Analisis Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah Bagi UMK Di Kabupaten Padang Lawas

(1)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektivitasan pembiayaaan Bank Syariah bagi UMK di Kabupaten Padang Lawas. Efektifitas pembiayaan dinilai dengan melihat tanggapan responden mengenai alasan yang mendorong UMK untuk meminjam di bank syariah, pembiayaan UMK di Bank Syariah Kabupaten Padang Lawas dapat dikatakan efektif dari pendapatan UMK sebelum dan sesudah pembiayaan dengan menggunakan tabulasi data dengan microsoft word dan tabel frekuensi, dan grafik.

Usaha Mikro Kecil (UMK) dapat peran penting dalam perekonomian Indonesia. Karena dengan UMK ini, pengangguran angkatan kerja yang tidak terserap dalam dunia kerja menjadi berkurang. Ketika terjadi krisis ekonomi, hanya sektor UMK yang bertahan dan yang dapat menyelamatkan perekonomian bangsa pada saat Indonesia krisis ekonomi tahun 1998.

Dalam prosesnya, UMK di Indonesia menghadapi persaingan pasar dalam negri, sehingga sebagian pelaku UMK dapat kreatif dalam mengembangan usahanya. UMK memiliki kendala dalam permodalan, sistem produksi, target pasar dan lainnya. Dalam mengatasi UMK tersebut, adanya bank syariah dan pembinaan yang tepat dalam pengembangan UMK. Yang dengan berdasarkan sistem syariah, prosesnya mudah dipenuhi, prosesnya cepat dalam dana pembiayaan yang dapat membantu UMK di Indonesia.


(2)

ABTRACT

The purposeof this studywas to determine theeffectiveness ofBankIslamiccost forMSEsinPadangLawasregency. Cost effectiveness isassessedby looking atthe responseof the reasonsthat encourageSMEstoborrowin Islamic banks, Islamic Banks infinancingSMEscaneffectivelyPadang Lawasregencyof income beforeand afterusingmicrosoft wordMSEfinancedata tabulationandfrequency tables, and graphs.

Micro SmallEnterprises (MSEs)maybean important rolein the Indonesian economy. BecauseMSE, unemployedlabor forcethat is notabsorbedin theworld of workis reduced. When theeconomic crisis, only theMSEsectorcan surviveandsave thecountry's economyduringthe economic crisisin Indonesia in1998.

In the process, MSEs in Indonesia face competition in the domestic market, so that the MSE can be creative in developing their business. SMEs have difficulties of capital, production systems, and target other markets. In addressing these MSEs, Islamic banks and the right coaching in the development of MSEs. That system is based on Islamic, the process is easily met, the process is much faster in funding to help SMEs in Indonesia.


(3)

BABI PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu sektor yang berperan penting vital bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah sektor perbankan. Bank dikenal sebagai keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu, bank juga disebut sebagai tempat menukar uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran (Kasmir, 2004:23).

Peran perbankan tersebut pada umumnya terbagi atas dua. Pertama, bank sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Kedua, dengan menerima tabungan atau simpanan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, perekonomian suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku masing-masing individu, sehingga masyarakat yang lainnya tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.

Di Indonesia terdapat dua jenis bank yang melakukan dua aktivitas dalam lingkup yang berbeda, yaitu bank konvensional dengan konsep bunga dan bank syariah dengan konsep bebas bunga serta bebas hasil. Bagi bank yang


(4)

berdasarkan pada prinsip syariah tidak dikenal bunga dalam memberikan jasa simpanan maupun pinjaman. Di bank ini jasa bank yang diberikan disesuaikan dengan hukum Islam. Prinsip pembiayaan syariah yang diterapkan oleh bank syariah adalah pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip pernyataan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) atau pembiayaan barang modal dengan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa aqtina) (Kasmir, 2004:25).

Bank berdasarkan prinsip syariah seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediasy instution), yaitu mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Bedanya hanyalah bahwa bank syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan prinsip/sistem syariah, yaitu prinsip keuntungan dan kerugian (profit and lass sharing principle).

Mengenai jasa pembiayaan yang dapat daberikan oleh bank Islam bukan saja pembiayaan dalam bentuk apa yang disebut dalam istilah perbankan konvensional sebagai kredit, tetapi juga memberikan jasa-jasa pembiayaan yang biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan (multi finance company), seperti leasing, pemberian barang oleh nasabah bank kepada bank islam yang bersangkutan dengan cicilan, pembelian barang oleh bank islam kepada perusahaan manufaktur dengan pembiayaan dimuka, penyertaan modal, dan lain sebagainya.


(5)

Dengan kata lain, bank syariah bukan saja dapat memberikan jasa-jasa bank konvensional, melainkan juga memberikan jasa-jasa yang tidak dapat diberikan oleh bank konvensional karena jasa-jasa tersebut biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan non bank.

Di Indonesia perbankan syariah pertama kali adalah Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank Muamalat Indonesia adalah bank yang menerapkan sistem dan operasi perbankan berdasarkan syariah Islam dengan mengikuti tata cara berusaha dan perjanjian berusaha yang dituntun oleh dana yang tidak dilarang oleh AL-Qur’an dan Hadits. Dasar pemikiran berdiri Bank Muamalat Indonesia.

1. Keinginan umat Islam untuk menghindari riba dalam kegiatan muamalahnya.

2. Manajemen Islam sangat cocok diterapkan di Indonesia karena sebagian besar penduduknya beragama Islam.

3. Memberikan alternatif kepada umat Islam dalam mempergunakan jasa perbankan.

4. Membantu program pemerintah di bidang pengentasan kemiskinan karena orientasi Bank Muamalat adalah pembiayaan usaha masyarakat golongan menengah kebawah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.


(6)

Pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank syariah sebenarnya pembiayaan murabahah sangat sesuai untuk pembiayaan bagi usaha kecil. Pengertian mengenai usaha kecil yang dimaksud oleh perbankan syariah tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yaitu Usaha Kecil adalah usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Dalam pasal 5 Undang-Undang ini disebutkan bahwa tujuan dari pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah:

1. Mewujudkan struktur prekonomian nasional yang seimbang, berkembang dan berkeadilan;

2. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri ; dan

3. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Bila kita melihat dari keseluruhan isi undang-undang mengenai syariah maka sistem keuangan syariah bisa menjadi solusi atas krisis keuangan global. Sistem keuangan syariah hanya membolehkan penyaluran dana kredit atau pembiayaan bila memeng ada aset yang di jadikan dasar transaksi sehingga bila peminjam mengalami gagal bayar, bank tidak menderita resiko besar karena transaksi


(7)

didasarkan pada aset yang telah diperjanjikan dan untuk pelunasannya, aset tersebut bisa dijual. Selain itu produk yang ditawarkan oleh perbankan lebih bervariasi di bandingkan pada produk bank konvensional terlebih lagi dalam hal penyaluran dana kepada masyarakat maka jenis pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam bank syariah adalah memberikan pembiayaan kepada rakyat yang sulit umtuk mendapatkan bantuan dari bank konvensional. Kepentingan operasional bank syariah berhubungan dengan sektor riil disamping sektor finansial sedangkan perbankan konvensional hanya bertransaksi pada sektor finansial.

Prekonomian rakyat yang ada dalam ruang lingkup ini antara lain Usaha Mikro, Kecil. Kelompok ini berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan adanya sistem syariah diharapkan, perbankan syariah dapat membangkitkan sektor riil terutama Usaha Mikro, Kecil yang sering mengalami defisit keuangan dalam rangka pengembangan usaha “perbankan syariah“, (Claudia, FH UI, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menilai tingkat keefektivitasan pembiayaan pada bank syariah, khususnya pada pembiayaan sistem syariah bagi UMK dalam mencapai tujuan yang diharapkan dari bentuk prosedur-prosedur pembiayaan syariah. Untuk itu penulis tertarik memilih dan menetapkan sebagai objek penelitian dengan judul penelitian “Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Bagi UMK di Kabupaten Padang Lawas ”.


(8)

1.2. Perumsan Masalah

Berdasarkan uraian diatas yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas, maka penulis terlebih dahulu merumuskan permasalahan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan.

Adapun perumusan masalah yang di buat adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan pendapatan UMK setelah mendapat pembiayaan sistem syariah di Kabupaten Padang Lawas?

2. Apakah pembiayaan sistem syariah UMK sudah efektif di Kabupaten Padang Lawas?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan pendapatan UMK setelah mendapat pembiayaan sistem syariah di Kabupaten padang Lawas?

2. Untuk mengetahui apakah sudah efektif UMK dalam pembiayaan sistem syariah di Kabupaten Padang Lawas?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuaan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan.

2. Sebagai masukan bagi kalangan akademis dan peneliti yang tertarik untuk membahas mengenai efektifitas pembiayaan sistem syariah bagi UMK di Kabupaten Padang Lawas.

3. Sebagai penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang tekuni.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan Syariah 2.1.1. Pengertian pembiayaan

Kegiatan utama sebuah bank adalah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan dan deposito dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Pengalokasian dana tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan. Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan kredit atau pembiayaan. Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan bebagai aset yang dianggap menguntungkan bank.

Tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank yang menjalankan prinsip operasionalnya berdasarkan prinsip syariah, bukan pembiayaan yang lazim dilakukan oleh lembaga pembiayaan non bank. Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Menurut Undang-undang Pokok Perbankan No. 10 tahun 1998, pengertian pembiayaan dapat didefinisikan sebagai berikut:

Pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang


(10)

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2.1.2. Sistem dan Sistem Pembiayaan Syariah

Menurut Abdul Halim, sistem adalah suatu kegiatan yang telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang.

Sedangkan zaki baridwan, mengutip beberapa pendapat antara lain: a. Sitephen A. Mascope dan Mark G Simkin berpendapat sebagai berikut:

Suatu sistem adalah suatu entity (kesatuan) yang terdiri dari yang saling berhubungan (disebut subsistem) yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.

b. W. Gerold Cole berpendapat sebagai berikut:

Suatu sistem adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang saling barhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan.

c. Robert G. Murdick, bersama kawan-kawan berpendapat sebagai berikut:

Suatu sistem adalah suatu kumpulan elemen-elemen yang dijadikan satu untuk tujuan umum.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem terdiri dari sub-sub atau bagian yang saling terintekrasi untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian diatas penulis dapat memberikan definisi tersendiri dari pengertian sistem pembiayaan.

Sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang atau tagihan, berdasarkan


(11)

persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak-pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Menurut Antonio (2001), pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaan, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.

2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan.

a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kuaitas atau mutu hasil produksi.

b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang.

2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal atau capita goods serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi.


(12)

Sumber: Antonio, 2001.

Gambar 2.1. Jenis-Jenis Pembiayaan

Menurut Laksmana (2009), jenis-jenis pembiayaan baik di perbankan konvensional maupun di perbankan syariah terbagi menurut tiga macam dilihat dari pembiayaan, yaitu:

1. Pembiayaan dilihat dari segi tujuan

a. Pembiayaan konsumtif : pembiayaan yang diberikan untuk tujuan konsumtif yang hanya dinikmati pemohon.

b. Pembiayaan produktif : pembiayaan yang dimanfaatkan untuk kegiatan produksi yang menghasilkan suatu barang dan jasa.

c. Pembiayaan perdagangan : pembiayaan yang diberikan untuk pembelian barang sebagai persediaan untuk dijual kembali.

2. Pembiayaan dilihat dari dua jangka waktu

a. Pembiayaan jangka pendek : pembiayaan dengan jangka waktu maksimal satu tahun.

b. Pembiayaan jangka menengah : pembiayaan degan jangka waktu antara 1-3 tahun.

pembiayaan

konsumtif produktif


(13)

c. Pembiayaan jangka panjang : pembiayaan dengan jangka waktu lebih dari tiga tahun.

3. Pembiayaan dilihat dari tiga penggunaannya a. Pembiayaan modal kerja

b. Pembiayaan investasi c. Pembiayaan multiguna

2.1.3. Produk-Produk Sistem Syariah

Dalam lembaga keuangan syariah hubungan antara lembaga dan nasabahnya atau anggota, bukan hubungan debitur dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership) antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu, tingkat laba lembaga tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk pemegang saham, tetapi juga berpengaruh pada bagi hasil yang diberikan kepada nasabah atau anggota penyimpan dana. Seperti mana dalam perbankan konvensional, perbankan syariah juga mempunyai banyak produk yang ditawarkan kepada masyarakat. Berbagai jenis perbankan syariah ini mempunyai kelebihan dan keutamaan masing-masing sehingga nasabah dapat memilih dan menggunakan produk yang dianggap paling sesuai atau paling menguntungkan sesuai dengan maksud dan tujuan nasabah. Berbagai produk dan jasa yang ditawarkan dalam perbankan syariah dapat digolongkan kepada tiga kelompok produk, yaitu:

1. Produk Penghimpun Dana

Seperti pada perbankan konvensional, dana masyarakat yang dihimpun perbankan syariah dapat berbentuk tabungan, deposito dan giro. Aktifitas


(14)

penghimpun dana ini dilakukan dengan prinsip wadi’ah dan mudharabah. Prinsip wadi’ah dilakukan untuk produk berbentuk giro sedangkan prinsip mudharabah diterapkan untuk produk berbentuk tabungan dan deposito.

Jika wadi’ah tersebut berbentuk wadi’ah amanah, pada prinsipnya simpanan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak bank walaupun ia bertanggung jawab terhadap keutuhan simpanan tersebut. Sebaliknya jika wadi’ah tersebut jika berbentuk wadi’ah amanah, maka pihak bank dapat memanfaatkan simpanan tersebut dan tetap terhadap keutuhan simpanan tersebut.

Jika sekiranya pihak bank tetap menyalurkan dana ini, maka ketentuan umum dalam prinsip wadi’ah adalah keuntungan atau kerugian yang terjadi milik perbankan. Sedangkan mpemilik dana tidak dijanjikan sebarang imbalan dan tidak pula menanggung sebarang resiko yang terjadi. Namun demikian, jika sekiranya pihak bank menyalurkan dana tersebut dan ternyata memperoleh keuntungan, maka pihak memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai insentif agar masyarakat tertarik untuk menyimpan dananya pada perbankan syariah dengan syarat hal ini tidak dijanjikan dari awal.

Lain halnya dengan prinsip mudharabah. Pemilik modal dianggap sebagai shahibul maal sementara pihak perbankan sebagai pihak pengelola atau mudharib. Prinsip ini, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut misalnya untuk kegiatan jual beli dengan memberitahukan margin keuntungan tertentu (mudharabah) atau untuk kegiatan sewa (ijarah).

Dalam prinsip mudharabah ini, ada dua jenis kewenangan yang dapat dipilih oleh pemilik modal atau penyimpan untuk memberikan kepada pihak bank


(15)

yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Mudharabah mutlaaqah artinya bank dapat menggunakan dana yang dihimpun itu secara bebas atau luas karena tidak ada batasan yang ditetapkan oleh pemilik modal atau penyimpan sehingga bank dapat menggunakannya dalam berbagai kegiatan yang diyakini menguntungkan. Sedangkan mudharabah muqayyadah artinya pihak pemilik modal atau penyimpan menetapkan syarat-syarat tertentu dalam penggunaan dana simpanannya misalnya hanya untuk kalangan tertentu saja atau bisnis tertentu.

2. Produk Penyaluran Dana

Dana yang telah berhasil dihimpun oleh perbankan syariah kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat atau unit defisit untuk dimanfaatkan secara produktif. Penyaluran dana ini harus dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah dan syarat-syarat yang telah disepakati dengan para pemilik modal untuk mendapatkan keuntungan yang layak. Pihak perbankan syariah dapat menyaluran dana yang terhimpun melalui salah satu kategori atau konsep penyaluran yang sesuai dengan syariah.

Secara garis besarnya, produk penyaluran dana dalam perbankan syariah dikategorikan dalam empat konsep pembiayaan:

1. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil

Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang paling utama dalam perbankan syariah yang telah disepakati para ulama (Ascarya & Yumanita, 2005). Pembiayaan ini dapat mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan dalam perbankan syariah berlandaskan pada satu


(16)

prinsip dimana tidak ada bagian keuntungan yang dapat dinikmati pihak tertentu jika puhak yang berkaitan tidak ikut ambil bagian dalm menanggung sesuatu resiko yang mungkin tgerjadi.

2. Pembiayaan bagi hasil dalam syariah dapat dilakukan dalam bentuk: a. Pembiayaan musyarakah

Pembiayaan ini merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha dimana masing-masing pihak memberi kontribusi sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwajud.

Dalam proyek musyarakah ini yang harus diketahui oleh pihak-pihak yang bekerja sama. Misalnya, pihak lain hanya boleh ikut dalam proyek musyarakah setelah ada persetujuan dari semua pihak yang terlibat. Bigitu pula jika ada pihak lain yang ingin meminjam modal dari proyek musyarakah maka pinjaman ini baru boleh diberikan jika semua pihak setuju. Selain dari pada itu pemilik modal dianggap berhenti dari kerja sama musyarakah jika ia mengundurkan diri, menjadi tidak cakap hukum dan meninggal dunia. Namun begitu, pemilik modal dapat mengalihkan pertanyaannya kepada orang lain atau posisinya digantikan orang lain.


(17)

Sumber: Irsyad Lubis, 114.

Gambar 2.2 Skema Al-Musyarakah b. Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata dharb yang bermakna memukul atau berjalan. Memukul atau berjalan dalam hal ini di artikan sebagai proses sedangkan memukul (melangkahkan) kakinya dalam menjalankan usaha untuk mencapai keuntungan. Pembiayaan mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal (shahibul maal) dan pihak lain menjadi pengelola modal (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari hasil kerja sama ini kemudian dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak tetapi seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal selagi kerugian yang terjadi itu bukan disebabkan ulah kelalaian mudharib. Jika terjadi kerugian, maka pemilik modal akan menderita kehilangan sebagian atau mungkin seluruh modalnya sedangkan pihak mudharib akan mengalami kerugian dari segipengorbanan

Proyek/usaha

Bank Syariah Parsial Finansial

LABA

Bagi hasil Laba berdasarkan

Kontribusi

Nasabah Parsial: Nilai


(18)

tenaga, pikiran, waktu, harga diri dan sebagainya. Akan tetapi jika kerugian tersebut terjadi karena akibat kelalaian atau kecurangan pihak mudharib, maka ia harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

SKILL CAPITAL

Nisbah a% Nisbah b%

Main Capital Talking

Sumber : Isyad lubis, 115.

Gambar 2.3

Skema Pembiayaan Mudharabah c. Al-muzara’ah

Bagi hasil dengan konsep Al-muzara’ah merupakan kerja sama pengelolaan pertanian antara pemiik lahan dengan penggarap. Dalam perbankan diaplikasikan dalam bidang plantation atas dasar bagi hasil dimana pemilik lahan menyediakan lahan, benih dan pupuk sedangkan penggarap menyediakan keahlian, tenaga dan waktu. Konsep hasil muzara’ah ini

BANK

PROFIT-SHARING AGREEMENT (Perjanjian Bagi

COSTUMER

PROJECT (Proyek atau

Usaha)

PROFIT SHARIG (Bagi

Hasil)


(19)

sering juga diidentikkan dengan mukharabah namun antara kedua istilah ini terdapat sedikit perbedaan dimana dalam sistem muzara’ah benih tanaman disediakan oleh pemilik lahan sedangkan dalam sistem mukharabah benih tanaman sisediakan oleh penggarap. Konsep muzara’ah ini banyak dilakukan oleh masyarakat pada masa Rasulullah SAW bahkan beberapa sahabat nabi.

d. Al- Musaqah

Pembiayaan bagi hasil dengan sistem musaqah ini merupakan bentuk yang lebih sederhana dari sistem muzara’ah karena keterlibatan penggarap lebih sedikit. Dalam sistem musaqah ini penggarap hanya bertugas dan bertanggung jawab untuk penyiram dan memelihara lahan pertanian tersebut atas jasa ini ia dapat bagian hasil rasio tertentu. Diriwayatkan bahwa sistem ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW dengan menjadikan penduduk kawasan khaibar sebagai penggarap dan pemelihara dengan sistem musaqah.

3. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)

Ijarah dapat diartikan sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu kepada pemilik barang dan jasa tersebut. Dalam pembiayaan ijarah ini pembiayaan yang terjadi adalah hak guna atau manfaat (bukan kepemilikan) dari pemilik barang atau jasa kepada pihak penyewa.

Dalam sistem ijarah, metode pembayaran sewa dapat dilakukan dengan dua metode yaitu, pertama, ijarah dengan metode pembayaran seewa berdasarkan


(20)

kinerja barang dan kedua, dengan metode tidak berdasarkan kinerja barang sewaan.

4. Pembiayaan dengan prinsip jual beli

Pembiayaan dengan prinsip jual beli ini dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti pembiayaan murabahah, pembiayaan istishna atau pembiayaan salam. Perbedaan ketiga pembiayaan ini dapat dilihat dari bentuk pembayaran yang dilakukan dan juga waktu penyerahan kepada nasabah. Dalam prinsip pembiayaan jual beli ada perpindahan kepemilikan barang atau benda kepada pemilik baru. Ketiga, bentuk pembiayaan jual beli ini mempunyai kelebihan masing-masing dan nasabah dapat memilih salah satu bentuk yang paling sesuai atau yang paling menguntungkan.

a. Pembiayaan murabahah

Pembiayaan murabahah adalah salah satu bentuk transaksi dimana pihak bank membeli barang dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah secara angsuran dengan memberitahukan jumlah keuntungan yang diambilnya. Dalam transaksi ini pihak bank harus secara terbuka memberitahukan kepada nasabah berapa harga margin keuntungan yang diambilnya. Selain itu, baik harga jual maupun jangka waktu pembayaran harus dinyatakan dalam akad jual beli yang disepakati dan tidak boleh berubah selama tempoh akad jual beli tersebut. Dalam transaksi seperti ini dibenarkan membebankan biaya tidak langsung kepada nasabah jika yang dimaksud tidak menambah nilai barang atau biaya tersebut tidak berkaitan dengan hal-hal yang bermanfaat sesuai dengan syari’at. Dari segi


(21)

penyerahan barang, barang yang dibeli nasabah secara angsuran tersebut harus diserahkan setelah akad dibuat sehingga dapat dimanfaatkan atau dioperasikan nasabah.

b. Pembiayaan istishna

Pembiayaan istishna dapat didefinisikan sebagai akad jual beli dalam bentuk pesanan pembuatan barang tertentu dan dengan pesyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli dengan pembuat atau penjual. c. Pembiayaan salam

Pembiayaan salam ini pembayaran dilakukan secara tunai tetapi barang yang dibeli belum ada. Dalam hal ini barang yang dibeli akan diserahkan penjual pada waktu yang akan datang sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Dalam transaksi ini, pembeli adalah pihak bank sedangkan nasabah dianggap sebagai penjual. Dalam transaksi salam ini harus dengan jelas dan tegas disebutkan spesifikasi barang yang di beli, penyerahan dan sebagainya sehingga berbeda dengan jual beli ijon.

5. Pembiayaan dengan akad pelengkap

Pembiayaan dengan akad pelengkap merupakan akad yang tergolong sebagai akad-akad tabarru’. Artinya akad atau perjanjian ini bukan transaksi bisnis yang mencari keuntungan karena akad ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam bebuat kebaikan. Dalam akad tabarru’ seperti:

a. Rahn (gadai)

Rahn adalah gadai yang dilakukan nasabah kepada pihak yang bertujuan untuk memberikan kepastian pembayaran kembali kepada pihak bank atas


(22)

pembiayaan yang dilakukannya. Barang gadaian dalam hal ini harus milik nasabah sendiri dengan ukuran dan sifat yang jelas. Barang gadaian ini akan dikuasi oleh pihak bank tetapi pihak bank tidak dibenarkan mengambil manfaat dari barang gadaian tersebut.

b. Qard (pinjaman)

Qard adalah pinjaman uang yang diberikan oleh pihak perbankan syariah kepada nasabahnya.

c. Wakalah

Wakalah merupakan tindakan memberi mandat atau kuasa kepada pihak lain untuk melakukan satu pekerjaan atau jasa, maka kedua belah pihak harus cakap hukum. Dalam hal ini, nasabah bisa memberikan kuasa kepada satu bank atau lebih jika dianggap sesuai dan memungkinkan.

d. Kafalah (garansi)

Kafalah dapat diartikan sebagai jaminan yang diberikan oleh pihak penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung.

e. Hiwalah

Hiwalah bermakna pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain (pihak kitiga) yang kemudian berkewajiban melunasi utang tersebut kepada pihak pertama.


(23)

3. Produk jasa a. Ijarah (sewa)

Salah satu bentuk produk jasa yang diberikan oleh perbankan syariah yang tergolong sebagai ijarah atau sewa adalah penyewaan kotak simpan yang dapat dimanfaatkan nasabah untuk menyimpan barang-barang berharga. b. Sharf (jual beli valuta asing)

Produk jasa perbankan syariah lainnya adalah sharf yakni jual beli valuta asing baink yang tergolong hard currency maupun weak currency. Satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan jasa ini bahwa mata uang yang diperjual belikan tersebut merupakan mata uang yang berbeda dan harus dilakukan pada waktu yang sama. Jasa ini tentunya hanya ada pada bank-bank yang telah tergolong sebagai bank devisa.

2.1.4.Efektivitas Pembiayaan

Pembiayaan adalah istilah dalam syariah untuk lembaga keuangan syariah baik itu mikro maupun makro untuk menyalurkan dananya. Dalam penulisan ini penulis akan lebih sering menuliskan pembiayaan dari pada penyaluran dana.

Kinerja LKM dikatakan efektif jika kinerja pembiayaannya terhadap usaha kecil efektif (Arsyad, 2008). Sedangkan, menurut Hidayat (2004) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan dapat bernilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjam, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi,


(24)

pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan atau agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah atau calon nasabah.

Dalam efektivitas pembiayaan dilihat dari: 1. Prosedur pembiayaannya, yaitu:

a. Mekanisme pengajuan pembiayaan b. Mekanisme penyaluran pembiayaan c. Mekanisme pengembalian pembiayaan

2. Dampak pembiayaan terhadap kondisi usaha nasabah yaitu: a. Peningkatan pendapatan

b. Peningkatan keuntungan

Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah untuk modal atau tambahan modal usaha dikatakan efektif apabila prosedur pembiayaan tergolong mudah, pembiayaan yang dapat meningkatkan pendapatan dan keuntungan usaha nasabah. Analisis keefektivan pembiayaan ini dilakukan untuk menilai sejauh mana kinerja pembiayaan yang telah dilakukan oleh bank syariah.

2.2. Bank syariah

2.2.1. Pengertian Bank syariah

Bank syariah adalah lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam yang mempunyai sifat khusus yakni bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian, bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (tidak pasti), berprinsip pada keadilan dan hanya membiayaai kegiatan usaha yang halal. Selain itu juga didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam


(25)

dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta menonjolkan aspek keadilan dalam berinteraksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam berinteraksi keuangan. Dalam pelaksanaan tujuan bank syariah adalah tercapainya kesejahteraan sosial yang baik.

Dalam menjalankan kegiatan operasional, bank syariah harus mematuhi prinsip ayariah serta fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk jasa keuangan syariah,serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah Indonesia. Prinsip syariah yang dimaksud adalah anturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Salah satu kegiatan operasional perbakan syariah adalah memberikan pembiayan-pembiayaan yang dapat membantu masyarakat dalam menjalankan kegiatan usahanya. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah memberikan pengertian mengenai pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah yaitu penyediaan dan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muttahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang qard, dan transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multi jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah atau unit usaha syariah dan


(26)

pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau fasilitas dana untuk mengambilkan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Dari segi pembiayaaan ini bank syariah digunakan oleh masyarakat sebagai lembaga keuangan yang merupakan alternatif yang tidak dapat diberikan oleh bank konvensional.

Tabel 2.1

Karakteristik Esensial Yang Membedakan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional:

Perbankan konvensional Perbankan syariah

• Beriorentasi kepada kepentingan pribadi.

• Senantiasa bersifat bebas nilai (materialistis).

• Uang dianggap sebagai barang komoditi.

• Investasi yang dilakukan relatif luas karena termasuk kegiatan yang halal dan yang haram.

• Hubungan dengan nasabah bernentuk kreditor-kreditor.

• Dalam operasinya menggunakan perangkat/sistem bunga.

• Aktivitasnya hanya beriorentasi untuk mencapai keuntungan saja.

• Tidak memiliki dewan pengawas syariah sehingga penghimpunan dan penyaluran dana tidak berdasarkan fatwa.

• Beriorentasi pada kepentingan publik.

• Dalam pelayanan, tidak bebas nilai (berdasarkan prinsip Islam).

• Uang dianggap sebagai alat tukar saja dan tidak meganggapnya sebagai alat komoditi.

• investasi yang dilakukan relatif terbatas karena hanya pada kegiatan yang halal saja.

• Hubungan dengan nasabah berbentuk kemitraan.

• Dalam operasinya menggunakan sistem bagi hasil, jual beli atau sewa.

• Aktivitasnya tidak hanya berorientasi untuk mencapai keuntungan saja tetapi juga untuk mencapai falah.

• Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa dewan pengawas syariah.

Sumber : (Irsyad Lubis:109)

Dalam salah satu buku yang dituliskan oleh Bank Indoniesia dijelaskan mengenai peran utama bank syariah, yaitu sebagai badan usaha maka bank


(27)

syariah mempunyai beberapa fungsi yaitu sebagai manajer investasi, investor dan penyedia jasa. Bila sebagai manajer investasi, bank syariah melakukan penghimpunan dana dari para investor atau nasabahnya dengan prinsip wadi’ahyad dhamanah, mudharabah atau ijarah. Jika sebagai investor, bank syariah melakukan penyaluran dana melalui kegiatan investasi dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan sewa. Sedangkan jika sebagai penyedia jas perbankan, bank syariah juga menyediakan jasa keuangan, jasa non keuangan dalam bentuk wadi’ahyad amanah dan mudharabah muqayyadah. Dalam hal ini bank syariah mempunyai fungsi sebagai pengelola dana sosial untuk penghimpunan dana penyaluran zakat, infak dan sadaqah serta penyaluran qardhul hasan.

2.2.2. Konsep Dasar Bank Syariah

Dalam dunia perbankan yang diutamakan adalah kepercayaan dari masayarakat. Terutama perbankan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya mengutamakan keadilan untuk semua pihak. Kelembagaan usaha yang menjalankan usaha syariah harus memperhatikan sebagai berikut;

1. Menjauhkan diri dari kemungkinan

a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka satu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvesional.

b. Menghindari penggunaan sistem peresentase biaya terhadap utang atau imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis utang atau simpanan tersebut hanya karena perjalanan waktu.


(28)

c. Menghindari sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya (barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah dengan uang rupiah yang masih berlaku) dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.

d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas utang yang bukan prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvensional.

2. Menerapkan Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual Beli

Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah (2) : 275 dan surat An-Nisa (4) : 29 yang intinya: Allah SWT, telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi Islami harus selau dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksi didasari oleh adanya pertukaran uang dengan barang atau jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barang atau jasa dulu baru ada uang”, sehingga akan mendorong peroduksi barang atau jasa, mendorong kelancaran arus barang atau jasa, agar adapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan infilasi.

Berdasarkan pelaksanakan dari mprinsip-prinsip diatas, bank syariah mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha lain yang mengandung unsur tipuan,


(29)

dimana jenis-janis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi umat.

2. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi, dengan jalan memeratakan pendapatan melalui kegiatan investasi agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan yang membutuhkan dana.

3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwira usaha)

4. Untuk menjaga kesetabilan ekonomi moneter pemerintah. Dengan aktivitas-aktivitas bank Islam yang diharapkan mampu menghindarkan persaingan infilasi akibat penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.

5. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank Islam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerjadan program pengembangan usaha bersama.


(30)

6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank konvensional yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara penuh, terutama dibidang kegiatan bisnis dan prekonomiannya.

2.2.3. Peranan Bank Syariah Dalam Kemajuan Sektor Usaha Kecil

Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan salah satu agen pembangunan. Hal ini dikarenakan adanya fungsi utama dari perbankan sebagai lembaga intermediasi, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanna kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Adanya hal ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dana bagi negara dan masyarakat guna menunjang jalannya proses pembangunan terutama sektor usaha kecil dan menengah. Pada saat krisis ekonomi pun ternyata sektor ini mampu tetap bertahan, artinya sektor UKM mempunyai keunggulan dan sangat potensial untuk lebih dikembangkan lagi melalui suatu kebijakan yang tepat dan dukungan dari lembaga yang tepat. Namun tidak dapat dipungkiri terutama sektor usaha kecil menemukan kendala pada segi permodalan, dimana terkadang dalam memperoleh modal dari bank mengalami kesulitan. Salah satu hal yang menyebabkan adanya hal ini adalah suku bunga kredit yang tinggi dan diperlukannya jaminan kebendaan yang sulit dipenuhi oleh mereka.

Untuk membantu menenggulangi permasalahan yang dihadapi oleh sektor usaha kecil maka pasca Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dengan adanya pembangunan yang semarak terhadap perbankan syariah maka diharapkan


(31)

dapat lebih membantu perkembangan sektor usaha kecil dan menengah ini. Telah disebutkan diatas bahwa kelangsungan suatu kegiatan usaha perlu didukung oleh permodalan dan sumber daya manusia yang memadai. Setiap perbankan syariah yang ada hendaknya mampu secara cermat mengetahui kebutuhan nyata yang ada pada sektor yang bersangkutan. Hal ini penting karena karakteristik produk pembiayaan yang ada pada perbankan syariah bervariasi dan masing-masing hanya menjawab pada kebutuhan tertentu, sebagai contoh kebutuhan masyarakat yang membutuhkan adanya barang modal sebagai sarana dalam proses usaha, pelayanan yang diberikan oleh pihak bank syariah berupa pemberian pembiayaan berdasarkan akad jual beli.

Nasabah yang melakukan pinjaman dapat memberikan jaminan dapat berupa kelayakan usaha, jaminan tambahan serta piutang. Jadi jaminan itu tidak harus berupa barang yang dibeli oleh bank untuk nasabah. Dalam praktek nasabah yang tidak mempunyai jaminan apapun dapat menerima pembiayaan dari bank syariah. Pembiayaan ini disebut visible non bankable, dalam hal ini nasabah tidak perlu membayar margin. Uang yang diberikan oleh bank berasal dari keuntungan bank.

Pengaturan dan Pengawasan terhadap bank-bank syariah dilakukan oleh Bank Indonesia. Kewenangan yang dimiliki oleh Bank Indonesia meliputi:

1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian perizinan oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank,


(32)

pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian atas kepemilikan dan kepengurusan bank, dan pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate) yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyengkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.

3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control) yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-(on-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan khusus, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk mementau tingkat kepatuhan bank terhadap pereturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan imformasi lainnya. Dalam pelaksanaanya apabila diperlukan di BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lslam untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.

4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction) yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan


(33)

perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.

2.3.Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

2.3.1. Pengertian Usaha Mikro dan Kecil (UMK)

Dalam pasal 1 Undang-Undang No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah memberikan pengertian mengenai usaha kecil, yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau atau Usaha Besar yang memiliki kriteria Usaha Kecil.

Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang pengusaha kecil, usaha kecil adaalah kegiatan ekonomi rakyat yang bersekala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hal penjualan tahunan serta kepemilikan bagaimana diatur dalm undang-undang ini.

Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut keputusan Menteri Keuangan No. 40/ KMK.06/ 2003 tanggal 29 januari 2003, yaitu usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pertahun. Usaha mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp.50.000.000,00.


(34)

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha perorangan yang memiliki aset meksimal Rp.50.000.000,00 dan omset maksimal Rp.300.000.000,00.

Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki hasil penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 per tahun.

Bank Indonesia, usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau hampir miskin yang merupakan milik keluarga dengan sumber daya lokal dan menggunakan teknologi sederhana. Dalam usaha mikro mendapatkan kredit mikro hingga 50 juta rupiah. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga 200 juta rupiah di luar tanah dan bangunan dengan omset 1 milliar rupiah dan menerima kredit melai 50 juta rupiah hingga 500 juta rupiah.

2.3.2. Kriteria Usaha Mikro dan Kecil

Adapun yang menjadi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan pada undang-undang No.9 tahun 1995 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).


(35)

4. Berdiri sediri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar.

5. Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.

Adapun kriteria Usaha Kecil yang dijelaskan dalam pasal 6 undang-undang ini adalah berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Ciri-ciri Usaha Kecil antara lain adalah:

1. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah.

2. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak bepindah-pindah. 3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih

sederhana.

4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 5. Sumber daya manusianya memiliki pengalaman dalam berwira usaha


(36)

7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning

Contoh Usaha Kecil sendiri antara lain:

a. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. b. Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.

c. Pengrajin industri dan makanan dan minuman, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan. d. Peternakan ayam, itik, dan perikanan.

e. Koperasi berskala kecil.

Adapun Kriteria Usaha Mikro menerut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 pasal 6 yaitu sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Adapun Ciri-ciri Usaha Mikro adalah:

1. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti.

2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat. 3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun dan tidak

memishkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha/

4. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wira usaha yang memadai.


(37)

5. Tingkat pendidikan rata-rata relatif rendah.

6. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudh akses kelembaga keuangan non bank.

7. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPW.

Contoh Usaha Mikro antara lain:

a. Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan, dan pembudidaya.

b. Industri minuman dan makanan, industri pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat

c. Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang dipasar d. Peternakan yam, itik dan perikanan.

e. Usaha jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, objek dan penjahit. 2.3.4. Peran Usaha Mikro dalam Perekonomian

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UMK selalu di gambarkan sebagai sektor yang mempunyai perenan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modren. UMK memiliki peran yang cukup penting dalam perekonomian (Kuncoro, 2010 : 187-188), yaitu:

1. UMK banyak menyerap tenaga kerja dan dominan dalam jumlah unit usaha. Dengan banyaknya penyerapan tenaga kerja, sehingga insentif dalam menggunakan sumber daya alam lokal. Akhirnya menimbulkan dampak


(38)

positif seperti pengurangan jumlah kemiskinan, pemerataan dalam distribusi pendapatan dan pembangunan ekonomi di pedesaan.

2. UMK berkontribusi terhadap penerimaan eksport, walaupun jurnalnya masih jauh dari usaha besar.

3. Adanya urgensi untuk struktur ekonomi yang berbentuk piramida, yang menunjukkan adanya ketimpangan yang lebar antara pemain kecil dan besar dalam ekonomika Indonesia.

Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanan tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan UKM.

2.3.5. Kelemahan dan UMK di Indonesia

Dalam proses perkembangan UMK (Usaha Mikro Kecil) di Indonesia, terdapat beberapa kelemahan yang membuat daya saing UMK menjadi kurang progresif, yaitu disebabkan hal-hal (Hubeis, 2009 : 2).

1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2. Keterbatasan keuangan.

3. Ketidak mampuan aspek pasar.

4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai imformasi

6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar).


(39)

7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar.

9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas. 2.3.6. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil

Dalam era desantralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat didaerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan.

Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah dan masyarakat setempat.

Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) :

1. Aspek manajerial, yang meliputi : peningkatan produktivitas/omset/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi : bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit.


(40)

3. Mengembangkan kredit kemitraan dengan uasaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forwad lingkage), keterkaitan hilir-hulu (backwarg linkage), modal ventura ataupun sub kontrak.

4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KONPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kemajuan).

Lembaga keunangan mempunyai fungsi sabagai lembaga perantara atau “intermediasi” dalam aktivitas susaatu prekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka lembaga keuangan tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktivitas ekonomi disini tidak membedakan antara usaha yang dilaksanakan tersebut besar atau kecil, karena yang membedakan hamya besarnya nilai tambah berdasarkan skala usaha. Hal ini berarti bahwa usaha kecilpun jika memanfaatkan lembaga keuangan juga akan memberikan kenaikan nilai tambah, sehingga upaya pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi lembaga keuangan termasuk usaha produktif yang dilakukan UMK.

2.3.7. Kondisi Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia

Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari keuangan Usaha Mikro Kecil (UMK). Peranan UMK terutama semenjak krisis moneter tahun 1998 dapat dipandang sebagai penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada saat ini sangat bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan, tujuan pendirian, budaya masyarakat,


(41)

kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu yang bersifat formal dan informal. LKM formal dalam bentuk Bank terdiri dari BKD, Bank Perkeriditan Rakyat (BPR) dan BRI Unit, sementara LKM non Bank mencakup Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) dan Koperasi (KSP & KUD). Adapun LKM informal terdiri dari berbagai Kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat (KSM & LSM), Baitul Maal Wat Tanwil (BMT), Lembaga Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa- Simpan pinjam (UED-SP), dan bentuk kelompok lainnya (Thohari, 2002 : 4).

Dengan mendasarkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi rakyat adalah Usaha Skala Mikro dan Kecil (UMK) maka sistem pembiayaan mikro yang digerakkan oleh LKM merupakan kebutuhan dan pilihan pembiayaan bagi pelaku ekonomi rakyat. Belajar dari pengalaman dan ketangguhan sistem pembiayaan mikro, maka dapat diidentifikasi beberapa nilai kunci. Pertama, sistem pembiayaan tumbuh diatas nilai kemandirian. Kedua, sistem keuangan mikro menempatkan aspek sosial-kultural sebagai pilarnya, disamping juga pertimbangan komersial. Ketiga, dilihat dari segi proses penumbuhan, sering sistem pembiayaan mikro pada mula sebagai instrumen pembangunan pedesaan atau wilayah (http:/bachtiar-bachtiarfadhli.blogsport.com/).

Maka dapat dikatakan dalam perkembangannya LKM informal lebih mengenal dikalangan pelaku UMK karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan maupun keluwasan dalam pencarian kredit. Hal ini merupakan salah


(42)

satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan informal ini yang kemudian disebut lembaga keuangan mikro.

Lembaga keuangan mikro baik informal, semi formal, maupun informal adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan jasa keuangan untuk pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasilan rendah (Krisnamurthi, 2002).

Lebaga keuangan mikro mempunyai karakter khusus yang sesuai dengan konstitusinya (Chotim dan Handayani : 2001), seperti) :

1. Terdiri dari berbagai bentuk pelayanan keuangan, terutama simpanan dan pinjaman.

2. Diarahkan untuk melayani masyarakat berpenghasilan rendah. 3. Menggunakan sistem serta prosedur yang sederhana.

Secara garis besar LKM dapat dikelompokkan ke dalam LKM bank dan non bank, berikut ini:

1. Bank:

• BRI Unit, berupa kantor-kantor cabang pembantu BRI

• BPR, berupa bank-bank mikro yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan serta Peraturan Perbankan oleh BI.


(43)

2. Non bank:

• keluarga LKM nonbank yang besar (LDP di Bali, BKK di Jawa Tengah, BKD di Jawa dan Madura, BMT dan BK3D)

• keluarga LKM nonbank yang keil,dengan simpanan atau aktiva yang berjumlah kecil (MBT,KSP)

• berbagai program keuangan mikro, NGO, dan asosiasi tidak resmi, KSM, dan lain-lain.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Kaedah Penelitian

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data dan atau imformasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis permasalahan.

Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: 3.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bank Syariah di Kabupaten Padang Lawas. Daerah penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa didaerah ini terdapat beberapa jenis bank syariah.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Data primer adalah data yang dikumpulkan dari sumber-sumber asli untuk tujuan tertentu. Dimana pedoman umum melakukan penelitian ini memanfaatkan semua kemungkinan dalam mengindentifikasi dan mengumpulkan data primer yang diharapkan dapat memecahkan masalah dalam pengambilan keputusan.

2. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan, buku-buku yang terkait dengan penelitian ini, jurnal ekonomi, website dan artikel.


(45)

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah sekelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001). Jumlah populasi dalam penelitian ini tidak diketahui maka pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan mennggunakan random sampling yang artinya dilakukan secara acak menurut Roscoe dan sugiyono (Metode Penelitian Pendidikan, 2004).

3.3.2. Sampel

Roscoe dan sogiyono (Metode Penelitian Pendidikan, 2004) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel untuk penelitian seperti berikut ini:

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.

2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria-wanita, pegawai negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel.

Dalam hal ini pemakaian sampel penelitian digunakan sebanyak 50 sampel dikarenakan ukuran yang layak adalah 30-500 sampel. Dengan menggunakan sampel random sampling yang artinya cara penarikan sampel anggota dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Metode


(46)

pengumpulan data untuk variabel di atas menggunakan self administrated survey, yaitu responden diminta untuk mengisi sendiri kuisioner yang diberikan.

3.4.Teknik Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan:

• Observasi adalah dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti, dalam hal ini adalah masyarakat yang meminjam di Bank Syariah Kabupaten Padang Lawas.

• Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan survey dan menanyakan secara langsung kepada responden untuk memperjelas hasil jawaban dari kuesioner yang telah diisi oleh responden.

• Studi pustaka, yaitu pengumpulan data sekunder dengan mengumpulkan dan mempelajari informasi yang diperoleh dari buku-buku yang terkait, jurnal, wibsite, dan artikel.

3.5.Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengolahan data dengan dua cara. Untuk menguji hipotesis yang pertama dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Product and Service Solution) versi 16.0 dengan terlebih dahulu memindahkan data yang diperoleh ke dalam software Microsoft Excel. Sementara untuk menguji hipotesis yang kedua penulis mempergunakan tabulasi data dengan Microsoft Word, tabel, frekuensi, dan gambar (grafik).


(47)

3.6.Definisi Operasional

1. Biaya pinjaman adalah lembaga perbankan syariah yang menyalurkan biaya kepada responden dalam pengajuan pembiayaan yang meliputi biaya materai, biaya administrasi (rupiah).

2. UMK adalah usaha ekonomi produktif, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Mikro Kecil.

3. Jangka waktu angsuran adalah selang waktu pengambilan pembiayaan dimana responden harus mengangsur dan melunasi pinjamannya (hari) yang sesuai dengan akad yang telah disepakati di awal oleh pihak Perbankan Syariah dan responden.


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskiripsi Daerah Penelitian

Kabupaten padang lawas di bentuk berdasarkan UU No. 38 Tahun 2007 merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan di Propinsi Sumatera Utara. Kabopaten Padang Lawas berada di sebelah timur hingga tenggara dari Kabupaten Tapanuli Selatan, yaitu terletak antara 00 57’8” – 1032’56” Lintang Utara dan 990 25’7” - 1000 11’1” Bujur Timur. Dari sisi administrasi pemerintahan, saat ini Kabupaten Padang Lawas terdiri dari 11 (sebelas) Kecamatan, 303 Desa, satu kelurahan dan jumlah penduduk 223.480 jiwa dengan luas wilayah 4.229,99km2, yaitu :

a. Kecamatan Sosopan, Ibukotanya Sosopan yang terdiri dari 22 desa dengan luas wilayah 407,52 km2

b. Kecamatan Ulu Barumun, Ibukotanya Paringgon yang terdiri dari 15 desa dengan luas wilayah 241,37 km2.

c. Kecamatan Lubuk Barumun, Ibukotanya Pasar Latong yang terdiri dari 24 desa dengan luas wilayah 300,23 km2.

d. Kecamatan barumun, Ibukotanya Sibuhuan yang terdiri dari 40 desa dan 1 kelurahan dengan luas wilayah 242,10 km2.

e. Kecamatan barumun tengah , Ibukotanya Binanga yang terdiri dari 77 desa dengan luas wilayah 1.075,27 km2.

f. Kecamatan Huristak, Ibukotanya Huristak yang terdiri dari 29 desa dengan luas wilayah 357,65 km2.


(49)

g. Kecamatan Sosa, Ibukotanya Ujung Batu yang terdiri dari 39 desa dengan luas wilayah 611,85 km2.

h. Kecamatan Batang Lubu Sutam, Ibukotanya Pinarik yang terdiri dari 28 desa dengan luas wilayah 586,00 km2.

i. Kecamatan Hutaraja Tinggi, Ibukotanya Panyabungan yang terdiri dari 31 desa dengan luas wilayah 408,00 km2.

j. Kecamatan Aek Nabara Barumun, Ibukotanya Aek Nabara, pemekaran Kecamatan Barumun Tengah.

k. Kecamatan Barumun Selatan, Ibukoyanya Batang Bulu, pemekaran Kecamatan Barumun.

Jumlah pemduduk 223.480 jiwa yang terdiri atas 111.587 laki-laki dan 111.893 perempuan, dengan luas keseluruhan sekitar 4.229,99 km. Secara umum sex ratio penduduk Padang Lawas adalah sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk laki-laki 1% lebih sedikit dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Sex ratio terbesar terdapat terdapat di Kecamatan Huta Raja Tinggi yakni sebesar 94 yang berarti jumlah penduduk perempuan 65% lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Terkecuali di Kecamatan Barumun Tengah penduduk laki-laki lebih banyak dari penduduk perempuan.

Dari hasil Sensus Penduduk 2010 tersebut tampak bahwa penyebaran penduduk Padang Lawas masih bertumpu di Kecamatan Barumun yakni sebesar 22,49% kemudian diikuti oleh Kecamatan Hutaraja Tinggi sebesar 17,57%, sedangkan kecamatan-kecamatan lainnya dibawah 15%.


(50)

Barumun adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu 50.253 jiwa. Sedangkan Sosopan adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah yaitu 9.135 jiwa.

Dengan luas wilayah Padang Lawas sekitar 4.229,99Km2 yang didiami oleh 223.480 jiwa, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk Padang Lawas adalah sebanyak 52 jiwa per Km2. Kecamatan yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah kecamatan Barumun yakni sebanyak 207 jiwa per Km2, sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Batang Lubu Sutam yakni sebanyak 22 jiwa per Km2. (Sumber : Potensi Dan Prospek Pengembangan Kabupaten Padang Lawas)

4.2. Gambaran Umum Perbankan Syariah

Perbankan syariah merupakan suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam dengan mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Operasi bank syariah mengikuti ketentuan-ketentuan bernuamalat secara Islam dan menjauhi unsur-unsur riba. Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absenya dalam investasinya


(51)

4.2.1. Sejarah Ringkas Bank Syariah

Perbankan Syariah atau Perbankan Islam merupakan suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh perbankan konvensional.

Perbakan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasasaat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pimpinan perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih dinegara yang sama, pada tahun 1971, Nasir social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bungan. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat Islam.

Islamic Development Bank (IBD) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi


(52)

Islam, walaupun bank tersebut utamanya merupakan bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggota. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri brdasar pada syariah Islam.

Dibelahan negara lain pada tahun 1970an, sejumlah bank bebasis Islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia Pasifik, Philliphine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan ingin membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini di prakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga darimodal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.

Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-Undang yaitu UU No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.1992 tentang Perbankan.


(53)

Hingga tahun 2007 terdapat tiga institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantarany merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (persero) dan Bank Rakyat Indonesiaa (persero). Sistem syariah telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

4.2.2. Visi dan Misi Perbankan Syariah

Adapun Visi dan Misi perbankan syariah adalah :

“terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien, dan memenuhi prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor rill secara nyata melalui kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi rill dalam rangka keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan masyarakat”.

4.2.3. Tujuan Bank Syariah

Mendapatkan berkah dari Allah Swt, mendapatkan berkah dari Allah Swt dalam arti dalam menjelaskan operasi bank syariah dianggap merupakan salah satu bentuk ibadah, dengan mendasarkan diri pada tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dengan demikian diharapkan keadilan dan kesejahteraan dapat lebih dirasakan oleh pengusaha mikro dan kecil khususnya anggota Bank Syariah.


(54)

4.2.4. Karakteristik Bank Syariah Karakteristik bank syariah :

1. Universal bank syariah adalah untuk setiap orang, tanpa memandang pebedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama

2. Adil memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya

3. Melarang adanya masyir (unsur spekulasi atau untun-untungan), gharar (ketidak jelasan), haram, dan riba

4. Transparan dalam kegiatannya, bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat

5. Seimbang untuk mengembangkan sektor keuangan melalui aktivitas perbankan syariah yang mencakup pengembangan sektor rill dan UMKM

6. Maslahat bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan. Variatif produk bervariasi mulai daritabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual beli dan sewa, sampai pada produk jasa kustodian, jasa transfer dan jasa pembayaran (debit cart, syariah charge)

7. Memiliki fasilitas penerimaan dan penyaluran zakat, infaq, sedekah, wakaf, dana kebijakan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antar bank syariah


(55)

4.2.5. Struktur Organisasi Bank Syariah 1. Dewan Pengawa Syariah (DPS)

Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan badan independen yang ditempatkan oleh dewan syariah nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar dibidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum bidang perbankan. Persyaratan anggota DPS ditetapkan oleh DSN. Tugas utama DPS adalah mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan prinsip syariah yang telah difetwakan oleh DSN. DPS juga mempunyai fungsi :

1. Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan Unit Usaha Syariah dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.

2. Sebagai mediator antara bank dan DSN dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

3. Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank. DPS wajib melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan bank syariah yang diawasinya kepada DSNsekurang-kurangnya satu kali dalam setahun. Bank yang akan membentuk DPS dalam rangka perubahan kegiatan perubahan usaha atau membuka kantor cabang syariah untuk pertama kalinya dapat menyampaikan permohonan penempatan anggota DPS kepada DSN.


(56)

2. Dewan Syariah Nasional

Dewan Sayariah Nasional (DSN) merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam keatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi dan reksa dana.anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang yang terkait dalam perekonomian dan syariah muamalah. Aanggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti empat tahun dsn merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Disamping itu dsn juga mempunyai kewenangan untuk :

1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.

2. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga syariah dan menjadi dasar hukum fihak terkait.

3. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BANPEPAM.

4. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan DSN

5. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak di indihkan.


(57)

3. Unit Syariah

Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta mempunyai pencatatan dan pembukuan yang terpisah dari kantor-kantor konvensionalnya. Oleh karena itu dibutuhkan unit kerja khusus yang disebut Unit Usaha Syariah (UUS) mencakup :

1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah

2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang syariah

3. Menyusun laporan keuangan konolidasi dari seluruh kantor-kantor cabang syariah

4. Melaksanakan tugas penata usahaan laporan keuangan kantor-kantor cabang syariah

4. Perencanaan organisasi

Perencanaan organisasi bank adalah pengelompokan yang logis dari kegiatan-kegiatan bank. Menurut hasilyang ingin dicapai yang menunjukkan dengan jelas tanggung jawab dan wewenang atas suatu tindakan. Misalnya seseorang yang memberikan pembiayaan harus bertanggung jawab untuk menagih untuk menyelesaikannya. Perinsip ini berlaku untuk seluruh level pada organisasi bank. Tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap posisi dalam organisasi harus dirumuskan dengan jelas, sehingga tanggung jawab (accountability) untuk hasil akhirnya dapat diukur dengan mudah. Namun demikian pengelompokan fungsi-fungsi itu harus ditetapkan secara hati-hati, karena pengelompokan yang terlalu


(58)

ketat juga mengandung kelemahan, misalnya kebutuhan tenaga manajerial yang berlebihan, masalah komunikasi internal dan sebagainya. Disamping itu organisasi bukanlah sesuatu yang bersifat tetap, yang selalu dan selamanya tepat dan benar, karena akan selalu dipengaruhi oleh tempat, waktu, tujuan, manusia serta teknologi pendukungnya. Oleh karenanya organisasi haruslah fleksible, agar selalu dapat menyesuaikan diri dengan variable-variable tersebut.

Struktur organisasi tergantung pada besar-kecilnya bank (bank size), keragaman layanan yang ditawarkan, keahlian personilnya dan peraturan-peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Tidak ada acuan baku bagi penyusunan struktur organisasi bagi bank dalam segala situasi kebutuhan operasinya. Bank mengorganisasikan fungsi-fungsinya untuk melayani nasabahnya atau menempatkan karyawan yang ada atau karyawan baru sesuai dengan bakat dan kemampuannyanya. Struktur organisasi setiap bank berikut tanggung jawab dan wewenang para pejabatnya bervariasi satu sama lain. Oleh karena itu struktur organisasi mencerminkan pandangan manajemen tentang cara yang paling efektive untuk mengoperasikan bank.

Beberapa pendekatan yang lazim dalam menetapkan organisasi bank adalah sebagi berikut:

1. Pendekatan fungsional

Pendekatan tradisional dalam penyusunan organisasi bank adalah melalui pengintegrasian fungsi-fungsi. Biasanya fungsi-fungsi itu ditetapkan berdasarkan aktivitas-aktivitas yang tergambar dalam neraca, seperti


(59)

pembiayaan, investasi, kas, penerimaan dana-dana. Pada bank dengan layanan tradisional, struktur organisasinya terbagi dalam tiga fungsi dasar yaitu :

a. Fungsi pembiayaan b. Fungsi operasi dan c. Fungsi investasi

Sejalan dengan perkembangannya fungsi-sungsi tersebut dapat dibagi-bagi lagi dalam beberapa kegiatan. Dalam perbankan syariah, fungsi pembiayaan dapat dibagi dalam pembiayaan piutang (debet financing) berdasarkan prinsip jual-beli (murabahah, salam atau istishna), atau sewa-beli (ijarah), pembiayaan modal (equity financing) berdasarkan prinsip mudharabah (trustee financing) atau musyarakah (jount venture profit sharing). Fungsi operasi dapat dibagi dalam tellers, pembukaan rekening (opening new account), penerimaan simpanan (deposit), pemrosesan simpanan (deposit) dan layanan yang berkaitan dengan simpanan (deposit related services) seperti pemindah – bukuan, pengiriman uang (money transfer), inkaso (collections), pembayaran tagihan (bill paying) dan lain, komputer service dan akuntansi, personalia dan sundries.

Pada bank kecil biasanya Direktur Utama menangani portfolio investasi, sedangkan cash management ditangani oleh Direktur Operasi, karena berhubungan dengan pemeliharaan cadangan wajib (primary reserve). Pada bank yang lebih besar pengelolaan portfolio investasi (secondary reserve) dan pengelolaan kas (primary reserve) dikombinasikan dan dipusatkan dalam satu fungsi, karena biasanya fluktuasi dana-dana lebih tinggi dari pada bank yang lebih kecil.


(60)

2. Pendekatan Pasar

Perbankan telah mengembangkan berbagai produk yang merupakan kombinasi dari beberapa kegiatan dasar dalam satu paket, untuk memperoleh keuntungan dan pendapatan fee. Produk dasar dari bank meliputi:

1. Produk-produk pembiayaan (financing)

2. produk-produk operasional yaitu produk dana dan pemindahan dana (deposit related services) serta layanan lain (non deposit functions) seperti safekeeping dan data processing

3. produk-produk investasi (sertifikat pasar uang, wali amanat)

Konsep ini mengkaitkan usaha penawaran paket jasa-jasa yang dipakai oleh tipe nasabah tertentu ke dalam struktur organisasi bank yang dingggap merupakan cara terbaik untuk penyampaian peket-paket layanan perbankan. Ada tiga kelompok besar dari nasabah, yaitu retail, wholesale, and trust. Perbankan retail didifinisikan sebagai pasar nasabah yang terdiri dari para konsumer. Perbankan wholesale meliputi corporate, institutional (correspondent banking) dan lembaga-lembaga pemerintah. Bukan hanya nasabah konsumer dan korporat yang memerlukan layanan perbankan. Bank juga memerlukan layanan perbankan. Bank kecil biasanya hanya sebagai renpondent sedang bank besar bertindak sebagai correspondent bank.

3. Fungsi Staf

Bagan struktur organisasi seperti digambarkan di atas adalah organisasi lini (line function organization). Sebagaimana diuraikan dalam awal bab ini, prinsip musyawarah sangat dianjurkan dalam organisasi yang berdasarkan prinsip


(61)

syariah. Oleh karena itu di dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan keputusan perlu dilakukan secara musyawarah. Untuk keperluan tersebut, disamping organisasi lini seperti digambarkan diatas dapat dibentuk wadah yang menjalankan fungsi staf. Biasanya dalam organiasi bank juga terdapat beberapa komite, seperti komite anggaran (budget committee), komite kebijakan pembiayaan (committee of financing policy), Komite pemutus pembiayaan (financing committee), komite aset & liabilitas atau Assets & liability committee (ALCO), komite personalia (personnel committee) dan lain-lain. Komite-komite tersebut biasanya beranggotakan para officer senior dari berbagai bidang dipimpin oleh direksi. Apabila keputusan telah diambil, maka adalah menjadi tugas dan tanggung jawab pejabat lini untuk melaksanakan keputusan-keputusan itu sebagaimana mestinya.

4. Struktur Personalia

Struktur organisasi bank melibatkan berbagai tingkat wewenang dan tanggung jawab. Bank harus mempunyai Pengurus (board of Directors) dan manajemen. Bank juga membentuk beberapa komite yang terdiri dari para anggota direksi dan para personil yang terkait dalam tingkat manajemen.

Bank adalah badan usaha yang sangat diatur keberadaan dan aktivitasnya oleh hukum dan peraturan perundang-undangan (highly regulated). Sebelum diputuskan oleh RUPS atau RAT para calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia selaku bank sentral setelah melalui proses penelitian integritas dan kompetensi (fit


(1)

DAFTAR PUSTAKA BUKU :

Abdul Halim, 1998. Sistem Pengendalian Manajemen, UPP AMP, YKPN, Yogyakarta.

Adrian Sutedi, Juli 2009. Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Arsyad, L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro, Penerbit Andi, Yoyakarta.

Fried Wijaya, 1991. Perkreditan, Bank Lembaga-Lembaga Keuangan, Edisi Pertama, BPFE-Yogjakarta, Bulaksumur.

Hubeis, Musa. 2009. Prospek Usaha Kecil Dalam Wadah Inkubator Bisnis. Bogor. Ghalia.

Irsyad Lubis, 2010. Bank & Lembaga Keuangan Lain, Terbitan Pertama, USU Press, Medan.

Kasmir, 1998. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grapindo Persenda, Jakarta

Kuncoro, 2010. Metode Rised Untuk Bisnis & Ekonomi, Erlangga, kaliurang KM 14.

Laksamana, Y. 2009. Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di Bank Syariah. PT Elex Media Komputindo, jakarta.

M. Syafi’i Antonio, S. 2001. Bank Syariah Dari Teori Ke praktik, Gema Insani, jakarta.

Mudrajad Kuncoro, 2003. Metode Rised Untuk Bisnis & Ekonomi, Edisi 3, Erlangga, kaliurang KM 14.

Sugiyono, Djoko. 2004. Metode Penelitian (Pendekatan kuantitatif, kualitatif, R&D) CV. Alfabeta, Bandung.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usha Mikro, Kecil, dan Menengah.


(2)

Artikel dan Jurnal :

Claudia, 2010. Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri Kepada Usaha Kecil.

E.E, Chotim, dan Handayani, A.D. 2001. Lembaga Keuangan Mikro Dalam Sejarah, Jurnal Analisis Sosial, Volume 6 nomor 13

Hidayat, Y. 2004. Efektifitas pembiayaan pola bagi hasil pada baitul maal wsat Tamwil (BMT) Hubbul Wathon, Kecamatan Cilamaya, Kabupaten karawang, Jawa Barat. (skripsi). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian bogor, Bogor.

Lestari Simatupang, 2011. Studi Identifikasi Faktor Penentu Keputusan Nasabah Dalam Memilih Jasa Perbankan di Kota Tarutung.

Rodiah, 2004. Analisis Tingkat pertumbuhan Pembiayaan Proyek Kredit Mikro (PKM) Bank Perkreditan Rakyat Syariah Paduarta Insani Kabupaten Deli Serdang Terhadap Pendapatan Usaha Kecil Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Kredit.

Thohari, Endang S. 2002. Peningkatan Akesibilitas Petani Terhadap Kredit Melalui Lembaga Keuangan Mikro, jurnal strategi pengembangan dan pemberdayaan ukm, hal 4

Penulisan Online :

Bachtiar. 2009. Eksistensi LKM Sebagai Alternatif Strategi Penguatan Ekonomi Rakyat. http:// bactian-bachtiarfadhil. Blogspot. (12 April 2012).

Bayu, Krisnamurthi. 2002. RUU Keuangan Mikro : Rancangan Keberpihakan terhadap ekonomi rakyat.

Situs WWW (World Wide Web)

Rachmad, Sri Hartini. 2010. Info Usaha UMK. http://www.majalahwk.com /artikel-artikel/info-usaha/196-edisi-majalah/ (16 juni 2012).


(3)

LAMPIRAN

KUESIONER

ANALISIS EFEKTIVITAS SISTEM PEMBIAYAAN SYARIAH BAGI UMK

DI KABUPATEN PADANG LAWAS

Kuesioner ini digunakan dalam rangka pengambilan data untuk penyusunan bahan penelitian skripsi oleh Amna Kholila Pulungan, Mahasiswi Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara. Saya mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuesioner ini dengan jujur dan sebenar-benarnya, dan dapat meluangkan waktunya. Pengisian yang jujur dan objektif sangat dapat membantu keberhasilan penelitian saya. Terima kasih banyak atas perhatiannya.

Identifikasi Responden

Nama :

Agama :

a. Islam

b. Kristen protestant c. Kristen Katolik d. Hindu

e. Budha

Jenis kelamin :

a. Laki-laki b. Perempuan


(4)

Umur :

a. < 25 Tahun b. 25-35 Tahun c. 35-45 Tahun d. 45-55 Tahun e. ≥ 55 Tahun

Lama menjadi anggota :

a. 1-6 Bulan b. 6-12 Bulan c. 1-2 Tahun d. 2-3 Tahun e. ≥ 3 Tahun

Jenis usaha yang dilakukan :

a. Pedagang pakaian b. Pedagang sembako

c. Pedagang lainnya, sebutkan.... I. Karakteristik usaha

1. Dana pembiayaan yang diperoleh saat ini Rp... a. Rp.20.000.000-Rp.30.000.000

b. Rp.30.000.000-Rp.40.000.000 c. Rp.40.000.000-Rp.50.000.000 d. Rp.50.000.000-Rp.60.000.000


(5)

e. . ≥ Rp. 60.000.000

2. total pendapatan perusahaan ?

3. total nilai pendapatan perbulan

a. Rata-rata pendapatan yang diperoleh per bulan berdasarkan pengalaman usaha sebelum pembiayaan Rp...

b. Rata- rata pendapatan yang diperoleh per bulan berdasarkan pengalaman usaha setelah pembiayaan Rp...

4. Pernahkah anda menangguhkan pembiayaan ? a. Pernah

b. Tidak pernah

5. Tujuan pembiayaan yang diterima untuk: a. Kebutuhan modal usaha

b. Investasi usaha c. Membuat usaha baru

d. Lain-lain, sebutkan...

II. Alasan Yang Mendorong UMK Meminjam Kredit Dari Bank Syariah 1. Meminjam di perbankan syariah karena usulan keluarga /teman

2. Meminjam dari Bank Syariah mempunyai manfaat terhadap perkembangan/kemajuan usaha

3. Persyaratan awal pembiayaan, ketentuan yang harus dimiliki (fotokopi KTP suami istri, fotokopi KK, mengisi formulir persetujuan suami istri, mengisi formulir permohonan pembiayaan, melampirkan fotokopi jaminan berupa


(6)

sertifikat tanah, bangunan, BKB kenderaan motor/mobil) ketika mengajukan pembiayaan di Bank Syariah, prosesnya mudah dipenuhi oleh nasabah

4. Proses pembiayaannya dilakukan secara cepat 5. Bank Syariah fleksibilitas dalam membayar cicilan 6. Bank Syariah sesuai dengan kebutuhan nasabah

7. Jangka angsuran atau selang waktu anggota harus mengangsur dan melunasi pinjaman (bulan) sesuai dengan yang disepakati bersama oleh pihak nasabah dengan Bank Syariah

III. Perkembangan Kehidupan UMK Setelah Mendapat Pinjaman

1. Bagaimana kelangsungan usaha mikro kecil anda setelah mendapatkan pembiayaan dari Bank Syariah di Kabupaten Padang Lawas ?

a. Tetap b. Meningkat

2. Bagaimana tingkat penjualan anda setelah mendapatkan pembiayaan? a. Meningkat

b. Tetap

3. Bagaimana tingkat pendapatan UMK anda setelah mendapatkan pembiayaan? a. Tetap