Petani Laki-laki
5 6
7 8
9 10  11  12  13  14  15  16  17  18  19  20  21  22  23  sd 45
Petani Perempuan
5 6
7 8
9 10  11  12  13  14  15  16  17  18  19  20  21   -
24  1 - 5
Keterangan  Note:
Bagun pagi, sholataktivitas lain, sarapan Bagun morning prayer  other activities, breakfast
Nonton TV, atau bertandang ke kelompok Watch TV, or come to the group
Bagun pagi, sholat, masak, mencuci, urus anak, sarapan Bagun morning, praying, cooking, washing, child care,
breakfast Pr : Mandi, masak malam, makan malam; Lk : mandi,
aktivitas lain, makan malam Pr: Bath, cook the evening, dinner, Lk: bathing, other activities, dinner
Laki2 : ke sawah, buruh, dagang, hutan jati Male: into the fields, labor, trade, teak forests
Tidur malam Sleeping nights Perempuan : ke hutan jati
– penanganan, penjualan Women: the teak forests - management, sales
Istirahat, sholat, makan, aktivitas lain Rest, pray, eat, other activities
Gambar 49. Aktivitas harian keluarga petani miskin Kegiatan  nafkah  dengan  alokasi  waktu  bervariasi  tergantung  jarak  tempuh
lokasi pencarian. Untuk desa-desa yang memiliki kawasan hutan yang relatif masih terpelihara, membutuhkan waktu sekitar 3
– 5 jam berangkat sekitar pukukl 8 pagi, pulang  sekitar  pukul  1  siang.  Sedangkan  untuk  desa-desa  yang  populasi  di
sekitarnya telah punah, harus mencari ke desa atau kecamatan lain. Alokasi waktu yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 9
– 10 jam berangkat sekitar pukul 7 pagi, pulang  sekitar  pukul  5  sore.  Hal  ini,  selaras  penelitian  Sarjana  et  al.  2007,  serta
Setiani dan Sarjana 2007, bahkan pencari daun jati untuk menjualnya butuh waktu tambahan  2
– 3 jam berangkat sekitar pukul 2 pagi, pulang sekitar pukul 5 pagi, pendapatan yang diperoleh sekitar 10.000
– 30.000 rupiah.
b. Nafkah Simbiosis Parasitisme
Nafkah yang bersifat simbiosis parasitisme SP bt = 40, terdiri dari : a Y3 bt  =  0,20  :  pencurian  kayu  jati,  meliputi  Y.3.1.  bt  =  0,10  gangguan  akibat
pencurian kayu jati, dan dampaknya Y.3.2. bt = 0,10. Selain itu,  b Y4 bt = 0,20 : kebakaran hutan jati, meliputi Y.4.1. bt = 0,10 gangguan akibat kebakaran hutan
jati, dan dampaknya Y.4.2. bt = 0,10.  Hasil penghitungan subindikator pencurian kayu  jati  Y3  :  nilai  rataan  Y.3.1.;  Y.3.2.;  dengan  nilai  akhir  di  Jiken  adalah  0,30.
Nilai  ini  merupakan  rataan  penjumlahan  nilai  bobot  x  skor  :  Y.3.1  0,10  x  2,00  + Y.3.2 0,10 x 4,00. Sedangkan hasil penghitungan subindikator kebakaran hutan jati
Y4  0,20  merupakan  Y.4.1  0,10  x  2,00  +  Y.4.2  0,10  x  2,00,  sehingga  nilai nafkah simbiosis parasitisme di Jiken Y3 + Y4 adalah 0,50 Tabel 78.
Tabel 78. Hasil penilaian nafkah simbiosis parasitisme
Indikator Jiken
Bleboh Nglebur
Rdblg Bodeh
Ngliron Japah
Sumbrejo Ngiyono
Y.3.1 0,10 0,20
0,20 0,20
0,10 0,10
0,10 0,10
0,10 0,10
Y.3.2 0,10 0,40
0,40 0,40
0,30 0,30
0,30 0,30
0,30 0,30
RtY3 0,30
0,30 0,30
0,20 0,20
0,20 0,20
0,20 0,20
Y.4.1 0,10 0,20
0,20 0,20
0,20 0,20
0,20 0,15
0,15 0,15
Y.4.2 0,10 0,20
0,20 0,20
0,20 0,20
0,20 0,15
0,15 0,15
RtY4 0,20
0,20 0,20
0,20 0,20
0,20 0,15
0,15 0,15
Y3+Y4 0,50
0,50 0,50
0,40 0,40
0,40 0,35
0,35 0,35
Sumber source : data primer diolah  primary data processed Ket. : Y.3.1. = pencurian kayu jati, Y.3.2. = dampaknya; Y.4.1. = kebakaran hutan jati, Y.4.2. = dampaknya
Gambar 50. Nilai nafkah dari pencurian, pembakaran hutan jati Nilai  akhir  nafkah  yang  bersifat  simbiosis  parasitisme  SP  adalah    0,35
–  0,50, dimana  nilai  tertinggi  0,50  di  Desa  Bleboh,  Nglebur,  dan  Kec.  Jiken,  terendah
0,35  di  Desa  Sumbe-rejo,  Ngiyono,  Kec.  Japah.  Artinya  nafkah  simbiosis parasitisme  memiliki  rentang  merugi-kan  0,35  -  sangat  merugikan  0,50,  karena
nilai optimal nafkah ini pada 0,40 Gambar 51.
Gambar 51. Nilai nafkah dari pencurian atau pembakaran hutan jati
0,05 0,1
0,15 0,2
0,25 0,3
0,35
Jiken Bleboh
Nglebur Rdblatung
Bodeh Ngliron
Japah Sumberejo
Ngiyono Area
N il
ai v
al u
e P.bakar jati fired teak wood
P.curi jati stolen teak
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
Jiken Rdblatung
Japah Kec.subdistrict
N il
a i
v a
lu e
SP.curi k.jati stolen teak wood SP.bakar k.jati fired teak wood
Hasil uji t antar kecamatan, dan antar desa menunjukkan berbeda nyata p  0,05, terutama di wilayah Jiken.
Pencurian  kayu  jati  sebagai  nafkah  yang  bersifat  simbiosis  parasitisme sangat  merugikan,  baik  dari  sisi  fisikmaterial  berupa  jumlah  pohontunggak  yang
hilang  rusak,  dan  finansial  dihitung  dengan  uang  Tabel  79.  Hal  senada  terjadi  di Nepal  Bhattarai  et  al.,  2009;  Gautam,  2009,  Ghana  Appiah,  2010;  Bolivia,
Honduras,  Nicaragua,  Cameroon,  Indonesia,  Canada  Colchester  et  al.,    2006, Dendi District Ethiopia Mamo et al., 2007, South Africa Shackleton et al.,  2007,
dan  Vedeld  et  al.    2007.  Apabila  dibandingkan  gangguan  hutan  lain,  seperti kebakaran hutan, perusakan pohon, penggembalaan liar, atau bencana alam di KPH
Blora,  Cepu,  dan  Randublatung.  Menurut  Yulianto  2002,  kerugian  material  akibat pencurian  kayu  jati  tidak  mesti  sebanding  dengan  kerugian  finansial,  karena
perbedaan  dalam  volume  dan  kualitas  kayu.  Hal  ini  yang  akan  mempengaruhi taksiran harga kayu curian. Kerugian bersih yang ditanggung Perhutani Unit I Prop.
Jawa  Tengah  di  KPH  Blora  Rp.7.067.793.000,-;Cepu  Rp.29.219.307.000,-, Randublatung  Rp.6.592.985.000,-.  Kerugian    dari  pencurian  kayu  A  masih  ada
yang  bisa  kembali  ke  Perhutani,  yaitu  dalam  bentuk  kayu  sisa  pencurian  B,  kayu temuan C, kayu tangkapan D, dan kayu penggeledahan E.
Tabel 79. Gangguan Keamanan Hutan KPH Blora, Cepu, Randublatung tahun 2000
Gangguan, nilai kerugian Disturbance, value loss
KPH Blora KPH Cepu
KPH Rdblatung Rp.1000
Rp.1000 Rp.1000
Kebakaran hutan ha 47,6
7.547 276,35
42.866 152,55
897.025 Perusakan pohon pohon
71.471 1.630.504
3.036 44.468
38 28.750
Penggembalaan liar ha 198,7
39.335 13,5
8.622 8
60.000 Bencana alam pohon
54 94.197
1 2.146
19 729.650
- Pencurian kayu pohon A
48.596 12.461.144
80.836 41.169.455
38.291 20.137.333
- Kayu sisa pcurian m3 = B
6.599 4.726.183
14.674 8.711.336
13.044 6.459.471
-  Kayu temuan m3 = C
783 542.585
5.302 3.131.815
700 463.836
- Kayu tangkapan m3=D
146 105.227
111 105.677
84 157.658
- Kayu geledehan m3 = E
27 19.356
3 1.320
11 3.731
- Kerugian bersih Net loss {A-B+C+D+E
7.067.793 29.219.307
6.592.985
Sumber
Source
: Buku Data Keamanan Hutan KPH Blora, Cepu, Randublatung 2000 diolah, Yulianto 2002
=  kerugian  tunggak
{Forest  Safety  Data  Book  KPH  Blora,  Cepu,  Randublatung  2000  processed,  Yulianto 2002,   = loss stump}
Sejak  1997  pencurian  kayu  menunjukkan  peningkatan  yang  sangat  drastis. Bahkan  setelah  b
ergulirnya  era  reformasi  lebih  dikenal  dengan  istilah  ”penjarahan hutan”.  Penjarahan  karena  betapa  parahnya  kerusakan  yang  ditimbulkan  akibat
terjadinya  pencurian  kayu  secara  besar-besaran  yang  dilakukan  masyarakat. Pencurian  kayu  jati  berdasarkan  tujuannya  dapat  dibagi  menjadi  3  tiga  macam.
Ketiganya, yaitu untuk memenuhi kebutuhan : 1 hidup petani, atau makan sehari- hari,  berupa  rencekan,  kayu  bekas  tebangan  untuk  kayu  bakar.  Selain  itu,    2
keluarga sendiri, untuk keperluan tambal sulam, kerusakan, membangun rumah, dan 3  kebutuhan  industri  kayu,  biasanya  melibatkan  banyak  pekerja,  jumlah  curian
besar,  terorganisasi,  rutin,  berorientasi  bisnis,  dan  ada  jaringan  yang  kompleks. Nafkah simbiosis parasitisme dan gangguan keamanan hutan mengakibatkan terjadi
perubahan potensi hutan, baik dari luasan wilayah hutan produktif. Demikian halnya, potensi  tegakan    masing-masing  kelas  umur  pohon,  berakibat  langsung  terjadinya
banjir besar pada Januari 2002. Dampak lain yang terjadi tahun 1998 – 2001, yaitu
dampak  sosial,  terjadinya  ketegangan,  rasa  tidak  aman,  tertekan  dan  ketakutan antara  Perum  Perhutani  dan  masyarakat.  Terjadi  kerawanan  sosial  karena
mendapatkan  uang  dengan  mudah  pencurian,  sehingga  mudah  menghambur- hamburkanya  maraknya  perjudian,  kebiasaan  mabuk-mabukan,  selaras  penelitian
Yulianto 2002. Dampak  kerugian  yang  ditimbulkan  sangat  besar  akibat  nafkah  simbiosis
parasitisme.  Hal  ini,  kontradiktif  dengan  tingkat  kesejahteraan  masyarakat  sekitar hutan daerah kajian, dengan jumlah keluarga miskin cukup tinggi 23,82
– 62,82. Masyarakat sekitar hutan hanya menikmati keuntungan sekitar 1,20 - 1,56. Hal ini,
selaras  penelitian  ARUPA  1999  di  Desa  Temulus,    KPH  Randublatung,  yaitu sekitar  1,58,  sisanya  98,  42  dinikmati  pihak  lain  di  luar  masyarakat  sekitar
hutan  Sanyoto,  2000.  Keuntungan  yang  cukup  kecil  tersebut,  tidak  akan  dapat merubah  ketidakberdayaan  atau  ketidakmampuan  memenuhi  kebutuhan  dasar
basic  need.  Selain  itu,  melakukan  kegiatan  usaha  produktif,  serta  menjangkau akses  sumberdaya  sosial  dan  ekonomi.  Nafkah  ini  dilarang  pihak  Perhutani,  dan
terjadi  persaingan kompetitif  pencari  nafkah  dari  desa  satu  dengan  desa  lain.  Hal ini,  karena  jumlah  satuan  sumber  nafkah  pada  setiap  wilayah  berbeda.  Kerugian
yang    besar  akibat  pencurian  kayu  juga  terjadi  di  Ghana  Appiah,  2010;  Bolivia, Honduras,  Nicaragua,  Cameroon,  Indonesia,  Canada  Colchester  et  al.,  2006,
Dendi District Ethiopia Mamo et al., 2007,  South Africa Shackleton et al., 2007, dan Vedeld et al.  2007.
c. Nafkah Simbiosis Mutualisme dan Parasitisme