya perlu untuk dipertimbangkan dalam realisasi pendanaan/pengucuran kredit.

Perlu pembinaan budidaya, dan penanganan pascapanen yang higienis dan memenuhi standar atau ketentuan standar perdagangan. Di sinilah fungsi dari dinas perikanan dan kelautan daerah dalam menjalankan tugas peningkatan kualitas hasil panen rumput laut masyarakat. Menjaga kualitas berarti menjaga permintaan pasar untuk kesinambungan usaha. Hal itu tidak terlepas dari pembenihan dan proses lainnya yang terus­menerus diperbaiki.

Local Champion: Pionir atau Pengusaha yang berhasil di suatu daerah tertentu. Stakeholders: Pemangku kepentingan, atau segenap pihak yang terkait dengan isu

dan permasalahan yang sedang diangkat atau terkait. Sinergi: Kegiatan atau program yang dilakukan secara gabungan/kerjasama. Euchema Cottoni: Salah satu spesies rumput laut yang mempunyai ciri­ciri yaitu

thallus silindris, percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan­tonjolan), berwarna cokelat kemerahan, cartilageneus (menyerupai tulang rawan atau muda), percabangan bersifat alternates (berseling), tidak teratur serta dapat bersifat dichotomus (percabangan dua­dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga­tiga). Jenis ini telah dibudidayakan dengan cara diikat pada tali sehingga tidak perlu melekat pada substrat karang atau benda lainnya.

Soft skill: Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam pekerjaan. Dalam hal ini soft skill yang dimaksud adalah kepemimpinan dan kedisiplinan.

Pre-eliminary study: Studi awal untuk mengenali permasalahan. Know how: Suatu kondisi tingkat pemahaman yang lebih tinggi terhadap satu

pengetahuan yang kita miliki setelah melalui proses penerapan atau implementasi. Bargaining position: Suatu posisi dimana kita telah memiliki sesuatu yang membuat

kita memiliki pengaruh di masyarakat. Outbond: Bentuk pembelajaran perilaku kepemimpinan dan manajemen di alam

terbuka dengan pendekatan yang unik dan sederhana tetapi efektif karena pelatihan ini tidak sarat dengan teori­teori melainkan langsung diterapkan pada elemen­ elemen yang mendasar yang bersifat sehari­hari, seperti saling percaya, saling memperhatikan serta sikap proaktif dan komunikatif.

Pilot project: Pelaksanaan kegiatan proyek percontohan yang dirancang sebagai pengujian atau trial dalam rangka untuk menunjukkan keefektifan suatu pelaksanaan program, mengetahui dampak pelaksanaan program dan keekomisannya.

Focus Group Discussion (FGD): Diskusi kelompok terarah dan melalui wawancara yang dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator untuk mendorong peserta berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting yang berhungan dengan topik diskusi saat itu.

Karagenan: Senyawa yang diekstraksi dari rumput laut yang biasa untuk bahan pengental atau pembuatan gel.

Rendemen: Nilai bersih atau kadar yang didapat dari proses pengeringan rumput

laut yang dinyatakan dalam persentase .

Lensa Fot

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Strategi Pemasaran;'Customer Delivered Value' Cabang Pegadaian Syariah Pondok Aren Dalam Membangun Kepuasan Kepuasan Nasabah

9 90 113

Strategi Public Relations Pegadaian Syariah Cabang Ciputat Raya Dalam Membangun Kepuasan Layanan Terhadap Konsumen

7 149 96

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Laporan Keuangan Arus Kas Pada PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir Cabang Bandung Dengan Menggunakan Software Microsoft Visual Basic 6.0 Dan SQL Server 2000 Berbasis Client Server

32 174 203

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Penerapan Data Mining Untuk Memprediksi Fluktuasi Harga Saham Menggunakan Metode Classification Dengan Teknik Decision Tree

20 110 145