Penentuan Jumlah H2so4 Pada Proses Penurunan Alkalinitas Pada Air Olahan Di PT. Coca Cola Bottling Indonesia

(1)

PENENTUAN JUMLAH H2SO4 PADA PROSES PENURUNAN

ALKALINITAS PADA AIR OLAHAN DI PT. COCA COLA

BOTTLING INDONESIA

TUGAS AKHIR

OLEH:

MALISA TRI HANDAYANI

NIM 122410075

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENENTUAN JUMLAH H2SO4 PADA PROSES PENURUNAN

ALKALINITAS PADA AIR OLAHAN DI PT. COCA COLA

BOTTLING INDONESIA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

MALISA TRI HANDAYANI NIM 122410075

Medan, Juni 2015 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Disahkan Oleh: a.n Dekan, Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kekuatan, kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta sholawat beriring salam untuk Rasulullah Nabi Muhammad SAW sebagai contoh tauladan dalam kehidupan.

Tugas akhir ini berjudul ”PENENTUAN JUMLAH H2SO4 PADA

PROSES PENURUNAN ALKALINITAS PADA AIR OLAHAN DI PT. COCA COLA BOTTLING INDONESIA”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagaimana mestinya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak antara lain :

Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisaputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan. Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai. Ibu Dr.


(4)

Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan nasehat dan pengarahan kepada penulis dalam hal Akademis setiap semester. Bapak Muhammad Arif, ST., selaku Pembimbing Praktek Kerja Lapangan di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Plant Medan yang telah membimbing dan memberikan banyak ilmu dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan. Dosen dan Pegawai Fakultas Farmasi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan yang berupaya mendukung kemajuan mahasiswa.

Kedua orang tua penulis serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan perhatian, doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian tugas akhir ini. Saudara-saudara penulis yang selalu memberikan doa serta semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan maupun penyajian tugas akhir ini terdapat kekurangan dan kelemahan serta masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini. Akhir kata, semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin yaa Rabbal Alamin.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Malisa Tri Handayani NIM 122410075


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Pengertian Air ... 3

2.2. Sumber-sumber Air ... 5

2.3. Sifat-sifat Air ... 7

2.3.1. Sifat Fisik Air ... 7

2.3.2. Sifat Kimiawi Air ... 8

2.4. Kriteria Kualitas Air ... 9

2.5. Ciri-ciri dan Mutu Air ... 10

2.6. Air Sumur ... 10


(6)

2.8. Alkalinitas ... 13

2.8.1. Peranan Alkalinitas ... 13

2.9. Metode Analisa Alkalinitas ... 14

2.9.1. Metode Titrasi Volumetri ... 14

2.9.1.1. Metode Indikator Warna ... 14

2.9.2. Metode Potensiometri ... 16

2.9.3. Gangguan Pada Analisa Alkalinitas ... 17

BAB III METODOLOGI ... 19

3.1. Tempat ... 19

3.2. Alat-alat ... 19

3.3. Bahan-bahan ... 19

3.4. Prosedur Pemeriksaan ... 19

3.4.1. Pembuatan Larutan H2SO4 96 N ... 19

3.4.2. Prosedur Alkalinitas ... 19

3.4.3. Perhitungan ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1. Hasil ... 21

4.2. Pembahasan ... 22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 23

5.1. Kesimpulan ... 23

5.2. Saran ... 23


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Indikator Yang Dapat Digunakan Untuk Titrasi Alkalinitas ... 15 Tabel 4.1. Data Hasil Pemeriksaan Penurunan Alkalinitas ... 21


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Penurunan Alkalinitas ... 25

Lampiran 2. Gambar Alat Neraca Analitis Digital ... 26

Lampiran 3. Gambar Alat Titration Plus Automatic ... 27


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan unsur utama bagi makhluk hidup di planet ini. Manusia mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa air ia akan mati dalam beberapa hari saja. Dalam bidang kehidupan ekonomi modern, air berfungsi penting untuk budidaya pertanian, industri pembangkit tenaga listrik dan transportasi (Sanim, 2011).

Air merupakan sumber alam yang sangat penting di dunia, karena tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai pencemaran air berasal dari sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan dan sebagainya. Sedangkan sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan serta sumber-sumber lainnya) (Hanum, 2002).

Salah satu sumber air yang dapat di manfaatkan adalah air tanah atau air sumur. Air sumur adalah air tanah dangkal sampai kedalaman kurang dari 30 meter, air sumur umumnya pada kedalaman 15 meter dan dinamakan juga sebagai air tanah bebas karena lapisan air tanah tersebut tidak berada di dalam tekanan (Suryana, 2013).

Untuk keperluan air minum, rumah tangga dan industri, secara umum dapat digunakan sumber air yang berasal dari air sungai, mata air, danau, sumur dan air hujan yang telah dihilangkan zat-zat kimianya, gas racun, atau kuman-kuman yang berbahaya bagi kesehatan (Suryana, 2013).


(10)

Alkalinitas air adalah pengukur kapasitas untuk menetralisir asam-asam. Pada air alamiah, alkalinitas dikaitkan dengan konsentrasi bikarbonat, karbonat dan hidroksidanya. Alkalinitas keseluruhan biasanya dinyatakan dengan padanan kalsium karbonat dalam miligram per liter. Keasaman dinyatakan dalam jumlah kalsium karbonat yang dibutuhkan untuk menetralisir air (Linsley, 1985).

Oleh karena hal tersebut diatas, penulis telah melakukan penelitian ini pada air sumur PT. Coca Cola Bottling Indonesia, sehingga penulis memilih judul tentang ”Penentuan Jumlah H2SO4 Pada Proses Penurunan Alkalinitas Pada

Air Olahan dengan Metode Titrasi Volumetri yaitu Metode Indikator Warna”.

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Untuk mengetahui apakah mutu bahan baku air yang nantinya akan digunakan menjadi air produksi dalam proses produksi minuman dan memenuhi syarat atau standar air produksi.

1.2.2 Manfaat

Untuk mengetahui mutu air yang dapat di produksi, serta menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang penentuan jumlah asam sulfat pada proses penurunan alkalinitas pada air olahan menggunakan metode titrasi volumetri yaitu titrasi indikator warna.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air

Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan, juga manusia selama hidupnya selalu memerlukan air. Dengan demikian semakin naik jumlah penduduk serta laju pertumbuhannya semakin naik pula laju pemanfaatan sumber-sumber air. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat diperlukan industrialisasi yang dengan sendirinya akan meningkatkan lagi aktivitas penduduk serta beban penggunaan sumber daya air. Beban pengotoran air juga bertambah cepat sesuai dengan cepatnya pertumbuhan. Sebagai akibatnya saat ini, sumber air tawar dan bersih menjadi semakin langkah. Pengolahan sumber daya air ini sebaiknya dilakukan secara terpadu baik dalam pemanfaatan maupun dalam pengolahan kualitas. Integrasi ini tidak saja terbatas pada hidrosfir, tetapi juga dengan atmosfir, lithosfir, biosfir dan sosiosfir (Soemirat, 1994).

Penyediaan air bersih, selain kuantitasnya, kualitasnya pun harus memenuhi standar yang berlaku. Untuk ini perusahaan air minum, selalu memeriksa kualitas airnya sebelum didistribusikan pada pelanggan. Karena air baku belum tentu memenuhi standard, maka seringkali dilakukan pengolahan air untuk memenuhi standar air minum. Tergantung kualitas air bakunya, pengolahan air minum dapat sangat sederhana sampai sangat kompleks. Apabila air bakunya baik, maka tidak mungkin diperlukan pengolahan sama sekali. Apabila hanya ada kontaminasi kuman, maka desinfeksi saja sudah cukup. Dan apabila air baku


(12)

semakin jelek kualitasnya, maka pengolahan harus lengkap, yakni melalui proses koagulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi. Ataupun mungkin diperlukan suatu proses pengolahan seperti pra-khlorinasi, aerasi dan seterusnya (Soemirat, 1994).

Air adalah segala-galanya bagi kehidupan, juga peradaban bagi manusia, bagi tanaman dan bagi hewan, bagi pertanian, bagi industri dan bagi keseimbangan alam. Persediaan air yang mencukupi pada saat yang tepat dan dengan kualitas yang memadai adalah soal hidup atau mati. Manusia masih mungkin dapat bertahan hidup selama beberapa minggu tanpa makanan, tetapi tanpa air ia hanya akan bertahan hidup paling lama sepuluh hari. Beberapa jenis bakteri hidup subur tanpa oksigen, namun tak satupun dapat tumbuh tanpa air. Air untuk konsumsi indutri lebih rumit lagi permasalahannya. Sebagai pembangkit energi untuk menggerakkan mesin-mesin indutsri yang ada, mungkin bisa digunakan sebarang air. Akan tetapi sebagai bagian dari bahan yang akan diproses, air untuk industri ini harus pula memenuhi syarat-syarat kualitas tertentu (Dumairy, 1992).

Air merupakan suatu zat yang istimewa. Ia tampil dalam tiga wujud sekaligus ; sebagai benda cair, benda padat (es, gletser) dan benda gas (uap). Ia terdapat di tiga ruang : di permukaan bumi, di dalam tanah dan di atmosfir bumi. Di permukaan bumi, ia berwujud sebagai samudera, padang es atau salju, sungai dan danau secara umum disebut dengan istilah air permukaan. Wilayahnya mencakup hampir tiga perempat permukaan bumi, dengan volume sekitar 1.350 juta kilometer kubik air (Dumairy, 1992).


(13)

Air ada di mana-mana dan diyakini tersedia secara berlimpah ruah. Ia masih terus menunjang segala kehidupan. Beberapa organisme yang sangat sederhana dapat hidup tanpa udara, namun tak satupun dapat hidup tanpa air. Air merupakan sumber lahirnya banyak peradaban besar, tapi kadang kala juga bertanggung jawab atas kehancurannya. Bukan itu saja, air juga merupakan arsitek bumi. Selama jutaan tahun air telah menjadi salah satu pelaku yang paling menentukan dalam membentuk kembali wajah bumi. Air juga turut menentukan iklim, membentuk tanah tempat berakarnya tanaman dan hutan. Sebagai uap atau daya hidroelektrik, ia menciptakan energi dan menggerakkan mesin teknologi modern untuk keperluan industri (Dumairy, 1992).

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Di dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa, sekitar 55 – 60 % berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65 %, dan untuk bayi sekitar 80 % (Notoatmodjo, 2003).

Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci (bermacam-macam cucian) dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Notoatmodjo, 2003).

2.2 Sumber-sumber Air

Jumlah air di dunia sangat relatif tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan siklus hidrologi. Penyinaran matahari menyebabkan air di permukaan


(14)

bumi menguap dan membentuk uap air. Air permukaan yang mengalir di atas permukaan bumi, umumnya berbentuk sungai-sungai dan jika melalui suatu tempat yang rendah (cekung) maka air akan berkumpul membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantara air yang mengalir ke laut kembali dan kemudian akan mengikuti siklus hidrologi. Sumber-sumber air yang ada pada bumi, dapat berasal dari :

1. Air Permukaan

Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air permukaan. Air ini umumnya mendapat pengotoran selama pengalirannya. Pengotoran tersebut misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan lain sebagainya. Secara umum air permukaan dibagi menjadi air sungai dan air rawa atau danau. Air sungai pada umumnya mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali. Dalam penggunaanya sebagai air minum harus melalui proses panjang. Sedangkan pada air danau kebanyakan berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang telah membusuk.

2. Air Tanah

Air tanah secara umum terbagi menjadi : - Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan, demikian juga dengan sebagai bakteri, sehingga air dangkal terlihat jernih tetapi banyak mengandung zat-zat kimia (garam-garam terlarut) karena melalui lapisan tanah yang memiliki unsur-unsur tertentu untuk masing-masing lapis tanah.


(15)

- Air Tanah Dalam

Air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam lebih sulit daripada air tanah dangkal. Pada umumnya kualitas air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal, karena terjadi penyaringan yang lebih sempurna terutama untuk bakteri.

- Mata Air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.

3. Air hujan

Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga mempercepat terjadinya karatan (korosi). 4. Air laut

Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung berbagai garam, misalnya NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut lebih kurang 3 %. Oleh karena itu air laut tanpa diolah terlebih dahulu tidak memenuhi syarat untuk air minum (Waluyo, 2009).

2.3 Sifat-Sifat air 2.3.1 Sifat Fisik Air

Ciri-ciri fisik yang utama dari air adalah bahan padat keseluruhan yang terapung dan yang terlarut, kekeruhan, warna, rasa dan bau, dan suhu. Bahan

padat keseluruhan ditetapkan dengan menguapkan suatu contoh air dan

menimbang sisanya yang telah kering. Bahan padat terapung didapat dengan menyaring suatu contoh air. Kekeruhan mengurangi kejernihan air dan


(16)

diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus, dari manapun asalnya, yang ada di dalam air. Kekeruhan biasanya disebabkan oleh lempung, lanau, partikel-partikel tanah dan pencemar-pencemar koloidal lainnya. Air kadang-kadang mengandung warna yang banyak diakibatkan oleh jenis-jenis tertentu dari bahan organik yang terlarut dan koloidal yang terbilas dari tanah atau tumbuh-tumbuhan yang membusuk. Rasa dan bau pada air disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk atau bahan kimia yang mudah menguap. Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaan, pengolahan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta pengangkutannya (Linsley, 1985).

2.3.2 Sifat Kimiawi Air

Sifat-sifat kimiawi air antara lain pH, kation dan anion-anion, alkalinitas, keasaman dan kesadahan. Ion hydrogen bersifat asam, sehingga keberadaan ion hydrogen menggambarkan nilai pH (derajat keasaman) yang dinyatakan dengan persamaan: pH=- Log [H+]

Kation-kation dan Anion-anion yang umumnya terdapat pada kebanyakan air didunia adalah:

Kation-kation terlarut yaitu Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+), Pottasium (K+), Sodium (Na+). Anion-anion terlarut yaitu Bikarbonat (HCO3-), Karbonat

(CO3-), Klorida (Cl-), Hidroksida (OH-), Nitrat (NO3-), Sulfat (SO42). Alkalinitas

dilakukan pengujian untuk mengukur kapasitas air dalam menetralkan asam-asam. Keasaman dilakukan pengujian untuk mengukur jumlah suatu zat basa yang dibutuhkan untuk menetralisir air itu. Karbondioksida dilakukan pengujian untuk


(17)

menguji perkaratan air dan kebutuhan dosis bila pengolahan kimiawi harus dipergunakan; dapat juga memperkirakan pH bila konsentrasinya bikarbonat diketahui. Kesadahan dilakukan pengujian untuk mengukur kapasitas konsumsi sabun kecenderungan pembentukan skala air (Kristanto, 2002).

2.4 Kriteria Kualitas Air

Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari sebaiknya adalah air yang memenuhi kriteria sebagai air bersih. Air bersih merupakan air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan yang dinamakan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tahap proses pengolahan memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Persyaratan terbaru seperti yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia melalui Kepmenkes RI Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002/Tanggal 29 Juli 2002. Jenis-jenis air minum seperti yang dimaksud adalah meliputi :

- Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga; - Air yang didistribusikan melalui tangki air;

- Air kemasan;

- Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang

disajikan untuk masyarakat.

Persyaratan kesehatan untuk air bersih dan air minum meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik (Waluyo, 2009).


(18)

2.5 Ciri-ciri dan Mutu Air

Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimiawi H2O. Karena air

merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut di dalamnya. Dengan demikian, air di dalam mengandung zat-zat terlarut. Di samping itu, akibat daur hidrologi air juga mengandung berbagai zat lainnya, termasuk gas. Zat-zat ini sering di sebut pencemar yang terdapat di dalam air (Linsley, 1985).

2.6 Air Sumur

Umumnya air sumur itu selalu bersih, namun hal itu terjadi bila sumur tersebut benar-benar terjaga kebersihannya. Sumur dikatakan benar-benar terjaga kebersihannya bila :

- Paling sedikit berjarak 20 meter dari kakus atau tempat penimbunan sampah. - Paling sedikit kedalamannya adalah 3 meter.

- Dinding bagian dalamnya lurus dan dibuat dari batu bersemen.

- Terdapat dinding batu yang mengelilinginya, dan tingginya paling sedikit adalah setengah meter.

- Mempunyai penutup yang dapat secara mudah diangkat, mempunyai pompa

tangan dan bila mungkin terdapat alat lain yang dapat digunakan untuk mengambil air sumur.

- Mempunyai parit di sekelilingnya sehingga memudahkan air hujan untuk


(19)

- Orang-orang tidak diperkenankan memasukkan kotoran ke dalam dan mereka tidak diperbolehkan memasukkan air bekas cucian ke dalam sumur.

- Mempunyai saluran air kotor sehingga yang tidak terpakai itu tidak masuk ke dalam sumur (Asih, 1995).

Air sumur pompa, terutama air sumur pompa dalam sudah cukup memenuhi persyaratan. Tetapi sumur pompa ini di daerah pedesaan masih mahal, di samping itu, teknologi masih dianggap tinggi untuk masyarakat pedesaan. Yang lebih umum di daerah pedesaan adalah sumur gali. Agar air sumur pompa gali ini tidak tercemar oleh kotoran di sekitarnya perlu adanya syarat-syarat sebagai berikut :

- Harus ada bibir sumur, agar bila musim hujan tiba, air tanah tidak akan masuk ke dalamnya.

- Pada bagian atas kurang lebih 3 cm dari permukaan tanah harus ditembok, agar air dari atas tidak dapat mengotori air sumur.

- Perlu diberi lapisan kerikil di bagian bawah sumur tersebut untuk mengurangi kekeruhan (Notoatmodjo, 2003).

Kebanyakan air permukaan dapat terkena kontaminasi, sehingga disinfeksi biasanya merupakan hal yang penting. Air dari sumur dalam biasanya bebas dari bakteri patogen, sehingga pemurnian mungkin tidak diperlukan. Kebanyakan air sumur bersifat sadah, sehingga pelembutan bersama-sama dengan pembuangan besi dan mangan mungkin diperlukan. Air sumur biasanya cukup jernih, sehingga tidak diperlukan usaha menghilangkan kekeruhan. Bila ada kemungkinan pencemaran, disarankan adanya klorinasi (Linsley, 1985).


(20)

Suatu sumur yang dibangun dengan tepat hanya akan memerlukan sedikit pemeliharaan, kecuali bila dipompa berlebihan. Pemompaan berlebihan dapat mengakibatkan pergerakan bahan tanah berbutir halus di dalam akifier sehingga terjadi penyumbatan di dekat saringan. Tersumbatnya sumur oleh bakteri kadang-kadang diatasi dengan klorinasi. Serangkaian bahan peledak kecil yang diledakkan berturut-turut akan menimbulkan gelombang-gelombang gas yang dapat memaksa air membentur ke luar dan masuk saringan, serta menimbulkan juga getaran yang akan turut menggoncangkan karang kotoran hingga terlepas. Setelah pelaksanaan hal-hal tersebut, sumur haruslah dipompa dengan keras untuk membuang endapan-endapan yang lepas (Linsley, 1985).

Tidak banyak hal yang dapat dilakukan tentang berkaratnya saringan atau tabung. Kebocoran akibat tabung yang berkarat kadang-kadang diatasi dengan menyuntikkan semen ke sekeliling tabung. Bila sumurnya cukup besar, tabung yang baru dapat dimasukkan ke dalam tabung yang lama. Bila sumurnya berada di dalam batuan, tabung yang rusak kadang-kadang dapat ditarik dan diganti, tetapi bila sumur terletak di dalam bahan tanah yang tidak padat, mungkin harus ditinggalkan saja (Linsley, 1985).

2.7 Reagen (Asam Sulfat)

Sulfat merupakan senyawa yang stabil secara kimia karena merupakan bentuk oksida paling tinggi dari unsur belerang. Sulfat dapat dihasilkan dari oksida senyawa sulfida. Sulfat didalam lingkungan (air) dapat berada secara ilmiah dan atau dari aktivitas manusia, misalnya dari limbah industri dan limbah laboratorium (Suryana, 2013).


(21)

2.8 Alkalinitas

Alkalinitas adalah pengukuran kapasitas air untuk menetralkan asam-asam lemah, meskipun asam lemah atau basa lemah juga dapat sebagai penyebabnya. Penyusunan alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3

-),dan hidroksida (OH-). Garam dari asam lemah lain seperti : Borat (H2BO3-),

silikat (HsiO3-), fosfat (HPO4- dan H2PO4-), sulfida (HS-), dan amonia (NH3) juga

memberikan kontribusi terhadap alkalinitas dalam jumlah sedikit. Meskipun banyak komponen penyebab alkalinitas perairan, penyebab utama dari alkalinitas tersebut adalah : (1) hidroksida, (2) karbonat, (3) bikarbonat (Limbong, 2008).

2.8.1 Peranan Alkalinitas

Alkalinitas berperan dalam hal-hal sebagai berikut : a. Sistem Penyangga

Bikarbonat yang terdapat pada perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi berperan sebagai penyangga perairan terhadap perubahan pH yang drastis. Jika basa kuat ditambahkan kedalam perairan maka basa tersebut akan bereaksi dengan asam karbonat membentuk garam bikarbonat dan akhirnya menjadi karbonat. Jika asam ditambahkan kedalam perairan maka asam tersebut akan digunakan untuk mengonversi karbonat menjadi bikarbonat dan bikarbonat menjadi asam karbonat. Hal ini dapat menjadikan perairan dengan nilai alkalinitas total tinggi tidak mengalami perubahan pH secara drastis (Limbong, 2008).

b. Koagulasi Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi air atau limbah bereaksi dengan air membentuk endapan hidroksida yang tidak larut. Ion hidrogen


(22)

yang dilepaskan bereaksi dengan ion-ion penyusun alkalinitas, sehingga alkalinitas berperan sebagai penyangga untuk mengetahui kisaran pH yang optimum bagi penggunaan koagulan. Dalam hal ini nilai alkalinitas sebaiknya berada pada kisaran optimum untuk mengikat ion hidrogen yang dilepaskan pada proses koagulasi.

c. Pelunakan Air

Alkalinitas adalah parameter kualitas air yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soda abu dan kapur yang diperlukan dalam proses pelunakan dengan metode pengendapan. Pelunakan air bertujuan untuk menurunkan kesadahan.

d. Pengendalian Korosi

Alkalinitas merupakan parameter yang sangat penting termasuk didalam pengendalian korosi.

e. Limbah Industri

Banyak para agen yang mencegah pengecekan terhadap campuran limbah yang disebabkan (hidoksida) alkalinitas untuk penerimaan air. Sebaiknya pH alkalinitas ialah suatu faktor yang penting didalam penentuan kemampuan dari limbah untuk pengolahan secara biologi (Limbong, 2008).

2.9 Metode Analisa Alkalinitas 2.9.1 Metode Titrasi Volumetri 2.9.1.1 Metode Indikator Warna

Alkalinitas dapat diukur dengan titrasi volumetri dengan H2SO4 di dalam


(23)

dengan pH diatas 8,3 titrasi dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama titrasi sampai pH 8,2 dengan phenolpthalein sebagai indikator yang ditunjukkan dari perubahan warna merah menjadi tidak berwarna. Selain itu titrasi dilanjutkan dengan menambahkan indikator metil orange sampai pH 4,5 (larutan tidak berwarna). Untuk sampel yang pHnya kurang dari 8,3 hanya dilakukan titrasi satu tahap dengan metil orange sebagai indikator sampai pH 4,5 (warna berubah dari kuning menjadi merah).

- Pemilihan indikator yang sesuai

Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan konsentrasi ion-hidrogen. Jika asam kuat dititrasi maka perubahan yang besar dalam pH pada titik ekivalen cukup untuk menjangkau indikator dari metil orange (3,1 sampai 4,4) dan phenolpthalein (8,0 sampai 9,8).

Tabel 2.1 : indikator yang dapat digunakan untuk titrasi alkalinitas :

Jenis Pelarut konsentra

si Perubahan warna pada interval pH Warna Keadaan Basa Keadaan Asam 1.Phenolpthlaein 60%

alkohol

0,1%-1% 8,0-9,8 Merah

lembayung

Tidak berwarna

2.Metil Orange Air 0,1% 3,1-4,4 Kuning

orange

Merah

- Pereaksi Asam yang sesuai

Dalam memilih asam untuk dipakai sebagai larutan standar perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

a. Asam harus kuat, yaitu berdisosiasi tinggi b. Asam tidak boleh mudah menguap


(24)

c. Larutan asammya harus stabil d. Garam dari asamnya harus larut

e. Asam tidak harus merupakan suatu pereaksi oksidator yang cukup kuat untuk merusak senyawa-senyawa organik yang digunakan seperti indikator. Asam klorida dan asam sulfat merupakan yang paling umum digunakan sebagai larutan standar dalam analisa alkalinitas (Limbong, 2008).

2.9.2 Metode Potensiometri

Metode potensiometri ini menggunakan pH meter dimana dalam mengukur pH sampel memakai elektroda yang bersih. pH meter adalah suatu voltmeter elektronik dengan resistans input yang tinggi. (Resistans input pH meter yang baik adalah dalam daerah 1012-1013 Ω). Untuk titrasi dilakukan dengan asam sulfat dan pada setiap kurang lebih 0.5 ml penambahan asam sulfat kedalam sampel secara perlahan diaduk untuk memberikan waktu yang cukup bagi kesetimbangan elektroda. Nilai pH hasil titrasi dibaca setelah setiap penambahan H2SO4 tersebut, atau dilakukan dengan pencatatan dengan rekorder. Dekat titik

ekivalensi pH mulai berubah dengan cepat dan volume titran yang ditambah harus sekecil mungkin. Titrasi selesai sampai titik lengkungan yang keduanya terlihat jelas (Limbong, 2008).

Pada pengukuran pH yang secara nyata untuk mengetahui titik akhir yang setimbang didalam penentuan alkalinitas dapat jadi semakin baik dengan menggunakan titrasi elektrometris. Pada dasar kenyataannya yang paling penting didalam air alami dimana total alkalinitas ialah suatu tambahan dari reaksi penyebab dari gram asam lemah dengan bikarbonatnya saja. Didalam “Standar


(25)

Metode” hanya memegang untuk kemurnian yang diutamakan dalam larutan dan tidak harus sesuai dengan pengelompokkan untuk limbah industri atau peristiwa air alami (Limbong, 2008).

Titik akhir titrasi ini ditentukan oleh :

1. Jenis indikator yang dipilih dimana warnanya berubah-ubah pada pH titik akhir titrasi.

2. Perubahan nilai pH pada pH meter waktu titrasi asam-basa

memperlihatkan titik akhir titrasi/ekivalen.

2.9.3 Gangguan pada Analisa Alkalinitas

Gangguan yang dapat terjadi pada saat analisa alkalinitas serta pencegahannya yaitu :

1. Sabun (detergen) dan Lumpur dapat mempengaruhi elektroda dan

memperlambat respon pada ph meter. Usahakan titrasi dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu yang cukup bagi keseimbangan pH elektroda.

2. Amoniak, jangan dihilangkan tetapi ikut dianalisa karena merupakan penyebab alkalinitas juga.

3. Karbondioksida akan mempengaruhi alkalinitas suatu sampel yang terbuka terhadap udara. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan pengocokan, pengadukan dan penyaringan.

4. Pengenceran sampel tidak diperbolehkan karena air pengenceran


(26)

5. Pemanasan sampel tidak diperbolehkan karena mengurangi karbondioksida terlarut, sehingga alkalinitas berkurang pula (Limbong, 2008).

Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan, maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) di samping alum untuk

memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan kumpulan. Kapur menurunkan kesadahan karbonat dan menggantikan garam-garam kalsium dengan garam-garam magnesium sedangkan soda bekerja pada kesadahan yang non karbonat dari garam-garam kalsium. Jumlah kapur dan soda yang dibutuhkan untuk menghilangkan kesadahan tergantung pada mutu kimiawi air dan jumlah kesadahan yang ingin dihilangkan. Banyak air sadah yang mengandung konsentrasi sulfat, klorida dan nitrat rendah; karena itu kapur seringkali merupakan satu-satunya bahan kimia yang dipergunakan (Linsley, 1985).


(27)

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat

Pemeriksaan alkalinitas ini dilakukan di Laboratorium yang terdapat di PT. Coca Cola Bottling Indonesia Plant Medan yang beralamat di Jl. Raya Medan Belawan Km. 14 Simpang Martubung, PO BOX 1015, Medan.

3.2 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah Buret, Erlenmeyer, Pipet tetes, Beaker gelas, Gelas ukur, Labu tentukur dan Pipet volume.

3.3 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah H2SO4 0,02 N, H2SO4 96 N, Indikator

phenolftalein 1 %, Indikator mix dan Deep Well (Air Sumur).

3.4 Prosedur Pemeriksaan

3.4.1 Pembuatan Larutan H2SO4 96 N

- Dipipet sebanyak 0,26 ml asam sulfat 96 N.

- Dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml melalui dinding tabung secara perlahan.

- Diaddkan dengan menambahkan akuades hingga garis tanda. - Dikocok hingga homogen.

3.4.2 Prosedur Alkalinitas

- Dimasukkan sampel sebanyak 100 ml kedalam masing-masing


(28)

- Dipipet asam sulfat 96 N sebanyak 0,1 ml; 0,2 ml; 0,3 ml; 0,4 ml; 0,5 ml dan 0,6 ml kedalam erlenmeyer yang berisi sampel air sumur (deep well).

- Ditambahkan indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes (hasil=0) lalu

ditambah lagi indikator mix sebanyak 3 tetes hingga berubah menjadi berwarna biru.

- Dititrasi dengan asam sulfat 0,02 N hingga berubah menjadi berwarna kemerahan.

- Dicatat volume H2SO4 0,02 N yang terpakai (Vt).

3.4.3 Perhitungan

Perhitungan Alkalinitas dapat dilakukan dengan rumus : Alkalinitas = Vt x 10

Dimana:


(29)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Berdasarkan pemeriksaan penurunan Alkalinitas yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Pemeriksaan Penurunan Alkalinitas

No Sampel

Air Sumur (Volume)

Volume H2SO4 yang ditambahkan

(ml)

Volume titrasi (mg/l)

Alkalinitas (Vt x 10)

1. 100 ml - 10,25 mg/l 10,25x10=102,5 mg/l

2. 100 ml 0,1 ml 9,08 mg/l 9,08x10=90,8 mg/l

3. 100 ml 0,2 ml 8,05 mg/l 8,05x10=80,5 mg/l

4. 100 ml 0,3 ml 7,05 mg/l 7,05x10=70,5 mg/l

5. 100 ml 0,4 ml 6,11 mg/l 6,11x10=61,1 mg/l

6. 100 ml 0,5 ml 5,14 mg/l 5,14x10=51,4 mg/l


(30)

4.2 Pembahasan

Dari hasil uji penentuan jumlah asam sulfat pada proses penurunan alkalinitas pada air olahan bahwa sampel air sumur tanpa penambahan asam sulfat didapat volume titrasi yaitu 10,25 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 102,5 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,1 ml didapat volume titrasi yaitu 9,08 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 90,8 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,2 ml didapat volume titrasi yaitu 8,05 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 80,5 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,3 ml didapat volume titrasi yaitu 7,05 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 70,5 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,4 ml didapat volume titrasi yaitu 6,11 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 61,1 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,5 ml didapat volume titrasi yaitu 5,14 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 51,4 mg/l, dengan penambahan asam sulfat 0,6 ml didapat volume titrasi yaitu 0,6 mg/l maka alkalinitas yang didapat yaitu 6 mg/l. Dari data diatas dinyatakan bahwa alkalinitas pada air olahan yang diproduksi oleh PT. Coca Cola Bottling Plant Medan memenuhi persyaratan alkalinitas yaitu <50 mg/l.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan alkalinitas pada air olahan yang nantinya akan digunakan menjadi air produksi oleh PT. Coca Cola Bottling Indonesia, hasil yang diperoleh dengan penambahan H2SO4 0,6 ml alkalinitasnya adalah 6 mg/l

sementara persyaratan dan standar alkalinitas yang ditetapkan adalah <50 mg/l telah sesuai dengan persyaratan dan standar alkalinitas pada air olahan (deep well) yang ditetapkan oleh PT. Coca Cola Bottling Indonesia.

5.2 Saran

Pada saat melakukan percobaan pemeriksaan alkalinitas pada air olahan, dengan metode titrasi volumetri yaitu titrasi indikator warna sebaiknya menggunakan sampel dari sumber-sumber air seperti air danau, air sungai dan mata air sehingga dapat diperoleh hasil alkalinitas yang baik sesuai dengan standar dan telah memenuhi persyaratan yang ada di PT. Coca Cola Bottling Indonesia.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. (1995). Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 22.

Dumairy. (1992). Ekonomika Sumberdaya Air. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 1, 2, 10, 11, 15.

Kristanto, P. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta. Penerbit Andi. Hal. 74, 75, 76, 77, 78.

Limbong, A. (2008). Alkalinitas : Analisa dan Permasalahannya untuk Air

Industri. Universitas Sumatera Utar

Linsley R.K. (1985). Tehnik Sumber Daya Air. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 91, 97.

Linsley R.K. (1985). Tehnik Sumber Daya Air. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 99, 101, 104, 108, 129, 131, 138.

Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta. Penerbit PT. Rineka Cipta. Hal. 152, 157.

Sanim, B. (2011). Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik. Bogor. Penerbit IPB Press. Hal. 1, 2, 4.

Soemirat, J. (1994). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 108, 110.

Suryana, R.H. (2013). Analisis Kualitas Air Sumur Dangkal di Kecamatan

Biringkanayya Kota Makassar. Universitas Hasanuddin.

Waluyo, L. (2009). Mikrobiologi Lingkungan. Malang. Penerbit UMM Press. Hal. 115, 116, 117, 118, 119.


(33)

Lampiran 1. Perhitungan Penurunan Alkalinitas

Perhitungan Alkalinitas dapat dilakukan dengan rumus :

Alkalinitas = Vt x 10 Dimana:

Vt = Volume total titrasi asam sulfat Diketahui :

Vt 1 : 10,25 mg/l Vt 2 : 9,08 mg/l Vt 3 : 8,05 mg/l Vt 4 : 7,05 mg/l Vt 5 : 6,11 mg/l Vt 6 : 5,14 mg/l Vt 7 : 0,6 mg/l

Alkalinitas 1 : 10,25 x 10 = 102,5 mg/l Alkalinitas 2 : 9,08 x 10 = 90,8 mg/l Alkalinitas 3 : 8,05 x 10 = 80,5 mg/l Alkalinitas 4 : 7,05 x 10 = 70,5 mg/l Alkalinitas 5 : 6,11 x 10 = 61,1 mg/l Alkalinitas 6 : 5,14 x 10 = 51,4 mg/l Alkalinitas 7 : 0,6 x 10 = 6 mg/l


(34)

Lampiran 2. Gambar Alat Neraca Analitis Digital


(35)

(36)

Lampiran 4. Gambar Alat Lemari Asam


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan alkalinitas pada air olahan yang nantinya akan digunakan menjadi air produksi oleh PT. Coca Cola Bottling Indonesia, hasil yang diperoleh dengan penambahan H2SO4 0,6 ml alkalinitasnya adalah 6 mg/l sementara persyaratan dan standar alkalinitas yang ditetapkan adalah <50 mg/l telah sesuai dengan persyaratan dan standar alkalinitas pada air olahan (deep well) yang ditetapkan oleh PT. Coca Cola Bottling Indonesia.

5.2 Saran

Pada saat melakukan percobaan pemeriksaan alkalinitas pada air olahan, dengan metode titrasi volumetri yaitu titrasi indikator warna sebaiknya menggunakan sampel dari sumber-sumber air seperti air danau, air sungai dan mata air sehingga dapat diperoleh hasil alkalinitas yang baik sesuai dengan standar dan telah memenuhi persyaratan yang ada di PT. Coca Cola Bottling Indonesia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. (1995). Kader Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 22.

Dumairy. (1992). Ekonomika Sumberdaya Air. Yogyakarta. Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal. 1, 2, 10, 11, 15.

Kristanto, P. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta. Penerbit Andi. Hal. 74, 75, 76, 77, 78.

Limbong, A. (2008). Alkalinitas : Analisa dan Permasalahannya untuk Air

Industri. Universitas Sumatera Utar

Linsley R.K. (1985). Tehnik Sumber Daya Air. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 91, 97.

Linsley R.K. (1985). Tehnik Sumber Daya Air. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal. 99, 101, 104, 108, 129, 131, 138.

Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta. Penerbit PT. Rineka Cipta. Hal. 152, 157.

Sanim, B. (2011). Sumberdaya Air dan Kesejahteraan Publik. Bogor. Penerbit IPB Press. Hal. 1, 2, 4.

Soemirat, J. (1994). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta. Penerbit Gadjah Mada University Press. Hal. 108, 110.

Suryana, R.H. (2013). Analisis Kualitas Air Sumur Dangkal di Kecamatan

Biringkanayya Kota Makassar. Universitas Hasanuddin.

Waluyo, L. (2009). Mikrobiologi Lingkungan. Malang. Penerbit UMM Press. Hal. 115, 116, 117, 118, 119.


(3)

Lampiran 1. Perhitungan Penurunan Alkalinitas

Perhitungan Alkalinitas dapat dilakukan dengan rumus : Alkalinitas = Vt x 10

Dimana:

Vt = Volume total titrasi asam sulfat Diketahui :

Vt 1 : 10,25 mg/l Vt 2 : 9,08 mg/l Vt 3 : 8,05 mg/l Vt 4 : 7,05 mg/l Vt 5 : 6,11 mg/l Vt 6 : 5,14 mg/l Vt 7 : 0,6 mg/l

Alkalinitas 1 : 10,25 x 10 = 102,5 mg/l Alkalinitas 2 : 9,08 x 10 = 90,8 mg/l Alkalinitas 3 : 8,05 x 10 = 80,5 mg/l Alkalinitas 4 : 7,05 x 10 = 70,5 mg/l Alkalinitas 5 : 6,11 x 10 = 61,1 mg/l Alkalinitas 6 : 5,14 x 10 = 51,4 mg/l Alkalinitas 7 : 0,6 x 10 = 6 mg/l


(4)

Lampiran 2. Gambar Alat Neraca Analitis Digital


(5)

(6)

Lampiran 4. Gambar Alat Lemari Asam