Moralitas subjektif: Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan Moralitas ekstrinsik: Moralitas perbuatan yang menentukan suatu

38 fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran negatif yang akan direalisasikan. Moral sebenarnya tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya, setempat yang diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami manakala mendengar orang mengatakan perbuatannya tidak bermoral. Perkataan tersebut mengandung makna bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam masyarakat. Franz Magnis Suseno 14 membahas, ajaran tentang moral adalah ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan- patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan atau tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Ajaran moral bersumberkan kepada berbagai manusia dalam kedudukan yang berwenang, seperti para bijak, antara lain para pemuka agama dan masyarakat, tulisan-tulisan para bijak.

E. Sumaryono

15 mengklasifikasikan moralitas atas: 1. Moralitas objektif: Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan manusia sebagaimana apa adanya. Jadi perbuatan itu mungkin baik atau buruk, mungkin benar atau salah terlepas dari berbagai modifikasi kehendak bebas yang dimiliki oleh setiap pelakunya. Contoh: membunuh merupakan perbuatan tidak baik;

2. Moralitas subjektif: Moralitas perbuatan yang melihat perbuatan

manusia tidak sebagaimana adanya karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor pelakunya, seperti emosional,latar belakang, pengetahuan, dsbnya. 3. Moralitas intrinsik: Moralitas perbuatan yang menentukan suatu perbuatan atas benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya terlepas tidak bergantung dari pengaruh hukum positif, contohnya berilah kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal tersebut pada dasarnya sudah merupakan kewajiban. Meskipun kemudian diatur dalam hukum positif, tidaklah memberikan akibat yang signifikan;

4. Moralitas ekstrinsik: Moralitas perbuatan yang menentukan suatu

perbuatan benar atau salah, baik atau buruk berdasarkan hakikatnya bergantung dari pengaruh hukum positif. Hukum positif dijadikan patokan dalam menentukan kebolehan dan larangan atas suatu perbuatan. 14 Franz Magnis Suseno, Etika Sosial: Buku Panduan Mahasiswa, Ibid: 90-96. 15 E.Sumaryono, Etika Hukum, Kanisius: Jakarta, 2002. 39 EY. Kanter 16 tidak hanya membahas etika pada wilayah individu akan tetapi terdapat pendapatnya, bahwa moralitas individu mendapat ruang gerak dalam wilayah moralitas masyarakat publik. Moralitas publik adalah moralitas yang terwujud dan didukung oleh wilayah publik, artinya didukung oleh struktur kekuasaan politik, ekonomi dan ideologi. Mutu moralitas publik banyak ditentukan oleh pelaksanaan kepemimpinan dalam suatu negara, misalkan cara pengambilan keputusan dibuat dengan etis ataukah tidak. Etika merefleksikan mengapa seseorang harus mengikuti moralitas tertentu atau bagaimana kita mengambil sikap yang bertanggung jawab ketika berhadapan dengan berbagai moralitas. Sementara itu, Liliana Tedjosaputro 17 membagi moralitas kedalam dua bagian yakni: 1. Moralitas dapat bersifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada; 2. Moralitas yang bersifat ekstrinsik, penilaiannya didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Pelaksanaan peraturan hukum membutuhkan moral dari pelaku. Hukum meskipun harus mengacu pada kepentingan sosial kemasyarakatan agar tercapai suatu kepastian dan keadilan hukum, namun produk hukum itu sendiri tidak dapat lepas dari produk politik yang tidak dapat mengcover seluruh kehendak masyarakat, sehingga pelaksanaan hukum dengan baik dan ikhlas sesungguhnya bergantung pada moral setiap individu, bukan bergantung pada sifat memaksa dari 16

E. Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Op cit.