Landasan Teori 1. Sistem Pengelolaan

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Sistem Pengelolaan Dalam sebuah usahatani, faktor produksi merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Menurut Mubyarto 1991, faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah atau lahan, modal, tenaga kerja dan skill atau manajemen pengelolaan. Keberadaan dari sistem pengelolaan tidak akan menyebabkan proses produksi tidak berjalan atau batal. Namun pengelolaan hanya menekankan pada usahatani yang maju dan berorientasi pasar keuntungan. Kemampuan pengelolaan sangat penting, karena usahatani bukanlah semata-mata hanya sebagai cara hidup. Jatuh-bangunnya suatu usaha salah satunya dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengelola faktor- faktor produksi Rahardi dkk, 2007. Menurut Tohir dalam Suratiyah 2009, dalam usahatani sering ditemukan istilah intensif dan ekstensif perlakuan biasa yang tidak mudah untuk menentukan perbedaannya karena tidak memiliki sifat yang mutlak. Usahatani dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas, dan sebaliknya. Pertanian intensif dan ekstensif berkonotasi terhadap jumlah input perhektar, seperti penggunaan teknologi dan penggunaan mesin atau tenaga manual. Intensif dan ekstensif berlaku antara waktu, antar daerah dan antar tanamanusaha. Indikatornya adalah jumlah pengunaan input persatuan luas Tarigan, 2001. Menurut penyuluh pertanian lapangan PPL Kecamatan Kabanjahe, sistem pengelolaan dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu dari perlakuan biasa hingga perlakuan yang sangat intensif. Namun untuk tanaman cabai merah hanya dibagi atas dua perlakuan, yaitu perlakuan intensif dan perlakuan biasa tradisionalekstensif Universitas Sumatera Utara Menurut Mubyarto 1991 intensifikasi merupakan penggunaan lebih banyak faktor produksi tenaga kerja dan modal atas sebidang tanah tertentu untuk mencapai hasil produksi yang lebih besar. Melalui program intensifikasi seperti penggunaan bibit unggul yang akan meningkatkan hasil produksi. Program intensifikasi besar- besaran dalam produksi juga ditempuh melalui sarana produksi seperti : pupuk, obat-obatan, pemberantasan hama dan penyakit, kredit dan air irigasi yang digunakan secara efektif dan efisien Tingkat pengelolaan yang kurang intensif dalam sistem pertanian pada umumnya terkait dengan malsimal atau tidaknya kualitas dan kuantitas hasil produksi. Hal ini disebabkan produksi sangat dipengaruhi input yang digunakan dan keterampilan dari petani. Pengelolaan dengan perlakuan biasa dilakukan oleh petani hanya sebagai sambilan atau untuk konsumsi sendiri. Menurut Ashari 1995, pengelolaan tanaman hortikultura dalam stadium primitif tidak memerlukan perhatian khusus, seperti jarak tanam, pemupukan atau pemberantasan hama dan penyakit. Dengan demikian modal usahatani juga masih relatif rendah, sehingga produk yang dipasarkan pun tidak memberikan keuntungan yang besar. Menurut Barus dan Syukri 2008, pertanian tradisional perlakuan biasa memiliki ciri antra lain : 1 Kultivar lokal dan umumnya dari bibit sembarangan. 2 Jarak tanam kurang diperhatikan. 3 Lokasi sering kurang sesuai dengan agroklimat varietas yang ditanam. 4 Perawatan belum memadai seperti: pemupukan, pemangkasan, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Produksi

Produksi adalah berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya masukan dipergunakan untuk menghasilkan produk keluaran. Menurut Joesron dan Fathorrozi 2003, produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Lebih lanjut Putong 2002 mengatakan produksi atau memproduksi menambah kegunaan nilai guna suatu barang. Kegunaan suatau barang akan bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Produksi juga merupakan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan tambahan manfaatnya atau penciptaan faedah baru. Faedah atau manfaat ini dapat terdiri dari beberapa macam, misalnya faedah bentuk, faedah waktu, faedah tempat, serta kombinasi dari beberapa faedah tersebut di atas. Dengan demikian produksi tidak terbatas pada pembuatan, tetapi sampai pada distribusi. Namun komoditi bukan hanya dalam bentuk output barang, tetapi juga jasa. Menurut Salvatore 2001 produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa. Dalam suatu proses produksi sangat perlu diperhatikan faktor-faktor produksi yang ada, tanpa salah satu dari ketiga faktor produksi tersebut proses produksi tidak dapat berjalan. Selain itu pengaruh suatu manajemen yang baik dapat mendukung proses produksi tersebut. Petani tradisonal sekalipun sebenarnya juga butuh manajemen dalam menjalankan usaha taninya, tetapi tidak dalam yang betul-betul Universitas Sumatera Utara dengan administrasi yang lengkap dan tertib, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengaturan sarana dan prasarana Daniel, 2003. Pengusaha pertanian selalu didasarkan atau dikembangkan pada luasan lahan pertanian tertentu, meskipun akhir-akhir ini dijumpai pula pengusaha pertanian yang tidak semata-mata dikembangkan pada luasan lahan tertentu pada sumber daya lainnya seperti media air. Pentingnya faktor produksi tanah bukan saja dilihat dari segi luas dan sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan tanah sawah, tegalan, dan sebagainya dan tofografi tanah dataran pantai, dataran rendah dan dataran tinggi, pemilikan tanah, nilai tanah, fragmentasi tanah dan konsolidasi tanah Soekartawi, 1995. Faktor produksi tanah terdiri dari beberapa faktor alam lainnya, seperti air, udara, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Semua secara bersama-sama menentukan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau sebaliknya jenis tanaman tertentu untuk dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi tinggi, tentunya menghendaki jenis tanah tertentu, air dengan pengaliran tertentu, suhu udara dan kelembaban Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha dan skala usaha ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Seringkali dijumpai makin luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisienlah lahan tersebut. Sebaliknya pada luasan lahan yang sempit, upaya pengusahaan terhadap penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi dan tersedianya modal juga tidak terlalu besar, sehingga usaha Universitas Sumatera Utara pertanian seperti ini sering lebih efisien. Meskipun demikian, luas lahan yang terlalu kecil cenderung menghasilkan usaha yang tidak efisien pula Soekartawi, 1995. Kesuburan lahan pertanian juga menentukan produktivitas tanaman. Lahan yang subur akan menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi daripada lahan yang tingkat kesuburan rendah. Kesuburan lahan pertanian biasanya berkaitan dengan struktur dan tekstur tanah. Struktur tanah dan tekstur tanah ini pada akhirnya juga menentukan macam tanah. Misalnya tanah liat, grumosol, alluvial dan sebagainya. Struktur tanah pertanian dan pola pemilikan tanah perlu diaplikasikan pada sasaran ganda, peningkatan produksi pangan dan penyebaran distribusi keuntungan dan kemajuan di bidang agraria Todaro, 2000.

2.2.3. Pendapatan

Usahatani hortikultura memerlukan biaya dan tenaga kerja terampil serta sarana yang lebih mahal dibandingkan dengan usahatani tanaman pangan. Tanaman hortikultura perlu lebih intensif, sehingga memerlukan modal yang lebih besar. Namun dengan demikian, nilai jual tanaman hortikultura pun lebih tinggi, sehingga memberikan keuntungan yang lebih memadai Ashari, 1995. Petani selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan tentang bagaimana petani harus mengoperasikan usahataninya, sehingga diperoleh hasil dan kepuasan maksimal. Umumnya sebelum mengambil keputusan untuk menanam suatu komoditi, petani memperhitungkan penerimaan dan biaya produksi. Sehingga pada akhirnya akan diketahui pendapatan yang akan diterima oleh petani. Pendapatan berupa uang merupakan penghasilan yang bersifat reguler yang diterima sebagai balas jasa. Sedangkan pendapatan petani adalah total penerimaan yang diperoleh Universitas Sumatera Utara petani dari usahatani yang diusahakannya dikurangi dengan total pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan. Jumlah pendapatan yang besar menunujukkan besarnya modal yang dimiliki petani untuk mengelola usahataninya sedangkan jumlah pendapatan yang kecil menunjukkan investasi yang menurun sehingga berdampak buruk terhadap usahataninya Soekartawi, 1995. Biaya produksi sangat terkait dengan kemampuan pembiayaan yang dimiliki oleh petani, baik bersumber dari modal sendiri maupun dari luar. Menurut Soekartawi 1995, biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung. Biaya produksi yang digunakan terdiri dari sewa tanah, bunga modal, biaya sarana produksi untuk bibit, pupuk dan obat-obatan serta sejumlah tenaga kerja. Dalam pertanian yang ada di lapangan, biaya yang dianggap ada oleh petani hanya meliputi biaya yang dikeluarkan secara nyata. Sedangkan biaya yang dimiliki oleh petani sajak lama, tidak dimasukkan kedalam pembiayaan usahatani. Menurut Sukirno 2005, biaya produksi yang dikeluarkan setiap perusahaan dapat dibedakan kepada dua jenis : biaya eksplesit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplesit adalah pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan. Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Biaya dapat dibedakan menjadi biaya tetap FC = Fixed Cost dan biaya variabel VC = Variable Cost. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi, misalnya biaya sewapajak lahan, dan biaya Universitas Sumatera Utara penyusutan. Dan biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besarnya produksi, misalnya sarana produksi, dan tenaga kerja luar keluarga Soekartawi, 1995. Pendapatan petani adalah akumulasi dari perkalian dari produksi yang dihasilkan petani dengan harga jual cabai merah pada saat pemanenan dan dikurangkan dengan biaya produksi. Pemanenan biasanya dilakukan satu hingga dua hari dalam seminggu, dan dapat dilakukan kira-kira selama enam bulan masa panen. Sedangkan harganya sangat berfluktuasi dengan keadaan pasar. Pendapatan didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari usaha tani selama periode tanam. Pendapatan dapat bertambah apabila suatu komoditas disortirgrading karena harganya lebih tinggi, walaupun dibutuhkan biaya produksi tambahan. Selisih antara pendapatan dan biaya produksi merupakan keuntungan atau kerugian Soekartawi, 1995. 2.3 Kerangka Pemikiran Proses produksi usahatani cabai merah dilihat dari sistem pengelolaannya dapat dibagi menjadi dua, yaitu sistem pengelolaan biasa dan intensif. Pada kedua sistem ini pengelolaan usahatani cabai merah dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yaitu lahan, modal dan tenaga kerja. Adapun faktor-faktor pemilihan sistem pengelolaan, yaitu: tenaga kerja, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani cabai merah. Dari kedua sistem pengelolaan usahatani ini maka masing-masing sitem pengelolaan berpengaruh terhadap biaya produksi yang terjadi pada usahatani. Kedua sistem pengelolaan usahatani ini juga akan menghasilkan jumlah produksi dan tingkat pendapatan yang berbeda. Cabai merah yang diproduksi akan dijual. Universitas Sumatera Utara Penjualan cabai akan memberikan penerimaan bagi petani. Dengan membandingkan antara penerimaan dan biaya produksi yang dikeluarkan akan diperoleh pendapatan bersih usahatani cabai merah. Analisis produksi usahatani cabai merah dilakukan dengan pendugaan fungsi produksi. Fungsi produksi dinyatakan dalam bentuk regresi linier berganda, fungsi tersebut merupakan gambaran hubungan antara beberapa masukan produksi dengan keluaran produksi. Faktor produksi yang berpengaruh dapat dianalisis dengan pendekatan analisis regresi. Menurut Soekartawi 1995 analisis regresi dapat menjelaskan hubungan dua atau lebih dari variabel sebab akibat. Berikut ini skema kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran = hubungan = pengaruh ------------ = pengaruh Sistem Pengelolaan Usaha Tani Cabai Merah Biaya Produksi Sistem Biasa Biaya Produksi Jumlah Produksi Penerimaan Pendapatan Harga Jual Faktor Produksi a.Tanah b.Modal c. Tenaga Kerja Sistem Intensif Universitas Sumatera Utara

2.4. Hipotesis Penelitian

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Tiga Varietas Cabai Rawit (Capsicum frutescens L. ) Pada Beberapa Tingkat Salinitas

8 72 64

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Cabai (Capsicum annum. L) Dusun Pamah semilir Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

11 107 67

Efektifitas Ekstrak Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L) Terhadap Kematian Larva Nyamuk Aedes Spp.Pada Ovitrap

10 100 96

Evaluasi Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai (Capsicum Annum L.) Dusun Pamah Semilir Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

3 51 77

Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tanaman Cabai (Capsicum annum L.) Terhadap Serangan Penyakit Antraknosa Dengan Pemakaian Mulsa Plastik

0 80 121

Tanggap Beberapa Varietas Cabai (Capsicum Annum L.) Terhadap Aplikasi Pupuk Dengan Metode Hidroponik

0 28 105

Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsiccum Annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsiccum Frutescens L.) (Studi Kasus : Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun)

17 140 134

Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum l.) ( Studi Kasus : Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo)

10 71 134

Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 0 25

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Sistem Pengelolaan Usahatani Cabai Merah (Capsicum Annum L.) terhadap Jumlah Produksi dan Tingkat Pendapatan (Studi Kasus: Desa Ajijulu, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo)

0 1 8