Strategi Coping
Keluarga melakukan strategi coping untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasakan menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya yang
dimiliki. Atau mempertahankan berbagai tujuan, seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan. Strategi coping dapat juga merupakan seperangkat
pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang ada. Pilihan tersebut dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya ekonomi, sosial untuk memenuhi kebutuhan
pokok, atau keberlangsungan hidup.
Aspek ekonomi
Keluarga melakukan strategi coping aspek akonomi, diantaranya dengan adaptasi. Tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi.
Menurut Conger dan Elder 1994, kondisi ekonomi yang tidak baik pendapatan per kapita rendah, pekerjaan tidak tetap, rasio hutang dan aset yang tidak seimbang,
dan kehilangan pendapatan, berhubungan secara signifikan dengan tekanan ekonomi. Keluarga contoh melakukan strategi coping aspek ekonomi, untuk
efisiensi usahatani; penghematan pengeluaran pangan, pendidikan, kesehatan, lain- lain, serta peningkatan pendapatan.
a. Usahatani
Keluarga contoh melakukan coping untuk efisiensi usahatani pada musim tidak panen. Terdapat sebelas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk
menggali strategi coping yang dilakukan untuk efisiensi usahatani. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan
dari strategi coping yang dilakukan oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan perilaku yang menjadi tindakan kolektif
signifikan dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-5, dimana nilai Q tabel 12,59 lebih besar
dari Q hitung Tabel 19. H0 adalah semua butir yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama.
Tabel 19. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek usahatani pada 3 agroekosistem musim tidak panen
T. uji
Item-item yang diuji X
2 α,db
Sawah L. kering
Hutan Simpulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua item 18,31
124,01 108,84
90,04 Tolak Ho 2
1,2,3,4,6,7,8,9,10,11 16,92
58,62 75,61
59,25 Tolak Ho 5
1,2,3,4,6,7,8 12,59
2,23 7,77
10,53 Terima Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
1. input prod. yarnen, 2. kurangi 1, 3. olah tanahiuran yarnen, 4. optimal lahan, 5. IP 300, 6. kurang air kacang, 7. limbah
– masak, 8. limbah – pakan, 9. penggarap, 10. pesanggem, 11. Ijon,
Tindakan kolektif signifikan dari strategi coping musim tidak panen tersebut adalah input produksi biaya pembelian pupuk, pestisida, insektisida bayar panen
yarnen 1. Jika 1 tidak dapat dilakukan, maka dengan pengurangan takaran, jenis input produksi 2. Bayar panen yarnen untuk pengolahan tanah dan iuran air 3.
Optimalisasi pemanfaatan lahan 4. Saat musim kemarau kurang air lahan ditanami dengan komoditas tahan kekeringan, seperti kacang putih 6.
Pemanfaatan limbah pertanian batang, tongkol jagung untuk memasak 7. Pemanfaatan limbah pertanian jagung, padi, kacang-kacangan untuk pakan ternak
8. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukkan bahwa perilaku
yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 7. Selain itu, keputusan terima Ho pada pengujian ke-7, dimana nilai Q tabel
9,49 lebih besar dari Q hitung 3,19. Sedangkan pada musim panen, keluarga contoh tidak melakukan coping untuk efisiensi usahatani. Hasil analisis menunjukkan
bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif dari strategi coping tidak ada Tabel 20.
Tabel 20. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek usahatani pada 3 agroekosistem musim panen
T. uji
Item-item yang diuji X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Simpulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua item 18,31
232,40 298,17
298,17 Tolak Ho
2 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11
3,84 6,87
8,14 8,14
Tolak Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Keluarga contoh melakukan strategi coping yang bertujuan efisiensi usaha tani, menghasilkan 2 alternatif dampak, yaitu bersifat positif, atau negatif. Contoh
perilaku coping yang berdampak negatif, diantaranya input produksi bayar panen. Jika bayar panen dengan bunga tinggi, akan menimbulkan masalah baru yang terus
bergulir sepanjang waktu. Selain itu, apabila pada musim panen petani belum, atau tidak mampu melunasinya. Takaran, jenis input produksi yang dikurangi akan
berdampak terhadap produktivitas usahatani, atau tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Perilaku coping memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan
ternak, atau bahan bakar memasak, bersifat positif dan sekaligus telah penerapan sistem usahatani ramah lingkungan yang berkelanjutan.
Keluarga contoh melakukan pemanfaatan lahan seoptimal mungkin melalui : a sistem tumpang sari di areal lahan keringdarat kacang tanah
– jagung pinggiran areal ubi kayu, b menanam sayuran cabai, terong, kacang panjang,
dll. pada galengan antar petakan, c pemanfatan lahan pekarangan yang sempit untuk menanam sayuran, tanaman obat keluarga. Pada area lahan dengan irigasi
cukup baik dekat Sungai Bengawan Solo, dalam setahun berpola tanam padi –
padi – padi. IP padi 300 tersebut memiliki resiko serangan hama penyakit lebih
dominan, input produksi tinggi dibandingkan IP padi 200. IP padi 200 berpola padi –
padi – jagungkacang tanah, atau padi – padi – sayuran. Pada areal lahan sulit air,
pada musim kemarau, atau kurang air ditanami dengan komoditas kacang koro Canavalia eusiformis yang toleran kekeringan. Keluarga contoh yang
memanfaatkan limbah batang jagung, tongkol jagung untuk bahan bakar memasak. Limbah tersebut berasal dari lahan sendiri, buruh pemilik lahan sedang, luas.
Sedangkan pemanfaatan limbah pertanian jerami padi, jagung, kacangan untuk pakan ternak berbentuk segar, atau dikeringkan, silase. Limbah untuk pakan sapi
hanya oleh sebagian petani miskin pemelihara sistem bagi hasil, stok musim kemarau.
Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim
panen, seluruhnya 100,0 berada pada kategori rendah Tabel 21. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh
memiliki kategori rendah 100,0, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar kategori sedang.
Tabel 21. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek usahatani pada saat panen dan tidak panen 3 agroekosistem
Kategori Zona dominan : persen
Sawah n = 40 Lahan kering n = 40
Hutan n = 40 Non panen
Panen Non panen
Panen Non panen
Panen Rendah
100,0 100,0
100,0 Sedang
100,0 92,5
75,0 Tinggi
7,5 25,0
Total 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0
Keterangan : Rendah: 0-3 Sedang: 4-7 Tinggi: 8-11
Artinya keluarga contoh melakukan strategi coping dari berbagai aspek pada musim tidak panen. Hal ini akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, tetapi tetap tidak
terjadi efisiensi usahatani. Bahkan, sebagian dapat menimbulkan masalah baru, atau masalah yang tanpa berujung dengan penyelesaian coping yang bersifat
negatif. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antara agroekosistem
sawah dengan lahan kering, atau hutan. Antara lahan kering dengan hutan tidak
berbeda nyata p 0,05. Hasil ANOVA p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan
karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Lahan sawah sumber bercocok tanam usahatani tanaman pangan padi, jagung,
atau pangan lain kacang-kacangan, memiliki luasan tanam, indeks pertanaman IP, produktivitas lebih tinggi dari lahan kering, hutan, karena faktor utama
ketersedian air. Hal ini terjadi, apabila dalam setahun dengan pola tanam yang sama komoditas pangan tersebut di tanam pada 3 zona agroekosistem. Selain itu, akan
berpengaruh terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan pangan selama musim panen, atau tidak panen
.
Kemampuan efisiensi usahatani akan menguntungkan bagi
kehidupan keluarga, dan lebih lanjut berpotensi mengatasi kerawanan pangan. b. Pangan
Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran pangan pada musim tidak panen. Terdapat tujuh belas perilaku yang ditanyakan kepada
keluarga contoh untuk menggali strategi coping, penghematan pengeluaran pangan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif
signifikan, selaras dengan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 16, 17. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian
ke-4, 5, dimana nilai Q tabel 14,7 lebih besar dari Q hitung Tabel 22. Tabel 22. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan pada 3
zona agroekosistem musim tidak panen
T.
uji
Item yang diuji
Sawah
Item yang diuji
L.kering
Item yang diuji
Hutan
X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosiasi
143,54
Semua asosiasi
121,42
Semua asosiasi
105,09 23,69
Tolak H0
4
Aso:2,3,4,5,6, 7,9,
10,14,16,17
28,32
Aso:1,2,3,4,5, 6,9,
10,14,16,17
15,57
A: 1,2,3,4,5, 6,
9,10,13,14,16,17
15,06 15,51
Tolak H0 Terima
H0
5
Aso:2,4,5,6,7, 9,10,14,16,17
13,30
Aso: 1,2,3,4,5, 6,9,10,16,17
6,79 14,07
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1. kurangi konsumsi beras, 2. diversifikasi k.hidrat, 3. beras
– pangan murah, 4. stok pangan, 5. tak konsumsi daging, 6. kurangi lauk lain, 7. makan
– sayur, 8. olah mak.; kurangi beli : 9. pangan, 10. kopiteh, 11. frek makan; cari pangan di : 12. sungai, 13. hutan, 14. pinjam beras, 15. minta sayuran, 16. bawa bekal, 17. sisa
makan – stok
Tindakan kolektif strategi coping musim tidak panen tersebut adalah mengu- rangi konsumsi beras 1, diantaranya mengurangi jumlahtakaran, dan pengolahan
yang maksimal, menanak nasi menjadi bubur. Asosiasi diversifikasi sumber karbohidrat 2, penggantian beras dengan bahan pangan lebih murah 3, antara
lain mengganti sebagian takaran beras dengan pangan pokok yang lebih murah beras jagung, ubi kayu, mengurangi konsumsi beras, menambah sumber
karbohidrat lain : jagung, umbi-umbian. Asosiasi stok pangan 4, yaitu penyediaan stok pangan pokok beras, jagung dan menunda bayar utang. Asosiasi tidak pernah
konsumsi daging dan susu 5, yaitu tidak pernah mengkonsumsi sumber protein asal daging sapi, kambingdomba, ayam dalam setahun. Item kurangi lauk lain tahu,
tempe, ikan. Asosiasi kurangi lauk lain tahu, tempe, ikan 6, yaitu mengurangi jumlah lauk asal tempe, tahu, ikan pindang sumber protein murah, bahkan jika
tidak memungkinkan makan hanya dengan sayur, atau meminta bahan sayuran dari lahan tetangga. Asosiasi kurangi beli pangan 9, kurangi minum kopiteh manis 10,
bahkan pada kondisi tertentu ditiadakan minum kopiteh manis. Asosiasi bawa bekal 16, yaitu membawakan bekal saat bekerja, pada anak yang masih sekolah kurangi
jajan anak. Asosiasi simpan sisa makanan 17, yaitu menyimpan sisa-sisa makanan untuk persediaan esok hari. Khusus pada dominan hutan ditambah
mencari pangan di hutan 13, yaitu mencari bahan pangan nabati, hewani dari hutan jati. Asosiasi meminjam beras 14, yaitu meminjam beras dari tetangga
pemilik lahan sedangluas, penggantian dengan bekerja jadi buruh. Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku
yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 4, 5, 16, 17. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-6, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung 3,13;
2,72 Tabel 23. Uji t, berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada
pengujian ke-4 diperoleh hasil Q tabel 12,59 lebih besar dari Q hitung 7,14, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 4,
5, 6, 9, 10, 16, 17. Tabel 23. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan pada 3
zona agroekosistem musim panen
T. uji
Item yang diuji
Sawah
Item yang diuji
L.kering
Item yang diuji
Hutan X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosiasi
275,43
Semua asosiasi
261,02
Semua asosiasi
270,55 23,69
Tolak H0
6
Aso:4,5,16,17
2,72
Aso:4,5,16,17
3,13
Aso. 4,5,16,17
2,72 3,84
Terima H0
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping yang berdampak positif adalah perilaku 2, 4, 10, 16, 17. Diversifikasi pangan dari beras, beras jagung,
jagung, ubi kayuumbi-umbian, dengan frekwensi makan keluarga miskin mencapai 15 kaliminggu, 2
– 3 kalihari. Hal ini tidak berpengaruh terhadap input kecukupan kalori 70 dari 2.000 kalori. Asosiasi strategi coping, perilaku mengurangi minum
kopiteh manis 10, bawa bekal 16, simpan sisa makanan 17 berdampak positif
untuk penghematan pengeluaran pangan. Asosiasi strategi coping yang berdampak negatif adalah tidak pernah konsumsi daging, susu 5, kurangi lauk lain tahu,
tempe, ikan 6, kurangi beli pangan 9, kurangi konsumsi beras 1. Hal ini terutama pada anak balita dalam taraf tumbuh kembang, atau anak-anak sekolah
yang sangat membutuh kan kecukupan kalori dan protein. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda
sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 74,2 berada pada kategori rendah Tabel 24. Apabila
dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah, baik wilayah dominan sawah 75,0, lahan kering
72,5, hutan 75,0. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang sampai tinggi, baik wilayah dominan sawah 80,0, lahan
kering 80,0, hutan 92,5. Tabel 24. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek pangan pada musim
panen dan tidak panen di 3 agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40
Non panen
Panen
Non panen
Panen
Non panen
Panen Rendah
20,0 75,0
10,0 72,5
7,5 75,0
Sedang 50,0
25,0 47,5
27,5 45,0
25,0 Tinggi
30,0 42,5
47,5 Total
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
Keterangan : Rendah: 0-5 Sedang: 6-11 Tinggi: 12-17
Artinya kemampuan penghematan pengeluaran pangan pada musim tidak panen, menguntungkan bagi kehidupan keluarga, akan dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi kerawanan pangan. Keluarga contoh telah mengoptimalkan strategi coping dari berbagai aspek, terutama pada saat tidak
panen. Hal ini akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, bahkan sebagian coping dapat menimbulkan masalah baru. Masalah baru yang tanpa berujung
dengan penyelesaian coping yang bersifat negatif, terutama pada anak balita, anak usia sekolah, ibu hamil, ibu menyusui.
Hasil uji-t, berbeda nyata p-value = 0,016 antara agroekosistem sawah dengan hutan, lainnya tidak berbeda nyata p-value = 0,106
– 0,919. Hasil ANOVA p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang
berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Perbedaan terjadi karena karakteristik,
potensi, sumber daya ekonomi berbeda pada dominan sawah, lahan kering, hutan.
Namun, tingkat pemenuhan kebutuhan pangan tidak selalu berkorelasi positif, karena pola kecukupan pada lahan kering, hutan tidak hanya bersumber dari beras,
namun bisa dari jagung, ubi kayu terutama pada musim tidak panen.
Pendidikan
Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran pendidikan pada musim tidak panen. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada
keluarga contoh untuk menggali strategi coping, penghematan pengeluaran pendikikan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi
tindakan kolektif signifikan, yang sepadan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2,
dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung 0,82; 1,23; 1,43 Tabel 25. Tabel 25. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan pada 3
zona agroekosistem musim tidak panen
T. uji
Item-item yang diuji
X
2
α,db
Sawah L.kering Hutan
Sim- pulan
Keterangan
Q hit Q hit
Q hit 1.
min. uang saku,
2.
beli seragam bekas
3.
min. beli buku, 4. biaya
– yarnen, 5. berhenti
1 Semua item
9,49 23,59
25,55 21,89 Tolak Ho 2
Asosiasi :1,2,3,4 7,81
1,23 1,43
0,82
Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi strategi coping musim tidak panen tersebut adalah meminimalisasi, bahkan meniadakan uang saku anak sekolah jalan kaki, menumpang teman 1.
Asosiasi membeli seragamsepatu bekas keperluan sekolah 2, meminimalisasi pembelian buku sekolah 3; menunda hutang bayar panen iuranbiaya yang
diwajibkan sekolah 4. Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku
yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 2, 3. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung 0,00;
0,01; 0,02 Tabel 26. Uji t, berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada
pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 4.
Tabel 26. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan pada 3 zona agroekosistem musim panen
T. uji
Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering Hutan
Sim- pulan
Keterangan
Q hit Q hit
Q hit 1. min. uang saku,
2
. beli
seragam bekas
3. min. beli buku, 4. biaya
– yarnen, 1
Semua item 9,49
38,98 45,11
40,23 Tolak Ho
2 Asosiasi :1,2,3,
5,99 6,54
8,25 6,90
Tolak Ho
3 Asosiasi : 2,3,
3,84 0,0
0,01 0,02
Terima
Ho 5. berhenti
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping 1, 2, 3, 4, merupakan coping yang bersifat positif. Hal ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh
keluarga contoh. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda
sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, keseluruhan 100,0 berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel
27. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah sampai sedang, baik wilayah dominan sawah, lahan
kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori tinggi, baik wilayah dominan sawah 75,0, lahan kering 75,0, hutan
80,0. Tabel 27. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek pendidikan musim
panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan : persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40
non panen
Panen
non panen
Panen
non panen
Panen Rendah
12,5 50,0
12,5 45,0
15,0 50,0
Sedang 12,5
50,0 12,5
55,0 5,0
50,0 Tinggi
75,0 75,0
80,0 Total
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
Keterangan : Rendah: 0-1 Sedang: 2-3 Tinggi: 4-5
Artinya kemampuan penghematan pengeluaran pendidikan menguntungkan bagi kehidupan keluarga, akan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pendidikan,
dan berpotensi peningkatan sumberdaya manusia yang tinggi, mengatasi kerawanan pendidikan anak usia sekolah. Hal ini berbeda nyata pada ketiga
agroekosistem, karena karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi yang berbeda. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,641
– 0,926 antar agroekosistem. Hasil uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat
nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem,
walaupun akses layanan pendidikan cenderung sama. Hasil uji t, tidak berbeda nyata antar agro-ekosistem, diduga faktor isian kuesioner yang bermakna ganda
meminimalisasi, meniadakan diduga memiliki andil terhadap jawaban yang diberikan responden.
Kesehatan
Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran kesehat-an pada musim tidak panen. Terdapat enam perilaku yang ditanyakan
kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping penghematan pengeluaran kesehat-an. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi
tindakan kolektif signifikan, sepadan dengan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 3, 4, 5. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian
ke-2, 3, 4, dimana nilai Q tabel 7,81; 5,99 lebih besar dari dari Q hitung {4,70 uji ke-3; 0,86 uji ke-4 atau 3,44 uji ke-2} Tabel 28.
Tabel 28. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kesehatan 3 zona agroekosistem musim tidak panen
T. uji
Item yang diuji
Sawah L.kering
Item yang diuji
Hutan
X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosi. 46,48
49,91
Semua aso.
18,68 11,07
Tolak H0
2 Asosiasi :
1,2,3, 4,5
21,10
29,05 Asosiasi :
1,3,4, 5,6 3,44
9,49
Tolak H0 Terima H0
3 Aso. : 1,3,4,5
4,70
9,73 7,81
4
Asos. : 1,3,4
0,86 5,99
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1 = kurangi rokok, 3 = obat alternatif,
4. obat paten – tradisional, 5 = obat dari lahan, 6 = obat dari hutan jati,
Asosiasi strategi coping musim tidak panen tersebut adalah mengurangi pembelian, atau menghisap rokok 1. Asosiasi yang lain, berobat ke pengobatan
alternatif 3; mengganti obat paten dengan obat-obatan tradisionalherbal alami yang lebih murah 4; menggunakan bahan obat tradisional dari lahan pekarangan,
meminta ke tatangga 5. Khusus pada dominan lahan hutan jati menggunakan bahan obat tradisional asal hutan jati 6.
Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 3, 4, 5, 6. Keputusan terima
Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung Tabel 29. Uji t, tidak berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil
analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho.
Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 3, 4, 5. Tabel 29. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kesehatan pada 3
agroekosistem musim panen T.
uji Item yang
diuji
Sawah L.kering
Item yang diuji
Hutan
X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosiasi
22,66 19,82
Semua asosiasi
10,42 11,07
Tolak H0 2
Asosiasi : 1, 2,3, 4,5
8,22 8,15
Asosiasi : 1, 3, 4, 5,6
5,35 9,49
Terima H0
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Strategi coping keluarga contoh dengan tujuan penghematan pengeluaran
kesehatan menghasilkan alternatif coping 1, 3, 4, 5 yang bersifat positif. Perilaku
coping yang bersifat positif ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara
optimal oleh sebagian besar keluarga contoh.
Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen,
sebagian besar 70,0 berada pada kategori rendah Tabel 30. Apabila dianalisis berdasar-kan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki
kategori rendah, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang, baik wilayah
dominan sawah 82,5, lahan kering 87,5, hutan 62,5. Tabel 30. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek kesehatan pada
musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan : persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40 non panen Panen non panen
Panen non panen Panen
Rendah 17,5
70,0 12,5
70,0 20,0
70,0 Sedang
82,5 30,0
87,5 30,0
62,5 30,0
Tinggi 17,5
Total 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0
Keterangan : Rendah: 0-2 Sedang: 3-4
Tinggi: 5-6
Strategi coping keluarga petani miskin mampu memanfaatkan secara optimal penghematan pengeluaran kesehatan saat tidak panen. Artinya kemampuan
penghematan pengeluaran kesehatan menguntungkan bagi kehidupan keluarga, diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan kesehatan, dan lebih lanjut
berpotensi mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antara agroekosistem
sawah dengan hutan, lahan kering dengan hutan. Hasil uji paired sample t-test p- value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang
berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem, walaupun akses layanan kesehatan
cenderung sama.
Lain-lain
Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran lain-lain pada musim panen. Terdapat tujuh perilaku yang ditanyakan kepada keluarga
contoh, untuk menggali strategi coping tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, setara asosiasi
dari strategi coping adalah perilaku 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-
Tabel 31. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek lain-lain pada 3 zona agroekosistem saat panen
T. uji
Item yang diuji
L.kering
Sawah Item yang
diuji
Hutan
X
2 α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1 Semua aso.
69,64 100,86
Semua aso
27,86 12,59
Tolak H0
2
Asosiasi: 1,2, 4, 5,6,7
43,17 74,24
Asosiasi : 2,3,4, 5,6,7
7,80 11,07
Tolak H0
Terima H0
4
Asosia: 2,4,5,6
0,52 6,53
7,81
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 2 = kurangi listrik, 3 = kayu bakar hutan jati, 4 = masak
– tongkol, 5. kurangi beli pakaian 6 = tiada rawatan rumah, 7 = hutan jati
– perbaiki rumah
3, 4, dimana nilai Q tabel 11,07; 7,81 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 31. Asosiasi strategi coping musim panen tersebut adalah mengurangi
penggunaan atau pemakaian listrik 2. Asosiasi yang lain, memasak dengan pemanfatan batangtongkol jagung 4; mengurangi pembelian pakaian dalam
setahun 5; atau meniadakan untuk perbaikan kecil, perawatan rumah 6. Khusus dominan hutan, yaitu memasak dengan kayu bakar dari hutan jati 3;
memanfaatkan bahan dari hutan jati untuk perbaikan, perawatan rumah 7. Hasil analisis Cochran pada musim tidak panen, menunjukkan bahwa
perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 2, 3, 4, 5, 6, 7. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar
dari Q hitung Tabel 32. Uji t, berbeda sangat nyata p 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa
pada pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 2, 4, 5,
6. Tabel 32. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek lain-lain pada 3
zona agroekosistem musim tidak panen T.
uji Item yang diuji
Sawah L.kering
Item yang diuji
Hutan
X
2 α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosiasi 80,07
69,64
Semua asosiasi
17,96 12,59
Tolak H0
2
Asosiasi :1,2,4, 5,6 16,52
18,34
Asosiasi : 2,3,4, 5,6,7
2,65 9,49
Tolak H0 Terima H0
3
Asosi. : 2,4,5,6 1,02
0,52 7,81
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Strategi coping dengan tujuan penghematan pengeluaran lain-lain
menghasilkan alternatif coping 2, 3, 4, 5, 6 yang bersifat positif. Perilaku coping
yang bersifat positif ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh
sebagian besar keluarga contoh.
Tabel 33. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek lain-lain pada musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40 non panen
Panen non panen
Panen non panen
Panen Rendah
12,5 20,0
2,5 2,5
12,5 12,5
Sedang 87,5
80,0 87,5
87,5 17,5
37,5 Tinggi
10,0 10,0
70,0 50,0
Total 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0
Keterangan : Rendah: 0-2 Sedang: 3-5
Tinggi: 6-7
Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen,
sebagian besar 68,7 berada pada kategori sedang Tabel 33. Apabila dianalisis berdasar-kan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki
kategori sedang, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang sampai tinggi,
baik wilayah dominan sawah 87,5, lahan kering 97,5, hutan 87,5. Strategi coping keluarga petani miskin mampu memanfaatkan secara optimal penghematan
pengeluaran lain-lain musim panen dan tidak panen. Kemampuan penghematan ini menguntungkan kehidupan keluarga, dan dapat meningkatkan pemenuhan
kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi masalah kerawanan pangan. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antar agroekosistem.
Hasil ANOVA, uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik,
potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem.
Peningkatan Pendapatan
Keluarga contoh melakukan coping untuk peningkatan pendapatan pada musim panen. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh,
untuk menggali strategi coping tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, setara dengan asosiasi dari
strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 5. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho
pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 7,81; 5,99 lebih besar dari dari Q hitung {1,37 uji ke-3; 1,12 uji ke-2 atau 1,37 uji ke-2} Tabel 34.
Tabel 34. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan pendapatan pada musim panen
T. uji
Item yang diuji
L.kering Item yang
diuji Hutan
Item yang diuji
Sawah X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosi.
46,73
Semua asosi.
32,22
Semua asosi
65,53 9,49
Tolak H0
2
Asosiasi : 1, 2,3, 4
16,18 Asosiasi :
1, 2,3, 5 1,12
Asosiasi : 1,2,3
1,37 7,81
Tolak H0 Terima H0
3
Aso. : 1,2,3 1,37
5,99
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi strategi coping musim panen tersebut adalah mengalokasikan tenaga kerja keluarga istri, anak secara optimal 1. Asosiasi yang lain, menambah
frekwensijumlah jam kerja andaikata ada pekerjaan 2; bekerja serabutan di sektor pertanian on farm, off farm atau non pertanian non farm diversifikasi kerja 3.
Khusus pada dominan hutan ditambah memanfaatkan hutan jati untuk penghasilan tambahan daun jati, rencekan kayu jati, tunggul kayu jati, akar kayu jati, mencari
empon-empon, ulat daun jati, belalang, dan lain-lain 5. Hasil analisis Cochran pada musim tidak panen, menunjukkan bahwa
perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar
dari Q hitung Tabel 35. Uji t, berbeda sangat nyata p 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa
pada pengujian ke-2 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 3,
5. Asosiasi strategi coping 4 tersebut adalah menjual hasil usaha sampingan keluarga, misalnya : sayuran dari pekarangan, usaha ternak sambilan ayam buras
4. Tabel 35. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan
pendapatan pada musim tidak panen T.
uji Item yang
diuji
L.kering
Item yang diuji
Hutan
Item yang diuji
Sawah X
2 α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosi.
22,15
Semua asosi.
10,24
Semua asosi.
35,52 9,49
Tolak H0
2
Asosiasi : 1,3, 4,5
9,34 Asosiasi :
1,3, 4,5 1,60
Asosiasi : 1,2,3,4,
7,41 7,81
Tolak H0 Terima H0
3
Aso.: 1,3,4 0,54
5,99
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Strategi coping dengan tujuan peningkatan pendapatan menghasilkan
alternatif coping 1, 2, 3, 5 yang bersifat positif. Perilaku coping yang bersifat positif
ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh sebagian keluarga miskin. Faktor utamanya adalah karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi desa-
desa dominan sawah, lahan kering, atau hutan. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda
sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 78,3 berada pada kategori sedang Tabel 36. Apabila
dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang, baik wilayah dominan sawah 100,0, lahan kering
100,0, kategori tinggi di hutan 65,0. Tabel 36. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori peningkatan pendapatan
pada musim panen dan tidak panen Kategori
Zona dominan : persen Sawah n = 40
Lahan kering n=40 Hutan n = 40
non panen Panen
non panen Panen non panen Panen
Rendah Sedang
77,5 100,0
55,0 100,0
15,0 35,0
Tinggi 22,5
45,0 85,0
65,0 Total
100,0 100,0
100,0 100,0
100,0 100,0
Keterangan : Rendah: 0-1 Sedang: 2-3
Tinggi: 4-5
Sebaliknya, pada musim tidak panen keseluruhan memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, dan hutan. Strategi
coping keluarga contoh mampu memanfaatkan secara optimal peningkatan pendapatan saat musim panen dan tidak panen. Artinya kemampuan peningkatan
pendapatan menguntungkan kehidupan keluarga, diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi masalah kerawanan pangan.
Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antar agroekosistem. Hasil ANOVA, uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar
ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem.
Aspek sosial
Strategi coping aspek sosial meliputi aspek dukungan dalam penghematan pengeluaran untuk pangan, pendidikan, kesehatan, dan efisiensi usahatani.
Pangan
Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran untuk pangan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat 3 perilaku
yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi
strategi coping adalah perilaku 1. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 37.
Tabel 37. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek pangan T.uji Item-item yang diuji
X
2
α,db
Sawah L.kering
Hutan
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua asosiasi 5,99
7,13 6,18
7,13 Tolak Ho
2
Semua kecuali: PG 1
3,84 2,48
1,37 2,48
Terima Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1 = Raskin,
Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan beras masyarakat miskin Raskin untuk kebutuhan pokok 1.
Strategi coping yang tidak asosiasi adalah memanfaatkan program bantuan pangan lain di luar Raskin 2. Selain itu, meminta bantuan keluargakerabattetangga
apabila keluarga mengalami kekurangan pangan 3. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak
berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen sebagian besar 72,5 berada pada kategori sedang sampai
tinggi Tabel 38. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi, baik
wilayah dominan sawah 95,0, lahan kering 60,0, kategori tinggi di hutan 62,5.
Tabel 38. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori dukungan aspek pangan pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Sawah n = 40 Lahan kering n = 40
Hutan n = 40 non panen Panen non panen
Panen non panen
Panen Rendah
5 5
40 40
37.5 37.5
Sedang 57.5
57.5 25
25 25
25 Tinggi
37.5 42.5
35 35
37.5 37.5
Total 100
100 100
100 100
100
Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3
Tinggi: 4 – 5
Artinya dukungan untuk penghematan pengeluaran pangan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang belum dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan pokok. Namun, apabila strategi coping penghematan pengeluaran pangan, dan dukungannya dipadukan, dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan pokok, lebih lanjut belum berpotensi mengatasi kerawanan
pangan. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran
pangan menghasilkan alternatif coping 1 yang bersifat positif.
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,751 – 0,916 antar
agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan
budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini.
Pendidikan
Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran pendidikan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat lima perilaku
yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi
strategi coping adalah perilaku 1. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-4, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 39.
Tabel 39. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek pendidik- an pada 3 zona agroekosistem
T.uji Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering Hutan
Simpulan
Q hit Q hit
Q hit
1 Semua asosiasi
11,07 32,83
32,83 32,83
Tolak Ho
4 Kecuali: EDU 1
3,84 2,48
1,37 1,37 Terima Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan bantuan masyarakat miskin BOS, program bantuan sekolah lain
beasiswa 1. Strategi coping yang tidak asosiasi adalah menghadap ke sekolah untuk meminta keringanbantuan biaya sekolah, dan lain-lain 2. Selain itu,
memasukkan anak ke sekolah yang murah, atau bila ada yang gratis 3, meminta bantuan keluargakerabat apabila mengalami kekurangan biaya sekolah 4, bahkan
menitipkan anak pada kerabatlembaga yang membantu menyekolahkan anak 5. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran pendidikan
menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak
berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen keseluruhan 100,0 berada pada kategori sedang sampai
tinggi Tabel 40. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0,
baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Tabel 40. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori dukungan aspek
pendidikan pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40 non panen
Panen non panen
Panen non panen
Panen Rendah
Sedang 67.5
67.5 70
70 67.5
67.5 Tinggi
32.5 32.5
30 30
32.5 32.5
Total 100
100 100
100 100
100
Keterangan : Rendah: 0 – 1
Sedang: 2 – 3
Tinggi: 4 – 5
Artinya dukungan untuk penghematan pengeluaran pangan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang belum dapat meningkatkan
pemenuhan kebutuhan pokok. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghemat-an pengeluaran pangan menghasilkan alternatif coping 1 yang bersifat
positif. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antar agroekosistem. Hasil
ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya Jawa,
karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini.
Kesehatan
Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran kesehatan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat tiga perilaku
yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi
strategi coping adalah perilaku 2. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 41.
Tabel 41. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek kesehatan pada 3 zona agroekosistem
T.uji Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Simpulan Q hit
Q hit Q hit
1 Semua asosiasi
5,99 7,13
6,18 7,13
Tolak Ho 2
Kecuali: KES 2 3,84
2,48 1,37
2,48 Terima Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan fasilitas kesehatan program bantuan di luar kesehatan masyarakat
miskin Askeskin, terutama untuk anak balita posyandu, anak sekolah, ibu hamil dan menyususi, dan lainnya 2. Strategi coping yang tidak asosiasi adalah
memanfa-atkan fasilitas kesehatan masyarakat miskin Askeskin 1. Selain itu, meminta bantuan keluargakerabat, tetangga apabila anggota keluarga mengalami
sakit 3. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran kesehatan menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif.
Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim
panen, tidak panen sebagian besar 72,5 berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel 42. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem
memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah sampai sedang, baik wilayah dominan sawah 95,0, lahan kering 60,0, kategori tinggi di hutan
62,5. Tabel 42. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek
kesehatan pada 3 zona agroekosistem Kategori
Zona dominan persen Sawah n = 40
Lahan kering n=40 Hutan n = 40
non panen Panen
non panen Panen non panen
Panen Rendah
57.5 57.5
25 25
25 25
Sedang 37.5
37,5 35
40 37.5
37.5 Tinggi
5 5
40 35
37.5 37.5
Total 100
100 100
100 100
100
Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3
Tinggi: 4 – 5
Artinya strategi coping dukungan kemampuan penghematan pengeluaran kesehatan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang diharapkan
dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, dan lebih lanjut belum berpotensi mengatasi kerawanan kesehatan.
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,568 – 0,968 antar
agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan
budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini.
Usahatani
Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran usahatani pada musim tidak panen dan panen. Terdapat empat
perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang
menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 3,4. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar
dari dari Q hitung Tabel 43.
Tabel 43. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek usahatani pada 3 zona agroekosistem
T.uji Item-item yang diuji X
2 α,db
Sawah L.kering Hutan Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua asosiasi 9,49
25,64 25,64
25,64 Tolak Ho 2
Asosiasi diuji: 1,3,4 7,81
6,18 6,18
6,18 Terima Ho
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan program pertanian bagi masyarakat miskin, misalnya bantuan
langsung masyarakat BLM, seperti bantuan pupuk subsidi, P4K, PUAP, PPK, KP, lain 1. Selain itu, meminta bantuan, nasehat masalah ekonomi pada
keluargakera-battetangga 3; berusaha, dilanjutkan berdoa dan berserah diri pada Allah 4. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran
pendidikan menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif. Tabel 44. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek
usahatani pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Sawah n = 40 Lahan kering n=40
Hutan n = 40 non panen Panen
non panen Panen non panen
Panen Rendah
Sedang 32.5
32.5 30
32.5 32.5
32.5 Tinggi
67.5 67.5
70 67.5
67.5 67.5
Total 100
100 100
100 100
100
Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3
Tinggi: 4 – 5
Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim
panen, tidak panen keseluruhan 100,0 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 44. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem
memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik pada dominan sawah, lahan kering, hutan. Artinya dukungan kemampuan
penghematan pengeluaran usahatani agar terjadi efisiensi belum didukung secara optimal, dan belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang diharapkan
dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok.
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,751 – 0,916 antar
agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan
budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini.
Secara umum keluarga contoh melakukan tindakan kolektif signifikan dari strategi coping aspek ekonomi, dan dukungan aspek sosial penghematan
pengeluaran pangan, pendidikan, kesehatan, pengeluaran lain-lain, serta peningkatan pendapatan. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tindakan kolektif
signifikan dan kategori, sebagian besar pada kategori sedang. Tindakan kolektif signifikan tersebut tidak berbeda nyata dengan penelitian-penelitian Rosidah
2011, Rachmawati 2010, Kusumo 2009, Firdaus 2008, Firdaus dan Sunarti 2008, Polin 2005, Purlika 2004, Harefa 2001, Harefa et al 2001. Tindakan
kolektif signifikan dari strategi coping aspek ekonomi, dan dukungan aspek sosial penghematan efisiensi usahatani tidak dilakukan penelitian-penelitian tersebut
diatas, kecuali penelitian Kusumo 2009. Tindakan kolektif dari strategi coping aspek penghematan efisiensi usahatani hanya pada penelitian Kusumo 2009,
hasilnya berbeda karena perbedaan kurun waktu musim tanam dengan musim paceklik.
Nafkah Berbasis Modal Sosial
Keluarga petani miskin akan mengkombinasikan berbagai sumberdaya untuk membentuk strategi nafkah yang sangat tergantung pada pertanian. Hasil diskusi
kelompok terfokus dan wawancara mendalam, serta mengacu kerangka sustainability livelihood Ellis 2000. Hasilnya, pengelolaan sumber nafkah
berdasarkan besaran akses dan tipologi nafkah yang meliputi : modal manusia -2 - 3, +1, modal fisik -6, +2, modal finansial - 4, + 2, modal alam - 6, + 1 dan
modal sosial + 5, - 2 Gambar 38. Besaran akses dan tipologi nafkah pada ketiga agroekosistem, mem-bentuk pentagon yang tidak seimbang. Artinya, modal yang
dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Selain itu, etika sosial-kolektif sebagai landasan moralnya, sehingga lebih banyak memanfaatkan modal sosial
sebagai faktor penting dalam membangun sistem nafkah. Modal sosial berbasis kepercayaan, relasi sosial, dan jaringan sosial Putman sebagai kerangka acuan
nafkah berbasis modal sosial.
Kepercayaan Trust
Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan. Terdapat empat puluh delapan perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh
untuk menggali strategi nafkah aspek kepercayaan. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari nafkah yang
dilakukan keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif, sepadan dengan asosiasi dari nafkah
berbasis modal sosial aspek kepercayaan adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33,
34, 35, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3 {nilai Q tabel 18,31 lebih besar dari Q hitung}
Tabel 45. H0, semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama. Tabel 45. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kepercayaan pada
3 agroekosistem
T. uji
Item yang diuji
Sawah Item yang diuji
L.kering Item yang
diuji Hutan
X
2
α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua asosiasi
34,05
Semua asosiasi
22,05
Semua asosiasi
29,09 21,03
Tolak H0 2
kecuali aso si. : 4,36,40
22,35 kecuali a-
sosiasi : 4 17,01
kecuali a- sosiasi : 4
19,53 19,68
Tolak H0 Terima H0
3 kecuali aso
siasi : 12 11,08
18,31
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden kepercayaan antar anggota keluarga, ke tetangga lingkungan untuk akses, pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan
Tindakan kolektif
nafkah berbasis
modal sosial
aspek kepercayaan,
mengindikasikan semakin tinggi kepercayaan untuk menjalin kerjasama tolong menolong tanpa saling curiga, serta keluarga dan lingkungannya dapat menjaga
hubungan berkelanjutan, maka semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan pokok, atau ketahanan pangan. Selain itu, jika ada keluarga tidak mempunyai sumberdaya
untuk mengakses kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan secara cukup, maka tetangga, komunitas akan saling membantu agar keluarga
tersebut dapat memenuhi pangan secara cukup. Nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan keluarga contoh mampu dimanfaatkan secara optimal, masih
dipertahankan, diupayakan sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan menjadi hal yang
penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya kepercayaan diri kepala keluarga bagi anggotanya. Selain itu, kepercayaan trust antar anggota
keluarga untuk dapat saling bekerja sama, baik di dalam keluarga atau dengan luar keluarga. Trust orang tua pada anggota keluarga, atau antar anggota keluarga,
bahwa apabila saling membantu maka pemenuhan kebutuhan pokok akan menjadi lebih mudah. Trust antara orang tua, atau tetangga dengan anggota keluarga,
bahwa mengembangkan rasa kepercayaan dapat menciptakan kehidupan yang damai, tenang, dan aman. Trust, bahwa aturan-aturan yang ada dalam lingkungan
tempat tinggal, dapat mengembangkan rasa kepercayaan menciptakan kehidupan dalam keluarga, atau bertetangga yang damai, tenang, dan aman. Trust antar
anggota keluarga, tetangga, atau keluarga dan tetangga, untuk menjaga keeratan hubungan di antara mereka adalah hal penting. Trust antara orang tua, atau
tetangga, atau anggota keluarga dengan anggota keluarga lain, bahwa mereka dapat menjaga keluarga untuk bertahan hidup meskipun dalam tekanan
kemiskinan. Trust untuk bekerja sama tanpa rasa saling curiga antara keluarga dengan tetangga, atau tetangga dengan tetangga lain. Trust antar keluarga di dalam
komunitas bahwa apabila saling membantu maka pemenuhan kebutuhan pokok akan menjadi lebih mudah. Trust antar anggota keluarga, atau keluarga dengan
tetangga merasa perlu mengembangkan sikap percaya terhadap lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang damai, tenang, aman, dan meredam kekacauan
sosial. Trust, bahwa menjaga keeratan hubungan antar anggota keluarga, atau tetangga di antara mereka penting, serta dapat menjaga komunitasnya untuk
sustain. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori
skor nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan, sebagian besar 85,0
berada pada kategori tinggi Tabel 46. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki nafkah berbasis modal
sosial pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 90,0, hutan 82,5, atau ketiganya 85,0.
Tabel 46. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek kepercayaan pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Total n = 120 Sawah n=40
L. kering n=40 Hutan n=40
n n
n n
Rendah Sedang
7 17.5
4 10
7 17.5
18 15
Tinggi 33
82.5 36
90 33
82.5 102
85 Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Ket. : Rendah : 0-15, Sedang: 16-31, Tinggi: 32-48
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,583 – 0,948 antar agro
ekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi
berdasarkan teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003. Menurut Samovar 1981, kesamaan budaya responden memberikan nafkah berbasis modal sosial aspek
kepercayaan terhadap suatu objek yang hampir sama pula homofili. Terjadi interseksi, di mana irisan dari himpunan A trust : dominan sawah, himpunan B
trust : dominan lahan kering, dan C dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan, seperti pada
Gambar 18.
Jaringan Sosial
Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial. Terdapat dua puluh enam perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh
untuk menggali nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi nafkah berbasis modal sosial
Dominan Sawah
Dominan Lahan
kering
Operasi irisan interseksi : 46 dari 48 item 89,80 : HOMOFILI
Dominan Hutan
Gambar 18. Interseksi kepercayaan antar zona agroekosistem
aspek jaringan sosial adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada
pengujian ke-1, 2, dimana nilai Q tabel 18,31 lebih besar dari Q hitung Tabel 47. Tabel 47. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek jaringan sosial
T. uji
Item yang diuji
Sawah Hutan
Item yang diuji
L.kering
X
2 α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit
1
Semua asosiasi 24,40
21,08 Semua asosiasi
18,86 19,68
Tolak H0 Terima H0
2
Semua asosi. ke- cuali : JS 4
14,05 12,74
18,31
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Tk. Hubungan, keterbukaan, keragaman, permanency dalam pemenuhan kebutuhan pokokharian
Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial, mengindikasikan kedekatan hubungan karena bertetangga dekat, dan hubungan kekerabatan akan
mengakibatkan munculnya kepercayaan untuk saling membantu. Selain itu, semakin
luas dan dalam sifat jaringan sosial yang dimiliki, maka semakin baik lingkungan memenuhi kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan. Nafkah
berbasis modal sosial aspek jaringan sosial keluarga petani miskin mampu dimanfaatkan secara optimal, sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif.
Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya hubungan sosial
saling menguntungkan. Selain itu, tingkat kepentingan dalam perkumpulan, atau mengikuti kelompok berdasarkan kriteria sama aspek pekerjaan, tipologi desa,
sosial ekonomi, keyakinan, dan pendidikan kelompok sosial. Hubungan yang terjalin dalam keluarga secara informal dengan lingkungan dalam, atau luar
lingkungan, dalam membangun hubungan. Hubungan tersebut di atas, yang dilandasi dengan hubungan saling memberi
– menerima sifat jaringan. Hubungan berdasarkan kekerabatan, atau tetanggaan, dalam hal saling membantu bentuk
jaringan. Banyaknya keluarga di lingkungan tempat tinggal yang dikenal, perkumpulan di luar lingkungan yang kenal dan suka membantu keluarga dalam
memenuhi kebutuhan luas jaringan. Keterampilan cara memperoleh kebutuhan melalui meminjam, ketetanggaan, kelem-bagaan untuk kebutuhan sehari-hari pada
keluarga di lingkungan tempat tinggal kedalaman jaringan. Keterbukaan jaringan yang ada, peraturan yang harus dipatuhi. Keragaman jaringan pencampuran budaya
dalam kelompok tempat tinggal. Permanency jaringan, hubungan dengan pihak luar yang membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarga bersifat
sementara, atau kontinu.
Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial, sebagian besar 85,0
berada pada kategori tinggi Tabel 48. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki nafkah berbasis modal
sosial aspek jaringan sosial pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 87,5, hutan 85,0, atau ketiganya 85,0.
Tabel 48. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek jaringan sosial Kategori
Zona Total
Sawah Lahan kering
Hutan n
n n
n Rendah
Sedang 7
17.5 5
12.5 6
15 18
15 Tinggi
33 82.5
35 87.5
34 85
102 85
Total 40
100 40
100 40
100 120
100
Ket. : Rendah : 0-8, Sedang: 9-17, Tinggi: 18-26
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,688 – 0,927 antar
agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi besar 90,15 tidak saling lepas homofili,
peristiwa bersamaan.
Norma Sosial
Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial. Terdapat sepuluh perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali
nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma
sosial adalah perilaku 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 14,07, lebih besar dari Q hitungTabel
49. Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial, mengindikasikan
semakin kuat, luas dan dalam norma sosial yang tidak tertulis aturan informal, atau aturan informal berbasis aturan tradisional yang dimiliki, sehingga akan semakin
tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan pokok, dan ketahanan pangan. Selain itu,
setiap keluarga miskin mempunyai respon dan dampak sosial ekonomi berbeda dalam menghadapi tekanan sumberdaya, melalui strategi nafkah dan strategi
coping nya. Mereka menganut sikap falsafah Jawa “menerima dan pasrah pada Allah
setelah berusaha”, dan ”mengutamakan selamat”. Nafkah berbasis modal sosial
aspek norma sosial keluarga petani miskin mampu dimanfaatkan secara optimal, diupayakan dipertahankan sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif.
Tabel 49. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek norma sosial pada 3
agroekosistem
T. uji
Item yang diuji Sawah
L.kering Hutan X
2 α,db
Sim- pulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua asosiasi SA 53,73
52,25 48,22
16,92 Tolak H0 2
SA. ke-cuali : NOR 1 31,83
29,58 28,26
15,51 Tolak H0 3
SA. ke-cuali : NOR 10 11,62
8,64 8,16
14,07
Terima H0
Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden
Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya aturan tidak
tertulis yang mengatur aktivitas masyarakat dalam pemenuhannya. Selain itu, aturan tradisional yang mengatur aktivitas masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok
Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial, sebagian besar 89,2
berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 50. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki
nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial pada kategori sedang sampai tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 87,5, lahan kering 92,5, hutan
87,5. Tabel 50. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek norma sosial
pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Total Sawah n = 40
L. kering n = 40 Hutan n = 40
n n
n n
Rendah 5
12.5 3
7.5 5
12.5 13
10.8 Sedang
12 30
13 32.5
12 30
37 30.8
Tinggi 23
57.5 24
60 23
57.5 70
58.4 Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Ket. : Rendah : 0-2, Sedang: 3-5, Tinggi: 6-10
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,658 – 0,861 antar
agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 72,5, tidak saling lepas
homofili, peristiwa bersamaan.
Keberfungsian Keluarga
Kon sep keberfungsian menunjuk pada ”kapabilitas” keluarga, masyarakat
dalam menjalankan peran di lingkunganya, dalam rangka melaksanakan tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhanya; merujuk konsep keberfungsian sosial.
Keberfungsian sosial berhubungan dengan pemenuhan tanggung jawab seseorang kepada masyarakat secara umum, terhadap mereka yang berada dilingkungan yang
terdekat, dan terhadap dirinya sendiri Du Bois dan Milley 1992. Keberfungsian keluarga pada penelitian ini mengacu pada Hodges dalam
Dubowitz dan De Panfilis 2000, sebagai kemampuan menyesuaikan diri keluarga family adaptability,ikatan emosional emotional bonding anggota keluarga,
kemam-puan memecahkan masalah strategi coping, dan keterampilan berkomunikasi. Keberfungsian keluarga mengukur koneksi, sumber daya
lingkungan, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi dengan skala 0 dan 1.
Koneksi
Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek koneksi. Terdapat sembilan perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk
menggali aspek tersebut. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, yang sepadan dengan asosiasi dari
keberfung-sian keluarga yang dilakukan oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan
kolektif keberfungsian keluarga koneksi adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 9. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, 4 {nilai Q tabel 9,49 lebih besar
dari Q hitung} Tabel 51. H0 adalah semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama.
Tabel 51. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek koneksi pada 3 agroekosistem
T. uji
Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Kesimpulan
Q hit Q hit
Q hit
1 Semua item 15,51
49,76 52,67
45,32 Tolak Ho
2 1,2,3,4,5,6,7,9 14,07
30,87 31,44
27,54 Tolak Ho
3 1,2,3,4,6,9 11,07
11,97 9,26
11,75 Tolak Ho
Terima Ho 4 1,2,3,4,9
9,49 6,48
4,22
Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden Koneksi : pangan 1. tetangga, 2. RTRWDesa,
3. PemdaPusat kesehatan 4. tetangga pendidikan 9. BOS
Tindakan kolektif asosiasi dari keberfungsian keluarga koneksi menjadi hal yang penting guna pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya akses keluarga terhadap
sumberdaya dan dukungan koneksi terhadap pangan dari 1 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya. Selain itu dari 2 RTRWaparat desa; 3 PemdaPusat;
terhadap kesehatan dari 4 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya. Terhadap pendidikan dari 9 bantuan operasional sekolah BOS. Keberfungsian keluarga
aspek koneksi yang tidak memiliki asosiasi adalah akses keluarga terhadap koneksi kesehatan dari 5 RTRWaparat desa; 6 Askeskin PemdaPusat; pendidikan dari
7 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya; 8 RTRWaparat desa. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori
keberfungsian keluarga aspek koneksi, sebagian besar 80,0 berada pada kategori tinggi Tabel 52. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem
memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek koneksi pada kategori rendah sampai sedang, baik pada wilayah dominan sawah 82,5,
lahan kering 75,0, hutan 82,5, atau ketiganya 80,0. Tabel 52. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek koneksi,
Kategori Zona dominan persen
Total Sawah n=40
L.kering n=40 Hutan n=40
n n
n n
Rendah 4
10 13
32.5 15
37.5 32
26.7 Sedang
29 72.5
17 42.5
18 45
64 53.3
Tinggi 7
17.5 10
25 7
17.5 24
20 Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Keterangan: Rendah : 0 - 3, Sedang = 4 – 7, Tinggi = 8 -10
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,806; 0,760; 0,570 antar agro ekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan. Hasil ANOVA p-value = 0.855,
tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun
karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003, di mana irisan
dari himpunan A koneksi : dominan sawah dan himpunan B koneksi : dominan lahan kering = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa
bersamaan, interseksi dan operasi irisan besar homofili Gambar 19.
Dominan sawah
Dominan hutan
Dominan sawah
Dominan lahan kering
Dominan lahan kering
Dominan hutan
terjadi opersi irisan interseksi 65,5 – 70,5 : homofili
Gambar 19. Interseksi koneksi antara dominan sawah, lahan kering, dan hutan Menurut Samovar 1981, kesamaan budaya responden memberikan sikap terhadap
suatu objek yang hampir sama pula homofili. Terjadi operasi irisan inter-seksi, di mana irisan dari himpunan A koneksi : dominan sawah, himpunan B koneksi :
dominan lahan kering, dan C koneksi : dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є
B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan, seperti pada Gambar 20.
Sumber daya lingkungan
Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk
menggali keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian
keluarga sumberdaya lingkungan adalah perilaku 2, 3. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar
dari Q hitung Tabel 53. Tabel 53. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek sumberdaya ling-
kungan pada 3 zona agroekosistem T.
uji Item-item
yang diuji X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Kesimpulan
Q hit Q hit
Q hit 1 Semua item
9,49 33,52
36,16 33,91
Tolak Ho 2 2,3,4
5,99 6,70
6,57 3,62
Tolak Ho Terima Ho
3 2,3 3,84
2,31 2,02
Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden
Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya
kecukupan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan 2 pangan, dan 3 kesehatan; serta khusus pada dominan hutan ditambah memenuhi kebutuhan 4
pendidikan. Keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan yang tidak
Dominan Sawah
Dominan Lahan
kering Operasi irisan interseksi : 60 - 70
persen : HOMOFILI
Dominan Hutan
Gambar 20. Interseksi koneksi keberfungsi an keluarga antar zona agroekosistem
memiliki asosiasi adalah 1 pendapatan keluarga yang bersifat tetap, dan kecukupan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan 5 perumahan.
Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan, keseluruhan 100,0
berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel 54. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki
keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan pada kategori rendah sampai sedang 100,0, baik pada wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan,
atau ketiganya. Artinya keluarga contoh belum mengoptimalkan sumberdaya lingkungan dari berbagai aspek, akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki.
Tabel 54. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek sumberdaya ling- kungan pada 3 agroekosistem
Kategori Zona dominant persen
Total Sawah n=40
L.kering n=40 Hutan n=40
n n
n n
Rendah 30
75 30
75 26
65 86
71.7 Sedang
10 25
10 25
14 35
34 28.3
Tinggi Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Keterangan: Rendah: skor = 0 - 1, Sedang : skor = 2 – 3, Tinggi: skor = 4 – 5
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,605; 0,269; 0,536 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.528, tidak berbeda nyata antar ketiga zona.
Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi
berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 78,5 –
81,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan.
Perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya
Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya. Terdapat sembilan perilaku yang ditanyakan
kepada keluarga contoh untuk menggali keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa
perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian keluarga perilaku pengelolaan sumberdaya adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9. Pada ke-3 wilayah keputusan
terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 14,07 lebih besar dari Q hitung 13,39; 9,66; 9,28 Tabel 55.
Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok,
diantaranya 1 selalu mengontrol pemberian uang saku anaknya. Selain itu, 2 pernah memberi kelonggaran anaknya gunakan uang saku sesuka hatinya, 3
sebelum membeli barang kebutuhan, membuat rencana, barang yang harus dibeli, 4 sering jika sampai tempat belanja, terpaksa menunda membeli beberapa barang
yang telah direncanakan, karena ada penawaran obral, 5 pada waktu membeli barang kebutuhan, lebih suka diantar teman - diajak berunding, 7 selalu mengajak
anak untuk membuat daftar belanja, sesuai kebutuhan; 8 lebih suka berbelanja barang kebutuhan sendiri daripada diantar suami anak, karena lebih leluasa
memilih dan memutuskan diri, serta 9 bersyukur dan berdoa. Tabel 55. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek perilaku
– pengelo- laan sumberdaya pada 3 zona agroekosistem
T. uji
Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Kesimpulan
Q hit Q hit
Q hit 1 Semua item
15,51 43,80
40,67 39,79
Tolak Ho 2 1,2,3,4,5,7,8,9
14,07 13,39
9,66 9,28
Terima Ho
Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden 1. kontrol uang saku, 2. kelonggaran uang saku, 3. buat rencana beli, 4. obral
– tunda beli sesuai rencana, 5. ajak teman, 7. ajak anak 8. belanja sendiri
Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, hampir
keseluruhan 95,9 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 56. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga
contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek tersebut pada kategori sedang sampai tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 92,5, lahan kering 97,5,
hutan 97,5. Artinya keluarga contoh telah mengoptimalkan perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya lingkungan dari berbagai aspek, walaupun dengan
keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Tabel 56. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek perilaku
– pengelo- laan sumberdaya pada 3 zona agroekosistem
Kategori Zona dominan persen
Total Sawah n=40
L. kering n=40 Hutan n=40
n n
n n
Rendah 3
7.5 1
2.5 1
2.5 5
4.1 Sedang
16 40
17 42.5
17 42.5
50 41.7
Tinggi 21
52.5 22
55 22
55 65
54.2 Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Keterangan: Rendah = 0 - 3, Sedang = 4 – 6, Tinggi = 7 – 9
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,426; 0,736; 0,614 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.524, tidak berbeda nyata antar ketiga zona.
Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi
berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 75,0 –
78,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan.
Relasi
Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek relasi. Terdapat dua belas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk
menggali keberfungsian keluarga aspek relasi. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian keluarga aspek relasi adalah
perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-1, dimana nilai Q tabel 19,68 lebih besar dari Q hitung 11,73;
5,02; 6,07 Tabel 57. Tabel 57. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek relasi
T. uji
Item-item yang diuji
X
2 α,db
Sawah L.kering
Hutan Kesimpulan
Q hit Q hit
Q hit 1
Semua item 19,68
11,73 5,02
6,07 Terima Ho
Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden komunikasi : bapak – ibu, sebaliknya; orang tua – anak, sebaliknya
toleransi antar anggota keluarga pembagian tugas peran anggota keluarga
Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek relasi menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya hubungan atau komunikasi
antara 1 ibu dengan bapak, sebaliknya, 2 bapak dengan anak, sebaliknya, 3 ibu dengan anak, sebaliknya, 4 kakak dengan adik, sebaliknya. Selain itu, 5 ikatan
kekeluargaan diantara anggota keluarga, 6 saling menghormati diantara anggota keluarga, 7 toleransi diantara anggota keluarga, 8 saling memaafkan diantara
anggota keluarga, 9 pembagian tugas secara jelas diantara anggota keluarga, 10 tugas dan peran ibu diantara anggota keluarga dominan bersifat domestik, 11
tugas dan peran bapak diantara anggota keluarga dominan bersifat publik, 12 tugas dan peran kakak
– adik diantara anggota keluarga membantu ibu – bapak. Tabel 58. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek relasi
Kategori Zona dominan persen
Total Sawah n = 40
L.kering n=40 Hutan n=40
n n
n n
Rendah Sedang
7 17.5
4 10
5 12.5
16 13.3
Tinggi 33
82.5 36
90 35
87.5 104
86.7 Total
40 100
40 100
40 100
120 100
Keterangan: Rendah = 0 - 4, Sedang = 5 – 8, Tinggi = 9 – 12
Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek relasi, keseluruhan 100,0 berada pada kategori
sedang sampai tinggi Tabel 58. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agro ekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek
tersebut pada kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik pada wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan, atau ketiganya.
Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,406; 0,799; 0,278 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.524, tidak berbeda nyata antar ketiga zona.
Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi
berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 73,5 –
80,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Sebaran kategori sedang pada keberfungsian keluarga menggambarkan
kemampuan dalam memecahkan masalah strategi coping, yang merupakan faktor penting dalam mengatasi berbagai permasalahan baik tekanan ekternal lingkungan
dan internal keluarga, juga menggambarkan kemampuan atau keterampilan anggota keluarga dalam berkomunikasi family communication skill kategori
sedang, sehingga berbagai permasalahan dapat dikomunikasikan dalam keluarga untuk mencari pemecahannya. Hasil ini berbeda dengan penelitian Koswara 2009
pada keluarga pekerja tidak miskin di Kota Bandung yang teridentifikasi keberfungsian keluarganya tinggi 82,1 persen. Lebih lanjut dikatakan pekerja tidak
mendapat tekanan dari pekerjaannya. Selain itu karena faktor-faktor lain, seperti kemampuan dalam memecahkan masalah.
Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Salah satu tujuan awal pembangunan nasional adalah suatu masyarakat yang kebutuhan pokoknya pangan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan
terpenuhi Kartasasmita 1996 dalam Hatuwe 2000. Kemampuan keluarga contoh yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pangan, sehingga tidak berdampak negatif.
Misalnya kasus gizi buruk yang tinggi, atau kelaparan tidak terjadi. Hal ini dibahas pada diversifikasi dan pemenuhan kebutuhan pangan, strategi coping dan
ketahanan pangan, serta nafkah berbasis modal sosial dan ketahanan pangan. Keluarga contoh melaksanakan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Terdapat
empat belas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali hal tersebut. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi
tindakan kolektif signifikan yang sepadan dengan asosiasi dari pemenuhan kebutuhan pokok oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif asosiasi pemenuhan kebutuhan pokok adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 12. Keputusan terima Ho
pada ketiga wilayah pada pengujian ke-5, 6 {nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung} Tabel 59. H0, semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya sama.
Tabel 59. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran terhadap 14 indikator pemenuhan kebutuhan pokok
Uji Item-item yang diuji
X
2 α,db
L. kering Sawah Hutan Simpulan Qhit
Qhit Qhit
1 Semua item
18,31 96,67
105,92 109,14 Tolak Ho 2
1,2,3,5,7,8,9,10,12 11,07
13,21 8,92
2,21 Tolak Ho
3 1,2,3,5,8,9,10,12
9,49 4,23
Terima Ho
Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden 1, 2, 3 = pangan
5, 7, 8 = kesehatan, 9, 10 = pendidikan, 12 = perumahan
Tindakan kolektif asosiasi dari pemenuhan kebutuhan pokok menjadi hal yang sangat penting, terutama pemenuhan kebutuhan pangan pada taraf cukup,
yang meliputi 1 frekwensi makan per hari 2 – 3 kali 15 kaliminggu; 2 proporsi
sumber energi dari makanan yang dimakan cukup diversifikasi sumber karbohidrat; 3 proporsi sayuran dari makanan yang cukup. Selain itu, pemenuhan kesehatan,
meliputi 5 status penyakit tingkat morbiditas, atau mortalitas bayi anak 6 bulan terakhir; 8 perilaku hidup sehat
– lingkungan : tempat buang air besar anggota keluarga, sumber air minummemasak keluarga, sumber air utama mandi, cuci
keluarga, jarak sumber mata air minummasak dengan septic tank tempat buang air, tempat pembuangan sampah keluarga. Pemenuhan pendidikan, meliputi 9
ketersediaan dan penggunaan pelayanan pendidikan bagi anggota keluarga; 10
rata-rata pendidikan formal yang telah berhasil ditempuh anak usia sekolah atau di atasnya. Pemenuhan perumahan, meliputi 12 status kepemilikan bangunan rumah
: milik sendiri. Pada dominan lahan sawah, hutan ditambah 7 perilaku hidup sehat - rumah : pertukaran udaraventilasi, sinar matahari di pagisiang hari.
Hasil penelitian, sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, keseluruhan 100
pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 60. Apabila dianalisis berdasarkan agroekosistem juga memperlihatkan pada kategori sedang sampai tinggi 100,0,
baik pada dominan sawah, lahan kering, hutan, atau ketiganya. Tabel 60. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori pemenuhan kebutuhan
pokok 3 zona agroekosistem
Kategori Zona : dominant persen
Total n = 120
Sawah n=40 L. kering n=40
Hutan n=40 n
n n
n Rendah
Sedang 30
75,0 24
60,0 27
67,5 81
67,5 Tinggi
10 25,0
16 40,0
13 32,5
39 32,5
Total 40
100,0 40
100,0 40
100,0 120
100
Keterangan : Rendah: 0-4 Sedang: 5-9
Tinggi: 10-14
Tingkat pemenuhan kebutuhan pokok keluarga contoh menyebar secara merata, tidak berbeda nyata p 0,05 mengelompok pada nilai total skor ≥ 8 dari 14
indikator yang diteliti. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,618
– 0,826, ANOVA p-value 0,05 antar agroekosistem. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata
sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa. Berdasarkan teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003, terjadi operasi irisan interseksi, di mana irisan dari
himpunan A dominan sawah dan himpunan B dominan lahan kering = A п B = X :
x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan Gambar 21, terjadi interseksi - operasi irisan besar homofili.
Gambar 21. Interseksi pemenuhan kebutuhan pokok di sawah, lahan kering, hutan Terjadi operasi irisan interseksi, di mana irisan dari himpunan A dominan sawah,
himpunan B dominan lahan kering, dan C dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan Gambar 22.
Dominan sawah
Dominan hutan
Dominan sawah
Dominan lahan kering
Dominan lahan kering
Dominan hutan
terjadi opersi irisan interseksi 65,5 – 70,5 : homofili
Ketahanan Fisik Keluarga dan Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Indikator, item, subitem ketahanan fisik keluarga Sunarti, 2001, meliputi : sumberdaya fisik, terdiri dari pendapatan kapitabulan; dan asset keluarga rumah,
tanahsawah, kendaraan. Selain itu, masalah keluarga fisik, meliputi ekonomi kesulitan memenuhi pangan, pengobatan, pendidikan, keuangan, sakit gangguan
kesehatan, kecelakaan, kehilangan pekerjaan. Penanggulangan masalah keluarga fisik; meliputi langsung kesulitan pangan, ekonomi, pengobatan; dukungan
keluarga peran keluarga besar membantu kesulitan ekonomi, dan dukungan sosial peran tetanggalingkungan meringankan pekerjaan, membantu kesulitan ekonomi.
Kesejahteraan fisik, meliputi pangan frekwensi makan utama sehari; sandang frekwensijumlah baju yang dibeli per tahun; papan luas rumahkapita, kepemilikan
kamar mandi, WC; kesehatan tempat berobat jika sakit, perawatan kesehatan,
dan pendidikan kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah. Sedangkan indikator pemenuhan kebutuhan pokok penelitian, meliputi : pangan pangan pokok,
sayuran, lauk pauk yang dikonsumsi per hari, minggu, bulan. Selain itu, perumahan penjumlahan skor kondisi perumahan dan perabotan yang dimiliki. Pendidikan
rata-rata pendidikan formal yang telah berhasil ditempuh anak usia sekolah, atau di atasnya, ketersediaan pelayanan pendidikan. Kesehatan adalah perilaku hidup
bersihsehat, status penyakit morbiditasmortalitas bayi anak, ketersediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan bagi anggota keluarga.
Terjadi operasi irisan interseksi, himpunan A ketahanan fisik keluarga dan B pemenuhan kebutuhan pokok = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak
saling lepas, peristiwa bersamaan, dan operasi irisan besar homofili Gambar 22a
Dominan Sawah
Dominan Lahan
kering
Operasi irisan interseksi : 60 - 70 persen : HOMOFILI
Dominan Hutan
Gambar 22. Interseksi pemenuhan kebutu- han pokok antar zona agroekosistem
Gambar 22a. Interseksi ketahanan fisik keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok
Ketahanan fisik keluarga
Pemenuhan kebutuhan pokok
Operasi irisan interseksi
HOMOFILI
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Variabel Penelitian
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Strategi Coping
Strategi coping keluarga petani miskin pada aspek ekonomi merupakan adaptasi, tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi
yang dialami. Aspek ekonomi dari strategi coping meliputi : a efisiensi usahatani; b penghematan pengeluaran pangan, c penghematan biaya pendidikan, d
penghematan untuk kesehatan, e penghematan lain-lain, serta f peningkatan pendapatan. Perbedaan potensi sumberdaya ekonomi pada desa-desa dominan
sawah, lahan kering, atau hutan akan berimplikasi terhadap akses dan kontrol yang berbeda dalam pemanfaatanya oleh keluarga petani miskin pada ketiga wilayah
tersebut. Perbedaan potensi sumberdaya ekonomi tersebut diduga berkaitan dengan karakteristik keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan
ekologi meso, dan dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro. Perbedaan potensi dan komoditi unggulan sumberdaya ekonomi juga berimplikasi pada
perbedaan pemanfaatan sumberdaya tersebut pada kondisi tidak panen dan panen dalam kaitannya dengan strategi coping aspek ekonomi.
Pada wilayah dominan sawah, sebagian besar memiliki pola tanam, atau indeks pertanaman IP padi 300, dengan sumber air sungai Bengawan Solo, dan
sebagian memiliki IP padi 200. Pada IP padi 200 memiliki pola tanam padi – padi –
jagung, atau padi – padi – kacang tanahhijau, sehingga IP 300 tetap terjadi dalam
setahun, yang didukung bangunan infrastruktur pengairan yang dibangun P4MI, Badan Litbang Pertanian tahun 2006-2007. Artinya, investasi infrastruktur irigasi
dapat meningkatkan luas pertanaman, intensitas tanam, dan perubahan pola tanam setahun, serta keanekaragaman tanaman.
Pada wilayah dominan lahan kering atau hutan, maksimal memiliki IP padi 200 terutama pada kondisi hari hujan dan curah hujan mm pertahun normal, dengan
pola tanam padi – padi – jagungkacang tanah IP 300, atau padi – padi – sayuran
semangka 400 IP 300. Nafkah ganda, seperti pencarian daun jati untuk dijual ke pasar, tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan untuk peningkatan
pendapatan; kepompongulat daun jati atau belalang untuk menambah pendapatan atau langsung dikonsumsi. Pencarian ranting, tunggul, akar, dan rencekan kayu jati
sebagian untuk kayu bakar memasak, dan sebagian di jual guna menambah pendapatan dari hutan jati pada wilayah dominan hutan dapat menjadi sumber
ekonomi, selain tetap berusaha tani tanah milik sendiri, maro, atau menjadi buruh tani. Pergeseran luas tanaman jagung oleh padi tidak mengurangi luas total
tanaman jagung keseluruhan masih meningkat ± 40 , terutama pada dominan lahan kering, atau hutan, sebagian sumber karbohidrat kalori masyarakat Kab.
Blora, terutama pada usia tua sebagai bahan makanan. Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap strategi coping Tabel 61 menghasilkan nilai determinan R² sebesar 0,614. Artinya strategi coping dapat diterangkan dengan peubah-peubah
pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan
kebijakan makro, dan nafkah berbasis modal sosial sebesar 61,1 persen. Sementara sisanya diterangkan oleh peubah-peubah lain di luar model.
Tabel 61. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping yang dilakukan keluarga skor
Variabel b
SE b β
Konstanta 84,407
14,645 Pendidikan
1:≥ SDMI,0=SDMI -12,391
2,470 -0,311
Besar Keluarga orang -2,992
0,835 -0,236
Sikap pada tatanan meso skor
1
-0.055 0,012
-0,275 SIkap pada tatanan makro skor
2
0,036 0,081
0,026 Strategi nafkah berbasis modal sosial skor
-0,386 0,062
-0,412 R
2
0,614 Adjusted R
2
0,597 F
36,324
Ket. : : signifikan pada level 0.01, Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol dan peubah pendapatan keluarga
dikeluarkan karena alasan multikolinearitas
1 : keluarga
– lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, 2 : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan
Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,01 terhadap strategi coping yang dilakukan keluarga adalah pendidikan, besar keluarga, sikap keluarga
pada tataran meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat variabel memiliki koefisien regresi negatif yang menunjukan bahwa semakin rendah
pendidikan kepala kelaurga, semakin kecil ukuran keluarga, semakin rendah skor sikap pada tataran meso, atau semakin jarang strategi nafkah dilakukan keluarga
petani miskin akan meningkatkanmemperbesar strategi coping yang dilakukan. Hasil analisis regresi linier berganda musim panen dan tidak panen untuk
menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi coping Tabel 61a menghasilkan nilai determinan R² yang tinggi, yaitu 0,841 saat panen, dan 0,826
saat tidak panen. Artinya strategi coping dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendapatan keluarga, pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap
lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan
sosial ekonomi dan kebijakan makro, dan strategi nafkah berbasis modal sosial sebesar 84,1 persen saat panen, dan 82,6 persen saat tidak panen. Sementara
sisanya diterangkan oleh peubah-peubah lain di luar model. Tabel 61a. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping panen, tidak panen
Variabel Panen
Tidak Panen b
SEb β
b SEb
β Ukuran keluarga
orang -2.162
0.812 -0.207 -2.121
0.794 -0.223
Pendidikan
1:≥ SDMI,0=SDMI
4.483 0.764 0.266
-3.995 1.174
-0.161
Sikap meso skor
1
-0.042 0.037 -0.254
-0.045 0.029
-0.241
Sikap makro skor
2
-0.022 0.052 -0.038
0.040 0.080
0.046
Nafkah basis modal sosial
-0.380 0.064
-0.456 0.734
0.58 0.415
R
2
0.841 0.826
Adjusted R
2
0.832 0.817
F 99.436
89.484
Ket. : : signifikan pada level 0.01, Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol dan peubah pendapatan keluarga
dikeluarkan karena alasan multikolinearitas
Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,01 terhadap strategi coping yang dilakukan keluarga pada musim panen dan tidak panen adalah
pendidikan, besar keluarga, sikap keluarga pada tataran meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat variabel memiliki koefisien regresi negatif yang
menunjukan bahwa semakin rendah pendidikan kepala kelaurga, semakin kecil ukuran keluarga, semakin rendah skor sikap pada tataran meso, atau semakin
jarang strategi nafkah dilakukan keluarga petani miskin akan meningkatkan memperbesar strategi coping yang dilakukan.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nafkah Berbasis Modal Sosial
Tradisi-tradisi yang bersifat lokalitas, seperti gotong royong dalam membangun rumah yang masih ada di daerah Blora, merupakan sebuah potensi
modal sosial yang dapat dijadikan sebagai aset menguntungkan dalam mengatasi krisis apapun yang terjadi akibat kemiskinan, termasuk kerawanan pangan. Bentuk-
bentuk aktifitas sosial sebagai manifestasi nilai-nilai tersebut berupa gotong royong dan kerjasama dalam pembagunan, musyawarah dalam memecahkan masalah-
masalah kemasyarakatan, saling menolong antar keluarga, tetangga, kerabat, dan saling mengingatkan apabila ada suatu keluarga, tetangga yang melakukan
perbuatan yang merugikan keluarga, tetangga lain, atau masyarakat. Sementara itu, bagi keluarga petani miskin penghasilan dari usahatani dan
buruh tani tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sehingga mereka akan
mengalokasikan tenaga keluarga ke sektor non pertanian untuk mengerjakan berbagai jenis pekerjaan sebagai strategi bertahan hidup. Etika sosial-kolektif
sebagai landasan moralnya, lebih banyak akan memanfaatkan modal sosial sebagai faktor penting dalam membangun sistem nafkahnya. Modal sosial berbasis
kepercayaan, relasi sosial, dan jaringan sosial berkaitan dengan upaya strategi nafkah berbasis modal sosial.
Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nafkah berbasis modal sosial Tabel 62 menghasilkan nilai
determinan R² yang sedang, yaitu 0,233. Artinya nafkah berbasis modal sosial dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap
keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, dan sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro sebesar 23,3
persen. Sekitar 76,7 persen nafkah berbasis modal sosial diterangkan oleh peubah- peubah lain di luar model.
Tabel 62. Faktor-faktor mempengaruhi nafkah berbasis modal sosial skor Variabel
b SE b
β Konstanta
80,160 18,712
Pendidikan 1:≥ SDMI,0=SDMI
8,090 3,622
0,190 Besar Keluarga orang
5,257 1,151
0,389 Sikap pada tatanan meso skor
1
0,006 0,018
0,026 SIkap pada tatanan makro skor
2
0,047 0,121
0,032 R
2
0,233 Adjusted R
2
0,206 F
8,714
Ket : signifikan pada level 95, signifikan pada level 99
Meso : keluarga
– lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan.
Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol.
Peubah pendapatan keluarga dikeluarkan dari model karena alasan multikolinearitas
Peubah strategi coping tidak mempengaruhi strategi nafkah berbasis modal sosial
Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap nafkah berbasis modal sosial adalah besar keluarga p0,01 dan pendidikan kepala keluarga p0,05. Besar
keluarga memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin besar ukuran keluarga yang petani miskin akan meningkatkan atau memperbesar strategi
nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan. Sementara itu, pendidikan kepala keluarga memiliki koefisien regresi positif yang berarti semakin tinggi pendidikan
yang dilakukan keluarga, startegi nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan keluarga akan semakin meningkatkan atau memperbesar.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian Keluarga
Keberfungsian keluarga dipandang sebagai kemampuan menyesuaikan diri keluarga family adaptability, ikatan emosional emotional bonding anggota
keluarga, atau kemampuan dalam memecahkan masalah dan keterampilan berkomunikasi Hodges dalam Dubowitz dan De Panfilis 2000. Keberfungsian
keluarga pada kajian ini meliputi aspek : koneksi, sumber daya lingkungan, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi, sehingga keberfungsian keluarga
dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan bergantung koneksi, perilaku
– pengelolaan sumberdaya, dan relasi. Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga Tabel 63 menghasilkan nilai determinan R² sebesar 0,371. Artinya, keberfungsian keluarga dapat diterangkan
dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan
sosial ekonomi dan kebijakan makro, strategi nafkah berbasis modal sosial, dan strategi coping sebesar 0,371. Sekitar 63 persen keberfungsian keluarga
diterangkan peubah-peubah lain di luar model. Tabel 63. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberfungsian keluarga skor
Variable b
SE b β
Besar keluarga orang -0.662
0.373 -0.165
Pendidikan 1=≥ SDMI, 0=SDMI -0.498
1.174 -0.040
Sikap meso skor -0.088
0.058 -0.283
Sikap makro skor 0.122
0.082 0.280
Strategi koping skor 0.079
0.030 0.270
Nafkah berbasis modal sosial skor 0.431
0.419 0.232
R
2
0.371 Adjusted R
2
0.339 F
8.484
Ket. : 1 : signifikan pada level 0.1 2 : signifikan pada level 0.05 3 : signifikan pada level 0.001
Meso : keluarga
– lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan
Peubah pendapatan dikeluarkan dari model karena multikolinearitas dengan strategi koping
Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,1 terhadap keberfungsian keluarga adalah ukuran atau besar keluarga. Ukuran keluarga memiliki koefisien
regresi negatif yang menunjukan bahwa semakin kecil ukuran keluarga petani miskin akan meningkatkan atau memperbesar tingkat keberfungsian keluarga contoh.
Strategi coping memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin besar strategi coping yang dilakukan keluarga petani miskin akan meningkatkan
atau memperbesar yang dilakukan. tingkat keberfungsian keluarga contoh.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga
Pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik pada keluarga petani miskin yang meliputi aspek pangan, pendidikan, kesehatan, dan perumahan
merupakan tujuan yang ingin dicapai. Pemenuhan kebutuhan pokok pada keluarga tidak terlepas dari keterkaitannya dengan lingkungan mikro, meso, makro, pada
kajian ini terangkum pada aspek karakteristik keluarga petani mikro yang meliputi pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, atau perilaku hidup
sehat. Pada tataran meso melalui pengukuran sikap keluarga – lingkungan sosial
ekonomi dan ekologi. Sedangkan pada tataran makro berkaitan dengan sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah.
Hasil analisis regresi linier berganda model faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dan ketahanan fisik keluarga
Tabel 64 menghasilkan nilai determinan R² yang rendah, yaitu 0,181. Artinya, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dapat diterangkan dengan peubah-peubah
pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, serta dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro, strategi
coping penghematan pengeluaran, peningkatan pendapatan, strategi nafkah berbasis modal sosial, serta keberfungsian keluarga sebesar 18,1 persen.
Tabel 64. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga skor
Variable b
SE b β
Konstanta 5,091
2,083 Besar keluarga orang
0,036 0,115
0.033 Pendidikan 1=≥ SDMI, 0=SDMI
-0,428 0,351
-0.123 SIkap meso skor
0,005 0,002
0.301 Sikap makro skor
-0,005 0,010
-0.041 Strategi koping skor
-0,009 0,012
-0.106 Nafkah berbasis modal sosial skor
-0,009 0,009
-0.109 Keberfungsian keluarga skor
0,074 0,027
0.265 R
2
0.181 Adjusted R
2
0.129 F
3,529
Keterangan : signifikan pada level 0.1, signifikan pada level 0.05, signifikan pada level 0.001
Meso : keluarga
– lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan
pendapatan dikeluarkan dari model karena alasan multikolinearitas dengan var. strategi koping
Sekitar 82 persen pemenuhan kebutuhan pokok keluarga diterangkan oleh peubah- peubah lain di luar model.
Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga adalah keberfungsian keluarga pada level 0,01, dan
sikap keluarga pada tataran meso pada level 0,1. Keberfungsian keluarga memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin tinggi keberfungsian
keluarga yang diperoleh keluarga petani miskin akan meningkatkan memperbesar pemenuhan kebutuhan pokok, atau sebaliknya semakin kecil keberfungsian
keluarga yang diperoleh keluarga petani miskin akan menurunkanmemperkecil pemenuhan kebutuhan pokok. Sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi
dan ekologi meso, memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin tinggi sikap keluarga pada tataran meso akan meningkatkanmemperbesar
pemenuhan kebutuhan pokok, atau sebaliknya semakin kecil sikap keluarga pada tataran meso yang dilakukan keluarga petani miskin akan menurunkanmemperkecil
pemenuhan kebutuhan pokok. Hasil analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga menurut berbagai peubah terpenuhi atau tidak terpenuhi disajikan pada Tabel 64. Peubah strategi
coping saat panen memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada taraf 0,01. Artinya keluarga petani miskin yang jarang, sedikit atau tidak pernah melakukan strategi
coping saat panen masih memiliki peluang lebih besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, atau semakin jarang, sedikit, atau tidak pernah keluarga petani
miskin melakukan strategi coping saat panen tidak berpengaruh terhadap peningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok. Karena dari komponen parsial strategi
coping yang dilakukan seluruh responden saat panen nol atau sebagian saja, terutama aspek efisiensi usahatani coping = 0,00, penghematan pengeluaran
pangan coping = 23,53, pendidikan 50,00, dibandingkan saat tidak panen masing-masing 63,63 persen, 58,82 persen, dan 100,00 persen.
Implikasi dari hasil regresi logistik tersebut menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki strategi koping yang lebih baik saat tidak panen berpeluang lebih
besar untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Setiap kenaikan satu poin skor strategi koping saat tidak panen akan meningkatkan peluang pemenuhan
kebutuhan keluarga lima kali lebih besar. Selain itu setiap peningkatan strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga contoh akan meningkatkan peluang
pemenuhan kebutuhan pokok keluarga tiga kali lebih besar.
Tabel 64. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga Variabel
Estimated Coefficient Standard Error
Wald Strategi koping saat panen
-1.206 0.339
12.649 Startegi koping non panen
0.391 0.161
5.896 Strategi nafkah modal sosial
0.063 0.035
3.237 Keberfungsian keluarga
-0.087 0.125
0.476 Constant
5.867 4.259
1.899 -2Log Likelihood
47.856
Ket. : signifikan pada level 0.1 signifikan pada level 0.05 signifikan pada level 0.01
Pengambilan keputusan keluarga petani miskin pada variabel starategi coping berkorelasi positif dengan pengambilan keputusan dalam manajemen
sumberdaya keluarga, artinya starategi coping berhubungan dengan bagaimana keluarga mengelola sumberdaya internal dan ekternal untuk mencapai tujuan hidup
keluarga, terutama pemenuhan kebutuhan pokok. Menurut Rice dan Tucker 1976, terkait dengan kesejahteraan keluarga banyak berhubungan dengan bagaimana
pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja yang berlaku dalam keluarga. Menurut BKKBN strategi social yang dilakukan oleh keluarga berpengaruh terhadap
kesejahteraan Keluarga petani miskin yang memiliki modal sosial yang tinggi, kuat, erat
memiliki peluang lebih besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, atau semakin tinggi, kuat, erat modal sosial akan berpengaruh terhadap peningkatkan
pemenuhan kebutuhan. Modal sosial dalam nafkah keluarga petani miskin yang diukur adalah kepercayaan trust, jaringan sosial social networks, dan norma
sosial social norm seperti konseptual Putnam. Komponen kepercayaan modal sosial mempunyai hubungan nyata dengan ketahanan pangan. Semakin tinggi
kepercayaan untuk menjalin kerjasama tolong menolong tanpa saling curiga, serta keluarga dan lingkungannya dapat menjaga hubungan berkelanjutan, maka semakin
tinggi tingkat ketahanan pangan keluarga miskin. Pada komponen jaringan sosial, semakin luas dan dalam sifat jaringan sosial
yang dimiliki keluarga petani miskin, maka semakin baik lingkungan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sehingga akan semakin tinggi tingkat ketahanan
pangan. Kedekatan hubungan karena bertetangga dekat dan hubungan kekerabatan akan mengakibatkan munculnya kepercayaan untuk saling membantu.
Luas jaringan yang dimiliki keluarga petani miskin yang ditunjukkan dengan jumlah hubungan sosial yang dimiliki keluarga petani miskin, dan modal sosial memiliki
potensi dalam menguatkan ketahanan pangan keluarga petani miskin. Semakin banyak hubungan sosial yang dimiliki keluarga petani miskin dalam pemenuhan
kebutuhan pangan, maka semakin tahan pangan keluarga petani miskin tersebut. Pada komponen norma sosial, semakin kuat, luas dan dalam norma sosial yang
tidak tertulis aturan-aturan informal, atau aturan informal berbasis aturan tradisional yang dimiliki keluarga petani miskin dan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan
pangan, sehingga akan semakin tinggi tingkat ketahanan pangan. Beberapa hal menarik untuk dibahas terkait pemenuhan kebutuhan pokok
keluarga petani miskin penerima bantuan langsung tunai BLT, terkait nafkah berbasis modal sosial, dan strategi coping, yaitu :
1. Modal sosial nilai kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial yang ada di dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat mampu dimanfaatkan secara
optimal, maka simpanan modal sosial tersebut akan menguntungkan bagi kehidupan keluarga petani miskin, termasuk memperbaiki kondisi sosial
ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, dan lebih lanjut menjadi potensi dalam mengatasi kerawanan pangan, atau penurunan angka
kemiskinan; 2. Gotong royong dan kerjasama, musyawarah, saling menolong, dan saling
mengingat merupakan sebuah modal sosial, apabila dipertahankan, atau dikembangkan mampu menjadi asset yang penting untuk mengatasi
kerawanan pangan, bahkan penurunan angka kemiskinan. 3. Ikatan sosial yang tinggi dengan kelompok, komunitas, dan masyarakat,
sebaliknya persepsi terhadap pemerintah yang belum efektif melaksanakan fungsi pemerintahan. Upaya-upaya yang dilakukan akan mencari strategi
coping terbaik yang bisa mereka lakukan agar mereka mampu tetap bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya, berada pada kuadran keempat
berdasarkan framework Narayan 1998. Bantuan pangan BLT, Raskin, JPS dll. memberi dorongan yang kuat pada
keluarga petani miskin untuk berusaha memperbaiki kondisi kehidupan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok. Dengan adanya bantuan keluarga petani miskin
setiap hari tetap rajin bekerja andaikata ada peluang kerja yang bisa mereka lakukan. Tujuan pemberian bantuan menjadi penting, sehingga dengan adanya
bantuan dapat memberi ruang gerak yang lebih besar bagi keluarga petani miskin untuk berusaha memperbaiki kondisi kehidupan keluarga, terutama pemenuhan
kebutuhan pokok,
Analisis Jalur: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian serta Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga
Analisis jalur dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga secara
lebih komprehensif. Alur analisis disesuaikan dengan kerangka berpikir penelitian yang terbagi menjadi tiga bagian sistem yaitu input, proses, dan output. Input terdiri
dari variabel karakteristik yang diduga mempengaruhi keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga seperti pendapatan, pendidikan, dan ukuran
keluarga serta sikap pada tatanan meso dan makro. Variabel strategi koping dan strategi nafkah berbasis modal sosial menjadi variabel antara yang mempengaruhi
keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga proses. Variabel keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga
menjadi output dari jalur yang akan dianalisis. Bagan analisis jalur ditunjukkan pada Gambar 23.
Gambar 23. Bagan analisis jalur Model jalur yang digunakan dianalaisis dengan menggunakan empat
persamaa regresi linear berganda. Persamaan pertama dan kedua berkaitan dengan analsis pengaruh variabel-variabel pada tatanan input terhadap strategi coping dan
strategi nafkah berbasis modal sosial. Persamaan ketiga dan keempat berkaitan dengan analisis pengaruh variabel pada tatanan input dan proses terhadap variabel
pada tatanan output yaitu keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok
e1
e4 e3
e2
Pendidikan
Besar keluarga
Sikap meso
Sikap makro Keberfungsian
Keluarga
Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan
kebutuhan Pokok Pendapatan
Strategi Coping
Strategi Nafkah Berbasis Modal
Sosial
keluarga. Keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga juga sama-sama saling mempengaruhi satu sama lain. Hasil uji korelasi menunjukkan
bahwa pendapatan dan strategi coping memiliki hubungan yang sangat kuat r=- 0,934, p0,01 sehingga salah satu variabel harus dikeluarkan dari model untuk
menghindari terjadinya multikolinearitas. Pendapatan dikeluarkan dari model analisis jalur dan dianggap terwakili oleh variabel strtaegi coping karena keduanya memiliki
keterkaitan yang sangat kuat. Tabel 65 Hasil analisis jalur untuk model pertama
Pengaruh Variabel Koefisien Jalur
Nilai Uji t EDU COPING
-0.311 -5.017
FAM_SIZE COPING -0.236
-3.583 MESO COPING
-0.275 -4.716
MAKRO COPING 0.026
0.451 NAFKAH COPING
-0.412 -6.205
EDU NAFKAH 0.190
2.233 FAM_SIZE NAFKAH
0.389 4.567
MESO NAFKAH 0.026
0.323 MAKRO NAFKAH
0.032 0.391
EDU FUNGSI -0.041
-0.427 FAM_SIZE FUNGSI
-0.182 -1.879
MESO FUNGSI 0.017
0.186 MAKRO FUNGSI
0.024 0.297
COPING FUNGSI 0.384
2.944 NAFKAH FUNGSI
0.018 0.164
EDU POKOK -0.123
-1.217 FAM_SIZE POKOK
0.033 0.315
MESO POKOK 0.301
3.211 MAKRO POKOK
-0.041 -0.479
COPING POKOK -0.106
-0.739 NAFKAH POKOK
-0.109 -0.967
FUNGSI POKOK 0.265
2.675 Adjusted R
2
persamaan 1 = 0.597 e1 = 0.403
Adjusted R
2
persamaan 2 = 0.206 e2 = 0.794
Adjusted R
2
persamaan 3 = 0.218 e3 = 0.782
Adjusted R
2
persamaan 4 = 0.129 e4 = 0.871
Uji F persamaan 1 = 36.324 Uji F persamaan 2 = 8.714
Uji F persamaan 3 = 6.516 Uji F persamaan 4 = 3.529
Keempat persamaan analisis jalur diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis terhadap keempat persamaan tersebut ditunjukkan pada
Tabel 65. Pada persamaan pertama, beberapa variabel yang secara signifikan
mempengaruhi strategi coping adalah pendidikan kepala keluarga p0,01, ukuran atau besar keluarga p0,01, dan strategi nafkah berbasis modal sosial p0,01.
Ketiga variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap strategi coping. Sementara itu, ukuran keluarga juga berpengaruh signifikan terhadap strategi
nafkah berbasis modal sosial p0,01. Variabel lain yang berpengaruh terhadap strategi nafkah adalah pendidikan kepala keluarga p0,05. Kedua variabel tersebut
berpengaruh secara positif terhadap strategi nafkah berbasis modal sosial. Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap keberfungsian keluarga
adalah besar keluarga p0,1 dan strategi coping yang dilakukan oleh keluarga p0,01. Besar keluarga berpengaruh secara negatif sementara strategi coping
berpengaruh positif terhadap keberfungsian keluarga. Sementara itu, sikap keluarga pada tatanan meso dan keberfungsian keluarga berpengaruh signifikan terhadap
pemenuhan kebutuhan fisik p0,01. Keduanya berpengaruh secara positif terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga contoh.
Model analisis jalur kemudian dimodifikasi setelah keempat persamaan diuji dan didapatkan varaibel-variabel yang berpengaruh secara signifikan antarvariabel
yang diujikan. Model analisis yang telah dimodifikasi ditunjukkan pada gambar 24. Model analisis jalur yang telah dimodifikasi juga terdiri dari empat persamaan yang
kemudian diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.
Gambar 24. Model analisi jalur yang telah dimodifikasi Besar keluarga
Sikap meso Strategi koping
Strategi Naf- kah Berbasis
Modal Sosial Keberfungsian
Keluarga
Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan kebutuhan
Pokok Pendidikan
e1
e2 e3
e4
Tabel 66. Hasil analisis jalur untuk model yang telah dimodifikasi Pengaruh Variabel
Koefisien Jalur Nilai Uji t
EDU COPING -0.310
-5.020 FAM_SIZE COPING
-0.235 -3.584
MESO COPING -0.274
-4.724 NAFKAH COPING
-0.411 -6.214
EDU NAFKAH 0.194
2.297 FAM_SIZE NAFKAH
0.389 4.619
FAM_SIZE FUNGSI -0.182
-1.974 COPING FUNGSI
0.388 4.213
MESO POKOK 0.322
3.787 FUNGSI POKOK
0.273 3.210
Adjusted R
2
persamaan 1 = 0.539 e1 = 0.461
Adjusted R
2
persamaan 2 = 0.231 e2 = 0.769
Adjusted R
2
persamaan 3 = 0.255 e3 = 0.745
Adjusted R
2
persamaan 4 = 0.161 e4 = 0.839
Uji F persamaan 1 = 45.157 Uji F persamaan 3 = 19.998
Uji F persamaan 2 = 17.558 Uji F persamaan 4 = 11.217
Hasil analisis terhadap keempat persamaan pada model analisis jalur yang telah dimodifikasi dengan mengeluarkan variabel-varaiebl yang tidak berpengaruh
signifikan. Hasil analisis menunjukkan seluruh variabel pada keempat model yang telah dimodifikasi berpengaruh terhadap variabel independennya masing-masing.
Kecuali strategi coping pada model keempat yang tidak berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga. Sehingga model akhir
dari analisis jalur ditunjukan seperti pada gambar 25.
Gambar 25. Model akhir analisis jalur Hasil akhir dari analisis jalur adalah sebagai berikut. Startegi koping yang
dilakukan oleh keluarga contoh dipengaruhi langsung oleh variabel pendidikan
-0,411 -0.225
0.273 0.388
0.389
0.322 -0.182
-0.421 0.194
-0.324
e1=0.461
e2=0.769 e3=0.745
e4=0.839
Besar keluarga
Sikap meso Strategi koping
Strategi Nafkah Berbasis Modal
Sosial Keberfungsian
Keluarga
Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan
kebutuhan pokok Pendidikan
kepala keluarga, besar keluarga, sikap pada tataran meso dan strategi nafkah berbasis modal sosial ketiganya berpengaruh negatif. Startegi nafkah berbasis
modal sosial dipengaruhi oleh pendidikan kepala keluarga dan besar keluarga keduanya berpengaruh positif. Sementara itu, keberfungsian keluarga dipengaruhi
langsung oleh strategi coping yang dilakukan keluarga positif dan ukuranbesar keluarga negatif. Keberfungsian keluarga berpengaruh langsung terhadap
pemenuhan kebutuhan pokok, ketahanan fisik keluarga dan bersama dengan sikap keluarga pada tatanan meso positif. Keberfungsian keluarga dipengaruhi pula
secara tidak langsung oleh pendidikan kepala keluarga, besar keluarga, dan sikap pada tataran meso melalui strategi koping dan strategi nafkah. Begitu pula dengan
pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga, diberpengaruhi secara tidak langsung oleh strategi koping, sikap pada tataran meso, dan ukuran keluarga
melalui keberfungsian keluarga.
Tabel 67. Rangkuman hasil analsisi jalur Pengaruh Variabel
Koefisien Jalur Pengaru
h EDU COPING
-0.310 Langsung
FAM_SIZE COPING -0.235
Langsung NAFKAH COPING
-0.274 Langsung
MESO COPING -0.411
Langsung EDU NAFKAH
0.194 Langsung
FAM_SIZE NAFKAH 0.389
Langsung FAM_SIZE FUNGSI
-0.182 Langsung
COPING FUNGSI 0.388
Langsung MESO POKOK
0.322 Langsung
FUNGSI POKOK 0.273
Langsung EDU COPING FUNGSI
-0.310 x 0.388 = -0.120 Tidak Langsung
FAM_SIZE COPING FUNGSI -0.235 x 0.388 = -0.091
Tidak Langsung EDU COPING FUNGSI
POKOK -0.310 x 0.388 x 0.273 = -
0.033 Tidak Langsung
FAM_SIZE COPING FUNGSI POKOK
-0.235 x 0.388 x 0.273 = - 0.025
Tidak Langsung MESO COPING FUNGSI
-0.411 x 0.388 = 0.159 Tidak Langsung
MESO COPING FUNGSI POKOK
-0.411 x 0.388 x 0.273 = 0.044
Tidak Langsung EDU NAFKAH COPING
0.194 x -0.421 = -0.082 Tidak Langsung
FAM_SIZE NAFKAH COPING 0.389 x -0.421 = -0.164
Tidak Langsung EDU NAFKAH COPING
FUNGSI 0.194 x -0.421 x 0.388 = -
0.031 Tidak Langsung
FAM_SIZE NAFKAH COPING FUNGSI
0.389 x -0.421 x 0.388 = - 0.064
Tidak Langsung EDU NAFKAH COPING
FUNGSI POKOK 0.194 x -0.421 x 0.388 x
0.273 = 0.008 Tidak Langsung
FAM_SIZE NAFKAH COPING FUNGSI POKOK
0.389 x -0.421 x 0.388 x 0.273 = 0.017
Tidak Langsung
Keterangan: INCOME: pendapatan keluarga EDU: pendidikan kepala keluarga
FAM_SIZE: besar keluarga, MESO: sikap meso, MAKRO: sikap makro COPING: strategi koping keluarga NAFKAH: strategi nafkah berbasis modal sosial
FUNGSI: keberfungsian keluarga POKOK: pemenuhan kebutuhan pokok
Dukungan Wilayah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Nafkah Pertanian Sumber Kehidupan Petani Miskin
Keluarga petani miskin contoh di Kab. Blora memiliki struktur pendapatan dari sumber-sumber budidaya pertanian on farm, panen dan pasca panen
pertanian, serta perburuhan pertanian off farm, dan luar pertanian non farm. Pada keluarga petani miskin, buruh tani, penghasilan usahatani, buruh tani diduga tidak
cukup memenuhi kebutuhan hidup. Mereka akan mengalokasikan tenaga kerja keluarga strategi alokasi SDM, pola nafkah ganda di kawasan hutan jati, dan
strategi nafkah berbasis modal sosial. Pola nafkah ganda pada kajian ini banyak dilakukan oleh keluarga petani miskin di wilayah dominan lahan hutan. Mereka
selain bekerja pada usahatani, sumber nafkahnya berasal dari hutan jati. Misalnya mencari daun jati di jual ke pasar; kepompongulat daun jati, belalang; ranting,
tunggul, akar kayu jati untuk bahan bakar; tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan.
Keluarga contoh memiliki struktur nafkah tertinggi pada aspek pertanian. Artinya ketergantungan terhadap pendapatan bersumber utama dari sektor
pertanian. Mereka dalam memilih strategi nafkah yang akan diterapkan, berkaitan dengan fungsi sosial ekonomi. Hal ini, merupakan suatu bentuk strategi yang
diterapkan dalam merespon keadaan. Menurut Manig 1991 dalam Dharmawan 2001, ada enam fungsi keluarga berkaitan dengan strategi nafkah. Enam fungsi
tersebut, yaitu 1 alokasi sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan, 2 menjamin tercapainya berbagai tujuan keluarga, 3 memproduksi barang dan jasa, 4
membuat keputusan dalam penggunaan pendapatan konsumsi, 5 pengaturan dengan masyarakat luar, dan 6 fungsi reproduksi material dan sosial, serta
kemampuan setiap anggota keluarga. Lebih lanjut dikatakan, rumahtangga peasant produsen bertenaga kerja keluarga yang menggunakan alat-alat sederhana
mengembangkan dua macam strategi yang terkait dengan fase-fase kehidupannya. Kedua strategi tersebut, yaitu strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada
dalam keadaan normal masa dimana rumahtangga dapat melakukan aktivitas nafkah secara optimal, pendapatannya dapat memenuhi kebutuhan pokok, dan
berada dalam keadaan krisis pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Keluarga contoh memilih strategi patronase sebagai strategi utama nafkah Tabel 68, karena mereka memiliki lahan yang sempit. Mereka akan menjadi
penggarap, menjalin kepercayaan dengan pemilik lahan luas. Selain itu, menggaduh
ke pemilik ternak dalam jumlah banyak, dengan sistem maro pemilik : penggarap, atau penggaduh = 50 : 50, atau mertelu pemilik : penggarap, atau penggaduh
= 75 : 25. Sedangkan pesanggem menjalin kepercayaan dengan pihak Perhutani, untuk mengakses lahan hutan jati. Pesanggem adalah petani penggarap
lahan hutan jati secara tumpang sari jagung, ubi kayu di bawah pohon jati. Strategi produksi, dilakukan di lahan milik sendiri, atau melalui strategi
patronase. Air merupakan kendala utama dalam strategi produksi, atau pembangunan pertanian di Kabupaten Blora. Kehadiran P4MI yang memfasilitasi
pembangunan infrastruktur irigasi telah berhasil melonggarkan kendala tersebut. Tabel 68. Strategi nafkah keluarga petani miskin di Kab. Blora
Aktivitas Strategi
HC NC FC PC
SC Keterangan
On – off
farm Produksi
v v
v v
v - usahatani lahan milik sendiri,
Patronase v
v v
v v
- ke pemilik lahan, ternak - Penggarap ke pemilik lahan luas dengan sistem maro, buruh tani,
- Penggaduh - pemilik ternak yang banyak, sistem maro, bagi hasil - Pesanggem
– Perhutani lahan di hutan jati Solidaritas
vertikal v
- v
- v
-tengkulak sediakan input produk- si, panen harus jual ke mereka
Solidaritas horizontal
v v
- v
v - kebiasaan saling tolong meno-
long dalam usahatani Berhutang
v -
v v
v -Tengkulak, kedaiwarung, tetang-
gakerabat, ke BRI unit desa, Non
farm Serabutan
v v
- v
v Nafkah di hutan jati, sungai, pasar
- Pencarian akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon, sayuran di hutan jati,
- Pencarian ikan, atau pasir di Sungai Bengawan Solo, anak sungai - Kerja serabutan di pertambangan Cepu, kota Blora, kecamatan, pasar desa
Ket. : HC = human capital, NC = natural capital, FC = finansial capital, PC = phisikal capital, SC = sosial capital
Investasi infrastruktur irigasi mengakibatkan pekembangan luas tanaman pangan, indeks pertanaman meningkat. Hal ini terjadi pada desa-desa dominan lahan sawah
di Kec. Kedungtuban, Cepu, dan desa kajian Kec. Todanan. Pergeseran luas tanaman jagung oleh tanaman padi tidak mengurangi luas total tanaman jagung. Hal
ini, terjadi pada zona dominan lahan kering, kawasan hutan jati. Petani juga mencoba mengusahakan tanaman hortikultura musiman. Tanaman, terutama
bawang merah, cabe, semangka, yang cukup meningkat tajam. Hal ini memberikan indikasi bahwa investasi irigasi meningkatkan kesempatan bekerja, dan
memungkinkan berkurang-nya tekanan di musim paceklik dalam kurun waktu panjang bagi petani miskin.
Selain berusahatani, keluarga petani miskin bekerja pada bidang lain. Mereka melakukan strategi serabutan, sesuai kemampuan, potensi, peluang pada
zona agroekosistemnya. Misalnya buruh tani, buruh bangunan, kuli angkut, penggalian pasir. Aktivitas tersebut dilakukan secara bergantian dengan aktifitas
usahatani pada lahan milik sendiri. Pada zona dominan hutan, pencarian akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon, sayuran di hutan jati. Sedangkan
pada dominan sawah yang bermukim tidak jauh dari Sungai Bengawan Solo, pencarian ikan, atau pasir di Sungai Bengawan Solo, anak sungai. Kerja serabutan
dapat juga dilakukan di kawasan pertambangan Cepu, kota Blora, kecamatan, pasar desa
dengan pola pagi berangkat, sore hari pulang ke desa. Strategi nafkah yang melekat lainnya adalah strategi berhutang. Strategi
berhutang kepada patron petani lahan luas, pemilik ternak banyak, tengkulak, tetangga, kerabat, sebagian kecil ke BRI unit desa. Apabila pada musim tanam I
mengalami gagal panen, maka pembayaran hutang ditangguhkan untuk membayar pada musim tanam II. Andaikata gagal panen terjadi berturut-turut selama setahun,
sehingga membuat hutang mereka bertumpuk, dan akses berhutang selanjutnya mulai terbatas. Strategi berhutang tidak hanya untuk usahatani, tetapi untuk
memenuhi kebutuhan pangan. Pada tataran hubungan dengan sesama petani, mereka mengandalkan strategi solidaritas horizontal. Strategi dengan
memanfaatkan sistem tolong menolong royongan sebagai bagian penting dalam produksi usahatani. Pada tataran hubungan dengan tengkulak, mereka
mengandalkan strategi solidaritas vertikal. Strategi ini sebagai bagian penting produksi usahatani, atau pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang. Tengkulak
menyediakan input produksi, seperti pupuk, pestisida, insektisida. Pada saat panen petani harus menjual padi ke tengkulak, sebagian untuk membayar hutang.
Strategi produksi, solidaritas horizontal, solidaritas vertikal, dan strategi berhutang Tabel 69 dilakukan keluarga contoh. Strategi-strategi tersebut tidak ada
perbedaan, baik pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan. Sedangkan pada strategi patronase dan serabutan ada perbedaan. Ikatan-ikatan solidaritas antara
keluarga petani miskin di dalam masyarakat menjadi modal sosial yang penting bagi nafkah keluarga. Dharmawan 2001, memetakan strategi nafkah berdasarkan
solidaritas petani, yaitu : 1. Strategi ikatan solidaritas berdasarkan kegiatan pertanian, yang dilakukan petani
sebagai basis nafkah keluarga. Strategi ini meliputi kegiatan : a peminjaman lahan dari petani lapisan atas pada petani lapisan bawah, b bagi hasil dan
sistem sewa tanah, c pengelolaan tanah adat, dan d perjanjian saling menguntungkan antar petani,
2. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kegiatan non pertanian dibangun diantara penduduk desa dalam hubungan ekonomi antara petani dan
pemerintah. 3. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kebutuhan ekonomi, dengan
mengandalkan hubungan kepercayaan yang dibangun antara pihak-pihak yang bekerjasama. Seperti a peminjaman berdasarkan hubungan patron
– klien; b peminjaman berdasarkan hubungan tetangga; c peminjaman berdasarkan
hubungan keluarga; dan d peminjaman berdasarkan hubungan pertemanan. Ikatan ini berbeda dengan ikatan formal yang dilakukan oleh bank, atau
pegadaian. Strategi serabutan merupakan diversifikasi nafkah, untuk membentengi diri
dari ketidakpastian. Diversifikasi nafkah keluarga petani miskin pada ke-3 agro- ekosistem, yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, melalui penambahan input
eksternal berupa tenaga kerja, atau penerapan komponen teknologi. Ekstensifikasi, dengan memperluas lahan garapan pertanian tidak dapat dilakukan. Sedangkan
pola nafkah ganda banyak dilakukan, terutama di wilayah dominan lahan hutan. Tabel 69. Strategi nafkah keluarga miskin berdasarkan zona agroekosistem
Strategi Dominan sawah
Dominan lahan kering Dominan hutan
Produksi - Usahatani lahan milik
sendiri, - Usahatani lahan milik
sendiri, - Usahatani lahan milik
sendiri, Patronase
- ke pemilik lahan luas dengan sistem maro,
buruh tani, - ke pemilik ternak ba-
nyak dengan sistem maro, bagi hasil
- ke pemilik lahan luas dengan sistem maro,
buruh tani, - ke pemilik ternak ba-
nyak dengan sistem maro, bagi hasil
- ke pemilik lahan luas dengan sistem maro,
buruh tani, - ke pemilik ternak ba-
nyak dengan sistem maro, bagi hasil
- Pesanggem di hutan jati Perhutani
Solidaritas vertikal
- Tengkulak sediakan input produksi saat
panen harus jual ke mereka
- Tengkulak sediakan input produksi saat
panen harus jual ke mereka
- Tengkulak sediakan input produksi saat
panen harus jual ke mereka
Solidaritas horizontal
- Kebiasaan saling to- long menolong dalam
usahatani - Kebiasaan saling to-
long menolong dalam usahatani
- Kebiasaan saling to- long menolong dalam
usahatani
Berhutang -Tengkulak, warungke-
dai, BRI unit desa, -Tengkulak, warungke
dai, BRI unit desa, -Tengkulak, warungke-
dai, BRI unit desa,
Serabutan - Mencari ikan di aliran
Bengawan Solo, - Kerja serabutan di ka-
wasan Cepu - kerja serabutan di ko
ta kecamatan, atau di kota Blora
- Mencari akar, tunggul, ranting kayu jati, daun
jati, empon-empon di hutan jati
Rekayasa sumber nafkah pertanian keluarga petani miskin di Kab. Blora ini berbeda dengan penggolongan nafkah menurut Scoones 1998 di luar Kab. Blora.
Strategi nafkah petani menurut Scoones setidaknya dibagi menjadi 3 golongan. Ketiganya, yaitu : 1 rekayasa sumber nafkah pertanian, artinya usaha pemanfaatan
sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja, atau teknologi intensifikasi, maupun dengan
memperluas lahan garapan pertanian ekstensifikasi; 2 pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian
untuk menambah pendapatan diversifikasi pekerjaan; dan 3 rekayasa spasial, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasiperpindahan penduduk baik
secara permanen maupun sirkuler atau komutasi migrasi. Point tiga ini jarang dilakukan keluarga petani miskin pada wilayah kajian.
Tipologi Nafkah dan Rekayasa Nafkah Pertanian
Besaran akses keluarga petani miskin dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal tersaji pada Gambar 26, Tabel 70. Visualisasi grafik
pentagon yang digunakan, agar mempermudah memahami hal tersebut. Pada konsep segilima pentagon, ada lima tipe modal yang dapat dimilikidikuasai keluarga
untuk pencapaian sistem kehidupannya, yaitu modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam dan modal sosial. Kelima modal yang menjadi aset utama
bagi orang miskin dalam kehidupannya Ellis 2000. Kelima modal tersebut perlu dikelola secara berkelanjutan, agar faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan,
pemenuhan kebutuhan pokok terjadi interaksi antar faktor, serta keberlanjutan untuk menyambung hidup. Keluarga petani miskin, petani gurem, tak bertanah umumnya
menerapkan strategi bertahan hidup survival strategy. Pengelolaan modal fisik dapat digunakan sebagai modal finansial, asset produksi maupun penghimpun daya
beli.
Modal Sosial : + 3 +5, -2
Modal Alamiah : - 5 -6, +1
Modal Manusia : - 2 -3, +1
Modal Finansial : - 2 -4, +2
Modal Fisik : -4 -6, +2
Gambar 26. Akses petani terhadap 5 modal {model segilima pentagon Ellis, 2000}
Gambar 26, upaya untuk mempermudah memahami seberapa besar akses keluarga dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal. Kami berusaha
memvisualisasi grafik pentagon dalam dua dimensi, yaitu : 1 tanda negatif arah panah mengarah ke dalam di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber,
menandakan masalah yang perlu penanganan modal manusia, fisik, finansial, alam, 2 tanda positif arah panah arah ke luar menunjukkan modal yang dapat
dikembangkan lebih lanjut modal sosial. Resultante, jumlah, perbandingan antara tanda plus dan minus akan menentukan arah panah yang berada dalam pentagon,
bila tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon akan mengarah ke dalam, dan sebaliknya. Misalnya, modal sosial dengan arah
panah arah ke luar, karena nilai perbandingan, atau resultante bernilai positif + 3, karena akses yang positif + 5 lebih banyak dibandingkan akses yang negatif - 2.
Sebaliknya, terjadi nilai negatif pada modal manusia, fisik, finansial, dan modal alam. Tabel 70. Akses keluarga pada setiap tipologi, sumber nafkah
Modal Akses
Manusia +1, - 3
- 50,00 + Pengetahuan dan keterampilan dalam usahatani, buruh tani yang
didapatkan secara turun temurun, - Tidak memiliki keterampilan lain selain di usahatani, buruh tani,
- Tingkat pendidikan rendah SD berpeluang kecil dalam nafkah dengan syarat pendidikan,
- Gangguan kesehatan berpengaruh terhadap penghasilan
Alamiah + 1, - 7
- 75,00 - Tipologi lahan kering dan marginal belum ada solusi pemecahan,
kendalan dalam usahatani dan buruh tani - Hari dan curah hujan rendah dengan musim kering lebih panjang di-
banding musim penghujan, kendalan usahatani danburuh tani, - Penguasaan lahan usahatani yang sempit, atau tidak memiliki hal
mendasar karena menjadi basis kehidupan, - Akses untuk menjadi penggarap kurang terbuka karena petani
pemilik lahan luas jumlahnya sedikit, - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena keter
batasan luasan lahan Perhutani untuk pesanggem, pihak Perhutani belum mampu mengotimalkan keberpihakan pada petani miskin,
+ Potensi akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon di hutan jati masih optimal,
- Air dari aliran Sungai Bengawan Solo belum mampu dioptimalkan untuk sumber usahatani,
- Air dari aliran Sungai Bengawan Solo setiap tahun meluap, kenda- la dalam usahatani, belum ada solusi pemecahannya,
Finansial + 2, - 4
- 33,33 + Akses terhadap kredit informal tengkulak, orang kaya di desa
- Tengkulak menjadi penentu harga gabah, lain karena kreditan + Akses ke BRI unit desa,
- Akses ke BRI membutuhkan persyaratan dan jaminan, - Keluarga petani miskin tidak mampu menabung,
- Bantuan langsung masyarakat BLM untuk usahatani khusus peta mi miskin belum ada
Fisik + 2, - 6
- 50,00 + Investasi infrasruktur pengairan glontoran, embung, cekdam, ben
dungan dan salurannya, sumur dan pompanisasi yang tersedia penunjang pokok dalam usahatani dan buruh tani,
- Jumlah, jangkauan infrastruktur pengairan yang tersedia belum optimal untuk per luasan lahan usahatani
- Akses untuk penggaduh ternak maro, bagi hasil ternak kurang ter- buka karena petani pemilikpengusaha ternak jumlahnya kecil,
- Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena keter batasan modal untuk usahatani, pihak Perhutani belum mampu
memberi modal, - Alat transportani umum belum menjangkau secara optimal dari
desa ke kota kecamatan, kabupaten, kendala pencarian nafkah - Ternak sapi, kambing di kandangkan di dalam rumah akan berdam
pak pada kesehatan, - Lumbung pangan desa belum berdiri pada setiap desa,
+ Simpanan pangan gabah, jagung tongkolan
Sosial + 5, - 2
42,86 + Rotong royong dalam kegiatan usahatani masih ada dan berjalan,
+ Kepercayaan, relasi pemilik lahan ke penggarap berdasarkan pola hubungan sosial ketetanggaan, kekerabatan,
+ Hubungan, kerjasama antaran sesama penggarap, buruh tani relatif
kuat mendukung pemenuhan kebutuhan pokok,
+ Kepercayaan, hubungan, kerjasama antaran tengkulak dengan peta
ni relatif kuat mendukung keberlanjutan usaha tani, walaupun terjadi usahatani yang tidak efisien,
+ Kepercayaan, hubungan, empati antara petani miskin dengan yang tidak miskin, petani kaya desa cukup kuat, misalnya : pinjam uang,
beras barter dengan menjadi tenaga kerja di lahan, - Integritas kelompok tani, gabungan kelompok tani Gapoktan, lem
baga masyarakat desa hutan LMDH terhadap petani miskin lemah kurang, bahkan kurang ada keberpihakan,
- Integritas atau jaminan negara aparat pemerintahan desa dalam interaksi terhadap petani miskin lemah, kurang, bahkan kurang ada
keberpihakan,
Besaran akses keluarga petani miskin dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan tersaji
pada Gambar 27, 28, 29, dan Tabel 71. Ada perbedaan yang tidak nyata antar ketiga agroekosistem, sesuai karakteristik, potensi sumber nafkah dari setiap agro-
ekosistem. Tanda negatif arah panah mengarah ke dalam berlaku pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam. Sedangkan tanda positif arah
panah mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Apabila tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon akan mengarah ke
dalam, dan sebaliknya. Dengan mengacu kerangka sustainability livelihood, gambaran pengelolaan sumber-sumber nafkah modal manusia, fisik, finansial, alam
dan modal sosial pada ketiga agroekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan jati dengan bentuk pentagon yang tidak seimbang, modal yang dapat
dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial.
Pada Gambar 27, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah
Modal Sosial : + 3 +5, -2
Modal Alamiah : - 6 Modal Manusia :
- 2 -3, +1
Modal Finansial : - 2 -4, +2
Modal Fisik : -3 -5, +2
Gambar 27. Akses petani terhadap lima modal pada dominan sawah
mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon banyak mengarah ke dalam, bentuk
pentagon yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial.
Pada Gambar 28, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah
mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon ke-4 mengarah ke dalam, bentuk pentagon
yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial.
Pada Gambar 29, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah
mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon ke-4 mengarah ke dalam, bentuk pentagon
Modal Sosial : + 3 +5, -2
Modal Alamiah : - 4 Modal Manusia :
- 2 -3, +1
Modal Finansial : - 2 -4, +2
Modal Fisik : -3 -5, +2
Gambar 28. Akses petani terhadap lima modal pada dominan lahan kering
Modal Sosial : + 3 +5, -2
Modal Alamiah : - 4 Modal Manusia :
- 2 -3, +1
Modal Finansial : - 2 -4, +2
Modal Fisik : -4 -6, +2
Gambar 29. Akses petani terhadap lima modal pada dominan hutan
yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial.
Besarnya akses keluarga petani miskin pada tipologi modal manusia A, B, C, D pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan ditegaskan pada Tabel 71.
Besaran akses pada ketiga agroekosistem tidak ada perbedaan. Hal ini terjadi, karena ketiga agroekosistem dalam satu wilayah, yaitu Kabupaten Blora sehingga
pembangunan sumber daya petani cenderung tidak berbeda nyata. Selain itu, besaran akses modal alamiah pada dominan sawah E, F, G, H, K, L berbeda
dengan pada dominan lahan kering E, F, G, K, atau dominan hutan E, F, G, H, I, J. Hal ini terjadi, karena ada perbedaan karakteristik, potensi, sumberdaya ekonomi
pada setiap agroekosistem. Besaran akses modal finansial pada ketiga agroekosistem tidak ada
perbedaan, masing-masing yaitu M, N, O, P, Q, R. Hal ini terjadi, karena dalam satu wilayah kabupaten Blora sehingga pembangunan sumberdaya finansial cenderung
tidak berbeda. Besaran akses modal fisik pada dominan sawah S, T, U, W, X, Y, Z tidak berbeda dengan pada dominan lahan kering, tetapi ada perbedaan dengan
dominan hutan S, T, U, V, W, X, Y, Z. Hal ini terjadi, karena ada perbedaan karakteristik, potensi, sumberdaya yang ada pada setiap agroekosistem. Besaran
akses modal sosial a, b, c, d, e, f, g pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan tidak ada perbedaan.
Tabel 71. Akses keluarga pada setiap tipologi, sumber nafkah pada 3 agroekosistem M
Akses berdasarkan zona dominan : S K H
Ma nu
sia + Pengetahuan dan keterampilan dalam usahatani, buruh tani yang
didapatkan secara turun temurun, A - Tidak memiliki keterampilan lain selain usahatani, buruh tani, B
- Tingkat pendidikan rendah SD berpeluang kecil dalam nafkah dengan syarat pendidikan, C
- Gangguan kesehatan berpengaruh terhadap penghasilan D A
B C
D A
B C
D A
B C
D
A l
a m
i a
h - Tipologi lahan kering dan marginal belum ada solusi pemecahan,
kendalan dalam usahatani dan buruh tani E - Hari dan curah hujan rendah dengan musim kering lebih panjang
dibandingkan musim penghujan, kendalan dalam usahatani dan buruh tani, F
- Penguasaan lahan usahatani yang sempit, atau tidak memiliki hal mendasar karena menjadi basis kehidupan, G
- Akses untuk menjadi penggarap kurang terbuka karena petani pemilik lahan luas jumlahnya sedikit, H
- Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena ke- terbatasan luasan lahan Perhutani untuk pesanggem, pihak Perhu
tani belum mampu optimalkan keberpihakan ke petani miskin, I + Potensi akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon
di hutan jati masih optimal, J - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo belum mampu dioptimalkan
untuk sumber usahatani, K - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo setiap tahun meluap, kenda-
la dalam usahatani, belum ada solusi pemecahannya, L E
F G
H K
L E
F G
K E
F G
H I
J
Fi na
n si
al + Akses terhadap kredit informal tengkulak, orang kaya desa M
- Tengkulak menjadi penentu harga gabah, lain karena kreditan N + Akses ke BRI unit desa, O
- Akses ke BRI membutuhkan persyaratan dan jaminan, P - Keluarga petani miskin tidak mampu menabung, Q
- Bantuan langsung masyarakat BLM untuk usahatani khusus petani miskin belum ada R
M N
O P
Q R
M N
O P
Q R
M N
O P
Q R
Fi sik
+ Investasi infrasruktur pengairan glontoran, embung, cekdam, ben dungan dan salurannya, sumur dan pompanisasi yang tersedia
penunjang pokok dalam usahatani dan buruh tani, S - Jumlah, jangkauan infrastruktur pengairan yang tersedia belum
optimal untuk per luasan lahan usahatani T - Akses untuk penggaduh ternak maro, bagi hasil ternak kurang
terbuka, petani pemilikpengusaha ternak jumlahnya kecil, U - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena ke-
terbatasan modal untuk usahatani, pihak Perhutani belum mampu memberi modal, V
- Alat transportani umum belum menjangkau secara optimal dari de sa ke kota kecamatan, kabupaten, kendala pencarian nafkah W
- Ternak sapi, kambing di kandangkan di dalam rumah akan ber- dampak pada kesehatan, X
- Lumbung pangan desa belum berdiri pada setiap desa, Y + Simpanan pangan gabah, jagung tongkolan Z,
S T
U W
X Y
Z S
T U
W X
Y Z
S T
U V
W X
Y Z
+ Rotong royong dalam kegiatan usahatani masih berjalan, a
S o
s i
a l
+ Kepercayaan, relasi pemilik lahan ke penggarap berdasarkan po- la hubungan sosial ketetanggaan, kekerabatan, b
+ Hubungan, kerjasama antaran sesama penggarap, buruh tani re- latif kuat mendukung pemenuhan kebutuhan pokok, c
+ Kepercayaan, hubungan, kerjasama antaran tengkulak dengan petani relatif kuat mendukung keberlanjutan usaha tani, walaupun
terjadi usahatani yang tidak efisien, d + Kepercayaan, hubungan, empati antara petani miskin dengan
Yang tidak miskin, petani kaya desa cukup kuat, misalnya : pinjam uang, beras barter dengan menjadi tenaga kerja di lahan, e
- Integritas kelompok tani, gabungan kelompok tani Gapoktan, lem baga masyarakat desa hutan LMDH terhadap petani miskin le-
mah kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, f - Integritas atau jaminan negara aparat pemerintahan desa dalam
interaksi terhadap petani miskin lemah, kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, g
a b
c d
e
f g
a b
c d
e
f g
a b
c d
e
f g
Keterangan : dominan S : sawah, L : lahan kering, H : hutan
Hal ini terjadi, karena keluarga petani miskin pada ketiga agroekosistem berada di wilayah sama, yaitu Kabupaten Blora dengan strata sosial ekonomi, budaya, dan
etnis sama. Hasil kajian ini berbeda dengan konsep Scoones 1998, rekayasa sumber
nafkah pertanian tidak dapat melakukan penambahan paket teknologi lengkap dan memperluas lahan garapan sesuai norma sosial. Rekayasa sumber nafkah
pertanian hanya dapat dilakukan dengan penambahan input tenaga kerja keluarga, atau melakukan penambahan komponen teknologi. Penambahan input paket
teknologi dilakukan oleh pemilik lahan pada lahan yang diusahakan penggarap. Tabel 72. Nafkah pertanian dan diversifikasi nafkah lain saling melengkapi
Usahatani dan buruh tani NP dan DNL saling melengkapi
Pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan pokok harian bagi anggota keluarga secara sederhana
dari hasil panen dan upah yang diterima Pekerjaan untuk pemenuhan ke-
butuhan pokok harian
Penggunaan teknologi mesin menyebabkan te- naga kerja keluarga, buruh tergantikan
Akses terhadap teknologi untuk menghemat waktu bekerja, biaya
Pada penggarap, pesanggem aktivitas kerja dikontrol pemilik lahan, Perhutani
Akses terhadap teknologi terkait kemampuan mengontrol pekerja
Insentif yang diterima dalam bentuk hasil panen dengan
korbanan, pada
penggarap, pesanggem kurang nyaman karena dikontrol
pemilik lahan Insentif dari nafkah luar pertanian
untuk mengembangkan usahatani, dan sebaliknya
Tenaga kerja menjadi sumberdaya utama Tenaga kerja dan hasil DNL
finan-sial menjadi sumberdaya utama
Ket. : Nafkah pertanian = NP, diversifikasi nafkah lain = DNL
Nafkah utama keluarga petani miskin pada ketiga agroekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan adalah pertanian, dengan curahan waktu terbanyak dan
mengalokasikan tenaga kerja keluarga dilakukan secara optimal. Nafkah dari pertanian dan diversifikasi nafkah lain saling melengkapi Tabel 72 untuk
pemenuhan kebutuhan pokok. Pada petani penggarap, pesanggem harus bekerja agar tidak sampai kehilangan pekerjaan, karena kehilangan pekerjaan berarti
kehilangan sumberdaya ekonomi dan non ekonomi. Nafkah utama keluarga petani miskin pada dominan sawah, lahan kering,
hutan adalah pertanian Tabel 73, pengalokasian tenaga kerja keluarga dilakukan secara optimal untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Sustainability livelihood akan
tercapai dengan bentuk pentagon yang seimbang dari pengelolaan modal manusia, fisik, finansial, alam dan modal sosial yang setara pada ketiga agroekosistem, agar
pemenuhan kebutuhan pangan secara berkelanjutan. Peningkatan fungsi-fungsi keluarga dengan fasilitasi dari pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat
terjadinya bentuk pentagon yang seimbang. Tabel 73. Rasionalitas untuk keberlanjutan pemenuhan pangan
Dominan Nafkah pertanian
Rasionalitas Keberlanjutan
Sawah - petani
- penggarap - buruh tani
Padi – padi – padi,
Padi – padi – jagung,
Padi – padi – kc. tanah
- Produktivitas tinggi - Nilai jual hasil tinggi
- Alokasi tenaga, - Diversifikasi
pangan Lumbung pangan
keluarga, desa ca- dangan musim
paceklik
L. kering - petani
- penggarap - buruh tani
Hari hujan normal Padi
– padi - jagungka cang, atau sayuran
Hari hujan minim Padi - jagungkacang -
bera, atau sayuran - kc. putihbera
- Produktivitas tinggi - Nilai jual hasil tinggi
- Alokasi tenaga, - Diversifikasi
pangan - Beras jagung subti-
tusi beras - Lumbung pangan
keluarga, desa ca- dangan musim
paceklik - Sosialialisasi be-
ras jagung pada anak, remaja
Hutan - petani
- pesanggem - penggarap
- buruh tani Hari hujan normal
Padi – padi - jagungka
cang, atau sayuran Hari hujan minim
Padi - jagungkacang - bera, atau sayuran -
kc. putihbera - Produktivitas tinggi
- Nilai jual hasil tinggi - Alokasi tenaga,
- Diversifikasi pangan
- Lahan Perhutani penghasil pangan
pesanggem - Lumbung pangan
keluarga, desa ca- dangan musim
paceklik - Fasilitasi Pemda
ke Perhutani
– pesanggem
Ket. : = usahatani lahan milik sendiri, = pola tanam
Strategi nafkah dapat dilakukan keluarga petani miskin dalam konteks krisis, seperti saat tidak panen durasi waktu yang panjang, atau kemarau panjang, yang
diduga berbeda dengan strategi nafkah dalam kondisi normal, seperti saat panen. Jika keberlanjutan nafkah terancam mereka akan melakukan strategi coping,
dengan mengubah strategi nafkah yang biasa dengan strategi nafkah baru, menggunakan sumber-sumber nafkah. Besaran akses keluarga dari setiap tipologi
aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal grafik pentagon, yaitu : tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia - 2, modal fisik - 4, modal
finansial - 2, dan modal alam - 6 di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber menandakan masalah yang perlu penanganan, sedangkan tanda positif
arah panah mengarah ke luar menunjukkan modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut hanya pada modal sosial + 3. Kondisi tersebut akan memunculkan respon
dan upaya untuk mengadaptasikan diri terhadap krisis Tabel 74. Tabel 74. Respon keluarga petani miskin terhadap setiap jenis modal pada krisis
Respon Manusia
Fisik Finansial
Alamiah Sosial
Coping v
v vv
vv vv
Adaptasi vv
vvv -
vv vv
Ket. : tingkatan respon : v = rendah, vv = sedang, vvv = tinggi
Keluarga akan memberikan respon terhadap setiap krisis, ada dua proses penting, yaitu melakukan coping, adaptasi, atau kedua-duanya berjalan seiring. Strategi
coping bersifat jangka pendek, telah dibahas pada bab terdahulu. Adaptasi adalah adjusment pada sistem nafkah di dalam merespon perubahan yang bersifat jangka
panjang yang berkaitan dengan sumberdaya dan kesempatan faktor struktur.
Pola Nafkah Ganda
Pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian, untuk menambah pendapatan diversifikasi
pekerjaan Scoones 1998; misalnya sebagai tukang kredit dan pedagang kerupuk. Strategi nafkah berdasarkan teori pilihan rasional dibangun atas asumsi : 1
tindakan pada dasarnya rasional, dan dihitung berdasarkan biaya dan keuntungan memaksimumkan utilitas, dan 2 individu memiliki peranan dalam menentukan
tindakan, mempengaruhi nilai dan norma di masyarakat minimalis, asumsi Weber. Pola nafkah ganda pada kajian ini banyak dilakukan oleh keluarga petani
miskin di wilayah dominan lahan hutan. Keluarga contoh selain bekerja pada usahatani, sumber nafkah lain berasal dari hutan jati. Misalnya mencari daun jati di
jual ke pasar; kepompongulat daun jati, belalang; ranting, tunggul, akar kayu jati untuk bahan bakar; tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan. Gambaran
lengkap telah dilakukan publikasi ilmiah, yaitu :
1. Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H. Dharmawan. 2011. Nafkah Keluarga Petani Miskin dan Keberlanjutan Hutan
Jati Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, volume 8 nomor 1, Maret 2011. p. 71 - 92.
2. Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H. Dharmawan. 2011. Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan
Keluarga Petani Miskin di Hutan Jati Kasus : Enam Desa di Kabupaten Blora. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, volume 8 nomor 2, Tahun 2011.
Nafkah keluarga petani miskin di hutan jati Kab. Blora, guna memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan sifat simbiosisnya dapat dibedakan menjadi dua.
Keduanya, yaitu a sifatnya simbiosis mutualisme, yaitu tidak merugikan pihak Perhutani sebagai pengelola hutan, dan b sifatnya simbiosis parasitisme, yaitu
menimbulkan kerugian dipihak Perhutani. Hal ini senada dengan pembagian mencari nafkah, berdasarkan norma-norma yang berlaku Dharmawan 2001 di
luar Kabupaten Blora. Menurut Dharmawan, ada dua jenis strategi nafkah keluarga petani, yaitu a normatif, kategori tindakan positif dengan basis kegiatan sosial
ekonomi, seperti kegiatan produksi, migrasi, strategi subtitusi, disebut juga “peacefull ways” karena sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan b illegal,
kategori tindakan negatif yang melanggar hukum, seperti mencuri, membakar pohon jati, disebut juga “non-peacefull ways” karena tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku.
Tabel 75. Nafkah peningkatan pendapatan dan kebutuhan pangan No Kriteria
Sistem Nafkah 1.
Bekerja menambah
pendapatan Menambah jam kerja dan menerima pekerjaan apapun,
dan alokasi seluruh tenaga kerja keluarga bapak, ibu, anak, lainya pada :
Usaha pertanian Agricultural business Lahan hutan jati Teak forest land
35,00 32,00
2. Jual asset
Menjual atau menggadaikan ternak, barang berharga 5,00
3. Bantuan
Pemerintah : Raskin, BLT, JPS kesehatan, pendidikan, dan kerabat, tetangga, lembaga sosial desa, lainnya
10,00 4.
Berhutang Meminjam uangbarang ke lembaga formal koperasi,
non formal kedai, toko, saudara, kerabat, tetangga 8,00
5. Lainnya
Mencari bahan pangannon pangan di hutan jati untuk konsumsi, memanfaatkan tabungan yang dimiliki
barang, atau migrasi sirkuler ke kota kabupaten 10,00
Keluarga petani miskin melakukan nafkah simbiosis mutualisme, dan parasitisme di hutan jati, serta nafkah di lahan usahatani. Nafkah-nafkah tersebut
untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan tetap bertahan hidup. Secara kumulatif telah dioptimalkan, meliputi : 1 bekerja menambah penghasilan, 2 menjual asset,
3 memanfaatkan bantuan, 4 meminjam atau berhutang, atau 5 usaha lainnya Tabel 75. Namun, pola nafkah keluarga petani miskin tersebut hanya mampu
”mengutamakan selamat” karena kelangkaan, lahan yang sempit, memanfaatkan lahan hutan jati, dan berkat b
eragam dukungan dari desa, dan ”atas desa”, meski jumlahnya kecil.
Dukungan pemerintah, berupa bantuan beras Raskin, BLT; jaring pengaman sosial JPS kesehatan Jamkesmas, dan pendidikan BOS, bantuan
kesehatan KB murah. Selain itu, beasiswa pendidikan, makanan pendamping ASI MPASI, makanan tambahan anak balita, anak SD, susu murah, dan pinjaman dana
bergulir. Dukungan lain, dari kerabat dan kelembagaan lokal, sumbangan atau pinjaman tanpa bunga, menggalakkan jimpitanperelek beras, dan gotong royong.
Menurut Manig 1997 dalam Dharmawan 2001, ada dua macam strategi yang dikem-bangkan keluarga petani miskin saat kehidupan berada dalam keadaan : a
normal, dimana nafkah optimal, kebutuhan dasar terpenuhi, dan b krisis, dimana kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Saat keadaan normal ada 4 strategi yang dikem-
bangkan, yaitu 1 akuisisi, memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, 2 alokasi, alokasi sumberdaya materiil dan immateriil, 3 produksi, mentransformasi
materi menjadi bentuk energi lain, 4 pemanfaatan jaringan sosial struktur sosial, membangun jar. sosial. Berdasarkan kesepakatan peneliti dengan para pakar,
nafkah yang sifatnya simbiosis mutualisme SM diberi bobot : 0,60 karena memiliki 8 sub-indikator, sedangkan nafkah simbiosis parasitisme SP diberi bobot 0,40
karena memiliki 4 sub-indikator.
a. Nafkah Simbiosis Mutualisme