Pengawasan DPRD Padang Lawas Terhadap Pelaksanaan APBD Tahun 2010

(1)

PENGAWASAN DPRD PADANG LAWAS

TERHADAP PELAKSANAAN APBD TAHUN 2010

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan Pendidikan

Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Administrasi Negara

Oleh :

ANSOR

090921045

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara Ekstensi

DEPART EM EN I LM U ADM I N I ST RASI N EGARA

FAK U LTAS I LM U SOSI AL DAN I LM U POLI T I K

U N I V ERSI TAS SU M AT ERA U TARA

M EDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Tidak ada kalimat yang layak dihaturkan penulis, kecuali ucapan rasa syukur dan segenap puji kepada Dia yang maha tahu, maha besar, maha penentu, Allah S.W.T. Sepenuhnya meyakini, ‘Dia’ hadir dalam setiap ruang dan gerak kehidupan yang dilalui. Deretan langkah untuk menentukan, memulai, dan menjalani segenap kehidupan akademik, hingga pada titik penyelesaian syarat-syarat untuk menyandang gelar Sarjana (S-1), ‘didalamnya’ hadir tuntunan, tuntutan dan anugrahNya. Alhamdulillah skripsi ini, sebagai salah satu syarat, terselesaikan sesuai dengan harapan. Skripsi ini berjudul “PENGAWASAN DPRD PADANG LAWAS TERHADAP PELAKSANAAN APBD TAHUN 2010”. Yaitu menggambarkan jalannya pengawasan DPRD Padang Lawas, kendala-kendala pengawasan, terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 serta potret pelaksanaan APBD itu sendiri.

Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, S.A.W, nabi akhir zaman, berserta keluarga, sahabat, dan pengikutNya. Mudah-mudahan kita mendapat syafaatnya di hari perhitungan amal dan dosa oleh Allah.S.W.T.

Selanjutnya, pada kesempatan yang berbahagia dan baik ini, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda tercinta Ahmad Sahri Harahap dan Ibunda tersayang Farida Hapni Hasibuan atas doa, tuntunan, nasehat, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan


(3)

3. Bapak Drs.M.Husni Thamrin Nasution, M.Si dan Ibu Dra. Elita Dewi, MSP selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU Medan.

4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku dosen pembimbing.

5. Ibu Siswati Saragih, S.Sos, M.SP yang cukup berperan dalam memberikan arahan dalam proses penelitian dan penyusunan.

6. Seluruh dosen FISIP USU, khususnya dosen tetap Ilmu Administrasi Negara dan seluruh pegawai, khususnya Kak Dian, Kak Mega, Pak Mul, dan Bang Ria, disamping bertugas mengurus kebutuhan dan kepentingan akademik mahasiswa AN, juga cukup membantu dalam kelancaran beberapa kendala yang dihadapi selama proses administrasi penyelesaian studi.

7. Anggota DPRD Padang Lawas dan pegawai di lingkungan pemerintahan Kabupaten Padang Lawas, khususnya di sekretariat dewan dan di sekretariat daerah. Serta seluruh instansi yang terkait pada penelitian ini.

8. Bapak H.Rido Harahap, SE selaku Ketua DPRD Padang Lawas, Ir.H.Syarifuddin Hasibuan, Erwin Hamonangan Pane, SH, MH, Ir.Hotman Nasution, H.Amir Hud Nasuiton, H.Syahwil Nasution, Rinal Diansyah, Irwan SH, dan H.Amir Husin, yang turut menjadi narasumber dan memperlancar dalam pengumpulan data di lingkungan sekretariat dewan.

9. Bapak Tongku Paruhum Hasibuan, H. Mawardi Hasibuan, abanganda Nasir Hasibuan S.Ag, Raja Parlindungan Nasution, Idaham Butar-butar, Sunardi Daulay, dan juga khususnya kepada Bapak H. Imran Joni Hasibuan, yang telah bersedia menjadi narasumber dan memberikan bimbingan yang berarti dalam pemantapan proses penelitian.

10.Asridani, Idham Saleh, Nur Laila, Zulhamida, adik penulis serta segenap keluarga, yang turut melengkapi semangat dalam penyelesaian skripsi ini .


(4)

Khususnya lagi, kepada Yanti Siregar, SS. yang insyaAllah akan menjadi pasangan hidup, juga sangat banyak memberikan semangat dan mengingatkan dalam tahapan-tahapan penyelesaian skripsi ini.

11.Rekan-rekan penulis baik di departemen Administrasi Negara maupun di lingkungan organisasi, di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan Gerakan Mahasiswa Padang Lawas (Gema Padang Lawas).

Penulis menyadari dan meyakini bahwa dalam penulisan skripsi ini, khususnya terkait isi, tentu masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Akhir kalimat, mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Medan, Juni 2011

Penulis,


(5)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai masalah Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010. Terkait dengan itu, masalah yang diuraikan yaitu bagaimana jalannya pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD, faktor-faktor yang menjadi kendala pengawasan. Untuk mendukung dalam penguraian dua sisi tersebut yaitu tentang pengawasan dan kendalanya, maka membutuhkan uraian tentang kondisi konfeherenship pelaksanaan APBD. Yang pada akhirnya untuk merumuskan solusi-solusi yang perlu dipertimbangkan dalam menjalankan pengawasan serta mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.

Penyampaian dalam skrispi ini tentu dilatar belakangi karena banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan program, proyek maupun kebijakan pemerintah Kabupaten Padang Lawas yang dibiayai oleh APBD, khususnya tahun 2010. Dan hal tesebut tentu merupakan satu kesatuan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana tujuan dilaksanakannya otonomi daerah. Disamping itu, Padang Lawas sebagai kabupaten baru tentu membutuhkan perlindungan maksimal dari segala sisi, termasuk kritik kelompok intelektual sebagai bagian dari masyarakat, dan skripsi ini merupakan bentuk kritik ilmiah sekaligus menyertakan solusi untuk perbaikan di masa akan datang. Dengan demikian skripsi ini diharapkan menyentuh tujuan arti penting dan manfaatnya, baik secara praktis maupun dalam keikutsertaan mengisi perkembangan dinamika dan ilmu pengetahuan.

Pendekatan yang dilakukan dalam mnganalisis data adalah bersifat dekriftif kualitatif. Bahwa data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun sekunder diteliti kembali guna mengetahui kelengkapan data yang diperoleh, kejelasan rumusan maupun relevansinya untuk dapat dilengkapi lebih lanjut yang kemudian disajikan.

Terkait Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan APBD tahun 2010 ternyata masih jauh dari yang diharapkan alias kurang baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya persoalan selama tahun anggaran APBD 2010. Mulai dari pelaksanaan kebijakan, program dan proyek yang tidak terlaksana dengan baik. Sementara dari sekian persoalan relatif masih sedikit yang ditindaklanjuti secara serius dan ada penyelesaian. Bahwa APBD Padang Lawas masih jauh dari efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas. Begitu juga dengan perangkat dan jalannya alat kelengkapan dewan dalam melakukan pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010


(6)

ditemukan kelemahan-kelamahan mendasar, termasuk masalah sumber daya manusia (SDM), mekanisme pengawasan yang tidak terformat, belum adanya perangkat hukum khusus pengawasan, faktor kultur yang bersifat primordial. Pada skhirnya agenda-agenda pengawasan, seperti reses, kunjungan kerja, paripurna, dan rapat dengar pendapat tidak berlangsung optimal dan tidak dapat berfungsi perbaikan di masa akan datang.

DPRD Padang Lawas dalam pengawasannnya terhadap ABPD tahun 2010 tidak melakukan inprovisasi, antisipasi dan refresif yang baik dan kuat dalam agenda-agenda pengawasannya. Bahkan masih terjadi pembiaran-pembiaran terhadap hal-hal yang fatal berkaitan dengan pelaksanaan APBD. Dimana daya serap APBD Padang Lawas rendah, miliaran anggaran terpaksa kembali ke kas daerah. Aroma korupsi dalam dalam realisasi program dan proyek yang dibiayai APBD cukup terasa. Sehingga APBD/pembangunan 2010 belum menyentuh kebutuhan masyarakat dan belum sinkron dengan segenap potensi sumber daya yang ada di Padang Lawas.

Oleh karena itu, menyikapi fakta-fakta di atas maka perlu kiranya DPRD Padang Lawas melakukan lompatan-lompatan dalam meninggalkan kelemahan dan mengatasi kendala-kendala yang ada. Caranya, dengan merumuskan pengawasan yang benar-benar lebih baik serta menjadikannya sebagai payung hukum pengawasan DPRD Padang Lawas. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah dan tentang administrasi pemerintahan. Kemudian mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan tugas pengawasan serta meningkatkan intensitas dan kualitas interaksi langsung dengan konstituen atau masyarakat. Mengaktifkan sarana dan prasarana komunikasi atau penjaringan aspirasi.


(7)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i

Abstraksi... iii

Daftar Isi... v

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Kerangka Teori... 8

1. Pengawasan DPRD... 9

1.1. Defenisi Pengawasan... 9

1.2. Tujuan Pengawasan... 10

1.3. Prinsip-prinsip Pengawasan... 12

1.4. Pengawasan DPRD... 12

2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)... 17

2.1. Defenisi APBD... 17

2.2. Fungsi APBD... 19

3. Pengawasan DPRD Padang Lawas Terhadap APBD Tahun 2010... 20

F. Defenisi Konsep... 23


(8)

H. Sistematika Penulisan... 24

BAB II. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian... 26

B. Lokasi Penelitian... 26

C. Informan Penelitian... 26

D. Teknik Pengumpulan Data... .28

E. Teknik Analisis Data... 29

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN PADANG LAWAS... 30

A.1. Wilayah dan Kependudukan... 30

A.2. Sarana dan Prasarana... 31

A.3. Sosial Budaya dan Politik... 31

A.4. Potensi Daerah dan Aktifitas Ekonomi Masyarakat... 32

B. GAMBARAN UMUM DPRD PADANG LAWAS... 32

C. PENGAWASAN DPRD PADANG LAWAS TERHADAP PELAKSANAAN APBD TAHUN 2010... 33

C.1. Peran dan Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Perencanaan APBD tahun 2010... 35

C.2. Peran dan Pengawasan DPRD terhadap Penyusunan APBD Padang Lawas... 40

C.3. Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan APBD tahun 2010... 45


(9)

a. Pengawasan Langsung terhadap Program atau Proyek Realisasi APBD tahun 2010 di Lapangan

dan Peran Alat Kelengkapan Dewan... 46 b. Menjaring Aspirasi Masyarakat... 57 C.4. Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap

Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan

APBD tahun 2010... 59 C.5. Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Bupati tahun 2010... 60

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI KENDALA PENGAWASAN DPRD PADANG LAWAS TERHADAP PELAKSANAAN APBD TAHUN 2010

A. Faktor Internal ... 62 B. Faktor Eksternal... 64 C. Faktor Konstitusional dan Kultur... 64

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 67 B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70


(10)

ABSTRAK

Dalam skripsi ini, penulis membahas mengenai masalah Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010. Terkait dengan itu, masalah yang diuraikan yaitu bagaimana jalannya pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD, faktor-faktor yang menjadi kendala pengawasan. Untuk mendukung dalam penguraian dua sisi tersebut yaitu tentang pengawasan dan kendalanya, maka membutuhkan uraian tentang kondisi konfeherenship pelaksanaan APBD. Yang pada akhirnya untuk merumuskan solusi-solusi yang perlu dipertimbangkan dalam menjalankan pengawasan serta mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.

Penyampaian dalam skrispi ini tentu dilatar belakangi karena banyaknya penyimpangan dalam pelaksanaan program, proyek maupun kebijakan pemerintah Kabupaten Padang Lawas yang dibiayai oleh APBD, khususnya tahun 2010. Dan hal tesebut tentu merupakan satu kesatuan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana tujuan dilaksanakannya otonomi daerah. Disamping itu, Padang Lawas sebagai kabupaten baru tentu membutuhkan perlindungan maksimal dari segala sisi, termasuk kritik kelompok intelektual sebagai bagian dari masyarakat, dan skripsi ini merupakan bentuk kritik ilmiah sekaligus menyertakan solusi untuk perbaikan di masa akan datang. Dengan demikian skripsi ini diharapkan menyentuh tujuan arti penting dan manfaatnya, baik secara praktis maupun dalam keikutsertaan mengisi perkembangan dinamika dan ilmu pengetahuan.

Pendekatan yang dilakukan dalam mnganalisis data adalah bersifat dekriftif kualitatif. Bahwa data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun sekunder diteliti kembali guna mengetahui kelengkapan data yang diperoleh, kejelasan rumusan maupun relevansinya untuk dapat dilengkapi lebih lanjut yang kemudian disajikan.

Terkait Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan APBD tahun 2010 ternyata masih jauh dari yang diharapkan alias kurang baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya persoalan selama tahun anggaran APBD 2010. Mulai dari pelaksanaan kebijakan, program dan proyek yang tidak terlaksana dengan baik. Sementara dari sekian persoalan relatif masih sedikit yang ditindaklanjuti secara serius dan ada penyelesaian. Bahwa APBD Padang Lawas masih jauh dari efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas. Begitu juga dengan perangkat dan jalannya alat kelengkapan dewan dalam melakukan pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010


(11)

ditemukan kelemahan-kelamahan mendasar, termasuk masalah sumber daya manusia (SDM), mekanisme pengawasan yang tidak terformat, belum adanya perangkat hukum khusus pengawasan, faktor kultur yang bersifat primordial. Pada skhirnya agenda-agenda pengawasan, seperti reses, kunjungan kerja, paripurna, dan rapat dengar pendapat tidak berlangsung optimal dan tidak dapat berfungsi perbaikan di masa akan datang.

DPRD Padang Lawas dalam pengawasannnya terhadap ABPD tahun 2010 tidak melakukan inprovisasi, antisipasi dan refresif yang baik dan kuat dalam agenda-agenda pengawasannya. Bahkan masih terjadi pembiaran-pembiaran terhadap hal-hal yang fatal berkaitan dengan pelaksanaan APBD. Dimana daya serap APBD Padang Lawas rendah, miliaran anggaran terpaksa kembali ke kas daerah. Aroma korupsi dalam dalam realisasi program dan proyek yang dibiayai APBD cukup terasa. Sehingga APBD/pembangunan 2010 belum menyentuh kebutuhan masyarakat dan belum sinkron dengan segenap potensi sumber daya yang ada di Padang Lawas.

Oleh karena itu, menyikapi fakta-fakta di atas maka perlu kiranya DPRD Padang Lawas melakukan lompatan-lompatan dalam meninggalkan kelemahan dan mengatasi kendala-kendala yang ada. Caranya, dengan merumuskan pengawasan yang benar-benar lebih baik serta menjadikannya sebagai payung hukum pengawasan DPRD Padang Lawas. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah dan tentang administrasi pemerintahan. Kemudian mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan tugas pengawasan serta meningkatkan intensitas dan kualitas interaksi langsung dengan konstituen atau masyarakat. Mengaktifkan sarana dan prasarana komunikasi atau penjaringan aspirasi.


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setelah reformasi, ternyata tanpa terasa, teori dan praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia terus mengalami perkembangan. Berbagai eksprimentasipun dilakukan untuk mencari model atau bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang ideal. Termasuk dalam konteks hubungan legislatif dengan eksekutif. Ini yang disebut bahwa hal yang niscaya Negara mengalami perubahan-perubahan dalam konsepsi dan praktek penyelenggaraan pemerintahan seiring dengan perkembangan dunia, terlebih-lebih perkembangan Sumber Daya Manusianya (SDM). Termasuk perubahan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Seperti yang diungkapkan Eko Prasojo (2010), pakar tata Negara dari UI, bahwa tidak satu pun Negara yang statis dan tidak berubah dalam konstruksi pemerintahan daerahnya. Hanya saja fase perubahan yang terus menerus ini juga ternyata menyisakan persoalan-persoalan substantif yang sangat mempengaruhi laju gerak pembangunan sebagai inti dari kehadiran dan penyelenggaraan pemerintahan.

Persoalan-persoalan substantif tersebut terkait dengan masih jauhnya harapan dalam pelaksanaan konstruksi pemerintahan daerah. Salah satunya bagaimana fungsi dan tanggungjawab kelembagaan pemerintahan daerah berjalan baik dan seimbang guna memenuhi tuntutan masyarakat. Sebagaimana yang diatur dalam UU No.32 tahun 2004, bahwa Pemerintah Daerah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) sama-sama berposisi sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Meski wilayah fungsi, wewenang, hak dan kewajibannya berbeda, namun substansi tanggungjawabnya sesungguhnya sama.


(13)

Hanya saja muatan tanggungjawab yang membedakan eksekutif dan legislatif adalah muatan tanggungjawab moralitasnya untuk menjalankan fungsinya masing-masing. Di samping selama ini pemerintah daerah, eksekutif dan legislatif, relatif tidak bertanggungjawab. Namun, dalam konteks tanggungjawab moralitas DPRD tentu lebih dituntut menjadi penyambung harapan dan aspirasi rakyat, sesuai dengan penyebutannya sebagai wakil rakyat, yang dipilih untuk mewakili kepentingan rakyat dan menjadi tempat pengaduan rakyat.

Yang dituntut adalah agar DPRD menjalankan fungsi, tugas dan tanggungjawab moralitas itu di semua sisi kewenangan dan aspektasi sebagai lembaga perwakilan rakyat. Sebagaimana di atur dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kewenangan pemerintah daerah begitu luas, karena luasnya sering ditafsirkan dalam prakteknya kewenangan tanpa batas. Dalam menyelenggarakan seluruh kewenangan pemerintah daerah diluar urusan Pemerintah Pusat, terdapat pembagian urusan yang terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan yang begitu luas dibanding sebelum desentralisasi bergulir. Bahwa menurut Pasal 14 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, urusan wajib yang menjadi urusan pemerintahan daerah untuk Kabupaten/Kota meliputi: (1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan; (2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang; (3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; (4) Penyedia sarana dan prasarana umum; (5) penanganan bidang kesehatan; (6) Penyelenggaraan pendidikan; (7) Penanggulangan masalah sosial; (8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan; (9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; (10) Pengendalian lingkungan hidup; (11) Pelayanan pertanahan; (12) Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; (13) Pelayananan administrasi umum pemerintahan; (14) Pelayanan


(14)

adiminstrasi penanaman modal; (15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan (16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sementara urusan pilihan pemerintah daerah meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Sejalan dengan luasnya kewenangan pemerintah daerah yang tergambar di atas, sejalan dengan itu pula eksekutif dan legislatif sama-sama memiliki tanggungjawab konstitusional. Dan sejalan dengan itu pula tanggungjawab moralitas DPRD dituntut untuk melakukan fungsi controling (pengawasan) yang melingkupi sektor wajib dan pilihan. Sehingga kehadiran DPRD dapat dirasakan jelas dalam setiap pembangunan yang melingkupi semua sektor tersebut.

Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD merupakan kunci utama dalam mengukur jalannya pembangunan di sektor wajib maupun pilihan. Dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrument terpenting dalam penyelenggaraan pembangunan suatu daerah. Demi terselenggaranya pembangunan yang diharapkan sangat bergantung pada sejauhmana fungsi APBD sebagai tolok ukur pelaksanaan pembangunan dapat dijalankan. Artinya juga, salah satu kebergantungan dalam menjalankan fungsi APBD sebagai tolak ukur dapat dilihat dari sejauhmana pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan APBD. Sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik, bahwa semua elemen stekeholders pemerintah (eksekutif) sebagai pelaksana APBD, berhak melakukan pengawasan. Namun, sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, bahwa elemen yang memiliki legitimasi politik yang kuat yang posisinya sejajar dengan pemerintah (eksekutif) adalah Dewan


(15)

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD-lah yang memiliki kewenangan dan kekuasaan lebih dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan APBD.

Pengawasan DPRD yang dimaksud tidak hanya sebatas seberapa sering agenda seremonial dan mekanisme pengawasan dilakukan. Tapi jauh dari itu, termasuk sejauhmana capaian substantif pelaksanaan APBD terwujud. Sejauhmana prinsip efektifitas, efisiensi, transparansi serta akuntabilitas pelaksanaan APBD. Dan sejauhmana upaya perbaikan dan tindaklanjut oleh DPRD terhadap pelaksanaan APBD. Bahwa semuanya sangat bergantung pada wujud pengawasan dan prosesnya yang dilakukan DPRD. Pengawasan tersebut juga melingkupi sejak APBD akan diparipurnakan. Artinya, proses legitimasi yang terdapat di dalamnya, apakah sudah memenuhi kriteria hukum dan asas politik sebagaimana diatur dan diharapkan masyarakat. Ini penting, karena legitimasi yang dilakukan juga mempengaruhi tingkat pelaksanaan APBD. Semakin tepat waktu, regulasi dan penekanan politik dijalankan dalam pengesahan APBD tentu semakin tepat pula pelaksanaannya.

Kemudian banyak faktor yang mendasari untuk mengukur sejauhmana pengawasan itu sendiri dilakukan. Di antaranya, tingkat pemahamahan DPRD yang disebut berfungsi sebagai controlling, pemahaman dan penguasaan regulasi yang mengatur tugas pengawasan, termasuk masalah wilayah wewenang DPRD untuk melakukan pengawasan. Pemahaman dan implementasi akan hak dan kewajiban DPRD. Pemahaman dan penguasaan akan system keuangan administrasi keuangan daerah. Kaitannya dengan era otonomi daerah yang tentunya telah banyak mengalami perubahan. Bagaimana melihat dan memposisikan APBD dengan baik dan benar, dan bentuk-bentuk ukuran lainnya


(16)

guna mengoptimalkan peran DPRD serta sinerginya dengan harapan rakyat. Juga bagaimana mekanisme yang dijalankan, keterlibatan pihak ketiga, hingga pada improvisasi DPRD dalam melakukan pengawasan. Semuanya akan menjadi deret ukur untuk melihat dan menyimpulkan komitmen DPRD dalam menjalankan tugas pengawasannya terhadap pelaksanaan APBD. Juga, bagaimana fungsi pengawasan DPRD mempengaruhi eksekutif dalam menjalankan APBD agar sejalan dengan tujuan yang dimaksud Undang-undang No.32 tahun 2004 yang menekankan pada tiga faktor yang mendasar. Yaitu, memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, serta meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif dan meningkatkan peran dan fungsi Badan Perwakilan Rakyat.

Gambaran tersebut akan bisa ditelusuri lebih dalam, terlebih-lebih setelah pergeseran undang-undang yang menurut informasi berkembang DPRD mengalami keterhambatan dengan semakin dibatasinya kewenangan dan kekuasaannya. Apakah hal ini hanya sekedar alasan tanpa argumentasi yang dapat diterima akal masyarakat. Atau mau tidak mau masyarakat dipaksa untuk mengamini perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengarah pada pelemahan peran controlling DPRD, khususnya pengawasan dalam pelaksanaan APBD. Sehingga membuat relasi DPRD dengan eksekutif dalam konteks untuk keseimbangan kekuasaan khususnya dalam pengawasan dan pelaksanaan APBD semakin tidak menentu.

Dalam konteks pengalaman daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah, perlu juga dilihat keberhasilan yang dipengaruhi faktor baru (pemekaran) atau tidaknya suatu daerah. Hal ini akan melengkapi wacana maupun kesimpulan faktual tentang masalah daerah pemekaran baru atau tidak yang mungkin dapat


(17)

dijadikan tolok ukur pelengkap untuk melihat berjalannya lembaga pemerintah daerah, tentu khususnya dalam masalah posisi DPRD, dengan baik dan seimbang.

Dengan demikian nantinya dapat disimpulkan sejauhmana posisi dan fungsi strategis DPRD berjalan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 yang salah satunya dalam bentuk pengawasan. Terlebih-lebih pengawasan politik strategis yang menyeluruh dalam rangka menjauhkan pemerintah eksekutif dari penyalahgunaan wewenang atau prilaku korupsi yang sangat merugikan rakyat dan negara. Dan pada akhirnya akan terbentuk pemerintahan yang bersih, efisien, efektif dan akuntabel di daerah. Dan pemerintahan yang baik di daerah akan menopang pemerintahan yang baik pula secara nasional. Karena pemerintahan daerah adalah subsistem pemerintahan nasional (Kaloh, J.2009).

Uraian ini yang melatarbelakangi motivasi penulis untuk mengamati, menelusuri atau menginvestigasi Kabupaten Padang Lawas sebagai daerah baru, tapi sudah menjalankan pemerintahan lebih dari tiga tahun, yang mana belakangan ini kerap dijadikan potret kegagalan pemerintah dalam menjalankan otonomi daerah. Khususnya, terfokus dalam hal peran dan fungsi DPRD Padang Lawas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Menurut penulis kondisi pengawasan tersebut merupakan sumber masalah yang merebak dalam pemerintahan Padang Lawas, termasuk indikasi korupsi, kelambanan daya serap APBD, pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya. Khususnya pelaksanaan APBD di tahun 2010. Sebagai bahan motivasi penulis untuk melakukan penelitian terkait APBD Padang Lawas tahun 2010, dimana sekilas informasi lewat pemberitaan yang berkembang (Maret-April 2011), akibat buruknya pelaksanaan APBD Padang Lawas tahun 2010 dan menimbulkan keterlambatan


(18)

menyampaikan R-APBD tahun 2011 sehingga Padang Lawas masuk dalam daftar daerah yang kena sanksi penundaan DAU (Dana Alokasi Umum) sebesar 25 % oleh Kementerian Keuangan RI.

Berangkat dari paparan yang dikemukakan di atas, penulis berketetapan hati dan pikiran untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengawasan DPRD Padang Lawas Terhadap Pelaksanaan APBD Tahun 2010.

B. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan uraian latar belakang itu, maka permasalahan yang dikemukakan adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana peran dan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang disampaikan, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui dan mengkaji secara lebih mendalam peran dan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. 2. Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi kendala


(19)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis atau teoritis penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam khazanah informasi maupun perbandingan bagi mahasiswa dan dosen, khususnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta bagi kalangan umum dalam melakukan pendalaman kajian tentang pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih pemikiran bagi penyelenggara pemerintah daerah, khususnya dalam pengawasan DPRD terhadap APBD, serta terkhusus menjadi masukan bagi pemerintah Padang Lawas menuju perbaikan dalam menjalankan pemerintahan.

E. Kerangka Teori

Demi keutuhan atau kesempurnaan penelitian yang akan dilakukan, posisi teori harus jelas dan tersambung dengan objek yang akan diteliti. Selain alat untuk memudahkan penelitian, teori juga berfungsi agar tidak senjangnya antara konsepsi dengan fakta yang akan diarahkan teori. Langkah inilah yang disebut sinkronisasi ilmiah, seperti yang diungkapkan Sugiyono (2003) bahwa landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan yang sifatnya hanya coba-coba (trial and error). Dan adanya landasan teoritis merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.

Berangkat dari rumusan di atas, penulis akan mengurai beberapa teori yang menjadi titik tolak landasan berpikir dalam penelitian ini, yaitu :


(20)

1. Pengawasan DPRD

1.1. Defenisi Pengawasan

Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “… the modern concept of

controlprovides a historical record of what has happenedand provides

date the enable theexecutiveto take corrective steps …”. Bahwa

pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “… there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do

something about it if the two aren’t the same. Sedangkan menurut Admosudirdjo

(dalam Febriani, 2005:11) yang mengatakan bahwa pada pokoknya controlling

atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sedangkan teori lain mengatakan pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan (Schermerhorn, 2002). Pengawasan juga didefenisikan sebagai proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan (Stoner, Freeman, & Gilbert,1995). Kemudian Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan,


(21)

maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan- penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan.

Berangkat dari defenisi di atas terdapat kesamaan pengertian terhadap apa yang dimaksud pengawasan secara umum. Bahwa pengawasan adalah proses pengamatan atau serangkaian aktifitas memperhatikan bahkan melakukan evaluasi terhadap objek (kinerja, yang melingkupi standart, norma-norma, serta usaha memperbaiki) yang diawasi atau yang dijalankan untuk dipastikan sesuai dengan apa yang ditentukan sebelumnya serta diharapkan akan mengalami perbaikan pada proses dan tahapan selanjutnya dari hasil pengawasan.

1.2. Tujuan pengawasan

Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir (1994:26) mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah :

1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab.

2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat.

3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing-masing aparat, rasa bersalah


(22)

dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal-hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama.

Maman Ukas (2004:337) mengemukakan tujuan pengawasan adalah untuk:

1. Mensuplai pegawai-pegawai manajemen dengan informasi-informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan.

2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintangan-rintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi.

3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil-hasil yang diharapkan.

Sedangkan Rachman (dalam Situmorang dan Juhir, 1994:22) juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:

1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan

3. Untuk mengetahui apakah kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan dan kegagalan-kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan- perubahan untuk memperbaiki serta mencegah pengulangan kegiatan-kegiatan yang salah.


(23)

4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan-perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar.

Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui dan menyimpulkan pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, apakah berjalan efisien dan efektif atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi dan kesulitan atau gangguang yang ada, untuk diperbaiki ke arah yang lebih baik.

1.3. Prinsip-prinsip Pengawasan

Sedangkan prinsip-prinsip pengawasan yaitu : a. Dapat tepat mencapai sasaran,

b. Fleksibel, c. Dinamis, d. Ekonomis, e. Efisien,

f. Dapat dimengerti,

g.Dapat segera melaporkan penyimpangan,

h.Dapat menjamin diberlakukannya tindakan korektif

Bahwa mengamati lebih jernih tentang prinsip-prinsip pengawasan cukup diperlukan untuk menguatkan penilaian terhadap pengawasan dan capaiannya demi tindak lanjut yang akan dilakukan guna arah perbaikan.

1.4. Pengawasan DPRD

Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diatur dalam ketatanegaraan kita, UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD


(24)

menjelaskan; bahwa DPRD merupakan unsur pemerintahan daerah, unsur pemerintah(an) daerah lainnya adalah pemerintah daerah yang dipimpin oleh kepala daerah. Pengertian unsur pemerintahan mengartikan bahwa DPRD merupakan bagian manajemen pemerintahan daerah untuk mencapai tujuannya. Sedangkan kedudukan lainnya, DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat yang dipilih dalam pemilihan umum dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya, legislasi, anggaran dan pengawasan sebagai representasi rakyat di propinsi, maupun kota/Kabupaten (Bahrullah Akbar, 2011). Sebelumnya kedudukan DPRD dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 diposisikan sebagai badan legislatif yang kemudian dirubah menjadi DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah yang termaktub pada UU No. 32 Tahun 2004. Meski dalam penelitian ini nantinya tidak ada memfokuskan pembahasan pada titik masalah problematika kedudukan DPRD, namun perubahan-perubahan itu sesungguhnya telah ‘merekonstruksi’ posisi DPRD kaitannya dengan wewenang dan tugas yang dijalankannya. Dan tentu akan berpengaruh terhadap capaian yang diharapkan rakyat akan wujud pengawasan DPRD terhadap segenap objek yang diawasinya, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD.

Sekedar mereview dimana dalam pasal 16 ayat (1) dan (2) dalam Undang-undang No.22 Tahun 1999 disebutkan bahwa:

(1). DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di Daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

(2). DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah.

Penegasan kedudukan DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat dan Badan Legislatif Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 diikuti dengan penguatan


(25)

“kuasa” DPRD dengan memberikan tugas, kewenangan dan hak yang lebih besar pada DPRD.

Sebagaimana dalam UU No.32 Tahun 2004 dan dalam UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD yang menegaskan DPRD sebagai bagian dari unsur pemerintahan daerah, bahwa sebelumnya juga telah lahir paradigma DPRD sebagai bagian pemerintahan daerah dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Penegasan DPRD sebagai bagian dari pemerintahan daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, terdapat pada pasal 42. Dengan demikian DPRD berada dalam ranah yang sama dengan pemerintah daerah dalam struktur hubungan dengan pemerintah pusat. Atau dengan kalimat yang lebih ringkas DPRD berada dalam rezim pemerintahan daerah (AA GN Ari Dwipayana, 2010). Hanya saja meski DPRD ditegaskan pada ranah yang sama dengan eksekutif, namun sesungguhnya kita melihat realitas yang seakan ‘mengkondisikan’ terciptanya kembali executive

heavy. Pergeseran regulasi yang dialami terkait perubahan posisi DPRD, akan

membantu untuk menghantarkan dalam merealisasikan ‘batasan-batasan’ dalam menginput data atau informasi pada penelitian ini nantinya, terkait pelaksanaan pengawasan DPRD.

Kembali pada titik persoalan dan berangkat dari regulasi yang berlaku yang membicarakan tentang pengawasan DPRD saat ini. Ada kesan lain yang bila ditarik garis hikmahnya, bahwa walau terjadi beberapa kali perubahan, namun dengan paradigma kesejajaran, kekuatan kekuasaan dan wewenang antara DPRD terhadap eksekutif masih relatif kuat. Yakni pada posisi kemitraan dan masih tersedianya ruang peran pengawasan untuk dilaksanakan DPRD dengan optimal. Dan pada pasal 43 Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


(26)

Daerah dijelaskan berkaitan dengan hak dan kewajiban DPRD yang menjadi media dalam menjalankan tugasnya baik secara politik maupun administratif, yakni legislasi, budgeting (penganggaran), dan controlling (pengawasan). Namun sebelum itu, perlu kiranya terlebih dahulu mengingat filosofi pengawasan, bahwa pengawasan bertujuan untuk tertibnya pelaksanaan administrasi keuangan daerah, bukan mencari-cari kesalahan. Untuk itu, dalam meningkatkan fungsi pengawasan DPRD yang dimulai sejak perencanaan musrenbang, perlu memperhatikan Permendagri 54 Tahun 2010. Di mana secara eksplisit menjelaskan bahwa segala bentuk sumber daya DPRD dirahkan untuk mendampingi, memberikan pertimbangan, mengarahkan keterlibatan masyarakat, yang merupana konstituen kelembagaan yang diwakili (Bahrullah Akbar, 2011).

Kaitannya dengan terhadap dimensi pengawasan DPRD akan APBD, bahwa sesuai dengan Tugas dan Wewenang DPRD menurut pasal 293 dan 344 UU No.27/2009 yaitu :

1. Membentuk peraturan daerah provinsi bersama gubernur/bupati/walikota; 2. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah

mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur/bupati/walikota;

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.

DPRD tetap memiliki kendali politik yang masih kuat dalam wilayah substantif yang bersinggungan langsung dengan kepentingan rakyat. Juga mengingat pasal 66 Undang-undang No 22 Tahun 2003 menerangkan tugas dan wewenang DPRD yang berhak meminta pejabat negara tingkat Kab/Kota, pejabat pemerintah Kab/Kota, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan


(27)

keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara. Bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1. Kemudian penjelasan pasal 62 & 78 Undang-undang No 22 Tahun 2003 yakni DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang: melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur/bupati/walikota, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah, dapat dilakukan DPRD dan menguatkan paradigma tersebut di atas. Begitu juga dalam kenyataan sehari-hari bahwa DPRD juga kerap disebut sebagai lembaga legislatif.

Sebagaimana diutarakan di atas, bahwa dalam pelaksanaan pengawasan DPRD pada dasarnya tentu mengacu pada pasal 42 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan mekanismenya didasarkan pada Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing di seluruh Indonesia. Dan perlu juga diingat bahwa pengawasan merupakan fungsi yang paling intensif yang dilakukan DPRD. Bahwa bagaimana DPRD menjalankan fungsi pengawasannya baik secara politik maupun administratif melalui semua peran dan alat kelengkapannya (Pimpinan, Komisi, Panitia Musyawarah, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, dan alat kelengkapan lain yang diperlukan) dengan menyampaikan pertanyaan, melakukan interpelasi maupun angket, serta pendidikan politik dalam setiap kegiatannya. Tentu kepada semua objek yang diawasi, khususnya dalam kinerja eksekutif. Pengawasan ini pada sasaran sebagaimana diatur dalam


(28)

Undang-undang serta peraturan di bawahnya, termasuk pengawasan terhadap pelaksanaan APBD sebagai kunci utama pembangunan.

Kemudian juga perlu diingat kembali sebagaimana disampaikan di awal bahwa efektifitas DPRD dalam melaksanakan peran dan fungsi pengawasan sangat tergantung pada kapasitas para anggotanya dalam menjalankan aktifitas pengawasannya. Untuk ini tentu memerlukan pola pikir yang independen, tidak memihak, bebas dari intervensi serta adanya akses yang baik terhadap riset dan fasilitas kantor. Kewenangan yang lemah, kepemimpinan yang tidak efektif dan staf administrasi yang kurang terlatih serta kurangnya informasi adalah faktor-faktor yang menghambat efektifitas dan demokrasi (USAID blog’s). Di samping itu, kapasitas yang dimaksud untuk melihat sejauhmana kesenjangan latar belakang yang dapat dijadikan sebagai bagian dari tolok ukur kapasitas dengan peran dan fungsi yang dijalankan selaku anggota DPRD. Tentu hal ini juga sangat mempengaruhi tingkat kemampuan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi DPRD.

Dengan demikian, bagaimana DPRD Padang Lawas dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 di bawah komando Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas periode 2009-2014, perlu ditinjau dan diteliti secara ilmiah guna mendapatkan kesimpulan yang bersifat ilmiah pula demi sebuah perbaikan yang diharapkan.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

2.1. Defenisi APBD

Dalam kamus ensklopedia Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


(29)

Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Sementara pada pasal 16 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa APBD adalah meupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.

Sekilas penjelasannya, yaitu:

Anggaran pendapatan, terdiri atas

o Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain o Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi

Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

o Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas

pemerintahan di daerah. Baik yang meliputi belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pada Pasal 17 dalam Undang-undang yang sama, bahwa APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dan penyusunan rancangan APBD sebagaimana dimaksud


(30)

dalam ayat sebelumnya berpedoman kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka tercapainya tujuan bernegara.

2.2.Fungsi APBD

Dalam pasal 3 ayat 3 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara telah tertuang fungsi APBD yakni mempunyai fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi, otorisasi, perencanaan, dan fungsi pengawasan.

Sekilas dapat dijelaskan fungsi-fungsi APBD tersebut, yaitu :

1. Fungsi Alokasi dana dalam arti APBD diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.

2. Fungsi Distribusi dalam memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

3. Fungsi Stabilisasi ekonomi berarti APBD menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

4. Fungsi Otorisasi berarti APBD menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan

5. Fungsi Perencanaan yaitu APBD menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

6. Fungsi Pengawasan yaitu APBD menjadi pedoman untuk menilai kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Sedangkan ditinjau dari sudut manajemen, bahwa fungsi APBD adalah sebagai :

a. Pedoman bagi pemerintah untuk menjalankan tugasnya di periode mendatang. b. Alat kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang dibuat oleh pemerintah


(31)

c. Untuk menilai seberapa jauh pencapaian pemerintah dalam melaksanakan kebijakan dan program yang telah direncanakan.

Dari penjelasan dan paparan Undang-undang tersebut di atas memastikan betapa posisi dan fungsi APBD menjadi tempat ‘tumpuan’ untuk menggerakan pembangunan di setiap sektor kehidupan masyarakat. Maka sangat membutuhkan sentuhan peran politik yang baik yang mengacu pada undang-undang yang mengaturnya. Oleh karenanya semua unsur, terlebih-lebih DPRD harus berada di garda terdepan untuk mengawalnya agar selaras dengan intruksi peraturan serta instruksi rakyat. Bila tidak, tentu akan mengundang harapan terbalik dari strategisnya posisi dan fungsi APBD dalam pembangunan masyarakat dan bangsa di setiap sektor.

3. Pengawasan DPRD Padang Lawas

Terhadap Pelaksanaan APBD Tahun 2010

Karena penting dan strategisnya APBD dalam setiap ritme pembangunan, maka diperlukan suatu sistem maupun improvisasi politik dalam pengawasan DPRD yang optimal terhadap tindak tanduk kepala daerah (eksekutif) selaku penyelenggara APBD. Baik pengawasan yang bersifat preventif maupun represif agar terselenggaranya pelaksanaan APBD yang sesuai dengan kaidah-kaidah serta manfaat visionernya dari berbagai sudut atau dimensi dalam pengawasan harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Bahwa APBD yang merupakan keuangan negara harus dikelola secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Semangat ini terdapat pada pasal 3 ayat 1 Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatakan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, taat pada


(32)

peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

Hal tersebut di atas juga sejalan dengan konsepsi kewenangan dan kewajiban daerah dalam pengelolaan keuangan negara yang masuk dalam APBD tertuang pada Pasal 23 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu :

(1) Hak dan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah.

(2) Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.

Bahwa prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara (APBD) sebagaimana instruksi Undang-undang dan norma-norma lainnya harus dijalankan dengan sungguh-sungguh guna menghindari terjadinya tindakan yang merugikan keuangan negara dan merugikan upaya pembangunan kesejahteraan rakyat. Ditegaskan kembali bahwa secara kedudukan dan kewenangan konstitusional serta politik yang memiliki peran ini tentu adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD akan menjadi penentu jalan tidaknya pelaksanaan APBD. Bagaimana DPRD menjadikan APBD sebagai standart pembangunan. Maka senyawa inilah juga yang sesungguhnya secara filosofis menjadi nafas dan tumpuan rakyat menuju kemakmuran dan kesejahteraan yang diimpikan rakyat. Dimana mereka mendapatkan pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, sarana-prasarana, peningkatan pendapatan, dll. Tentu dari ukuran sejauhmana


(33)

APBD dijalankan pada relnya. Begitu juga dalam mengukur keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tentu dilihat dari peran optimal semua unsur pemerintahan serta stakeholdersnya. Yaitu di antaranya, tingkat peran dan fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD, badan audit, dan juga elemen pengendali lainnya.

Sejalan dengan pikiran Mardiasmo (dalam Agus Hartanto, 2006) yang mengatakan bahwa ada tiga aspek utama yang mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. Pengawasan mengacu pada tingkatan atau kegiatan yang dilakukan diluar pihak eksekutif yaitu masyarakat dan DPRD, untuk mengawasi kinerja pemerintahan. Pengendalian

(control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak eksekutif, yang dipimpin

kepala daerah, untuk menjamin dilaksanakanya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan Audit merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan standar atau kriteria yang ada.

Dalam konteks ini DPRD Padang Lawas akan diamati dan diteliti secara mendalam tentang pengawasannya terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Bagaimana Bupati dan Wakil Bupati Padang Lawas menjalankan APBD dalam pengawasan DPRD. Untuk melihat serangkaian aktifitas pengawasan bahkan melakukan evaluasi terhadap objek (kinerja, yang melingkupi standart, norma-norma, serta usaha memperbaiki) yang diawasi, dalam lingkup penyelenggaraan APBD.


(34)

F. Defenisi Konsep

Defenisi konsep dalam penelitian digunakan untuk menggambarkan secara tepat tentang masalah atau fenomena yang hendak diteliti. Bahwa konsep haruslah juga memenuhi syarat, salah satunya adalah harus diterjamahkan ke hal lebih konkrit atau mudah difahami alias tidak jelimet. Karena semakin abstrak rumusan konsep akan semakin sulit pula memahami maknanya dalam realitas (Suyanto, 2005:50)

Bahwa dalam penelitian ini, yang menjadi defenisi konsep adalah:

a. Pengawasan DPRD merupakan serangkaian aktifitas dengan kewenangan yang dimiliki, baik secara politik maupun administratif untuk mengawasi jalannya agenda pemerintah (eksekutif) yang diawasi.

b. Pelaksanaan APBD yaitu segenap realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) selama anggaran untuk tahun 2010. Baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

G. Defenisi Operasional

Sesuai dengan teori yang dikemukakan Singarimbun (1995;46) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Artinya, defenisi operasional meliputi tentang indikator-indikator yang akan digunakan untuk mengukur variabel. Dan yang menjadi operasionalisasi dalam penelitian ini adalah pengawasan DPRD Padang Lawas dan Pelaksanaan APBD tahun 2010.


(35)

Sedangkan aspek-aspek yang turut melingkupi defenisi operasional pengawasan DPRD dan pelaksanaan APBD, adalah :

1. Pengawasan DPRD

a. Aspek standart kegiatan pengawasan

Yaitu, bagaimana tata tertib atau mekanisme serta standar kegiatan pengawasan yang dilakukan DPRD Padang Lawas terkait pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.

b. Aspek kegiatan penilaian

Yaitu, ukuran-ukuran atau tingkatan penilaian yang dilakukan oleh DPRD Padang Lawas terkait pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Baik penilaian yang disimpulkan dalam laporan Komisi, pandangan fraksi, kemudian keputusan DPRD serta penilaian selama masa pelaksanaan anggaran dalam agenda-agenda DPRD.

c. Aspek kegiatan perbaikan

Yaitu, bagaimana dan kegiatan apa saja yang dilakukan DPRD Padang Lawas terkait pengawasan terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010.

2 Pelaksanaan APBD a. Aspek Pengelolaan

Yaitu, menggambarkan bagaimana APBD Padang Lawas dikelola, apakah sesuai dengan prinsip atau aturan-aturan yang berlaku dalam pelaksanaan APBD.

b. Aspek Laporan (LKPJ)

Yaitu, bagaimana Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah dalam pelaksanaan APBD yang dibuat dan disampaikan, apakah memenuhi kriteria atau standart laporan.


(36)

H. Sistematika Penulisan BAB.I : Pendahuluan

Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, defenisi konsep, defenisi operasional, dan sistematika penulisan.

BAB II : Metode Penelitian

Bab ini meliputi bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB III : Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini mengurai tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian, berupa sejarang singkat serta hal-hal yang melengkapi gambaran lokasi penelitian.

BAB IV : Penyajian Data

Bab ini mengurai hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung serta dokumen-dokumen lain yang akan dianalisis.

BAB V : Analisis Data

Bab ini mengurai tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang akan diteliti.

BAB VI: Penutup

Bab ini memuat kesimpulan penelitian dari hasil penelitian yang dilakukan dan memuat saran-saran yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian tersebut.


(37)

BAB II

METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penilitian ini adalah penelitian deskriftif kualitatif. Yaitu untuk menyajikan informasi sebagaimana layaknya hasil penelitian tentang masalah atau fakta di lapangan, terutama hal-hal yang pokok pada objek penelitian untuk digambarkan secara terprinci, serta diintrepretasikan dengan rasional dan akurat. Sebagaimana yang diungkapkan Nawawi (1990:64) bentuk deskriftif adalah bentuk penelitian yang memusatkan pada masalah-masalah atau fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Padang Lawas, dan Sekretariat DPRD (Jl.K.H.Dewantara, Lingkungan VI, Pasar Sibuhuan), yang terfokus pada salah satu fungsi DPRD yaitu mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Padang Lawas. Penelitian ini juga tentu tidak terlepas dengan keberadaan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas, khususnya yang terkait langsung dengan pelaksanaan APBD tahun 2010.

C. Informan Penelitian

Bahwa dalam penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil suatu penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak dikenal populasi dan sampel (Bagong Suyanto, 2005;172). Artinya, subjek


(38)

penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Bahwa subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan adalah seorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang dapat memberi informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya, baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memenuhi persoalan/permasalahan tentu dalam penelitian ini.

Kemudian menurut Bagong Suyanto, (2005:172) informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu 1) Informan kunci (key informan) yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian; 2) Informan utama yaitu mereka yang dapat memberikan informasi dan terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, dan 3) Informan tambahan yaitu mereke yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.

Dalam penelitian ini, penulis berhubungan dengan beberapa unsur informan yang terdiri atas:

1. Informan kunci, yaitu pimpinan di DPRD dan kepala daerah sebagai penanggungjawab pelaksana APBD serta Sekretaris Daerah Padang Lawas sebagai ketua panitia anggaran.

2. Informan utama, yaitu anggota DPRD dan Unsur Pejabat Pemerintah (Eksekutif) Padang Lawas lainnya, baik di lingkungan sekretariat dewan maupun di lingkungan SKPD.

3. Informan tambahan, yaitu pers, LSM dan unsur-unsur lain yang dapat memberi informasi untuk melengkapi informasi atau data penelitian. Informan tambahan sebanyak 5 (lima) orang.


(39)

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data primer penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu;

1. Observasi, yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap objek yang diteliti, baik berupa data maupun fenomena yang terjadi serta mencatatnya segala sesuatu yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Namun observasi yang dilakukan tidak berstruktur yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi, tanpa saat kejadian berlangsung atau tanpa mengikuti keseharian responden. Yaitu peneliti atau pengamat lebih ditekankan untuk mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek yang diteliti.

2. Wawancara mendalam (depth interview), yaitu melakukan serangkaian tanya jawab antara peneliti dengan anggota DPRD Padang Lawas dan Pimpinan unit kerja yang terkait dengan pelaksanaan APBD terkait dengan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. 3. Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari,

menelaah berbagai dokumen resmi, seperti data, peraturan-peraturan dan buku-buku yang memiliki relevansi yang jelas dengan masalah yang diteliti. Penggunaan dokumentasi ini dimaksudkan untuk membantu menjawab persoalan-persoalan tentang apa, kapan, dan dimana peristiwa itu terjadi.

Sementara dalam proses pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi pustaka yang menggunakan berbagai literatur seperti buku, karangan ilmiah, dan sebagainya.


(40)

E. Teknik Analisa Data

Berdasarkan rumusan yang diuraikan di atas, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini tentu teknik bersifat kualitatif. Bahwa data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun sekunder diteliti kembali guna mengetahui kelengkapan data yang diperoleh, kejelasan rumusan maupun relevansinya untuk dapat dilengkapi lebih lanjut. Kemudian melakukan penyederhaan penyajian data atau informasi tetapi tetap representatif menjadi informasi yang dalam menjelaskan permasalahan penelitian. Dengan memilah-milah informasi berdasarkan kategori yang disiapkan dalam daftar wawancara, observasi, dokumentasi dan dengan menggunakan teori-teori maupun pendapat yang disinggung dalam tinjauan pustaka sehingga dapat ditafsirkan untuk merumuskan kesimpulan penelitian.

Hal ini sejalan dengan pendapat Farid (1997:152) bahwa analisis kualitatif adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubung-hubungkan fakta, data dan informasi.


(41)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN PADANG LAWAS

A.1. Wilayah dan Kependudukan

Kabupaten Padang Lawas dengan Ibukota Sibuhuan merupakan kabupaten yang baru dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini diparipurnakan pada tanggal 27 Juli 2007 dan resmi diundangkan pada tanggal 10 Agustus 2007 dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kabupaten Padang Lawas. Kabupaten ini lahir bersamaan dengan lahirnya Kabupaten Padang Lawas Utara yang juga pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara diundangkan lewat UU.No.37 Tahun 2007. Pada saat mekar, Padang Lawas meliputi 9 (sembilan) kecamatan, yaitu Kecamatan Barumun, Lubuk Barumun, Ulu Barumun, Sosopan, Barumun Tengah, Huristak, Sosa, Hutaraja Tinggi dan Kec. Batang Lubu Sutam. Namun di tahun 2010 ini, pemerintah melakukan pemekaran Kecamatan Barumun Selatan, pecahan dari Kec. Barumun, Kec. Aek Nabara Barumun, Kec. Sihapas Barumun, Kec. Barumun Barat, pecahan dari Kec. Barumun Tengah. Sekarang jumlah Kecamatan di Padang Lawas sebanyak 14 (empat belas) kecamatan. Jumlah penduduk Kabupeten Padang Lawas sekitar 233.933 jiwa (2010) dengan luas keseluruhan sekitar 3.892,74 Km2.

Secara geografis Kabupaten Padang Lawas, berada di wilayah paling selatan Provinsi Sumatera Utara. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara dan Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara dan sebelah barat


(42)

berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal. Kabupaten ini terletak di antara antara 1o26’ - 2o11’ LU dan 91o01’ – 95o53’ BT dengan luas wilayah sebesar 4.229,99 Km2 dan ketinggian berkisar antara 0 – 1.915 m diatas permukaan laut. Kontur tanah di Kabupaten Padang Lawas didominasi oleh tanah bergunung dengan luas 279.773 Ha (66,13%) dan hanya 26.863 Ha (6,35%) berupa tanah datar.

A.2. Sarana dan Prasarana

Sebagaimana catatan pemerintah Kabupaten Padang Lawas dan melihat realitas di lapangan, kondisi sarana dan prasarana Padang Lawas relatif tertinggal dibanding dengan kabupaten-kabupaten lain. Baik masalah infrastruktur dasar (jalan & jembatan, listrik, irigasi, prasarana kesehatan, prasarana pendidikan, dan lain-lain) maupun infrastruktur pemerintahan (kantor bupati, DPRD, SKPD, kantor kecamatan, desa, dan lain-lain) dan pelayanan umum (pasar, prasarana olahraga, dan lain-lain)

A.3. Sosial Budaya dan Politik

Masyarakat Padang Lawas relatif religius. Penduduk yang beragama Islam sekitar 95 %. Namun, meski demikian pengaruh adat juga cukup mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Padang Lawas.

Padang Lawas pada pemilu 2009 di bagi 5 (lima) daerah pemilihan (Dapem). Dapem I Kec. Barumun tujuh kursi, yang diperoleh Partai Demokrat, Golkar, PPP, PKPB, PDK, PKB dan PKPI, masing-masing 1 (satu) kursi. Dapem II Kec. Lubuk Barumun, Ulu Barumun dan Sosopan, lima kursi, yang diperoleh Partai Demokrat, PKB, Golkar, Patriot, dan Gerindra, masing-masing 1 (satu) kursi. Dapem III Kec. Barumun Tengah dan Huristak tujuh kursi, yang diperoleh Partai Demokrat, PDIP, Golkar, PKPB, PPP, PBB dan Hanura, masing-masing 1


(43)

(satu) kursi. Dapem IV Kec. Sosa enam kursi, yang diperoleh Partai Demokrat, PDIP, Golkar, PDK, Patriot dan PPP, masing-masing 1 (satu) kursi. Dapem V Kec. Hutaraja Tinggi lima kursi, yang diperoleh Partai Demokrat, Golkar, PKPB, PDIP dan Republikan, masing-masing 1 (satu) kursi. Pada pemetaan daerah potensial di Sumatera Utara, yang dilakukan pemerintah Provinsi, Kabupaten Padang Lawas termasuk daerah yang memiliki potensi yang luar biasa. Di sektor pertania

A.4. Potensi Daerah dan Aktifitas Ekonomi Masyarakat

Kabupaten Padang Lawas memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang cukup berlimpah. Di sektor perkebunan (sawit, karet, kopi, kakao, dll), pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan pertambangan (minyak bumi, emas, batubara, bahan galian non-logam, dll)

Sehingga sebagian besar penduduk bekerja dan mendapatkan kehidupan dari sektor perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan. Di sektor pertambangan belum tergali dengan baik.

B. GAMBARAN UMUM DPRD PADANG LAWAS PERIODE 2009-2014 DPRD Padang Lawas adalah merupakan representasi sekaligus menjadi media penyambung aspirasi dan kepentingan rakyat Padang Lawas. Sesuai dengan undang-undang yang mengatur batasan jumlah anggota dewan dengan rasio jumlah penduduk, maka DPRD Padang Lawas berjumlah 30 kursi. Berdasarkan hasil Pemilu 2009 yang lalu, 30 kursi DPRD Padang Lawas diisi 13 (tiga belas) partai politik. Masing-masing; Partai Demokrat 5 kursi, Golkar 5 kursi, PKPB 3 kursi, PDIP 3 kursi, PPP 3 kursi, PDK 2 kursi, PKB 2 kursi, Patriot 2 kursi, PBB, PKPI, Republikan, Gerindra dan Hanura, masing-masing 1 (satu) kursi.


(44)

Berdasarkan perolehan kursi dan suara, maka DPRD Padang Lawas dipimpin H.Rido Harahap, SE selaku Ketua dari Partai Demokrat, H.Syahwil Nasution, Wakil Ketua dari Golkar, H.Ammar Makruf, Wakil Ketua dari PKPB. Kemudian dibagi menjadi tujuh fraksi berdasarkan tatib yang disepakati pada Bab VIII pasal 12 dan pasal 13, yaitu Fraksi Demokrat yang berjumlah 5 orang, Fraksi Golkar berjumlah 5 orang, Fraksi PKPB, PDIP, PPP, masing-masing berjumlah 3 orang, Fraksi Nasional Bersatu berjumlah tujuh orang, Fraksi Palas Bersatu berjumlah 4 orang.

C. PENGAWASAN DPRD PADANG LAWAS TERHADAP

PELAKSANAAN APBD TAHUN 2010

Sebagaimana diuraikan pada paparan sebelumnya, bahwa yang dimaksudkan pengawasan adalah segenap proses kegiatan DPRD dalam mengawasi realisasi APBD dan segenap pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan. Artinya, peran dan fungsi pengawasan yang dilakukan tidak sekedar memenuhi agenda seremonial atau pengawasan bersifat administratif saja, tetapi pengawasan DPRD yang memanfaatkan kekuatan legitimasi politik bahkan yuridis yang dimiliki untuk mewujudkan keinginan rakyat serta dalam rangka untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan anggaran maupun penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, terwujud tidaknya harapan rakyat melalui pelaksanaan APBD sangat bergantung pada sejauh mana jalannya pengawasan DPRD. Begitu juga dengan APBD yang merupakan keuangan negara harus dikelola secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.


(45)

DPRD Padang Lawas dalam menjalankan tugas dan fungsinya, termasuk dalam hal pengawasan secara operasional berlandaskan pada tata tertib DPRD Nomor 17 tahun 2010 sebagai turunan dari undang-undang atau peraturan tentang kedudukan DPRD. Dalam tata tertib DPRD Padang Lawas tersebut kembali ditegaskan tentang fungsi DPRD pada Bab III pasal 4 ayat 1 yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Di mana dalam pasal 4 ayat 4 bahwa fungsi pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD. Selanjutnya pada ayat 5 di pasal yang sama mengatakan bahwa ketiga fungsi yang dijalankan dewan adalah representasi rakyat di daerah. Begitu juga dengan tugas dan wewenang DPRD dijelaskan pada Bab IV pasal 5 ayat a sampai k. Demikian seterusnya pada Bab-bab berikutnya menjelaskan tentang bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban anggota DPRD, alat kelengkapan dewan, fraksi, serta tugas-tugas badan maupun unsur-unsur yang ada di DPRD dan juga tentang penjelasan APBD. Ini merupakan mekanisme dan acuan DPRD Padang Lawas dalam menjalankan fungsinya, khususnya fungsi pengawasan.

Dari hasil penelitian tentang realisasi fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010, selanjutnya akan diuraikan. Namun perlu kiranya sekilas menyajikan bagaimana kondisi proses perencanaan dan penyusunan R-APBD Padang Lawas dan peran DPRD di dalamnya. Hal ini penting, karena kondisi perencanaan tentu akan mempengaruhi kinerja pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Hingga DPRD melakukan evaluasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati tahun 2010. Karena sesungguhnya, kembali ditegaskan, pengawasan itu meliputi sistematika pengelolaan APBD, dimana dalam unit-unit atau tahapan-tahapan pengelolaan APBD sangat bergantung satu


(46)

sama lain. Dan pada pokoknya controlling atau pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, kata Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11). Di samping itu, tentu akan menambah pisau kendali lebih terinci dalam mengukur pengawasan yang dijalankan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 yang dilihat sejak proses penyusunan hingga evaluasi LKPJ Kepala Daerah.

Namun yang lebih pokok adalah uraian bagaimana jalannya pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010. Meliputi jalannya tugas dan tanggungjawab alat kelengkapan yang ada di DPRD Padang Lawas dalam menjalankan fungsi pengawasan. Baik menyangkut pengawasan langsung terhadap program atau proyek realisasi APBD di lapangan, termasuk bagaimana kondisi proyek pembangunan fisik dan non-fisik, belanja langsung maupun tidak langsung, serta bagaimana penatausahaan yang dilakukan eksekutif dalam pengelolaan APBD. Kunjungan kerja. Jaring aspirasi masyarakat, baik saat reses maupun tidak, seperti saat adanya aksi (demonstrasi) dengan tuntutannya atau dari dialog-dialog yang melibatkan unsur DPRD Padang Lawas. Kemudian menyangkut evaluasi yang dilakukan DPRD Padang Lawas terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati.

C.1. Peran dan Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Perencanaan APBD tahun 2010

Sesuai dengan hakekatnya, bahwa APBD bersumber dari rakyat. APBD ditujukan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Maka sudah sepantasnya perencanaan APBD melibatkan rakyat itu sendiri. Karena tentu rakyat yang paling


(47)

tahu apa yang menjadi kebutuhan dan kepentingannya. Hal ini juga dalam rangka mengeliminir siklus korupsi yang kerap terjadi sejak perencanaan APBD. Dan dalam siklus perencanaan ini tentu harus memperhatikan Permendagri No.25 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2010 di samping peraturan-peraturan lainnya.

Sebagaimana yang lumrah terjadi dalam sejarah administrasi pemerintahan di Indonesia, bahwa dalam perencanaan APBD Padang Lawas tahun 2010 juga jauh dari harapan dalam rangka mewujudkan perencanaan yang benar-benar menyerap aspirasi rakyat. Apa yang diharapkan pasal 2 Permendagri No.25 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2010 sepertinya tidak tergambar dengan baik dalam perencanaan APBD Padang Lawas tahun 2010, yang meliputi : a. Tantangan dan prioritas pembangunan tahun 2010

b. Pokok-pokok kebijakan penyusunan APBD c. Teknis penyusunan APBD; dan

d. Hal-hal khusus

Pedoman yang bertujuan dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan secara nasional maka keterpaduan dan sinkronisasi, kebijakan program/kegiatan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah perlu lebih ditingkatkan. Keterpaduan dan sinkronisasi dilakukan melalui upaya penyamaan persepsi terhadap tantangan, prioritas dan langkah kebijakan pembangunan yang menjadi perhatian bersama guna tercapainya tujuan pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Selanjutnya, masalah keterlibatan masyarakat Padang Lawas masih minim dalam perencanaan APBD. Informasi forum-forum perencanaan belum


(48)

terpublikasikan secara luas, seperti forum musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) baik di tingkat desa maupun di tingkat kecamatan dan kabupaten. Bahkan Musrenbang di tingkat desa dan kecamatan tidak dilaksanakan. Sehingga kepentingan dan kebutuhan masyarakat di Desa dan Kecamatan tidak terakomodasi secara aspiratif dalam perencanaan APBD Padang Lawas, di mana perencanaan yang dilakukan pemerintah masih terkesan acak karena tidak memberikan partisipasi seluas-luasnya bagi rakyat. Begitu juga dalam forum SKPD Padang Lawas, juga tidak melibatkan unsur-unsur sektor dan delegasi Musrenbang.

Dengan demikian, tergambar bahwa kemauan pemerintah dalam melibatkan masyarakat di setiap ritme pembangunan, terutama sejak perencanaan APBD, masih rendah. Padahal dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 139 ayat 1 cukup tegas memberikan kebebasan yang luas bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi baik lisan maupun tulisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan perda (peraturan daerah). Bahwa penyerapan aspirasi melalui perencanaan APBD merupakan kegiatan yang terpadu nantinya saat dilakukannya pembahasan perda APBD Padang Lawas. Terkait pelaksanaan Musrenbang di Padang Lawas, bahwa hanya Musrenbang di tingkat Kabupaten yang melibatkan unsur masyarakat, itupun sangat terbatas. Undangan Musrenbang Kabupaten hanya ditujukan kepada tokoh-tokoh masyarakat dengan jumlah yang sangat terbatas serta tidak diberikan peran yang sesuai dalam menyampaikan aspirasinya. Artinya, dalam pelaksanaan Musrenbang banyak tidak mengacu pada Permendagri No.54 tahun 2010 tentang Tatacara Musrenbang.


(49)

H. Mawardi Hasibuan, Imran Joni Hasibuan, serta Raja Parlindungan Nasution ST, selaku tokoh masyarakat dan tokoh pemuda Padang Lawas. Bahwa Musrenbang dilakukan sangat tidak representatif. Dimana undangan atau sosialisasi pelaksanaan Musrenbang sering terlambat. Bahwa pemerintah Padang Lawas melibatkan masyarakat dalam Musrenbang hanya sekedar untuk memenuhi sarat formal, sementara tujuan substansinya ditinggalkan.

Kondisi ini juga menggambarkan bahwa pemerintah Padang Lawas tidak memiliki mekanisme perencanaan APBD yang membuka ruang keterlibatan luas masyarakat. Belum adanya manajemen informasi dan dokumentasi usulan perencanaan. Proses perencanaan dan penyusunan anggaran masih terpisah. Kemudian, tidak sinkronnya antara pendekatan politik, teknokratis, bottom up, top down dan partisipatif dalam merencakan APBD sebagai perwujudan rencana pembangunan secara konfeherenship untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Parahnya, seharusnya perencanaan APBD Padang Lawas adalah merupakan integrasi dari Visi-misi Bupati/Wakil Bupati yang diperdakan sehingga menjadi visi-misi daerah, namun ternyata tidak, visi-misi Bupati/Wakil Bupati belum diperdakan dan belum disosialisasikan sebelum penetapannya, contohnya lewat seminar, dialog, kajian. Seharusnya perencanaan APBD merupakan integrasi RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), ternyata hingga hasil penelitian ini disusun RPJMD Padang Lawas belum ada. Padahal sesuai dengan aturan bahwa RPJMD harus dibuat paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Pasangan Bupati/Wakil Bupati terpilih dilantik, sebagaimana ditegaskan pada pasal 30 PP No.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Dan sekarang pemerintahan defenitif Padang Lawas sudah jalan tiga tahun, namun


(50)

RPJMD belum ada. Suatu yang fatal dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan. Berarti, Renstra-SKPD yang seharusnya juga memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, tidak terintegrasi dengan kuat dan sesuai dengan dasar yang ditetapkan. Karena penyusunan Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud tersebut berpedoman pada RPJMD, penegasan kedua pointer terakhir dituangkan pada pasal 31 dalam peraturan yang sama.

Bila kondisi ini dihubungkan dengan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas dalam pelaksanan perencanaan APBD tahun 2010 dapat disimpulkan masih lemah. DPRD seharusnya hadir dan berperan serius di setiap tahapan-tahapan yang menjaring aspirasi rakyat. Sesuai dengan tugas pengawasannya, seyogianya DPRD ikut memastikan jalannya mekanisme dan tercapainya substansi perencanaan APBD. Sayangnya RPJMD Padang Lawas baru dibahas pada 23 Mei 2011, padahal Kabupaten Padang Lawas sudah berusia 4 (empat) tahun dan DPRD menyurati dan melakukan pemanggilan lebih serius baru di bulan April-Mei 2011 (surat udangan rapat RPJMD terlampir). Perda-perda yang seharusnya bersinergi dengan APBD pada akhirnya dalam rencana APBD tahun 2010 sama sekali tidak terintegrasi dengan baik, karena Perda tentang itu sendiri belum ada.

Juga seharusnya DPRD berada di garis depan dalam mewujudkan forum perencanaan anggaran yang representatif, dengan cara mengajak secara sungguh-sungguh partisipasi atau keterlibatan masyarakat secara luas. Dan ini merupakan pendidikan politik yang efektif dalam rangka menjalankan tugas pengawasan secara bersama-sama, sehingga mengeliminir terjadinya penyalahgunaan dalam


(51)

berbagai bentuk, sejak pelaksanaan perencanaan APBD Padang Lawas.

C.2. Peran dan Pengawasan DPRD terhadap Penyusunan APBD Padang Lawas

Proses penyusunan dapat dilihat dalam dua proses, yakni proses yang terjadi di eksekutif dan proses yang terjadi di legislatif.

1. Proses yang terjadi di eksekutif

Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan Sekretaris Daerah selaku koordinator anggaran yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan proses penyusunan belanja rutin disusun oleh bagian keuangan Pemerintah Daerah, proses penyusunan penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (bagian penyusunan program dan bagian keuangan). Dan dalam penyusunan APBD tentu banyak bergantung pada undang-undang serta peraturan yang berlaku. Misalnya sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.25 tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2010. Permendagri ini merupakan acuan penting agar tercapainya sasaran dan target yang diharapkan baik di daerah maupun secara nasional.

2. Proses di legislatif

Di DPRD, proses penyusunan APBD dilakukan berdasarkan tata tertib DPRD. Di bawah ini akan diuraikan alur penyusunan APBD ditingkat Dewan dan bagaimana peran dan fungsi pengawasan DPRD Padang Lawas berjalan di dalamnya, sebagai berikut:


(52)

a. Setiap tahun menjelang berlakunya tahun anggaran baru, Bupati wajib menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan lampiran selengkapnya dengan nota keuangan kepada DPRD.

Ternyata Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun 2010 Padang Lawas, lampiran, serta nota keuangan APBD disampaikan ke DPRD Padang Lawas sangat terlambat. Yang seharusnya sesuai dengan tatib dewan Padang Lawas, R-APBD dan nota keuangan diserahkan ke DPRD 4 (empat) bulan sebelum habis masa anggaran 2009. Sementara ranperda, lampiran serta nota keuangan APBD disampaikan baru bulan Januari 2010, sehingga mengalami keterlambatan pembahasan di DPRD yang tentu mempengaruhi optimalisasi target dalam pembahasan dan pelaksanaan APBD tahun 2010. Namun meski mengalami keterlambatan, tetapi upaya DPRD untuk mengantisipasi keterlambatan relatif rendah. Hal ini dibuktikan tidak adanya surat peringatan atau tekanan secara institusi sebelumnya kepada eksekutif agar segera menyampaikan R-APBD.

b. Pimpinan DPRD menyerahkan nota keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah tentang R-APBD kepada Panitia Anggaran untuk memperoleh pendapatnya.

Pendapat panitia anggaran seharusnya disampaikan sekilas dalam sajian penelitian ini, namun sayangnya saat dilakukan penelitian keberadaan berkas pandangan atau hasil pembahasan panitia anggaran terhadap R-APBD tidak jelas keberadaannya. Dan telah berulangkali diperiksa di bagian risalah juga tidak ditemukan. Hal ini menunjukkan tidak rapinya pengarsipan dan dokumentasi di sekretariat dewan Padang Lawas. Sementara dari pihak panitia anggaranpun tidak ada melakukan pengontrolan terhadap berkas-berkas yang


(53)

menyangkut kinerja dewan. Wajar, pengawasan yang optimalpun tidak mungkin terwujud bila pengarsipan dan dokumentasi tidak beres.

c. Pendapat panitia anggaran diserahkan ke komisi-komisi sebagai bahan pembahasan. Kemudian komisi-komisi melakukan pembahasan R-APBD tersebut.

Sama halnya dengan berkas pendapat panitia anggaran seharusnya disampaikan sekilas dalam sajian penelitian ini, namun sayangnya saat dilakukan penelitian keberadaan berkas pandangan atau hasil pembahasan komisi-komisi terhadap R-APBD juga tidak jelas keberadaannya. Dan telah berulangkali diperiksa di bagian risalah juga tidak ditemukan.

d. Setelah dari komisi-komisi diputuskan secara bersama antara DPRD dengan eksekutif dalam Rapat Paripurna.

e. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPRD tentang RAPBD didahului dengan :

• Pendapat akhir fraksi-fraksi

Secara garis besar dari dokumen yang ada, semua fraksi menyampaikan pandangan akhir fraksi dan memiliki catatan masing-masing. Substansi yang disampaikan dalam pandangan akhir fraksi terhadap RAPBD tahun 2010 di antaranya memang cukup kelihatan.

Seperti yang disampaikan fraksi PPP tentang skala prioritas daerah, baik menyangkut pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Tentang peningkatan etos kerja aparatur eksekutif dan upaya peningkatan pendapatan. Fraksi PDIP dalam pandangannya, mengingatkan fungsi penting anggaran dan agar mengoptimalkan penggunaan anggaran daripada peningkatan pendapatan, mengingatkan pentingnya system pengelolaan


(1)

2. Meningkatkan SDM dan keahlian

Sering membaca buku atau undang-undang terkait dengan tugas dan fungsi DPRD serta mengikuti atau mengadakan pelatihan-pelatihan, khususnya di bidang administrasi pemerintahan, pengelolaan keuangan daerah. Dan juga keahlian dalam menganilisis persoalan serta merumuskan tindaklanjut dari temuan-temuan. Begitu juga dengan terhadap pegawai di lingkungan sekretariat dewan.

3. Meningkatkan lobi fraksi atau perampingan jumlah fraksi

Sering melakukan komunikasi dan pendekatan politik fraksi dalam rangka menyatukan pandangan dalam menjalankan amanah rakyat. Atau merumuskan kembali jumlah ideal fraksi sehingga memperkecil pelebaran kepentingan politik fraksi.

4. Memperluas dan mendekatkan diri maupun institusi ke akses data

Memperluas dan mendekatkan diri maupun institusi baik dalam bentuk formal maupun informal kepada segenap akses data yang dibtuhkan untuk menunjang kelancaran kinerja pengawasan dewan.

5. Meningkatkan penekanan terhadap kepala daerah

Mau tidak mau, untuk menciptakan posisi DPRD kuat di mata eksekutif, DPRD harus meningkatkan pressure (penekanan) atau melakukan langkah-langkah refresif yang lebih optimal dan intens.

6. Meningkatkan partisipasi dan peran dalam siklus anggaran, mulai dari perencanaan hingga evaluasi pertanggungjawaban.

7. Dengan menjalankan 6 (enam) point tersebut di atas, dipastikan akan mengurangi faktor kultur dalam menjalankan fungsi pengawasan DPRD.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berangkat dari uraian-uraian sebelumnya, dari hasil penelitian dan pembahasan masalah yang dipaparkan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap Pelaksanaan APBD tahun 2010 kurang baik. Sehingga tujuan pengawasan yang dimaksud belum tercapai. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya persoalan selama tahun anggaran APBD 2010. Mulai dari pelaksanaan kebijakan, program dan proyek yang tidak terlaksana dengan baik. Sementara dari sekian persoalan relative masih sedikit yang ditindaklanjuti secara serius dan ada penyelesaian. Sementara, APBD Padang Lawas masih jauh dari efisiensi, efektifitas, transparansi, dan akuntabilitas. Pengeluaran yang patut dipertanyakan, baik pengeluaran rutin yang terdiri dari belanja aparatur (pegawai) dan pengeluaran pembangunan yang terdiri dari belanja modal investasi (non pegawai) yang mencakup beberapa sektor. Sehingga wajar diduga kuat bahwa pelaksanaan APBD Padang lawas tahun 2010 sangat sarat KKN. Yang paling vatal, bukti kurang jalannya pengawasan DPRD Padang Lawas, terjadinya pembiaran terhadap masalah proyek pembangunan prasarana pemerintahan dengan sistem Multi Years yang benar-benar cacat demi hukum dan terindikasi syarat penyimpangan anggaran. Proyek Multi Years ini tanpa payung hukum yang jelas dan dijalankan dengan sangat tidak terbuka.

2. Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 tidak terformat dengan baik. Pengawasan langsung ke lapanganpun sering


(3)

bersifat insidentil dan terdorong karena adanya pengaduan masyarakat. Sehingga belum pernah terdengar adanya inisiatif dari dewan. Belum pernah melakukan investigasi mendalam, baik dalam bentuk quisioner dan bentuk lainnya. Dan belum pernah dilakukan penyidikan terhadap penyimpangan APBD Padang Lawas tahun 2010 atas temuan dan prakarsa DPRD sendiri. Padahal beberapa persoalan di antaranya layak menggunakan hak interprelasi atau hak angket dewan, contohnya masalah proyek pembangunan prasarana pemerintahan dengan sistem Multi Years.

3. Dalam menjalankan fungsi Pengawasan DPRD Padang Lawas terhadap pelaksanaan APBD tahun 2010 banyak menemui kendala-kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga factor, yaitu, faktor internal, faktor eksternal dan faktor konstitusional dan kultur. Factor internal, terkait dengan SDM dan latar belakang pendidikan, kemauan, keahlian pegawai sekretariat dewan, banyaknya fraksi, serta lemahnya data. Factor eksternal, terkait dengan political will kepala daerah, data-data dari eksekutif. Faktor konstitusional dan kultur, konstitusional terkait dengan perubahan undang-undang dengan kondisi kedudukan DPRD yang sekarang, dasar hukum tersendiri dalam masalah pengawasan DPRD. Sedangkan faktor kultural yaitu terkait dengan kekerabatan atau kekeluargaan dan adat istiadat yang terbangun selama ini.

A. SARAN

1. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan, sebaiknya DPRD Padang Lawas melakukan perbaikan dan pemantapan tentang format pengawasan, bila perlu dibuat Perda tersendiri. Kemudian, DPRD Padang Lawas harus meningkatkan


(4)

kemampuan atau keahlian baik secara institusional maupun perseorangan. Termasuk dengan cara membuat pelatihan, studi banding lebih serius, membaca dan memahami tentang pengelolaan keuangan daerah dan administrasi pemerintahan. Memantapkan tenaga-tenaga di sekretariat dewan. Dan sebaiknya DPRD baik di fraksi maupun di komisi dan di pimpinan, agar memakai tenaga ahli yang memang ahli di bidangnya, bisa diambil dari perguruan tinggi yang kualitasnya lebih diakui.

2. Memperluas dan mendekatkan diri maupun institusi ke akses data. Termasuk dengan cara lebih mendekatkan diri kepada masyarakat, pers, atau mahasiswa. 3. Meningkatkan partisipasi dan peran dalam siklus anggaran, mulai dari

perencanaan hingga evaluasi pertanggungjawaban. Serta meningkatkan kadar penekanan kepada kepala daerah atau pimpinan SKPD.

4. Mengaktifkan website DPRD Padang Lawas, pembukaan kotak pos khusus, kotak saran di tempat strategis, membuat dan menyebarkan quisioner dalam menghimpun perkembangan up todate tentang kinerja pemerintahan dan pelaksanaan program dan proyek pembangunan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ali, Faried. 1997. Metode penelitian Sosial Dalam Bidang Ilmu Administrasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Dwipayana, Ari. 2010. Pembaharuan Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kaloh, J. 2009. Kepemimpinan Kepala Daerah. Jakarta: Sinar Grafika

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Andi

Mariana, D. & Paskarina, C. 2008. Demokrasi & Politik Desentralisasi, Yogyakarta: Graha Ilmu

Prasojo, E. 2009. Sistem Politik Lokal di Jerman dan Prancis. Jakarta: Salemba Humanika

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: Pustaka LP3S Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi Negara. Bandung: Alfabeta Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Pendekatan. Jakarta:

Pranada Media

Undang-undang :

Keputusan DPRD Padang Lawas No.27 tahun 2009 tentang Tata Tertib DPRD Padang Lawas Periode 2009-2014

Permendagri No.25 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2010 Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Permendagri No.54 tahun 2010 tentang Tatacara Musrenbang

Peraturan Pemerintah (PP) No.58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Undang-undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

Undang-undang No. 22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Undang-undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang No.27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Undang-undang No.38 tentang Kabupaten Padang Lawas


(6)

Lain-lain :

Pekikdaerah.wordpress.com, Fungsi Pengawasan DPRD Pusat Kajian & Informasi Keuangan Daerah. Akbar, Bahrullah. 2011, diakses tanggal 14 April 2011.

Tikawija.wordpress.com. Pengertian dan Tujuan Pengawasan, Febriani, 2005. diakses tanggal 14 April 2011.

Tikawija.wordpress.com. Pengertian dan Tujuan Pengawasan, Situmorang dan Juhir. 1994.diakses tanggal 14 April 2011.

Tikawija.wordpress.com. Pengertian dan Tujuan Pengawasan, Stoner, Freeman, & Gilbert,1995.diakses tanggal 14 April 2011

Tikawija.wordpress.com. Pengertian dan Tujuan Pengawasan, Ukas, Maman. 2004. diakses tanggal 14 April 2011

USAID blog’s, diakses tanggal 14 April 2011

Panduan Tentang Prospek Pembangunan Kabupaten Padang Lawas tahun 2010, dipublikasikan pada Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) Maret-April tahun 2010.

Wawancara dengan Anggota DPRD Padang Lawas dan tokoh masyarakat, pemuda dan pers pada tanggal 05 – 15 Mei 2011

Angket terhadap Anggota DPRD Padang Lawas, Sekda, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan pers Padang Lawas.