Usahatani Penghematan pengeluaran : mengurangi pengeluaran, terdiri dari :

Strategi Coping Keluarga melakukan strategi coping untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasakan menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya yang dimiliki. Atau mempertahankan berbagai tujuan, seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan. Strategi coping dapat juga merupakan seperangkat pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang ada. Pilihan tersebut dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya ekonomi, sosial untuk memenuhi kebutuhan pokok, atau keberlangsungan hidup. Aspek ekonomi Keluarga melakukan strategi coping aspek akonomi, diantaranya dengan adaptasi. Tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi. Menurut Conger dan Elder 1994, kondisi ekonomi yang tidak baik pendapatan per kapita rendah, pekerjaan tidak tetap, rasio hutang dan aset yang tidak seimbang, dan kehilangan pendapatan, berhubungan secara signifikan dengan tekanan ekonomi. Keluarga contoh melakukan strategi coping aspek ekonomi, untuk efisiensi usahatani; penghematan pengeluaran pangan, pendidikan, kesehatan, lain- lain, serta peningkatan pendapatan.

a. Usahatani

Keluarga contoh melakukan coping untuk efisiensi usahatani pada musim tidak panen. Terdapat sebelas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali strategi coping yang dilakukan untuk efisiensi usahatani. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari strategi coping yang dilakukan oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-5, dimana nilai Q tabel 12,59 lebih besar dari Q hitung Tabel 19. H0 adalah semua butir yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama. Tabel 19. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek usahatani pada 3 agroekosistem musim tidak panen T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L. kering Hutan Simpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 18,31 124,01 108,84 90,04 Tolak Ho 2 1,2,3,4,6,7,8,9,10,11 16,92 58,62 75,61 59,25 Tolak Ho 5 1,2,3,4,6,7,8 12,59 2,23 7,77 10,53 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1. input prod. yarnen, 2. kurangi 1, 3. olah tanahiuran yarnen, 4. optimal lahan, 5. IP 300, 6. kurang air kacang, 7. limbah – masak, 8. limbah – pakan, 9. penggarap, 10. pesanggem, 11. Ijon, Tindakan kolektif signifikan dari strategi coping musim tidak panen tersebut adalah input produksi biaya pembelian pupuk, pestisida, insektisida bayar panen yarnen 1. Jika 1 tidak dapat dilakukan, maka dengan pengurangan takaran, jenis input produksi 2. Bayar panen yarnen untuk pengolahan tanah dan iuran air 3. Optimalisasi pemanfaatan lahan 4. Saat musim kemarau kurang air lahan ditanami dengan komoditas tahan kekeringan, seperti kacang putih 6. Pemanfaatan limbah pertanian batang, tongkol jagung untuk memasak 7. Pemanfaatan limbah pertanian jagung, padi, kacang-kacangan untuk pakan ternak 8. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 7. Selain itu, keputusan terima Ho pada pengujian ke-7, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung 3,19. Sedangkan pada musim panen, keluarga contoh tidak melakukan coping untuk efisiensi usahatani. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif dari strategi coping tidak ada Tabel 20. Tabel 20. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek usahatani pada 3 agroekosistem musim panen T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Simpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 18,31 232,40 298,17 298,17 Tolak Ho 2 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 3,84 6,87 8,14 8,14 Tolak Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Keluarga contoh melakukan strategi coping yang bertujuan efisiensi usaha tani, menghasilkan 2 alternatif dampak, yaitu bersifat positif, atau negatif. Contoh perilaku coping yang berdampak negatif, diantaranya input produksi bayar panen. Jika bayar panen dengan bunga tinggi, akan menimbulkan masalah baru yang terus bergulir sepanjang waktu. Selain itu, apabila pada musim panen petani belum, atau tidak mampu melunasinya. Takaran, jenis input produksi yang dikurangi akan berdampak terhadap produktivitas usahatani, atau tanaman menjadi rentan terhadap serangan penyakit. Perilaku coping memanfaatkan limbah pertanian untuk pakan ternak, atau bahan bakar memasak, bersifat positif dan sekaligus telah penerapan sistem usahatani ramah lingkungan yang berkelanjutan. Keluarga contoh melakukan pemanfaatan lahan seoptimal mungkin melalui : a sistem tumpang sari di areal lahan keringdarat kacang tanah – jagung pinggiran areal ubi kayu, b menanam sayuran cabai, terong, kacang panjang, dll. pada galengan antar petakan, c pemanfatan lahan pekarangan yang sempit untuk menanam sayuran, tanaman obat keluarga. Pada area lahan dengan irigasi cukup baik dekat Sungai Bengawan Solo, dalam setahun berpola tanam padi – padi – padi. IP padi 300 tersebut memiliki resiko serangan hama penyakit lebih dominan, input produksi tinggi dibandingkan IP padi 200. IP padi 200 berpola padi – padi – jagungkacang tanah, atau padi – padi – sayuran. Pada areal lahan sulit air, pada musim kemarau, atau kurang air ditanami dengan komoditas kacang koro Canavalia eusiformis yang toleran kekeringan. Keluarga contoh yang memanfaatkan limbah batang jagung, tongkol jagung untuk bahan bakar memasak. Limbah tersebut berasal dari lahan sendiri, buruh pemilik lahan sedang, luas. Sedangkan pemanfaatan limbah pertanian jerami padi, jagung, kacangan untuk pakan ternak berbentuk segar, atau dikeringkan, silase. Limbah untuk pakan sapi hanya oleh sebagian petani miskin pemelihara sistem bagi hasil, stok musim kemarau. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, seluruhnya 100,0 berada pada kategori rendah Tabel 21. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah 100,0, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar kategori sedang. Tabel 21. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek usahatani pada saat panen dan tidak panen 3 agroekosistem Kategori Zona dominan : persen Sawah n = 40 Lahan kering n = 40 Hutan n = 40 Non panen Panen Non panen Panen Non panen Panen Rendah 100,0 100,0 100,0 Sedang 100,0 92,5 75,0 Tinggi 7,5 25,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-3 Sedang: 4-7 Tinggi: 8-11 Artinya keluarga contoh melakukan strategi coping dari berbagai aspek pada musim tidak panen. Hal ini akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, tetapi tetap tidak terjadi efisiensi usahatani. Bahkan, sebagian dapat menimbulkan masalah baru, atau masalah yang tanpa berujung dengan penyelesaian coping yang bersifat negatif. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antara agroekosistem sawah dengan lahan kering, atau hutan. Antara lahan kering dengan hutan tidak berbeda nyata p 0,05. Hasil ANOVA p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Lahan sawah sumber bercocok tanam usahatani tanaman pangan padi, jagung, atau pangan lain kacang-kacangan, memiliki luasan tanam, indeks pertanaman IP, produktivitas lebih tinggi dari lahan kering, hutan, karena faktor utama ketersedian air. Hal ini terjadi, apabila dalam setahun dengan pola tanam yang sama komoditas pangan tersebut di tanam pada 3 zona agroekosistem. Selain itu, akan berpengaruh terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan pangan selama musim panen, atau tidak panen . Kemampuan efisiensi usahatani akan menguntungkan bagi kehidupan keluarga, dan lebih lanjut berpotensi mengatasi kerawanan pangan. b. Pangan Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran pangan pada musim tidak panen. Terdapat tujuh belas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali strategi coping, penghematan pengeluaran pangan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, selaras dengan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 10, 16, 17. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-4, 5, dimana nilai Q tabel 14,7 lebih besar dari Q hitung Tabel 22. Tabel 22. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan pada 3 zona agroekosistem musim tidak panen T. uji Item yang diuji Sawah Item yang diuji L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 143,54 Semua asosiasi 121,42 Semua asosiasi 105,09 23,69 Tolak H0 4 Aso:2,3,4,5,6, 7,9, 10,14,16,17 28,32 Aso:1,2,3,4,5, 6,9, 10,14,16,17 15,57 A: 1,2,3,4,5, 6, 9,10,13,14,16,17 15,06 15,51 Tolak H0 Terima H0 5 Aso:2,4,5,6,7, 9,10,14,16,17 13,30 Aso: 1,2,3,4,5, 6,9,10,16,17 6,79 14,07 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1. kurangi konsumsi beras, 2. diversifikasi k.hidrat, 3. beras – pangan murah, 4. stok pangan, 5. tak konsumsi daging, 6. kurangi lauk lain, 7. makan – sayur, 8. olah mak.; kurangi beli : 9. pangan, 10. kopiteh, 11. frek makan; cari pangan di : 12. sungai, 13. hutan, 14. pinjam beras, 15. minta sayuran, 16. bawa bekal, 17. sisa makan – stok Tindakan kolektif strategi coping musim tidak panen tersebut adalah mengu- rangi konsumsi beras 1, diantaranya mengurangi jumlahtakaran, dan pengolahan yang maksimal, menanak nasi menjadi bubur. Asosiasi diversifikasi sumber karbohidrat 2, penggantian beras dengan bahan pangan lebih murah 3, antara lain mengganti sebagian takaran beras dengan pangan pokok yang lebih murah beras jagung, ubi kayu, mengurangi konsumsi beras, menambah sumber karbohidrat lain : jagung, umbi-umbian. Asosiasi stok pangan 4, yaitu penyediaan stok pangan pokok beras, jagung dan menunda bayar utang. Asosiasi tidak pernah konsumsi daging dan susu 5, yaitu tidak pernah mengkonsumsi sumber protein asal daging sapi, kambingdomba, ayam dalam setahun. Item kurangi lauk lain tahu, tempe, ikan. Asosiasi kurangi lauk lain tahu, tempe, ikan 6, yaitu mengurangi jumlah lauk asal tempe, tahu, ikan pindang sumber protein murah, bahkan jika tidak memungkinkan makan hanya dengan sayur, atau meminta bahan sayuran dari lahan tetangga. Asosiasi kurangi beli pangan 9, kurangi minum kopiteh manis 10, bahkan pada kondisi tertentu ditiadakan minum kopiteh manis. Asosiasi bawa bekal 16, yaitu membawakan bekal saat bekerja, pada anak yang masih sekolah kurangi jajan anak. Asosiasi simpan sisa makanan 17, yaitu menyimpan sisa-sisa makanan untuk persediaan esok hari. Khusus pada dominan hutan ditambah mencari pangan di hutan 13, yaitu mencari bahan pangan nabati, hewani dari hutan jati. Asosiasi meminjam beras 14, yaitu meminjam beras dari tetangga pemilik lahan sedangluas, penggantian dengan bekerja jadi buruh. Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 4, 5, 16, 17. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-6, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung 3,13; 2,72 Tabel 23. Uji t, berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-4 diperoleh hasil Q tabel 12,59 lebih besar dari Q hitung 7,14, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 4, 5, 6, 9, 10, 16, 17. Tabel 23. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pangan pada 3 zona agroekosistem musim panen T. uji Item yang diuji Sawah Item yang diuji L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 275,43 Semua asosiasi 261,02 Semua asosiasi 270,55 23,69 Tolak H0 6 Aso:4,5,16,17 2,72 Aso:4,5,16,17 3,13 Aso. 4,5,16,17 2,72 3,84 Terima H0 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping yang berdampak positif adalah perilaku 2, 4, 10, 16, 17. Diversifikasi pangan dari beras, beras jagung, jagung, ubi kayuumbi-umbian, dengan frekwensi makan keluarga miskin mencapai 15 kaliminggu, 2 – 3 kalihari. Hal ini tidak berpengaruh terhadap input kecukupan kalori 70 dari 2.000 kalori. Asosiasi strategi coping, perilaku mengurangi minum kopiteh manis 10, bawa bekal 16, simpan sisa makanan 17 berdampak positif untuk penghematan pengeluaran pangan. Asosiasi strategi coping yang berdampak negatif adalah tidak pernah konsumsi daging, susu 5, kurangi lauk lain tahu, tempe, ikan 6, kurangi beli pangan 9, kurangi konsumsi beras 1. Hal ini terutama pada anak balita dalam taraf tumbuh kembang, atau anak-anak sekolah yang sangat membutuh kan kecukupan kalori dan protein. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 74,2 berada pada kategori rendah Tabel 24. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah, baik wilayah dominan sawah 75,0, lahan kering 72,5, hutan 75,0. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang sampai tinggi, baik wilayah dominan sawah 80,0, lahan kering 80,0, hutan 92,5. Tabel 24. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek pangan pada musim panen dan tidak panen di 3 agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 Non panen Panen Non panen Panen Non panen Panen Rendah 20,0 75,0 10,0 72,5 7,5 75,0 Sedang 50,0 25,0 47,5 27,5 45,0 25,0 Tinggi 30,0 42,5 47,5 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-5 Sedang: 6-11 Tinggi: 12-17 Artinya kemampuan penghematan pengeluaran pangan pada musim tidak panen, menguntungkan bagi kehidupan keluarga, akan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi kerawanan pangan. Keluarga contoh telah mengoptimalkan strategi coping dari berbagai aspek, terutama pada saat tidak panen. Hal ini akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, bahkan sebagian coping dapat menimbulkan masalah baru. Masalah baru yang tanpa berujung dengan penyelesaian coping yang bersifat negatif, terutama pada anak balita, anak usia sekolah, ibu hamil, ibu menyusui. Hasil uji-t, berbeda nyata p-value = 0,016 antara agroekosistem sawah dengan hutan, lainnya tidak berbeda nyata p-value = 0,106 – 0,919. Hasil ANOVA p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Perbedaan terjadi karena karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda pada dominan sawah, lahan kering, hutan. Namun, tingkat pemenuhan kebutuhan pangan tidak selalu berkorelasi positif, karena pola kecukupan pada lahan kering, hutan tidak hanya bersumber dari beras, namun bisa dari jagung, ubi kayu terutama pada musim tidak panen. Pendidikan Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran pendidikan pada musim tidak panen. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali strategi coping, penghematan pengeluaran pendikikan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, yang sepadan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung 0,82; 1,23; 1,43 Tabel 25. Tabel 25. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan pada 3 zona agroekosistem musim tidak panen T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Sim- pulan Keterangan Q hit Q hit Q hit 1. min. uang saku, 2. beli seragam bekas 3. min. beli buku, 4. biaya – yarnen, 5. berhenti 1 Semua item 9,49 23,59 25,55 21,89 Tolak Ho 2 Asosiasi :1,2,3,4 7,81 1,23 1,43 0,82 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi strategi coping musim tidak panen tersebut adalah meminimalisasi, bahkan meniadakan uang saku anak sekolah jalan kaki, menumpang teman 1. Asosiasi membeli seragamsepatu bekas keperluan sekolah 2, meminimalisasi pembelian buku sekolah 3; menunda hutang bayar panen iuranbiaya yang diwajibkan sekolah 4. Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 2, 3. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung 0,00; 0,01; 0,02 Tabel 26. Uji t, berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 4. Tabel 26. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek pendidikan pada 3 zona agroekosistem musim panen T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Sim- pulan Keterangan Q hit Q hit Q hit 1. min. uang saku, 2 . beli seragam bekas 3. min. beli buku, 4. biaya – yarnen, 1 Semua item 9,49 38,98 45,11 40,23 Tolak Ho 2 Asosiasi :1,2,3, 5,99 6,54 8,25 6,90 Tolak Ho 3 Asosiasi : 2,3, 3,84 0,0 0,01 0,02 Terima Ho 5. berhenti Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping 1, 2, 3, 4, merupakan coping yang bersifat positif. Hal ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh keluarga contoh. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, keseluruhan 100,0 berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel 27. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah sampai sedang, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori tinggi, baik wilayah dominan sawah 75,0, lahan kering 75,0, hutan 80,0. Tabel 27. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek pendidikan musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan : persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah 12,5 50,0 12,5 45,0 15,0 50,0 Sedang 12,5 50,0 12,5 55,0 5,0 50,0 Tinggi 75,0 75,0 80,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-1 Sedang: 2-3 Tinggi: 4-5 Artinya kemampuan penghematan pengeluaran pendidikan menguntungkan bagi kehidupan keluarga, akan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pendidikan, dan berpotensi peningkatan sumberdaya manusia yang tinggi, mengatasi kerawanan pendidikan anak usia sekolah. Hal ini berbeda nyata pada ketiga agroekosistem, karena karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi yang berbeda. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,641 – 0,926 antar agroekosistem. Hasil uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem, walaupun akses layanan pendidikan cenderung sama. Hasil uji t, tidak berbeda nyata antar agro-ekosistem, diduga faktor isian kuesioner yang bermakna ganda meminimalisasi, meniadakan diduga memiliki andil terhadap jawaban yang diberikan responden. Kesehatan Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran kesehat-an pada musim tidak panen. Terdapat enam perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping penghematan pengeluaran kesehat-an. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, sepadan dengan kata asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 3, 4, 5. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, 4, dimana nilai Q tabel 7,81; 5,99 lebih besar dari dari Q hitung {4,70 uji ke-3; 0,86 uji ke-4 atau 3,44 uji ke-2} Tabel 28. Tabel 28. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kesehatan 3 zona agroekosistem musim tidak panen T. uji Item yang diuji Sawah L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosi. 46,48 49,91 Semua aso. 18,68 11,07 Tolak H0 2 Asosiasi : 1,2,3, 4,5 21,10 29,05 Asosiasi : 1,3,4, 5,6 3,44 9,49 Tolak H0 Terima H0 3 Aso. : 1,3,4,5 4,70 9,73 7,81 4 Asos. : 1,3,4 0,86 5,99 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1 = kurangi rokok, 3 = obat alternatif, 4. obat paten – tradisional, 5 = obat dari lahan, 6 = obat dari hutan jati, Asosiasi strategi coping musim tidak panen tersebut adalah mengurangi pembelian, atau menghisap rokok 1. Asosiasi yang lain, berobat ke pengobatan alternatif 3; mengganti obat paten dengan obat-obatan tradisionalherbal alami yang lebih murah 4; menggunakan bahan obat tradisional dari lahan pekarangan, meminta ke tatangga 5. Khusus pada dominan lahan hutan jati menggunakan bahan obat tradisional asal hutan jati 6. Hasil analisis Cochran pada musim panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 3, 4, 5, 6. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung Tabel 29. Uji t, tidak berbeda nyata p 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 3, 4, 5. Tabel 29. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kesehatan pada 3 agroekosistem musim panen T. uji Item yang diuji Sawah L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 22,66 19,82 Semua asosiasi 10,42 11,07 Tolak H0 2 Asosiasi : 1, 2,3, 4,5 8,22 8,15 Asosiasi : 1, 3, 4, 5,6 5,35 9,49 Terima H0 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Strategi coping keluarga contoh dengan tujuan penghematan pengeluaran kesehatan menghasilkan alternatif coping 1, 3, 4, 5 yang bersifat positif. Perilaku coping yang bersifat positif ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh sebagian besar keluarga contoh. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 70,0 berada pada kategori rendah Tabel 30. Apabila dianalisis berdasar-kan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang, baik wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 87,5, hutan 62,5. Tabel 30. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek kesehatan pada musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan : persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah 17,5 70,0 12,5 70,0 20,0 70,0 Sedang 82,5 30,0 87,5 30,0 62,5 30,0 Tinggi 17,5 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-2 Sedang: 3-4 Tinggi: 5-6 Strategi coping keluarga petani miskin mampu memanfaatkan secara optimal penghematan pengeluaran kesehatan saat tidak panen. Artinya kemampuan penghematan pengeluaran kesehatan menguntungkan bagi kehidupan keluarga, diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan kesehatan, dan lebih lanjut berpotensi mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antara agroekosistem sawah dengan hutan, lahan kering dengan hutan. Hasil uji paired sample t-test p- value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem, walaupun akses layanan kesehatan cenderung sama. Lain-lain Keluarga contoh melakukan coping untuk penghematan pengeluaran lain-lain pada musim panen. Terdapat tujuh perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, setara asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 2, 3, 4, 5, 6, 7. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke- Tabel 31. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek lain-lain pada 3 zona agroekosistem saat panen T. uji Item yang diuji L.kering Sawah Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua aso. 69,64 100,86 Semua aso 27,86 12,59 Tolak H0 2 Asosiasi: 1,2, 4, 5,6,7 43,17 74,24 Asosiasi : 2,3,4, 5,6,7 7,80 11,07 Tolak H0 Terima H0 4 Asosia: 2,4,5,6 0,52 6,53 7,81 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 2 = kurangi listrik, 3 = kayu bakar hutan jati, 4 = masak – tongkol, 5. kurangi beli pakaian 6 = tiada rawatan rumah, 7 = hutan jati – perbaiki rumah 3, 4, dimana nilai Q tabel 11,07; 7,81 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 31. Asosiasi strategi coping musim panen tersebut adalah mengurangi penggunaan atau pemakaian listrik 2. Asosiasi yang lain, memasak dengan pemanfatan batangtongkol jagung 4; mengurangi pembelian pakaian dalam setahun 5; atau meniadakan untuk perbaikan kecil, perawatan rumah 6. Khusus dominan hutan, yaitu memasak dengan kayu bakar dari hutan jati 3; memanfaatkan bahan dari hutan jati untuk perbaikan, perawatan rumah 7. Hasil analisis Cochran pada musim tidak panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 2, 3, 4, 5, 6, 7. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung Tabel 32. Uji t, berbeda sangat nyata p 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-3 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 2, 4, 5, 6. Tabel 32. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek lain-lain pada 3 zona agroekosistem musim tidak panen T. uji Item yang diuji Sawah L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 80,07 69,64 Semua asosiasi 17,96 12,59 Tolak H0 2 Asosiasi :1,2,4, 5,6 16,52 18,34 Asosiasi : 2,3,4, 5,6,7 2,65 9,49 Tolak H0 Terima H0 3 Asosi. : 2,4,5,6 1,02 0,52 7,81 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Strategi coping dengan tujuan penghematan pengeluaran lain-lain menghasilkan alternatif coping 2, 3, 4, 5, 6 yang bersifat positif. Perilaku coping yang bersifat positif ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh sebagian besar keluarga contoh. Tabel 33. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek lain-lain pada musim panen dan tidak panen pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah 12,5 20,0 2,5 2,5 12,5 12,5 Sedang 87,5 80,0 87,5 87,5 17,5 37,5 Tinggi 10,0 10,0 70,0 50,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-2 Sedang: 3-5 Tinggi: 6-7 Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 68,7 berada pada kategori sedang Tabel 33. Apabila dianalisis berdasar-kan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Sebaliknya, pada musim tidak panen sebagian besar memiliki kategori sedang sampai tinggi, baik wilayah dominan sawah 87,5, lahan kering 97,5, hutan 87,5. Strategi coping keluarga petani miskin mampu memanfaatkan secara optimal penghematan pengeluaran lain-lain musim panen dan tidak panen. Kemampuan penghematan ini menguntungkan kehidupan keluarga, dan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi masalah kerawanan pangan. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antar agroekosistem. Hasil ANOVA, uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Peningkatan Pendapatan Keluarga contoh melakukan coping untuk peningkatan pendapatan pada musim panen. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, setara dengan asosiasi dari strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 5. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 7,81; 5,99 lebih besar dari dari Q hitung {1,37 uji ke-3; 1,12 uji ke-2 atau 1,37 uji ke-2} Tabel 34. Tabel 34. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan pendapatan pada musim panen T. uji Item yang diuji L.kering Item yang diuji Hutan Item yang diuji Sawah X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosi. 46,73 Semua asosi. 32,22 Semua asosi 65,53 9,49 Tolak H0 2 Asosiasi : 1, 2,3, 4 16,18 Asosiasi : 1, 2,3, 5 1,12 Asosiasi : 1,2,3 1,37 7,81 Tolak H0 Terima H0 3 Aso. : 1,2,3 1,37 5,99 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi strategi coping musim panen tersebut adalah mengalokasikan tenaga kerja keluarga istri, anak secara optimal 1. Asosiasi yang lain, menambah frekwensijumlah jam kerja andaikata ada pekerjaan 2; bekerja serabutan di sektor pertanian on farm, off farm atau non pertanian non farm diversifikasi kerja 3. Khusus pada dominan hutan ditambah memanfaatkan hutan jati untuk penghasilan tambahan daun jati, rencekan kayu jati, tunggul kayu jati, akar kayu jati, mencari empon-empon, ulat daun jati, belalang, dan lain-lain 5. Hasil analisis Cochran pada musim tidak panen, menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5. Keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung Tabel 35. Uji t, berbeda sangat nyata p 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Hasil analisis Cochran pada seluruh wilayah, menunjukan bahwa pada pengujian ke-2 diperoleh hasil Q tabel 7,81 lebih besar dari Q hitung, keputusan terima Ho. Perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah 1, 2, 3, 5. Asosiasi strategi coping 4 tersebut adalah menjual hasil usaha sampingan keluarga, misalnya : sayuran dari pekarangan, usaha ternak sambilan ayam buras 4. Tabel 35. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek peningkatan pendapatan pada musim tidak panen T. uji Item yang diuji L.kering Item yang diuji Hutan Item yang diuji Sawah X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosi. 22,15 Semua asosi. 10,24 Semua asosi. 35,52 9,49 Tolak H0 2 Asosiasi : 1,3, 4,5 9,34 Asosiasi : 1,3, 4,5 1,60 Asosiasi : 1,2,3,4, 7,41 7,81 Tolak H0 Terima H0 3 Aso.: 1,3,4 0,54 5,99 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Strategi coping dengan tujuan peningkatan pendapatan menghasilkan alternatif coping 1, 2, 3, 5 yang bersifat positif. Perilaku coping yang bersifat positif ini memiliki kecenderungan sulit diterapkan secara optimal oleh sebagian keluarga miskin. Faktor utamanya adalah karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi desa- desa dominan sawah, lahan kering, atau hutan. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, berbeda sangat nyata p-value 0,01 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, sebagian besar 78,3 berada pada kategori sedang Tabel 36. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang, baik wilayah dominan sawah 100,0, lahan kering 100,0, kategori tinggi di hutan 65,0. Tabel 36. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori peningkatan pendapatan pada musim panen dan tidak panen Kategori Zona dominan : persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah Sedang 77,5 100,0 55,0 100,0 15,0 35,0 Tinggi 22,5 45,0 85,0 65,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Keterangan : Rendah: 0-1 Sedang: 2-3 Tinggi: 4-5 Sebaliknya, pada musim tidak panen keseluruhan memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, dan hutan. Strategi coping keluarga contoh mampu memanfaatkan secara optimal peningkatan pendapatan saat musim panen dan tidak panen. Artinya kemampuan peningkatan pendapatan menguntungkan kehidupan keluarga, diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, berpotensi mengatasi masalah kerawanan pangan. Hasil uji-t, berbeda sangat nyata p-value = 0,000 antar agroekosistem. Hasil ANOVA, uji paired sample t-test p-value = 0.000, berbeda sangat nyata antar ketiga agroekosistem. Hasil yang berbeda ini terjadi karena perbedaan karakteristik, potensi, dan sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap agroekosistem. Aspek sosial Strategi coping aspek sosial meliputi aspek dukungan dalam penghematan pengeluaran untuk pangan, pendidikan, kesehatan, dan efisiensi usahatani. Pangan Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran untuk pangan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat 3 perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 37. Tabel 37. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek pangan T.uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 5,99 7,13 6,18 7,13 Tolak Ho 2 Semua kecuali: PG 1 3,84 2,48 1,37 2,48 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden 1 = Raskin, Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan beras masyarakat miskin Raskin untuk kebutuhan pokok 1. Strategi coping yang tidak asosiasi adalah memanfaatkan program bantuan pangan lain di luar Raskin 2. Selain itu, meminta bantuan keluargakerabattetangga apabila keluarga mengalami kekurangan pangan 3. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen sebagian besar 72,5 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 38. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi, baik wilayah dominan sawah 95,0, lahan kering 60,0, kategori tinggi di hutan 62,5. Tabel 38. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori dukungan aspek pangan pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n = 40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah 5 5 40 40 37.5 37.5 Sedang 57.5 57.5 25 25 25 25 Tinggi 37.5 42.5 35 35 37.5 37.5 Total 100 100 100 100 100 100 Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3 Tinggi: 4 – 5 Artinya dukungan untuk penghematan pengeluaran pangan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang belum dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok. Namun, apabila strategi coping penghematan pengeluaran pangan, dan dukungannya dipadukan, dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, lebih lanjut belum berpotensi mengatasi kerawanan pangan. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran pangan menghasilkan alternatif coping 1 yang bersifat positif. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,751 – 0,916 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini. Pendidikan Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran pendidikan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-4, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 39. Tabel 39. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek pendidik- an pada 3 zona agroekosistem T.uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Simpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 11,07 32,83 32,83 32,83 Tolak Ho 4 Kecuali: EDU 1 3,84 2,48 1,37 1,37 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan bantuan masyarakat miskin BOS, program bantuan sekolah lain beasiswa 1. Strategi coping yang tidak asosiasi adalah menghadap ke sekolah untuk meminta keringanbantuan biaya sekolah, dan lain-lain 2. Selain itu, memasukkan anak ke sekolah yang murah, atau bila ada yang gratis 3, meminta bantuan keluargakerabat apabila mengalami kekurangan biaya sekolah 4, bahkan menitipkan anak pada kerabatlembaga yang membantu menyekolahkan anak 5. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran pendidikan menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen keseluruhan 100,0 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 40. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan. Tabel 40. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori dukungan aspek pendidikan pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah Sedang 67.5 67.5 70 70 67.5 67.5 Tinggi 32.5 32.5 30 30 32.5 32.5 Total 100 100 100 100 100 100 Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3 Tinggi: 4 – 5 Artinya dukungan untuk penghematan pengeluaran pangan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang belum dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghemat-an pengeluaran pangan menghasilkan alternatif coping 1 yang bersifat positif. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini. Kesehatan Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran kesehatan pada musim tidak panen dan panen. Terdapat tiga perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 2. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 41. Tabel 41. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek kesehatan pada 3 zona agroekosistem T.uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Simpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 5,99 7,13 6,18 7,13 Tolak Ho 2 Kecuali: KES 2 3,84 2,48 1,37 2,48 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan fasilitas kesehatan program bantuan di luar kesehatan masyarakat miskin Askeskin, terutama untuk anak balita posyandu, anak sekolah, ibu hamil dan menyususi, dan lainnya 2. Strategi coping yang tidak asosiasi adalah memanfa-atkan fasilitas kesehatan masyarakat miskin Askeskin 1. Selain itu, meminta bantuan keluargakerabat, tetangga apabila anggota keluarga mengalami sakit 3. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran kesehatan menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif. Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen sebagian besar 72,5 berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel 42. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori rendah sampai sedang, baik wilayah dominan sawah 95,0, lahan kering 60,0, kategori tinggi di hutan 62,5. Tabel 42. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek kesehatan pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah 57.5 57.5 25 25 25 25 Sedang 37.5 37,5 35 40 37.5 37.5 Tinggi 5 5 40 35 37.5 37.5 Total 100 100 100 100 100 100 Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3 Tinggi: 4 – 5 Artinya strategi coping dukungan kemampuan penghematan pengeluaran kesehatan belum optimal, belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok, dan lebih lanjut belum berpotensi mengatasi kerawanan kesehatan. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,568 – 0,968 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini. Usahatani Keluarga contoh melakukan coping untuk dukungan dalam penghematan pengeluaran usahatani pada musim tidak panen dan panen. Terdapat empat perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh, untuk menggali strategi coping dukungan tersebut. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi strategi coping adalah perilaku 1, 3,4. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 7,81 lebih besar dari dari Q hitung Tabel 43. Tabel 43. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek usahatani pada 3 zona agroekosistem T.uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 9,49 25,64 25,64 25,64 Tolak Ho 2 Asosiasi diuji: 1,3,4 7,81 6,18 6,18 6,18 Terima Ho Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi strategi coping musim tidak panen dan panen tersebut adalah memanfaatkan program pertanian bagi masyarakat miskin, misalnya bantuan langsung masyarakat BLM, seperti bantuan pupuk subsidi, P4K, PUAP, PPK, KP, lain 1. Selain itu, meminta bantuan, nasehat masalah ekonomi pada keluargakera-battetangga 3; berusaha, dilanjutkan berdoa dan berserah diri pada Allah 4. Strategi coping dengan tujuan mendukung penghematan pengeluaran pendidikan menghasilkan alternatif coping yang bersifat positif. Tabel 44. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran dukungan aspek usahatani pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Sawah n = 40 Lahan kering n=40 Hutan n = 40 non panen Panen non panen Panen non panen Panen Rendah Sedang 32.5 32.5 30 32.5 32.5 32.5 Tinggi 67.5 67.5 70 67.5 67.5 67.5 Total 100 100 100 100 100 100 Keterangan : Rendah: 0 – 1 Sedang: 2 – 3 Tinggi: 4 – 5 Hasil penelitian sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori, tidak berbeda nyata p-value 0,05 antara musim panen dan tidak panen. Pada musim panen, tidak panen keseluruhan 100,0 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 44. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik pada dominan sawah, lahan kering, hutan. Artinya dukungan kemampuan penghematan pengeluaran usahatani agar terjadi efisiensi belum didukung secara optimal, dan belum menguntungkan bagi kehidupan keluarga, yang diharapkan dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,751 – 0,916 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0.05, tidak berbeda nyata antar ketiga agroekosistem. Hal ini, karena tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya Jawa, karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi bukan domain aspek ini. Secara umum keluarga contoh melakukan tindakan kolektif signifikan dari strategi coping aspek ekonomi, dan dukungan aspek sosial penghematan pengeluaran pangan, pendidikan, kesehatan, pengeluaran lain-lain, serta peningkatan pendapatan. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tindakan kolektif signifikan dan kategori, sebagian besar pada kategori sedang. Tindakan kolektif signifikan tersebut tidak berbeda nyata dengan penelitian-penelitian Rosidah 2011, Rachmawati 2010, Kusumo 2009, Firdaus 2008, Firdaus dan Sunarti 2008, Polin 2005, Purlika 2004, Harefa 2001, Harefa et al 2001. Tindakan kolektif signifikan dari strategi coping aspek ekonomi, dan dukungan aspek sosial penghematan efisiensi usahatani tidak dilakukan penelitian-penelitian tersebut diatas, kecuali penelitian Kusumo 2009. Tindakan kolektif dari strategi coping aspek penghematan efisiensi usahatani hanya pada penelitian Kusumo 2009, hasilnya berbeda karena perbedaan kurun waktu musim tanam dengan musim paceklik. Nafkah Berbasis Modal Sosial Keluarga petani miskin akan mengkombinasikan berbagai sumberdaya untuk membentuk strategi nafkah yang sangat tergantung pada pertanian. Hasil diskusi kelompok terfokus dan wawancara mendalam, serta mengacu kerangka sustainability livelihood Ellis 2000. Hasilnya, pengelolaan sumber nafkah berdasarkan besaran akses dan tipologi nafkah yang meliputi : modal manusia -2 - 3, +1, modal fisik -6, +2, modal finansial - 4, + 2, modal alam - 6, + 1 dan modal sosial + 5, - 2 Gambar 38. Besaran akses dan tipologi nafkah pada ketiga agroekosistem, mem-bentuk pentagon yang tidak seimbang. Artinya, modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Selain itu, etika sosial-kolektif sebagai landasan moralnya, sehingga lebih banyak memanfaatkan modal sosial sebagai faktor penting dalam membangun sistem nafkah. Modal sosial berbasis kepercayaan, relasi sosial, dan jaringan sosial Putman sebagai kerangka acuan nafkah berbasis modal sosial. Kepercayaan Trust Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan. Terdapat empat puluh delapan perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali strategi nafkah aspek kepercayaan. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan dari nafkah yang dilakukan keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif, sepadan dengan asosiasi dari nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3 {nilai Q tabel 18,31 lebih besar dari Q hitung} Tabel 45. H0, semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama. Tabel 45. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek kepercayaan pada 3 agroekosistem T. uji Item yang diuji Sawah Item yang diuji L.kering Item yang diuji Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 34,05 Semua asosiasi 22,05 Semua asosiasi 29,09 21,03 Tolak H0 2 kecuali aso si. : 4,36,40 22,35 kecuali a- sosiasi : 4 17,01 kecuali a- sosiasi : 4 19,53 19,68 Tolak H0 Terima H0 3 kecuali aso siasi : 12 11,08 18,31 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden kepercayaan antar anggota keluarga, ke tetangga lingkungan untuk akses, pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan Tindakan kolektif nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan, mengindikasikan semakin tinggi kepercayaan untuk menjalin kerjasama tolong menolong tanpa saling curiga, serta keluarga dan lingkungannya dapat menjaga hubungan berkelanjutan, maka semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan pokok, atau ketahanan pangan. Selain itu, jika ada keluarga tidak mempunyai sumberdaya untuk mengakses kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan secara cukup, maka tetangga, komunitas akan saling membantu agar keluarga tersebut dapat memenuhi pangan secara cukup. Nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan keluarga contoh mampu dimanfaatkan secara optimal, masih dipertahankan, diupayakan sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya kepercayaan diri kepala keluarga bagi anggotanya. Selain itu, kepercayaan trust antar anggota keluarga untuk dapat saling bekerja sama, baik di dalam keluarga atau dengan luar keluarga. Trust orang tua pada anggota keluarga, atau antar anggota keluarga, bahwa apabila saling membantu maka pemenuhan kebutuhan pokok akan menjadi lebih mudah. Trust antara orang tua, atau tetangga dengan anggota keluarga, bahwa mengembangkan rasa kepercayaan dapat menciptakan kehidupan yang damai, tenang, dan aman. Trust, bahwa aturan-aturan yang ada dalam lingkungan tempat tinggal, dapat mengembangkan rasa kepercayaan menciptakan kehidupan dalam keluarga, atau bertetangga yang damai, tenang, dan aman. Trust antar anggota keluarga, tetangga, atau keluarga dan tetangga, untuk menjaga keeratan hubungan di antara mereka adalah hal penting. Trust antara orang tua, atau tetangga, atau anggota keluarga dengan anggota keluarga lain, bahwa mereka dapat menjaga keluarga untuk bertahan hidup meskipun dalam tekanan kemiskinan. Trust untuk bekerja sama tanpa rasa saling curiga antara keluarga dengan tetangga, atau tetangga dengan tetangga lain. Trust antar keluarga di dalam komunitas bahwa apabila saling membantu maka pemenuhan kebutuhan pokok akan menjadi lebih mudah. Trust antar anggota keluarga, atau keluarga dengan tetangga merasa perlu mengembangkan sikap percaya terhadap lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang damai, tenang, aman, dan meredam kekacauan sosial. Trust, bahwa menjaga keeratan hubungan antar anggota keluarga, atau tetangga di antara mereka penting, serta dapat menjaga komunitasnya untuk sustain. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan, sebagian besar 85,0 berada pada kategori tinggi Tabel 46. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki nafkah berbasis modal sosial pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 90,0, hutan 82,5, atau ketiganya 85,0. Tabel 46. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek kepercayaan pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total n = 120 Sawah n=40 L. kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah Sedang 7 17.5 4 10 7 17.5 18 15 Tinggi 33 82.5 36 90 33 82.5 102 85 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Ket. : Rendah : 0-15, Sedang: 16-31, Tinggi: 32-48 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,583 – 0,948 antar agro ekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi berdasarkan teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003. Menurut Samovar 1981, kesamaan budaya responden memberikan nafkah berbasis modal sosial aspek kepercayaan terhadap suatu objek yang hampir sama pula homofili. Terjadi interseksi, di mana irisan dari himpunan A trust : dominan sawah, himpunan B trust : dominan lahan kering, dan C dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan, seperti pada Gambar 18. Jaringan Sosial Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial. Terdapat dua puluh enam perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi nafkah berbasis modal sosial Dominan Sawah Dominan Lahan kering Operasi irisan interseksi : 46 dari 48 item 89,80 : HOMOFILI Dominan Hutan Gambar 18. Interseksi kepercayaan antar zona agroekosistem aspek jaringan sosial adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-1, 2, dimana nilai Q tabel 18,31 lebih besar dari Q hitung Tabel 47. Tabel 47. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek jaringan sosial T. uji Item yang diuji Sawah Hutan Item yang diuji L.kering X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi 24,40 21,08 Semua asosiasi 18,86 19,68 Tolak H0 Terima H0 2 Semua asosi. ke- cuali : JS 4 14,05 12,74 18,31 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Tk. Hubungan, keterbukaan, keragaman, permanency dalam pemenuhan kebutuhan pokokharian Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial, mengindikasikan kedekatan hubungan karena bertetangga dekat, dan hubungan kekerabatan akan mengakibatkan munculnya kepercayaan untuk saling membantu. Selain itu, semakin luas dan dalam sifat jaringan sosial yang dimiliki, maka semakin baik lingkungan memenuhi kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan. Nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial keluarga petani miskin mampu dimanfaatkan secara optimal, sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif. Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya hubungan sosial saling menguntungkan. Selain itu, tingkat kepentingan dalam perkumpulan, atau mengikuti kelompok berdasarkan kriteria sama aspek pekerjaan, tipologi desa, sosial ekonomi, keyakinan, dan pendidikan kelompok sosial. Hubungan yang terjalin dalam keluarga secara informal dengan lingkungan dalam, atau luar lingkungan, dalam membangun hubungan. Hubungan tersebut di atas, yang dilandasi dengan hubungan saling memberi – menerima sifat jaringan. Hubungan berdasarkan kekerabatan, atau tetanggaan, dalam hal saling membantu bentuk jaringan. Banyaknya keluarga di lingkungan tempat tinggal yang dikenal, perkumpulan di luar lingkungan yang kenal dan suka membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan luas jaringan. Keterampilan cara memperoleh kebutuhan melalui meminjam, ketetanggaan, kelem-bagaan untuk kebutuhan sehari-hari pada keluarga di lingkungan tempat tinggal kedalaman jaringan. Keterbukaan jaringan yang ada, peraturan yang harus dipatuhi. Keragaman jaringan pencampuran budaya dalam kelompok tempat tinggal. Permanency jaringan, hubungan dengan pihak luar yang membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok keluarga bersifat sementara, atau kontinu. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial, sebagian besar 85,0 berada pada kategori tinggi Tabel 48. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki nafkah berbasis modal sosial aspek jaringan sosial pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 87,5, hutan 85,0, atau ketiganya 85,0. Tabel 48. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek jaringan sosial Kategori Zona Total Sawah Lahan kering Hutan n n n n Rendah Sedang 7 17.5 5 12.5 6 15 18 15 Tinggi 33 82.5 35 87.5 34 85 102 85 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Ket. : Rendah : 0-8, Sedang: 9-17, Tinggi: 18-26 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,688 – 0,927 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi besar 90,15 tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan. Norma Sosial Keluarga contoh melakukan nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial. Terdapat sepuluh perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial adalah perilaku 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, dimana nilai Q tabel 14,07, lebih besar dari Q hitungTabel 49. Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial, mengindikasikan semakin kuat, luas dan dalam norma sosial yang tidak tertulis aturan informal, atau aturan informal berbasis aturan tradisional yang dimiliki, sehingga akan semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan pokok, dan ketahanan pangan. Selain itu, setiap keluarga miskin mempunyai respon dan dampak sosial ekonomi berbeda dalam menghadapi tekanan sumberdaya, melalui strategi nafkah dan strategi coping nya. Mereka menganut sikap falsafah Jawa “menerima dan pasrah pada Allah setelah berusaha”, dan ”mengutamakan selamat”. Nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial keluarga petani miskin mampu dimanfaatkan secara optimal, diupayakan dipertahankan sehingga menghasilkan alternatif yang bersifat positif. Tabel 49. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek norma sosial pada 3 agroekosistem T. uji Item yang diuji Sawah L.kering Hutan X 2 α,db Sim- pulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua asosiasi SA 53,73 52,25 48,22 16,92 Tolak H0 2 SA. ke-cuali : NOR 1 31,83 29,58 28,26 15,51 Tolak H0 3 SA. ke-cuali : NOR 10 11,62 8,64 8,16 14,07 Terima H0 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden Asosiasi nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya aturan tidak tertulis yang mengatur aktivitas masyarakat dalam pemenuhannya. Selain itu, aturan tradisional yang mengatur aktivitas masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pokok Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial, sebagian besar 89,2 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 50. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki nafkah berbasis modal sosial aspek norma sosial pada kategori sedang sampai tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 87,5, lahan kering 92,5, hutan 87,5. Tabel 50. Sebaran keluarga contoh berdasarkan skor kategori aspek norma sosial pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total Sawah n = 40 L. kering n = 40 Hutan n = 40 n n n n Rendah 5 12.5 3 7.5 5 12.5 13 10.8 Sedang 12 30 13 32.5 12 30 37 30.8 Tinggi 23 57.5 24 60 23 57.5 70 58.4 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Ket. : Rendah : 0-2, Sedang: 3-5, Tinggi: 6-10 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,658 – 0,861 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 72,5, tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan. Keberfungsian Keluarga Kon sep keberfungsian menunjuk pada ”kapabilitas” keluarga, masyarakat dalam menjalankan peran di lingkunganya, dalam rangka melaksanakan tugas kehidupannya dan memenuhi kebutuhanya; merujuk konsep keberfungsian sosial. Keberfungsian sosial berhubungan dengan pemenuhan tanggung jawab seseorang kepada masyarakat secara umum, terhadap mereka yang berada dilingkungan yang terdekat, dan terhadap dirinya sendiri Du Bois dan Milley 1992. Keberfungsian keluarga pada penelitian ini mengacu pada Hodges dalam Dubowitz dan De Panfilis 2000, sebagai kemampuan menyesuaikan diri keluarga family adaptability,ikatan emosional emotional bonding anggota keluarga, kemam-puan memecahkan masalah strategi coping, dan keterampilan berkomunikasi. Keberfungsian keluarga mengukur koneksi, sumber daya lingkungan, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi dengan skala 0 dan 1. Koneksi Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek koneksi. Terdapat sembilan perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali aspek tersebut. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan, yang sepadan dengan asosiasi dari keberfung-sian keluarga yang dilakukan oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif keberfungsian keluarga koneksi adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 9. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-3, 4 {nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung} Tabel 51. H0 adalah semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya yang sama. Tabel 51. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek koneksi pada 3 agroekosistem T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Kesimpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 15,51 49,76 52,67 45,32 Tolak Ho 2 1,2,3,4,5,6,7,9 14,07 30,87 31,44 27,54 Tolak Ho 3 1,2,3,4,6,9 11,07 11,97 9,26 11,75 Tolak Ho Terima Ho 4 1,2,3,4,9 9,49 6,48 4,22 Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden Koneksi : pangan 1. tetangga, 2. RTRWDesa, 3. PemdaPusat kesehatan 4. tetangga pendidikan 9. BOS Tindakan kolektif asosiasi dari keberfungsian keluarga koneksi menjadi hal yang penting guna pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya akses keluarga terhadap sumberdaya dan dukungan koneksi terhadap pangan dari 1 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya. Selain itu dari 2 RTRWaparat desa; 3 PemdaPusat; terhadap kesehatan dari 4 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya. Terhadap pendidikan dari 9 bantuan operasional sekolah BOS. Keberfungsian keluarga aspek koneksi yang tidak memiliki asosiasi adalah akses keluarga terhadap koneksi kesehatan dari 5 RTRWaparat desa; 6 Askeskin PemdaPusat; pendidikan dari 7 sanak saudara, atau tetangga sekitarnya; 8 RTRWaparat desa. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek koneksi, sebagian besar 80,0 berada pada kategori tinggi Tabel 52. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek koneksi pada kategori rendah sampai sedang, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 75,0, hutan 82,5, atau ketiganya 80,0. Tabel 52. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek koneksi, Kategori Zona dominan persen Total Sawah n=40 L.kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah 4 10 13 32.5 15 37.5 32 26.7 Sedang 29 72.5 17 42.5 18 45 64 53.3 Tinggi 7 17.5 10 25 7 17.5 24 20 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan: Rendah : 0 - 3, Sedang = 4 – 7, Tinggi = 8 -10 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,806; 0,760; 0,570 antar agro ekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan. Hasil ANOVA p-value = 0.855, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003, di mana irisan dari himpunan A koneksi : dominan sawah dan himpunan B koneksi : dominan lahan kering = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan, interseksi dan operasi irisan besar homofili Gambar 19. Dominan sawah Dominan hutan Dominan sawah Dominan lahan kering Dominan lahan kering Dominan hutan terjadi opersi irisan interseksi 65,5 – 70,5 : homofili Gambar 19. Interseksi koneksi antara dominan sawah, lahan kering, dan hutan Menurut Samovar 1981, kesamaan budaya responden memberikan sikap terhadap suatu objek yang hampir sama pula homofili. Terjadi operasi irisan inter-seksi, di mana irisan dari himpunan A koneksi : dominan sawah, himpunan B koneksi : dominan lahan kering, dan C koneksi : dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan, seperti pada Gambar 20. Sumber daya lingkungan Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan. Terdapat lima perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian keluarga sumberdaya lingkungan adalah perilaku 2, 3. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, 3, dimana nilai Q tabel 3,84 lebih besar dari Q hitung Tabel 53. Tabel 53. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek sumberdaya ling- kungan pada 3 zona agroekosistem T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Kesimpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 9,49 33,52 36,16 33,91 Tolak Ho 2 2,3,4 5,99 6,70 6,57 3,62 Tolak Ho Terima Ho 3 2,3 3,84 2,31 2,02 Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya kecukupan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan 2 pangan, dan 3 kesehatan; serta khusus pada dominan hutan ditambah memenuhi kebutuhan 4 pendidikan. Keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan yang tidak Dominan Sawah Dominan Lahan kering Operasi irisan interseksi : 60 - 70 persen : HOMOFILI Dominan Hutan Gambar 20. Interseksi koneksi keberfungsi an keluarga antar zona agroekosistem memiliki asosiasi adalah 1 pendapatan keluarga yang bersifat tetap, dan kecukupan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan 5 perumahan. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan, keseluruhan 100,0 berada pada kategori rendah sampai sedang Tabel 54. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek sumberdaya lingkungan pada kategori rendah sampai sedang 100,0, baik pada wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan, atau ketiganya. Artinya keluarga contoh belum mengoptimalkan sumberdaya lingkungan dari berbagai aspek, akibat keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Tabel 54. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek sumberdaya ling- kungan pada 3 agroekosistem Kategori Zona dominant persen Total Sawah n=40 L.kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah 30 75 30 75 26 65 86 71.7 Sedang 10 25 10 25 14 35 34 28.3 Tinggi Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan: Rendah: skor = 0 - 1, Sedang : skor = 2 – 3, Tinggi: skor = 4 – 5 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,605; 0,269; 0,536 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.528, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 78,5 – 81,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya. Terdapat sembilan perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian keluarga perilaku pengelolaan sumberdaya adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-2, dimana nilai Q tabel 14,07 lebih besar dari Q hitung 13,39; 9,66; 9,28 Tabel 55. Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya 1 selalu mengontrol pemberian uang saku anaknya. Selain itu, 2 pernah memberi kelonggaran anaknya gunakan uang saku sesuka hatinya, 3 sebelum membeli barang kebutuhan, membuat rencana, barang yang harus dibeli, 4 sering jika sampai tempat belanja, terpaksa menunda membeli beberapa barang yang telah direncanakan, karena ada penawaran obral, 5 pada waktu membeli barang kebutuhan, lebih suka diantar teman - diajak berunding, 7 selalu mengajak anak untuk membuat daftar belanja, sesuai kebutuhan; 8 lebih suka berbelanja barang kebutuhan sendiri daripada diantar suami anak, karena lebih leluasa memilih dan memutuskan diri, serta 9 bersyukur dan berdoa. Tabel 55. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek perilaku – pengelo- laan sumberdaya pada 3 zona agroekosistem T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Kesimpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 15,51 43,80 40,67 39,79 Tolak Ho 2 1,2,3,4,5,7,8,9 14,07 13,39 9,66 9,28 Terima Ho Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden 1. kontrol uang saku, 2. kelonggaran uang saku, 3. buat rencana beli, 4. obral – tunda beli sesuai rencana, 5. ajak teman, 7. ajak anak 8. belanja sendiri Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, hampir keseluruhan 95,9 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 56. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek tersebut pada kategori sedang sampai tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 92,5, lahan kering 97,5, hutan 97,5. Artinya keluarga contoh telah mengoptimalkan perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya lingkungan dari berbagai aspek, walaupun dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki. Tabel 56. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek perilaku – pengelo- laan sumberdaya pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total Sawah n=40 L. kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah 3 7.5 1 2.5 1 2.5 5 4.1 Sedang 16 40 17 42.5 17 42.5 50 41.7 Tinggi 21 52.5 22 55 22 55 65 54.2 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan: Rendah = 0 - 3, Sedang = 4 – 6, Tinggi = 7 – 9 Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,426; 0,736; 0,614 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.524, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 75,0 – 78,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Relasi Keluarga contoh melaksanakan keberfungsian keluarga aspek relasi. Terdapat dua belas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali keberfungsian keluarga aspek relasi. Hasil analisis Cochran menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi asosiasi keberfungsian keluarga aspek relasi adalah perilaku 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12. Pada ke-3 wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-1, dimana nilai Q tabel 19,68 lebih besar dari Q hitung 11,73; 5,02; 6,07 Tabel 57. Tabel 57. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran aspek relasi T. uji Item-item yang diuji X 2 α,db Sawah L.kering Hutan Kesimpulan Q hit Q hit Q hit 1 Semua item 19,68 11,73 5,02 6,07 Terima Ho Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden komunikasi : bapak – ibu, sebaliknya; orang tua – anak, sebaliknya toleransi antar anggota keluarga pembagian tugas peran anggota keluarga Asosiasi dari keberfungsian keluarga aspek relasi menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok, diantaranya hubungan atau komunikasi antara 1 ibu dengan bapak, sebaliknya, 2 bapak dengan anak, sebaliknya, 3 ibu dengan anak, sebaliknya, 4 kakak dengan adik, sebaliknya. Selain itu, 5 ikatan kekeluargaan diantara anggota keluarga, 6 saling menghormati diantara anggota keluarga, 7 toleransi diantara anggota keluarga, 8 saling memaafkan diantara anggota keluarga, 9 pembagian tugas secara jelas diantara anggota keluarga, 10 tugas dan peran ibu diantara anggota keluarga dominan bersifat domestik, 11 tugas dan peran bapak diantara anggota keluarga dominan bersifat publik, 12 tugas dan peran kakak – adik diantara anggota keluarga membantu ibu – bapak. Tabel 58. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori aspek relasi Kategori Zona dominan persen Total Sawah n = 40 L.kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah Sedang 7 17.5 4 10 5 12.5 16 13.3 Tinggi 33 82.5 36 90 35 87.5 104 86.7 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan: Rendah = 0 - 4, Sedang = 5 – 8, Tinggi = 9 – 12 Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori keberfungsian keluarga aspek relasi, keseluruhan 100,0 berada pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 58. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agro ekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki keberfungsian keluarga aspek tersebut pada kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik pada wilayah dominan sawah, lahan kering, hutan, atau ketiganya. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,406; 0,799; 0,278 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.524, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa, walaupun karakteristik, potensi, sumber daya ekonomi berbeda nyata pada ke-3 zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 73,5 – 80,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Sebaran kategori sedang pada keberfungsian keluarga menggambarkan kemampuan dalam memecahkan masalah strategi coping, yang merupakan faktor penting dalam mengatasi berbagai permasalahan baik tekanan ekternal lingkungan dan internal keluarga, juga menggambarkan kemampuan atau keterampilan anggota keluarga dalam berkomunikasi family communication skill kategori sedang, sehingga berbagai permasalahan dapat dikomunikasikan dalam keluarga untuk mencari pemecahannya. Hasil ini berbeda dengan penelitian Koswara 2009 pada keluarga pekerja tidak miskin di Kota Bandung yang teridentifikasi keberfungsian keluarganya tinggi 82,1 persen. Lebih lanjut dikatakan pekerja tidak mendapat tekanan dari pekerjaannya. Selain itu karena faktor-faktor lain, seperti kemampuan dalam memecahkan masalah. Pemenuhan Kebutuhan Pokok Salah satu tujuan awal pembangunan nasional adalah suatu masyarakat yang kebutuhan pokoknya pangan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan terpenuhi Kartasasmita 1996 dalam Hatuwe 2000. Kemampuan keluarga contoh yang tinggi dalam memenuhi kebutuhan pangan, sehingga tidak berdampak negatif. Misalnya kasus gizi buruk yang tinggi, atau kelaparan tidak terjadi. Hal ini dibahas pada diversifikasi dan pemenuhan kebutuhan pangan, strategi coping dan ketahanan pangan, serta nafkah berbasis modal sosial dan ketahanan pangan. Keluarga contoh melaksanakan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Terdapat empat belas perilaku yang ditanyakan kepada keluarga contoh untuk menggali hal tersebut. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat perilaku-perilaku yang menjadi tindakan kolektif signifikan yang sepadan dengan asosiasi dari pemenuhan kebutuhan pokok oleh keluarga contoh berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa perilaku yang menjadi tindakan kolektif asosiasi pemenuhan kebutuhan pokok adalah perilaku 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9, 10, 12. Keputusan terima Ho pada ketiga wilayah pada pengujian ke-5, 6 {nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung} Tabel 59. H0, semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya sama. Tabel 59. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran terhadap 14 indikator pemenuhan kebutuhan pokok Uji Item-item yang diuji X 2 α,db L. kering Sawah Hutan Simpulan Qhit Qhit Qhit 1 Semua item 18,31 96,67 105,92 109,14 Tolak Ho 2 1,2,3,5,7,8,9,10,12 11,07 13,21 8,92 2,21 Tolak Ho 3 1,2,3,5,8,9,10,12 9,49 4,23 Terima Ho Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden 1, 2, 3 = pangan 5, 7, 8 = kesehatan, 9, 10 = pendidikan, 12 = perumahan Tindakan kolektif asosiasi dari pemenuhan kebutuhan pokok menjadi hal yang sangat penting, terutama pemenuhan kebutuhan pangan pada taraf cukup, yang meliputi 1 frekwensi makan per hari 2 – 3 kali 15 kaliminggu; 2 proporsi sumber energi dari makanan yang dimakan cukup diversifikasi sumber karbohidrat; 3 proporsi sayuran dari makanan yang cukup. Selain itu, pemenuhan kesehatan, meliputi 5 status penyakit tingkat morbiditas, atau mortalitas bayi anak 6 bulan terakhir; 8 perilaku hidup sehat – lingkungan : tempat buang air besar anggota keluarga, sumber air minummemasak keluarga, sumber air utama mandi, cuci keluarga, jarak sumber mata air minummasak dengan septic tank tempat buang air, tempat pembuangan sampah keluarga. Pemenuhan pendidikan, meliputi 9 ketersediaan dan penggunaan pelayanan pendidikan bagi anggota keluarga; 10 rata-rata pendidikan formal yang telah berhasil ditempuh anak usia sekolah atau di atasnya. Pemenuhan perumahan, meliputi 12 status kepemilikan bangunan rumah : milik sendiri. Pada dominan lahan sawah, hutan ditambah 7 perilaku hidup sehat - rumah : pertukaran udaraventilasi, sinar matahari di pagisiang hari. Hasil penelitian, sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, keseluruhan 100 pada kategori sedang sampai tinggi Tabel 60. Apabila dianalisis berdasarkan agroekosistem juga memperlihatkan pada kategori sedang sampai tinggi 100,0, baik pada dominan sawah, lahan kering, hutan, atau ketiganya. Tabel 60. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori pemenuhan kebutuhan pokok 3 zona agroekosistem Kategori Zona : dominant persen Total n = 120 Sawah n=40 L. kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah Sedang 30 75,0 24 60,0 27 67,5 81 67,5 Tinggi 10 25,0 16 40,0 13 32,5 39 32,5 Total 40 100,0 40 100,0 40 100,0 120 100 Keterangan : Rendah: 0-4 Sedang: 5-9 Tinggi: 10-14 Tingkat pemenuhan kebutuhan pokok keluarga contoh menyebar secara merata, tidak berbeda nyata p 0,05 mengelompok pada nilai total skor ≥ 8 dari 14 indikator yang diteliti. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,618 – 0,826, ANOVA p-value 0,05 antar agroekosistem. Faktor berpengaruh adalah tidak ada perbedaan strata sosial ekonomi, etnis dan budaya yang sama Jawa. Berdasarkan teori himpunan, probabilitas Hasan, 2003, terjadi operasi irisan interseksi, di mana irisan dari himpunan A dominan sawah dan himpunan B dominan lahan kering = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan Gambar 21, terjadi interseksi - operasi irisan besar homofili. Gambar 21. Interseksi pemenuhan kebutuhan pokok di sawah, lahan kering, hutan Terjadi operasi irisan interseksi, di mana irisan dari himpunan A dominan sawah, himpunan B dominan lahan kering, dan C dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, peristiwa bersamaan Gambar 22. Dominan sawah Dominan hutan Dominan sawah Dominan lahan kering Dominan lahan kering Dominan hutan terjadi opersi irisan interseksi 65,5 – 70,5 : homofili Ketahanan Fisik Keluarga dan Pemenuhan Kebutuhan Pokok Indikator, item, subitem ketahanan fisik keluarga Sunarti, 2001, meliputi : sumberdaya fisik, terdiri dari pendapatan kapitabulan; dan asset keluarga rumah, tanahsawah, kendaraan. Selain itu, masalah keluarga fisik, meliputi ekonomi kesulitan memenuhi pangan, pengobatan, pendidikan, keuangan, sakit gangguan kesehatan, kecelakaan, kehilangan pekerjaan. Penanggulangan masalah keluarga fisik; meliputi langsung kesulitan pangan, ekonomi, pengobatan; dukungan keluarga peran keluarga besar membantu kesulitan ekonomi, dan dukungan sosial peran tetanggalingkungan meringankan pekerjaan, membantu kesulitan ekonomi. Kesejahteraan fisik, meliputi pangan frekwensi makan utama sehari; sandang frekwensijumlah baju yang dibeli per tahun; papan luas rumahkapita, kepemilikan kamar mandi, WC; kesehatan tempat berobat jika sakit, perawatan kesehatan, dan pendidikan kemampuan menyekolahkan anak usia sekolah. Sedangkan indikator pemenuhan kebutuhan pokok penelitian, meliputi : pangan pangan pokok, sayuran, lauk pauk yang dikonsumsi per hari, minggu, bulan. Selain itu, perumahan penjumlahan skor kondisi perumahan dan perabotan yang dimiliki. Pendidikan rata-rata pendidikan formal yang telah berhasil ditempuh anak usia sekolah, atau di atasnya, ketersediaan pelayanan pendidikan. Kesehatan adalah perilaku hidup bersihsehat, status penyakit morbiditasmortalitas bayi anak, ketersediaan dan penggunaan pelayanan kesehatan bagi anggota keluarga. Terjadi operasi irisan interseksi, himpunan A ketahanan fisik keluarga dan B pemenuhan kebutuhan pokok = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan, dan operasi irisan besar homofili Gambar 22a Dominan Sawah Dominan Lahan kering Operasi irisan interseksi : 60 - 70 persen : HOMOFILI Dominan Hutan Gambar 22. Interseksi pemenuhan kebutu- han pokok antar zona agroekosistem Gambar 22a. Interseksi ketahanan fisik keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok Ketahanan fisik keluarga Pemenuhan kebutuhan pokok Operasi irisan interseksi HOMOFILI Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Variabel Penelitian Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Strategi Coping Strategi coping keluarga petani miskin pada aspek ekonomi merupakan adaptasi, tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi yang dialami. Aspek ekonomi dari strategi coping meliputi : a efisiensi usahatani; b penghematan pengeluaran pangan, c penghematan biaya pendidikan, d penghematan untuk kesehatan, e penghematan lain-lain, serta f peningkatan pendapatan. Perbedaan potensi sumberdaya ekonomi pada desa-desa dominan sawah, lahan kering, atau hutan akan berimplikasi terhadap akses dan kontrol yang berbeda dalam pemanfaatanya oleh keluarga petani miskin pada ketiga wilayah tersebut. Perbedaan potensi sumberdaya ekonomi tersebut diduga berkaitan dengan karakteristik keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, dan dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro. Perbedaan potensi dan komoditi unggulan sumberdaya ekonomi juga berimplikasi pada perbedaan pemanfaatan sumberdaya tersebut pada kondisi tidak panen dan panen dalam kaitannya dengan strategi coping aspek ekonomi. Pada wilayah dominan sawah, sebagian besar memiliki pola tanam, atau indeks pertanaman IP padi 300, dengan sumber air sungai Bengawan Solo, dan sebagian memiliki IP padi 200. Pada IP padi 200 memiliki pola tanam padi – padi – jagung, atau padi – padi – kacang tanahhijau, sehingga IP 300 tetap terjadi dalam setahun, yang didukung bangunan infrastruktur pengairan yang dibangun P4MI, Badan Litbang Pertanian tahun 2006-2007. Artinya, investasi infrastruktur irigasi dapat meningkatkan luas pertanaman, intensitas tanam, dan perubahan pola tanam setahun, serta keanekaragaman tanaman. Pada wilayah dominan lahan kering atau hutan, maksimal memiliki IP padi 200 terutama pada kondisi hari hujan dan curah hujan mm pertahun normal, dengan pola tanam padi – padi – jagungkacang tanah IP 300, atau padi – padi – sayuran semangka 400 IP 300. Nafkah ganda, seperti pencarian daun jati untuk dijual ke pasar, tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan untuk peningkatan pendapatan; kepompongulat daun jati atau belalang untuk menambah pendapatan atau langsung dikonsumsi. Pencarian ranting, tunggul, akar, dan rencekan kayu jati sebagian untuk kayu bakar memasak, dan sebagian di jual guna menambah pendapatan dari hutan jati pada wilayah dominan hutan dapat menjadi sumber ekonomi, selain tetap berusaha tani tanah milik sendiri, maro, atau menjadi buruh tani. Pergeseran luas tanaman jagung oleh padi tidak mengurangi luas total tanaman jagung keseluruhan masih meningkat ± 40 , terutama pada dominan lahan kering, atau hutan, sebagian sumber karbohidrat kalori masyarakat Kab. Blora, terutama pada usia tua sebagai bahan makanan. Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi coping Tabel 61 menghasilkan nilai determinan R² sebesar 0,614. Artinya strategi coping dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro, dan nafkah berbasis modal sosial sebesar 61,1 persen. Sementara sisanya diterangkan oleh peubah-peubah lain di luar model. Tabel 61. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping yang dilakukan keluarga skor Variabel b SE b β Konstanta 84,407 14,645 Pendidikan 1:≥ SDMI,0=SDMI -12,391 2,470 -0,311 Besar Keluarga orang -2,992 0,835 -0,236 Sikap pada tatanan meso skor 1 -0.055 0,012 -0,275 SIkap pada tatanan makro skor 2 0,036 0,081 0,026 Strategi nafkah berbasis modal sosial skor -0,386 0,062 -0,412 R 2 0,614 Adjusted R 2 0,597 F 36,324 Ket. : : signifikan pada level 0.01, Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol dan peubah pendapatan keluarga dikeluarkan karena alasan multikolinearitas 1 : keluarga – lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, 2 : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,01 terhadap strategi coping yang dilakukan keluarga adalah pendidikan, besar keluarga, sikap keluarga pada tataran meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat variabel memiliki koefisien regresi negatif yang menunjukan bahwa semakin rendah pendidikan kepala kelaurga, semakin kecil ukuran keluarga, semakin rendah skor sikap pada tataran meso, atau semakin jarang strategi nafkah dilakukan keluarga petani miskin akan meningkatkanmemperbesar strategi coping yang dilakukan. Hasil analisis regresi linier berganda musim panen dan tidak panen untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap strategi coping Tabel 61a menghasilkan nilai determinan R² yang tinggi, yaitu 0,841 saat panen, dan 0,826 saat tidak panen. Artinya strategi coping dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendapatan keluarga, pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro, dan strategi nafkah berbasis modal sosial sebesar 84,1 persen saat panen, dan 82,6 persen saat tidak panen. Sementara sisanya diterangkan oleh peubah-peubah lain di luar model. Tabel 61a. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping panen, tidak panen Variabel Panen Tidak Panen b SEb β b SEb β Ukuran keluarga orang -2.162 0.812 -0.207 -2.121 0.794 -0.223 Pendidikan 1:≥ SDMI,0=SDMI 4.483 0.764 0.266 -3.995 1.174 -0.161 Sikap meso skor 1 -0.042 0.037 -0.254 -0.045 0.029 -0.241 Sikap makro skor 2 -0.022 0.052 -0.038 0.040 0.080 0.046 Nafkah basis modal sosial -0.380 0.064 -0.456 0.734 0.58 0.415 R 2 0.841 0.826 Adjusted R 2 0.832 0.817 F 99.436 89.484 Ket. : : signifikan pada level 0.01, Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol dan peubah pendapatan keluarga dikeluarkan karena alasan multikolinearitas Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,01 terhadap strategi coping yang dilakukan keluarga pada musim panen dan tidak panen adalah pendidikan, besar keluarga, sikap keluarga pada tataran meso, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Keempat variabel memiliki koefisien regresi negatif yang menunjukan bahwa semakin rendah pendidikan kepala kelaurga, semakin kecil ukuran keluarga, semakin rendah skor sikap pada tataran meso, atau semakin jarang strategi nafkah dilakukan keluarga petani miskin akan meningkatkan memperbesar strategi coping yang dilakukan. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nafkah Berbasis Modal Sosial Tradisi-tradisi yang bersifat lokalitas, seperti gotong royong dalam membangun rumah yang masih ada di daerah Blora, merupakan sebuah potensi modal sosial yang dapat dijadikan sebagai aset menguntungkan dalam mengatasi krisis apapun yang terjadi akibat kemiskinan, termasuk kerawanan pangan. Bentuk- bentuk aktifitas sosial sebagai manifestasi nilai-nilai tersebut berupa gotong royong dan kerjasama dalam pembagunan, musyawarah dalam memecahkan masalah- masalah kemasyarakatan, saling menolong antar keluarga, tetangga, kerabat, dan saling mengingatkan apabila ada suatu keluarga, tetangga yang melakukan perbuatan yang merugikan keluarga, tetangga lain, atau masyarakat. Sementara itu, bagi keluarga petani miskin penghasilan dari usahatani dan buruh tani tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Sehingga mereka akan mengalokasikan tenaga keluarga ke sektor non pertanian untuk mengerjakan berbagai jenis pekerjaan sebagai strategi bertahan hidup. Etika sosial-kolektif sebagai landasan moralnya, lebih banyak akan memanfaatkan modal sosial sebagai faktor penting dalam membangun sistem nafkahnya. Modal sosial berbasis kepercayaan, relasi sosial, dan jaringan sosial berkaitan dengan upaya strategi nafkah berbasis modal sosial. Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nafkah berbasis modal sosial Tabel 62 menghasilkan nilai determinan R² yang sedang, yaitu 0,233. Artinya nafkah berbasis modal sosial dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, dan sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro sebesar 23,3 persen. Sekitar 76,7 persen nafkah berbasis modal sosial diterangkan oleh peubah- peubah lain di luar model. Tabel 62. Faktor-faktor mempengaruhi nafkah berbasis modal sosial skor Variabel b SE b β Konstanta 80,160 18,712 Pendidikan 1:≥ SDMI,0=SDMI 8,090 3,622 0,190 Besar Keluarga orang 5,257 1,151 0,389 Sikap pada tatanan meso skor 1 0,006 0,018 0,026 SIkap pada tatanan makro skor 2 0,047 0,121 0,032 R 2 0,233 Adjusted R 2 0,206 F 8,714 Ket : signifikan pada level 95, signifikan pada level 99 Meso : keluarga – lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan. Peubah pekerjaan tidak dapat dianalisis karena variannya nol. Peubah pendapatan keluarga dikeluarkan dari model karena alasan multikolinearitas Peubah strategi coping tidak mempengaruhi strategi nafkah berbasis modal sosial Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap nafkah berbasis modal sosial adalah besar keluarga p0,01 dan pendidikan kepala keluarga p0,05. Besar keluarga memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin besar ukuran keluarga yang petani miskin akan meningkatkan atau memperbesar strategi nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan. Sementara itu, pendidikan kepala keluarga memiliki koefisien regresi positif yang berarti semakin tinggi pendidikan yang dilakukan keluarga, startegi nafkah berbasis modal sosial yang dilakukan keluarga akan semakin meningkatkan atau memperbesar. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian Keluarga Keberfungsian keluarga dipandang sebagai kemampuan menyesuaikan diri keluarga family adaptability, ikatan emosional emotional bonding anggota keluarga, atau kemampuan dalam memecahkan masalah dan keterampilan berkomunikasi Hodges dalam Dubowitz dan De Panfilis 2000. Keberfungsian keluarga pada kajian ini meliputi aspek : koneksi, sumber daya lingkungan, perilaku terhadap pengelolaan sumberdaya, dan relasi, sehingga keberfungsian keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan bergantung koneksi, perilaku – pengelolaan sumberdaya, dan relasi. Hasil analisis regresi linier berganda untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga Tabel 63 menghasilkan nilai determinan R² sebesar 0,371. Artinya, keberfungsian keluarga dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro, strategi nafkah berbasis modal sosial, dan strategi coping sebesar 0,371. Sekitar 63 persen keberfungsian keluarga diterangkan peubah-peubah lain di luar model. Tabel 63. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberfungsian keluarga skor Variable b SE b β Besar keluarga orang -0.662 0.373 -0.165 Pendidikan 1=≥ SDMI, 0=SDMI -0.498 1.174 -0.040 Sikap meso skor -0.088 0.058 -0.283 Sikap makro skor 0.122 0.082 0.280 Strategi koping skor 0.079 0.030 0.270 Nafkah berbasis modal sosial skor 0.431 0.419 0.232 R 2 0.371 Adjusted R 2 0.339 F 8.484 Ket. : 1 : signifikan pada level 0.1 2 : signifikan pada level 0.05 3 : signifikan pada level 0.001 Meso : keluarga – lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan Peubah pendapatan dikeluarkan dari model karena multikolinearitas dengan strategi koping Peubah yang berpengaruh signifikan pada level 0,1 terhadap keberfungsian keluarga adalah ukuran atau besar keluarga. Ukuran keluarga memiliki koefisien regresi negatif yang menunjukan bahwa semakin kecil ukuran keluarga petani miskin akan meningkatkan atau memperbesar tingkat keberfungsian keluarga contoh. Strategi coping memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin besar strategi coping yang dilakukan keluarga petani miskin akan meningkatkan atau memperbesar yang dilakukan. tingkat keberfungsian keluarga contoh. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga Pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik pada keluarga petani miskin yang meliputi aspek pangan, pendidikan, kesehatan, dan perumahan merupakan tujuan yang ingin dicapai. Pemenuhan kebutuhan pokok pada keluarga tidak terlepas dari keterkaitannya dengan lingkungan mikro, meso, makro, pada kajian ini terangkum pada aspek karakteristik keluarga petani mikro yang meliputi pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan, atau perilaku hidup sehat. Pada tataran meso melalui pengukuran sikap keluarga – lingkungan sosial ekonomi dan ekologi. Sedangkan pada tataran makro berkaitan dengan sikap keluarga terhadap dukungan sosial ekonomi dan kebijakan pemerintah. Hasil analisis regresi linier berganda model faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dan ketahanan fisik keluarga Tabel 64 menghasilkan nilai determinan R² yang rendah, yaitu 0,181. Artinya, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga dapat diterangkan dengan peubah-peubah pendidikan, ukuran keluarga, sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, serta dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro, strategi coping penghematan pengeluaran, peningkatan pendapatan, strategi nafkah berbasis modal sosial, serta keberfungsian keluarga sebesar 18,1 persen. Tabel 64. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga skor Variable b SE b β Konstanta 5,091 2,083 Besar keluarga orang 0,036 0,115 0.033 Pendidikan 1=≥ SDMI, 0=SDMI -0,428 0,351 -0.123 SIkap meso skor 0,005 0,002 0.301 Sikap makro skor -0,005 0,010 -0.041 Strategi koping skor -0,009 0,012 -0.106 Nafkah berbasis modal sosial skor -0,009 0,009 -0.109 Keberfungsian keluarga skor 0,074 0,027 0.265 R 2 0.181 Adjusted R 2 0.129 F 3,529 Keterangan : signifikan pada level 0.1, signifikan pada level 0.05, signifikan pada level 0.001 Meso : keluarga – lingkungan sosial ekonomi dan ekologi, makro : dukungan sosial ekonomi dan kebijakan pendapatan dikeluarkan dari model karena alasan multikolinearitas dengan var. strategi koping Sekitar 82 persen pemenuhan kebutuhan pokok keluarga diterangkan oleh peubah- peubah lain di luar model. Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga adalah keberfungsian keluarga pada level 0,01, dan sikap keluarga pada tataran meso pada level 0,1. Keberfungsian keluarga memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin tinggi keberfungsian keluarga yang diperoleh keluarga petani miskin akan meningkatkan memperbesar pemenuhan kebutuhan pokok, atau sebaliknya semakin kecil keberfungsian keluarga yang diperoleh keluarga petani miskin akan menurunkanmemperkecil pemenuhan kebutuhan pokok. Sikap keluarga terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, memiliki koefisien regresi positif yang menunjukan bahwa semakin tinggi sikap keluarga pada tataran meso akan meningkatkanmemperbesar pemenuhan kebutuhan pokok, atau sebaliknya semakin kecil sikap keluarga pada tataran meso yang dilakukan keluarga petani miskin akan menurunkanmemperkecil pemenuhan kebutuhan pokok. Hasil analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga menurut berbagai peubah terpenuhi atau tidak terpenuhi disajikan pada Tabel 64. Peubah strategi coping saat panen memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada taraf 0,01. Artinya keluarga petani miskin yang jarang, sedikit atau tidak pernah melakukan strategi coping saat panen masih memiliki peluang lebih besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, atau semakin jarang, sedikit, atau tidak pernah keluarga petani miskin melakukan strategi coping saat panen tidak berpengaruh terhadap peningkatkan pemenuhan kebutuhan pokok. Karena dari komponen parsial strategi coping yang dilakukan seluruh responden saat panen nol atau sebagian saja, terutama aspek efisiensi usahatani coping = 0,00, penghematan pengeluaran pangan coping = 23,53, pendidikan 50,00, dibandingkan saat tidak panen masing-masing 63,63 persen, 58,82 persen, dan 100,00 persen. Implikasi dari hasil regresi logistik tersebut menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki strategi koping yang lebih baik saat tidak panen berpeluang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Setiap kenaikan satu poin skor strategi koping saat tidak panen akan meningkatkan peluang pemenuhan kebutuhan keluarga lima kali lebih besar. Selain itu setiap peningkatan strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga contoh akan meningkatkan peluang pemenuhan kebutuhan pokok keluarga tiga kali lebih besar. Tabel 64. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga Variabel Estimated Coefficient Standard Error Wald Strategi koping saat panen -1.206 0.339 12.649 Startegi koping non panen 0.391 0.161 5.896 Strategi nafkah modal sosial 0.063 0.035 3.237 Keberfungsian keluarga -0.087 0.125 0.476 Constant 5.867 4.259 1.899 -2Log Likelihood 47.856 Ket. : signifikan pada level 0.1 signifikan pada level 0.05 signifikan pada level 0.01 Pengambilan keputusan keluarga petani miskin pada variabel starategi coping berkorelasi positif dengan pengambilan keputusan dalam manajemen sumberdaya keluarga, artinya starategi coping berhubungan dengan bagaimana keluarga mengelola sumberdaya internal dan ekternal untuk mencapai tujuan hidup keluarga, terutama pemenuhan kebutuhan pokok. Menurut Rice dan Tucker 1976, terkait dengan kesejahteraan keluarga banyak berhubungan dengan bagaimana pola pengambilan keputusan dan pembagian kerja yang berlaku dalam keluarga. Menurut BKKBN strategi social yang dilakukan oleh keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan Keluarga petani miskin yang memiliki modal sosial yang tinggi, kuat, erat memiliki peluang lebih besar terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, atau semakin tinggi, kuat, erat modal sosial akan berpengaruh terhadap peningkatkan pemenuhan kebutuhan. Modal sosial dalam nafkah keluarga petani miskin yang diukur adalah kepercayaan trust, jaringan sosial social networks, dan norma sosial social norm seperti konseptual Putnam. Komponen kepercayaan modal sosial mempunyai hubungan nyata dengan ketahanan pangan. Semakin tinggi kepercayaan untuk menjalin kerjasama tolong menolong tanpa saling curiga, serta keluarga dan lingkungannya dapat menjaga hubungan berkelanjutan, maka semakin tinggi tingkat ketahanan pangan keluarga miskin. Pada komponen jaringan sosial, semakin luas dan dalam sifat jaringan sosial yang dimiliki keluarga petani miskin, maka semakin baik lingkungan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sehingga akan semakin tinggi tingkat ketahanan pangan. Kedekatan hubungan karena bertetangga dekat dan hubungan kekerabatan akan mengakibatkan munculnya kepercayaan untuk saling membantu. Luas jaringan yang dimiliki keluarga petani miskin yang ditunjukkan dengan jumlah hubungan sosial yang dimiliki keluarga petani miskin, dan modal sosial memiliki potensi dalam menguatkan ketahanan pangan keluarga petani miskin. Semakin banyak hubungan sosial yang dimiliki keluarga petani miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan, maka semakin tahan pangan keluarga petani miskin tersebut. Pada komponen norma sosial, semakin kuat, luas dan dalam norma sosial yang tidak tertulis aturan-aturan informal, atau aturan informal berbasis aturan tradisional yang dimiliki keluarga petani miskin dan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan pangan, sehingga akan semakin tinggi tingkat ketahanan pangan. Beberapa hal menarik untuk dibahas terkait pemenuhan kebutuhan pokok keluarga petani miskin penerima bantuan langsung tunai BLT, terkait nafkah berbasis modal sosial, dan strategi coping, yaitu : 1. Modal sosial nilai kepercayaan, norma sosial, dan jaringan sosial yang ada di dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat mampu dimanfaatkan secara optimal, maka simpanan modal sosial tersebut akan menguntungkan bagi kehidupan keluarga petani miskin, termasuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, dan lebih lanjut menjadi potensi dalam mengatasi kerawanan pangan, atau penurunan angka kemiskinan; 2. Gotong royong dan kerjasama, musyawarah, saling menolong, dan saling mengingat merupakan sebuah modal sosial, apabila dipertahankan, atau dikembangkan mampu menjadi asset yang penting untuk mengatasi kerawanan pangan, bahkan penurunan angka kemiskinan. 3. Ikatan sosial yang tinggi dengan kelompok, komunitas, dan masyarakat, sebaliknya persepsi terhadap pemerintah yang belum efektif melaksanakan fungsi pemerintahan. Upaya-upaya yang dilakukan akan mencari strategi coping terbaik yang bisa mereka lakukan agar mereka mampu tetap bertahan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya, berada pada kuadran keempat berdasarkan framework Narayan 1998. Bantuan pangan BLT, Raskin, JPS dll. memberi dorongan yang kuat pada keluarga petani miskin untuk berusaha memperbaiki kondisi kehidupan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pokok. Dengan adanya bantuan keluarga petani miskin setiap hari tetap rajin bekerja andaikata ada peluang kerja yang bisa mereka lakukan. Tujuan pemberian bantuan menjadi penting, sehingga dengan adanya bantuan dapat memberi ruang gerak yang lebih besar bagi keluarga petani miskin untuk berusaha memperbaiki kondisi kehidupan keluarga, terutama pemenuhan kebutuhan pokok, Analisis Jalur: Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberfungsian serta Pemenuhan Kebutuhan Pokok dan Ketahanan Fisik Keluarga Analisis jalur dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi variabel keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga secara lebih komprehensif. Alur analisis disesuaikan dengan kerangka berpikir penelitian yang terbagi menjadi tiga bagian sistem yaitu input, proses, dan output. Input terdiri dari variabel karakteristik yang diduga mempengaruhi keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga seperti pendapatan, pendidikan, dan ukuran keluarga serta sikap pada tatanan meso dan makro. Variabel strategi koping dan strategi nafkah berbasis modal sosial menjadi variabel antara yang mempengaruhi keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga proses. Variabel keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga menjadi output dari jalur yang akan dianalisis. Bagan analisis jalur ditunjukkan pada Gambar 23. Gambar 23. Bagan analisis jalur Model jalur yang digunakan dianalaisis dengan menggunakan empat persamaa regresi linear berganda. Persamaan pertama dan kedua berkaitan dengan analsis pengaruh variabel-variabel pada tatanan input terhadap strategi coping dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Persamaan ketiga dan keempat berkaitan dengan analisis pengaruh variabel pada tatanan input dan proses terhadap variabel pada tatanan output yaitu keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok e1 e4 e3 e2 Pendidikan Besar keluarga Sikap meso Sikap makro Keberfungsian Keluarga Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan kebutuhan Pokok Pendapatan Strategi Coping Strategi Nafkah Berbasis Modal Sosial keluarga. Keberfungsian keluarga dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga juga sama-sama saling mempengaruhi satu sama lain. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa pendapatan dan strategi coping memiliki hubungan yang sangat kuat r=- 0,934, p0,01 sehingga salah satu variabel harus dikeluarkan dari model untuk menghindari terjadinya multikolinearitas. Pendapatan dikeluarkan dari model analisis jalur dan dianggap terwakili oleh variabel strtaegi coping karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Tabel 65 Hasil analisis jalur untuk model pertama Pengaruh Variabel Koefisien Jalur Nilai Uji t EDU  COPING -0.311 -5.017 FAM_SIZE  COPING -0.236 -3.583 MESO  COPING -0.275 -4.716 MAKRO  COPING 0.026 0.451 NAFKAH  COPING -0.412 -6.205 EDU  NAFKAH 0.190 2.233 FAM_SIZE  NAFKAH 0.389 4.567 MESO  NAFKAH 0.026 0.323 MAKRO  NAFKAH 0.032 0.391 EDU  FUNGSI -0.041 -0.427 FAM_SIZE  FUNGSI -0.182 -1.879 MESO  FUNGSI 0.017 0.186 MAKRO  FUNGSI 0.024 0.297 COPING  FUNGSI 0.384 2.944 NAFKAH  FUNGSI 0.018 0.164 EDU  POKOK -0.123 -1.217 FAM_SIZE  POKOK 0.033 0.315 MESO  POKOK 0.301 3.211 MAKRO  POKOK -0.041 -0.479 COPING  POKOK -0.106 -0.739 NAFKAH  POKOK -0.109 -0.967 FUNGSI  POKOK 0.265 2.675 Adjusted R 2 persamaan 1 = 0.597 e1 = 0.403 Adjusted R 2 persamaan 2 = 0.206 e2 = 0.794 Adjusted R 2 persamaan 3 = 0.218 e3 = 0.782 Adjusted R 2 persamaan 4 = 0.129 e4 = 0.871 Uji F persamaan 1 = 36.324 Uji F persamaan 2 = 8.714 Uji F persamaan 3 = 6.516 Uji F persamaan 4 = 3.529 Keempat persamaan analisis jalur diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil analisis terhadap keempat persamaan tersebut ditunjukkan pada Tabel 65. Pada persamaan pertama, beberapa variabel yang secara signifikan mempengaruhi strategi coping adalah pendidikan kepala keluarga p0,01, ukuran atau besar keluarga p0,01, dan strategi nafkah berbasis modal sosial p0,01. Ketiga variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap strategi coping. Sementara itu, ukuran keluarga juga berpengaruh signifikan terhadap strategi nafkah berbasis modal sosial p0,01. Variabel lain yang berpengaruh terhadap strategi nafkah adalah pendidikan kepala keluarga p0,05. Kedua variabel tersebut berpengaruh secara positif terhadap strategi nafkah berbasis modal sosial. Peubah yang berpengaruh signifikan terhadap keberfungsian keluarga adalah besar keluarga p0,1 dan strategi coping yang dilakukan oleh keluarga p0,01. Besar keluarga berpengaruh secara negatif sementara strategi coping berpengaruh positif terhadap keberfungsian keluarga. Sementara itu, sikap keluarga pada tatanan meso dan keberfungsian keluarga berpengaruh signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan fisik p0,01. Keduanya berpengaruh secara positif terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga contoh. Model analisis jalur kemudian dimodifikasi setelah keempat persamaan diuji dan didapatkan varaibel-variabel yang berpengaruh secara signifikan antarvariabel yang diujikan. Model analisis yang telah dimodifikasi ditunjukkan pada gambar 24. Model analisis jalur yang telah dimodifikasi juga terdiri dari empat persamaan yang kemudian diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Gambar 24. Model analisi jalur yang telah dimodifikasi Besar keluarga Sikap meso Strategi koping Strategi Naf- kah Berbasis Modal Sosial Keberfungsian Keluarga Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan kebutuhan Pokok Pendidikan e1 e2 e3 e4 Tabel 66. Hasil analisis jalur untuk model yang telah dimodifikasi Pengaruh Variabel Koefisien Jalur Nilai Uji t EDU  COPING -0.310 -5.020 FAM_SIZE  COPING -0.235 -3.584 MESO  COPING -0.274 -4.724 NAFKAH  COPING -0.411 -6.214 EDU  NAFKAH 0.194 2.297 FAM_SIZE  NAFKAH 0.389 4.619 FAM_SIZE  FUNGSI -0.182 -1.974 COPING  FUNGSI 0.388 4.213 MESO  POKOK 0.322 3.787 FUNGSI  POKOK 0.273 3.210 Adjusted R 2 persamaan 1 = 0.539 e1 = 0.461 Adjusted R 2 persamaan 2 = 0.231 e2 = 0.769 Adjusted R 2 persamaan 3 = 0.255 e3 = 0.745 Adjusted R 2 persamaan 4 = 0.161 e4 = 0.839 Uji F persamaan 1 = 45.157 Uji F persamaan 3 = 19.998 Uji F persamaan 2 = 17.558 Uji F persamaan 4 = 11.217 Hasil analisis terhadap keempat persamaan pada model analisis jalur yang telah dimodifikasi dengan mengeluarkan variabel-varaiebl yang tidak berpengaruh signifikan. Hasil analisis menunjukkan seluruh variabel pada keempat model yang telah dimodifikasi berpengaruh terhadap variabel independennya masing-masing. Kecuali strategi coping pada model keempat yang tidak berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga. Sehingga model akhir dari analisis jalur ditunjukan seperti pada gambar 25. Gambar 25. Model akhir analisis jalur Hasil akhir dari analisis jalur adalah sebagai berikut. Startegi koping yang dilakukan oleh keluarga contoh dipengaruhi langsung oleh variabel pendidikan -0,411 -0.225 0.273 0.388 0.389 0.322 -0.182 -0.421 0.194 -0.324 e1=0.461 e2=0.769 e3=0.745 e4=0.839 Besar keluarga Sikap meso Strategi koping Strategi Nafkah Berbasis Modal Sosial Keberfungsian Keluarga Ketahanan Fisik Keluarga : Pemenuhan kebutuhan pokok Pendidikan kepala keluarga, besar keluarga, sikap pada tataran meso dan strategi nafkah berbasis modal sosial ketiganya berpengaruh negatif. Startegi nafkah berbasis modal sosial dipengaruhi oleh pendidikan kepala keluarga dan besar keluarga keduanya berpengaruh positif. Sementara itu, keberfungsian keluarga dipengaruhi langsung oleh strategi coping yang dilakukan keluarga positif dan ukuranbesar keluarga negatif. Keberfungsian keluarga berpengaruh langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pokok, ketahanan fisik keluarga dan bersama dengan sikap keluarga pada tatanan meso positif. Keberfungsian keluarga dipengaruhi pula secara tidak langsung oleh pendidikan kepala keluarga, besar keluarga, dan sikap pada tataran meso melalui strategi koping dan strategi nafkah. Begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan ketahanan fisik keluarga, diberpengaruhi secara tidak langsung oleh strategi koping, sikap pada tataran meso, dan ukuran keluarga melalui keberfungsian keluarga. Tabel 67. Rangkuman hasil analsisi jalur Pengaruh Variabel Koefisien Jalur Pengaru h EDU  COPING -0.310 Langsung FAM_SIZE  COPING -0.235 Langsung NAFKAH  COPING -0.274 Langsung MESO  COPING -0.411 Langsung EDU  NAFKAH 0.194 Langsung FAM_SIZE  NAFKAH 0.389 Langsung FAM_SIZE  FUNGSI -0.182 Langsung COPING  FUNGSI 0.388 Langsung MESO  POKOK 0.322 Langsung FUNGSI  POKOK 0.273 Langsung EDU  COPING  FUNGSI -0.310 x 0.388 = -0.120 Tidak Langsung FAM_SIZE  COPING  FUNGSI -0.235 x 0.388 = -0.091 Tidak Langsung EDU  COPING  FUNGSI  POKOK -0.310 x 0.388 x 0.273 = - 0.033 Tidak Langsung FAM_SIZE  COPING  FUNGSI  POKOK -0.235 x 0.388 x 0.273 = - 0.025 Tidak Langsung MESO  COPING  FUNGSI -0.411 x 0.388 = 0.159 Tidak Langsung MESO  COPING  FUNGSI  POKOK -0.411 x 0.388 x 0.273 = 0.044 Tidak Langsung EDU  NAFKAH  COPING 0.194 x -0.421 = -0.082 Tidak Langsung FAM_SIZE  NAFKAH  COPING 0.389 x -0.421 = -0.164 Tidak Langsung EDU  NAFKAH  COPING  FUNGSI 0.194 x -0.421 x 0.388 = - 0.031 Tidak Langsung FAM_SIZE  NAFKAH  COPING  FUNGSI 0.389 x -0.421 x 0.388 = - 0.064 Tidak Langsung EDU  NAFKAH  COPING  FUNGSI  POKOK 0.194 x -0.421 x 0.388 x 0.273 = 0.008 Tidak Langsung FAM_SIZE  NAFKAH  COPING  FUNGSI  POKOK 0.389 x -0.421 x 0.388 x 0.273 = 0.017 Tidak Langsung Keterangan: INCOME: pendapatan keluarga EDU: pendidikan kepala keluarga FAM_SIZE: besar keluarga, MESO: sikap meso, MAKRO: sikap makro COPING: strategi koping keluarga NAFKAH: strategi nafkah berbasis modal sosial FUNGSI: keberfungsian keluarga POKOK: pemenuhan kebutuhan pokok Dukungan Wilayah Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Pokok Nafkah Pertanian Sumber Kehidupan Petani Miskin Keluarga petani miskin contoh di Kab. Blora memiliki struktur pendapatan dari sumber-sumber budidaya pertanian on farm, panen dan pasca panen pertanian, serta perburuhan pertanian off farm, dan luar pertanian non farm. Pada keluarga petani miskin, buruh tani, penghasilan usahatani, buruh tani diduga tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup. Mereka akan mengalokasikan tenaga kerja keluarga strategi alokasi SDM, pola nafkah ganda di kawasan hutan jati, dan strategi nafkah berbasis modal sosial. Pola nafkah ganda pada kajian ini banyak dilakukan oleh keluarga petani miskin di wilayah dominan lahan hutan. Mereka selain bekerja pada usahatani, sumber nafkahnya berasal dari hutan jati. Misalnya mencari daun jati di jual ke pasar; kepompongulat daun jati, belalang; ranting, tunggul, akar kayu jati untuk bahan bakar; tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan. Keluarga contoh memiliki struktur nafkah tertinggi pada aspek pertanian. Artinya ketergantungan terhadap pendapatan bersumber utama dari sektor pertanian. Mereka dalam memilih strategi nafkah yang akan diterapkan, berkaitan dengan fungsi sosial ekonomi. Hal ini, merupakan suatu bentuk strategi yang diterapkan dalam merespon keadaan. Menurut Manig 1991 dalam Dharmawan 2001, ada enam fungsi keluarga berkaitan dengan strategi nafkah. Enam fungsi tersebut, yaitu 1 alokasi sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan, 2 menjamin tercapainya berbagai tujuan keluarga, 3 memproduksi barang dan jasa, 4 membuat keputusan dalam penggunaan pendapatan konsumsi, 5 pengaturan dengan masyarakat luar, dan 6 fungsi reproduksi material dan sosial, serta kemampuan setiap anggota keluarga. Lebih lanjut dikatakan, rumahtangga peasant produsen bertenaga kerja keluarga yang menggunakan alat-alat sederhana mengembangkan dua macam strategi yang terkait dengan fase-fase kehidupannya. Kedua strategi tersebut, yaitu strategi yang dikembangkan saat kehidupan berada dalam keadaan normal masa dimana rumahtangga dapat melakukan aktivitas nafkah secara optimal, pendapatannya dapat memenuhi kebutuhan pokok, dan berada dalam keadaan krisis pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Keluarga contoh memilih strategi patronase sebagai strategi utama nafkah Tabel 68, karena mereka memiliki lahan yang sempit. Mereka akan menjadi penggarap, menjalin kepercayaan dengan pemilik lahan luas. Selain itu, menggaduh ke pemilik ternak dalam jumlah banyak, dengan sistem maro pemilik : penggarap, atau penggaduh = 50 : 50, atau mertelu pemilik : penggarap, atau penggaduh = 75 : 25. Sedangkan pesanggem menjalin kepercayaan dengan pihak Perhutani, untuk mengakses lahan hutan jati. Pesanggem adalah petani penggarap lahan hutan jati secara tumpang sari jagung, ubi kayu di bawah pohon jati. Strategi produksi, dilakukan di lahan milik sendiri, atau melalui strategi patronase. Air merupakan kendala utama dalam strategi produksi, atau pembangunan pertanian di Kabupaten Blora. Kehadiran P4MI yang memfasilitasi pembangunan infrastruktur irigasi telah berhasil melonggarkan kendala tersebut. Tabel 68. Strategi nafkah keluarga petani miskin di Kab. Blora Aktivitas Strategi HC NC FC PC SC Keterangan On – off farm Produksi v v v v v - usahatani lahan milik sendiri, Patronase v v v v v - ke pemilik lahan, ternak - Penggarap ke pemilik lahan luas dengan sistem maro, buruh tani, - Penggaduh - pemilik ternak yang banyak, sistem maro, bagi hasil - Pesanggem – Perhutani lahan di hutan jati Solidaritas vertikal v - v - v -tengkulak sediakan input produk- si, panen harus jual ke mereka Solidaritas horizontal v v - v v - kebiasaan saling tolong meno- long dalam usahatani Berhutang v - v v v -Tengkulak, kedaiwarung, tetang- gakerabat, ke BRI unit desa, Non farm Serabutan v v - v v Nafkah di hutan jati, sungai, pasar - Pencarian akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon, sayuran di hutan jati, - Pencarian ikan, atau pasir di Sungai Bengawan Solo, anak sungai - Kerja serabutan di pertambangan Cepu, kota Blora, kecamatan, pasar desa Ket. : HC = human capital, NC = natural capital, FC = finansial capital, PC = phisikal capital, SC = sosial capital Investasi infrastruktur irigasi mengakibatkan pekembangan luas tanaman pangan, indeks pertanaman meningkat. Hal ini terjadi pada desa-desa dominan lahan sawah di Kec. Kedungtuban, Cepu, dan desa kajian Kec. Todanan. Pergeseran luas tanaman jagung oleh tanaman padi tidak mengurangi luas total tanaman jagung. Hal ini, terjadi pada zona dominan lahan kering, kawasan hutan jati. Petani juga mencoba mengusahakan tanaman hortikultura musiman. Tanaman, terutama bawang merah, cabe, semangka, yang cukup meningkat tajam. Hal ini memberikan indikasi bahwa investasi irigasi meningkatkan kesempatan bekerja, dan memungkinkan berkurang-nya tekanan di musim paceklik dalam kurun waktu panjang bagi petani miskin. Selain berusahatani, keluarga petani miskin bekerja pada bidang lain. Mereka melakukan strategi serabutan, sesuai kemampuan, potensi, peluang pada zona agroekosistemnya. Misalnya buruh tani, buruh bangunan, kuli angkut, penggalian pasir. Aktivitas tersebut dilakukan secara bergantian dengan aktifitas usahatani pada lahan milik sendiri. Pada zona dominan hutan, pencarian akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon, sayuran di hutan jati. Sedangkan pada dominan sawah yang bermukim tidak jauh dari Sungai Bengawan Solo, pencarian ikan, atau pasir di Sungai Bengawan Solo, anak sungai. Kerja serabutan dapat juga dilakukan di kawasan pertambangan Cepu, kota Blora, kecamatan, pasar desa dengan pola pagi berangkat, sore hari pulang ke desa. Strategi nafkah yang melekat lainnya adalah strategi berhutang. Strategi berhutang kepada patron petani lahan luas, pemilik ternak banyak, tengkulak, tetangga, kerabat, sebagian kecil ke BRI unit desa. Apabila pada musim tanam I mengalami gagal panen, maka pembayaran hutang ditangguhkan untuk membayar pada musim tanam II. Andaikata gagal panen terjadi berturut-turut selama setahun, sehingga membuat hutang mereka bertumpuk, dan akses berhutang selanjutnya mulai terbatas. Strategi berhutang tidak hanya untuk usahatani, tetapi untuk memenuhi kebutuhan pangan. Pada tataran hubungan dengan sesama petani, mereka mengandalkan strategi solidaritas horizontal. Strategi dengan memanfaatkan sistem tolong menolong royongan sebagai bagian penting dalam produksi usahatani. Pada tataran hubungan dengan tengkulak, mereka mengandalkan strategi solidaritas vertikal. Strategi ini sebagai bagian penting produksi usahatani, atau pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang. Tengkulak menyediakan input produksi, seperti pupuk, pestisida, insektisida. Pada saat panen petani harus menjual padi ke tengkulak, sebagian untuk membayar hutang. Strategi produksi, solidaritas horizontal, solidaritas vertikal, dan strategi berhutang Tabel 69 dilakukan keluarga contoh. Strategi-strategi tersebut tidak ada perbedaan, baik pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan. Sedangkan pada strategi patronase dan serabutan ada perbedaan. Ikatan-ikatan solidaritas antara keluarga petani miskin di dalam masyarakat menjadi modal sosial yang penting bagi nafkah keluarga. Dharmawan 2001, memetakan strategi nafkah berdasarkan solidaritas petani, yaitu : 1. Strategi ikatan solidaritas berdasarkan kegiatan pertanian, yang dilakukan petani sebagai basis nafkah keluarga. Strategi ini meliputi kegiatan : a peminjaman lahan dari petani lapisan atas pada petani lapisan bawah, b bagi hasil dan sistem sewa tanah, c pengelolaan tanah adat, dan d perjanjian saling menguntungkan antar petani, 2. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kegiatan non pertanian dibangun diantara penduduk desa dalam hubungan ekonomi antara petani dan pemerintah. 3. Strategi ikatan solidaritas sosial berdasarkan kebutuhan ekonomi, dengan mengandalkan hubungan kepercayaan yang dibangun antara pihak-pihak yang bekerjasama. Seperti a peminjaman berdasarkan hubungan patron – klien; b peminjaman berdasarkan hubungan tetangga; c peminjaman berdasarkan hubungan keluarga; dan d peminjaman berdasarkan hubungan pertemanan. Ikatan ini berbeda dengan ikatan formal yang dilakukan oleh bank, atau pegadaian. Strategi serabutan merupakan diversifikasi nafkah, untuk membentengi diri dari ketidakpastian. Diversifikasi nafkah keluarga petani miskin pada ke-3 agro- ekosistem, yaitu rekayasa sumber nafkah pertanian, melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja, atau penerapan komponen teknologi. Ekstensifikasi, dengan memperluas lahan garapan pertanian tidak dapat dilakukan. Sedangkan pola nafkah ganda banyak dilakukan, terutama di wilayah dominan lahan hutan. Tabel 69. Strategi nafkah keluarga miskin berdasarkan zona agroekosistem Strategi Dominan sawah Dominan lahan kering Dominan hutan Produksi - Usahatani lahan milik sendiri, - Usahatani lahan milik sendiri, - Usahatani lahan milik sendiri, Patronase - ke pemilik lahan luas dengan sistem maro, buruh tani, - ke pemilik ternak ba- nyak dengan sistem maro, bagi hasil - ke pemilik lahan luas dengan sistem maro, buruh tani, - ke pemilik ternak ba- nyak dengan sistem maro, bagi hasil - ke pemilik lahan luas dengan sistem maro, buruh tani, - ke pemilik ternak ba- nyak dengan sistem maro, bagi hasil - Pesanggem di hutan jati Perhutani Solidaritas vertikal - Tengkulak sediakan input produksi saat panen harus jual ke mereka - Tengkulak sediakan input produksi saat panen harus jual ke mereka - Tengkulak sediakan input produksi saat panen harus jual ke mereka Solidaritas horizontal - Kebiasaan saling to- long menolong dalam usahatani - Kebiasaan saling to- long menolong dalam usahatani - Kebiasaan saling to- long menolong dalam usahatani Berhutang -Tengkulak, warungke- dai, BRI unit desa, -Tengkulak, warungke dai, BRI unit desa, -Tengkulak, warungke- dai, BRI unit desa, Serabutan - Mencari ikan di aliran Bengawan Solo, - Kerja serabutan di ka- wasan Cepu - kerja serabutan di ko ta kecamatan, atau di kota Blora - Mencari akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon di hutan jati Rekayasa sumber nafkah pertanian keluarga petani miskin di Kab. Blora ini berbeda dengan penggolongan nafkah menurut Scoones 1998 di luar Kab. Blora. Strategi nafkah petani menurut Scoones setidaknya dibagi menjadi 3 golongan. Ketiganya, yaitu : 1 rekayasa sumber nafkah pertanian, artinya usaha pemanfaatan sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien, baik melalui penambahan input eksternal berupa tenaga kerja, atau teknologi intensifikasi, maupun dengan memperluas lahan garapan pertanian ekstensifikasi; 2 pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah pendapatan diversifikasi pekerjaan; dan 3 rekayasa spasial, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasiperpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkuler atau komutasi migrasi. Point tiga ini jarang dilakukan keluarga petani miskin pada wilayah kajian. Tipologi Nafkah dan Rekayasa Nafkah Pertanian Besaran akses keluarga petani miskin dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal tersaji pada Gambar 26, Tabel 70. Visualisasi grafik pentagon yang digunakan, agar mempermudah memahami hal tersebut. Pada konsep segilima pentagon, ada lima tipe modal yang dapat dimilikidikuasai keluarga untuk pencapaian sistem kehidupannya, yaitu modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam dan modal sosial. Kelima modal yang menjadi aset utama bagi orang miskin dalam kehidupannya Ellis 2000. Kelima modal tersebut perlu dikelola secara berkelanjutan, agar faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan, pemenuhan kebutuhan pokok terjadi interaksi antar faktor, serta keberlanjutan untuk menyambung hidup. Keluarga petani miskin, petani gurem, tak bertanah umumnya menerapkan strategi bertahan hidup survival strategy. Pengelolaan modal fisik dapat digunakan sebagai modal finansial, asset produksi maupun penghimpun daya beli. Modal Sosial : + 3 +5, -2 Modal Alamiah : - 5 -6, +1 Modal Manusia : - 2 -3, +1 Modal Finansial : - 2 -4, +2 Modal Fisik : -4 -6, +2 Gambar 26. Akses petani terhadap 5 modal {model segilima pentagon Ellis, 2000} Gambar 26, upaya untuk mempermudah memahami seberapa besar akses keluarga dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal. Kami berusaha memvisualisasi grafik pentagon dalam dua dimensi, yaitu : 1 tanda negatif arah panah mengarah ke dalam di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber, menandakan masalah yang perlu penanganan modal manusia, fisik, finansial, alam, 2 tanda positif arah panah arah ke luar menunjukkan modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut modal sosial. Resultante, jumlah, perbandingan antara tanda plus dan minus akan menentukan arah panah yang berada dalam pentagon, bila tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon akan mengarah ke dalam, dan sebaliknya. Misalnya, modal sosial dengan arah panah arah ke luar, karena nilai perbandingan, atau resultante bernilai positif + 3, karena akses yang positif + 5 lebih banyak dibandingkan akses yang negatif - 2. Sebaliknya, terjadi nilai negatif pada modal manusia, fisik, finansial, dan modal alam. Tabel 70. Akses keluarga pada setiap tipologi, sumber nafkah Modal Akses Manusia +1, - 3 - 50,00 + Pengetahuan dan keterampilan dalam usahatani, buruh tani yang didapatkan secara turun temurun, - Tidak memiliki keterampilan lain selain di usahatani, buruh tani, - Tingkat pendidikan rendah SD berpeluang kecil dalam nafkah dengan syarat pendidikan, - Gangguan kesehatan berpengaruh terhadap penghasilan Alamiah + 1, - 7 - 75,00 - Tipologi lahan kering dan marginal belum ada solusi pemecahan, kendalan dalam usahatani dan buruh tani - Hari dan curah hujan rendah dengan musim kering lebih panjang di- banding musim penghujan, kendalan usahatani danburuh tani, - Penguasaan lahan usahatani yang sempit, atau tidak memiliki hal mendasar karena menjadi basis kehidupan, - Akses untuk menjadi penggarap kurang terbuka karena petani pemilik lahan luas jumlahnya sedikit, - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena keter batasan luasan lahan Perhutani untuk pesanggem, pihak Perhutani belum mampu mengotimalkan keberpihakan pada petani miskin, + Potensi akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon di hutan jati masih optimal, - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo belum mampu dioptimalkan untuk sumber usahatani, - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo setiap tahun meluap, kenda- la dalam usahatani, belum ada solusi pemecahannya, Finansial + 2, - 4 - 33,33 + Akses terhadap kredit informal tengkulak, orang kaya di desa - Tengkulak menjadi penentu harga gabah, lain karena kreditan + Akses ke BRI unit desa, - Akses ke BRI membutuhkan persyaratan dan jaminan, - Keluarga petani miskin tidak mampu menabung, - Bantuan langsung masyarakat BLM untuk usahatani khusus peta mi miskin belum ada Fisik + 2, - 6 - 50,00 + Investasi infrasruktur pengairan glontoran, embung, cekdam, ben dungan dan salurannya, sumur dan pompanisasi yang tersedia penunjang pokok dalam usahatani dan buruh tani, - Jumlah, jangkauan infrastruktur pengairan yang tersedia belum optimal untuk per luasan lahan usahatani - Akses untuk penggaduh ternak maro, bagi hasil ternak kurang ter- buka karena petani pemilikpengusaha ternak jumlahnya kecil, - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena keter batasan modal untuk usahatani, pihak Perhutani belum mampu memberi modal, - Alat transportani umum belum menjangkau secara optimal dari desa ke kota kecamatan, kabupaten, kendala pencarian nafkah - Ternak sapi, kambing di kandangkan di dalam rumah akan berdam pak pada kesehatan, - Lumbung pangan desa belum berdiri pada setiap desa, + Simpanan pangan gabah, jagung tongkolan Sosial + 5, - 2 42,86 + Rotong royong dalam kegiatan usahatani masih ada dan berjalan, + Kepercayaan, relasi pemilik lahan ke penggarap berdasarkan pola hubungan sosial ketetanggaan, kekerabatan, + Hubungan, kerjasama antaran sesama penggarap, buruh tani relatif kuat mendukung pemenuhan kebutuhan pokok, + Kepercayaan, hubungan, kerjasama antaran tengkulak dengan peta ni relatif kuat mendukung keberlanjutan usaha tani, walaupun terjadi usahatani yang tidak efisien, + Kepercayaan, hubungan, empati antara petani miskin dengan yang tidak miskin, petani kaya desa cukup kuat, misalnya : pinjam uang, beras barter dengan menjadi tenaga kerja di lahan, - Integritas kelompok tani, gabungan kelompok tani Gapoktan, lem baga masyarakat desa hutan LMDH terhadap petani miskin lemah kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, - Integritas atau jaminan negara aparat pemerintahan desa dalam interaksi terhadap petani miskin lemah, kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, Besaran akses keluarga petani miskin dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan tersaji pada Gambar 27, 28, 29, dan Tabel 71. Ada perbedaan yang tidak nyata antar ketiga agroekosistem, sesuai karakteristik, potensi sumber nafkah dari setiap agro- ekosistem. Tanda negatif arah panah mengarah ke dalam berlaku pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam. Sedangkan tanda positif arah panah mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Apabila tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon akan mengarah ke dalam, dan sebaliknya. Dengan mengacu kerangka sustainability livelihood, gambaran pengelolaan sumber-sumber nafkah modal manusia, fisik, finansial, alam dan modal sosial pada ketiga agroekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan jati dengan bentuk pentagon yang tidak seimbang, modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Pada Gambar 27, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah Modal Sosial : + 3 +5, -2 Modal Alamiah : - 6 Modal Manusia : - 2 -3, +1 Modal Finansial : - 2 -4, +2 Modal Fisik : -3 -5, +2 Gambar 27. Akses petani terhadap lima modal pada dominan sawah mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon banyak mengarah ke dalam, bentuk pentagon yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Pada Gambar 28, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon ke-4 mengarah ke dalam, bentuk pentagon yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Pada Gambar 29, tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia, modal fisik, modal finansial, modal alam, dan tanda positif arah panah mengarah ke luar hanya pada modal sosial. Tanda minus lebih banyak dari pada tanda plus, maka panah dalam pentagon ke-4 mengarah ke dalam, bentuk pentagon Modal Sosial : + 3 +5, -2 Modal Alamiah : - 4 Modal Manusia : - 2 -3, +1 Modal Finansial : - 2 -4, +2 Modal Fisik : -3 -5, +2 Gambar 28. Akses petani terhadap lima modal pada dominan lahan kering Modal Sosial : + 3 +5, -2 Modal Alamiah : - 4 Modal Manusia : - 2 -3, +1 Modal Finansial : - 2 -4, +2 Modal Fisik : -4 -6, +2 Gambar 29. Akses petani terhadap lima modal pada dominan hutan yang tidak seimbang. Modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut adalah modal sosial. Besarnya akses keluarga petani miskin pada tipologi modal manusia A, B, C, D pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan ditegaskan pada Tabel 71. Besaran akses pada ketiga agroekosistem tidak ada perbedaan. Hal ini terjadi, karena ketiga agroekosistem dalam satu wilayah, yaitu Kabupaten Blora sehingga pembangunan sumber daya petani cenderung tidak berbeda nyata. Selain itu, besaran akses modal alamiah pada dominan sawah E, F, G, H, K, L berbeda dengan pada dominan lahan kering E, F, G, K, atau dominan hutan E, F, G, H, I, J. Hal ini terjadi, karena ada perbedaan karakteristik, potensi, sumberdaya ekonomi pada setiap agroekosistem. Besaran akses modal finansial pada ketiga agroekosistem tidak ada perbedaan, masing-masing yaitu M, N, O, P, Q, R. Hal ini terjadi, karena dalam satu wilayah kabupaten Blora sehingga pembangunan sumberdaya finansial cenderung tidak berbeda. Besaran akses modal fisik pada dominan sawah S, T, U, W, X, Y, Z tidak berbeda dengan pada dominan lahan kering, tetapi ada perbedaan dengan dominan hutan S, T, U, V, W, X, Y, Z. Hal ini terjadi, karena ada perbedaan karakteristik, potensi, sumberdaya yang ada pada setiap agroekosistem. Besaran akses modal sosial a, b, c, d, e, f, g pada dominan sawah, lahan kering, dan hutan tidak ada perbedaan. Tabel 71. Akses keluarga pada setiap tipologi, sumber nafkah pada 3 agroekosistem M Akses berdasarkan zona dominan : S K H Ma nu sia + Pengetahuan dan keterampilan dalam usahatani, buruh tani yang didapatkan secara turun temurun, A - Tidak memiliki keterampilan lain selain usahatani, buruh tani, B - Tingkat pendidikan rendah SD berpeluang kecil dalam nafkah dengan syarat pendidikan, C - Gangguan kesehatan berpengaruh terhadap penghasilan D A B C D A B C D A B C D A l a m i a h - Tipologi lahan kering dan marginal belum ada solusi pemecahan, kendalan dalam usahatani dan buruh tani E - Hari dan curah hujan rendah dengan musim kering lebih panjang dibandingkan musim penghujan, kendalan dalam usahatani dan buruh tani, F - Penguasaan lahan usahatani yang sempit, atau tidak memiliki hal mendasar karena menjadi basis kehidupan, G - Akses untuk menjadi penggarap kurang terbuka karena petani pemilik lahan luas jumlahnya sedikit, H - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena ke- terbatasan luasan lahan Perhutani untuk pesanggem, pihak Perhu tani belum mampu optimalkan keberpihakan ke petani miskin, I + Potensi akar, tunggul, ranting kayu jati, daun jati, empon-empon di hutan jati masih optimal, J - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo belum mampu dioptimalkan untuk sumber usahatani, K - Air dari aliran Sungai Bengawan Solo setiap tahun meluap, kenda- la dalam usahatani, belum ada solusi pemecahannya, L E F G H K L E F G K E F G H I J Fi na n si al + Akses terhadap kredit informal tengkulak, orang kaya desa M - Tengkulak menjadi penentu harga gabah, lain karena kreditan N + Akses ke BRI unit desa, O - Akses ke BRI membutuhkan persyaratan dan jaminan, P - Keluarga petani miskin tidak mampu menabung, Q - Bantuan langsung masyarakat BLM untuk usahatani khusus petani miskin belum ada R M N O P Q R M N O P Q R M N O P Q R Fi sik + Investasi infrasruktur pengairan glontoran, embung, cekdam, ben dungan dan salurannya, sumur dan pompanisasi yang tersedia penunjang pokok dalam usahatani dan buruh tani, S - Jumlah, jangkauan infrastruktur pengairan yang tersedia belum optimal untuk per luasan lahan usahatani T - Akses untuk penggaduh ternak maro, bagi hasil ternak kurang terbuka, petani pemilikpengusaha ternak jumlahnya kecil, U - Akses untuk menjadi pesanggem kurang terbuka luas karena ke- terbatasan modal untuk usahatani, pihak Perhutani belum mampu memberi modal, V - Alat transportani umum belum menjangkau secara optimal dari de sa ke kota kecamatan, kabupaten, kendala pencarian nafkah W - Ternak sapi, kambing di kandangkan di dalam rumah akan ber- dampak pada kesehatan, X - Lumbung pangan desa belum berdiri pada setiap desa, Y + Simpanan pangan gabah, jagung tongkolan Z, S T U W X Y Z S T U W X Y Z S T U V W X Y Z + Rotong royong dalam kegiatan usahatani masih berjalan, a S o s i a l + Kepercayaan, relasi pemilik lahan ke penggarap berdasarkan po- la hubungan sosial ketetanggaan, kekerabatan, b + Hubungan, kerjasama antaran sesama penggarap, buruh tani re- latif kuat mendukung pemenuhan kebutuhan pokok, c + Kepercayaan, hubungan, kerjasama antaran tengkulak dengan petani relatif kuat mendukung keberlanjutan usaha tani, walaupun terjadi usahatani yang tidak efisien, d + Kepercayaan, hubungan, empati antara petani miskin dengan Yang tidak miskin, petani kaya desa cukup kuat, misalnya : pinjam uang, beras barter dengan menjadi tenaga kerja di lahan, e - Integritas kelompok tani, gabungan kelompok tani Gapoktan, lem baga masyarakat desa hutan LMDH terhadap petani miskin le- mah kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, f - Integritas atau jaminan negara aparat pemerintahan desa dalam interaksi terhadap petani miskin lemah, kurang, bahkan kurang ada keberpihakan, g a b c d e f g a b c d e f g a b c d e f g Keterangan : dominan S : sawah, L : lahan kering, H : hutan Hal ini terjadi, karena keluarga petani miskin pada ketiga agroekosistem berada di wilayah sama, yaitu Kabupaten Blora dengan strata sosial ekonomi, budaya, dan etnis sama. Hasil kajian ini berbeda dengan konsep Scoones 1998, rekayasa sumber nafkah pertanian tidak dapat melakukan penambahan paket teknologi lengkap dan memperluas lahan garapan sesuai norma sosial. Rekayasa sumber nafkah pertanian hanya dapat dilakukan dengan penambahan input tenaga kerja keluarga, atau melakukan penambahan komponen teknologi. Penambahan input paket teknologi dilakukan oleh pemilik lahan pada lahan yang diusahakan penggarap. Tabel 72. Nafkah pertanian dan diversifikasi nafkah lain saling melengkapi Usahatani dan buruh tani NP dan DNL saling melengkapi Pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan pokok harian bagi anggota keluarga secara sederhana dari hasil panen dan upah yang diterima Pekerjaan untuk pemenuhan ke- butuhan pokok harian Penggunaan teknologi mesin menyebabkan te- naga kerja keluarga, buruh tergantikan Akses terhadap teknologi untuk menghemat waktu bekerja, biaya Pada penggarap, pesanggem aktivitas kerja dikontrol pemilik lahan, Perhutani Akses terhadap teknologi terkait kemampuan mengontrol pekerja Insentif yang diterima dalam bentuk hasil panen dengan korbanan, pada penggarap, pesanggem kurang nyaman karena dikontrol pemilik lahan Insentif dari nafkah luar pertanian untuk mengembangkan usahatani, dan sebaliknya Tenaga kerja menjadi sumberdaya utama Tenaga kerja dan hasil DNL finan-sial menjadi sumberdaya utama Ket. : Nafkah pertanian = NP, diversifikasi nafkah lain = DNL Nafkah utama keluarga petani miskin pada ketiga agroekosistem dominan sawah, lahan kering, hutan adalah pertanian, dengan curahan waktu terbanyak dan mengalokasikan tenaga kerja keluarga dilakukan secara optimal. Nafkah dari pertanian dan diversifikasi nafkah lain saling melengkapi Tabel 72 untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Pada petani penggarap, pesanggem harus bekerja agar tidak sampai kehilangan pekerjaan, karena kehilangan pekerjaan berarti kehilangan sumberdaya ekonomi dan non ekonomi. Nafkah utama keluarga petani miskin pada dominan sawah, lahan kering, hutan adalah pertanian Tabel 73, pengalokasian tenaga kerja keluarga dilakukan secara optimal untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Sustainability livelihood akan tercapai dengan bentuk pentagon yang seimbang dari pengelolaan modal manusia, fisik, finansial, alam dan modal sosial yang setara pada ketiga agroekosistem, agar pemenuhan kebutuhan pangan secara berkelanjutan. Peningkatan fungsi-fungsi keluarga dengan fasilitasi dari pemerintah daerah diharapkan dapat mempercepat terjadinya bentuk pentagon yang seimbang. Tabel 73. Rasionalitas untuk keberlanjutan pemenuhan pangan Dominan Nafkah pertanian Rasionalitas Keberlanjutan Sawah - petani - penggarap - buruh tani Padi – padi – padi, Padi – padi – jagung, Padi – padi – kc. tanah - Produktivitas tinggi - Nilai jual hasil tinggi - Alokasi tenaga, - Diversifikasi pangan Lumbung pangan keluarga, desa ca- dangan musim paceklik L. kering - petani - penggarap - buruh tani Hari hujan normal Padi – padi - jagungka cang, atau sayuran Hari hujan minim Padi - jagungkacang - bera, atau sayuran - kc. putihbera - Produktivitas tinggi - Nilai jual hasil tinggi - Alokasi tenaga, - Diversifikasi pangan - Beras jagung subti- tusi beras - Lumbung pangan keluarga, desa ca- dangan musim paceklik - Sosialialisasi be- ras jagung pada anak, remaja Hutan - petani - pesanggem - penggarap - buruh tani Hari hujan normal Padi – padi - jagungka cang, atau sayuran Hari hujan minim Padi - jagungkacang - bera, atau sayuran - kc. putihbera - Produktivitas tinggi - Nilai jual hasil tinggi - Alokasi tenaga, - Diversifikasi pangan - Lahan Perhutani penghasil pangan pesanggem - Lumbung pangan keluarga, desa ca- dangan musim paceklik - Fasilitasi Pemda ke Perhutani – pesanggem Ket. : = usahatani lahan milik sendiri, = pola tanam Strategi nafkah dapat dilakukan keluarga petani miskin dalam konteks krisis, seperti saat tidak panen durasi waktu yang panjang, atau kemarau panjang, yang diduga berbeda dengan strategi nafkah dalam kondisi normal, seperti saat panen. Jika keberlanjutan nafkah terancam mereka akan melakukan strategi coping, dengan mengubah strategi nafkah yang biasa dengan strategi nafkah baru, menggunakan sumber-sumber nafkah. Besaran akses keluarga dari setiap tipologi aktivitas nafkah terhadap setiap jenis modal grafik pentagon, yaitu : tanda negatif arah panah mengarah ke dalam pada modal manusia - 2, modal fisik - 4, modal finansial - 2, dan modal alam - 6 di dalam komponen setiap modal yang menjadi sumber menandakan masalah yang perlu penanganan, sedangkan tanda positif arah panah mengarah ke luar menunjukkan modal yang dapat dikembangkan lebih lanjut hanya pada modal sosial + 3. Kondisi tersebut akan memunculkan respon dan upaya untuk mengadaptasikan diri terhadap krisis Tabel 74. Tabel 74. Respon keluarga petani miskin terhadap setiap jenis modal pada krisis Respon Manusia Fisik Finansial Alamiah Sosial Coping v v vv vv vv Adaptasi vv vvv - vv vv Ket. : tingkatan respon : v = rendah, vv = sedang, vvv = tinggi Keluarga akan memberikan respon terhadap setiap krisis, ada dua proses penting, yaitu melakukan coping, adaptasi, atau kedua-duanya berjalan seiring. Strategi coping bersifat jangka pendek, telah dibahas pada bab terdahulu. Adaptasi adalah adjusment pada sistem nafkah di dalam merespon perubahan yang bersifat jangka panjang yang berkaitan dengan sumberdaya dan kesempatan faktor struktur. Pola Nafkah Ganda Pola nafkah ganda, artinya usaha yang dilakukan dengan cara mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian, untuk menambah pendapatan diversifikasi pekerjaan Scoones 1998; misalnya sebagai tukang kredit dan pedagang kerupuk. Strategi nafkah berdasarkan teori pilihan rasional dibangun atas asumsi : 1 tindakan pada dasarnya rasional, dan dihitung berdasarkan biaya dan keuntungan memaksimumkan utilitas, dan 2 individu memiliki peranan dalam menentukan tindakan, mempengaruhi nilai dan norma di masyarakat minimalis, asumsi Weber. Pola nafkah ganda pada kajian ini banyak dilakukan oleh keluarga petani miskin di wilayah dominan lahan hutan. Keluarga contoh selain bekerja pada usahatani, sumber nafkah lain berasal dari hutan jati. Misalnya mencari daun jati di jual ke pasar; kepompongulat daun jati, belalang; ranting, tunggul, akar kayu jati untuk bahan bakar; tunggul, akar kayu jati untuk bahan kerajinan. Gambaran lengkap telah dilakukan publikasi ilmiah, yaitu : 1. Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H. Dharmawan. 2011. Nafkah Keluarga Petani Miskin dan Keberlanjutan Hutan Jati Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan, volume 8 nomor 1, Maret 2011. p. 71 - 92. 2. Wasito, Ujang Sumarwan, E. Eko Ananto, Euis Sunarti, dan Arya H. Dharmawan. 2011. Model Nafkah dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Keluarga Petani Miskin di Hutan Jati Kasus : Enam Desa di Kabupaten Blora. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, volume 8 nomor 2, Tahun 2011. Nafkah keluarga petani miskin di hutan jati Kab. Blora, guna memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan sifat simbiosisnya dapat dibedakan menjadi dua. Keduanya, yaitu a sifatnya simbiosis mutualisme, yaitu tidak merugikan pihak Perhutani sebagai pengelola hutan, dan b sifatnya simbiosis parasitisme, yaitu menimbulkan kerugian dipihak Perhutani. Hal ini senada dengan pembagian mencari nafkah, berdasarkan norma-norma yang berlaku Dharmawan 2001 di luar Kabupaten Blora. Menurut Dharmawan, ada dua jenis strategi nafkah keluarga petani, yaitu a normatif, kategori tindakan positif dengan basis kegiatan sosial ekonomi, seperti kegiatan produksi, migrasi, strategi subtitusi, disebut juga “peacefull ways” karena sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan b illegal, kategori tindakan negatif yang melanggar hukum, seperti mencuri, membakar pohon jati, disebut juga “non-peacefull ways” karena tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Tabel 75. Nafkah peningkatan pendapatan dan kebutuhan pangan No Kriteria Sistem Nafkah 1. Bekerja menambah pendapatan Menambah jam kerja dan menerima pekerjaan apapun, dan alokasi seluruh tenaga kerja keluarga bapak, ibu, anak, lainya pada :  Usaha pertanian Agricultural business  Lahan hutan jati Teak forest land 35,00 32,00 2. Jual asset Menjual atau menggadaikan ternak, barang berharga 5,00 3. Bantuan Pemerintah : Raskin, BLT, JPS kesehatan, pendidikan, dan kerabat, tetangga, lembaga sosial desa, lainnya 10,00 4. Berhutang Meminjam uangbarang ke lembaga formal koperasi, non formal kedai, toko, saudara, kerabat, tetangga 8,00 5. Lainnya Mencari bahan pangannon pangan di hutan jati untuk konsumsi, memanfaatkan tabungan yang dimiliki barang, atau migrasi sirkuler ke kota kabupaten 10,00 Keluarga petani miskin melakukan nafkah simbiosis mutualisme, dan parasitisme di hutan jati, serta nafkah di lahan usahatani. Nafkah-nafkah tersebut untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan tetap bertahan hidup. Secara kumulatif telah dioptimalkan, meliputi : 1 bekerja menambah penghasilan, 2 menjual asset, 3 memanfaatkan bantuan, 4 meminjam atau berhutang, atau 5 usaha lainnya Tabel 75. Namun, pola nafkah keluarga petani miskin tersebut hanya mampu ”mengutamakan selamat” karena kelangkaan, lahan yang sempit, memanfaatkan lahan hutan jati, dan berkat b eragam dukungan dari desa, dan ”atas desa”, meski jumlahnya kecil. Dukungan pemerintah, berupa bantuan beras Raskin, BLT; jaring pengaman sosial JPS kesehatan Jamkesmas, dan pendidikan BOS, bantuan kesehatan KB murah. Selain itu, beasiswa pendidikan, makanan pendamping ASI MPASI, makanan tambahan anak balita, anak SD, susu murah, dan pinjaman dana bergulir. Dukungan lain, dari kerabat dan kelembagaan lokal, sumbangan atau pinjaman tanpa bunga, menggalakkan jimpitanperelek beras, dan gotong royong. Menurut Manig 1997 dalam Dharmawan 2001, ada dua macam strategi yang dikem-bangkan keluarga petani miskin saat kehidupan berada dalam keadaan : a normal, dimana nafkah optimal, kebutuhan dasar terpenuhi, dan b krisis, dimana kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Saat keadaan normal ada 4 strategi yang dikem- bangkan, yaitu 1 akuisisi, memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di alam, 2 alokasi, alokasi sumberdaya materiil dan immateriil, 3 produksi, mentransformasi materi menjadi bentuk energi lain, 4 pemanfaatan jaringan sosial struktur sosial, membangun jar. sosial. Berdasarkan kesepakatan peneliti dengan para pakar, nafkah yang sifatnya simbiosis mutualisme SM diberi bobot : 0,60 karena memiliki 8 sub-indikator, sedangkan nafkah simbiosis parasitisme SP diberi bobot 0,40 karena memiliki 4 sub-indikator.

a. Nafkah Simbiosis Mutualisme