Dominan lahan sawah Dominan lahan kering Bogorejo Dominan kawasan hutan Japah

yang dibangun program peningkatan pendapatan petani melalui inovasi P4MI, Badan Litbang Pertanian tahun 2006 dan 2007. Sebagian lagi memiliki IP padi 200, dengan pola tanam padi – padi – jagung, atau padi – padi – kacang tanahhijau, sehingga IP 300 tetap terjadi dalam setahun. Kecamatan Randublatung dan Tunjungan memiliki perairan umum dari Sungai Wulung 9 ha, Sembung 5 ha, waduk Greneng 45 ha, cekdam Sitirejo 2,5 ha dan cekdam Kedungrejo 1,5 ha BPS dan Bappeda Kab. Blora, 2007. Tabel 7. Potensi, IP padi, RT. miskin, prasarana kesehatan, dan sistem pengairan Kecamatan Desa Sawah L.kering IP Padi x 100 RT Miskin Hutan Prasarana pengairan lahan pertanian, dan bantuan P4MI 3 2 1

a. Dominan lahan sawah

Ked.tuban 43,8 10,2 V V~ 47,3 33,8 105 ½ teknis, S. B. Solo, pompanisasi Gondel 37,2 36,4 V V~ 55,7 0,0 7 Sumur gali Panolan 48,9 25,6 V V~ 69,0 0,0 3 Pompanisasi, glontoran sungai Klagen 53,6 23,2 V V~ 51,9 0,0 5 Glontoranpompanisasi, sal. irigasi Kemantren 58,9 20,6 V V~ 35,8 0,0 11 Cekdam, pompanisasi Cepu 42,2 19,2 V V” 38,1 9,7 128 ½ teknis, S. B. Solo, pompanisasi Ngloram 56,2 26,4 V V” 49,0 0,0 7 Embung dan pompanisasi Jipang 51,6 28,6 V V” 47,3 0,0 8 Cekdam, saluran irigasi Getas 58,8 24,7 V V” 44,7 0,0 9 Cekdam, saluran irigasi

b. Dominan lahan kering Bogorejo

15,1 42,4 V‟ V 38,8 11,6 94 ½ teknis, pompa, tadah hujan Tempurejo 26,0 37,0 V‟ V 31,6 11,1 6 Renovasi bendungan desa Nglengkir 9,9 45,0 V 49,6 15,0 13 Pembangunan cekdam Tunjungan 27,9 18,1 V 34,4 23,0 72 ½ teknis, pompa, tadah hujan Kalangan 20,1 40,1 V 37,3 0,0 3 Cekdam-saluran, pompanisasi Tmbahrejo 30,7 34,6 V 28,0 0,0 9 Embung dan saluran embung Kdungrejo 9,1 45,5 V 26,5 0,7 4 Cekdam – pompanisasi, sumur gali Todanan 31,5 15,9 V‟ V 37,3 35,7 94 Mata air bukit, tadah hujan Kajengan 27,1 36,4 V‟ V 34,1 10,6 2 Bendungan, saluran irigasi Sambeng 37,1 31,5 V‟ V 35,9 14,0 7 Embung, irigasi, pompa, checkdam Kd.wungu 16,9 41,6 V‟ V 51,5 22,4 1 Bendungan, saluran irigasi

c. Dominan kawasan hutan Japah

20,4 19,1 V‟ V 43,8 54,3 114 ½ teknis, pompa, tadah hujan Sumberejo 9,3 7,8 V 51,1 80,8 5 Bangunan cekdam, sumur gali Ngiyono 4,9 3,9 V 41,8 88,7 4 Pembangunan cekdam Rdblatung 16,6 9,6 V‟ V 43,3 65,7 204 Pompanisasi, tadah hujan Bodeh 0,3 3,0 V 62,8 95,7 5 Sumur gali, pompanisasi Ngliron 4,2 3,7 V 40,6 89,4 13 Bendungan sungai Ngliron Kediren 12,0 35,5 V‟ V 17,4 53,7 13 Sumur gali, pompanisasi Jiken 9,6 5,8 V‟ V 36,5 80,1 97 ½ teknis, pompa, tadah hujan Bleboh 7,3 9,4 V‟ V 45,7 77,4 13 Bangun bendung sungai, irigasi Nglebur 6,6 2,8 V‟ V 23,8 87,8 11 Bangun cekdam Sumber : Bappeda dan BPS Blora, 2007; dan data primer Ket. : V = V‟ : Padi – padi – jagungkacang tanah, atau Padi – padi – sayuransemangka, V” = V~ : Padi – padi – jagung, Padi – padi – kacang tanahhijau = Pertanian Sarana kesehatan : rumah sakit, rumah bersalin, puskesmas, pustu, praktek dokter, praktek bidan, posyandu, polindes, apotiktoko obat, dokter, mantri kesehatan, bidan, dukun bayi Kecamatan Todanan memiliki perairan umum dari Sungai Ketileng dan Kedungwungu 45 ha; cekdam Bentolo 3 ha; Karanganyar 2 ha; Kopen 1 ha; Pelemsengir 2,5 ha, dan cekdam Gondoriyo 2,5 ha. Kecamatan Japah memiliki perairan umum dari Sungai Japah 3 ha. Kecamatan Bogorejo memiliki perairan umum dari Sungai Bogorejo 4 ha dan cekdam Bogorejo 2 ha. Kecamatan Jiken memiliki perairan umum dari Sungai Jiken 5 ha, cekdam Watulumbung 2,5 ha; Singonegoro 2 ha, dan Bangowan 2 ha. Kecamatan Tunjungan memiliki sistem pengairan sebagian ½ teknis, sebagian pompa air, tadah hujan. Kec. Todanan sistem pengairan tadah hujan dan mata air di bukit. Lahan sawah desa kajian di Kec. Tunjungan dan Todanan maksimal memiliki IP padi 200. Pada kondisi hari hujan dan curah hujan mm pertahun normal, dalam setahun dengan pola tanam padi – padi – jagungkacang tanah IP 300, atau padi – padi – sayuran semangka 400 IP 300. Kecamatan Jiken dengan luas kawasan hutan dominan, berada pada kesatuan pemangkuan hutan KPH Cepu, memiliki hutan produksi dengan produksi kayu jati 22.786,2 m3, dan mahoni 56,25 m3 tinggi per tahun. Kecamatan Randublatung berada pada KPH Randublatung dengan produksi kayu jati 11.983 m3, mahoni 247 m3, dan kayu bakar 137 m3 cukup. Kecamatan Todanan, Japah, dan Tunjungan berada pada KPH Blora, masing-masing dengan produksi kayu jati, mahoni, dan kayu bakar adalah 2.349 m3; 3 m3; dan 1 m3; serta 3.364 m3 dan 86 m3, serta 39 m3 dan 21 m3 rendah. Luasan lahan sawah, lahan kering, dan sistem pengairan erat kaitannya dengan produksi pangan utama desa, kecamatan kajian. Kecamatan Kedungtuban dan Desa Klagen dengan luasan sawah mencapai 43,8 dan 53,6 persen, pengairan dari Sungai Bengawan Solo memiliki produksi padi 53.245 ton dan 1.426 ton lebih tinggi dibandingkan produksi jagung 9.451 ton dan 894 ton Tabel 8. Kecamatan Bogorejo, Desa Nglengkir dan Tempurejo terjadi sebaliknya. Gambar 2. Luas lahan pertanian 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 70.000 80.000 90.000 Sawah 2 kec. L.kering 3 kec. Hutan 3 kec. Dominan Ha Sawah Non sawah Tabel 8. Populasi ternak dan produksi pangan utama padi, jagung Kecamatan Desa Ternak dominan ekor Pangan ton Sapi Kado Unggas Padi Jagung Kedungtuban 13.124 5.106 135.518 53.245 9.451 1. Klagen 290 118 3.548 1.426 894 Bogorejo 20.026 8.133 189.140 7.743 20.942 1. Nglengkir 2.080 417 70.333 704 3.256 2. Tempurejo 1.122 338 4.389 964 1.576 Tunjungan 10.723 3.099 210.281 19.921 26.784 1. Kalangan 754 223 16.126 1.626 1.692 Todanan 17.359 7.163 171.931 25.443 11.954 1. Kedungwungu 2.315 443 7.925 2.198 2.100 2. Sambeng 678 167 5.140 1.336 789 Japah 20.243 7.424 133.324 18.663 16.740 1. Sumberejo 564 195 3.486 512 842 2. Ngiyono 754 245 3.354 224 376 Randublatung 20.178 18.784 144.678 26.645 36.951 1. Bodeh 756 1.257 6.489 42 342 2. Ngliron 737 698 4.895 356 575 Jiken 12.562 4.525 93.491 8.085 12.842 1. Bleboh 2.408 470 8.545 1.598 1.824 2. Nglebur 1.588 309 18.206 1.287 1.364 Sumber : BPS dan Bappeda Kab. Blora 2007 validasi di lap. 2007, 2008, diolah, kado = kambingdomba Kemiskinan dan sektor pertanian, lebih khusus pertanian lahan marjinal, seperti Kabupaten Blora memiliki hubungan sangat erat, karena jumlah penduduk miskin sebagian besar 63 berada di daerah perdesaan. Dari total jumlah penduduk miskin yang ada 58 bekerja di sektor pertanian, di pedesaan persentasenya bahkan jauh lebih tinggi, misalnya di Desa Bodeh 62,76 Kec. Randublatung, Panolan 69,04 Kec. Kedungtuban. Hasil Susenas Badan Pusat Statistik BPS 2000 – 2006, pekerja sektor pertanian di Kab. Blora tahun 2006 mencapai 60, dan ada kecenderungan terjadi penurunan Gambar 10b. Pekerja Sektor Pertanian di Kab. Blora 72,63 73,73 70,54 71,23 69,41 62 60,12 10 20 30 40 50 60 70 80 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 T ahun Pertanian mulai tahun 2003 Gambar 10. Hal ini diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti mulai gencarnya otonomi daerah dengan adanya dana alokasi umum DAU, yang lebih bisa menciptakan penyerapan tenaga kerja terutama bidang konstruksi, berimbas ke perdagangan dan jasa. Rumahtangga pertanian yang melakukan kegiatan mengusahakan tanaman padi dan atau palawija, hortikultura, perkebunan, kehutanan, ternakunggas, penangkaran satwa liar, ikanbiota lain di air tawar, atau ikanbiota lain di tambak air payau hasil Sensus Pertanian 2003, disebut rumahtangga pertanian pengguna lahan yang menguasai lahan kurang dari 0,50 ha Gambar 11, disebut rumahtangga petani gurem yang jumlahnya cukup tinggi di daerah kajian. Jumlah rumahtangga petani gurem cukup tinggi Gambar 11, 12, 13, ada kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, mengindikasikan semakin banyaknya rumahtangga pertanian yang miskin. Sempitnya penguasaan lahan pertanian Gambar 11 akan membuat usahatani berproduksi menjadi tidak efisien, sehingga pendapatan petani menjadi terbatas. Petani gurem di wilayah kajian adalah petani miskin, mengusahakan tanaman pangan, sayuran, atau peternakan skala kecil. Petani gurem di wilayah Blora tidak mengusahakan tanaman hias, seperti anggrek, atau budidaya ikan koi, dengan lahan 0,5 ha sehingga dapat menghasilkan pendapatan besar, dan tidak digolongkan sebagai petani miskin. Gambar 11. Luas lahan yang dikuasai petani di 3 agroekosistem 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 Sawah Lahan kering Hutan Dominan KK 1.000 1 rbx 20 rb 20.000 Gambar 12. RT pengguna lahan dan petani gurem 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 Sawah Lahan kering Hutan Dominan KK Pengguna lahan Petani gurem Petani gurem di Kab. Blora umumnya memiliki bangunan rumah tidak permanen, berdasarkan kondisi tempat tinggal {1 luas lantai per kapita skor 1 = « 8 m2, 0 ≥ 8m2; 2 jenis lantai 1 = tanah, 0 = semenkeramik; 3 jenis dinding 1 = bambu kayu kualitas rendah, 0 = tembokkayu kualitas tinggi}, memiliki skor 2 – 3, sedangkan rumah permanen memiliki skor 0 – 1 Gambar 14. Kemiskinan lahan marjinal di Kabupaten Blora, lebih khusus di wilayah kecamatan kajian 34,36 – 47,32, atau desa-desa kajian 17,42 – 69,04 memiliki hubungan sangat erat dengan kepemilikan rumah tidak permanen di wilayah kecamatan kajian 52 x 90, atau desa-desa kajian 40 x 100. Artinya sebagian keluarga pertanian pengguna lahan, petani miskin, petani gurem dengan kepemilikan rumah tidak permanen Gambar 14. Gambar 13. RT petani, pengguna lahan, petani gurem, dan buruh tani 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 35.000 Sawah Lahan kering Hutan Dominan KK RT Petani Pengguna lahan Petani gurem Buruh tani Gambar 14. RT miskin dan rumah non permanen 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sawah Lahan kering Hutan Dominan RT Miskin R non permanen Karakteristik Keluarga Contoh Jumlah anggota keluarga Keluarga petani miskin contoh sebagian besar 67,5 – 72,5 memiliki jumlah anggota 3 – 5 orang Tabel 9. Lebih dari empat per lima 83,3 merupakan keluarga inti, sisanya 16,7 merupakan keluarga luas. Keluarga inti atau keluarga batih merupakan kelompok sosial terkecil yang tinggal dalam satu rumah, terdiri dari ayahsuami, ibuistri, dan anak-anak yang belum menikah Soekanto, 2004. Keluarga luas merupakan kelompok sosial terkecil yang tinggal dalam satu rumah, terdiri dari keluarga inti dan anggota keluarga yang lain, pada penelitian ini terutama kakek, nenek, atau keponakan. Tabel 9. Sebaran keluarga contoh berdasarkan jumlah anggota pada 3 zona Jumlah anggo ta orang D.sawah, n=40 D. l. kering, n= 40 D. hutan, n= 40 Total n n n n 1 - 3 10 25 12 30 11 27.5 33 27.5 4 - 5 29 72.5 27 67.5 27 67.5 83 69.2 6 - 7 1 2.5 1 2.5 2 5 4 3.3 Uji-t p-value = 0,682 – 0,748, tidak berbeda nyata antara dominan sawah dengan lahan kering, sawah dengan hutan; lahan kering dengan hutan, juga ANOVA nilai p-value 0,05 antar ketiganya zona. Umur Keluarga contoh suami dan istri sebagian besar 95,83 persen berusia 25 – 50 tahun. Menurut Buhler dalam Baradja 2005, orang yang berusia pada selang tersebut berada pada puncak masa hidup. Dengan kata lain hampir seluruh keluarga contoh berada pada usia produktif, fase dengan semangat dan produktivitas yang tinggi. Uji-t p-value = 0,652 – 0,723, tidak berbeda nyata antar agroekosistem, juga ANOVA nilai p-value 0,05, antar ketiganya zona. Pendapatan Keluarga contoh memiliki struktur pendapatan riil terdiri dari sumber-sumber budidaya pertanian on farm, panen dan pasca panen pertanian, serta perburuhan pertanian off farm, dan luar pertanian non farm. Struktur tertinggi pada aspek pertanian, artinya ketergantungan terhadap pendapatan yang bersumber dari sektor pertanian. Keluarga contoh juga memiliki pendapatan tidak riil, misalnya meminjam beras, atau bahan pangan lain ke tetangga bulan Januari, sistem pembayaran dengan bekerja di lahannya pada bulan April. Atau sistem kerja bergantian pada usahatani tetapi dengan kepemilikan lahan yang berbeda-beda. Frekwensi dan nilai pendapatan tidak riil ini tidak mudah untuk digali kepada sebagian besar responden. Keluarga contoh sebagian besar berpendapatan riil pada selang kurang dari 500.000 rupiah Tabel 10. Hasil uji-t p-value = 0,762 – 0,848, tidak berbeda nyata antara dominan sawah dengan lahan kering, sawah dengan hutan; lahan kering dengan hutan. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiganya. [ Tabel 10. Sebaran keluarga contoh berdasarkan struktur pendapatan pada 3 zona Pendapatan Rp. 000 D. sawah, n = 40 D. l. kering, n = 40 D. hutan, n = 40 Total n n n n 100 - 199 8 20 10 25 12 30 30 25 200 - 299 11 27.5 11 27.5 8 20 30 25 300 - 399 11 27.5 9 22.5 11 27.5 31 25.8 400 - 499 6 15 7 17.5 7 17.5 20 16.7 ≥ 500 4 10 3 7.5 2 5 9 7.5 Keluarga petani miskin contoh memiliki jenis pengeluaran untuk pangan dan non pangan, dengan prioritas utama untuk pangan Tabel 11, selaras BPS 2006. Selaras Soekirman 1991 keluarga berpendapatan rendah di Indonesia membelanjakan sekitar 60-80 pendapatannya untuk pangan, dan 61.52 dari pengeluaran total. Menurut Mangkuprawira 1989, perilaku pengeluaran tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, lokasi tempat tinggal, dan musim. Sesuai hukum Engel Bryant, 1990, hubungan pendapatan dan pengeluaran, persen pengeluaran untuk pangan akan menurun apabila pendapatan semakin tinggi. Tabel 11. Pendapatan, serta pengeluaran makanan dan bukan makanan Pendapatan Rp. 000bulan Dominan persen Pengeluaran Sawah L. kering hutan Makanan Non makanan 100 - 299 47,5 52,5 50,0 65,9 34,1 300 - 499 42,5 50,0 45,0 63.1 36,9 ≥ 500 10,0 7,5 5,0 60,2 39,8 Rataan 63,1 36,9 Ket. n setiap agroekosistem : 40 responden Karakteristik Berdasarkan BLT 2005 Keluarga petani miskin contoh berdasarkan 11 kategori indikator keparahan kemiskinan hasil validasi, yaitu : a RT sangat miskin very poor, apabila jumlah skor : 11, b RT miskin poor, apabila jumlah skor : 9 – 10, c RT mendekati miskin near poor, apabila jumlah skor : 6 – 8, d RT tidak miskin terelimir oleh model, apabila jumlah skor 6 Gambar 15. Sedangkan kategori keparahan kemiskinan BLT 2005 jumlah skor : a RT sangat miskin 14, b RT miskin 12 – 13, c RT mendekati miskin 9 – 11, d RT tidak miskin terelimir oleh model 9. Keluarga contoh penerima BLT 2005 berdasarkan 14 indikator kemiskinan BPS dan Bappeda Blora, 2006, terbagi dalam 5 kelompok, yaitu kondisi tempat tinggal, pangan, sandang, kesehatan, aktivitas sosial dan aspek lain Tabel 12. Tabel 12. Keluarga miskin berdasarkan 14 indikator BLT 2005 Indikator Kriteria Sawah L. kering Hutan Kondisi rumah : Luas lantaikapita A » 8 – 25 m2 90,0 92,5 92,5 Jenis lantai B Tanah 90,0 97,5 97,5 Jenis dinding © Bukan tembok 100,0 100,0 100,0 Fasilitas jamban D Bersamatak ada 55,0 67,5 72,5 Sumber air minumE Hujansungaialam 35,0 47,5 75,0 Sumber penerangan F Listrik 100,0 100,0 100,0 Jenis bahan bakar G kayunon m. Tanah 77,5 97,5 97,5 Pangan : Konsumsi hewani H tidak pernah 92,5 92,5 87,5 Berapa kali makanhari I 2 – 3 kali 97,5 97,5 97,5 Sandang : Beli pakaian J » 1 stel 70,0 75,0 75,0 Kesehatan: mampu berobatK mampu 67,5 60,0 77,5 Pekerjaan : pertanian L Petani 100,0 100,0 100,0 Akti. Sosialaspek lain Pendidikan formal N « SDMI 90,0 92,5 92,5 Kepmilikan tabunganM1 tidak punya 100,0 100,0 100,0 Kepemilikan emas M2 tidak punya 100,0 100,0 100,0 Miliki TV berwarna M3 tidak punya 100,0 100,0 100,0 Kepemilikan ternak M4 Punya 20,0 40,0 45,0 Kepemilikan motor M5 tidak punya 100,0 100,0 100,0 Ket. n setiap zona = 40 responden 10 20 30 40 50 60 8 8 9 Dominan Gambar 15. Total skor indikator keluarga petani miskin Sawah L.kering Hutan Keluarga contoh yang diamati dan ditanyakan dengan empat belas indikator kemiskinan BLT 2005. Analisis Cohran dilakukan untuk melihat indikator-indikator yang menjadi perilaku kolektif signifikan dari 14 indikator kemiskinan BLT berdasarkan agroekosistem. Hasil analisis menunjukkan bahwa indikator yang kolektif signifikan dari kemiskinan BLT adalah indikator 1, 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13. Pada ketiga wilayah keputusan terima Ho pada pengujian ke-4, 5, dimana nilai Q tabel 9,49 lebih besar dari Q hitung Tabel 13. H0 adalah semua item yang diuji memiliki proporsi jawaban ya. Tabel 13. Sebaran keluarga contoh hasil analisis Cochran terhadap 14 indikator ke- miskinan BLT 2005. T. Uji Indikator Q.hitung Keputusan X 2 α,db Sawah L. kering Hutan 1 Semua Indikator 46,67 105,92 109,15 Tolak Ho 18,31 3 Tanpa Ind. 14 22,20 17,05 17,20 Tolak Ho 12,59 4 Tanpa Ind. 6 13,21 8,93 2,21 11,07 5 Tanpa Ind. 3 4,23 9,49 Ket. : n setiap zona agroekosistem = 40 responden, terima Ho : Item berasosiasi indikator kemiskinan : 1, 2,3, 4,5, 7,8,9, 10, 11,12,13 : terima Ho : dominan sawah, Item berasosiasi indikator kemiskinan : 1, 2, 4,5, 7,8,9, 10, 11,12,13 2 = lantai, 3 = dinding, 4 = jamban, 5 = sumber minum, 7 = bahan bakar, 8 = beli daging, dll. 12 = berobat, 13 = Asset, 14 = pekerjaan Indikator kolektif signifikan dari indikator kemiskinan meliputi : 1 luas lantai, 2 jenis lantai tanah; 4 fasilitas tempat buang air besar; 5 sumber air minum, 7 bahan bakar 8 membeli dagingayamsusu tidak pernah; 9 frekwensi makan per hari dan sumber gizi, 10 membeli pakaian baru, 11 kemampuan berobat ke puskesmas 12 pendidikan di atas SDMI; 13 Asset kepemilikan tabungan, emas, televisi berwarna, ternak ruminansia, sepeda motor tidak ada asset. Artinya keluarga petani miskin di Kabupaten Blora berdasarkan indikator keparahan kemiskinan sesuai hasil validasi, yaitu 11 indikator kemiskinan BLT 2005. Keluarga contoh menyebar secara merata antar agroekosistem, pada nilai total skor nilai ≥ 8. Hasil uji-t, tidak berbeda nyata p-value = 0,689, 0,827, 0,674 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value 0,05, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Sikap Terhadap Lingkungan Tataran Meso dan Makro Sikap Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi dan Ekologi Meso Pengukuran sikap keluarga petani miskin contoh dilakukan secara langsung. Keluarga contoh diminta untuk memberikan penilaian sikap terhadap pernyataan- pernyataan dengan menyatakan 1 sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 setuju, 4 sangat setuju. Variabel sikap yang diukur adalah sikap keluarga contoh terhadap lingkungan sosial ekonomi dan ekologi meso, dan dukungan sosial ekonomi dan kebijakan makro. Lingkungan tataran meso, meliputi aspek : 1 potensi dan masalah sumber nafkah; 2 kerentanan sumberdaya; 3 keterdedahan budaya massa. Lingkungan tataran makro, meliputi aspek : 1 dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi, dan 2 bantuan pemerintah. Potensi dan masalah sumber nafkah Jumlah pernyataan yang diajukan kepada keluarga contoh mengenai potensi dan masalah sumber nafkah terdiri dari 18 butir. Skor yang diperoleh dari keluarga contoh minimal 18 dan maksimal 72. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor sikap terhadap potensi dan masalah sumber nafkah, hampir seluruhnya 99,2 berada pada kategori tinggi Tabel 14. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki sikap pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 97,5, lahan kering 100,0, hutan 100,0, atau ketiganya 99,2. Tabel 14. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori sikap terhadap sumber nafkah pada 3 agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total n = 40 Sawah n=40 L. kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah Sedang 1 2.5 1 0.8 Tinggi 39 97.5 40 100 40 100 119 99.2 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan : Skor : Rendah : 18-42, Sedang: 43-58, Tinggi: 59-72 Hasil analisis sikap keluarga contoh terhadap potensi dan masalah sumber nafkah, menunjukkan bahwa kekuatan modal manusia, fisik, finansial, alam, dan modal sosial menjadi hal yang penting, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Kekuatan modal manusia menjadi hal yang penting dalam rangka penerapan berbagai strategi nafkah. Kekuatan modal manusia tersebut, diantaranya berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja keluarga dalam jumlah besar akan mempengaruhi strategi nafkah dan peningkatan pendapatan. Selain itu, pendidikan dan keterampilan anggota keluarga akan hubungan dengan pengelolaan sumber nafkah dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Kreatifitas atau inisiatif baik dan pengalaman anggota keluarga erat kaitannya dengan pengelolaan nafkah, untuk peningkatan pendapatan keluarga. Faktor kesehatan jasmani anggota keluarga juga mendukung pencarian sumber nafkah, atau pemenuhan kebutuhan pokok keluarga; Kekuatan modal fisik menjadi hal yang penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Keluarga harus dan untuk dapat berbagi dengan keluarga lain. Kekuatan modal fisik tersebut, diantaranya berkaitan dengan asset cadangan makanan, ternak, perkakas keluarga, merupakan sumber pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, jalan raya, sarana transfortasi yang baik, dan adanya pasar desa, sebagai faktor pendukung strategi nafkah, untuk peningkatan pendapatan keluarga. Sarana sanitasi dan fasilitas air bersih akan mempengaruhi kesehatan, salah satu pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Prasarana pertanian, seperti irigasi sebagai sarana pendukung dalam peningkatan pendapatan keluarga, untuk pemenuhan pangan dan gizi keluarga. Kekuatan modal finansial menjadi hal yang penting dalam rangka keluarga agar bisa berhemat coping, atau mendapatkan bantuan. Kekuatan modal finansial tersebut, diantaranya hidup hemat uang, tabungan merupakan simpanan pendapatan, sumber pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, pinjaman, kredit yang tidak terkontrol akan mempengaruhi pengeluaran, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Dana BLT sangat membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Kekuatan modal alam menjadi hal yang penting dalam rangka agar keluarga dapat meningkatkan pendapatan. Kekuatan modal alam, diantaranya luasan kepemilikan lahan pertanian akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, ketersediaan air untuk pertanian faktor pendukung peningkatan pendapatan. Lingkungan sekitar, seperti lahan hutan adalah sumber nafkah, mempengaruhi peningkatan pendapatan, pemenuhan pokok. Kekuatan modal sosial menjadi hal yang penting dalam rangka keluarga agar bisa menjalin kepercayaan, hubungan, dan kualitas hubungan. Kekuatan modal sosial, diantaranya jaringan kerja pertemanan yang luas akan mempengaruhi strategi nafkah dan pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, aturan norma dan nilai budaya harus dijunjung tinggi dalam mengatur strategi nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Tingkat kepercayaan trust yang tinggi sebagai sarana pendukung pencarian nafkah, pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Hubungan timbal balik yang baik akan mempengaruhi strategi nafkah, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Hasil uji-t pada sikap keluarga contoh terhadap potensi dan masalah sumber nafkah, tidak berbeda nyata p-value = 0,782; 0,804; 0,832 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.806, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi himpunan A dominan sawah dan himpunan B dominan lahan kering = A п B = X : x є A dan x є B, A dan B tidak saling lepas, peristiwa bersamaan Hasan, 2003. Menurut Samovar 1981, kesamaan budaya responden memberikan sikap terhadap suatu objek yang hampir sama pula homofili Gambar 16, terjadi interseksi dan operasi irisan besar homofili. Gambar 16. Interseksi sikap : potensi sumber nafkah antar agroekosistem Terjadi operasi irisan interseksi antar ketiga agroekosistem, di mana himpunan A sikap : dominan sawah, himpunan B sikap : dominan lahan kering, dan C sikap : dominan hutan = A п B п C = X : x є A, x є B, x є C, A, B, C tidak saling lepas homofili, seperti pada Gambar 17. Kerentanan sumberdaya Jumlah pernyataan yang diajukan kepada keluarga contoh mengenai kerentanan sumberdaya terdiri dari 16 butir. Skor yang diperoleh dari keluarga contoh minimal 16, dan maksimal 64. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor sikap terhadap kerentanan sumberdaya, sebagian besar 81,8 pada kategori tinggi Tabel 15. . Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki sikap pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 100,0, lahan kering 75,0, hutan 67,5, atau ketiganya 81,8. Dominan sawah Dominan hutan Dominan sawah Dominan lahan kering Dominan lahan kering Dominan hutan terjadi opersi irisan interseksi 98,5 persen : homofili Dominan Sawah Dominan Lahan kering Operasi irisan interseksi : 97,5 persen : HOMOFILI Dominan Hutan Gambar 17. Interseksi sikap : potensi sum- ber nafkah antar 3 zona agroekosistem Tabel 15. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori sikap terhadap kerentanan sumberdaya pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total n = 120 Sawah n = 40 L. kering n=40 Hutan n=40 n n n n Rendah Sedang 10 25 13 32.5 23 19.2 Tinggi 40 100 30 75 27 67.5 97 81.8 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan : Skor : Rendah : 16-38, Sedang: 39-51, Tinggi: 52-64 Hasil analisis sikap keluarga contoh terhadap kerentanan sumberdaya, menunjukkan bahwa marginal lahan, kekeringan berkepanjangan, krisis ekonomi dan pangan, fluktuasi harga kebutuhan pokok, dan perkembangan teknologi pertanian menjadi hal yang penting, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Tipe dan marginal lahan menjadi hal yang penting dalam hal kualitas dan produktivitas lahan. Tipe dan marginal lahan, diantaranya lahan sawah, lahan kering, dan marginalnya lahan, berpengaruh terhadap produktivitas, pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, pengelolaan lahan marginal membutuhkan biaya tinggi, berpengaruh terhadap pengeluaran, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Penurunan produktivitas lahan harus diatasi agar pendapatan tidak menurun, dan tidak mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Kekeringan berpanjangan menjadi hal yang penting mencakup hari hujan dan curah hujantahun. Kekeringan berpanjangan, diantaranya hari, curah hujan rendah kekeringan lahan yang berpanjangan akan menurunkan produksi usahatani, akan mempengaruhi pendapatan keluarga. Selain itu, tingkat kekeringan lahan berpanjangan, membutuhkan biaya tinggi, berdampak pada pemenuhan kebutuhan pokok. Tingkat kekeringan lahan berpanjangan, masalah yang harus diatasi karena berpengaruh pada pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Krisis ekonomi dan pangan menjadi hal yang penting tentang nilai rupiah dan harga pangan tinggi. Krisis ekonomi dan pangan, diantaranya krisis ekonomi akan menurunkan pendapatan, dibutuhkan strategi coping, agar pemenuhan kebutuhan pokok terpenuhi. Selain itu, krisis ekonomi dan pangan berkepanjangan menurunkan daya beli, perlu strategi coping jitu, agar pemenuhan kebutuhan pokok keluarga terpenuhi. Krisis ekonomi dan pangan di desa sebagai suatu masalah, perlu diatasi karena sumber pemenuhan kebutuhan pangan keluarga dan masyarakat. Fluktuasi harga kebutuhan pokok menjadi hal yang penting dalam hal harga pangan dan non pangan pokok, dan obat. Fluktuasi harga kebutuhan pokok, diantaranya harga pangan berfluktuasi - tinggi harus diimbangi dengan nafkah ganda, atau strategi coping yang baik, agar pemenuhan kebutuhan pokok terpenuhi. Selain itu, tingginya harga obat pabrik berkorelasi dengan pengeluaran, butuh strategi coping baik, agar pemenuhan kebutuhan pokok terpenuhi. Tingginya biaya pengobatan berpengaruh pada pengeluaran, gunakan bahan obat murah di desa strategi coping keluarga. Tingginya biaya pendidikan berpengaruh pengeluaran, perlu strategi nafkah dan coping keluarga yang memadai dan kreatif. Perkembangan teknologi pertanian menjadi hal yang penting dalam pertanian tradisional ke semi intensif dan intensif. Perkembangan teknologi pertanian, diantara-nya perkembangan teknologi moderen perlu input produksi tinggi, butuh strategi coping baik agar produktivitas tetap tinggi, agar memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, teknologi dengan input produksi tinggi harus diimbangi dengan strategi nafkah dan coping keluarga yang memadai dan kreatif, agar pemenuhan kebutuhan pokok terpenuhi. Teknologi pertanian yang tidak ramah lingkungan sebagai suatu masalah karena dalam jangka panjang akan mempengaruhi pengeluaran dan pemenuhan kebutuhan pokok. Hasil uji-t pada sikap keluarga contoh terhadap kerentanan sumberdaya, tidak berbeda nyata p-value = 0,824; 0,832; 0,858 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.838, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 60,0 – 70,5 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Keterdedahan budaya massa Jumlah pernyataan yang diajukan kepada keluarga contoh mengenai keterdedahan budaya massa terdiri dari 19 butir. Skor yang diperoleh dari keluarga contoh minimal 19, dan maksimal 76. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor sikap terhadap keterdedahan budaya massa, sebagian besar 71,8 pada kategori tinggi Tabel 16. Tabel 16. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori sikap terhadap keterde- dahan budaya massa 3 agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total Sawah n=40 L. kering n = 40 Hutan n = 40 n n n n Rendah Sedang 12 30 10 25 13 32.5 35 29.2 Tinggi 28 70 30 75 27 67.5 85 71.8 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan : Skor : Rendah : 19-46, Sedang: 47-61, Tinggi: 62-76 Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki sikap pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 70,0, lahan kering 75,0, hutan 67,5, atau ketiganya 71,8. Hasil analisis sikap keluarga contoh terhadap keterdedahan budaya massa, menunjukkan bahwa akses dan keterdedahan pada televisi, radio, akses pada telepon selluler, motor, dan pola hidup konsumtif menjadi hal yang penting, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Akses dan keterdedahan pada televisi menjadi hal yang penting sebagai budaya massa, dan pola hidup. Akses dan keterdedahan pada televisi, diantaranya akses keterdedahan pada acara televisi secara kontinu berpengaruh terhadap pola hidup konsumtif, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, akses acara iklan kebutuhan pokok di televisi secara berulang dan kontinu salah satu faktor pendukung pola hidup konsumtif, dan pengeluaran keluarga. Akses acara sinetron di televisi secara kontinu akan mempengaruhi gaya hidup ke pola hidup konsumtif, peningkatan pengeluaran keluarga. Waktu menonton acara televisi cukup lama 6 jamhari dan kontinu secara tidak langsung akan meningkatkan pengeluaran, merubah strategi nafkah keluarga. Kepemilikan televisi di masyarakat sebagai budaya massa berkorelasi dengan pengeluaran dan pola hidup konsumtif keluarga dan masyarakat; Akses dan keterdedahan pada radio menjadi hal yang penting sebagai budaya massa, dan pola hidup. Akses dan keterdedahan pada radio, diantaranya keterdedahan acara siaran radio kurang berpengaruh terhadap pola hidup konsumtif, pengeluaran, kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, akses acara iklan kebutuhan pokok di radio secara berulang kurang erat hubungannya dengan pola hidup konsumtif, pemenuhan kebutuhan pokok. Akses acara hiburan di radio secara kontinu bukan faktor pendukung pola hidup konsumtif, dan peningkatan pengeluaran keluarga. Mendengarkan acara radio cukup lama 6 jamhari dan kontinu kurang berdampak terhadap pola hidup konsumtif, dan pengeluaran keluarga. Kepemilikan radio di masyarakat sebagai budaya massa kurang berkorelasi dengan pengeluaran, dan pola hidup konsumtif keluarga dan masyarakat. Akses pada telepon selluler menjadi hal yang penting sebagai budaya massa, pola hidup khusus anak mudaremaja. Akses pada telepon selluler, diantaranya kepemilikan telepon selluler, untuk kegiatan non produktif, sebagai budaya massa berkorelasi positif dengan pola hidup konsumtif keluarga. Selain itu, kepemilikan dan penggunaan telepon selluler tidak terkontrol berpengaruh terhadap pengeluaran, pola hidup konsumtif keluarga dan masyarakat. Akses telepon selluler dari tetangga, kerabatfamili erat hubungannya dengan peningkatan pengeluaran, dan pola hidup konsumtif keluarga. Akses pada motor menjadi hal yang penting sebagai budaya massa, pola hidup khusus anak mudaremaja. Akses pada motor, diantaranya kepemilikan motor untuk kegiatan non produktif sebagai budaya massa, faktor pendukung terhadap pola hidup konsumtif keluarga. Selain itu, kepemilikan motor di keluarga untuk kegiatan non produktif akan mempengaruhi pengeluaran, pola hidup konsum- tif, pinjamankredit keluarga. Akses motor dari tetangga, kerabatfamili untuk kegiatan non produktif berkorelasi dengan pengeluaran, dan pola hidup konsumtif keluarga. Akses pada pola hidup konsumtif menjadi hal yang penting sebagai budaya massa, pola hidup. Akses pada pola hidup konsumtif, diantaranya akses dan berpola hidup konsumtif di masyarakat sebagai budaya massa berkorelasi dengan pengeluaran, pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, akses dan berpola hidup konsumtif di keluarga faktor pendukung besar pengeluaran, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Akses berpola hidup konsumtif dari tetangga, famili cenderung akan mempengaruhi tingkat pengeluaran, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Hasil uji-t pada sikap keluarga contoh terhadap keterdedahan budaya massa, tidak berbeda nyata p-value = 0,512; 0,480; 0,454 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.687, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 62,0 – 72,0 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Sikap Terhadap Dukungan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Makro - Dukungan masyarakat dan lembaga sosek tingkat desa Jumlah pernyataan yang diajukan kepada keluarga contoh mengenai dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi tingkat desa terdiri dari 24 butir. Skor yang diperoleh dari keluarga contoh minimal 24, dan maksimal 96. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor sikap terhadap dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi tingkat desa, sebagian besar 71,6 pada kategori sedang Tabel 17. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki sikap pada kategori sedang, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 85,0, hutan 57,5, atau ketiganya 71,6. Tabel 17. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori sikap terhadap dukungan masyarakat dan lembaga sosek desa pada 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total Sawah n=40 L. kering n = 40 Hutan n = 40 n n n n Rendah Sedang 33 82.5 30 85 23 57.5 86 71.6 Tinggi 7 17.5 10 15 17 42.5 34 28.4 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan : Skor : Rendah : 24-58, Sedang: 59-77, Tinggi: 78-96, Hasil analisis sikap keluarga contoh terhadap dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi tingkat desa, menunjukkan bahwa dukungan finansial, non finansial, lembaga ekonomi formal, informal, lembaga sosial formal, informal menjadi hal yang penting, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Dukungan finansial uang menjadi hal yang penting untuk pangan, obat-obatan. Dukungan finansial, diantaranya dukungan finansial dari desamasyarakat secara kontinu cenderung dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, dukungan finansial dari desamasyarakat walaupun tidak kontinu cenderung akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Dukungan finansial tetangga, kerabatfamili secara kontinu cenderung dapat meningkatkan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Dukungan finansial tetangga, kerabatfamili tidak secara kontinu cenderung kurang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Dukungan non finansial menjadi hal yang penting, seperti support, pelatihan untuk keterampilan. Dukungan non finansial, diantaranya dukungan non finansial dari desamasyarakat secara kontinu cenderung berkorelasi dengan strategi nafkah dan coping keluarga. Selain itu, dukungan non finansial dari desamasyarakat tidak kontinu cenderung kurang berpengaruh terhadap strategi nafkah dan strategi coping keluarga. Dukungan non finansial tetangga atau famili secara kontinu cenderung berpengaruh terhadap strategi nafkah, atau strategi coping keluarga. Dukungan non finansial tetangga atau famili tidak kontinu cenderung tidak berkorelasi dengan strategi nafkah dan strategi coping keluarga; Dukungan lembaga ekonomi formal LEF, menjadi hal yang penting, seperti koperasiKUD, BRI desa. Dukungan lembaga ekonomi formal LEF, diantaranya dukungan finansial LEF di desa, atau dari luar desa, cenderung berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Selain itu, dukungan non finansial LEF di desa, atau dari luar desa, cenderung tidak berkorelasi dengan strategi coping keluarga, dalam pemenuhan kebutuhan pokok Dukungan lembaga ekonomi non formal LE-nonF, menjadi hal yang penting, seperti kelompok arisan, P4A. Dukungan lembaga ekonomi non formal LE- nonF, diantaranya dukungan finansial LE-nonF di desa, atau dari luar desa, cenderung akan berhubungan dengan peningkatan pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, dukungan non finansial LE-nonF di desa, atau dari luar desa, cenderung kurang berhubungan dengan strategi coping keluarga, dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Dukungan lembaga sosial formal LSF menjadi hal yang penting, seperti panti asuhan, panti werda, yayasan sosial. Dukungan lembaga sosial formal LSF, diantaranya dukungan finansial LSF di desa, atau dari luar desa, cenderung tidak berkorelasi dengan strategi coping dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, dukungan non finansial LSF di desa, atau dari luar desa, cenderung tidak berkorelasi dengan pendapatan dan strategi coping keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok keluarga. Dukungan lembaga sosial non formal LS-nonF menjadi hal yang penting, seperti pengajian, serikat tolong menolong. Dukungan lembaga sosial non formal LS-nonF, diantaranya dukungan finansial LS-nonF di desa, atau dari luar desa, cenderung tidak berkorelasi dengan pendapatan, nafkah, coping keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, dukungan non finansial LS-nonF di desa, atau dari luar desa, cenderung tidak berkorelasi dengan strategi nafkah, dan coping keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pokok; Hasil uji-t pada sikap keluarga contoh terhadap dukungan masyarakat dan lembaga sosial ekonomi desa, tidak berbeda nyata p-value = 0,228; 0,223; 0,209 antar agroekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.220, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 60,0 – 69,5 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Dukungan bantuan pemerintah Jumlah pernyataan yang diajukan kepada keluarga contoh mengenai dukungan bantuan pemerintah terdiri dari 24 butir. Skor yang diperoleh dari keluarga contoh minimal 24, dan maksimal 96. Hasil penelitian menunjukan sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori skor sikap terhadap dukungan bantuan pemerintah, sebagian besar 81,7 pada kategori tinggi Tabel 18. Apabila dianalisis berdasarkan wilayah agroekosistem memperlihatkan keluarga contoh memiliki sikap pada kategori tinggi, baik pada wilayah dominan sawah 82,5, lahan kering 80,0, hutan 82,5, atau ketiganya 81,7. Tabel 18. Sebaran keluarga contoh berdasarkan kategori sikap terhadap bantuan pemerintah 3 zona agroekosistem Kategori Zona dominan persen Total Sawah n = 40 L. kering n=40 Hutan n = 40 n n n n Rendah Sedang 7 17.5 8 20 7 17.5 22 18.3 Tinggi 33 82.5 42 80 33 82.5 98 81.7 Total 40 100 40 100 40 100 120 100 Keterangan : Skor : Rendah : 24-58, Sedang: 59-77, Tinggi: 78-96 Hasil analisis sikap keluarga contoh terhadap dukunganbantuan pemerintah, menunjukkan bahwa Raskin; Askeskin, SKTM, JPS kesehatan; BLT, BLM; BOS, JPS pendidikan; program P4MI, PPK, PKK, lain menjadi hal yang penting, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok. Bantuan beras keluarga miskin Raskin menjadi hal yang penting. Bantuan beras keluarga miskin, diantaranya tujuan Raskin bagi keluarga memberi manfaat terhadap pemenuhan pangan. Selain itu, manfaat Raskin bagi keluarga miskin akan mengurangi pengeluaran keluarga, pemenuhan kebutuhan pangan. Tujuan, atau manfaat Raskin bagi masyarakat miskin berkorelasi dengan pemenuhan pangan, sehingga mempengaruhi pengeluarannya. Bantuan biaya pengobatan keluarga miskin menjadi hal yang penting, seperti Askeskin, SKTM, JPS kesehatan. Bantuan biaya pengobatan keluarga miskin, diantaranya Askeskin, SKTM, JPS kesehatan bertujuan, atau bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan keluarga miskin, sehingga mempengaruhi pengeluarannya berkorelasi. Selain itu, Askeskin, SKTM, JPS kesehatan bertujuan, atau bermanfaat bagi masyarakat miskin, sehingga terpenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat miskin, dapat mengurangi pengeluaran. Bantuan langsung tunai BLT atau masyarakat BLM menjadi hal yang penting. BLT, diantaranya tujuan BLT, atau manfaat BLT bagi keluarga miskin, yaitu peningkatan pendapatan secara instan guna pemenuhan kebutuhan pokok keluarga miskin. Selain itu, tujuan BLM bagi masyarakat miskin berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat miskin melalui peningkatan pendapatan. Manfaat BLM bagi masyarakat miskin dapat meningkatkan produktivitas kerja, pendapatan, pengeluaran, dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat; Bantuan biaya pendidikan keluarga miskin menjadi hal yang penting, seperti BOS, JPS pendidikan. BOS, JPS pendidikan, diantaranya tujuan BOS, JPS pendidikan guna mendukung pemenuhan kebutuhan pendidikan, dan merubah pola pikir keluarga miskin. Selain itu, manfaat BOS, JPS pendidikan dapat mengurangi pengeluaran, dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar. Tujuan BOS, JPS pendidikan bagi masyarakat pemenuhan kebutuhan pendidikan dasar dan peningkatan kualitas masyarakat. Manfaat BOS, JPS pendidikan bagi masyarakat miskin berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan, pengeluaran. Bantuan program P4MI Poor farmer menjadi hal yang penting, seperti investasi desa : infrastruktur, demplot, pelatihan. Bantuan program P4MI, diantaranya tujuan, atau manfaat program P4MI bagi keluarga miskin adalah peningkatan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan pokok, serta pemberdayaan keluarga miskin. Selain itu, tujuan, atau manfaat program P4MI bagi masyarakat miskin peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok, peran gender masyarakat. Bantuan program PPK, PKK, lain menjadi hal yang penting, seperti PNPM Mandiri, PUAP infrastruktur, tingkatan SDM. Bantuan program PPK, PKK, lain, diantaranya tujuan, atau manfaat program PPK, PKK, lain bagi keluarga miskin guna mendukung peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok. Selain itu, tujuan, atau manfaat program PPK, PKK, lain bagi masyarakat miskin untuk peningkatan pendapatan, pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Hasil uji-t pada sikap keluarga contoh terhadap dukungan bantuan pemerintah, tidak berbeda nyata p-value = 0,794; 0,826; 0,825 antar agro ekosistem. Hasil ANOVA p-value = 0.815, tidak berbeda nyata antar ketiga zona. Terjadi operasi irisan interseksi yang besar 78,5 – 81,5 homofili, tidak saling lepas, peristiwa bersamaan. Kriteria untuk menyusun pernyataan untuk mengetahui kontruksi sikap, telah mengacu pada pendapat Wang1932; Thurstone and Chave 1929, Likert 1932, Bird 1940, Edwards and Kilpatrick 1948 dalam Edwards 1957, yaitu : 1. Menghindari pernyataan yang berbentuk waktu masa lalu, 2. Menghindari pernyataan yang interpretasinya memerlukan kecakapan, 3. Menghindari pernyataan yang bisa menimbulkan pengertian lebih dari satu, 4. Menghindari pernyataan yang tidak relevan dengan pertimbangan objek psikologis, 5. Menghindari pernyataan yang mungkin dibenarkan oleh setiap orang atau sebaliknya, 6. Memilih pernyataan yang diyakini mencakup seluruh lingkup minat affective, 7. Menggunakan bahasa pernyataan yang sederhana, jelas, dan langsung, 8. Menggunakan pernyataan yang singkat, tidak lebih dari 20 kata, 9. Setiap pernyataan mengandung hanya satu topik yang lengkap, 10. Menghindari pernyataan yang bermakna universal, seperti kata semua, selalu, tidak atau tanpa yang dapat menimbulkan dua pengertian, 11. Kata-kata hanya, masih dan lain-lain yang serupa seharusnya digunakan dengan hati-hati dengan penulisan pernyataan yang tidak berlebihan, 12. Sedapat mungkin pernyataan dibuat dalam bentuk kalimat sederhana dan tidak kalimat kompleks, 13. Menghindari kata-kata yang tidak dimegerti oleh responden, 14. Menghindari penggunaan pernyataan negatif ganda, Strategi Coping Keluarga melakukan strategi coping untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasakan menekan, menantang, membebani dan melebihi sumber daya yang dimiliki. Atau mempertahankan berbagai tujuan, seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan. Strategi coping dapat juga merupakan seperangkat pilihan tindakan dari berbagai alternatif yang ada. Pilihan tersebut dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya ekonomi, sosial untuk memenuhi kebutuhan pokok, atau keberlangsungan hidup. Aspek ekonomi Keluarga melakukan strategi coping aspek akonomi, diantaranya dengan adaptasi. Tindakan yang diambil sebagai respon terhadap keterbatasan ekonomi. Menurut Conger dan Elder 1994, kondisi ekonomi yang tidak baik pendapatan per kapita rendah, pekerjaan tidak tetap, rasio hutang dan aset yang tidak seimbang, dan kehilangan pendapatan, berhubungan secara signifikan dengan tekanan ekonomi. Keluarga contoh melakukan strategi coping aspek ekonomi, untuk efisiensi usahatani; penghematan pengeluaran pangan, pendidikan, kesehatan, lain- lain, serta peningkatan pendapatan.

a. Usahatani